Dalam perikop Yesus menyucikan Bait Allah (Yoh 2:13-25) memang kita melihat bagaimana Kristus mengekspresikan kemarahan-Nya terhadap para penukar uang dan pedagang yang berjualan dalam halaman Bait Allah. Berikut ini adalah alasan mengapa Yesus marah, jika kita melihat dari penjelasan Kitab Suci (sumber: A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed. by Dom B. Orchard, p. 984):

1. Yesus marah karena alasan kasihNya kepada Allah Bapa.
Dikatakan bahwa, “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku (Yoh 2: 17). Kasih kepada Bapa ini yang menyebabkan Yesus marah melihat segala bentuk penipuan yang dilakukan di depan Bait Allah yang harusnya menjadi tempat yang suci. Sehari-harinya, di halaman Bait Allah penuh hiruk pikuk para pedagang berjualan hewan-hewan untuk persembahan, dan para penukar uang mengadakan bisnis pertukaran uang, di mana semua uang asing harus ditukar dalam bentuk setengah shekel (=Tyrian) untuk membeli hewan persembahan tersebut (lembu, kambing domba, merpati). Pada waktu itu orang-oarng Yahudi yang beribadat di Bait Allah datang dari segala penjuru, sehingga mereka perlu menukarkan uang mereka sebelum mereka dapat membeli hewan kurban. Dalam proses penukaran ini sudah terjadi kecurangan, karena si penukar uang mengambil untung, belum lagi pengambilan untung dari penjualan hewan-hewan yang juga melibatkan pihak pengelola Bait Allah. Maka melihat keadaan ini, Yesus marah. Karena Bait Allah yang harusnya menjadi tempat pemyembahan Allah, di mana orang-orang seharusnya mengarahkan hati kepada Allah, malahan diisi dengan orang-orang yang sibuk mencari uang- yaitu para pedagang dan penukar uang tersebut- yang bahkan mungkin tidak berpikir/ bermaksud untuk menyembah Allah.

2. Yesus ingin mengajarkan kita bahwa hanya Allah sajalah yang seharusnya kita kasihi lebih dari segala sesuatu.
Cinta akan uang tidak boleh menggantikan cinta akan Allah, apalagi dilakukan di Bait Allah! Maka kemarahan Yesus di sini menunjukkan ‘keadilan’ Tuhan/ Justice of God, di mana Ia menyatakan bahwa segala bentuk penipuan dst yang seolah demi persembahan di Bait Allah itu sesungguhnya perbuatan keji, tidak adil dan tidak layak di mata Tuhan. Jadi, motif dari kemarahan Yesus adalah kasih-Nya kepada Bapa, sehingga Ia tidak dapat menerima segala bentuk kecurangan/ penipuan yang dilakukan di dalam rumah Bapa. Namun dalam menyatakan kemarahanNya, Yesus tidak menyakiti/ mencelakai orang, namun mengusir para pedagang dan hewan-hewan tersebut, sebab Bait Allah tidak selayaknya menjadi tempat mereka berbisnis demikian. Maka  kemarahan Yesus ini disebut sebagai ‘righteous anger’, karena motifnya adalah kasih kepada Allah Bapa. Jadi kemarahan Yesus ini jangan kita jadikan alasan pembenaran bagi kita, jika kita marah. Karena umumnya, kemarahan kita manusia bersumber pada kegagalan mengendalikan diri atau demi kepentingan dan nama baik sendiri, dan bukannya bermotif kasih kepada Tuhan.

5 COMMENTS

  1. Dear Katolisitas,

    tampaknya kejadian Tuhan yesus marah di Bait Allah yg diceritakan di Matius 21 dan Markus 11, berbeda momen dengan yg di Yohanes 2. Kisah di Matius dan Markus itu sepertinya sudah menjelang peristiwa penangkapanNya. Sedangkan yg di kitab Yohanes itu waktunya sekitar Tuhan Yesus memulai pelayananNya, sesudah peristiwa mukjizat air menjadi anggur di Kana.
    Jadi tampaknya ada dua peristiwa yg berbeda waktu.
    Benarkah demikian?

    Terima kasih,
    Roberts

    • Shalom Roberts,

      Penjelasan dari A Catholic Commentary on Holy Scipture, ed. Dom Orchard OSB, mengatakan tentang kejadian di Bait Allah ini sebagai berikut:

      13-22 Cleansing of the Temple —This cleansing is probably to be distinguished from that which took place on Monday before the Passion, Mat_21:12f. That such a vindication by Jesus of the majesty of his Father’s house occurred twice—at the beginning and at the end of the public life—is not improbable; the differences of detail are not favourable to identification; moreover. Jn and the Synoptists show enough chronological intention in the matter to exclude the hypothesis of one and the same event. [There are however weighty arguments for holding that there was only one Cleansing of the Temple and that it did indeed occur at the beginning of the public life of our Lord where Jn places it. The reason why the synoptic gospels place it at the end may be that Mk and Lk in general follow the arrangement of Mt which is logical rather than chronological, and which accordingly groups all incidents connected with Jerusalem’ under the last Jerusalem visit.—Gen. Ed.]

      Dari penjelasan di atas, dinyatakan bahwa dapat saja terjadi insiden di muka bait Allah itu terjadi dua kali, yaitu di awal maupun menjelang akhir misi Yesus di dunia, sebab detail yang disampaikan oleh Injil Yohanes dan Injil Sinoptik tentang hal tersebut berbeda. Walaupun demikian, terdapat juga argumen yang kuat yang mengatakan bahwa kedua narasi itu  mengacu kepada kejadian yang satu dan sama, namun jika demikian, menurut kronologis terjadi di awal misi pelayanan Yesus, sebagaimana dikisahkan oleh Injil Yohanes. Penempatan oleh Injil Sinoptik di bagian akhir, adalah pengelompokan menurut logika, yang menyampaikan hal-hal sehubungan dengan kota Yerusalem di bagian akhir misi pelayanan Yesus di dunia. Demikianlah yang disampaikan menurut penjelasan tentang perikop tersebut.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Yesus marah karena para penjual menjual barang dagangannya di dekat bait Allah, tetapi mengapa sekarang banyak Gereja Katolik di Indonesia mengizinkan pedagang berjualan di depan Gereja Katolik? bukankah ini merupakan kontradiksi seperti yang di ajarkan Yesus…

    Mohon tanggapan anda?
    thanks

    • Shalom Krisna,

      Hal kemarahan Yesus di depan bait Allah itu dapat kita pahami jika kita mengerti keadaan yang sesungguhnya terjadi sana. Para peziarah yang datang ke bait Allah itu diharuskan membeli hewan-hewan kurban (lembu, domba, merpati) di depan bait Allah dengan mata uang khusus, yaitu mata uang setengah shekel (dua dirham), yang disebut Tyrian. Dua dirham ini kemudian dibayarkan sebagai pajak bait Allah, yang menjadi keharusan bagi semua orang yang berusia lebih dari dua puluh tahun (lih. Mat 17:24). Maka semua uang asing harus ditukarkan terlebih dahulu dengan uang Tyrian tersebut. Namun dalam prosesnya para penukar uang itu berbuat curang demi mencari untung; demikian pula dengan para penjual hewan-hewan kurban tersebut; dan juga pihak otoritas di bait Allah itu sendiri yang mendapat bagian dari bisnis ini. Di samping itu, aktivitas penjualan hewan-hewan tersebut dan penukaran uang membuat hiruk pikuk suasana di depan bait Allah. Demikianlah keterangan dari buku-buku tafsir Kitab Suci tentang perikop tersebut yang menjelaskan mengapa Yesus marah di depan bait Allah itu, dengan berkata, “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.” (Yoh 2:16). Ayat paralelnya di Injil sinoptik, mengatakan: “Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.” (Mat 21:13; Mrk 11:17; Luk 19:26) ‘Sarang penyamun/ ‘den of thieves‘ menjelaskan sebab kemarahan Yesus, sebab bait Allah yang harusnya merupakan tempat kudus untuk berdoa, malah dijadikan tempat para pencuri (thieves) berbuat curang. Maka di kesempatan itu, Kristus marah, karena sebagai Putera Allah, Sang Empunya bait Allah itu (lih. Yoh 2:17); Ia berhak menghendaki keadilan dan kekudusan di rumah-Nya tersebut. Yesus kemudian menyamakan bait Allah itu dengan tubuh-Nya sendiri (lih. Yoh 2:21), dan karena itu semakin jelaslah mengapa Ia mensyaratkan kekudusan bait Allah.

      Dengan pengertian ini, maka kita dapat menyikapi bagaimana seharusnya kita memperlakukan bangunan gereja, sebagai tempat ibadah. Perlu kita akui, bahwa keadaan bangunan gereja sekarang tidak sama dengan keadaan bait Allah di zaman Yesus di mana di depannya ada hiruk pikuk para pencuri (penukar uang dan penjual hewan kurban) yang berbuat curang. Kalaupun kini ada orang berjualan di luar gereja, itu tidak dilakukan untuk mencuri untung apalagi berbuat curang. Barang-barang yang dijual adalah benda-benda rohani/ buku-buku rohani yang membangun kerohanian umat untuk semakin mengasihi Tuhan, dan barang-barang tersebut dijual dengan adil, tanpa penipuan. Kalau ada kantin, yang dijual adalah makanan seadanya demi mendukung kegiatan gerejawi. Maka hal-hal semacam ini tidak dilarang, asalkan tidak mengganggu aktivitas ibadah, dan tidak ditempatkan di tempat yang mengganggu sirkulasi umat yang mau beribadah. Agaknya diperlukan kebijaksanaan (prudence) untuk menyikapi hal-hal ini, dan silakan membicarakannya dengan pastor paroki dan dewan paroki atau koordinator rumah tangga gereja, agar dapat didapat pengaturan yang baik dengan tetap memprioritaskan kekhidmatan suasana ibadah dalam gedung gereja.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. [Dari admin: pertanyaan ini saya pindahkan ke artikel: Mengapa Orang Kristen Percaya bahwa Yesus adalah Tuhan]
    Salam damai Kristus,

    Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan.

    1. Kalau Yesus adalah Tuhan, kenapa dia marah saat mengusir pedagang di Bait Allah? [dari katolisitas: jawaban – silakan klik]

    2. Terkadang saya bingung cara menjelaskan perbedaan PL dan PB. Orang2 yang membaca PL selalu mengira kalau “Tuhannya orang Kristen” itu jahat karena menyetujui peperangan. Memang di PL itu terjadi banyak peperangan. Jadi saya bingung cara menjelaskan tentang kasih Tuhan kalau ada banyak peperangan yang dilakukan oleh utusan2 Tuhan.
    [dari katolisitas: jawaban – silakan klik]

    Terima kasih atas jawabannya. Tuhan Yesus memberkati.

Comments are closed.