Rangkaian tulisan tentang Gereja

Bagian Pertama
  1. Gereja yang berlangsung sepanjang sejarah
  2. Empat tanda dari Gereja yang sejati
    1. Satu
    2. Kudus
    3. Katolik
    4. Apostolik
  3. Gereja sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran adalah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.

Bagian Kedua

  1. Gereja Tanda Kasih Tuhan
  2. Gereja sebagai tujuan akhir kehidupan manusia
  3. Gereja sebagai sarana untuk mencapai tujuan akhir hidup manusia:
    1. Kepemimpinan/ Struktur Gereja
    2. Sakramen- sakramen Gereja
      • Sakramen Pembaptisan
      • Sakramen Ekaristi
      • Sakramen Penguatan
      • Sakramen Pengakuan Dosa
      • Sakramen Perkawinan
      • Sakramen Tahbisan suci
      • Sakramen Urapan Orang Sakit
  4. Gereja sebagai Tanda Kasih Tuhan adalah tujuan akhir dan sarana untuk mencapai tujuan akhir tersebut.

Bagian Ketiga

  1. Gereja sebagai Tonggak Kebenaran menyampaikan kebenaran dan keutuhan rencana Keselamatan Allah.
  2. Kebenaran ini disampaikan oleh tiga unsur yang tak dapat dipisahkan, yaitu
    1. Tradisi Suci
    2. Kitab Suci
    3. Magisterium

Bagian Ke-empat

  1. Gereja sebagai Tanda Kasih Tuhan menjadi tanda persekutuan manusia dengan Allah dan dengan Para Kudus-Nya.
  2. Persekutuan ini dialami melalui tiga hal yang mengacu kepada ‘kekudusan’ yaitu,
    1. Doa
    2. Sakramen-sakramen Gereja
    3. Perbuatan- perbuatan kasih.

Bagian Ke-lima

Melihat begitu indahnya dan dalamnya pengajaran iman Katolik, maka tugas kita sebagai anggota Gereja Katolik adalah:

  1. Mempelajari iman Katolik
  2. Hidup sesuai dengan iman Katolik (=hidup kudus)
  3. Menyebarkan iman Katolik.

Gereja yang seperti apa?

Mungkin kita pernah mendengar orang-orang mempertanyakan apa sih ciri-ciri Gereja yang sejati? Apakah benar Gereja Katolik itu Gereja yang didirikan Yesus Kristus, dan yang dengan setia meneruskan serta menjaga kemurnian ajaran Kristus itu? Atau mungkin kita pernah mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti, “Apakah anda yakin anda selamat? Sudahkah anda menerima Yesus sebagai Juruselamat anda pribadi?” Ulasan berikut ini mungkin bermanfaat bagi refleksi kita semua.

Ajaran Gereja Katolik menjawab pertanyaan yang paling mendasar dalam hidup kita, seperti, “Siapa yang menciptakan aku? Mengapa aku diciptakan? Apa Tuhan sungguh ada? Apa yang harus kulakukan supaya aku bahagia? Mengapa ada banyak penderitaan di dunia ini?” Pertanyaan- pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan memuaskan jika kita punya keterbukaan hati terhadap rahmat Tuhan, menerima apa yang dinyatakan Yesus melalui Gereja yang didirikan-Nya, dan selanjutnya mengikuti rencana-Nya untuk setiap dari kita.

Gereja yang berlangsung sepanjang sejarah

Gereja adalah terang dunia yang meneruskan Yesus Sang Terang kepada dunia.[1] Ini berdasarkan perkataan Yesus sendiri, “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas di atas gunung tidak mungkin tersembunyi “(Mat 5:14). Karena itu, Gereja yang didirikan oleh Yesus dimaksudkan untuk berdiri sebagai institusi yang kelihatan. Yesus sendiri berjanji, “…di atas batu karang ini (Petrus) Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” (Mat 16:18) Artinya, Gereja-Nya tidak akan pernah binasa, dan tidak akan pernah terlepas daripadaNya. Gereja-Nya akan bertahan terus sampai kedatanganNya kembali di akhir zaman.

Gereja Katolik adalah Gereja satu-satunya yang bertahan sejak didirikan oleh Kristus (sekitar 30 AD). Dapat dikatakan bahwa gereja yang lain adalah kelompok yang memecahkan diri dari kesatuan Gereja Katolik. Gereja Timur Orthodox memisahkan diri dari pada tahun 1054, gereja Protestan tahun 1517, dan gereja-gereja Protestan yang lain adalah pemecahan dari gereja Protestan yang awal ini.[2]

Hanya Gereja Katolik yang bertahan dari abad pertama yang dengan setia mengajarkan pengajaran yang diberikan oleh Kristus kepada para Rasul-Nya, tanpa mengurangi ataupun mengubah. Kesinambungan para Paus dapat ditelusuri asalnya sampai kepada Rasul Petrus. Hal ini tidak pernah terjadi di dalam organisasi apapun di dunia. Pemerintahan negara dunia yang tertua-pun tidak dapat menandingi lamanya keberadaan Gereja Katolik. Banyak gereja yang sekarang aktif menjalankan penginjilan didirikan hanya di abad- 19 atau ke- 20, atau baru-baru ini saja di abad ke-21. Tidak ada dari mereka yang dapat berkata mereka didirikan sendiri oleh Yesus.

Gereja Katolik telah berdiri selama kira-kira 2000 tahun, walaupun dalam sejarahnya sering menghadapi pertentangan dari dunia. Ini adalah kesaksian yang nyata bahwa Gereja berasal dari Tuhan, sebagai pemenuhan dari janji Kristus. Jadi, Gereja bukan semata-mata organisasi manusia, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa ada masa-masa di mana dipimpin oleh mereka yang tidak bijaksana, yang mencoreng nama Gereja dengan perbuatan- perbuatan mereka. Namun, kenyataannya, mereka tidak sanggup menghancurkan Gereja. Gereja Katolik tetap berdiri sampai sekarang. Jika Gereja ini hanya organisasi manusia semata, tentulah ia sudah hancur sejak lama. Sekarang Gereja Katolik beranggotakan sekitar satu milyar anggota, sekitar seper-enam dari jumlah manusia di dunia, dan menjadi kelompok yang terbesar dibandingkan dengan gereja-gereja yang lain. Ini bukan hasil dari kepandaian para pemimpin Gereja, tetapi karena karya Roh Kudus.

Empat tanda Gereja sejati

Jika kita ingin tahu apa yang menjadi ciri-ciri Gereja yang didirikan oleh Kristus, kita akan mengetahui bahwa ada empat ciri; yaitu Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik (Lumen Gentium / LG, 8)

Gereja yang Satu

(Rom 12:5, 1Kor 10:17, 12:13, KGK (Katekismus Gereja Katolik 813-822), LG 4)

Yesus mendirikan hanya satu Gereja, yang disebut sebagai Tubuh-Nya (lih. Ef 1:23). Sebagaimana Kristus itu satu, maka Tubuh-Nya juga satu. Kristus mengatakan bahwa Ia akan mendirikan Gereja-Nya (bukan gereja-gereja) di atas Petrus (Mat 16:18). Di saat Perjamuan Terakhir sebelum wafatNya, Kristus berdoa kepada Bapa untuk kesatuan GerejaNya,  “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau…” (Yoh 17:21). Kitab suci mengatakan bahwa Gereja adalah ‘mempelai Kristus’ (Ef 5:23-32). Karena itu, tidak mungkin Ia mempunyai lebih dari satu mempelai. Mempelai-Nya yang satu adalah Gereja Katolik, sebab Gereja Katolik adalah satu-satunya Gereja yang dipimpin oleh para penerus Rasul Petrus, yang atasnya Kristus telah mendirikan Gereja-Nya.

Kesatuan Gereja Katolik ini ditunjukkan dengan kesatuan dalam hal (1)iman dan pengajaran, berdasarkan ajaran Kristus (2) liturgi dan sakramen dan (3) kepemimpinan, yang awalnya dipegang oleh para rasul di bawah kepemimpinan Rasul Petrus, yang kemudian diteruskan oleh para pengganti mereka. Kepada kesatuan inilah semua para pengikut Kristus dipanggil (Flp 1:27, 2:2), sebagai “sebuah bangsa yang dipersatukan dengan kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus.” (LG 4)

Kesatuan Gereja Katolik dalam hal pengajaran mempunyai dua dimensi, yaitu berlaku di seluruh dunia dan berlaku sepanjang sejarah. Hal ini dimungkinkan karena dalam hal iman kepemimpinan Gereja dipegang oleh seorang kepala, yaitu seorang Paus yang bertindak sebagai wakil Kristus. Sepanjang sejarah, oleh bimbingan Roh Kudus, Gereja semakin memahami akan ajaran-ajaran Kristus (Yoh 16:12-13) dan menjabarkannya, namun tidak pernah menetapkan sesuatu yang bertentangan dari apa yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Gereja yang kudus

(Ef 5:25-27, Why 19:7-8, KGK 823-829, LG 8, 39, 41,42)

Kekudusan Gereja disebabkan oleh kekudusan Kristus yang mendirikannya. Hal ini tidak berarti bahwa setiap anggota Gereja-Nya adalah kudus, sebab Yesus sendiri mengakui bahwa para anggotaNya terdiri dari yang baik dan yang jahat (lih. Yoh 6:70), dan karena itu tak semua dari anggotaNya masuk ke surga (Mat 7:21-23). Tetapi Gereja-Nya menjadi kudus karena ia adalah mempelai Kristus dan Tubuh-Nya sendiri, sehingga Gereja menjadi sumber kekudusan dan sebagai penjaga alat yang istimewa untuk menyampaikan rahmat Tuhan melalui sakramen- sakramen (lih. Ef 5:26).

Jadi kekudusan Gereja dapat dilihat dari para anggotanya yang hidup di dalam rahmat pengudusan, terutama mereka yang sungguh-sungguh menerapkan kekudusan itu di dalam kaul religius seperti para rohaniwan, rohaniwati dan terutama terlihat nyata pada para martir dan Orang Kudus (lih. LG 42). Kekudusan Gereja juga terlihat dari banyaknya mukjizat yang dilakukan oleh Para Kudus sepanjang sejarah. Dalam hal kekudusan inilah, maka Gereja menggarisbawahi pentingnya pertobatan (lih. LG 8), agar para anggotanya dibawa kepada rahmat pengudusan Allah.

Gereja yang katolik

(Mat 28:19-20, Why 5:9-10, KGK 830-856, LG 1

Istilah ‘katolik‘ merupakan istilah yang sudah ada sejak abad awal, yaitu sejak zaman Santo Polycarpus (murid Rasul Yohanes) untuk menggambarkan iman Kristiani, ((Disarikan dari New Catholic Encyclopedia, Buku ke-3 (The Catholic University of America, Washington, DC, copyright 1967, reprinted 1981), hal. 261)) bahkan pada jaman para rasul. Kis 9:31 menuliskan asal mula kata Gereja Katolik (katholikos) yang berasal dari kata “Ekklesia Katha Holos“. Ayatnya berbunyi, “Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus.” (Kis 9:31). Di sini kata “Katha holos atau katholikos; dalam bahasa Indonesia adalah jemaat/ umat Seluruh/ Universal atau Gereja Katolik, sehingga kalau ingin diterjemahkan secara konsisten, maka Kis 9:31, bunyinya adalah, “Selama beberapa waktu Gereja Katolik di Yudea, Galilea, dan Samaria berada dalam keadaan damai. Gereja itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus.”

Namun nama ‘Gereja Katolik‘ baru resmi digunakan pada awal abad ke-2 (tahun 107), ketika Santo Ignatius dari Antiokhia menjelaskan dalam suratnya kepada jemaat di Smyrna 8, untuk menyatakan bahwa Gereja Katolik adalah Gereja satu-satunya yang didirikan Yesus Kristus, untuk membedakannya dari para heretik pada saat itu -yang juga mengaku sebagai jemaat Kristen- yang menolak bahwa Yesus adalah Allah yang sungguh-sungguh menjelma menjadi manusia. Ajaran sesat itu adalah heresi/ bidaah Docetisme dan Gnosticisme. Dengan surat tersebut, St. Ignatius mengajarkan tentang hirarki Gereja, imam, dan Ekaristi yang bertujuan untuk menunjukkan kesatuan Gereja dan kesetiaan Gereja kepada ajaran yang diajarkan oleh Kristus. Demikian penggalan kalimatnya, “…Di mana uskup berada, maka di sana pula umat berada, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, maka di sana juga ada Gereja Katolik….” ((St. Ignatius of Antioch, Letter to the Smyrnaeans, 8)). Sejak saat itu Gereja Katolik memiliki arti yang kurang lebih sama dengan yang kita ketahui sekarang, bahwa Gereja Katolik adalah Gereja universal di bawah pimpinan para uskup yang mengajarkan doktrin yang lengkap, sesuai dengan yang diajarkan Kristus.

Kata ‘Katolik’ sendiri berasal dari bahasa Yunani, katholikos, yang artinya “keseluruhan/ universal“; atau “lengkap“. Jadi dalam hal ini kata katolik mempunyai dua arti, yaitu bahwa: 1) Gereja yang didirikan Yesus ini bukan hanya milik suku tertentu atau kelompok eksklusif yang terbatas; melainkan mencakup ‘keseluruhan’keluarga Tuhan yang ada di ‘seluruh dunia’, yang merangkul semua, dari setiap suku, bangsa, kaum dan bahasa (Why 7:9). 2) Kata ‘katolik’ juga berarti bahwa Gereja tidak dapat memilih-milih doktrin yang tertentu asal cocok sesuai dengan selera/ pendapat pribadi, tetapi harus doktrin yang setia kepada ‘seluruh‘ kebenaran. Rasul Paulus mengatakan bahwa hakekatnya seorang rasul adalah untuk menjadi pengajar yang ‘katolik’ artinya yang “meneruskan firman-Nya (Allah) dengan sepenuhnya…. tiap-tiap orang kami nasihati  dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.” (Kol 1:25, 28)

Maka, Gereja Kristus disebut sebagai katolik (= universal) sebab ia dikurniakan kepada segala bangsa, oleh karena Allah Bapa adalah Pencipta segala bangsa. Sebelum naik ke surga, Yesus memberikan amanat agung agar para rasulNya pergi ke seluruh dunia untuk menjadikan semua bangsa murid-muridNya (Mat 28: 19-20). Sepanjang sejarah Gereja Katolik menjalankan misi tersebut, yaitu menyebarkan Kabar Gembira pada semua bangsa, sebab Kristus menginginkan semua orang menjadi anggota keluarga-Nya yang universal (Gal 3:28). Kini Gereja Katolik ditemukan di semua negara di dunia dan masih terus mengirimkan para missionaris untuk mengabarkan Injil. Gereja Katolik yang beranggotakan bermacam bangsa dari berbagai budaya menggambarkan keluarga Kerajaan Allah yang tidak terbatas hanya pada negara atau suku bangsa yang tertentu.

Namun demikian, nama “Gereja Katolik” tidak untuk dipertentangkan dengan istilah “Kristen” yang juga sudah dikenal sejak zaman para rasul (lih. Kis 11:26). Sebab ‘Kristen’ artinya adalah pengikut/murid Kristus, maka istilah ‘Kristen’ mau menunjukkan bahwa umat yang menamakan diri Kristen menjadi murid Tuhan bukan karena sebab manusiawi belaka, tetapi karena mengikuti Kristus yang adalah Sang Mesias, Putera Allah yang hidup. Umat Katolik juga adalah umat Kristen, yang justru menghidupi makna ‘Kristen’ itu dengan sepenuhnya, sebab Gereja Katolik menerima dan meneruskan seluruh ajaran Kristus, sebagaimana yang diajarkan oleh Kristus dan para rasul, yang dilestarikan oleh para penerus mereka).

Gereja yang Apostolik

(Ef 2:19-20, KGK 857-865, LG 22)

Gereja disebut apostolik karena Yesus telah memilih para rasul-Nya untuk menjadi pemimpin- pemimpin pertama Gereja-Nya, di bawah pimpinan Rasul Petrus (Mat 16:18, Yoh 21:15-18). Oleh karena Yesus sendiri menjanjikan Gereja-Nya tidak akan binasa (Mat 16:18), maka kepemimpinan Gereja tidak berhenti dengan kepemimpinan para rasul tetapi diteruskan oleh para penerus mereka. Dengan demikian janji penyertaan Yesus terus berlangsung sampai pada saat ini, di mana Ia mengatakan, “Aku akan menyertai engkau senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat 28:20).

Para rasul adalah para uskup yang pertama, dan sejak abad pertama, pengajaran para rasul di dalam Kitab suci dan Tradisi kudus diturunkan dari mulut ke mulut kepada para penerus mereka (lih. 2 Tes 2:15), misalnya tentang kehadiran Kristus yang nyata di dalam Ekaristi, kurban Misa, pengampunan dosa melalui perantaraan imam, kelahiran baru dalam pembaptisan, keberadaan Api penyucian, peran khusus Maria dalam karya Keselamatan, hal kepemimpinan Paus, dan lain-lain.

Surat pertama dari Santo Klemens (penerus ketiga setelah Rasul Petrus, tahun 96) kepada jemaat di Korintus yang menyelesaikan konflik di antara mereka membuktikan kepemimpinan Gereja di bawah penerus Rasul Petrus sebagai uskup di Roma.[4] Kepemimpinan di bawah Paus di Roma ini diakui oleh Gereja Katolik sampai saat ini (LG 22). Singkatnya, jika kita kembali ke abad pertama, kita akan menemukan Gereja yang memiliki banyak kemiripan dengan Gereja Katolik yang sekarang, karena memang itu adalah satu dan sama.

Kesimpulan: Gereja adalah tiang penopang dan dasar kebenaran

Gereja yang otentik adalah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik; dan ini terdapat di Gereja Katolik.[5] Dari Kitab Suci, Tradisi dan tulisan para Bapa Gereja dapat diketahui bahwa Gereja mengajar dengan kuasa Yesus. Di tengah-tengah banyaknya pendapat dan ajaran dari agama-agama yang berbeda-beda, Gereja Katolik selalu menyuarakan ajaran yang sama sepanjang segala abad, sebab ia adalah “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Tim 3:15).

Karena Yesus sendiri mengatakan kepada para rasul, “Barangsiapa yang mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku dan Dia yang mengutus Aku” (Luk 10:16), maka kita percaya bahwa Yesus mempercayakan kepemimpinan Gereja kepada para rasul dan penerus mereka. Karena Yesus sendiri berjanji akan membimbing Gereja-Nya sampai kepada seluruh kebenaran oleh kuasa Roh KudusNya (Yoh 16:12-13), maka kita dapat mengimani bahwa Gereja-Nya ini, Gereja Katolik, mengajarkan kebenaran Kristus.


[1] Lihat Lumen Gentium1, Dokumen Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, “Terang para Bangsalah Kristus itu. Maka Konsili suci ini, yang terhimpun dalam Roh Kudus, ingin sekali menerangi semua orang dalam cahaya Kristus, yang bersinar pada wajah Gereja, dengan mewartakan Injil kepada semua makhluk (Lih. Mrk 16:15).”

[2] Beberapa gereja Protestan dan pendirinya adalah sebagai berikut: Anglican, didirikan oleh Raja Henry VIII (abad ke-16) di Inggris, Lutheran dan Calvinis oleh Luther dan Calvin (abad ke 16), Methodis didirikan oleh John Wesley (1739) di Inggris, Kristen Baptis oleh Roger Williams (1639), Anabaptis oleh Nicolas Stork (1521), Persbyterian didirikan di Scotland (1560). Beberapa aliran lain misalnya Mormon didirikan oleh Joseph Smith 1830, Saksi Yehovah oleh Charles Taze Russell (1852-1916). Atau yang baru-baru ini Unification Church didirikan oleh Rev. Sun Myung Moon di Korea.

Sedangkan Gereja Katolik didirikan oleh Kristus di Jerusalem sekitar tahun 30 AD. Siapa dari para pendiri ini yang sudah dinubuatkan oleh para nabi di Perjanjian Lama? Hanya Yesus Kristus.

[3] Disarikan dari New Catholic Encyclopedia, Buku ke-3 (The Catholic University of America, Washington, DC, copyright 1967, reprinted 1981), hal. 261.

[4] Lihat Cyril C. Richardson, ed. Early Christian Fathers, A Touchstone Book, Simon & Schuster, New York, 1996, p. 33

[5] Lihat Lumen Gentium 8, Dokumen Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, “Itulah satu-satunya Gereja Kristus yang dalam Syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik…. Gereja itu, yang didunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya…”

31 COMMENTS

  1. Membaca artikel di atas, saya bersukur dilahirkan oleh keluarga dalam lingkungan mayoritas katolik. Tentu banyak saudara yg dilahirkan dalam lingkungam gereja lainya melihat gereja katolik sebagai sesat sehingga merasa yakin dijalanya. Saya pernah diajak mengikuti kebaktian gereja lainya tapi terasa hambar walau mereka berteriak dan menagis seolah kerasukan roh. bagi saya cara katoliklah yg bisa mendekatkan saya pada Tuhan. Yesus meminta kita melakukan hal2 yang sangat sederhana saja. Doa sederhana, hanya Bapa Kami, posisi berdoa bebas saja. Puasa sembunyi2 saja. Tapi kasih yg penting, kasih kepada Tuhan dan sesama. Itulah sebabnya ketika membaca Alquran justru iman katolik saya makin besar. Diajak masuk islam, saya jawab, sy sudah di jalan yg mudah, doa tidak rumit, puasa tdk paksa tapi dgn kesadaran. Maka bersyukurlah saya sekali lagi membaca artikel ini, tinggal saya memperbaiki kelemahan manusiawi saya, tapi bersama gereja katolik saya yakin saya bisa. Dan Gereja semoga tidak melupakan misi pewartaan karena sekarang pastor paroki hanya sibuk bangun fisik dan lupa pewartaan kepada org2 yang mencari Tuhan walau dari saudara sesama kristen lainya. Trims.

  2. Shalom bu Ingrid dan Pak Stefanus Tay,

    1. Saya lebih sering mendengar orang mengatakan “ajaran gereja katolik” bukan “ajaran agama Katolik”. kiranya saya dapat menangkap maksudnya tapi bagaimana saya dapat memahaminya?

    2. Saya pernah dengar suatu renungan/ajaran yang menurut saya baik ialah: Ketika kita dibaptis kita mendapat pengampunan dosa menjadi manusia baru. Karena itu berkat kasih-Nya kita menerima mandat Kristus sebagai imam, nabi dan raja membangun Gereja yang terus-menerus melakukan pewartaan (katekese), Gereja yang melayani (diakonia), Gereja yang selalu berdoa (liturgi), dan Gereja yang menjunjung persaudaraan dan persekutuan (koinonia).

    Saya tidak atau belum menemukan hal ini dalam artikel yang sudah ada di situs yang sangat berguna menambah pengetahuan dan semakin menumbuhkan iman saya ini. Mohon kesediaan pengasuh memberikan pencerahannya.

    Terima kasih & salam hormat,
    Febu

  3. Dalam pemcicaran disini saya sering menemukan kata-kata “kristen” dan yang asal mulanya memisah dari gereja katolik. Seorang teman saya (protestan) pernah membanggakan dirinya, bahwa dalam kitab suci ada ter tulis, bahwa di antiokhia lah orang pertama kali di sebut “kristen” (entah ayat berapa saya lupa) bukan “katolik”. Mohon Bu inggrid atas pencerahan nya, maaf kalau menyimpang dari topik dan agak membingungkan…. Matur nuwun↲↲Berkah dalem

    • Kristen & Katolik

      Shalom Mike,

      Mohon dipahami, istilah Kristen sebenarnya memang disebut dalam Kitab Suci, untuk menyebut para murid Kristus (Kis 11:26). Maka semua anggota Gereja, sejak abad awal telah disebut ‘Kristen’. Istilah Katolik sebenarnya dipakai bukan untuk menggantikan kata Kristen ini, tetapi justru untuk menjelaskan sifatnya. Karena menurut fakta yang terjadi dalam sejarah Gereja, bahkan sejak abad- abad awal, ada banyak kelompok yang mengaku Kristen tetapi tidak mengajarkan ajaran Kristen yang benar dan utuh. Jadi kata ‘Katolik’ itu justru digunakan untuk manandai Gereja Kristen yang murni, lengkap dan utuh, yang didirikan Kristus, dan yang diturunkan oleh para rasul. Demikian kisahnya:

      Kata ‘Katolik’ berasal dari bahasa Yunani, katholikos, yang artinya “keseluruhan/ universal” atau “lengkap“. Jadi dalam hal ini kata katolik mempunyai dua arti: bahwa Gereja yang didirikan Yesus ini bukan hanya milik suku tertentu atau kelompok eksklusif yang terbatas; melainkan mencakup ‘keseluruhan‘ keluarga Tuhan yang ada di ‘seluruh dunia‘, yang merangkul semua, dari setiap suku, bangsa, kaum dan bahasa (Why 7:9). Kata ‘katolik’ juga berarti bahwa Gereja tidak dapat memilih-milih doktrin yang tertentu asal cocok sesuai dengan selera/ pendapat kita, tetapi harus doktrin yang setia kepada ‘seluruh‘ kebenaran. Rasul Paulus mengatakan bahwa hakekatnya seorang rasul adalah untuk menjadi pengajar yang ‘katolik’ artinya yang “meneruskan firman-Nya (Allah) dengan sepenuhnya…. tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.” (Kol 1:25, 28)

      Maka, Gereja Kristus disebut sebagai katolik (= universal) sebab ia dikurniakan kepada segala bangsa, oleh karena Allah Bapa adalah pencipta segala bangsa. Sebelum naik ke surga, Yesus memberikan amanat agung agar para rasulNya pergi ke seluruh dunia untuk menjadikan semua bangsa murid-muridNya (Mat 28: 19-20). Sepanjang sejarah Gereja Katolik menjalankan misi tersebut, yaitu menyebarkan Kabar Gembira pada semua bangsa, sebab Kristus menginginkan semua orang menjadi anggota keluarga-Nya yang universal (Gal 3:28). Kini Gereja Katolik ditemukan di semua negara di dunia dan masih terus mengirimkan para missionaris untuk mengabarkan Injil. Gereja Katolik yang beranggotakan bermacam bangsa dari berbagai budaya menggambarkan keluarga Kerajaan Allah yang tidak terbatas hanya pada negara atau suku bangsa yang tertentu.

      Nama ‘Gereja Katolik’ pertama diresmikan pada awal abad ke-2 (tahun 107), ketika Santo Ignatius dari Antiokhia menjelaskan dalam suratnya kepada jemaat di Syrma 8, untuk menyatakan Gereja Katolik sebagai Gereja satu-satunya yang didirikan Yesus, untuk membedakan umat Kristen dari para heretik pada saat itu yang menolak bahwa Yesus adalah Allah yang sungguh-sungguh menjelma menjadi manusia, yaitu heresi/ bidaah Docetism dan Gnosticism. Dengan surat ini St. Ignatius mengajarkan tentang hirarki Gereja, imam, dan Ekaristi yang bertujuan untuk menunjukkan kesatuan Gereja dan kesetiaan Gereja kepada ajaran yang diajarkan oleh Kristus. Demikian penggalan kalimatnya,
      “…Di mana uskup berada, maka di sana pula umat berada, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, maka di sana juga ada Gereja Katolik.̶;
      Di sinilah baru Gereja Katolik memiliki arti yang kurang lebih sama dengan yang kita ketahui sekarang, bahwa Gereja Katolik adalah Gereja universal di bawah pimpinan para uskup yang mengajarkan doktrin yang lengkap, sesuai dengan yang diajarkan Kristus.

      Namun, istilah ‘katolik’ bukan istilah baru, karena sudah dipakai sebelumnya pada zaman Santo Polycarpus (murid Rasul Yohanes) untuk menggambarkan iman Kristiani,[3] bahkan pada jaman para rasul. Kis 9:31 menuliskan asal mula kata Gereja Katolik (katholikos) yang berasal dari kata “Ekklesia Katha Holos“. Ayatnya berbunyi, “Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus. Di sini kata “Katha holos atau katholikos dalam bahasa Indonesia adalah jemaat/ umat Seluruh/ Universal atau Gereja Katolik, sehingga kalau ingin diterjemahkan secara konsisten, maka Kis 9:31, bunyinya adalah, “Selama beberapa waktu Gereja Katolik di Yudea, Galilea, dan Samaria berada dalam keadaan damai. Gereja itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus.

      Jadi sebenarnya Gereja Katolik yang dibentuk oleh Kristus di atas Rasul Petrus, juga disebut Kristen, bahkan Kristen yang selengkapnya, sesuai dengan yang diajarkan oleh para rasul. Gereja Katolik adalah Gereja yang didirikan Kristus di atas Rasul Petrus (Mat 16:18), yang diutus ke seluruh dunia untuk mewartakan Injil, dan disertai oleh Kristus sendiri sampai akhir jaman (Mat 28:19-20); Gereja yang oleh kuasa Roh Kudus, menghadirkan kembali kurban Kristus yang satu- satu-Nya itu sampai akhir jaman, kepada tiap- tiap suku, bangsa dan bahasa di seluruh bumi (Why 5:9-10), agar umat manusia memperoleh buah- buah penyelamatan Allah.

      Selanjutnya, saya mengundang anda untuk membaca artikel di atas ini, silakan klik, untuk mengetahui empat tanda/ ciri Gereja sejati.

      Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Sekali pun gereja-geraja kristen non katolik berada di luar gereja katolik yang mengaku mempertahankan kepenuhan ajaran Kristus, namun terlihat bahwa di gereja-gereja Protestan banyak terdapat kreasi bentuk penghayatan iman yang bagus.

    Ada banyak lagu dari teman-teman karismatik protestan yang justru dipakai oleh gereja katolik.
    Kemampuan berdoa dan memimpin doa dalam komunitas tidak menemui kesulitan di dalam kalangan mereka, dibanding dengan teman-teman katolik yang sulit atau tidak berani memimpin doa jika diminta.

    Berdasarkan bentukbentuk kreasi tersebut, terkesan tingkat dan kualitas penghayatan iman teman-teman katolik lebih rendah dibanding teman protestan.

    Bagaimana mengharapkan kepenuhan iman di dalam umat katolik walau secara “teoretis” merekalah yang empunya kepenuhan kebenaran? Ironis sekali.

    • Shalom Herman Jay,

      Terus terang, ada banyak hal yang dapat dipelajari dari kita semua sebagai murid- murid Kristus; umat Katolik dapat belajar dari umat Kristen non- Katolik, dan demikian pula sebaliknya. Benar, bahwa terdapat banyak ‘kreasi’ dari gereja- gereja Protestan, dan hal yang baik dari mereka tentu dapat kita tiru, tentu tanpa meninggalkan tradisi Katolik kita. Namun jangan dilupakan, bahwa pada akhirnya yang terpenting adalah apakah isinya dan bagaimana melaksanakannya. Bagi saya, ‘kreasi’ itu adalah cara penyampaian, yang seumpama kemasan; sedangkan isi kemasan adalah ajarannya. Memang benar kemasan itu penting, agar orang tertarik untuk melihat isinya, namun tentu kemasan yang baik ini harus juga dibarengi dengan isi yang baik, otentik, dan lengkap. ‘Kreasi’ itu seumpama makanan pembuka, yang menghantar kepada makanan utama, yang bagi kita orang Katolik adalah kepenuhan Kristus dalam Ekaristi kudus.

      Lagu- lagu karismatik memang banyak yang indah, baik dari segi melodi maupun syairnya yang dapat menggugah orang untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dan memuji Tuhan. Harapannya tentu, setelah dapat sungguh memuji dan menyembah Tuhan, maka seseorang mempunyai hubungan yang akrab dengan Tuhan. Jika sudah akrab dengan Tuhan, harapannya adalah, seseorang dapat dengan segenap hati mencari kehendak Tuhan dan berusaha melaksanakannya dengan sekuat tenaga, apapun resikonya. Dan jika dengan segenap hati usaha mencari kehendak Tuhan terus dilakukan, maka seseorang akan dapat sampai kepada penghayatan akan iman Katolik, yang mensyaratkan ketaatan iman yang total kepada Tuhan yang menyatakan rencana keselamatan-Nya melalui Gereja Katolik yang didirikan-Nya.

      Nah, kenyataannya, perjalanan iman memang bisa merupakan perjalanan yang panjang, dan tidak sama pada setiap orang. Ada sebagian orang yang memang dapat sampai kepada penghayatan iman sedemikian, namun ada sebagian orang yang tidak, entah karena ketidaktahuan yang tak terhindarkan ataupun karena kesalahan sendiri. Pada akhirnya, harus diakui, iman adalah karunia Tuhan, sehingga memang tidak sama pada setiap orang. Pada tiap- tiap kita sudah dipercayakan talenta iman, dan memang diperlukan kerjasama dari pihak kita untuk menumbuh-kembangkannya. Kepada kita, Tuhan memberikan kita perintah untuk mengembangkan talenta iman, namun kita tetap dapat memilih apakah kita mau mengembangkannya agar menghasilkan buah- buahnya, atau tidak.

      Jika kepada kita dipercaya iman Katolik yang sesungguhnya sangat lengkap, maka kita dituntut lebih banyak. Sebab jika kita sungguh menghayati iman kita, maka kita akan mengetahui kehendak Kristus dan mengarahkan hidup kita sesuai dengan kehendak-Nya itu. Tuhan Yesus mengajarkan:

      Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” (Luk 12:47-48)

      Maka pertanyaannya adalah sejauh mana seseorang mengetahui kehendak Tuhan, dan sejauh mana ia mau bekerjasama dengan Tuhan untuk mengembangkan talenta yang sudah diberikan-Nya kepada kita. Melihat kenyataan bahwa masih banyak orang Katolik belum sepenuhnya menghayati iman Katolik, harus mendorong kita untuk berbuat sesuatu, sesuai dengan talenta yang Tuhan sudah percayakan kepada kita. Jangan sampai kita hanya melihat segala sesuatunya dari kacamata negatif, tanpa mampu melihat hal- hal positif yang juga terjadi di sekeliling kita. Kalau anda terpanggil untuk berbuat sesuatu, bawalah di dalam doa, keinginan anda itu kepada Tuhan. Saya percaya, dengan cara-Nya sendiri, Ia akan menunjukkan kepada anda, apa yang perlu anda lakukan untuk turut bekerja di ladang-Nya, dan bersama- sama dengan Dia membangun Gereja-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Shalom Katolisitas dan Bpk Herman Jay,
      Boleh saya ikutan berkomentar? Surat Bpk Herman Jay pendek, jadi saya menduga2 maksud konteksnya apa? Kualitas penghayatan iman seluruh umat Katolik rata2 lebih rendah? Parameternya adalah kekurangmampuan berdoa atau memimpin doa dan penampilan2 ekspresi iman melalui tindakan2 fisik secara visual, verbal atau lainnya? Apakah jika saya ahli berkhotbah dan merangkai doa spektakuler itu menunjukan kualitas penghayatan iman saya yg asli? Apakah jika saya ahli yg fasih kitab suci lalu berarti saya pasti punya hubungan transedental yg erat dengan Tuhan? Dlm hidup perjalanan iman saya pernah lebih dari dari 4 thn samasekali stop datang ikut misa di Gereja Katolik, bahkan pernah terpikir utk meninggalkan Gereja Katolik krn saya merasa iman saya tdk bertumbuh…lalu mulai mencari2 hidangan rohani di aliran lain yg menyegarkan dan saya anggap menumbuhkan iman saya. Setelah saya jalani, ternyata tuntutan standard kepuasan dan selera kemanusiaan saya tdk pernah terpuaskan. Pencaharian saya pd khotbah2 yg menggelegar, spektakuler, hidangan lagu2 yg merdu,.semuanya tdk memuaskan saya. Ternyata mungkin saya cuma hidup dlm ilusi dan fantasi saya sendiri. Setelah ikut acara kebaktian yg menggelegar dan spektakuler saya merasa sudah bertobat dan menjadi suci, tetapi ternyata itu sekali lagi CUMA PERASAAN saya saja. Perasan saya ternyata bisa menipu. Problem utamanya ternyata krn saya dlm beragama memilih segala sesuatu yg menyenangkan naluri, perasaan, pikiran saya, Orientasinya adalah SAYA bukan kebenaran Allah. Orientasinya adalah kesenangan saya, bukan menjalankan kehendak Allah. Setelah saya mulai menyediakan waktu utk lbh mendalami ajaran doktrin GK, mata saya perlahan mulai terbuka. Saya memilih GK bukan mencari hiburan, bukan seperti memilih makanan mana yg saya suka. Saya memilih menjadi Katolik krn seluruh nurani, jiwa, indera dan rasio saya menerima kepenuhan ajaran doktrinnya yg saya anggap benar, sungguh2 ini adalah warisan Gereja yg didirikan oleh Tuhan sendiri, bukan oleh manusia. Perasaan suka/tidaksuka ataupun selera saya sesungguhnya tidak penting. Dulu ikut misa ekaristi 1 jam merupakan siksaan buat saya, krn saya mengharapkan show2 rohani seolah nonton pertunjukan. Setelah saya memahami arti setiap detail urutan, doa, bagian2, dan lagu2 misa, barulah saya bisa menikmati keindahan Misa Ekaristi tanpa rasa kantuk.
      Barulah saya mampu gentar dan menangis saat menerima hosti kudus.
      Saya tdk mengenyampingkan pentingnya kualitas sajian misa yg baik, dgn khotbah2 dan lagu2 yg baik, namun yg saya maksud adalah semua itu sama sekali bukan parameter ukuran penghayatan iman akan Allah. Kadar penghayatan iman adalah sesuatu yg sulit diukur org lain, itu sesuatu yg amat pribadi, dan setiap menit kita semua bergumul dengannya.
      Saya setuju apa2 yg baik dari budaya dan cara saudara2 kita yg non-Katolik boleh kita tiru asal tetap dalam garis batas yg tegas tdk satu sentipun melanggar doktrin pokok Gereja Katolik. Maafkan saya yang berbeda pandangan dengan anda, Bp. Herman Jay.
      Cat: pengasuh Katolisitas silakan bebas mengedit dimana perlu, bahkan boleh membatalkan posting surat saya jika dianggap tdk relevan. Terima kasih.
      Salam dalam kasih Kristus,
      Antonius H

      • Shalom sdr-ku.

        Menyambung comment dr sdr. Herman Jay, mgn rendahnya kualitas penghayatan iman seluruh umat Katolik yg rata2 lebih rendah dibandingkan dengan sdr2 kita dari Protestan.

        Pertama, saya baru saja mendapatkan pengajaran agar kita umat Katolik utk tdk lagi menyebut sdr2 kita sebagai Protestan. Krn itu kan melabel bhw mrk orang2 yg sedang protes. Ya kan? Kita dihimbau utk menyapa mereka dgn ‘Sdr yang terpisah’. Saya kira ini lebih baik. Toh kita rindu mengarah ke persatuan penuh dengan mereka pada akhirnya.

        Kedua, membaca sekilas komen sdr kita Herman Jay, saya pribadi cenderung setuju dgn observasinya kalau konteksnya adalah dlm kaitan penghayatan mayoritas umat akan Iman Katolik. Saya anggap itu adalah masukan yg positif untuk kita umat Katolik sungguh merenungkan hal tsb.

        Dari pengalaman pribadi saya di gereja & di komunitas saya sungguh menjumpai hal tsb di mayoritas umat.

        Saya pribadi bersyukur bhw dlm perjalanan pertumbuhan iman ke-Katolikan saya, Tuhan banyak menuntun saya ke banyak sumber Iman Katolik yang sungguh membantu saya meningkatkan kualitas penghayatan Iman Katolik saya.

        Salah satu yang saya rekomendasikan adalah utk mengikuti KEP (Kursus Evangelisasi Pribadi) yg skrg sudah diadakan di banyak paroki di Indonesia. Highly recommended. Di KAJ, setahu saya dari data terakhir sudah ada 50+ paroki dari 60+ paroki yg sudah mengadakan KEP.

        Dan masih banyak sumber2 yg lainnya yg tdk bs saya sebut satu-persatu disini. Oh salah satunya tentu katolisitas.org (pesan sponsor gak boleh lupa).

        Terimakasih Sdr. Herman Jay utk masukannya dan salam untuk anda.

        Ut omnes unum sint.

        • Shalom Thomas,

          Ya, benar, Konsili Vatikan II memang tidak menyebut istilah ‘Protestan’, tetapi ‘saudara- saudari yang terpisah/ separated brethern‘ atau gereja mereka, disebut sebagai ‘komunitas gerejawi/ ecclesial communities‘. Hanya mungkin untuk sebagian orang istilah ‘Protestan’ lebih umum didengar, sehingga istilah tersebut masih dipakai. Namun memang sebaiknya, saya juga setuju agar istilah yang dipakai lebih baik adalah ‘saudara- saudari kita yang Kristen non- Katolik’ ataupun saudara- saudari kita yang terpisah, asalkan sudah diketahui konteksnya, supaya dapat dipahami.

          KEP (Kursus Evangelisasi Pribadi) memang merupakan salah satu cara awal untuk bertumbuh secara rohani, namun masih ada banyak cara lainnya, seperti mengikuti Legio Mariae, Marriage Encounter, Couples for Christ, ataupun kegiatan gerejawi lainnya, atau bahkan untuk sejumlah orang iman mereka sungguh bertumbuh setelah dengan setia mengikuti Misa Kudus setiap hari, Lectio Divina dan Adorasi Sakramen Maha Kudus. Maka ‘ada banyak jalan menuju Roma’, maksudnya ada banyak cara untuk sampai kepada penghayatan iman kita. Namun apapun jalan yang ditempuh, selalu baik untuk terus mempelajari iman kita, sebab jika tidak demikian kita tidak dapat sungguh memahami dan menghayati iman kita. Proses pembelajaran ini berlangsung seumur hidup, dan harus mengambil sumber kekuatan dari rahmat Allah sendiri yang diberikan kepada kita melalui sakramen- sakramen, terutama Ekaristi dan Pengakuan Dosa, dan juga disertai keterbukaan hati untuk mempelajari dan menerima ajaran Magisterium Gereja. Kedua hal inilah yang menurut hemat saya belum maksimal ditekankan dalam KEP. Sudah mulai ada sih, misalnya ada topik Ajaran Sosial Gereja dalam KEP, tetapi ajaran tentang pemahaman sakramen- sakramen, misalnya, masih relatif kurang. Demikian pula cara menginterpretasikan Kitab Suci menurut ajaran Gereja Katolik. Padahal nampaknya untuk evangelisasi hal ini sangatlah penting. Namun demikian, sebagai awal pertumbuhan iman, saya setuju, KEP cukup baik.

          Mari bersama bertumbuh dalam penghayatan iman kita.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

           

  5. perbedaan pengajaran memang sudah jadi tantangan umat kristus tetapi saya percaya setiap gereja mem bawa visi misi sendiri artinya ada kebenaran yang disuarakan masalah jadi begitu banyak denominasi memang memprihatin kan seperti kata paulus ini menunjukan kita masih manusia duniawi bukan rohani sebenarnya kalau bisa bersatu bisa luar biasa mengumpulkan kelebihan yang dipuyai masing- masing gereja masalah keterpecahan menurut saya karena ke salahan bersama tokoh masa lalu masing masing pihak tetapi selama masih berpegang firman dan ROH KUDUS serta tuhan yesus sediri saya percaya pada waktu nya tubuh kristus akan bersatu -padu dan kebenaran itu kan menjangkau dunia seperti amanat agung cuma saat ini yang perlu diperjuangan kan menghormati per bedaan yang ada. GBU ,saya sendiri masih terlalu hijau untuk campur tangan

    • Shalom Johannes Yus,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Memang diperlukan kebijaksanaan dalam menyikapi perbedaan. Namun, perbedaan dan perpecahan adalah dua hal yang berbeda. Perbedaan tetap dapat disikapi tanpa ada perpecahan, dan ini adalah suatu hal yang positif. Namun, perpecahan Gereja tidaklah sesuai dengan pesan Yesus yang terakhir, dimana Yesus mengatakan "supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku." (Yoh 17:21)

      Bahwa ada kesalahan kedua belah pihak, karena oknum-oknum yang kurang bijaksana dalam menyikapi perbedaan secara dogmatik maupun secara praktikal, memang dapat didiskusikan. Namun, kalau perbedaan tersebut membawa perpecahan Gereja, maka hal ini tidak lagi sesuai dengan pesan Yesus yang terakhir sebelum penderitaan-Nya. Dalam sejarah Gereja, ada santa-santo, yang walaupun mendapatkan tekanan dari hirarki Gereja karena perbedaan paham atau kesalahpahaman, namun mereka tetap tinggal di dalam Gereja Katolik, dan berusaha untuk memperbaiki dan membangun Gereja Katolik dari dalam. Lihatlah St. Fransiskus dari Asisi, yang melawan kemewahan yang dilakukan oknum-oknum Gereja dengan kaul kemiskinannya yang begitu ekstrim. Apakah kemudian dia keluar dari Gereja Katolik? Tidak, dia terus membangun Gereja Katolik dari dalam.

      Selama gereja-gereja hanya berpegang pada Firman Tuhan (Sola Scriptura) dan senantiasa merasa bahwa apapun yang dikatakannya adalah berasal dari Roh Kudus, dan tidak ada otoritas apapun yang memberikan kepastian doktrin, maka perpecahan tidak akan terhindari. Ini telah terbukti di dalam sejarah, bahwa mulai dari Martin Luther sampai sekarang ada sekitar 28,000 denominasi, yang mempunyai ajaran-ajaran yang berbeda-beda, dimana semuanya mengaku mendasarkan ajarannya dari Alkitab dan Roh Kudus. Kalau anda mau, silakan untuk mempelajari sejarah dari gereja anda: mulai tahun berapa, bagaimana sampai gereja tersebut berdiri, ajarannya bersumber dari mana, kalau ada perbedaan bagaimana menyikapinya, dll. Silakan juga membaca artikel "Mengapa kita memilih Gereja Katolik" (silakan klik). Setelah mempelajari hal tersebut, anda dapat merenungkan alasan perpindahan anda dari Gereja Katolik ke gereja yang lain. Saya tidak dapat menilai secara persis alasan kepindahan anda, namun perpindahan dari Gereja Katolik ke gereja lain dengan dasar kepentingan pribadi bukanlah alasan yang kuat.

      Nah, setelah meneliti semuanya itu, maka anda dapat membawa hal ini di dalam doa. Saya ingin menyarankan Johannes Yus untuk melakukan beberapa hal tersebut, karena mengingat bahwa anda sebelumnya adalah beragama Katolik. Kita semua harus menempatkan kebenaran di atas kepentingan pribadi kita masing-masing, karena kebenaran adalah Tuhan sendiri (lih. Yoh 8:32). Kalau kita pindah ke gereja lain karena alasan bahwa kita kurang bisa bertumbuh di dalam Gereja Katolik, atau karena kita mendapatkan komunitas yang lebih baik di gereja lain, atau kotbah di gereja lain lebih mengena, dll. bukanlah alasan-alasan yang menempatkan kebenaran di atas kepentingan pribadi, karena fokus dari alasan-alasan tersebut adalah kita sendiri dan bukan Tuhan. Pertanyaan yang benar-benar mendasar bagi orang-orang yang berpindah dari Gereja Katolik ke gereja lain adalah: apakah sebelum pindah, orang-orang tersebut benar-benar mencari tahu dan mempelajari apakah yang sebenarnya dipercaya oleh Gereja Katolik? Tanpa hal ini, maka perpindahan mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan dan setiap orang harus mempertanggungjawabkannya di depan Yesus sendiri. Kalau Johannes mau, maka anda dapat memilih satu pengajaran dari Gereja Katolik yang mengganjal anda, sehingga anda meninggalkan Gereja Katolik, dan kemudian kita mendiskusikannya secara mendalam.

      Akhirnya, Gereja adalah ibaratnya adalah ibu kita. Kita tidak pernah mau meninggalkan ibu kita, walaupun kita tidak setuju dengannya. Bawalah hal ini di dalam doa dan minta Roh Kudus untuk memberikan kebenaran dan kekuatan kepada anda. Gereja Katolik senantiasa menunggu anda untuk pulang ke rumah anda. Bacalah juga kesaksian Lia (silakan klik), yang tadinya seorang Katolik, perpindah ke gereja lain, dan akhirnya pulang kembali. Sekali lagi, marilah kita menempatkan kebenaran di atas segala kepentingan pribadi kita. Saya minta maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan, namun semuanya saya lakukan atas dasar kasih terhadap sesama saudara di dalam Kristus, yang telah diikat oleh baptisan yang sama di dalam Gereja Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

      • saya sangat setuju dengan pendapat sdr Steff di atas:
        …….Namun, perbedaan dan perpecahan adalah dua hal yang berbeda. Perbedaan tetap dapat disikapi tanpa ada perpecahan……….yang terus membangun Gereja dari dalam.

        Gereja Katolik memang sangat kaya akan perbedaan tapi semua perbedaan yang ada tersebut tetap tidak membawa perpecahan dalam Gereja. Coba kita lihat berapa banyak ordo-ordo religius para imam dab suster: SJ,SVD,SSCC,Pr,Ocarm,dan masih banyak benar yang saya sendiri tidak hafal semuanya.Belum lagi kelompok2 kerasulan awam dengan cara berdoa mereka masing2…ada Legio Maria, karismatik, Taize,kelompok Kitab Suci,Kerasulan Doa,kelompok Rosario dll….Semuanya tetap berada dalam kesatuan Gereja Universal yang satu,kudus,katolik dan apostolik. semuanya menggabungkan diri membentuk bunga beraneka warna untuk Altar Tuhan yang indah dalam liturgi agung gereja.Sungguh indah………

        dan dari kenyataan ini sepertinya doa yang tiap hari kita pribadi dan Gereja universal ucapkan dalam Misa Kudus akan tetap diperhitungkan oleh Tuhan: “Tuhan Yesus Kristus,janganlah memperhitungkan dosa kami.Tetapi perhatikanlah iman GerejaMu dan restuilah kami, supaya HIDUP BERSATU DENGAN RUKUN, sesuai dengan kehendakMu.Sebab Engkaulah pengantara kami kini dan sepanjang segala masa Amin.” (Doa sesudah doa Bapa Kami).Semoga Tuhan selalu menjawab kerinduan kita untuk persatuan semua umatNya di muka bumi ini dalam satu iman,satu baptisan,dan satu perjamuan. Amin

  6. SOre Bu Ingrid Listiati,
    pertanyaan saya mungkin agak melenceng dengan artikel diatas
    namun saya sangat penasaran dan ingin tahu ttg ajaran-ajaran gereja katolik itu sebenarnya apa saja yang menjadi pokok2 nya. Sebab kalau secara umum semua hal-hal yang baik itu merupakan ajaran gereja, mohon penjelasan ibu. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih

    • Shalom Dica,
      Terima kasih atas pertanyaannya. Untuk mengetahui pokok-pokok ajaran Gereja Katolik, Katekismus Gereja Katolik (KGK) adalah sumber yang paling tepat. Secara prinsip KGK terdiri dari empat pilar yang semuanya bersumber pada Kristus, yaitu:

      a) Aku Percaya (apakah yang dipercayai atau diimani oleh Gereja).

      b) Sakramen (bagaimana untuk merayakan apa yang kita percayai).

      Rangkaian artikel tentang Sakramen dapat dibaca disini:
      Liturgi tak perpisahkan dengan sakramen. Ada 7 sakramen dalam Gereja Katolik. Dari tujuh sakramen Gereja, 3 yang pertama – Baptis, Ekaristi (1, 2, 3), Penguatan – adalah sakramen inisiasi yang menjadi sakramen-sakramen dasar bagi kehidupan orang Kristen. Sakramen Urapan Orang Sakit dan Sakramen Tobat (bagian 1, 2, 3, 4), diberikan untuk kesembuhan baik fisik maupun rohani. Dan akhirnya, Sakramen Perkawinan (bagian 1, 2) dan Imamat diberikan untuk menguatkan kita dalam menjalankan misi di dunia ini dalam mencapai tujuan akhir, yaitu Kristus.

      c) Ajaran bagaimana untuk Hidup dalam Kristus atau Moral (bagaimana hidup sesuai dengan apa yang dipercayai)

      d) Doa (bagaimana untuk mendapatkan kekuatan dalam menjalankan ajaran Allah serta bagaimana untuk mendapatkan relasi pribadi dengan Allah).
      Jadi dari empat pilar ini, kita melihat adanya dimensi vertikal dan horisontal, dimensi pribadi dan komunitas, fokus terhadap pribadi Kristus dan bagaimana untuk mengikuti Kristus dengan baik dengan bergantung pada rahmat Allah dan kerjasama dari kita masing-masing terhadap rahmat Allah.

      Secara umum, pokok-pokok iman Katolik juga dijabarkan dalam rangkaian artikel tentang Gereja:

      Tulisan ini menjabarkan Gereja Katolik sebagai Gereja yang didirikan oleh Kristus sendiri, dan bahwa Gereja telah direncanakan oleh Allah sejak awal penciptaan dunia (Bagian 1). Gereja juga menjadi tujuan akhir manusia sekaligus sarana untuk mencapai tujuan itu (Bagian 2). Untuk itu Gereja menyampaikan keutuhan rencana Allah (Bagian 3), sebagai Tanda Kasih- Nya untuk semua manusia (Bagian 4). Kebenaran ini merupakan karunia, tetapi juga membawa tugas bagi kita sebagai orang Katolik Bagian 5).

      Jadi, saya ingin menyarankan untuk membeli buku Katekismus Gereja Katolik (dan tentu saja Kitab Suci, yang saya asumsikan pasti sudah punya), dan mulailah membacanya.

      Semoga dapat membantu.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

    • Bu Ingrid, maaf ya, mungkin jumlah umat Katolik yang disebut “satu trilyun” pada tulisan ttg Gereja itu kebanyakan. Apakah itu maksudnya satu milyar? Terima kasih. Shaloom. Isa Inigo

      • Shalom Isa,
        Terima kasih banyak koreksinya. Itu benar-benar saya salah ketik, saya juga baru sadar. Saya yang harusnya minta maaf. Benar, maksudnya satu milyar, bukan satu trilyun, wong penduduk dunia seluruhnya saja hanya sekitar 6 milyar…. Ya, sudah langsung saya perbaiki di artikel tersebut. Sekali lagi terima kasih.
        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  7. Shalom bu Ingrid dan Pak Stefanus Tay,

    Saya punya beberapa pertanyaan:
    1. Kapan Gereja Katholik secara fisik (bangunan) didirikan dan dimana?
    2. Mengapa Pusat Gereja Katholik berada di Vatikan (Itali) bukan di Yerusalem?

    Terima kasih.
    Salam dalam kasih Kristus.

    • Shalom Simon,

      1) Menurut sejarah, bangunan gereja yang tertua kemungkinan adalah gereja yang didirikan di Betlehem, yang menandai tempat Yesus Kristus dilahirkan. Selengkapnya lihat ke link ini (silakan klik). Cuplikan terjemahannya adalah sbb:

      St. Yustinus Martir yang lahir sekitar tahun 100 di Samaria, menuliskan bahwa Kaisar Hadrian membangun kuil untuk dewa Adonis tepat di atas tempat Yesus Kristus dilahirkan, untuk mencegah orang-orang Kristen berziarah ke tempat itu. St. Jerome pada tulisannya tahun 395, mengatakan bahwa dengan berbuat demikian sebenarnya Kaisar Hadrian malah berbuat sesuatu yang baik kepada umat Kristiani tanpa disengaja, dengan menandai tempat tersebut, sehingga kita semua yang ada di generasi- generasi berikutnya dapat mengetahui tempat kelahiran Yesus dengan pasti. Saat St. Jerome datang ke Bethlehem tahun 384, bangunan kuil tersebut telah digantikan menjadi bangunan gereja. Gereja tersebut dibangun atas perintah St. Helena, ibu dari Kaisar Konstantin, dan didedikasikan tanggal 31 Mei 339. Yang menjadi bagian yang masih terlihat dari bangunan tersebut adalah 1) lantai mosaik, yang terdapat sekitar 2 feet (sekitar 60 cm) di bawah lantai yang ada sekarang, 2) bagian dari dinding luar, 3) kemungkinan kolom-kolom dari batu kapur yang berwarna merah. Gereja itu dapat bertahan di tengah invasi Persia pada tahun 614, ketika semua gereja di Holy Land/ Yerusalem dihancurkan, sebab pada mosaik yang terdapat di pintu utama, terlihat gambar orang-orang Majus yang memakai baju Persia, dan memang demikian.  Ketika Kalifah Omar mengunjungi Betlehem setelah menaklukkan Yerusalem 638, ia berdoa di bagian selatan gereja di mana dia bisa menghadap ke Mekkah, dan dengan perjanjian dengan Patriarkh Yesusalem, Sophronius, maka orang-orang Muslim terus diperbolehkan berdoa di sana. Itulah sebabnya, gereja ini dapat tetap berdiri di tengah-tengah kehancuran hampir semua bangunan gereja di Holy Land yang diperintahkan oleh Kalif Al hakim pada tahun 1009.

      2) Mengapa pusat Gereja Katolik ada di Roma dan bukan di Yerusalem? Karena pesan Yesus sebelum naik ke surga adalah, "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kis 1:6) Pusat bumi saat (abad ke-1) itu adalah kerajaan Roma, sehingga para rasul pada saat itu memang berusaha untuk menyebarkan Kabar Gembira/ Injil sampai ke Roma, karena dengan demikian mereka dapat menyebarkannya ke seluruh dunia. [Roma pada saat itu terletak di pusat kerajaan Romawi, yang memiliki daerah kekuasaan Eropa, Afrika Utara dan Timur Tengah].

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org    

  8. Shalom Andry,
    Ya, silakan mengutip artikel dalam website ini, dengan menyebutkan sumbernya. Semoga Tuhan memberkati niat baik Andry untuk menjelaskan iman Katolik kepada saudara/i kita yang non-Katolik. Jangan lupa untuk selalu mengutamakan semangat kasih dalam menyampaikan kebenaran Kristus.

    Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
    Ingrid Listiati

  9. Shalom,

    Terima kasih atas jawabannya. Memang waktu merupakan kendala bagi kita yang belajar dan bekerja. Bagaimana jika saya kutip tulisan Bu Ingrid (dengan mencantumkan nama Ibu sebagai sumbernya) untuk menyusun artikel yang bisa dibaca oleh saudara-saudara Kristen yang lain.

    Tuhan memberkati,

    andryhart

    • Shalom Andry,
      Ya, silakan mengutip artikel dalam website ini, dengan menyebutkan sumbernya. Semoga Tuhan memberkati niat baik Andry. Jangan lupa untuk selalu mengutamakan semangat kasih dalam menyampaikan kebenaran Kristus.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

  10. Teman saya, seorang dokter Katolik, pernah bertanya kepada almarhum Rm Tom Jacob, “Mengapa orang Katolik tidak berpedoman pada Alkitab saja sehingga gerakan eikumene di antara semua gereja Kristen dapat berhasil dengan baik?” Rm Tom menjawabnya tanpa menjelaskan lebih lanjut, “Karena kita juga berpedoman pada sejarah gereja.”
    Orang Kristen non-Katolik membaca Alkitab dan menguasainya. Mereka memegang Alkitab sebagai satu-satunya sumber ajaran Allah yang benar (sola scriptura). Tradisi suci (sacred tradition) dan ajaran suci gereja perdana (magisterium) tidak mereka ketahui sama sekali. Mungkin sebagian di antara mereka memang tidak mau tahu. Namun, sebagian lagi ternyata tertarik untuk mengetahui tetapi tidak tahu di mana mencarinya.
    Saya kadang-kadang berdiskusi (bukan berdebat) dengan orang-orang Kristen non-Katolik. Jika diskusi tersebut menyangkut Alkitab, semuanya berjalan dengan baik dan kita bisa saling memahami dan menerimanya. Orang Kristen non-Katolik dapat menerima ajaran dalam 1 Timotius 3:15 bahwa gereja merupakan tiang dan dasar kebenaran. Tetapi, mereka menafsirkan gereja sebagai gereja mereka sendiri padahal seharusnya gereja perdana. Anjuran Santo Paulus dalam 2 Tesalonika: 2:15 agar kita tidak hanya berpegang pada ajaran tertulis (Alkitab) tetapi juga pada ajaran lisan yang berupa tradisi suci juga mereka akui kebenarannya. Akan tetapi dalam praktiknya, anjuran Santo Paulus itu terlupakan. Karena itu, saya sebetulnya berharap agar pengikut agama Katolik yang mengetahui tradisi suci dan ajaran suci dari sumbernya di Vatican dapat membagikan pengetahuannya ke dalam (di antara umat Katolik sendiri) maupun ke luar (di antara umat Kristen non-Katolik). Untuk Bu Ingrid, saya mohon agar sekali-sekali Ibu mengirimkan artikelnya kepada situs-situs Kristen seperti http://www.Sabda Space.com sekalipun nantinya dapat terjadi perdebatan dari mereka yang menentangnya.

    • Shalom Andry,
      Ya benar, bahwa ada tiga pilar dalam Gereja Katolik, yaitu Kitab suci, Tradisi suci dan Magisterium (Wewenang Mengajar Gereja). Kalau memang dengan berpegang kepada Kitab Suci saja dapat terjadi ekumene, kenapa sampai saat ini begitu banyak denominasi Kristen? Untuk mengetahui lebih lanjut, silakan membaca: Mengapa kita memilih Gereja Katolik. Dan memang sudah menjadi tanggung jawab kita semua untuk menjelaskan hal ini jika ada yang bertanya kepada kita.

      Nah, mengenai hal mengirimkan artikel ke situs-situs Kristen Protestan, saat ini memang belum dapat kami lakukan. Karena kami menyadari bahwa hal itu harus dibarengi dengan kesediaan untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang dapat bermunculan juga kemungkinan adanya diskusi yang berkepanjangan. Tentu hal itu bisa baik, tetapi kami harus mengakui bahwa saat ini kami belum dapat melaksanakannya; bukan karena kami tidak mau menjawab jika ada pertanyaan-pertanyaan, tetapi karena keterbatasan waktu, mengingat kami di sini juga masih memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan studi kami yang juga memakan banyak waktu dan energi. Sementara ini, fokus kami adalah menulis artikel dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke dalam website ini.
      Apa yang telah Andry lakukan dengan saudara-saudari Kristen non Katolik dalam diskusi itu baik, asal kita melakukannya dengan semangat kasih. Selanjutnya kita serahkan saja kepada Roh Kudus yang adalah Roh Kebenaran, untuk menyatakan sendiri kepada mereka Kebenaran itu, di dalam hati mereka.
      Demikian penjelasan singkat kami, semoga Andry dapat memahaminya.

      Salam Kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

  11. Dear Ingrid Listiati,
    Artikel2 yang luar biasa…..membuat iman makin bertumbuh dan makin kuat shg saya semakin bangga menjadi orang Katolik,thanks artikel2nya, kiranya Tuhan memberkati anda, anda & seisi rumah anda:)))

    Teriring doa dan salam dari saya,
    ~Eddy Tg~

  12. Dear sdr Ingrid L,
    Mau tanya nih, bagaimana kedudukan dan tingginya tingkat perspektif keluhuran kata2 “Kebenaran, Kasih dan kebaikan” ? Mohon lampu petromaknya (persamaan, perbedaan dlm aplikasinya)…….thanks.

    Shalom,
    Eddy TG

    • Shalom Eddy,

      Terima kasih untuk doa dan dukungan untuk website ini. Mengenai hal "Kebenaran, Kasih dan Kebaikan", berikut ini adalah urutan yang dapat saya sampaikan: 

      1) Pertama adalah Kasih. Hal ini kita ketahui, pertama-tama dari Kitab Suci. Yesus merumuskan KASIH sebagai hukum yang terutama, yaitu kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama (lihat Mat 22:34-40; Mrk 12: 28-34; Luk 10:25-28). Pada kedua hukum ini tergantung seluruh hukum dan kitab para nabi. Lalu Rasul Yohanes juga mengatakan sesuatu yang terpenting, bahwa Allah adalah KASIH. Maka kita diajak untuk saling mengasihi, "sebab kasih berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah KASIH" (1 Yoh 4:7-8). 
      Lumen Gentium
      (Dokumen Vatikan II tentang Gereja) 42 mengutip surat Rasul Yohanes mengatakan: "Allah itu kasih, dan barang siapa tetap berada dalam kasih, ia tinggal dalam Allah dan Allah dalam dia.(1Yoh 4:16). Adapun Allah mencurahkan
      cinta kasih-Nya ke dalam hati kita melalui Roh Kudus yang dikurniakan kepada kita (lih. Rom 5:5). Maka dari itu kurnia yang pertama dan paling perlu yakni cinta kasih, yang membuat kita mencintai Allah melampaui segalanya dan mengasihi sesama demi Dia." Selanjutnya, Lumen Gentium juga menyatakan, bahwa kasih adalah "pengikat kesempurnaan, dan kepenuhan hukum" (lih. Kol 3:14, Rm 13:10), yang mengarahkan kita untuk hidup di dalam kekudusan, dan kasih pula yang memberikan hidup dan menjiwai segala upaya menuju kekudusan itu. Kasih-lah yang membimbing kita untuk menuju tujuan akhir kita, yaitu Tuhan. Dan kasih kepada Tuhan dan sesama inilah yang menandai kita sebagai pengikut Kristus.
      Kasih adalah kebajikan ‘supernatural’ yang berasal dari Allah yang memampukan kita untuk mengasihi semua orang, bahkan musuh kita demi kasih kita kepada Allah. Benih kasih sejati ini kita terima dalam Pembaptisan kita dan yang kemudian terus bertumbuh melalui Sakramen Kasih Tuhan, yaitu Ekaristi. Dalam Ekaristi kita melihat teladan kasih Allah yaitu Yesus yang memberikan DiriNya kepada kita, sehingga kita didorong untuk melakukan yang sama, yaitu memberikan diri kita kepada orang lain.
      Dengan melihat uraian di atas, kita mengetahui bahwa KASIH adalah yang terutama dalam hidup kita. Bukan saja Kasih menjadi Hukum yang terutama, tetapi karena Allah sendiri adalah Kasih, maka jika kita mengatakan kita mengasihi Allah dan ingin meniru Dia, maka kita harus mengasihi. Artinya, Hukum Kasih bukan saja menempati urutan teratas, melainkan juga harus menempati urutan-urutan berikutnya, bersama-sama dengan kebajikan yang lain. Kasihlah yang mengikat, menyatukan dan menyempurnakan kebajikan-kebajikan, dan yang membuat kita bertumbuh dalam kekudusan menyerupai Allah yang adalah Kasih Ilahi. (KGK 1827).
      Di atas semua itu, jangan kita lupa bahwa pada penghakiman terakhir, perbuatan KASIH-lah yang akan menjadi ukuran bagi kita untuk dapat masuk surga (Lih. Mat 25:31-46). Kasih inilah yang juga kita kenal sebagai kekudusan. Katekismus Gereja Katolik menyebutkan bahwa kebajikan ilahi adalah iman, pengharapan dan kasih, (KGK 1813) dan  berdasarkan dari pengajaran dari Rasul Paulus 1 Kor 13:13, di antara ketiga hal itu, yang terbesar adalah kasih (KGK 1826). Karena di surga nanti iman dan pengharapan tidak diperlukan lagi, saat semua jiwa yang diselamatkan sudah memandang Allah muka dengan muka. Yang ada tinggal kasih yang mengikat semua, di dalam semua,  dalam kesatuan dengan Tuhan. Namun  kasih yang disebutkan di sini, mensyaratkan iman sebagai dasarnya, demikian juga dengan pengharapan; oleh karena itu iman, pengharapan dan kasih saling berkaitan. Dalam hal beriman kepada Allah inilah, peran pengetahuan akan kebenaran menjadi sangat penting. Kepada Allah yang adalah Kebenaran itu sendiri, kita secara bebas menyerahkan diri kepada Allah, dan ini adalah iman. Dan iman yang hidup bekerja oleh kasih (lihat KGK 1814). Jadi di sini kita melihat hubungan timbal balik antara kasih dan kebenaran, dan ini tidak mengherankan, karena Allah adalah Kasih dan Kebenaran itu sendiri. (lih. 1 Yoh 4:8; dan Yoh 14:6)

      2) Dari ketiga hal di atas (kebenaran, kasih dan kebaikan), kebenaran menempati urutan kedua, jika kita melihat dari segi tingkat keutamaannya dalam kehidupan rohani kita. KASIH itu sendiri akan mengantarkan seseorang kepada Kebenaran. Alkitab mengatakan, "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan ditengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita." (1Yoh 4:9-10). Kasih kita kepada Allah akan mengantarkan kita kepada Kebenaran yaitu Kristus (lih. Yoh 14:6).
      Lumen Gentium 42, juga mengatakan, "…Supaya cinta kasih bagaikan benih yang baik bertunas dalam jiwa dan menghasilkan buah, setiap orang beriman wajib mendengarkan Sabda Allah dengan suka hati, dan dengan bantuan rahmat-Nya, dengan tindakan nyata melaksanakan kehendak-Nya." Kita semua mengetahui, bahwa Sabda Allah yang menjelma adalah Kristus Sang Kebenaran, dan Kristuslah yang akan menjadikan perbuatan kasih kita menghasilkan buah yang sesuai dengan kehendak Allah.

      3) Walaupun dalam banyak hal kelihatan bahwa kebaikan setara dengan kebenaran, namun sesungguhnya, kebaikan yang sejati itu mengalir dari pengetahuan akan kebenaran yang sejati. Jika tidak didasari akan pengetahuan kebenaran yang sejati, maka kebaikan dapat menjadi relatif, bisa baik menurut orang yang satu, tetapi bukan kebaikan menurut orang lain. Atau, tanpa pengetahuan akan Kebenaran, maka kebaikan dapat mengarah kepada kebaikan yang bersifat duniawi/ menurut manusia, dan bukan kebaikan yang bersifat ilahi/ menurut ajaran Tuhan. Namun jika kita bersandar pada Kebenaran, yaitu Kristus, maka kebaikan yang kita inginkan maupun yang harus kita lakukan adalah kebaikan yang bernilai objektif, yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Alkitab menyebutkan kebaikan sebagai salah satu dari buah Roh Kudus (lihat Gal 5:22, buah Roh adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri); dan kita mengetahui bahwa Roh Kudus adalah Roh Kebenaran, yaitu Roh Kristus sendiri yang dijanjikan oleh Kristus kepada para murid-Nya untuk menyertai mereka selama-lamanya (lih. Yoh 14:16-17).

      Demikian, sehingga dari antara ketiga hal "kebenaran, kasih dan kebaikan", Kasih menempati urutan pertama dan utama, diikuti oleh kebenaran dan kebaikan yang bersumber dari Kasih itu. Kasih pula yang ‘mengikat’ kebenaran dan kebaikan, agar dapat dikatakan sempurna di mata Tuhan.

      Uraian di atas adalah kesimpulan saya berdasarkan dari apa yang saya mengerti dari ayat-ayat Alkitab dan pengajaran Gereja melalui Lumen Gentium (Dokumen Vatikan II, tentang Gereja). Jangan lupa, Sumber Terang kita adalah Kristus, dan sungguh, kita semua ini memang hanya lilin-lilin kecil saja, (atau lampu petromax?) yang harusnya mengambil terang dari Kristus.

      Salam juga untuk Eddy dan keluarga.

      Salam kasih dari https://katolisitas.org
      Ingrid Listiati

    • Dear Ibu Ingrid Listiati,

      Terimakasih atas uraian serta penjelasannya, it’s awesome ! Sangat berguna serta menjadi bahan pertimbangan bagi saya terutama didalam menulis untuk dibagikan kepada teman2 yg memerlukannya.

      Kalau boleh tanya lagi, bagaimana pendapat Ibu Ingrid ttg tulisan Romo Arnold Damen SJ, “The one true church” itu? Apa anda setuju/tidak setuju, apa alasannya?

      Kiranya Tuhan memberkati anda, anda sekeluarga dan seisi rumah anda. Amin :)

      Eddy TG

      • Shalom Eddy,
        Romo Arnold Damen SJ dalam tulisannya "The One True Church" sebenarnya menyampaikan bahwa Gereja Katolik adalah Gereja satu-satunya yang sejati yang didirikan oleh Kristus. Mengenai hal ini saya setuju, seperti juga yang telah dituliskan dalam artikel tentang Gereja di dalam web ini, yaitu: Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Allah, bagian 1,2,3,4,5, dan juga dalam artikel Mengapa Kita Memilih Gereja Katolik?

        Pada intinya memang kita harus mengakui dengan rendah hati bahwa tidak ada seorangpun yang berhak mendirikan Gereja selain Kristus. Gereja adalah sesuatu pemberian Allah, dan bukan sesuatu yang ‘diciptakan/ didirikan’ oleh manusia. Mengenai pertanyaan tentang keselamatan di luar Gereja Katolik, sudah pernah saya jawab untuk pertanyaan berikut ini, 1, 2, 3 (silakan klik). Mungkin suatu saat nanti, kami akan menuliskan secara khusus untuk topik tersebut.

        Semoga hal ini menjawab pertanyaan Eddy.

        Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
        Ingrid Listiati

        • Shalom bu Ingrid,

          Thanks penjelasannya.
          Jadi bagaimana “keselamatan” saudara2 kita yg seiman tapi non Katolik (beda gereja)? Apakah tulisan itu tdk bertentangan dg KV II yg inklusif itu khusus hal ‘keselamatan’ ?

          Shalom,
          Eddy TG

          • Shalom Eddy,
            Sebenarnya, apa yang dituliskan di Lumen Gentium (Vatikan II tentang Gereja) tentang Keselamatan tidak bertentangan dengan apa yang dituliskan oleh St. Cyprian dari Carthage pada abad ke 3, yang berkata "Extram Ecclesiam nulla sallus" (Tidak ada keselamatan di luar Gereja), yang diperjelas oleh Konsili Lateran (1215): Hanya ada satu Gereja universal bagi umat beriman, di mana di luar itu tidak ada keselamatan. Katekismus Gereja Katolik 846 mengartikan hal ini sebagai, "…seluruh keselamatan datang dari Kristus sebagai Kepala melalui Gereja, yang adalah Tubuh-Nya".

            Paus Pius IX (1846-1878) dalam Singulari Quidem, memperjelas dengan menyebutkan dua kesalahan, yaitu, pendapat yang mengatakan 1) bahwa ada harapan yang besar untuk keselamatan pada mereka yang tidak pernah hidup dalam kesatuan dengan Gereja Kristus yang sejati (Gereja Katolik) dan 2) bahwa keselamatan dapat diperoleh melalui agama apa saja. Jadi yang harus kita imani adalah di luar Gereja Katolik, tidak ada seorangpun yang dapat diselamatkan; bahwa ini adalah bahtera keselamatan…. namun perlu diketahui bahwa mereka yang benar-benar tidak tahu akan kebenaran sejati dalam agama Katolik, dan ketidaktahuan ini benar-benar bukan karena kesalahan mereka, maka ini tidak akan dianggap salah di mata Tuhan. (Hal ini dijabarkan dalam Lumen Gentium 16 dan KGK 847 sebagai, "Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.")

            Dalam surat ensikliknya, Quanto conficiamur moerore, Paus Pius IX menjelaskan kembali, bahwa jika mereka benar-benar tidak tahu akan kebenaran sejati dalam Gereja Katolik, namun hidup dengan jujur dan benar, maka mereka dapat oleh kuasa rahmat ilahi memperoleh keselamatan, sebab Tuhan melihat dengan jelas, menyelidiki, mengetahui pikiran, jiwa, dan sikap batin semua orang, sebab oleh belas kasihanNya yang besar tidak menginginkan seorangpun binasa jika ia tidak bersalah dan berdosa dengan sengaja. Namun dogma bahwa di luar Gereja Katolik tidak ada keselamatan adalah jelas benar, bahwa mereka yang berkeras menentang otoritas dan definisi Gereja Katolik, dan berkeras memisahkan diri dari Gereja Katolik dan dari Bapa Paus sebagai penerus Rasul Petrus… tidak dapat memperoleh keselamatan. Ini berdasarkan dengan perkataan Yesus sendiri, "Jika ia tidak mau mendengarkan jemaat (Gereja), pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah (Mt 18:17); "Barangsiapa yang mendengar kamu (para rasul), mendengar Aku; barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku, ia menolak yang mengutus Aku." (Luk 10:16); "Siapa yang percaya tidak akan dihukum" (Mrk 16:16) "Barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman" (Yoh 3:18); "Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan" (Luk 11:23).

            Jadi dalam hal ini Pastor Arnold Damen SJ hanya mengembangkan apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik sejak awal. Ia mengajak orang untuk melihat secara objektif bahwa Gereja Katolik adalah Gereja satu-satunya yang didirikan oleh Yesus, dengan bahasa yang sangat ceplas-ceplos, jadi mungkin terdengar terlalu ‘keras’. Tetapi sesungguhnya yang dikatakannya itu benar, sebab Lumen Gentium 14 juga mengatakan bahwa "Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan."
            Maka sekarang, yang menjadi permasalahan adalah, apakah mereka itu (saudara-saudari kita yang berbeda Gereja dengan kita) mengetahui atau tidak tentang kebenaran sejati dalam Gereja Katolik. Hal ini yang memang tidak sepenuhnya kita ketahui, sebab yang paling mengetahui hati setiap orang hanya Tuhan (Kita hanya tahu dari luar saja). Jika mereka tahu, tapi oleh karena alasan tertentu tidak mau masuk, maka itu adalah kesalahan mereka, namun jika mereka benar-benar tidak tahu, maka mereka tidak bersalah di hadapan Tuhan seperti yang telah diuraikan di atas. Janganlah kita lupa bahwa mereka yang percaya pada Kristus, menerima Pembaptisan dengan baik, berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik walaupun tidak sempurna (Unitatis Redintegratio 3, Vatikan II tentang Ekumenisme, KGK 838)
            Karena hal yang disebutkan di ataslah, maka kita sebagai orang Katolik harus berjuang menyampaikan kebenaran Gereja Katolik, baik dengan memberikan pertanggungan jawab akan iman kita, atau menjelaskan kepada mereka, jika ada kesempatan. Di atas semua itu, kita harus berjuang untuk hidup kudus dalam kasih, sebab kesaksian hidup berbicara lebih lantang daripada kata-kata.

            Demikian jawaban dari saya, semoga dapat memperjelas jawaban saya sebelumnya.

            Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
            Ingrid Listiati

Comments are closed.