Doa dalam misteri iman kita

Di awal buku YOUCAT[1] ditulis sebuah pertanyaan yang mungkin sering muncul di hati semua orang: “Untuk tujuan apa kita ada di dunia ini?” Jawabannya terkesan ringkas, “Kita ada di dunia, untuk mengenal dan mengasihi Allah, untuk berbuat baik menurut kehendak-Nya, dan untuk kelak masuk ke Surga.” Betapa indahnya rencana Allah ini, yang menghendaki kita mengambil bagian dalam kehidupan-Nya yang bahagia dan kekal dalam Surga! Kita manusia yang telah berdosa, tetap dikasihi-Nya. Allah mengutus Yesus Putera-Nya untuk menebus dosa-dosa kita, supaya di dalam Yesus dan melalui Dia kita dapat diangkat menjadi anak-anak angkat-Nya dalam Roh Kudus, agar dapat mewarisi kehidupan-Nya yang membahagiakan itu, dan dapat ikut mengambil bagian dalam kodrat ilahi-Nya (2Ptr  1:4). Maka kesatuan kita dengan Allah dalam kehidupan kekal, di mana kita akan memandang Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya, adalah tujuan akhir hidup kita. Rasul Yohanes mengajarkan, “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah…. Sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya” (1Yoh 3:1,2).

Besarlah misteri iman kita ini! Katekismus Gereja Katolik  merangkumnya dalam 4 bagian: 1) Apakah inti ajaran iman kita: Syahadat Aku Percaya; 2) Bagaimana kita merayakan iman kita: Sakramen dan Liturgi; 3) Bagaimana kita hidup sesuai dengan ajaran iman kita: Hidup dalam Roh Kudus dan Sepuluh Perintah Allah; 4) Bagaimana kita menghidupi iman kita: Doa

Apa itu doa?

Nah, maka menurut kehendak Allah, hidup kita di dunia ini adalah suatu perjalanan ke Surga; suatu persiapan yang semestinya mengarahkan pandangan kita kepada Allah. Di sinilah pentingnya doa, sebab doa pada hakekatnya adalah suatu pandangan ke Surga, sehingga merupakan semacam prasyarat yang penting agar kelak kitapun dapat sampai ke dalam Kerajaan Surga. St. Theresia Kanak-kanak Yesus mengatakan:

“Bagiku doa adalah ayunan hati, satu pandangan sederhana ke Surga, satu seruan syukur dan cinta kasih di tengah percobaan dan di tengah kegembiraan”[2]

Maka, doa berkaitan dengan pengangkatan hati kita kepada Tuhan atas dasar kasih kita kepada-Nya, untuk mengucap syukur ataupun untuk memohon rahmat dan pertolongan-Nya.[3] Doa juga mengarahkan hidup kita kepada tujuan akhir kita yang sesungguhnya, sehingga kita tidak mudah hanyut dalam segala kesulitan hidup ataupun terbuai dalam kenikmatan dunia, namun dapat menjalani kehidupan ini dengan pengharapan yang teguh akan tujuan akhir yang menjadi tujuan Allah menciptakan kita, yaitu bahwa Allah yang telah memilih kita akan selalu mendampingi kita sampai kita dapat memasuki kehidupan kekal bersama-Nya (lih. Ef 1:3-10).

Doa adalah karunia; Kerendahan hati adalah pondasi doa

Demikian pula, dengan mengucap syukur, kita sadar bahwa apa yang ada pada kita adalah pemberian Tuhan dan dengan memohon rahmat dan pertolongan-Nya, kita mengakui segala keterbatasan kita sebagai manusia. Dengan demikian, doa merupakan ungkapan jiwa kita yang mengakui kebesaran Tuhan, dan pada saat yang sama, keterbatasan kita. Karena itu, kerendahan hati adalah pondasi doa,[4] sebab hanya orang yang rendah hati, yang dapat mengakui bahwa apa yang baik yang ada padanya berasal dari Tuhan dan bahwa ia membutuhkan Tuhan untuk dapat memperoleh kebaikan dan melakukan kebaikan, termasuk berdoa. Hanya jika kita dengan rendah hati mengakui bahwa kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa (Rm 8:26), kita siap untuk menerima karunia doa. Kita semua bagaikan pengemis di hadapan Allah.[5]

Doa adalah perjumpaan dengan Tuhan, sebuah perjanjian dan persekutuan dengan-Nya

Katekismus mengajarkan bahwa doa itu merupakan perjumpaan kita dengan Yesus, seperti halnya perjumpaan wanita Samaria dengan Yesus di sumur (lih. Yoh 4:1-42). Adalah Yesus yang terlebih dahulu haus dan meminta minum kepada kita. Tuhan haus agar kita haus akan Dia. Dalam doalah, kehausan Tuhan akan kita dan kehausan kita akan Dia, bertemu.[6]

Kitab Suci kerap menuliskan bahwa dengan hati, manusia berdoa. Maka doa yang baik adalah doa yang keluar dari hati, yang sungguh merindukan Tuhan. Jadi kalau hati kita jauh dari Allah, maka doa menjadi tidak berarti. Dalam hati kita inilah, kita bertemu dengan Tuhan, di hati kita inilah Tuhan menyatakan perjanjian-Nya dengan kita. Maka doa Kristiani adalah hubungan perjanjian antara Allah dengan kita, di dalam Kristus. Doa merupakan tindakan Allah dan tindakan kita, yang mempersatukan kita dengan Allah.[7]

Doa menjadi hubungan kasih antara kita sebagai anak-anak Allah dengan Allah Bapa kita, dengan Putera-Nya Yesus Kristus dan dengan Roh Kudus. Maka hidup doa adalah keberadaan dalam hadirat Allah Trinitas dan persekutuan dengan-Nya. Doa disebut doa Kristiani, jika doa itu merupakan persekutuan dengan Kristus dan menjangkau ke seluruh Gereja, yang adalah Tubuh-Nya.[8]

Pewahyuan Allah tentang Doa

Tuhan memanggil semua orang untuk berdoa

Walaupun manusia telah jatuh di dalam dosa, namun manusia tetap adalah gambaran Allah, dan tetap mempunyai keinginan untuk mengenal Allah yang menciptakannya. Semua agama menjadi saksi bagi pencarian umat manusia akan Tuhan. Tuhanlah yang memanggil manusia lebih dulu, dan tanpa lelah mencari setiap orang untuk berjumpa dengannya secara rahasia, dalam doa.[9] Dalam doa, inisiatif kasih Tuhan selalu datang lebih dahulu, dan langkah awal kita selalu merupakan tanggapan. Allah sedikit demi sedikit menyatakan diri-Nya dan menyatakan manusia kepada dirinya sendiri, sehingga menjadi seperti drama perjanjian. Hal ini nyata dalam keseluruhan sejarah keselamatan.[10]

Dalam Perjanjian Lama

Pewahyuan tentang doa terjadi antara waktu kejatuhan manusia- dalam Perjanjian Lama- dan pemulihannya, dalam Perjanjian Baru. Yaitu antara saat Allah mencari manusia pertama, “Di manakah engkau? Apa yang telah Kau lakukan? (Kej 3:9, 13); dan  pemulihannya, saat Yesus datang ke dunia, “…Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” (Ibr 10:5-7) Maka doa memang sudah ada sejak awal penciptaan dunia. Allah telah berkenan pada persembahan Habel, Henokh “hidup bergaul dengan Allah”(Kej 5:22), demikian pula Nuh (Kej 6:9). Namun di atas semua itu, doa mulai dinyatakan di Perjanjian Lama melalui bapa Abraham.[11]

Abraham taat sepenuhnya pada Firman Allah. Doa Abraham dinyatakan dengan perbuatannya dalam keheningan, ia membangun altar bagi Tuhan pada setiap tahap perjalanannya (Kej 12:7,8). Baru kemudian Abraham menyatakan keberatannya kepada Tuhan yang sepertinya tidak memenuhi janji-Nya (Kej 15:2); demikianlah salah satu hal tentang doa dinyatakan, yaitu ujian terhadap iman akan kesetiaan Tuhan. Abraham kembali menerima penegasan dari Tuhan, dan Abraham memiliki keberanian untuk menjadi pendoa syafaat bagi umat manusia. Pada akhir pemurnian imannya, Abraham diminta untuk mengorbankan anaknya yang ia terima dari janji Tuhan, sehingga bapa orang beriman dijadikan serupa dengan Sang Bapa yang tidak akan menyayangkan Anak-Nya sendiri untuk menyelamatkan kita. Doa mengembalikan manusia menjadi gambaran Allah dan membuatnya  mengambil bagian dalam kuasa Tuhan menyelamatkan banyak orang.[12]

Mengambil gambaran Yakub yang bergulat dengan malaikat (Kej 32:22-32), sebelum menghadapi Esau, kakaknya, tradisi rohani Gereja mengatakan bahwa hal itu menggambarkan doa sebagai pergulatan iman dan sebagai kemenangan dari ketekunan.[13]

Sedangkan pada Nabi Musa, kita dapat melihat contoh yang demikian jelas akan doa syafaat/ pengantaraan yang akan dipenuhi secara sempurna oleh Kristus. Di sini, lagi-lagi Allah-lah yang membuat inisiatif pertama: Ia- lah yang memanggil Musa dalam semak yang bernyala. Musa kemudian berdialog dengan Allah, dan untuk menjawab pertanyaannya-lah Allah kemudian memberitahukan nama-Nya yang tak terpahami. Allah biasa bicara dengan Musa, muka dengan muka, seperti seorang sahabat. Maka ciri utama doa Musa adalah doa kontemplatif. Allah bicara sedemikian dengannya sebab “Musa adalah orang yang sangat rendah hati, lebih dari setiap manusia di bumi” (lih. Bil 12:3, 7-8). Musa tidak berdoa untuk dirinya sendiri, tetapi untuk umat Allah, menjadi jembatan antara mereka dengan Allah.[14]

Di zaman Raja Daud dan Salomo, doa umat Allah berkembang di sekitar tempat kediaman Tuhan, yaitu di hadapan tabut perjanjian dan bait Allah. Raja Daud disebut sebagai raja yang “berkenan di hati-Nya” (1Sam 13:14). Penyerahannya kepada kehendak Allah, pujiannya kepada Allah, dan pertobatannya menjadi contoh doa bagi kita. Kitab Mazmur merupakan doa pertama bagi kaum Yahudi dan bagi umat Kristiani. Kristuspun mendoakan doa dari kitab Mazmur. Selanjutnya, Raja Salomo, anak Raja Daud yang akhirnya membangun bait Allah di Yerusalem, juga memimpin doa untuk mendedikasikan bait tersebut kepada Allah (lih. 1Raj 8). Dalam doanya, Raja Salomo mengingat janji Tuhan kepada umat-Nya, kehadiran-Nya di tengah umat-Nya, dan perbuatan-perbuatan- Nya yang ajaib saat menghantar umat keluar dari Mesir. Raja menjadi pengantara antara bangsa Israel kepada Allah.[15]

Di zaman Nabi Elia, bait Allah menjadi tempat pendidikan doa: ziarah, perayaan dan kurban, persembahan petang, ukupan, roti kudus, yang semuanya menjadi tanda kekudusan dan kemuliaan Allah. Allah dikenali sebagai Yang Maha Tinggi namun juga yang Maha Dekat. Misi Nabi Elia adalah mendidik umat dalam hal iman dan pertobatan. Dari Nabi Elia, kita belajar beriman akan sabda Tuhan, melalui pengalamannya dengan janda di Sarfat (lih. 1Raj 17:7-24). Dari kesaksian doa Nabi Elia di hadapan para nabi Baal, kita ketahui bahwa doa orang benar sangatlah berkuasa dan efektif. Allah menjawab doa Elia dengan mengirimkan api bagi kurbannya pada saat persembahan petang hari (lih. 1 Raj 18:20-). Baik Elia dan Musa, keduanya bersembunyi di balik lekuk batu/ gua hingga kehadiran Allah melewati mereka (1Raj 19:9; Kel 33:19-23). Baru kemudian di bukit Transfigurasi, Musa dan Elia melihat wajah Allah yang tak terselubung (lih. Mat 17:1-13), yang mereka cari: terang kemuliaan Allah dalam wajah Kristus, yang disalibkan dan bangkit. Melalui perjumpaan dengan Allah, para nabi memperoleh terang dan kekuatan untuk melakukan misi mereka. Doa mereka ialah doa syafaat yang menunggu intervensi Sang Penyelamat.[16]

Doa Mazmur menunjukkan doa bagi diri sendiri maupun doa bagi orang lain. Mazmur menunjukkan doa umat Allah yang berkumpul di saat perayaan-perayaan di Yerusalem dan setiap hari Sabat di sinagoga. Doa mereka mengingat kejadian-kejadian di masa lampau yang terus menjangkau sampai ke masa depan, dan bahkan sampai akhir zaman; mengingat janji Allah yang telah digenapi dan menantikan Mesias yang akan menggenapinya dengan sempurna. Doa yang didoakan Kristus dan digenapi-Nya ini, menjadikan Mazmur sebagai doa Gereja. Dalam kitab Mazmur, tercantum Sabda Tuhan yang menjadi doa manusia. Kitab Mazmur tetap mengajarkan kepada kita bagaimana kita berdoa. Kitab Mazmur merupakan cerminan perbuatan-perbuatan Allah yang ajaib yang telah terjadi dalam sejarah umat-Nya, dan juga cerminan dari pengalaman manusia yang mendaraskan Mazmur itu. Doa Mazmur mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu kesederhanaan dan spontanitas, kerinduan akan Tuhan, pergumulan orang beriman, yang karena memilih mengasihi Tuhan, kemudian malah berhadapan dengan para musuhnya dan berbagai cobaan. Namun doa Mazmur juga merupakan doa orang beriman yang teguh berpengharapan pada Tuhan, berserah kepada segala kehendak-Nya, dan senantiasa memuji Tuhan. Maka doa Mazmur juga adalah doa pujian, Hallelu- Yah (Alleluia), puji Tuhan![17]

Dalam Kegenapan Waktu di Zaman Yesus

Yesus berdoa

Doa dinyatakan sepenuhnya di dalam Yesus, Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia dan yang tinggal di antara kita. Ia mengajarkan kepada kita untuk menghampiri Allah yang kudus seperti Musa menghampiri semak yang bernyala: untuk memandang-Nya dalam doa, lalu mendengarkan ajaran-Nya tentang doa, agar kita mengetahui bagaimana Ia mendengarkan doa kita. Semasa hidup-Nya di dunia, Yesuspun berdoa dengan bahasa manusia, mengikuti tradisi doa bangsanya, di sinagoga dan di bait Allah. Kitab Suci mencatat, bahwa Yesus berdoa sebelum saat-saat krusial dalam misi-Nya: sebelum kesaksian Bapa tentang-Nya saat Baptisan dan Transfigurasi, sebelum memilih keduabelas rasul-Nya, sebelum pengakuan  Petrus bahwa diri-Nya adalah Mesias, dan doa agar iman Petrus itu tidak goyah, dan akhirnya, sebelum Kisah Sengsara-Nya dan bahkan sebelum Ia menyerahkan nyawa-Nya untuk menggenapi rencana keselamatan Allah Bapa bagi umat manusia.[18]

Sebagaimana para murid Yesus belajar tentang doa dari Yesus, kitapun belajar dari Yesus untuk berdoa kepada Allah Bapa. Yaitu dengan memandang, merenungkan, dan mendengarkan Dia. Dalam banyak kesempatan, Yesus menarik diri dan berdoa kepada Bapa-Nya dalam keheningan, di tempat tersembunyi, pada malam hari. Yesus membawa semua umat manusia dalam doa-doa-Nya. Ia selalu memulai doa-Nya dengan ucapan syukur. Seluruh doa-Nya mencerminkan kelekatan penuh cinta antara Hati-Nya dengan misteri kehendak Bapa-Nya. Dua contoh doa yang diucapkan Yesus di hadapan orang banyak adalah doa ketika Yesus mensyukuri bahwa misteri Kerajaan Allah dinyatakan kepada orang-orang kecil (lih. Mat 11:25-27), dan ketika Yesus berdoa sebelum membangkitkan Lazarus dari kematian (Yoh 11:41-42). Kedua doa ini dimulai dengan ucapan syukur. Yesus selalu dekat dengan Bapa-Nya, maka sebelum meminta sesuatu kepada-Nya, Yesus sudah menyerahkan Diri-Nya kepada Bapa. Ia yakin bahwa doa-Nya didengarkan. Dengan demikian Yesus mengajarkan, bahwa Sang Pemberi lebih berharga daripada pemberian itu sendiri.[19]

Yesus juga menunjukkan betapa dalamnya doa seorang Anak kepada Bapa-Nya, tidak saja dengan perkataan “Ya Bapa, …. bukan kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk 22:42), namun juga dalam ketujuh perkataan terakhir-Nya di kayu salib. Doa dan pemberian Diri-Nya menjadi satu dan menyatakan betapa dalam dan tak terbatasnya penyerahan Diri-Nya kepada Allah Bapa. Semua pergumulan, permohonan dan doa syafaat umat manusia di sepanjang zaman terangkum dalam seruan doa Sang Sabda yang menjadi manusia dan yang menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib ini. Dan Allah menerima semuanya dan menjawabnya dengan membangkitkan Putera-Nya dari kematian.[20]

Yesus mengajar bagaimana kita berdoa

Dengan Yesus berdoa, Ia mengajar kita bagaimana harus berdoa. Sejak khotbah-Nya di bukit dan seterusnya, Yesus mengajarkan pentingnya pertobatan hati, yaitu berdamai dengan sesama sebelum mengajukan persembahan kepada Tuhan, mencintai musuh, berdoa bagi mereka yang menganiaya kita, berdoa di tempat tersembunyi, tidak mengatakan kata-kata kosong, memberi pengampunan kepada mereka yang bersalah kepada kita, kemurnian hati dan mencari Kerajaan Allah di atas segala sesuatu. Maka awal dari sikap doa yang baik adalah pertobatan hati untuk memperoleh hati yang murni. Hanya dengan pertobatan inilah, hati kita belajar untuk berdoa dengan iman. Iman yang dimaksud di sini adalah melekat kepada Tuhan seperti seorang anak melekat kepada bapanya. Maka iman lebih daripada sekedar perasaan ataupun pengertian. Kita dapat memperoleh keeratan sedemikian dengan Allah, karena Kristus telah membuka jalannya untuk kita. Kristus sendiri adalah pintu dan jalannya kepada Bapa. Seperti halnya Kristus berdoa dengan didahului oleh ucapan syukur, demikianlah kitapun mengawali doa kita dengan ucapan syukur sebelum menerima berkat-berkat-Nya. Kristus mengajarkan kepada kita agar memiliki keberanian sebagai seorang anak, yang meminta dengan penuh iman kepada bapanya. Yesus berkata, “Apapun yang kamu minta dalam doa, percayalah bahwa kamu telah menerimanya dan kamu akan menerimanya.” (Mrk 11:24). Ini adalah doa dengan iman yang tidak ragu-ragu. Segala hal mungkin terjadi bagi orang yang percaya. Selain itu, doa atas dasar iman, tidak saja merupakan doa yang menyerukan, “Tuhan, Tuhan,” tetapi doa yang menyerahkan segenap hati kita kepada kehendak Allah Bapa. Selain itu, Yesus mengundang kita untuk terus berjaga-jaga. Dalam doa kita berjaga-jaga, menaruh perhatian kepada-Nya, yang hadir di dalam diri kita. Kita mengenang saat-saat ketika dahulu Ia pernah hadir di dunia dalam kerendahan sebagai seorang hamba, dan kita mengharapkan kedatangan- Nya kembali dalam kemuliaan-Nya. Doa bagi kita adalah perjuangan, dan hanya dengan kesetiaan kita untuk terus berjaga dalam doa, kita dapat terhindar dari jatuh ke dalam pencobaan.[21]

St. Lukas mengemukakan tiga perumpamaan tentang doa: 1) “sahabat yang mengganggu” (lih. Luk 11:5-13), untuk mengajarkan agar kita tidak bosan mengetuk pintu, memohon kepada Allah. Ia akan memberikan apa yang kita perlukan, terutama Roh Kudus yang mengandung semua karunia; 2) “janda yang mengganggu” (lih. Luk 18:1-8), untuk mengajarkan agar kita berdoa tanpa henti, dengan kesabaran iman; 3) “orang farisi dan pemungut cukai”, untuk menekankan pentingnya sikap kerendahan hati dalam doa.“Tuhan, kasihanilah kami, orang berdosa”. Gereja menjadikan permohonan ini sebagai doanya, “Kyrie eleison!”[22]

Akhirnya, ketika mempercayakan misteri doa kepada para murid-Nya, Yesus menyatakan kepada mereka dan kepada kita agar dalam doa, kita “meminta dalam nama-Nya.” Untuk itu dibutuhkan iman, dan iman kepada Yesus ini mengarahkan kita untuk mengenal Bapa. Iman ini membuahkan kasih, yang berarti  melakukan segala perintah-Nya, dan tinggal bersama Yesus di dalam Bapa, yang di dalam Yesus telah begitu mengasihi kita. Dengan kesatuan kita dengan Allah ini, maka segala permohonan kita akan didengarkan oleh-Nya. Juga, jika kita menyatukan doa-doa kita dengan doa Yesus, maka Allah Bapa akan menganugerahkan kepada kita, “Seorang Penolong yang lain, yang akan menyertai kita selamanya, yaitu Roh Kebenaran” (Yoh 14:16-17). Dalam Roh Kebenaran, yaitu Roh Kudus, doa kita adalah persekutuan kasih dengan Allah Bapa dan Putera, dan karena itu apa yang kita minta akan dikabulkan Tuhan.[23]

Yesus mendengarkan doa kita

Dari kodrat-Nya sebagai Allah, memang sesungguhnya Tuhan Yesus tidak perlu berdoa, namun dari kodrat-Nya manusia, Ia senantiasa berdoa, sebagai tanda kesatuan-Nya dengan Allah Bapa, dan juga untuk mengajarkan kepada kita manusia, bagaimana seharusnya kita berdoa. Sepanjang misi publik-Nya, Yesus telah mengabulkan banyak doa, melalui berbagai tanda dan mukjizat yang mendahului kuasa kematian dan kebangkitan-Nya. Dengan demikian, Yesus menunjukkan keilahian-Nya. Yesus mendengarkan doa-doa yang diucapkan dengan kata-kata -oleh si penyandang kusta, Yairus, perempuan Kanaan, dst, termasuk penjahat yang disalibkan di sisi-Nya- dan juga doa-doa yang diucapkan dalam keheningan, seperti doa para sahabat yang mengusung rekan mereka yang lumpuh, doa perempuan yang sakit perdarahan, ataupun doa dan air mata perempuan yang berdosa. Yesus juga mengabulkan doa yang diserukan dalam keadaan yang genting, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Ini menunjukkan kepada kita bahwa kita dapat berdoa dengan kata-kata, dalam keheningan, atau dalam seruan penuh harap. Sebab yang terpenting adalah doa yang diajukan atas dasar iman. St. Agustinus merangkum 3 dimensi tentang doa Yesus: “Yesus berdoa bagi kita sebagai imam/ pengantara kita, Yesus berdoa di dalam kita sebagai Kepala kita, Yesus tujuan doa kita sebab Dia-lah Tuhan kita.”[24]

Doa Bunda Maria

Doa Bunda Maria dinyatakan kepada kita tepat sebelum kegenapan waktu Allah mengutus Putera-Nya ke dunia. Sebelum penjelmaan Kristus Sang Putera Allah dan sebelum pencurahan Roh Kudus, Maria berdoa. Dengan demikian Maria bekerjasama dengan cara yang istimewa dalam rencana Allah Bapa: pada saat menerima Kabar Gembira, bagi penjelmaan Kristus; dan pada saat Pentakosta, bagi kelahiran Gereja, yaitu Tubuh Kristus. Doa Bunda Maria adalah contoh doa atas dasar iman, dan rahmat Allah menemukan tempat berlabuh yang telah dinantikan-Nya sejak awal mula dunia. Maria yang telah dipenuhi Allah dengan rahmat-Nya, menanggapi rahmat itu dengan mempersembahkan seluruh dirinya, “Aku ini hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut perkataanmu” (Luk 1:38). Inilah doa Kristiani: yaitu menjadi milik Tuhan sepenuhnya, sebab Ia sepenuhnya milik kita.[25]

Injil menyatakan bagaimana Bunda Maria berdoa dan berdoa syafaat. Ia memohon kepada Yesus untuk kepentingan perayaan perkawinan di Kana, dan ini menjadi tanda akan perayaan yang lain: yaitu perkawinan Anak Domba, di mana Yesus memberikan Tubuh dan Darah- Nya atas permohonan mempelai-Nya, yaitu Gereja. Di kaki salib Yesus, Bunda Maria berdiri, dan oleh Yesus disebut sebagai ‘ibu/ the Woman’ (Yoh 19:26-27), yang mengingatkan kita akan janji Allah di awal kejatuhan manusia, bahwa Ia akan mengadakan permusuhan antara iblis dengan ‘perempuan itu/ the Woman’ dan keturunannya (lih. Kej 3:15). Maka, di kaki salib itu, Bunda Maria nyata sebagai ‘Hawa yang baru’, yang menyertai Yesus Sang ‘Adam yang baru’ dalam menebus umat manusia. Dengan demikian, Bunda Maria memang tidak saja adalah Bunda Allah, tetapi juga Bunda Gereja, sebagaimana nampak dalam madah pujian Magnificat. Kidung itu mewakilkan suara Puteri Sion, sisa Israel, yang menaruh harap kepada penggenapan janji kepada Abraham dan kepada keturunan-nya sampai selama-lamanya.[26]

Dalam Era Gereja

Roh Kudus yang dicurahkan di saat Pentakosta adalah Roh yang mengajar Gereja dan mengingatkannya akan segala yang telah dikatakan oleh Yesus (lih. Yoh 14:26) dan juga adalah Roh yang membentuk Gereja dalam kehidupan doa. Saat itu jemaat berkumpul untuk “mendengarkan pengajaran para Rasul, persekutuan, memecah-mecahkan roti dan berdoa” (Kis 2:24), maka keempat hal ini menjadi ciri-ciri doa Gereja. Pertama-tama, ini adalah doa-doa yang didengar jemaat ataupun dibaca dari Kitab Suci, tetapi juga yang menjadi doa mereka, secara khusus doa-doa dari kitab Mazmur, yang mencapai penggenapannya di dalam Kristus. Roh Kuduslah yang menghidupkan kenangan akan Kristus dalam Gereja-Nya melalui doa. Roh Kudus ini membimbing Gereja menuju kepenuhan kebenaran dan mendorong terbentuknya ungkapan- ungkapan doa yang menyatakan misteri Kristus yang tak terpahami, yang terus bekerja dalam kehidupan Gereja, terutama melalui sakramen- sakramen.[27] Roh Kudus ini mendorong Gereja untuk berdoa dalam bentuk: doa berkat dan adorasi, permohonan, syafaat, syukur dan pujian.[28]

Berkat dan Adorasi

Berkat menyatakan gerakan dasar doa Kristiani: yaitu perjumpaan antara Tuhan dan manusia. Dalam berkat ini, Allah memberi dan kita manusia menerima. Doa berkat adalah tanggapan kita kepada pemberian Tuhan. Karena Tuhan memberkati maka hati kita juga memberkati Dia yang adalah Sang Sumber segala berkat. Dalam doa berkat, doa kita naik dalam Roh Kudus melalui Kristus kepada Allah Bapa; kita memberkati Dia yang memberkati kita. Pada saat yang sama, kita juga memohon karunia Roh Kudus yang turun melalui Kristus dari Allah Bapa. Sedangkan doa adorasi, adalah sikap pertama yang menunjukkan pengenalan kita sebagai ciptaan di hadapan Tuhan Pencipta kita. Adorasi adalah penghormatan kita kepada Sang Raja Kemuliaan (Mzm 24:9-10), keheningan di hadirat Allah yang Mahabesar. Dalam penghormatan dan kerendahan hati ini, kita memperoleh jaminan bagi permohonan-permohonan kita.[29]

Doa Permohonan

Doa permohonan merupakan bentuk doa yang paling spontan, sebab dengan memohon kepada Tuhan kita sadar akan ketergantungan kita kepada-Nya. Kita menyadari bahwa kita ini ciptaan Tuhan Sang Pencipta, dan daripada-Nyalah awal dan akhir hidup kita. Kita menyadari bahwa kita ini orang berdosa, dan dengan memohon kepada Tuhan, artinya kita sudah mulai kembali kepada-Nya. Dalam Kristus kita memiliki pengharapan bahwa kita menantikan saat kebangkitan tubuh kita, dan dalam pengharapan ini, kita diselamatkan. Roh Kudus akan membantu kita dalam kelemahan kita, sebab kita tidak tahu bagaimana kita harus berdoa. Tetapi Roh Kudus itu akan mendoakan kita dengan keluhan yang tak terkatakan (Rm 8:26).[30]

Maka langkah pertama dalam doa permohonan adalah memohon ampun, seperti yang dilakukan oleh sang pemungut cukai, “Tuhan, kasihanilah aku, orang berdosa!” (Luk 18:13). Ini adalah prasyarat doa yang benar dan murni. Kerendahan hati penuh kepasrahan akan membawa kita kembali kepada persekutuan dengan Allah dan sesama, sehingga dengan demikian kita dapat memperoleh dari Allah, apapun yang kita minta. Maka permohonan ampun adalah prasyarat bagi doa-doa dalam liturgi Ekaristi maupun dalam doa pribadi kita. Selanjutnya doa permohonan umat Kristen berpusat pada keinginan untuk mencari [dan menemukan] datangnya Kerajaan Allah. Maka urutan doa permohonan adalah: 1) memohon kedatangan Kerajaan Allah, baru kemudian 2) memohon apa yang kita perlukan untuk dapat menerimanya, dan 3) memohon agar kita dapat bekerjasama untuk mendatangkan Kerajaan Allah itu. Maka doa permohonan Kristiani pada hakekatnya adalah permohonan agar kita dapat ikut mengambil bagian dalam misi Kristus dan Roh Kudus yang kini bekerja dalam Gereja. Ketika kita sudah mengambil bagian dalam kasih Allah yang menyelamatkan ini, kita dapat memahami bahwa setiap kebutuhan kita dapat menjadi ujud permohonan kita, sebab kita tahu apapun yang kita minta, sesungguhnya dapat ditujukan untuk meluaskan Kerajaan Allah di tengah kita, dan dengan demikian nama Tuhan dapat dimuliakan. Dengan keyakinan inilah, maka Rasul Yakobus dan Paulus mendorong kita untuk berdoa senantiasa, di setiap kesempatan (lih. Yak 1:5-8; Ef 5:20; Flp 4:6-7; Kol 3:16-17; 1Tes 5:17-18).[31]

Doa Syafaat

Doa syafaat adalah permohonan yang mengarahkan kita berdoa seperti Yesus berdoa. Yesus adalah satu-satunya Pengantara yang menghubungkan semua umat manusia -terutama orang-orang berdosa- dengan Allah Bapa (lih. 1Tim 2:5). Roh Kristus, yaitu Roh Kudus, juga berdoa syafaat untuk kita, yaitu untuk semua orang kudus-Nya menurut kehendak Allah (lih. Rm 8:26-27). Doa syafaat ini telah dilakukan oleh bapa orang beriman, yaitu Bapa Abraham, yang menandai hati yang terarah kepada belas kasih Tuhan. Di masa Gereja, doa syafaat kita merupakan partisipasi kita dalam doa syafaat Kristus, dan menjadi suatu bukti nyata adanya persekutuan para kudus. Dalam doa syafaat kita tidak hanya berdoa untuk kepentingan diri sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga, termasuk orang-orang yang menyakiti hati kita. Gereja perdana hidup dalam bentuk persekutuan ini. Rasul Paulus mengajarkan kepada kita bahwa doa-doa syafaat kita umat Kristen itu tidak terbatas pada kalangan sendiri, tetapi juga kepada semua umat manusia, kepada para pemimpin negara, kepada para penganiaya Gereja, termasuk kepada mereka yang menolak Injil.[32]

Doa Syukur

Ucapan syukur menjadi ciri doa Gereja, yang dinyatakan secara sempurna dalam perayaan Ekaristi. Sebab dalam Ekaristi-lah, karya keselamatan Kristus dihadirkan kembali: Kristus yang telah membebaskan kita dari dosa dan kematian, dan menguduskan kita dan mengembalikan kita kepada Allah Bapa, demi kemuliaan nama-Nya. Maka kita sebagai anggota-anggota Tubuh Kristus, mengucap syukur kepada Allah Bapa dalam kesatuan dengan Kristus, Kepala kita. Seperti halnya doa permohonan, setiap kejadian dan kebutuhan dapat menjadi persembahan ucapan syukur. Rasul Paulus berkata, “Ucapkanlah syukur senantiasa, sebab inilah yang dikehendaki Allah bagi kamu di dalam Kristus Yesus… Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur (1Tes 5:18; Kol 4:2).”[33]

Doa Pujian

Doa pujian adalah bentu doa yang secara langsung merupakan pengakuan kita bahwa Allah adalah Allah. Artinya, kita meninggikan Allah, memuliakan-Nya, bukan pertama-tama demi apa yang dilakukan-Nya, tetapi demi diri-Nya sendiri. Dengan doa pujian, kita tidak meminta apapun dari-Nya, tetapi kita mengenali segala kebaikan-Nya. Dengan doa pujian, kita mengambil bagian dalam kebahagiaan yang dimiliki orang-orang yang suci hatinya, yang mengasihi Allah dalam iman, sebelum kita memandang Dia dalam kemuliaan-Nya yang sesungguhnya. Dengan doa pujian, roh kita disatukan dengan Roh Kudus yang menyatakan bahwa kita adalah anak-anak angkat Allah di dalam Kristus. Dalam Kisah Para Rasul, doa pujian ini sering dihubungkan dengan mukjizat Kristus dan karya Roh Kudus. Doa pujian ini juga menjadi doa yang hidup bagi Gereja awal, saat mereka mendaraskan kitab Mazmur dengan cara yang baru, karena mereka menemukan misteri Kristus di dalamnya. Mereka menyusun pujian kepada Tuhan atas segala karya keselamatan-Nya yang digenapi di dalam Kristus Putera-Nya: yaitu melalui Inkarnasi Kristus, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke Surga.[34]

Kitab Wahyu menuliskan bahwa doa pujian kepada Allah, itulah yang dimadahkan oleh para kudus di Surga, yaitu para martir, nabi dan orang kudus, mereka yang telah keluar dari penganiayaan, dan yang mendahului kita masuk dalam Kerajaan Allah. Dalam persekutuan dengan mereka-lah, Gereja di dunia juga menaikkan pujian kepada Allah, di tengah-tengah segala pencobaan. Melalui permohonan dan doa syafaat, umat beriman menaikkan syukur kepada Allah, Sang Sumber segala rahmat. Di dalam perayaan Ekaristi, seluruh Tubuh Kristus mempersembahkan ‘kurban pujian’ yang murni ini.[35]

Semua bentuk doa ini -berkat dan adorasi, permohonan, syafaat, syukur dan pujian- semuanya diwujudkan dalam perayaan Ekaristi. Dalam Ekaristi,  kita menerima berkat tak terhingga, yaitu Kristus sendiri. Kita memberikan penghormatan kepada-Nya yang hadir secara khusus dalam rupa roti dan anggur. Kita berdoa memohon ampun dan ujud bagi keperluan kita masing-masing Kita mendoakan doa yang diajarkan oleh Kristus kepada kita: doa Bapa Kami. Kita mendoakan sesama dan mendoakan Gereja. Kita mengucap syukur, khususnya dalam Doa Syukur Agung dan memuji Tuhan ,khususnya dalam Gloria, Mazmur dan lagu-lagu pujian liturgis. Tak mengherankan, jika Ekaristi disebut sebagai puncak ibadah kita sebagai sumber dan puncak kehidupan kita sebagai umat Kristiani.[36]

Tradisi Doa

Doa tidak bisa dibatasi hanya sebagai pencurahan dorongan hati yang terjadi secara spontan. Agar kita dapat berdoa, kita harus mempunyai keinginan untuk berdoa. Tidak cukup kita mengetahui apa yang diajarkan dalam Kitab Suci tentang doa, tetapi kita harus juga belajar untuk berdoa. Melalui Tradisi Gereja dalam Gereja, Roh Kudus mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus berdoa. Tradisi doa Kristiani adalah salah satu cara di mana tradisi iman terbentuk dan berkembang, khususnya melalui permenungan dan pembelajaran orang-orang beriman yang meresapkan di dalam hati mereka, segala kejadian dan perkataan rencana keselamatan Allah. Melalui pemahaman mereka yang mendalam tentang kenyataan rohani yang mereka alami, kita dibawa masuk lebih dalam ke dalam misteri doa.[37]

Mata Air Doa

Roh Kudus adalah air hidup yang memancar sampai ke hidup yang kekal, dalam hati orang yang berdoa. Roh Kudus mengajarkan kepada kita bahwa Kristuslah Sumber air hidup ini. Dalam kehidupan Kristiani terdapat berbagai mata air di mana Kristus menantikan kita, untuk memuaskan dahaga kita dengan Roh Kudus.[38] Mata air doa itu adalah: 1) Sabda Allah, 2) liturgi Gereja, 3) kebajikan iman, harap dan kasih; 4) dalam kejadian-kejadian setiap hari.[39]

Sabda Allah

Gereja secara khusus mendorong semua umatnya untuk sering membaca Kitab Suci agar sampai pada pengenalan akan Yesus Kristus, yang mengatasi segala pengetahuan. Gereja mengingatkan kita agar doa selalu menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terjadi dialog antara Allah dan kita manusia. Sebab kita berbicara kepada Tuhan ketika berdoa, sedangkan kita mendengarkan Dia, saat membaca Sabda-Nya. Para penulis rohani, berdasarkan Mat 7:7 mengatakan, beginilah sikap hati yang menimba kekuatan dari sabda Allah dalam doa: “Carilah, dengan membaca, maka kamu akan menemukannya dengan meditasi; ketuklah dalam doa batin, maka itu akan dibukakan bagimu dengan kontemplasi.”[40]

Beberapa cara untuk berdoa dengan Sabda Allah, adalah dengan membaca dan merenungkan bacaan  liturgis (bacaan Misa Kudus), lectio divina, dan mendaraskan Mazmur.

Liturgi Gereja

Dalam liturgi Gereja, misi Kristus dan Roh Kudus menyatakan, menghadirkan dan menyampaikan misteri keselamatan yang terus berlangsung dalam hati orang yang berdoa. Hati yang berdoa ini, seumpama sebuah altar. Maka setiap doa orang beriman, meskipun diucapkan di tempat tersembunyi, adalah doa Gereja: sebuah persekutuan dengan Allah Tritunggal Mahakudus.[41]

Selain liturgi Ekaristi, Gereja  melalui Konsili Vatikan II menganjurkan kita  untuk mengambil bagian dalam doa  Liturgi Harian (The Liturgy of the Hour) yang merupakan doa Gereja. Doa yang dianjurkan adalah doa pagi (Lauds) dan doa sore (Vespers), terutama bagi mereka yang terpanggil untuk turut berkarya dalam karya kerasulan.[42] Doa ini juga dikenal dengan  sebutan doa brevier. Dalam bahasa Inggris, teks The Liturgy of the Hour dapat diperoleh di link www.universalis.com.

Kebajikan Teologis

Kita masuk dalam doa seperti halnya masuk dalam liturgi, melalui pintu yang sempit, yaitu iman. Kita mencari dan mendambakan wajah Tuhan, kita rindu mendengarkan Sabda-Nya. Namun dalam doa, bukan hanya kita yang berusaha, tetapi Roh Kudus juga membimbing kita, dan mengajarkan kepada kita untuk berdoa dalam pengharapan. Baik doa Gereja maupun doa pribadi, menumbuhkan pengharapan dalam hati kita. Dan pengharapan kita ini tidak akan mengecewakan kita, sebab kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah diberikan kepada kita (Rm 5:5), yaitu saat kita dibaptis. Doa yang dibentuk dari kehidupan liturgis, menarik kita ke dalam kasih, di mana kita dikasihi Kristus, dan dimampukan untuk membalas kasih-Nya. Maka kasih adalah mata air doa, dan kalau kita menimba daripadanya, kita akan mencapai puncak doa. Berikut ini adalah doa St. Yohanes Vianney:

“Aku mengasihiMu, O Tuhanku, dan keinginanku satu-satunya adalah agar aku mengasihiMu sampai nafasku yang terakhir dalam hidupku. Aku mengasihi-Mu, O Tuhanku yang terkasih, dan aku lebih baik mati dalam keadaan mengasihi Engkau, daripada hidup tanpa mengasihi Engkau. Aku mengasihi Engkau, Tuhan dan rahmat satu-satunya yang kumohon adalah agar aku mengasihi-Mu dalam kekekalan. Allahku, kalau lidahku tidak dapat berkata-kata setiap saat, bahwa aku mengasihi Engkau, Aku mau supaya hatiku mengulanginya kepada-Mu di setiap tarikan nafasku.”[43]

“Saat ini”

Di samping kita diajar untuk berdoa di waktu-waktu tertentu dengan mendengarkan Sabda Tuhan, ataupun mengambil bagian dalam liturgi suci, kita diundang untuk berdoa dalam kejadian-kejadian setiap hari, setiap saat. Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa ‘waktu’ memang ada di tangan Tuhan, namun waktu ‘saat ini’ ataupun ‘hari ini’ adalah waktu di mana kita bisa bertemu dengan Tuhan. Maka doa-doa dalam setiap kejadian dan di setiap saat kehidupan, adalah rahasia Kerajaan Allah yang dinyatakan kepada ‘anak-anak kecil’, kepada para pelayan Kristus, dan pada orang yang miskin hatinya.[44]

Dengan doa-doa singkat yang diucapkan di dalam hati kepada Tuhan, kita dapat mengarahkan hati kita kepada-Nya, menumbuhkan kasih kita kepada-Nya, dan berdoa senantiasa (1 Tes 5:17), sebagaimana yang diajarkan dalam Kitab Suci.

Jalan Doa

Doa kepada Allah Bapa

Doa Kristiani, baik doa kelompok maupun doa pribadi, adalah doa yang dinaikkan dalam nama Yesus. Yesuslah yang adalah Jalan yang melaluinya kita berdoa kepada Allah Bapa.[45] Demikianlah, Yesus mengajarkan kepada kita untuk menujukan doa kita kepada Allah Bapa, dalam doa Bapa Kami.

Doa kepada Yesus

Namun meskipun doa Gereja umumnya ditujukan kepada Allah Bapa, namun atas dasar Sabda Allah dan perayaan liturgi, Gereja juga mengajarkan kita untuk berdoa kepada Tuhan Yesus. Beberapa pasal dalam Mazmur yang digunakan oleh Gereja, dan beberapa ayat dalam Perjanjian Baru mengajarkan kita berdoa kepada Kristus, dengan memohon kepada-Nya, Sang ‘Putera Allah, Sabda Allah, Tuhan, Penyelamat, Anak Domba Allah, Gembala yang baik, dst…’ Yesus sendiri berarti: ‘YHWH [Allah] menyelamatkan’. Maka dalam nama Yesus terangkumlah semua: Allah dan manusia dan seluruh rencana penciptaan dan penyelamatan. Berdoa “Yesus” adalah untuk memohon kepada-Nya dan memanggil Dia yang ada di dalam kita. Jika kita memanggil nama Yesus, kita menyambut Dia, Sang Putera Allah yang mengasihi kita dan menyerahkan nyawa-Nya untuk kita (lih. Gal 2:20). Rumusan doa kepada Yesus yang paling umum dikenal dalam tradisi Gereja Barat maupun Timur adalah, “Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah, kasihanilah kami, orang berdosa.” Doa “Yesus”- menyerukan nama Yesus- adalah cara doa yang paling mudah dan sederhana untuk membuat kita dapat senantiasa berdoa. Kalau doa Yesus tersebut diucapkan dengan kerendahan hati dan penuh perhatian, maka itu bukan pengulangan yang sia-sia, namun akan memberikan buahnya dengan kesabaran. Jika kita terus mendoakannya, maka hati kita dapat terus tertuju kepada Allah, dan ini dapat menguduskan setiap tindakan yang kita lakukan di dalam Kristus. Untuk menumbuhkan kasih kepada Yesuslah, Gereja mengajarkan devosi Hati Kudus Yesus dan Jalan Salib.[46]

Doa kepada Roh Kudus: Datanglah Roh Kudus

Setiap kita mulai berdoa kepada Yesus, Roh Kudus itulah yang mendorong kita dengan rahmat-Nya. Sebab hanya oleh Roh Kudus-lah, kita dapat mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan (lih. 1Kor 12:3). Karena itu, Gereja pun mengundang kita untuk memohon kepada Roh Kudus setiap hari, terutama pada saat awal dan akhir setiap tindakan yang penting. Bentuk tradisional permohonan kepada Roh Kudus adalah: 1) kita meminta kepada Allah Bapa melalui Kristus, untuk mencurahkan kepada kita Roh Kudus, atau 2) doa sederhana: “Datanglah, Roh Kudus”, seperti: “Datanglah ya Roh Kudus, penuhilah hati umat-Mu dan nyalakanlah di dalamnya api cinta kasih-Mu.” Roh Kudus, yang telah mengurapi keseluruhan diri kita, adalah Sang Guru Doa Kristiani. Jadi meskipun setiap orang berdoa dengan caranya masing-masing, namun Roh Kudus adalah Roh yang satu dan sama yang berkarya di dalam setiap orang dan dengan setiap orang.[47]

Contoh Doa Roh Kudus yang telah menjadi tradisi Gereja:

“Datanglah Roh Kudus, penuhilah hati umat-Mu, dan nyalakanlah di dalamnya Api Cinta-Mu.
Utuslah Roh-Mu, dan aku akan dijadikan ciptaan yang baru, dan Engkau  akan membaharui  muka bumi.”

Doa dalam persekutuan dengan Bunda Allah

Dalam doa, Roh Kudus mempersatukan kita dengan Pribadi Kristus dalam kemanusiaan-Nya yang mulia, yang melaluinya dan di dalamnya kita disatukan juga dengan Bunda-Nya. Sebab dengan teladan imannya sejak menerima Kabar Gembira sampai di kaki salib Kristus, saat Kristus memberikannya kepada para murid-Nya, Bunda Maria menjadi ibu bagi semua murid Kristus yang masih berziarah di dunia ini. Yesus memang adalah satu-satunya Pengantara bagi doa kita, namun Bunda Maria bukanlah penghalang, melainkan ia turut bekerja sama dalam pengantaraan Kristus itu, kepada Allah Bapa. Bunda Maria menunjukkan jalan kepada Yesus, dan sekaligus juga tanda kepada Yesus. Sejak kerjasamanya yang istimewa dengan karya Roh Kudus, Gereja menyusun doa kepada Bunda Allah yang kudus, dengan pusatnya kepada Kristus yang nyata dalam misteri peristiwa kehidupan-Nya. Ada dua gerakan doa tentang hal ini: 1) memuliakan Allah atas perbuatan-Nya kepada Maria, hamba-Nya yang rendah; 2) permohonan dan pujian Gereja kepada Bunda Yesus.[48]

Kedua gerakan ini terlihat nyata dalam doa Salam Maria :[49]
Salam Maria: adalah salam Allah kepada Bunda Maria, yang diucapkan oleh utusan-Nya, yaitu malaikat Gabriel. Doa kita mengambil perkataan ini, dengan perhatian yang Allah miliki kepada hamba-Nya yang rendah ini, dan turut bersuka bersama Allah yang menemukan suka cita di dalam Maria.

Penuh rahmat:  Maria penuh rahmat, sebab Tuhan bersamanya. Rahmat yang memenuhinya adalah kehadiran Allah yang adalah sumber segala rahmat. Maria menjadi tabut perjanjian-Nya, tempat kediaman Allah di tengah umat-Nya.

Terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus:  Kita menjadikan salam yang diucapkan Elisabet, sebagai salam kita kepada Maria. Elisabet adalah yang pertama dari segala keturunan, yang menyebutnya, ‘berbahagia’. Maria terpuji di antara wanita, sebab ia percaya akan penggenapan sabda Tuhan. Dengan imannya ini Maria menjadi serupa dengan Abraham: Karena imannya, Abraham menjadi berkat bagi semua bangsa di bumi; karena imannya, Maria menjadi ibu dari semua orang percaya, melaluinya semua bangsa di bumi menerima Dia yang adalah berkat Tuhan sendiri: Yesus, “buah tubuhmu.”

Santa Maria, Bunda Allah: Bersama Elisabet kitapun terkagum, ‘Siapakah aku ini, sampai ibu Tuhanku mengunjungi aku?’ Sebab ia telah memberikan Yesus kepada kita, maka Maria adalah Bunda Allah dan Bunda kita. Dan sebagai ibu kita, Bunda Maria akan mendoakan kita, sebagaimana ia sendiri berdoa, “Terjadilah padaku menurut perkataanmu”. Dengan berdoa demikian, kita menyerahkan diri kita kepada Allah, untuk berbuat yang sama, “Terjadilah kehendak-Mu, ya Tuhan.”

Doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati: Dengan memohon dukungan doa Bunda Maria, kita mengakui dengan rendah hati bahwa kita ini orang berdosa. Kita memohon dukungan doanya di saat ini maupun sampai saat yang paling menjadi misteri bagi kita, yaitu saat kematian kita. Kita mohon Bunda Maria menyertai kita di saat akhir hidup kita, seperti ketika ia menyertai Yesus di kaki salib-Nya. Dan kita berdoa semoga Bunda Maria, sebagai ibu kita, menerima dan menghantar kita kepada Yesus, Puteranya.

Bunda Maria adalah gambaran Gereja. Ketika kita berdoa kepadanya, maksudnya adalah kita mengikuti dia dalam rencana keselamatan Allah. Kita memohon agar ia mendoakan kita. Seperti Rasul Yohanes menerima Maria di dalam rumahnya, demikian pula kita menerima Bunda Maria ke dalam rumah hati kita di dalam doa. Dengan demikian, kita dapat berdoa kepadanya maupun bersama dia. Gereja kerap berdoa dalam persekutuan dengan Bunda Maria, oleh karena kerjasama Bunda Maria yang unik dan satu-satunya dengan Roh Kudus. Gereja mensyukuri apa yang telah dilakukan Allah kepada Maria, dan memohon dukungan doa syafaatnya.[50]

Berikut ini adalah contoh doa persembahan dan permohonan di pagi hari, yang telah lama menjadi tradisi doa pagi dalam Gereja Katolik. Doa ini ditujukan kepada Tuhan Yesus, dalam persekutuan dengan Bunda Maria, untuk ujud permohonan bagi diri sendiri dan Gereja, khususnya ujud/intensi doa Bapa Paus:[51]

O Tuhan Yesus,
melalui hati Bunda Maria yang tak bernoda,
Aku mempersembahkan kepada-Mu,
doa-doaku, segala perbuatanku, suka cita dan penderitaanku pada hari ini
untuk  semua intensi Hati Kudus-Mu,
dengan persatuan dengan semua Kurban Misa yang dipersembahkan di seluruh dunia,
sebagai rasa syukur dan terimakasihku atas berkat-berkat-Mu, sebagai silih atas dosa-dosaku,
untuk permohonanku bagi kesejahteraan hidupku di dunia maupun di kehidupan kekal,
untuk intensi doa-doa kerabat dan sahabat-sahabatku,
untuk intensi doa Bapa Paus, terutama intensinya bulan ini
untuk pertobatan orang-orang yang berdosa,
untuk persatuan kembali umat Kristiani dan
untuk pembebasan bagi jiwa-jiwa yang ada di dalam Api Penyucian agar menuju kebahagiaan kekal di Surga.

[dapat ditambahkan sebagai berikut]

Aku mempunyai intensi agar dapat memperoleh indulgensi yang berkaitan dengan semua doa-doa yang kuucapkan pada hari ini, dan atas semua perbuatan baik yang akan kulakukan hari ini. Aku akan memberikan indulgensi ini bagi jiwa-jiwa yang ada di dalam Api Penyucian,  khususnya …… (sebutkan namanya)

Bapa Kami…… Salam Maria …… Kemuliaan …….

Panduan kita untuk berdoa

Para Orang Kudus

Gereja mengajarkan kepada kita bahwa para saksi yang telah sampai di Surga (lih. Ibr 12:1), terutama mereka yang telah diakui Gereja sebagai Santo/santa adalah panduan bagi kita untuk berdoa, dengan: 1) teladan hidup mereka; 2) tulisan-tulisan mereka; 3) doa- doa syafaat mereka saat ini. Sebab mereka telah memandang Allah, dan tetap mengasihi orang-orang yang mereka tinggalkan di dunia. Maka Allahpun mempercayakan kepada mereka ‘tanggung jawab dalam perkara yang besar’ (Mat 25:21), yaitu dengan berdoa syafaat bagi kita dan seluruh dunia. Doa syafaat mereka merupakan pelayanan bagi rencana keselamatan Tuhan. Dalam persekutuan orang kudus ini terdapat bermacam spiritualitas yang berkembang dalam sejarah Gereja. Bermacam spiritualitas ini mengambil bagian dalam tradisi yang hidup tentang doa, dan dapat menjadi panduan yang penting bagi umat.[52]

Para pelayan doa

Para pelayan doa, yang membantu kita mengenal dan bertumbuh dalam doa, adalah:[53]

Keluarga Kristiani, sebagai Gereja rumah tangga, adalah tempat pertama pendidikan doa. Dalam keluarga-lah, anak-anak  belajar berdoa ‘sebagai Gereja’ dan bertekun dalam doa. Bagi anak-anak, terutama yang masih kecil, doa keluarga setiap hari merupakan  akan menjadi kenangan yang hidup akan Gereja.

Para pelayan tertahbis juga bertanggungjawab dalam pembentukan hidup doa bagi umat. Para pelayan ini ditahbiskan untuk membimbing umat kepada mata air doa, yaitu Sabda Tuhan, liturgi, kebajikan teologis- yaitu iman, harapan dan kasih, dan perjumpaan dengan Tuhan dalam kejadian-kejadian setiap hari.

Banyak kaum religius yang mengkhususkan hidup mereka untuk berdoa, seperti para pertapa, biarawan/ biarawati. Hidup bakti mereka tak dapat bertahan jika tanpa didukung oleh doa; dan kehidupan doa mereka merupakan salah satu sumber kontemplasi dan kehidupan rohani Gereja.

Katekese anak-anak, kaum muda maupun dewasa bermaksud mengajar mereka untuk merenungkan Sabda Tuhan dalam doa pribadi mereka, mempraktekkannya dalam doa-doa liturgis, dan meresapkannya di setiap saat agar menghasilkan buah dalam kehidupan baru mereka. Katekese juga merupakan kesempatan untuk discernment dan pendidikan kesalehan umat. Baik jika di saat ini dianjurkan agar mereka menghafal doa-doa dasar, sebagai pendukung penting kehidupan doa, tetapi yang lebih penting lagi adalah untuk membantu mereka memahami dan meresapkan maknanya.

Kelompok-kelompok doa adalah sekolah doa, yang dewasa ini mendorong pembaruan hidup doa dalam Gereja, asalkan mereka minum dari mata air doa Kristiani yang sejati.

Pembimbing rohani (spiritual director) yang dibimbing oleh Roh Kudus, juga adalah para pelayan bagi tradisi doa yang hidup dalam Gereja. St. Yohanes dari Salib mengajarkan pentingnya pembimbing rohani bagi mereka yang ingin bertumbuh secara rohani. Selain harus terpelajar dan bijaksana, pembimbing rohani haruslah seorang yang berpengalaman….Jika ia sendiri tidak mempunyai pengalaman dalam hal kehidupan rohani, ia tidak akan dapat membimbing jiwa-jiwa yang dipanggil Tuhan untuk masuk ke dalamnya, dan ia bahkan tidak akan memahami mereka.

Tempat untuk berdoa

Gereja adalah tempat umum untuk doa-doa liturgis dalam komunitas paroki. Juga di gedung gereja ataupun kapel adorasi sakramen Maha kudus, adalah tempat yang baik untuk berdoa. Untuk doa pribadi, baik jika dibuat semacam ‘pojok doa’, di mana diletakkan Kitab Suci, dan gambar/ ikon religius yang dapat membantu kita mengarahkan hati kepada Tuhan. Bagi keluarga, tempat ini akan mendukung doa bersama sebagai keluarga. Di daerah-daerah di mana ada biara-biara, maka komunitas biara dapat mengundang partisipasi umat untuk turut berdoa Liturgi Harian untuk mendukung doa pribadi yang lebih mendalam. Tempat-tempat ziarah juga dapat menjadi tempat untuk memperbarui hidup doa.

Hidup Doa

Doa adalah kehidupan hati yang baru: menghidupkan kita setiap saat, mengingatkan kita akan kehadiran Tuhan.  St. Gregorius Nazianza mengajarkan, “Kita harus mengingat Allah lebih sering daripada kita menarik nafas”. Tapi kita tidak mungkin dapat berdoa setiap saat, jika kita tidak mengkhususkan suatu waktu tertentu untuk berdoa, dan dengan sadar menginginkannya. Inilah yang disebut sebagai waktu doa Kristiani, baik dalam intensitas maupun lamanya waktu doa. Tradisi Gereja mengajarkan adanya ritme doa: seperti doa pagi dan sore, doa sebelum dan setelah makan, doa Liturgi Harian, doa pada hari Minggu, yang berpusat pada Ekaristi, juga hari-hari tertentu maupun perayaan-perayaan dalam tahun liturgi.[54]

Untuk menumbuhkan dan meningkatkan kasih kita kepada Tuhan, kita dapat memilih salah satu atau dua devosi, misalnya devosi kepada sakramen Mahakudus, Hati Kudus Yesus, Bunda Maria, Kerahiman Ilahi, dst. Maksudnya adalah agar melakukan devosi, hati kita dapat terdorong untuk memiliki kesiapsiagaan untuk melaksanakan perintah dan kehendak Tuhan, serta melayani-Nya dengan suka cita.

Ekspresi Doa

Tuhan memang dapat membimbing setiap orang dalam cara yang berbeda untuk berdoa. Namun Tradisi Gereja menyebutkan ada tiga ekspresi doa, yaitu 1) doa vokal, 2) doa meditasi, 3) doa kontemplatif. Dalam ketiganya terdapat satu yang sama: hati yang tenang, dalam pengendalian diri. Berjaga dalam merenungkan Sabda Tuhan dan berdiam di hadirat Allah, menjadikan ketiga ekspresi doa menjadi waktu-waktu yang intense dalam kehidupan doa.[55]

Doa Vokal (Doa Lisan)

Doa vokal adalah doa dengan kata-kata. Penggunaan kata-kata juga dilakukan oleh Allah. Melalui Sabda-Nya, Tuhan berbicara kepada kita. Dengan perkataan, baik dalam hati maupun dengan suara, doa kita mengambil wujudnya. Yang penting adalah hati kita harus hadir di hadapan-Nya saat kita mengucapkan doa. St. Yohanes Krisostomus mengatakan, “Doa kita akan didengar atau tidak, tidak tergantung dari jumlah kata-katanya, tetapi kesungguhan jiwa kita”. Dalam hidup seorang Kristen, doa vokal merupakan elemen yang penting. Yesus mengajarkan doa vokal kepada para murid-Nya, yaitu doa Bapa Kami. Yesus tak hanya berdoa dengan suara lantang, saat mendoakan doa liturgis dalam sinagoga, tetapi juga dalam doa-doa pribadi-Nya, dari doa berkat yang penuh suka cita dari Bapa, sampai doa saat sengsara-Nya di taman Getsemani.[56]

Agar doa vokal itu dapat sungguh-sungguh kita hayati, kita perlu melibatkan indera kita juga. Perasaan kita perlu diwujudkan keluar dengan sikap tubuh yang sesuai, sebab kita ini terdiri dari tubuh dan jiwa. Maka kita perlu berdoa dengan keseluruhan diri kita supaya sebanyak mungkin memberikan kekuatan kepada permohonan kita. Sikap tubuh yang mengekspresikan sikap batin saat kita berdoa, juga sesuai dengan persyaratan ilahi. Sebab Allah mencari para pendoa dalam Roh dan Kebenaran, yang berdoa dari kedalaman jiwa, dan dengan sikap tubuh yang sesuai, untuk memberikan penghormatan yang sempurna yang layak bagi-Nya. Karena doa vokal ini adalah doa eksternal- terdengar keluar, maka seluruhnya manusiawi dan dapat dilakukan dengan mudah dalam kelompok. Doa vokal ini tetap diperlukan dalam doa batin. Doa ini dapat semakin meresap dalam diri kita, kalau kita semakin menyadari, kepada Siapa kita berdoa. Maka doa vokal ini menjadi doa awal bagi doa kontemplatif.[57]

Doa Meditasi

Meditasi pada dasarnya adalah sebuah pencarian. Dalam meditasi kita mencari untuk memahami mengapa dan bagaimana hidup Kristiani agar melekat dan menanggapi kehendak Tuhan. Untuk meditasi diperlukan perhatian yang terus menerus, dan ini sulit diperoleh. Maka kita umumnya dibantu oleh buku, seperti Kitab Suci, terutama Injil, teks liturgis, tulisan para Bapa Gereja, karya-karya tulis rohani, buku-buku tentang penciptaan ataupun sejarah, yang menyampaikan kepada kita kehadiran Tuhan “saat ini”. Merenungkan apa yang kita baca, akan membantu kita mencocokkannya dengan keadaan diri kita sendiri. Asalkan kita jujur kepada diri sendiri, rendah hati dan setia untuk terus melakukan permenungan ini, maka kita akan menemukan suatu gerakan-gerakan di dalam hati kita, dan kita akan dapat membedakannya, asalkan kita terus bertanya, “Tuhan, apakah yang Kau-kehendaki agar kulakukan?”[58]

Ada banyak cara meditasi, tetapi yang terpenting bukan caranya, sebab cara itu hanya panduan. Yang terpenting adalah kita berusaha untuk mendekat kepada Yesus Kristus, dengan pertolongan Roh Kudus. Maka cara apapun yang dipilih, harus kita kembalikan kepada pertanyaan: apakah cara tersebut mendekatkan saya kepada Yesus? Sebab ada banyak cara meditasi dewasa ini yang berfokus pada kekosongan murni, dan ini bukan ciri meditasi Kristiani. Meditasi memang berhubungan dengan pikiran, imajinasi, emosi dan keinginan yang kuat. Hal-hal ini diperlukan, agar kita semakin teguh beriman, senantiasa bertobat, dan semakin ingin memperkuat keinginan kita mengikuti jejak Kristus. Maka doa meditasi Kristiani berpusat pada misteri Kristus, seperti yang dilakukan dalam Lectio Divina dan Rosario. Renungan ini berguna, untuk membantu kita melangkah ke tahap berikutnya, yaitu pengenalan akan kasih Tuhan Yesus dan persatuan dengan Dia.[59]

Doa Kontemplatif (Doa Batin)

Menurut St. Teresa dari Avila doa kontemplatif adalah pergaulan yang erat antara kita dengan Yesus, bagaikan dua orang sahabat, artinya, sering mengkhususkan waktu untuk Dia [Tuhan Yesus], yang mengasihi kita. Doa kontemplatif mencari Yesus, Sang Kekasih jiwa kita. Pencarian adalah langkah awal dari cinta; dan kita mencari Yesus dalam iman yang menyebabkan kita dibaptis, yaitu lahir kembali di dalam Dia dan hidup di dalam Dia. Rasul Paulus mengajarkan kepada kita, bahwa dengan hidup di dalam Dia, kita membiarkan Dia hidup di dalam kita, “Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-nya untuk aku.” (Gal 2:20). Dengan keyakinan ini, kita menjadikan Kristus sebagai pusat hidup kita. Dan jika demikian, maka kita tidak mencari Kristus hanya pada waktu sisa, tetapi sungguh-sungguh menyediakan waktu untuk Dia. Kita tidak mudah menyerah, meskipun terjadi berbagai rintangan, entah kekeringan rohani, gangguan kesehatan, berbagai kesibukan dan pekerjaan, ataupun gejolak emosi dan perasaan yang tak menentu. Keinginan kita berdoa harus lebih kuat daripada semua itu, dan ini akan mendorong kita memilih waktu yang tepat untuk berdoa, dan berapa lamanya kita berdoa.[60]

Mendalami doa kontemplatif itu seperti mendalami liturgi Ekaristi: kita mengarahkan hati dan keseluruhan diri kita, dalam tuntunan Roh Kudus, tinggal dalam kediaman Allah, ‘membangkitkan’ iman kita, supaya kita masuk ke dalam hadirat Allah yang telah menantikan kita. Kita menanggalkan segala topeng kita, dan kita datang kepada Tuhan dengan menyerahkan diri kita sebagai persembahan kepada-Nya, agar Ia memurnikan dan memperbaharui kita. Maka doa kontemplatif adalah doa seorang anak Tuhan – ‘anak bungsu yang kembali kepada bapanya’, doa seorang pendosa yang diampuni, yang setuju menerima kasih Allah dan mau membalas kasih-Nya itu, dengan bantuan rahmat-Nya. Doa kontemplatif adalah penyerahan diri kepada kehendak Allah Bapa, dalam kesatuan yang semakin erat dengan Putera-Nya. Maka doa kontemplatif adalah pernyataan yang paling sederhana dari misteri doa. Doa kontemplatif adalah karunia, rahmat yang hanya dapat diperoleh dalam kerendahan hati dan kemiskinan. Dalam doa yang menyatukan kita dengan Allah Tritunggal ini, kita dibentuk untuk semakin menyerupai Allah.[61]

Doa kontemplatif juga adalah waktu yang ‘intens’/kuat bagi doa, di mana Bapa menguatkan batin kita dengan kekuatan Roh-Nya, sehingga Kristus dapat berdiam di dalam kita. Kontemplasi adalah pandangan penuh iman yang tertuju kepada Yesus. St. Yohanes Vianney merumuskannya dengan sederhana: “Aku memandang-Nya dan Ia memandangku”. Fokus kepada Yesus akan semakin menghilangkan fokus kepada diri sendiri. Pandangan-Nya akan memurnikan hati kita, terang wajah-Nya akan menerangi mata hati kita dan mengajarkan kepada kita untuk melihat segala sesuatu dalam terang kebenaran- Nya dan belas kasih-Nya kepada semua orang. Kontemplasi juga mengarahkan mata hati kita kepada misteri kehidupan Kristus, sehingga kita dapat terdorong untuk lebih lagi mengasihi-Nya dan mengikuti-Nya.[62]

Doa kontemplatif juga adalah mendengarkan Sabda Allah. Artinya, dengan penuh perhatian kita mendengarkan Dia, dengan ketaatan iman, dengan sikap seorang hamba, dengan komitmen untuk mengasihi seperti seorang anak mengasihi bapanya. Ini merupakan partisipasi kita dalam ketaatan Yesus kepada Bapa-Nya, dan ketaatan Bunda Maria, saat menerima Kabar Gembira. Maka, untuk mendengarkan Allah itu, doa kontemplatif adalah doa hening, hening dalam cinta, dan karena cinta. Dalam keheningan ini, Allah Bapa berbicara kepada kita tentang Putera-Nya yang mengambil rupa manusia, menderita, wafat, bangkit dan di dalam keheningan ini, Roh Kudus memampukan kita mengambil bagian dalam doa Yesus. Maka doa kontemplatif adalah persatuan dengan doa Kristus, dalam artian membuat kita mengambil bagian dalam misteri-Nya. Misteri Kristus ini dirayakan oleh Gereja dalam perayaan Ekaristi. Roh Kudus membuat misteri ini hidup dalam doa kontemplatif, agar memampukan kita mengasihi dalam perbuatan- perbuatan kita. Dengan demikian doa kontemplatif adalah persekutuan cinta, yang membawa kehidupan bagi banyak orang. Persekutuan cinta mendorong kita untuk tetap bertekun meskipun sedang mengalami malam iman/ night of faith, seperti halnya Yesus di Taman Getsemani.[63]

Pergumulan Doa

Doa melibatkan karunia rahmat Tuhan, tetapi juga tanggapan yang teguh dari pihak kita. Doa selalu membutuhkan usaha dari pihak kita yang berdoa. Doa itu pergumulan melawan diri sendiri dan segala godaan iblis yang melakukan apa saja agar kita tidak bisa berdoa, agar kita berpaling dari doa, sehingga kita menjauh dari persatuan dengan Tuhan. Kita berdoa selagi kita hidup, karena kita hidup selagi berdoa. Kalau kita tidak mau membiasakan diri bertindak menurut Roh Kristus, maka kita juga tidak dapat membiasakan diri berdoa di dalam nama-Nya. Pergumulan rohani dalam kehidupan baru seorang Kristiani itu tidak terpisahkan dari pergumulan doa.[64]

Halangan untuk berdoa

Dalam pergumulan doa, kita harus menghadapi pandangan-pandangan yang salah tentang doa. Sekelompok orang memandang doa hanya sebagai kegiatan psikologis, sekelompok yang lain, memandang doa sebagai usaha untuk mencapai kekosongan pikiran. Juga sejumlah orang memandang doa hanya sebagai kata-kata ritual dengan postur tubuh tertentu. Banyak orang Kristen menganggap doa sebagai sebuah pekerjaan yang tidak dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan lainnya, sehingga mereka mengatakan  bahwa mereka ‘tidak ada waktu’ untuk berdoa. Namun mereka lupa, bahwa doa juga datang dari Roh Kudus, sehingga tak tergantung dari diri kita semata. Halangan juga ditimbulkan oleh pola pikir modern, yang bisa mempengaruhi pikiran kita. Contohnya, sesuatu dianggap benar hanya jika bisa dibuktikan oleh akal budi dan sains; sedangkan doa mengalir dari kesadaran dan kehidupan bawah sadar kita, yang tak bisa diukur. Sejumlah orang lain hanya mengukur hidup dari produksi dan profit/ keuntungan, maka doa yang tidak produktif, dianggap tidak berguna. Atau sejumlah orang lain meninggikan sensualitas dan kenyamanan sebagai kriteria kebenaran, kebaikan dan keindahan; sedangkan doa, yang merupakan kesukaan pada keindahan yang sesungguhnya, meninggikan kemuliaan Tuhan, bukan pada sensualitas dan kenyamanan. Juga sejumlah orang lain melihat doa sebagai pelarian dari dunia; padahal sesungguhnya doa Kristiani bukanlah pelarian dari realitas kehidupan.[65]

Berjaga-jaga dengan kerendahan hati dalam doa

Berikut ini adalah kesulitan yang umum dalam doa, yang harus kita hadapi dengan kerendahan hati, kepercayaan dan ketekunan. Sebab kesulitan-kesulitan ini dapat meragukan kegunaan doa atau bahkan kemungkinan untuk berdoa:

Kesulitan umum dalam doa adalah pelanturan atau pikiran yang melayang. Pelanturan dapat mempengaruhi kata-kata dan artinya, tapi juga terutama berkaitan dengan Tuhan, kepada Siapa kita menujukan doa kita. Untuk mengatasi pelanturan, kita tidak perlu mengejarnya, tetapi kita kembali kepada hati kita. Pelanturan itu menyatakan kepada kita, kepada hal apa kita terikat, dan kesadaran yang rendah hati di hadapan Tuhan, harusnya membangunkan kita untuk memilih lebih mengasihi Tuhan dan mengarahkan kita untuk mempersembahkan hati kita kepada-Nya agar Ia memurnikannya. Di sinilah terletak pergumulannya, kita memilih kepada siapa kita mau tunduk melayani. Dengan kata lain, pergumulan melawan sikap posesif dan dominasi diri mensyaratkan sikap berjaga-jaga, dan pengendalian diri. Berjaga-jaga di sini maksudnya adalah berjaga seolah kedatangan Kristus yang kedua, akan terjadi hari ini, saat ini.[66]

Untuk mengatasi pelanturan, beberapa cara dapat ditempuh, misalnya, dengan  memandang  gambar/ patung  Tuhan Yesus, menyalakan kaset/CD rohani instrumental pada saat berdoa,  kembali berkonsentrasi dengan tarikan nafas kita dan menyadari bahwa Tuhan hadir di dalamnya,  kembali ke dalam hati kita dan membayangkan Tuhan Yesus memandang kita, dst. Selain itu menentukan saat yang tepat untuk berdoa adalah juga penting, agar kita tidak berdoa pada saat tubuh kita terlalu lelah, sehingga  sulit untuk berkonsentrasi untuk berdoa.

Kesulitan lain adalah perasaan kekeringan, maksudnya, ketika hati terpisah dari Allah, seperti tidak ada rasa untuk berpikir, mengenang, dan merasakan hal-hal rohani. Ini adalah saatnya kita melekat pada Yesus, saat Iapun mengalami hal serupa, yaitu di Taman Getsemani dan dalam kubur-Nya sebelum kebangkitan-Nya. Kita harus mengingat bahwa ini adalah saat di mana kita ditempa untuk mati terhadap diri sendiri, seperti halnya biji yang ditaburkan ke tanah harus mati sebelum berbuah banyak. Namun kekeringan ini juga bisa disebabkan karena kurangnya akar, karena jatuh di tanah yang berbatu. Jika demikian halnya, yang diperlukan adalah pertobatan.[67]

Dari sejumlah kesaksian para orang kudus (Santo/ Santa), kita mengetahui bahwa merekapun  mengalami masa-masa kering dalam kehidupan doa mereka, yang sering disebut sebagai ‘malam jiwa/ the dark night of the soul/ night of faith. Sekalipun mereka mengalaminya, mereka tidak berhenti berdoa, melainkan tetap setia dan taat.  Ini harus menjadi contoh bagi kita, jika kita engalami hal yang sama. Sebab dalam ketaatan itulah, kemudian kita melihat buah-buah dari doa dan pelayanan kita kepada Allah, suatu tanda bahwa Allah tidak meninggalkan kita. Pengalaman ‘malam jiwa’ itu merupakan kesempatan agar kita mengambil bagian dalam pengalaman Yesus di Getsemani, dan kita diundang untuk membuktikan kasih dan kepasrahan kepada Tuhan sebagaimana yang dikatakan Yesus kepada Bapa, “Bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Namun demikian, tidak semua perasaan kekeringan adalah ‘malam jiwa’. Sebab ada juga perasaan kekeringan yang disebabkan karena kesalahan sendiri, yaitu jika kita memang masih belum setia dalam menyediakan waktu untuk berdoa, ataupun belum dengan sungguh-sungguh berdoa. Jika ini yang terjadi, maka yang harus dilakukan adalah mengaku dosa dalam sakramen Tobat dan berjuang untuk kembali setia dalam kehidupan doa.

Di samping dua kesulitan di atas, ada dua jenis godaan yang paling umum bagi kita untuk berdoa:[68]

Godaan yang paling umum namun juga paling tersembunyi adalah kurangnya iman. Ini tidak hanya dinyatakan oleh rasa skeptis terhadap Tuhan, tetapi terlebih oleh pilihan-pilihan ataupun kekhawatiran yang berkecamuk dalam pikiran kita. Begitu kita berdoa, lalu akan masuk beribu pikiran yang berebut perhatian kita. Ini sekali lagi menjadi ‘moment of truth’ bagi hati kita: Manakah atau apakah yang kita kasihi? Mungkin kita berpaling kepada Tuhan pada akhirnya, tapi apakah sebenarnya kita sungguh mengasihi-Nya? Pada akhirnya, kurangnya iman menyatakan bahwa kita belum mengambil bagian dalam sikap batin yang rendah hati: “Terpisah dari-Ku, kamu tak dapat berbuat apapun” (Yoh 15:5). Sebab begitu banyaknya pikiran dan kekhawatiran itu menunjukkan keinginan kita untuk mengontrol segala sesuatunya menurut kehendak sendiri, tanpa melibatkan Tuhan, dan ini adalah tanda kurangnya iman.

Godaan lainnya adalah kemalasan. Ini semacam depresi yang disebabkan oleh mengendornya latihan mati raga, mengurangnya sikap berjaga-jaga, timbulnya hati yang ‘cuek dan terlalu percaya diri’. Kemalasan ini timbul dari sikap ‘taking God for granted’: menganggap Tuhan pasti memahami, pasti mengasihi, sehingga tak ada lagi yang perlu kita lakukan, ataupun perjuangkan agar kita bertumbuh secara rohani. ‘Roh itu penurut namun daging itu lemah’ (Mat 26:41). Lawan dari sikap ini adalah sikap kurang percaya diri. Orang yang rendah hati tidak terkejut dengan akibat dari kedua sikap ini. Hal ini malah mengarahkannya untuk semakin percaya kepada Tuhan, dan bertahan dalam ketekunan.

Tips umum dari St. Fransiskus dari Sales adalah, melawan sifat buruk dengan kebajikan lawannya. Jadi kemalasan harus dilawan justru dengan tindakan nyata kebalikan dari sifat tersebut. Jika kita malas bangun pagi, justru harus dilawan dengan bangun lebih pagi; malas berdoa 15 menit, dilawan dengan menyediakan waktu berdoa 30 menit, malas membaca Kitab Suci dilawan dengan meletakkan Kitab Suci di tempat-tempat strategis dalam rumah kita ataupun membawanya ke mana kita pergi, agar mengingatkan dan mendorong kita untuk membaca dan merenungkannya, dst.

Kepercayaan seorang anak (filial trust)

Kepercayaan sebagai seorang anak kepada bapanya, diuji dalam keadaan susah. Kesulitan utamanya berkenaan dengan doa permohonan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Sejumlah orang bahkan berhenti berdoa karena menganggap permohonannya tidak didengarkan Tuhan. Maka pertanyaannya adalah: Mengapa kita berpikir bahwa permohonan kita tidak didengarkan? Bagaimana agar doa kita didengarkan dan berdaya guna?[69]

Mari kita melihat pertanyaan yang pertama ini: mengapa kita menganggap bahwa kita tidak didengarkan? Sejujurnya, ketika dalam doa kita memuji Tuhan atau berterima kasih kepada-Nya maka kita tidak secara khusus mempermasalahkan apakah doa kita didengar atau tidak. Tetapi ketika kita memohon sesuatu kepada Tuhan, kita berharap Ia mendengarkan kita, dan segera mengabulkannya. Nah, maka di sini kita perlu bertanya kepada diri sendiri: sebenarnya apakah motivasi kita berdoa, apakah kita menginginkan berkat-Nya? Atau Sang Pemberi berkat? Sebagai apakah kita menganggap Allah itu, sebagai alat-kah? atau sebagai Bapa Tuhan kita Yesus Kristus? Selanjutnya, apakah kita benar-benar tahu, bahwa “kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa”? (Rm 8:26) Maka, apakah kita meminta kepada Tuhan, “hal yang baik buat kita”? Sebab sesungguhnya Tuhan sudah tahu apa yang kita butuhkan sebelum kita meminta kepada-Nya. Namun Ia menantikan permohonan kita, sebab Ia menghargai kebebasan kita, Ia tidak memaksa. Maka kita harus berdoa dengan Roh-Nya yang memberi kebebasan kepada kita, supaya kita dapat mengetahui, apakah yang dikehendaki oleh-Nya. Atau, apakah kita meminta dan tidak menerima, sebab “kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu”? (Yak 4:3). Sebab jika hati kita bercabang, tidak sungguh terarah kepada-Nya, maka dikatakan bahwa kita ‘tidak setia’. Padahal Allah sungguh mengasihi kita, sehingga dikatakan bahwa Ia menginginkan kita dengan ‘cemburu’ agar dapat tinggal di dalam jiwa kita. Jadi jika kita masuk dan memahami kehendak Roh-Nya, kita akan didengarkan. St. Agustinus mengajarkan, “Tuhan menghendaki agar kerinduan kita terus diasah dalam doa, supaya kita dapat menerima apa yang ingin Ia berikan kepada kita.”[70]

Sekarang, pertanyaan kedua: bagaimana doa kita agar berdaya guna? Kita ketahui melalui wahyu Allah tentang doa, yaitu bahwa dasar iman dalam doa, adalah perbuatan Allah dalam sejarah manusia. Maka kepercayaan kita sebagai seorang anak kepada Bapa dikobarkan oleh perbuatan-Nya yang terbesar: kisah Sengsara, Wafat dan Kebangkitan Putera-Nya. Maka doa Kristiani adalah kerja sama dengan penyelenggaraan Allah, yaitu rencana kasih-Nya kepada manusia, yang nyata dalam pengorbanan Kristus Putera-Nya dan Kebangkitan-Nya itu. Jika kita mendasarkan doa kita di atas perbuatan Allah ini, maka tanggapan Allah yang pertama atas permohonan kita adalah mengubah hati kita menjadi hati yang senantiasa berdoa. Demikianlah, doa Yesus membuat doa Kristiani menjadi permohonan yang berdaya guna. Sebab Yesus berdoa di dalam dan bersama kita. Jika Yesus hanya menginginkan apa yang menyenangkan hati Bapa-Nya, dan jika Ia berdoa di dalam kita, maka bagaimana mungkin kita berpusat pada berkat-berkat-Nya dan bukan pada Sang Pemberi berkat? Selain itu, Yesus berdoa untuk kita, di tempat kita dan demi kita. Semua permohonan kita terangkum, sekali untuk selama-lamanya, dalam seruan-Nya di kayu salib dan dalam Kebangkitan-Nya, telah didengarkan Allah. Jika doa kita selalu disatukan dengan doa Yesus, dalam kepercayaan dan keberanian sebagai anak, kita akan memperoleh semua yang kita minta dalam nama-Nya; terutama: Roh Kudus sendiri, yang mengandung segala karunia.[71]

Bertekun dalam doa

Sabda Tuhan mengajarkan, “Tetaplah berdoa … mengucap syukurlah senantiasa dalam segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah Bapa.” (1Tes 5:17, Ef 5:20). Kita diajarkan untuk terus berdoa tanpa henti (Ef 6:18). Maka pergumulan doa kita adalah untuk melawan kebebalan dan kemalasan kita, untuk memperoleh kasih yang rendah hati, penuh kepercayaan dan tetap teguh, kepada Tuhan. Kasih semacam ini membuka hati kita terhadap tiga fakta iman tentang doa:[72]

Pertama, adalah selalu mungkin bagi kita untuk berdoa, sebab Kristus yang telah bangkit selalu ada bersama kita, bahkan di tengah kesulitan kita yang terbesar sekalipun. Adalah mungkin bagi kita untuk terus berdoa saat berjalan kaki, duduk bekerja, saat menjual atau membeli…. bahkan saat memasak.

Kedua, doa adalah sesuatu keharusan yang sangat penting. Sebab kalau kita berhenti berdoa dan kalau kita tidak membiarkan Roh Kudus membimbing kita, maka kita akan jatuh kembali ke dalam dosa. Maka tak ada yang dapat disamakan dengan doa. Apa yang tidak mungkin jadi mungkin, apa yang sulit jadi mudah, karena doa. St. Alfonsus Liguori berkata, “Mereka yang berdoa pasti diselamatkan, mereka yang tidak berdoa, pasti dihukum.”

Ketiga, doa dan kehidupan Kristiani tidaklah terpisahkan, sebab keduanya bertumpu pada kasih yang sama dan pengurbanan yang sama yang mengalir dari kasih; kesesuaian yang sama, dengan rencana kasih Allah Bapa; kesatuan yang sama dalam Roh Kudus yang mengubah kita menjadi semakin serupa dengan Kristus Yesus; kasih yang sama, untuk semua orang, kasih yang dengannya Yesus telah mengasihi kita. Dengan demikian, “apa saja yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, akan diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: kasihilah seorang akan yang lain” (Yoh 15:16-17). Mereka yang ‘berdoa tanpa henti’ menyatukan doa dengan perbuatan dan perbuatan baik dengan doa.  Setiap saat, adalah undangan bagi kita untuk mempersembahkan segala yang sedang kita alami dan segala yang sedang kita lakukan untuk kemuliaan nama Tuhan. Dalam hal ini, kita menggabungkan sifat Maria dan Martha, doa dan karya.

Doa pada “Saat”-nya Yesus

Telah dijabarkan di atas, bagi kita murid Kristus, Kristus-lah yang menjadi teladan kita dalam doa. Ketika “saat-Nya” tiba, yaitu saat sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, Kristus berdoa kepada Allah Bapa. Sesaat sebelum sengsara-Nya, doa Yesus yang cukup panjang ditulis dalam Injil Yohanes (lih. Yoh 17) yang umum dikenal dengan sebutan “doa Imam Agung Yesus”.[73] Demikian juga, Yesus berdoa di Taman Getsemani dan menjelang wafat-Nya di kayu salib. Teladan Yesus ini mengingatkan kita untuk berdoa dan berserah kepada Tuhan setiap saat, di saat-saat yang paling menentukan dalam hidup kita, terutama di saat penderitaan kita, saat menderita sakit, dan bahkan menjelang ajal.

Dalam doa kurban Paskah ini, segala sesuatu dirangkum dalam Kristus: Allah dan dunia, Sabda dan daging, kekekalan dan waktu, kasih Allah dan keadilan Allah, penghinaan dan kemuliaan, para murid yang hadir saat itu maupun mereka yang akan menjadi percaya melalui pemberitaan mereka, dst. Doa Yesus tersebut adalah doa kesatuan. Selain merangkum segala sesuatu, Kristus juga menggenapi karya Allah Bapa dengan sempurna. Doa-Nya bagi kita, seperti halnya pengurbanan-Nya, mengatasi batas ruang dan waktu, hingga akhir zaman. Dengan persatuan-Nya dengan kita, maka Kristus yang berdoa untuk kita, juga adalah Kristus yang berdoa di dalam kita, dan juga adalah Tuhan yang mendengarkan doa kita.[74] Doa kurban Paskah ini hadir kembali secara nyata dan kitapun dapat mengambil bagian di dalamnya, secara khusus dalam setiap Perayaan Ekaristi. Karena “saat-Nya” mengatasi ruang dan waktu, maka kita selalu dapat menggabungkan doa-doa kita dengan doa Yesus ini, setiap saat. Dengan demikian kita dapat melakukan apa yang diajarkan dalam sabda Tuhan, agar kita berdoa senantiasa (lih. 1Tes 5:17). Doa dan kehidupan Kristiani merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.[75]

Dengan kesatuan dengan Yesus Kristus dan masuk dalam misteri nama-Nya yang kudus, kita dapat mendoakan doa Bapa Kami. Dalam doa-Nya sebagai Imam Agung (lih. Yoh 17), Yesus juga memenuhi permohonan doa Bapa Kami: 1) perhatian untuk nama Allah Bapa; 2) keinginan untuk meluaskan Kerajaan-Nya; 3) penggenapan kehendak Bapa untuk rencana keselamatan-Nya; 4) pembebasan dari pencobaan.[76] Demikianlah, dengan melihat kepada doa yang dicontohkan Yesus kepada kita, kita dapat selalu mengambil pola permohonan doa Bapa Kami dalam setiap doa-doa kita.

Akhirnya, doa Yesus ini menyatakan pengertian, bahwa Allah Bapa dan Putera-Nya itu satu dan tak terceraikan. Dengan bersatu dengan Kristus, dalam kitapun masuk dalam persekutuan dengan Allah Bapa dan Roh Kudus.[77] Ini adalah misteri doa yang jika dihidupi terus, akan mengarahkan kita pada penggenapan misteri iman dalam hidup kita: yaitu persatuan dengan Allah Tritunggal dalam kehidupan kekal.

 

Catatan kaki:

[1] Youth Catechism of the Catholic Church/ Katekismus Gereja Katolik untuk Orang Muda, tr. Michael J. Miller, (San Francisco: Ignatius Press, 2011), 1. Bandingkan dengan Katekismus Gereja Katolik (KGK) no.1.

[2] Theresia dari Kanak-kanak Yesus, Manuscripts Autobiographiques, C 25r, seperti dikutip dalam KGK 2558.

[3] Lih. KGK 2559, 2590.

[4] Ibid.

[5] Lih. KGK 2559

[6] Lih. KGK 2560

[7] Lih. KGK 2562-2564

[8] Lih. KGK 2565

[9] Lih. KGK 2591

[10] Lih. KGK 2566-2567

[11] Lih. 2568-2569

[12] Lih. KGK 2570-2572

[13] Lih. KGK 2573, 2592

[14] Lih. KGK 2574-2577, 2593

[15] Lih. KGK 2578- 2580

[16] Lih. KGK 2581-2584, 2594-2595

[17] Lih. KGK 2585-2589, 2596-2597

[18] Lih. KGK 2598-2600

[19] Lih. KGK 2601-2604, 2620

[20] Lih. KGK 2605-2606.

[21] Lih. KGK 2607-2612

[22] Lih. KGK 2613

[23] Lih. KGK 2614-2615

[24] Lih. KGK 2616

[25] Lih. KGK 2617, 2622

[26] Lih. KGK 2618-2619

[27] Lih. KGK 2623-2525

[28]Lih. KGK 2644

[29] Lih. KGK 2626-2528, 2645

[30] Lih. KGK 2629-2530

[31]Lih. KGK 2631-2533, 2646

[32]Lih. KGK 2634-2536, 2647

[33]Lih. KGK 2637-2538, 2648

[34]Lih. KGK 2639-2541, 2649

[35]Lih. KGK 2643

[36] Lih. KGK 1324

[37] Lih. KGK 2650-2651

[38] Lih. KGK 2652, 2661

[39] Lih. KGK 2662

[40] Lih. KGK 2653-2654

[41] Lih. KGK 2655

[42] Lih. Konsili Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi Suci, Sacrosanctum Concilium, 88, 89 a.

[43]Lih. KGK 2656-2658

[44] Lih. KGK 2659-2660

[45] Lih. KGK 2664

[46]Lih. KGK 2665-2669

[47]Lih. KGK 2670-2672, 2681

[48]Lih. KGK 2673-2675

[49]Lih. KGK 2676-2677

[50] Lih. KGK 2679, 2682

[51] Diadaptasi dari doa yang disusun oleh Fr. François-Xavier Gautrelet in 1844, sehubungan dengan Apostleship of Prayer yang didirikan di tahun yang sama. Doa persembahan pagi ini juga dianjurkan oleh Paus Yohanes Paulus II. Paus berkata, bahwa “kebiasaan mendoakan doa Persembahan Pagi adalah hal penting yang mendasar dalam kehidupan orang beriman setiap hari.” Doa ini mengingatkan kita, agar membuat seluruh hari yang akan kita jalani dan seluruh hidup kita, sebagai “persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah” (Rm 12: 1).

[52] Lih. KGK 2683, 2684, 2692, 2693

[53] Lih. KGK 2685-2690, 2694-2696

[54] Lih. KGK 2697-2698, 2720

[55] Lih. KGK 2699, 2721

[56]Lih. KGK 2700-2701

[57]Lih. KGK 2702-2704

[58]Lih. KGK 2705-2706, 2723

[59]Lih. KGK 2707-2708

[60] Lih. KGK 2709-2710

[61] Lih. KGK 2711-2713

[62] Lih. KGK 2714-2715, 2752

[63] Lih. KGK 2716-2719, 2724

[64] Lih. KGK 2725

[65] Lih. KGK 2726-2729

[66] Lih. KGK 2729-2730

[67] Lih. KGK 2731

[68] Lih. KGK 2732, 2733, 2755

[69] Lih. KGK 2734

[70] Lih KGK 2735-2737

[71] Lih KGK 2738-2741

[72] Lih KGK 2742-2745

[73] Lih. KGK 2746-2747

[74] Lih. KGK 2748-2749

[75] Lih. KGK 2757

[76] Lih. KGK 2750, 2758

[77] Lih. KGK 2751

1 COMMENT

  1. Shalom Bu Inggrid,

    Terima kasih untuk artikelnya yang sangat membantu dan sedang saya butuhkan.
    Pada saat meditatio kadang pikiran kita secara tidak sadar melantur dan mengganggu konsentrasi/jadi tidak fokus. Tolong tipsnya dong
    Terima kasih Bu Inggrid. Tuhan memberkati.

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel tentang Doa, yang baru saja ditayangkan, terutama bagian sub judul ini, silakan klik.]

Comments are closed.