[Hari Minggu Biasa XXX: Kel 22:21-27; Mzm 18:2-4,47,51; 1Tes 1:5-10; Mat 22:34-40]
Masih lekat di hati dan pikiran kita, rasa syukur dan suka cita atas terpilihnya dan dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden kita yang baru. Ribuan atau bahkan mungkin jutaan rakyat bergegap gempita menghadiri konser syukuran rakyat yang diadakan di lapangan Monas tanggal 20 Oktober yang lalu. Atau kalau tidak hadir, rakyat menyimak acara tersebut melalui televisi. Namun di tengah acara yang riuh rendah itu, ada satu peristiwa singkat yang cukup mengharukan bagi saya. Yaitu ketika Presiden Jokowi memberikan potongan tumpeng yang pertama, kepada seorang supir taksi wanita. Ia memilih melakukan profesi tersebut yang menuntut kerja keras dan pengorbanan, untuk menghidupi kedua anaknya yang masih kecil. Ibu itu rela melakukan pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh para pria, dan tidak takut menanggung resiko keamanan bagi dirinya sendiri, demi kasihnya kepada anak-anak yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya. Betapa dengan caranya sendiri, ibu tersebut memberikan kesaksian akan kasih sejati sebagaimana ditulis dalam Injil hari ini. Dan teladan kasih sang ibu, menjadi berkat yang membawa suka cita bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab melalui kesaksian hidupnya, kita semua diingatkan dan dikuatkan untuk terus bersemangat melakukan kerja keras kita masing-masing di dalam hidup ini. Sebab jika dilakukan dengan motivasi kasih, maka kerja keras kita akan membuahkan kebahagiaan dan suka cita. Bukankah hati kita semua terhenyak kagum melihat semangat kasih yang ditunjukkan oleh sang ibu tersebut, dan turut bersuka cita, ketika ia menerima penghargaan dari sang Presiden?
Sungguh, pengorbanan atas dasar kasih, selalu menjadi inspirasi bagi kita, sebab kepada hal itulah kita semua dipanggil. Kita diciptakan untuk mengasihi, bahkan mengasihi sehabis-habisnya, seperti yang telah dilakukan Allah kepada kita, melalui Yesus Kristus Putera-Nya. Sebab dengan demikian, kita manusia menemukan arti hidup kita yang sesungguhnya, dan hati kita akan bergembira karenanya. Bukankah demikian yang dikatakan dalam antifon pembuka hari ini, “Bergembiralah kamu semua yang mencari Tuhan!” Sungguh berbahagialah kita, jika kita mencari Tuhan dan mengasihi Dia. Sebab Tuhan yang adalah sumber kekuatan kita, akan menjadikan hidup kita aman dalam lindungan-Nya (lih. Mzm 18:2-3). Ia akan membantu dan menopang kita untuk melaksanakan hukum yang terbesar: yaitu hukum kasih. Sebab Kristus yang memberikan perintah agar kita mengasihi Allah dan mengasihi sesama (Mat 22:37-39), telah terlebih dahulu menggenapinya dengan sempurna dengan menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib bagi kita, sesuai dengan kehendak Allah Bapa. Kristus memberikan contoh kepada kita untuk tidak menyerah dalam mengasihi, bahkan dalam keadaan penindasan ataupun kesulitan yang terberat sekalipun, sebab kasih itu akan membuahkan ‘sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus’ (lih. 1Tes 1:6). Dalam sukacita itulah kita menantikan saatnya kedatangan Kristus kembali, yaitu di saat Penghakiman Terakhir, di mana segala hal akan dinyatakan: yang baik akan menerima penghargaan, dan yang jahat akan menerima penghukuman. Betapapun ada rasa gentar untuk membayangkan adanya Penghakiman yang sedemikian ini, kita dihibur oleh firman Tuhan pada hari ini. Yaitu bahwa Ia akan menunjukkan kasih setia kepada orang yang diurapi-Nya (Mzm 18:51). Kepada kita semua yang telah dibaptis dan menerima urapan Krisma, Allah menujukan janji-Nya ini. Maka, asalkan kita juga turut berjuang di dalam hidup ini, untuk mengasihi-Nya dan mengasihi sesama kita sebagai bukti dari iman kita, maka Allah juga akan berbelas kasih kepada kita dan menyelamatkan kita. Bukankah ini adalah kabar suka cita?
Maka mari kita periksa batin kita: sudahkah kita memiliki suka cita ini di dalam hati kita? Apakah sebaliknya, malah hati kita murung? St. Thomas Aquinas mengajarkan kepada kita bahwa kemurungan di dalam hati itu datang dari rasa cinta diri yang berlebihan (ST II-II, q.28, a.4). Cinta diri yang berlebihan ini menyebabkan orang selalu merasa kurang nyaman, kurang dapat bersyukur, enggan melakukan yang sukar dan malas berkorban untuk menyatakan kasih kepada orang lain. Kemurungan ini dapat diumpamakan sebagai akar pohon yang sakit, sehingga buah yang dihasilkan menjadi pahit. Jiwa yang berpusat pada dirinya sendiri, dan yang gagal untuk memandang kepada Kristus, beresiko akan kehilangan kasih sejati, dan karenanya dapat dirundung rasa murung dan sedih. Sungguh, jika ini yang kita alami, kita perlu memohon rahmat kasih Tuhan. Sebab yang kita butuhkan agar kita berbahagia dan bersuka cita, bukanlah semata hidup yang mudah dan enak, namun hati yang dipenuhi kasih. Sebab jika kita memiliki kasih, hati kita akan terus dipenuhi oleh suka cita, walaupun kita menghadapi banyak tantangan dan kesulitan hidup. Sebaliknya jika tidak ada kasih, walaupun kita hidup enak sekalipun, tetap saja hati kita murung. Mari, kita memohon rahmat Tuhan, agar hati kita dipenuhi oleh kasih yang dari Tuhan, sehingga hati kita senantiasa dipenuhi oleh sukacita!
Pemberi mempertimbangkan dampak jangka panjang jika me”wakaf”kan tanah untuk kepentingan gereja.
Berhubung banyak kasus tanah “wakaf” dialih fungsikan untuk kepentingan pribadi, maka pemberi di satu pihak menginginkan agar tanah yang di”wakaf”kan itu diketahui oleh banyak pihak , walau di lain pihak pemberi sendiri tidak punya motivasi mendapatkan pujian.
Tujuan “pengumuman” itu ialah ialah agar transparan dan preventif sehingga pihak-pihak yang bermotif tidak baik tidak menyalahgunakan tanah tersebut di kemudian hari, misalnya sesudah 20-30 tahun kemudian, ketika tidak ada lagi umat yang mengetahui sejarah tanah tersebut.
Fakta sejarah gereja menunjukkan ada saja tangan-tangan kotor di dalam “kekuasaan” gereja yang mengambil keuntungan dari tanah-tanah gereja dengan cara mengubah dokumen tanah sehingga maksud awal penggunaan tanah “wakaf” diselewengkan untuk kepentingan pribadi.
Jadi maksud pemberi mengumumkan pemberian itu adalah untuk menghindari penyalahgunaan pemberian di kemudian hari, dan dia sama sekali tidak punya maksud dipuja-puji. Itu hanya efek samping ( by product) yang tidak dapat dielakkan, sekalipun tidak diinginkan,
Apakah pemikiran ini masih sesuai dengan cita-cita Injil?
Shalom Herman Jay,
Secara prinsip, suatu tindakan disebut bermoral, jika memenuhi 3 kriteria: obyek moral, tujuan, kondisi yang baik. Dalam hal ini, obyek moral dari menyumbang tanah adalah baik. Tujuannya juga baik, ingin memberikan tanahnya bagi perkembangan gereja tanpa meminta balasan apapun, tanpa pamrih dan tidak ingin dilihat orang lain. Nah, yang perlu didiskusikan adalah tentang kondisi. Kalau memang dipandang bahwa dengan memberikan pengumuman secara terbuka dapat meminimalisasi penyelewengan, tentu saja hal ini dapat dilakukan tanpa menyalahi norma-norma moral yang ada. Agar berjalan dengan baik, dapat dilakukan pada saat momen khusus – seperti malam pengumpulan dana, dll.- sehingga, orang juga tahu bahwa ada yang menyumbangkan tanahnya untuk kepentingan gereja dan bukan individu. Dan penyumbang tersebut dapat memutuskan apakah panitia boleh menyebutkan namanya atau tidak. Cara lain, kalau tidak ada acara pencarian dana tersebut, tentu saja dapat dirundingkan secara hukum agar tidak ada kemungkinan untuk diselewengkan, misal pemberian kepada yayasan gereja dan bukan pada perorangan, yang penggunaannya hanya boleh untuk kepentingan tertentu – seperti pembangunan gereja, dll. Silakan merundingkannya dengan pihak-pihak yang ahli di bidangnya. Yang terpenting, pasti ada cara yang bisa diterima oleh semua pihak, sehingga keinginan baik ini dapat terlaksana. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Merahasiakan atau Membuka/ Menyatakan “Pemberian Kasih”?
1. Ada pepatah yang bunyinya/ intinya kurang lebih sebagai berikut ( tepatnya sudah lupa): tangan kiri memberi, tangan kanan tidak boleh tahu.
2.Jika memberi sesuatu kepada pihak yang membutuhkan , misalnya fakir miskin, tidak usah digembar-gemborkan. Apabila pemberian diumumkan, maka nilai atau pahala dari pemberian itu tidak ada. Apakah benar demikian?
3. Tetapi ada kasus sebagai berikut. Pemberi menyadari bahwa Tuhan tidak menghendaki kita mempermaklumkan pemberian kita. Pemberi juga tidak menghendaki bahwa pemberiannya tidak mendatangkan pahala ( mirip “do ut des” ya) , sehingga dia cenderung untuk merahasiakannya. Namun di lain pihak ada kekuatiran bahwa pemberian diselewengkan untuk kepentingan oknum/kelompok oknum yang dikuasakan ( pengelola) untuk menerima pemberian itu. Oleh karena itu pemberi memikirkan agar pemberian itu diketahui secara transparan oleh banyak pihak (umat). Si pemberi sama sekali tidak ingin / gila mendapatkan pujian dari banyak orang. Di satu pihak dia berniat untuk mengtransparankan pemberian itu demi menghindari penyalahgunaan oleh oknum pengelola, di lain pihak , transparansi itu menyebabkan umat mengetahui bahwa dialah donaturnya, padahal sebenarnya dalam sanubarinya yang terdalam, dia sebenarnya ingin memberi tanpa diketahui orang banyak. Ini semacam konflik batin dalam diri di pemberi itu.
Bagaiamana mengatasi konflik batin itu?
Shalom Herman Jay,
Yesus menuliskan di dalam Injil Matius ” Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.” (Mat 6:3) Inti dari perkataan Yesus adalah untuk menghindari perbuatan baik yang hanya dilandaskan untuk mencari pujian (lih. Mat 6:1-2). Dengan demikian, Yesus melihat motif apa yang ada di dalam hati seseorang ketika melakukan kebaikan. Kalau motif orang tersebut bersih, maka tidak menjadi masalah kalau ada acara lelang atau apapun yang mensyaratkan agar nama pemenang diketahui oleh orang lain. Dalam kasus sumbangan yang memungkinkan untuk tanpa nama dan yang memberikan sumbangan tidak ingin diketahui namanya, maka tentu saja dapat dipergunakan cara lain, misalkan dengan hanya pastor dan panitia yang mengetahui nama dan jumlah yang disumbangkan. Intinya adalah dalam banyak kasus, sering ada jalan untuk tetap merahasiakan nama penyumbang dengan tetap mempertahankan kredibilitas dan tanggung jawab dari panitia. Pada akhirnya, Tuhan yang akan menilik setiap hati.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Comments are closed.