[Berikut ini adalah sharing pengalaman seorang pembaca yang tadinya Katolik tetapi sekarang meninggalkan Gereja, karena berpandangan bahwa beragama atau tidak beragama itu sama saja. Benarkah demikian?]
Pertanyaan:
Dulu, saya seorang katolik dan ikut karismatik……
Kl menurut saya, karismatik itu…. ya memang membuat hati tersentuh bahkan kadang2 orang2pun menangis……
Tapi kalau dari pandangan saya sebagai orang awan yang imannya tidak kuat……
Saya juga tersentuh tapi itu semua karena ada musik yang mellow dan bisa menggetarkan hati….. buktinya saya yang awam aja tersentuh…. walaupun disana membahas alkitab tapi pulang dari gereja saya tdk mendapatkan pencerahan apapun………Hati saya tetap kosong…… kadang sih saya merasa karismatik kq spt agama protestan dan bahasa rohnya kq kayak dibuat2 gitu sih…. masa bisa dinyanyikan bahasa rohnya dan dikeluarkan pada saat penyembahan…… spt dibuat2 saja.
Jujur, keluarga saya memang atheis tapi kami bukan atheis dari awal…….
orang tua saya bukan katolik tp kakak2 saya semua katolik karena bersekolah di sekola katoluk bahkan kakak perempuan saya dulu putri altar tapi seiring berjalannya waktu dan berbagai kejadian yang kami alami, kami menemukan banyak kejanggalan dan ketidak masuk akalan dalam kitab suci,………
kami menemukan tanpa Tuhan kami juga bisa hidup seperti org lain dan pekerjaan kami lancar. Keberhasialan bukan hanya dari keberuntungan dan “karunia” saja tapi dari kerja keras kami……
Terkadang di dalam lubuk hati saya, saya ingin memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan spt org lainnya…. tapi hati saya kosong……
Setelah saya melihat dunia luas….. saya sadar agama bukanlah segalanya…..
banyak orang yang tidak beragama justru lebih bermoral dan sosial daripada orang beragama……
tapi saya percaya orang yg benar2 beriman katolik pasti org baik sih….. krn tante2 saya katolik
saya meyakini, sebenarnya agama itu hanyalah wadah agar orang2 itu ada pada jalan yang benar dan tidak semena2 dalam hidupnya….
namun walaupun tanpa agama, jika mindset kita sudah teratur , kita juga bisa membuat aturan sosial bagi diri kita sendiri……..
Bagi saya….., apa sih yang kita cari dalam kehidupan kita?
KEBAHAGIAAN….. dan orang katolik pasti mencari kebahagiaan itu dalam kristus
tapi bagi saya, saya bisa menemukan kebahagiaan itu dengan cara saya sendiri….
saya memiliki impian dan menikmati kehidupan yang saya jalani…..
Beragama karena apa? coba Anda pikirkan…..
krn percaya akan Tuhan, karena bla bla bla….. tapi ujung2nya karena takut masuk neraka bukan….. kq sptnya gmana gt….
mengikuti Tuhan karena takut nnt di kehidupan yang akan datang tersiksa…. spt beriman krn menginginkan kebahagiaan…..
Berarti beragama atau tidak beragama sama saja……
Hanya untuk kepuasan diri sendiri…. kl udah ke gereja dan taat, hati jadi lega……
kl ada masalah…… berdoa, minta bimbingan dan penguatannya….
Semua hanya untuk ketenangan batin semata…..
Hanya masalah pskilogis saja………
Jawaban:
Shalom WeLl,
Sebenarnya, tidak ada sesuatu yang aneh dengan keinginan kita manusia untuk mencari kebahagiaan. Ini adalah salah satu yang membuktikan bahwa kita adalah manusia, yaitu jika kita ingin hidup bahagia. Nah, karena kita manusia diciptakan Tuhan sebagai mahluk rohani (tidak saja terdiri dari tubuh), maka tidak heran, kebahagiaan kita sebagai manusia tidak saja berkenaan dengan kesenangan jasmani. Sebab telah banyak contohnya, bahwa orang- orang yang secara duniawi sudah mencapai segala- galanya, tetapi masih merasa ‘kosong’ bahkan ada yang memilih bunuh diri. Ini adalah bukti bahwa kebahagiaan manusia tidaklah ditentukan oleh terpenuhinya kebutuhan jasmani.
1. Apakah definisi kebahagiaan?
Nah sekarang, apakah definisi kebahagiaan menurut anda? Jika kebahagiaan yang anda maksud hanya pemenuhan kebutuhan material di dunia; mungkin saja memang dapat diperoleh tanpa melibatkan Tuhan. Tetapi apakah itu benar, bahwa manusia hanya puas dengan pemenuhan kebutuhan di dunia yang sifatnya sementara? Apakah manusia tidak menginginkan sesuatu yang bersifat selamanya dan kekal? Jika kita mau jujur, ya, kita manusia merindukan kebahagiaan yang sifatnya selamanya; dan ini ada di dalam hati semua orang, karena memang manusia diciptakan sedemikian oleh Tuhan. Manusia diciptakan seturut gambar dan rupa Allah, dan karenanya merindukan kekekalan dan kesempurnaan, sebab Allah yang menciptakan kita adalah Allah yang kekal dan sempurna.
Saya tidak mengerti latar belakang anda, bagaimana sewaktu masih tergabung dalam Gereja Katolik, dan pernah mengikuti persekutuan Karismatik. Apakah anda setia mengikuti Misa Kudus ataukah hanya sesekali? Apakah anda pernah mengikuti secara serius persekutuan doa Karismatik, atau hanya mengikuti persekutuan beberapa kali? Sejauh mana usaha yang anda lakukan untuk mempelajari iman anda? Apakah anda rajin berdoa dan merenungkan Kitab Suci? Apakah anda mengalami hubungan yang pribadi dengan Tuhan? Sesungguhnya pertanyaan- pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang tidak hanya layak ditujukan kepada anda, tetapi kepada semua umat Katolik, termasuk saya.
Satu hal yang perlu disadari adalah: karya Allah dalam hidup setiap orang itu berbeda- beda. Namun umumnya, berawal dari suatu kesadaran untuk bertanya kepada diri sendiri: “Jadi untuk apa saya hidup di dunia ini?”, seperti yang tersirat saya lihat dalam tulisan anda. Kerinduan anda agar dapat mengalami hubungan yang harmonis dengan Tuhan, itu sendiri adalah rahmat Tuhan. Sebab kerinduan kita akan Tuhan itu disebabkan oleh dorongan dari Tuhan. Maka, jiwa andapun sesungguhnya merindukan Tuhan, walaupun anda sekarang nampaknya masih berusaha untuk mencari kebahagiaan di tempat lain ataupun mempunyai definisi yang berbeda dengan kebahagiaan yang ditawarkan oleh Tuhan. Bagi umat Kristiani, kebahagiaan diperoleh hanya di dalam Tuhan Yesus, yang membawa kita kita kepada kehidupan kekal di Surga. Silakan membaca lebih lanjut tentang ini di artikel Kebahagiaan Manusia hanya ada di dalam Tuhan, silakan klik. Itulah sebabnya, betapapun kita manusia mencari kebahagiaan di tempat lain ataupun kepada sesuatu yang lain, selalu berakhir dengan ‘kekosongan’. Sebab manusia diciptakan oleh Tuhan untuk mengenal dan mengasihi Pencipta-Nya, maka sebelum kita sampai ke sana, hati kita akan ‘kosong’ dan kita tidak akan dapat memperoleh kebahagiaan dan ketenangan yang sejati. St. Agustinus pernah mengajarkan demikian, “You have made us for yourself, O Lord, and our hearts are restless until they rest in You.” [Engkau telah menciptakan kami bagi diriMu, O Tuhan, dan hati kami gelisah, sampai ia beristirahat di dalam Engkau”].
2. Umumnya seseorang kembali kepada Tuhan setelah mengalami kesusahan/ ujian dalam hidup.
Silakan anda memeriksa batin anda, apakah pengalaman hidup anda membuat anda (dan kakak) meninggalkan iman anda? Apakah itu yang anda sebut sebagai ‘kejanggalan dan ketidak masuk akalan dalam kitab suci?’ Kalau anda mau, anda dapat mendiskusikannya dengan kami. Firman Tuhan memang mengatakan bahwa segala yang ada pada kita adalah karena karunia Tuhan (2 Kor 9:8), namun Tuhan juga tidak mengecilkan makna kerja keras kita. Bahkan kalau kita membaca Kitab Suci, kita melihat bahwa tokoh- tokoh yang menjadi teladan iman di sana, baik itu para nabi, para rasul, tak terkecuali Yesus Kristus sendiri, bekerja keras di dalam hidup. Jadi tidak benar bahwa kalau orang sudah menerima karunia lalu ‘tidak perlu bekerja’. Namun sebaliknya, tidak benar juga jika dikatakan bahwa tanpa Tuhan pekerjaan dapat berjalan lancar. Sebab pandangan ini ‘melupakan’ bahwa pekerjaan itu dapat berjalan, karena Tuhan memungkinkan hal itu terjadi, dengan memberikan kemampuan kepada orang itu untuk melakukannya. Coba bayangkan jika Tuhan mengijinkan anda mengalami sakit penyakit, kecelakaan, bencana, ditipu orang, atau orang yang paling anda kasihi meninggal dunia secara mendadak. Maka, tak mengherankan, ada banyak orang kembali kepada Tuhan, justru setelah mengalami kesusahan; sebab justru pada saat itu ia dapat dengan rendah hati menerima bahwa segala yang ada padanya sesungguhnya diperoleh karena kemurahan Tuhan, dan dalam sekejap dapat hilang, jika Tuhan mengijinkan hal itu terjadi. Namun ada satu kebahagiaan sejati, meski dalam keadaan tersulit sekalipun, yaitu jika kita bersandar kepada Tuhan. Hal ini bukan masalah psikologis semata, sebab ilmu psikologis sendiri tidak akan dapat menjelaskannya secara tuntas mengapa demikian, ketika itu berkaitan dengan mukjizat- mukjizat dan pertobatan yang mengubah hidup secara total, misalnya dari kasus kecanduan, ataupun dari berbagai perilaku penyimpangan lainnya.
3. Apakah Tuhan sungguh ada?
Jika anda masih bertanya- tanya, apakah benar Tuhan itu ada, silakan anda membaca di sini, Bagaimana membuktikan bahwa Tuhan itu ada? silakan klik. Ataupun kalau anda mau membaca kisah kesaksian seorang Atheis yang kemudian menjadi Katolik, silakan klik di sini. Kesaksian tersebut adalah dari seorang yang bernama Lawrence Feingold, yang sejak kecilnya dididik secara atheis, namun akhirnya mengalami pengalaman kasih Tuhan, dan memutuskan untuk menjadi Katolik. Ia akhirnya mendalami iman Katolik sedemikian rupa, menjadi seorang doktor dalam hal Theologi, dan kini menjadi salah satu pembimbing Theologis situs Katolisitas ini. Tuhan bekerja dengan cara-Nya yang tersendiri, untuk membawa kita masing- masing untuk mengenal dan mengasihi Dia yang terlebih dahulu mengasihi kita. Pengalaman akan kasih Tuhan inilah yang mengubah hidup seseorang, dan sebab hanya Tuhanlah yang dapat ‘mengisi kekosongan’ dalam hati setiap orang secara sempurna.
4. Kebahagiaan kita yang sejati adalah bersatu selamanya dengan Allah yang menciptakan dan menyelamatkan kita
Maka, pencarian kebahagiaan kita sesungguhnya bukan ‘hanya’ demi ‘kepuasan diri sendiri’ atau ‘demi menghindari neraka’ seperti kata anda, namun jauh lebih indah dan mulia daripada itu: yaitu untuk bersatu selamanya dengan Allah yang menciptakan dan menyelamatkan kita. Dan ini tidak dapat dibandingkan dengan kebahagiaan apapun yang ditawarkan oleh dunia ini. Di dunia ini kita dapat saja mengalami bermacam kebahagiaan, tetapi sifatnya tidak sempurna, dan sementara. Namun jika kita mempunyai Kristus di dalam hati kita, maka kebahagiaan kita itu bersifat tetap, dan kebahagiaan ini menghantar kita kepada kesempurnaannya di surga kelak.
WeLl, saya percaya Tuhan masih terus mengetuk pintu hati anda dan menantikan jawaban anda. Saya berdoa, semoga akan tiba saatnya, anda membuka pintu bagi-Nya dan membiarkan-Nya masuk untuk mengisi kekosongan hati anda, dan memberikan kebahagiaan yang anda cari selama ini. Gereja Katolik tetaplah rumah anda yang terus menantikan anda kembali pulang.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Pro saudaraku WeLI dan Wenang yang terkasih.
Saya sungguh-sunguh dapat memahami kondisi spiritual anda saat ini, sebab saya pernah juga mengalami saat seperti itu. Berdasarkan pengalaman rohani saya memang keimana itu merupakan proses seperti halnya kematangan psikologis. Tapi saya juga sependapat dengan saudara-saudaraku dia atas bahwa saat ini anda berada pada masa tidak peduli, saya mengatakan tidak ada orang yang benar-benar atheis. Dasarnya adalah kita memiliki memory system yang tersimpan dalam otak kita yang sulit untuk dihapuskan. Anda pernah menjadi Katolik, saya yakin minimal anda pernah mendengar atau mempelajari tentang Tuhan. Jadi saya tidak yakin anda benar-benar mengesampingkan Tuhan dari pikiran anda. Oleh sebab itu saya menyarankan kepada saudara-saudaraku seiman baik pengasuh maupun penikmat situs katolisitas untuk bersama-sama mendoakan dua saudara kita ini agar Tuhan Yesus berkenan menyadarkan mereka kembali akan kasihNya.
Yg terkasih saudara Frans…
Terima kasih ats empatinya.
Semoga XD
Salam damai dlm nma kmanusiaan,
Wenang
Saya juga seorang Katolik dan ingin ikut memberi masukan dgn sebuah cerita yg ditulis oleh seorang Pastor Yesuit: Anthony de Mello, SJ mengenai agama. Smoga bermanfaat bagi kita smua. Amin.
SEGALA SESUATU ADALAH AGAMA
Seorang pengkhotbah dari Amerika bertanya kepada seorang
pelayan restoran di Beijing arti agama bagi orang Cina.
Pelayan itu mengajaknya ke luar ke balkon dan bertanya, “Apa
yang bapak lihat?”
“Saya melihat jalan, rumah dan orang berjalan serta bus dan
taksi mondar-mandir.”
“Apa lagi?”
“Pohon-pohon.”
“Apa lagi?”
“Angin yang berhembus.”
Orang Cina itu merentangkan tangannya dan berseru, “Itulah
agama!”
Engkau mencarinya dengan cara seseorang mencari penglihatan
dengan mata terbuka! Begitu jelas sampai sulit dilihat.
(DOA SANG KATAK 2, Anthony de Mello SJ,
Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1990)
[Dari Katolisitas: Agaknya kita perlu bersikap kritis dalam menyikapi tulisan Fr. Anthony de Mello SJ, yang memang sering disampaikan dengan gaya cerita, namun interpretasinya dapat mengarah kepada suatu pemahaman yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Demikianlah Kongregasi tentang Ajaran Iman di Vatikan pernah mengeluarkan surat Notifikasi tentang tulisan-tulisan Fr. Anthony de Mello, yang keseluruhannya dapat dibaca di sini, silakan klik.]
Hi all,
Saya sblmnya seorang katolik tapi mulai saat ini sy atheist dan ingin meminta pendapat sekalian yg percaya ttg “sesuatu yg tak ada”.
Namun sblmnya pandangan sy ttg yesus adalah dia hanyalah seorang yg jago dlm berpidato sj mgenai kebaikan (maklum 12 org yg dipengaruhinya hanyalah nelayan dsb). Setelah dia mati, mereka yg percaya dan telah kehilangan waktu & keluarga krn mengikuti dia membesar2kan cerita ttg dia kpd penerus mereka i.e injil, buku2 kesaksian dsb.
Baik lgsg sj, apakah anda bisa menjawab pernyataan sy ini ?
Dilihat dari sisi manusia-nya … Ada yg bilang bhw “pencipta” itu bisa mendatangkan kebaikan / keburukan bg seseorang, tapi menurut saya sbb :
– sifat baik dan jahat itu adalah hasil dari pengalaman hidup bukan dari “pencipta”, sejak anak2 manusia terlatih/ merasakan jika berbuat baik maka akan mendapatkan hasil yg baik, jika berbuat jahat akan mendapatkan hasil yg tidak baik, ditambah dengan nasehat orang tua dan guru, maka sifat2 ini semakin disadari dan menjadi naluri dari manusia.
Cth : anjing yg tdk tahu apa2 ttg “t.h.n” tapi bisa patuh, karena apa ? dia terlatih dalam pengalamannya, untuk mendapatkan “hasil yg baik” / makanan dia tidak boleh buang air sembarang dan tidur di sofa, sebaliknya jika melanggar maka akan mdpt “hasil yg tdk baik”
Dilihat dari sains … Ada yg bilang bhw luar angkasa ada yg “menciptakan”, tapi menurut saya sbb :
– i) banyaknya asteroid perusak, planet, bintang, dan galaksi yg tak berpenghuni
ii) tumbuh2an yg banyak tidak memiliki fungsi
iii) mahkluk2 dilautan terdalam yg tidak terjangkau oleh predatornya, untuk apa semua itu tercipta
– terciptanya luar angkasa beserta penghuninya telah dijawab oleh sains (hnya bagi mereka yg rajin membaca).
Dilihat dari pencapaian hidup seorang manusia … Ada yg bilang bhw pencapaian hidup manusia itu sesuai takdir “pencipta”, ada yg mengatakan bahwa itu cobaan/ujian sementara, ada juga yg mengatakan itu sbg free will yg diberikan “pencipta” tapi akan diperhitungkan kelak, tapi menurut sy ketidakadilan muncul karena genetika/seleksi alam/ proses kehidupan manusia di dunia, cth sbb :
– terlahir cacat/ kekurangan fisik dihina siang malam dibandingkan terlahir sempurna utk mjd seorang model yg bisa hidup dari kesenangan
– terlahir dari keluarga miskin tapi ttp membantu orang tua siang malam dan “berdoa” utk hal2 yg direncakan akhirnya tidak mjd kenyataan malah lebih parah dibandingkan seorang yg terlahir dari keluarga kaya atau juga bisa hidup dari warisan orang tua bahkan tdk perlu bekerja
– tinggal di amerika (yg paling miskin pun mendapatkan rupa2 jaminan) dibandingkan tinggal di bangladesh (kekeringan, kumuh, sesak, penuh penyakit, kelaparan, pengangguran, kekerasan).
Jadi mnrut sy untuk menghadapi ketidakadilan seperti diatas tidak perlu dgn agama atau mempercayai dan berharap kpd “sesuatu yg tidak ada”, cukuplah hanya dengan kerja keras org itu sendiri, penegak hukum yg adil & pemerintah yg amanah.
Kesimpulannya adalah seorang theis (beragama & mempercayai “pencipta”) adalah orang2 lemah yg mengharapkan bantuan yg tdk terlihat.
Jika ada yg mengatakan bhw seseorang mjd atheis disaat menikmati kesuksesan, jujur sj sy justru sblknya, sy terpuruk bertahun2 sekalipun sudah meminta kpd “sesuatu yg tdk ada” itu.
Ini hanyalah sbgian yg bisa diikuti scra logika, sbnrnya msh bnyk yg bisa digali (belum lagi jika ditambah/ditelaah semua buku “suci” ajaran/doktrin semua agama yg mmliki banyak kejanggalan).
Saya telah menemukan kebenaran & kebahagiaan saat ini, karena sy tidak perlu lagi bersusah payah menghabiskan waktu utk yg namanya “berdoa (bersyukur dan meminta)”. Namun jujur sbnrnya sy sekali2 mengalami kesedihan juga utk mmprtimbangkan theis atau atheis tp mnrut sy kesedihan itu mgkin hnya sisa akibat dari doktrin yg sudah meracuni sy selama ini. Sy saat ini sudah bisa menjawab latar belakang hal2 baik yg terjadi kpd sy sblmnya disaat sy “berdoa meminta” wktu itu secara logis.
Seorang Atheist berbuat kebaikan bukan berharap untuk mendapatkan imbalan hidup/karir yg enak ataupun masuk surga, tapi karena “berbuat kebaikan/ menghindari kejahatan” itu adalah memang seleksi alam yaitu akibat dari pengalaman hidup setiap orang.
Lebih baik atheist yg mengerti peraturan hidup dan mencintai sesamanya sebagai manusia walaupun mereka berbeda daripada seorang Theist yg hidupnya penuh ayat2 suci sembahyang setiap hari tapi kelakuan 0 besar kpd sesama manusia, tidak menghargai seorang manusia bila melihat orang itu tidak sesuai dgn harapannya.
Sekian, terima kasih.
– wenang –
Shalom Wenang,
Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda. Menurut saya, kalau saat ini Anda belum mempercayai keberadaan Tuhan, maka sebenarnya menjadi terlalu dini untuk berdiskusi tentang Yesus. Jadi, pada saat ini saya tidak merasa perlu untuk menjawab komentar Anda tentang Yesus. Namun, kalau Anda ingin membaca beberapa artikel berkaitan dengan kristologi, Anda dapat membacanya dalam rangkaian artikel ini:
Iman Katolik bersumber pada Allah Tritunggal dan berpusat pada Kristus, Allah yang menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. Inkarnasi, Allah menjadi manusia, adalah perbuatan Tuhan yang terbesar, yang menunjukkan segala kesempurnaanNya: KebesaranNya, namun juga KasihNya yang menyertai kita. Penjelmaan Allah ini telah dinubuatkan oleh para nabi. Yesus Kristus yang kita imani sekarang adalah sungguh Yesus Tuhan yang ber-inkarnasi dan masuk ke dalam sejarah manusia, karena Yesus sungguh Allah dan sungguh manusia.
Mari dalam diskusi ini, kita berfokus pada nilai-nilai moral atau moralitas, karena Anda telah menyinggung tentang baik dan buruk. Pertanyaan saya adalah: siapa yang memberikan nilai-nilai moral di dalam hati manusia? Apakah Anda mempercayai adanya nilai-nilai moral yang universal atau apakah Anda beranggapan bahwa setiap individu bebas untuk menentukan nilai-nilai moral yang baik dan yang buruk? Silakan memberikan argumentasi tentang hal ini. Silakan untuk berfokus pada diskusi tentang moralitas. Kita dapat melanjutkan diskusi dengan topik lain seperti penciptaan, penderitaan, dll, kalau topik tentang moralitas ini telah selesai. Mohon maaf, karena keterbatasan waktu, maka diskusi tidak dapat dilakukan tanpa batas, namun biasanya akan dibatasi sekitar 3 putaran. Mohon pengertiannya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Moral itu adalah hasil dari Norma Baik yg selama jutaan tahun terbentuk dan teruji pd diri manusia ketika dia sendiri atau brada dlm komunitas. Manusia menyadari hidup nyaman bahagia lebih baik daripada hidup dlm kebencian permusuhan dsb.
Sy tdk ingin lanjut soal itu.
Sy berbaik hati ingin mmberikan saran bagi FATikan, LAI, dsb agar sebaiknya menghapus ayat2/janji2 dusta di alkitab.
Jika ingin banyak orang yg percaya kpd yesus (min. tidak ada yg keluar), harusnya ayat2 “carilah, ketuklah, mintalah” dan masih banyak lagi, harus dihapus dari dunia ini :D
Thnx.
Shalom Wenang,
Terima kasih atas tanggapannya. Anda mengatakan bahwa kebaikan dan kejahatan terbentuk selama jutaan tahun. Pertanyaannya adalah siapakah yang menciptakan norma-norma ini, yang dapat dikatakan bersifat absolut – yang dalam bahasa Anda “hasil dari norma baik yang selama jutaan tahun.” Apakah nilai-nilai moral ini hanya terjadi secara kebetulan? Kita dapat melihat adanya nilai-nilai moral: “Jangan perbuat kepada orang lain apa yang tidak ingin orang lain perbuat kepadamu” ; “Tidak boleh membalas orang yang baik kepadamu dengan kejahatan”; “Hormatilah orang tuamu”; dll – yang diakui oleh semua orang dari segala latar belakang suku, budaya, bangsa, agama. Orang yang melanggar nilai-nilai moral tersebut akan terganggu hati nuraninya atau melanggar “persetujuan bersama”. Dari mana nilai moral yang tertulis di dalam setiap hati manusia, yang kalau kita melanggarnya, maka tidur kita terganggu? Apakah ada satu material yang menyebabkan hal ini atau adakah sesuatu yang lebih tinggi dari hal-hal yang bersifat material yang menyebabkan hal ini? Kita menjelaskan bahwa ini adalah nilai-nilai moral yang diberikan oleh Tuhan, yang secara langsung juga membuktikan bahwa Tuhan ada. Bagaimana mungkin ada satu tatanan moral kalau tidak ada yang menciptakannya atau hukum yang terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang menyebabkannya? Jika kita percaya akan kebenaran prinsip yang tak perlu dibuktikan, atau yang dikenal dengan istilah ‘self-evident principle‘ bahwa suatu akibat timbul karena ada penyebabnya, maka sudah selayaknya kita percaya bahwa hukum yang tertulis di dalam hati manusia itu ada yang menyebabkannya. Oleh karena itu, kebijaksanaan yang spontan dari manusia berbicara tentang hukum kodrat (natural laws), dan hukum kodrat ini sudah sepantasnya datang dari Allah yang memberikan kodrat kepada manusia karena Dialah yang menciptakan manusia dan menjadi penyebab dari segala sesuatu.
St. Thomas Aquinas mendefinisikan hukum (law) sebagai “the dictate of reason, established to serve the common good, promulgated by the person who has authority in a given society” (ST, I-II, q.90, a.4). Dengan demikian, hukum kodrat benar-benar menjadi hukum, kalau hukum kodrat ini tidak hanya sekedar muncul secara kebetulan ataupun repetisi kebetulan belaka, namun diberikan oleh Seseorang yang berakal budi untuk memberikan kebaikan ciptaan, dan ditetapkan oleh Seseorang yang mempunyai otoritas atas ciptaan. Pemegang otoritas inilah yang disebut Tuhan.
Silakan berfokus pada diskusi tentang nilai-nilai moral terlebih dahulu sebelum membahas tentang hal-hal yang terlihat bertentangan di dalam Kitab Suci dan juga bagaimana seorang Katolik menginterpretasikan ayat-ayat yang Anda berikan. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Penjelasan anda smkin menguatkan pndgan umum bhwa kebaikan yg dilakukan kaum theis tidak mmliki ketulusan/ tdk berdasar pd keinginan pribadiny sndri alias hnya utk mndptkan surga/ mghindari neraka (ini berbeda 100% dgn atheis). Balik lagi ke yg tadi, jawabnya adalah komunitas. Apkh piranha, kecoa & nyamuk akan tidak tenang tidurny gara2 mnykiti manusia. Brbda dgn lumba2 yg mmliki pgalaman baik/jahat dlm komunitas. Anjing/harimau lainy tunduk kpd tuannya krna dia dikurung & tak bisa mncari makan sndri (qt sbg mnusia bebas mncri rejeki krna banting tulang dgn cucuran krgt, air mata & darah bukan hasil pmbrian dr ssuatu). Apkh anda berani ditengah hutan/laut mmbri makan & berharap kbaikan dari seekor harimau/hiu yg hidupnya bebas, apkh dia akan mghormati anda stlh itu. Jadi jwbnya adlh komunitas. Apa sj yg trjd dlm komunitas, simple saja, norma yg mjd kodrat itu trbntuk karena disaat ssorg sdg dlm ksulitan mminta bantuan agar ttp bisa eksis di bumi, diberikan bntuan oleh ssorg dgn mgorbankan ssuatu, tntunya akan ada pamrih yg jika tdk dibayar akan mgakibatkan kbncian dsbnya. Nah inilah lama kelamaan mjd suatu kbiasaan agar ssorg bisa eksis dan dikenal jg utk berkuasa dlm komunitas. Jadi ksmpulannya, agama mmg hadir utk org2 yg hidupnya tdk beradab.
Sbnrny sy msh mdkung katolik sbg lembaga saja, krn sy pikir itulah yg terbaik dibanding lainny dlm sgla hal, trmsuk sbg t4 brkmpul agar ttp eksis dlm hdup brtetangga di bumi ini. Demi kbaikan katolik, saran sy; mgapa bnyk katolik pndh k protestan, itu dkrnakan di katolik kbnykan novena & devosi yg “ajaib2“ yg trlalu bnyak mnjanjikan ssuatu, walaupun mmg kita tau itu harus disertai kerja keras. Jadi, jika sdh brtahun2 tdk prnh trjadi kbaikan di diri ssorg tsb sklpun sdh bkrja kras, mk yg brtgg jwb ya anda2 ini krna mgobral hal2 yg tdk pasti.
In the name of me,
Wenang
Shalom Wenang,
Terima kasih atas tanggapan Anda. Pada tahap awal, tidaklah salah kalau seseorang berbuat untuk menghindari neraka. Namun, semakin iman bertumbuh, maka perbuatannya akan didasari akan kasih kepada Allah yang dimanifestasikan dalam kasih kasih kepada sesama. Dan menjadi hal yang wajar, kalau umat beriman menatap tujuan akhir yaitu Sorga. Bagi umat yang tidak percaya akan Tuhan, mungkin tujuan akhirnya adalah kehidupan yang baik di dunia. Dengan demikian, sebenarnya sama saja, bahwa kaum atheis juga melakukan perbuatan baik untuk menata dunia ini dengan baik dan menghindari kericuhan. Namun, kaum beriman melihat bahwa dia tetap mempunyai tanggung jawab untuk menata dunia ini dengan baik (karena dunia diciptakan oleh Tuhan), namun pada saat yang bersamaan tetap berfokus pada tujuan akhir, yaitu Sorga. Dengan demikian umat yang percaya kepada Allah, sesungguhnya melakukan segala hal dalam perspektif yang lebih lengkap.
Mari kita kembali pada diskusi tentang moralitas. Kalau Anda menjawab bahwa nilai-nilai baik yang saya tanyakan adalah dari komunitas, maka pertanyaan saya adalah darimana komunitas di seluruh dunia mendapatkan hasil yang sama? Dari mana persetujuan untuk melakukan hal ini: “Jangan perbuat kepada orang lain apa yang tidak ingin orang lain perbuat kepadamu” ; “Tidak boleh membalas orang yang baik kepadamu dengan kejahatan”; “Hormatilah orang tuamu”; dll?
Diskusi tentang topik yang lain bisa kita lakukan dalam lain kesempatan, sehingga pada saat ini, tidak perlu saya tanggapi. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Salam kasih saudara Wenang,
Dalam Yer 31:33-34 tertulis: “…demikianlah firman Tuhan. Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka”. Dengan demikian kita menjadi paham bahwa semua manusia (entah disadari atau tidak disadari) akan ‘mengenal’ Tuhan mereka sesungguhnya sebagai rahmat karunia Allah kepada manusia.
Meskipun demikian kenyataannya banyak dari kita membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menemukan keberadaan Tuhan dalam kehidupan manusia; dan memang banyak juga yang tidak pernah menemukan-Nya hingga tergoda atau terpedaya mencoba untuk membentuk hidup tanpa Allah, walau beresiko akan berakhir kosong/hampa. Sebaliknya bila kita mengerti bahwa Tuhan memiliki tujuan bagi kita dan bagi kehidupan kita, maka kita akan menyadari dengan baik dan benar bahwa kebahagiaan sejati bukanlah dicapai melalui kepuasan diri sendiri tetapi layaknya melalui KESETIAAN terhadap tujuan yang tepat dan jelas untuk hidup. Pemahaman ini akan menjadikan hidup kita lebih berarti dengan menanam kepercayaan (trust) kepada Allah dalam menjalankan panggilan hidup kita masing-masing untuk terus tumbuh, terbimbing dan terarah menuju kepada-Nya. Selanjutnya kita akan memiliki sikap yang lebih menghargai atau mensyukuri apa yang kita miliki dan sedikit fokus pada apa yang tidak kita miliki. Dengan hanya mempertimbangkan apa saja yang PENTING bagi kita dan kemudian menentukan apa-apa yang PERLU dilakukan dengan sabar dan kerja keras dalam mengambil ‘langkah-langkah kecil’ setiap harinya tanpa harus mengubah semuanya sekaligus dan tanpa harus mencapai semua tujuan dengan segera, karena akhirnya langkah-langkah kecil itu akan menumpuk dan menuntun kita menuju pada perubahan yang signifikan dan positif. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa kepuasan seseorang itu lebih terletak pada PROSES perjuangan menggapai cita-cita itu sendiri, dibandingkan dengan hasilnya yang walau keberhasilan itu juga melengkapi kebahagiaan itu sendiri.
Adapun cara kita berpikir tentang suatu hal akan mempengaruhi cara kita merasa dan bagaimana kita bertindak. Dalam istilah sederhana, pikiran kita akan menentukan suasana hati kita dan tindakan kita. Viktor Frankl, 1905-1997, seorang Austrian neurologist and psychiatrist memang pernah mengungkapkan bahwa: When we are no longer able to change a situation, we are challenged to change ourselves (Ketika kita tidak lagi mampu mengubah situasi, kita ditantang untuk mengubah diri kita sendiri). Dengan mengubah cara kita berpikir tentang kehidupan pada umumnya dan dengan menyederhanakan cara hidup kita atas semua hal dalam hidup, kita akan memperoleh manfaat untuk memungkinkan atau mempermudah proses merealisasikan lebih banyak kebahagiaan itu sendiri.
Namun demikian kita perlu mawas diri bahwasanya pikiran bukanlah fakta, dan hanya karena kita memikirkan sesuatu, bukan berarti itu benar. Sebagai manusia, kita tidak sempurna, dan karena kita tidak sempurna kadang-kadang kita membuat kesalahan dalam cara kita berpikir tentang hal-hal tertentu, terutama sesuatu yang tidak diketahui secara pasti. Beberapa kesalahan berpikir bisa melibatkan bias dan prasangka, yang adalah normal atau baik-baik saja sejauhmana bias-bias tersebut dalam beberapa cara tidak beresiko menyebabkan ketidakbahagiaan, apalagi yang dapat memberikan kontribusi pada kesusahan hati atau penderitaan pada diri sendiri maupun orang lain.
Sedangkan memiliki atau dihinggapi oleh pikiran negatif yang aneh adalah hal yang lumrah, dan lagi berpikir KRITIS konstruktif juga sangat diperlukan untuk memecahkan jenis masalah tertentu. Namun demikian yang perlu diwaspadai adalah ketika kita fokus terus pada apa yang salah daripada apa yang benar dalam hidup kita, maka malah akhirnya menjadikan kita terjebak dalam situasi yang menyia-nyiakan kesempatan kita sendiri untuk menjadi bahagia. Selain itu juga, banyak orang beranggapan keliru bahwa hidup mereka akan lebih baik jika saja mereka bisa memperbaiki atau melupakan semua masalah mereka hingga terperangkap dalam kebahagiaan semu yang bersifat sementara. Lalu sebagian orang lagi merasa hidup menjadi jauh lebih sulit oleh sebab memiliki gagasan yang salah tentang masalah dunia yang manusia hadapi dengan memperumit sesuatu hal atau membayangkan hal-hal yang tidak perlu hingga keadaan pikiran jadi menyusahkan diri sendiri.
Mempercayai Tuhan dan melakukan sesuatu dengan cara-Nya tidaklah selalu mudah, dan tidak menjamin bahwa kita tidak akan pergi melalui hal-hal yang sulit dan kadang tidak dapat atau sukar dijelaskan dalam hidup kita. Tapi ketika hidup kita memiliki konteks, ketika kita tahu mengapa kita ada di dunia ini dan siapa kita, siapa Tuhan dan apa yang Ia inginkan untuk kita, maka kita akan memiliki kekuatan serta rasa nilai dan tujuan yang kita butuhkan untuk terus mempercayai dan terus melakukan hal-hal dengan cara Tuhan. Kita percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (lih. Roma 8:28).
Sungguh Tuhan benar-benar ada dan nyata kehadiran-Nya. Bilamana Lao Tzu, C.604-531 BC, Chinese philosopher mengajarkan bahwa A journey of a thousand miles begins with a single step (sebuah perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah); maka satu langkah pertama yang harus kita awali untuk bisa merasakan kehadiran Tuhan adalah dengan membuka pintu hati kita, yaitu pintu kepada iman yang Tuhan ketuk bagi keselamatan kita. Yang lebih jelasnya kita dapat baca surat ini: https://katolisitas.org/surat-apostolik-dari-paus-benediktus-xvi-pintu-kepada-iman. Dengan demikian kita akan menemukan kasih Allah sebagai fondasi kita dan sebagai kunci kehidupan mengagumkan yang Allah inginkan bagi-kehidupan kita yang penuh dengan makna dan tujuan. Sehingga bilamana sekalipun harus mengalami hambatan, kesulitan, kegagalan atau keterpurukan, maka perhatian kita seharusnya tetap FOKUS pada pencapaian tujuan yang layak tersebut, yaitu dengan membangun keyakinan (trust) lebih baik lagi dari sebelumnya ke dalam kehidupan kita hingga prioritas kita terpenuhi daripada membanding-bandingkan diri atau menilai diri kita dalam hubungannya dengan orang lain.
Peace and Best Wishes
Anastasia Rafaela
Salam kasih juga Anastasia..
Paragraf Kedua :
– Alinea kesatu : Tujuan sy hidup didunia adalah mmbuat diri hidup dlm kseimbangan (tdk muluk2 lah) lalu meninggalkan kebaikan kpd ssma trutama org2 trdekat sbg mnusia yg beradab tau akn bls budi, jg kpd mrka yg tdk sy kenal yg terlahir dlm kondisi krg beruntung dgn kondisi yg tdk adil, sblm sy brubah mjd tanah dan saya puas utk itu.
– Alinea terakhir : Justru Alkitab & tipe2 nasehat sprti inilah yg membatasi seseorang utk bekerja lebih keras, menantang ketidakadilan yg hadir sjk seorg manusia trlahir atau disaat dia mgalami keterpurukan.
P. Kelima : Justru dgn mencari kebenaran sesuai fakta di belahan bumi yg lain, kita sudah selangkah lbh maju dr yg lain & berproses mnemukan kbenaran dan mmprbaiki ksalahan krn ktidaktahuan.
Salam damai,
Wenang
[dari katolisitas: silakan melanjutkan diskusi dengan Anastasia tentang hal ini.]
Salam kasih kembali saudara Wenang,
Gambaran yang paling umum dari kehidupan di dunia adalah “jalan” kehidupan. Dan ada banyak cara untuk hidup, ada banyak jalan melalui dunia ini. Tetapi pada akhirnya hanya ada dua pilihan, yaitu cara Kristus yang ‘mengarah pada kehidupan’; atau cara sebaliknya yang’mengarah pada kehancuran’ (lih. Mat 7:13-14). Kristus, Gereja, dan Alkitab mengajarkan hal ini, begitu juga akal budi, hati nurani, dan pengalaman . Ini adalah realisme moral. Dalam dunia nyata, pilihan memiliki konsekuensi nyata. Ketulusan subyektif tidaklah cukup. Kita juga harus memilih hal yang benar. Oleh sebab itu bilamana suatu ketika kita harus mengambil sebuah keputusan dan kemudian harus merealisasikannya dalam suatu tindakan yang ‘berguna’ baik bagi diri sendiri maupun sesama maka kita sebagai manusia yang berakal budi tentunya akan menyadari segala tanggung jawab kita dan bersedia menerima segala konsekwensi atas keputusan yang kita pilih dan tindakan yang kita ambil. Dengan kata lain, kita secara sadar akan melakukan hal yang benar untuk alasan yang tepat dengan cara yang benar pula dengan lebih dahulu memperhitungkan secara cermat tindakan itu sendiri, motif dan keadaan yang harus semuanya benar.
Adalah sungguh amat disayangkan bilamana seseorang memutuskan beragama jika hanya dengan pandangan yang memperkecil atau mempersempit arti nilai ‘beragama” itu sendiri, yakni hanya dengan menganggap atau mengira bahwa manusia perlu beragama hanya sekedar untuk memiliki sebuah hubungan “partnership”dengan sebuah ‘lembaga’ bersama dengan komunitas didalamnya. Yang pengertiannya bahwa hubungan kerjasama atau persekutuan seperti itu bisa saja suatu ketika berhenti/terputus oleh karena target utama yang diinginkan di dunia telah tercapai atau sebaliknya tidak terpenuhi oleh karena hambatan-hambatan tertentu hingga akhirnya akan menghasilkan buah perpecahan atau perpisahan yang tak terelakan. Tentu akan berbeda sekali artinya bilamana kita yang secara sadar memutuskan untuk ‘beragama’ oleh karena kita ingin menanggapi dorongan Roh Kudus untuk ‘menyambungkan’ jalinan tali kasih kita dengan Allah sebagai Sang Pencipta dalam hubungan persaudaraan(relationship) yang memberikan kita ikatan tali ‘kepercayaan’ erat, kuat dan terus berkelanjutan tanpa akhir hingga menjadi satu kesatuan kasih yang abadi selamanya.
Esensi Moralitas Kristen adalah ‘bukan hanya’ pencarian untuk kebahagiaan pribadi (kesejahteraan keluarga), keadilan sosial (kehidupan masyarakat yang harmoni), perdamaian dunia, dan untuk nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi dan lebih dalam lainnya, tapi terlebih dari itu juga yang terutama adalah hubungan relasi kita dengan Allah dan kehendak-Nya, yaitu dengan gagasan untuk tunduk pada otoritas Allah dan ketaatan pada hukum-hukum-Nya. Karunia kebijaksanaan memberitahu kita bahwa alam manusia di bumi selalu disertakan keuntungan dan kerugian, kesedihan dan kegembiraan, keserakahan dan kemurahan hati, keburukan dan keindahan. Meskipun demikian, kita tidak dapat menyangkal ratapan dan tangisan hari. Dari hati yang damai, kita menyadari tanggung jawab untuk mengurangi penderitaan, tidak peduli khayalan apa yang ada di sekitar kita. Kita menarik kemantapan dan keberanian dari doa-doa kita dan meditasi sederhana. Kemudian kita merespon secara alami. Maka ada datang pengetahuan yang berkembang yangmana kita tidak bisa terlibat dengan kemarahan dunia. Rasa belas kasihan (compassion) memberikan pengertian agar kita menjadi lebih sabar dan tenang dalam menghadapi suatu masalah atau menjalankan suatu tugas yang banyak dan berat dengan cara dilakukan satu langkah pada satu waktu, satu orang, satu saat supaya emosi dan batin tetap seimbang. Jika tidak, maka kita akan menjadi kewalahan oleh semua masalah yang harus diperhatikan sekaligus, dari mulai dilema dari keluarga kita dan masyarakat sampai pada ketidakadilan dan penderitaan di seluruh dunia.
Sedangkan dalam hal kedisplinan hidup yang sama seperti halnya dalam liturgy. Kadang-kadang kita perlu untuk berbaris, kadang-kadang kita perlu untuk duduk, kadang-kadang kita perlu berlutut untuk berdoa. Setiap pada gilirannya dapat membawa hati dan dunia kembali untuk seimbang. Dan untuk bertindak bijaksana, rasa belas kasihan kita harus seimbang dengan tenang, sehingga memberi kemampuan untuk membiarkan hal-hal itu terjadi sebagaimana adanya. Juga seperti halnya hati yang iba (passionate heart) dapat tersentuh oleh penderitaan dunia, demikian pula kita harus ingat bahwa hal itu bukan tanggung jawab kita untuk memperbaiki ‘semua’ kehancuran dunia – tapi hanya untuk memperbaiki apa yang kita bisa sesuai bagian kapasitas kita masing-masing. Oleh karena itu, marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah (Ibr 12:2). Kita tidak perlu bermegah diri atau menjadi muluk, seolah-olah kita menempatkan diri kita di sini untuk menjadi seorang penyelamat dari semua manusia di sekitar kita.
Tuhan tidak terlihat oleh indera mata, namun hanya oleh pikiran yang bijaksana dan oleh hati yang kudus (lih. Ibr 12:14). Maka kejujuran dan integritas diperlukan dalam kehidupan. Kebijaksanaan yang bukan sekedar untuk mengetahui atau yang bukan merupakan sesuatu untuk memahami segala sesuatu – tetapi ‘menjadi percaya’ akan membuat hati kita bisa mentolerir ketidakpastian hidup duniawi menjadi ‘kepastian hidup’surgawi atas penyelengaraan Sang ilahi. Kebijaksanaan datang hidup di hadapan misteri, ketika hati terbuka, peka, dan sepenuhnya menerima. Dari kesederhanaan ini, cinta kasih dan belas kasihan serta segala hal baik dilahirkan. Dan sebagaimana cinta kasih pula, kebijaksanaan tidak memerlukan penjelasan, namun membawa harmoni dan kemudahan. Keberadaan kita yang tenang, dengan lebih mudah hati kita akan terbuka sehingga semangat suka cita dan kebebasan mengisi hari-hari kita bersama Sang Pencipta.
Peace and Best Wishes
Anastasia Rafaela
salam
saya se7 dg komentar Erik (walaupun terlambat). Memang waktu kita berkelimpahan kita seakan tdk membutuhkan Tuhan. Itu jg yang saya sering alami. Saat segalanya lancar2 saja dlm hidup sy, saya kdg ‘menyepelekan’ Tuhan. Saya jd sering lalai ato menunda-nunda utk berdoa, tp klo pas saya mengalami kesusahan, saya tekun berdoa dg harapan dikabulkan doa sy ato minta bantuan Tuhan. Bagi saya cobaan terbesar adalah di saat hidup sy lancar2 sj ato di saat berkelimpahan, bukan saat sy mengalami kesusahan ato kesesakan
manusia hidup memang memiliki 2 sisi kehidupan didunia ini…hidup dan mati..saya hanya memberi solusi..kita kalau bisa lebih mengenal akan sisi kehidupan kita yg lebih baik..percaya bahwa..kita hidup hanya sementara…apa yg dicari didunia ini…kesenangan apa kesusahan..dua@nya bukan…yg kita cari itu kedamaian..damai berarti bahwa yg kita lakukan(hidup)harus tenang..damai..tentram..nah yg dibutuhkan utk ketenangan..itu adalah agama…,hidup harus seperti air…tenang dan bersih….kenapa saya bilang harus seperti air…karena air merupakan kebutuhan bagi kita utk hidup…begitu juga agama…merupakan pedoman/kompas utk kita hidup…sebenarnya semua agama itu baik..hanya cara kita memahaminya berbeda..tergantung perasaan kia masing@..ibarat mendengarkan music..kalau musicnya enak..didenger tiap hari mendengarkan juga tdk membosankan..apalagi bisa bikin kita mendengarkan… sampai kita bisa tidur..sesuatu yg kita yakini akan membawa kita kearah ketenangan..adalah firman Tuhan..cara kita memahaminya berbeda-beda..kalau sisi baiknya..percayalah bahwa kita..semua diberkati olehnya(Tuhan)..percayalah Tuhan akan memberikan yg terbaik buat kita umatnya…mujizat yg akan kita dapat..mungkin belum tahu kapan..bisa dapat sekarang…bisa juga yg akan datang…teruslah berdoa dan percaya kepadanya(Tuhan)..maka hidupmu akan selalu dimuliakan dan diberkati….sampai kita meninggalkan kehidupan kita ini…tanpa membawa apapun dan kembali kepadanya..hanya…doa yg mengiringi kita…utk menuju kehadapannya(Tuhan)…berbuatlah yg terbaik..utk kehidupan ini..niscaya dikehidupan yg akan datang..kita akan dimuliakan…disampingnya(Tuhan)…Tuhan memberkatimu selalu..amin..
Shalom Jack,
Anda benar bahwa di dunia ini setiap manusia mencari damai sejahtera, atau dengan kata lain, kebahagiaan, yang melebihi daripada kesenangan semata. Maka secara kodrati, tiap- tiap orang berusaha mencapai hal ini. Namun dengan mengandalkan kemampuannya sendiri, manusia tidak akan sampai kepada kebahagiaan sejati ataupun kedamaian sejati. Kebahagiaan sejati ini hanya dapat kita temukan di dalam Tuhan, dan untuk itu manusia selalu mempunyai dorongan di dalam dirinya untuk mencari Tuhan, Sang sumber kebahagiaan atau damai sejahtera itu. Nah untuk sampai kepada Tuhan, kita membutuhkan pedoman (yang anda sebut sebagai agama), dan pedoman yang terbaik adalah yang berasal dari Tuhan sendiri. Itulah sebabnya umat Kristen mengimani Kristus, yaitu Allah Putera yang menjelma menjadi manusia, sebab melalui Kristus kita akan sampai kepada Allah.
Apa yang kami paparkan dalam situs ini adalah ajaran Kristus, seperti yang disampaikan oleh para rasul-Nya dan yang dilestarikan di sepanjang segala abad, sejak dari Gereja awal sampai sekarang. Memang semua agama itu mengandung kebaikan dan kebenaran, namun kepenuhan kebenaran ada di Gereja yang didirikan Kristus sendiri, sebab di dalam dan melalui Gereja-Nya, Kristus hadir dan terus berkarya sampai saat ini, sampai kepada akhir jaman. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini: deklarasi Dominus Iesus, silakan klik, dan Penjelasan tentang Dominus Iesus, klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Damai dan Sejahtera Sdr. WeLI
Setelah saya membaca tulisan Anda, saya identifikasi beberapa point sbb :
1. Anda dahulu seorang katholik.
2. Kemudian anda mulai bimbang.
3. Anda mulai mengganggap bahwa Kitab Suci ( Alkitab / Injil ) sudah tidak masuk akal bagi anda dan
atau mungkin sudah ketinggalan jaman menurut anda.
4. Anda mulai menarik suatu rumusan sbb :
a. Kebahagiaan adalah tujuan hidup anda.
b. Kebahagiaan dapat dicapai melalui “aktualisasi diri” dan bukan dari dan bersama Yesus Kristus.
5. Anda sudah menemukan atau sedang dalam proses pencarian terhadap “sesuatu” di luar agama (
dan diluar Tuhan sepertinya ), sebagai sarana pencapaian total seluruh tujuan hidup anda.
Perlu anda ketahui Sdr. WeLI, saya sudah sering bertemu orang-orang seperti anda, terutama orang-orang muda yang meninggalkan imannya untuk tujuan yang sama seperti anda. Secara formal, mereka tetap katholik, tetap berada dalam lingkungan gereja katholik dan tidak ter”delete” dari daftar umat, hanya saja mereka jarang hadir dalam pertemuan-pertemuan ibadah baik paroki maupun lingkungan.
Mereka yang saya temui umumnya adalah orang-orang muda yang terpelajar, punya status sosial yang cukup tinggi, dan cerdas. Namun mereka sinis dengan ajaran gereja katholik pada khususnya dan Kekristenan pada umumnya. Suatu fenomena yang cukup janggal namun hampir semua mereka yang saya jumpai telah menjadi penganut ajaran New Ages Movement, dan di satu sisi mereka secara formil masih tetap sebagai orang katholik ( Namun ajaran gereja katholik dan Kekristenan sudah jauh dari hati mereka ).
Jika saya analisa dan atau discuss dengan mereka, tidak satupun dari mereka yang benar-benar berbahagia. Tidak ada. Walaupun mereka Terpelajar, punya banyak materi dan status sosial dan menguasai berbagai bidang ilmu namun mereka :
1. Kesepian ( Hadirat Kuasa Kasih Tuhan Yesus tidak ada dalam hidup mereka ).
2. Ketakutan.
3. Kosong / Hampa.
4. Kebingungan ( Tidak punya tujuan hidup yang jelas ).
5. Merasa tidak punya arti.
6. Kelelahan
7. Mulai menunjukkan prilaku antisosial ( Antisocial Disorder ).
Yang semuanya bertentangan dengan pengakuan mereka bahwa mereka : Bahagia, tidak takut apapun, tidak kurang sesuatu apapun, merasa superior, merasa paling benar, merasa sempurna dan tidak bisa berbuat salah, merasa tercerahkan, merasa super, dan super percaya diri, dan seakan tidak membutuhkan orang lain.
Yang membuat saya sedih, mereka tetap bersikukuh dengan paham yang mereka anut. Bahkan fanatik dan berusaha menarik orang-orang lain ( terutama orang-orang terdekat pada kehidupan mereka untuk menjadi sepaham dan sejalan dengan mereka ). Padahal saya melihat dengan jelas bahwa mereka hidup dalam kebohongan dan ilusi.
Saya menarik beberapa Kesimpulan tentang Rambu-rambu Kemurtadan sbb :
1. Kemurtadan tidak terjadi dengan tiba-tiba.
-> Erosi membutuhkan waktu.
2. Kemurtadan paling sering terjadi di tengah-tengah berkat.
-> Saat-saat di mana kita paling mudah diserang adalah pada waktu kita sedang menikmati
kelimpahan.
3. Kemurtadan berkembang di bawah kepemimpinan yang longgar.
4. Murtad menyangkut dua dosa yang khas : 4.1 Meninggalkan Tuhan Yesus, 4.2. Mencari penggantiNya.
5. Kemurtadan akan menghajar yang bersangkutan di kemudian hari.
Sdr ku yang kukasihi saya ingin cerita kisah nyata kemurtadan suatu bangsa di masa lalu yang digambarkan dengan tepat oleh Nabi Yeremia tentang “Deklarasi Malapetaka”
Allah berkata kepada Yeremia :
——————————————–
” Pergilah memberitahukan kepada penduduk Yerusalem dengan mengatakan : Beginilah Firman Tuhan : Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun, di negeri yang tiada tetaburannya. Ketika itu Israel kudus bagi Tuhan, sebagai buah bungaran dari hasil tanahNya.” ( Yeremia 2:2-3 ).
Tetapi suasana kemudian berubah :
————————————————–
” Dengarlah Firman Tuhan, hai kaum keturunan Yakub, hai segala kaum keluarga keturunan Israel. Beginilah Firman Tuhan :
Apakah kecurangan yang didapati nenek moyangmu padaKu, sehingga mereka menjauh daripadaku, mengikuti dewa kesia-siaan, sampai mereka menjadi sia-sia ?
Dan mereka tidak lagi bertanya : Dimanakah Tuhan, yang memimpin kita di padang gurun, di tanah yang tandus dan yang lekak-lekuk, di tanah yang sangat kering dan gelap, di tanah yang tidak dilintasi orang dan yang tidak didiami manusia ?
Aku telah membawa kamu ke tanah yang subur untuk menikmati buahnya dan segala yang baik daripadanya. tetapi segera setelah kamu masuk, kamu menajiskan tanahKu ; tanah milikKu telah kamu buat menjadi kekejian.
Para imam tidak lagi bertanya : Dimanakah Tuhan ?
Orang-orang yang melaksanakan hukum tidak mengenal Aku lagi, dan para gembala mendurhaka terhadap Aku.
Para nabi bernubuat demi Baal, mereka mengikuti apa yang tidak berguna.” ( Yeremia 2 : 4 – 8 ).
Setelah itu tibalah peringatan Tuhan
————————————————–
” Dan sekarang, apakah untungmu untuk pergi ke Mesir, hendak meminum air sungai Nil ?
Dan apakah untungmu untuk pergi ke Asyur, hendak meminum air sungai Efrat ?
Kejahatanmu akan menghajar engkau, dan kemurtadanmu akan menyiksa engkau !
Ketahuilah dan lihatlah, betapa jahat dan pedihnya engkau meninggalkan Tuhan, Allahmu.”
( Yeremia 2:18-19 )
Sdrku WeLI, saya ingin sampaikan ini : JESUS LOVE YOU ! Come to Him right now, you can’t save without Him, without Jesus you will die ini your sin and you will lost forever. Jesus want to save you brother.
Shalom for all.
Shalom Sdr WeLi
saya pernah mengalami seperti anda dan dapat saya artikan bahwa anda belum atheis tapi agnostik (“Tidak Peduli/Tidak MauTau akan Keberadaan Tuhan”).
Kalo orang jawa sering bilang “Gusti Mboten Sare” (Tuhan Tidak Pernah Tidur)
berkah dalem
Dear WeLl..,
kebetulan saya menemukan tulisan menarik … tentang ” apa itu kebahagiaan? ”
sebagian saya salin disini untuk renungan kita bersama.
Dalam tulisan ini: “kebahagiaan” dihubungkan dengan “harapan”.
Maksudnya , kita bahagia kalau kita punya harapan (Rom 12:12)
Sepertinya ini menyadur dari SPE SALVI ensiklik Paus Benedictus XVI.
berikut kutipan bebasnya… comment dalam (…) dan CAPITAL adalah edit -an saya.
========
H a r a p a n !
Di dalam dinamika hidup modern sekarang ini, Harapan seperti apa yang diberikan oleh Roh Kudus (TUHAN) kepada kita?
Hari demi hari, kita mengalami macam-macam harapan – besar maupun kecil. Dalam periode-periode hidup kita yang berbeda, kadang salah satunya tampak sangat penting dan pemenuhan atas satu harapan itu tampaknya akan sangat memuaskan kita. Sebagian orang muda berharap menjadi bintang, sebagian orang mengharapkan pasangan, sebagian lagi berharap pada karir, dan lain-lain.
Ketika harapan-harapan itu terpenuhi, akan menjadi jelas bahwa hal-hal itu BUKANLAH segalanya. Nyatanya harapan manusia terus berkembang tanpa batas, mengharapkan kepuasan lebih daripada yang sudah didapat.
St.Agustinus menulis nasihat:
“di atas segalanya, kita hanya menginginkan satu hal: ‘hidup penuh berkat’…
sederhananya adalah: ’kebahagiaan’…“.
Pada akhirnya, semua usaha dan doa hanya mengarah pada satu hal ini.
Tetapi tampaknya kita tidak tahu apa yang kita cari.
Maka keinginan-keinginan dan harapan-harapan kita perlu pemurnian.
Untuk itulah kita BUTUH bantuan Roh Kudus (TUHAN).
Roh Kebenaran itu menerangi pikiran kita untuk mengetahui apa yang BAIK dan apa yang PERLU bagi kita. Dia MENYADARKAN kita akan harapan-harapan yang salah (dosa-dosa). Tanpa bimbingan Roh Kudus kita akan berputar-putar dari harapan untuk memenuhi satu keinginan lalu ke keinginan yang lain.
(–dan kita tidak bahagia.., mengkejar-kejar kebahagiaan)
Di atas harapan-harapan kita, Roh Kudus memberi kita satu Harapan – yang berkaitan dengan Iman – akan adanya masa depan yang baik, penuh berkat. (–kebahagiaan yg kita cari !)
Harapan ini bukan saja tentang penantian yang sabar dan setia akan masa depan yang belum tampak (–misalnya hidup setelah mati), tetapi ada bagian dari masa depan itu sudah diberikan saat ini (–dalam hidup sekarang ini).
Sehingga Harapan ini meyakinkan dan mengubah kehidupan saat ini.
Dalam Misa beberapa minggu lalu, kita mendengarkan kesaksian beberapa orang dari antara kita yang berani melepas tawaran duniawi untuk hidup dalam panggilan Allah. Mereka sudah menjalaninya puluhan tahun, dan NYATANYA MEREKA MERASA BAHAGIA. …. . Dalam Gereja kita, dari abad pertama hingga sekarang, begitu banyak orang yang berani mengambil keputusan radikal seperti itu. Di banyak tempat dan waktu, mereka hidup di antara orang miskin, mengalami penganiayaan, bahkan beberapa wafat karena pilihan itu. Bagi kita, mereka semua bagaikan awan-awan KESAKSIAN – yang menyelubungi kita – tentang Harapan mereka yang sangat besar.
Hidup mereka yang bebas dan bahagia, yang bisa kita lihat dalam karya-karya mereka, menunjukkan bahwa ADA BAGIAN dari masa depan yang mereka harapkan – SUDAH mereka dapatkan.
Harapan ini adalah pemberian Roh Kudus, dan kita dapat mempersiapkan diri untuk menerimanya. Salah satu cara adalah dengan berdoa. Seperti satu nasihat dalam Ibadat Harian: “Berbahagialah dalam pengharapan, bersabarlah dalam kesesakan, dan tetaplah terus berdoa.” (Rm 12:12).
========
sdr. WeLl,
tampaknya…, kita butuh TUHAN agar bisa merasa bahagia.
tanpa TUHAN kita hanya mengejar bayang-bayang kebahagiaan tanpa pernah mendapatkannya.
mungkin kita sekedar merasakan kebahagiaan yg semu / fana / segera berlalu bersamaan dengan kebutuhan (termasuk krisis yg kita alami) dan keinginan2 kita yg terus berkembang tanpa batas.
ini bukan SAJA tentang kehidupan nanti setelah mati… tapi ini adalah tentang hidup SEKARANG ini… di dunia ini, di antara semua tantangan/kesukaran dan peluang yg kita hadapi.
Shalom Fxe dan WeLl,
Benar bahwa kebahagiaan sejati yang menghantar kita kepada persekutuan dengan Tuhan itu tidak hanya baru tercapai di surga, tetapi sudah dapat kita alami di dunia, walaupun kesempurnaannya baru tercapai di surga kelak. Justru setelah kita mempunyai kesadaran bahwa kehidupan kita ini bukan hanya terbatas di dunia, maka kita akan mempunyai pemahaman yang mendalam akan makna hidup, dan ini membuat kita dapat menemukan kebahagiaan kita yang kita peroleh karena kasih karunia Allah di dalam Kristus Yesus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dulu, saya seorang katolik dan ikut karismatik……
Kl menurut saya, karismatik itu…. ya memang membuat hati tersentuh bahkan kadang2 orang2pun menangis……
Tapi kalau dari pandangan saya sebagai orang awan yang imannya tidak kuat……
Saya juga tersentuh tapi itu semua karena ada musik yang mellow dan bisa menggetarkan hati….. buktinya saya yang awam aja tersentuh…. walaupun disana membahas alkitab tapi pulang dari gereja saya tdk mendapatkan pencerahan apapun………Hati saya tetap kosong……
[Dari Katolisitas: komentar selengkapnya dan tanggapan dari Katolisitas sudah disampaikan di atas, silakan klik]
Shalom kepada saudara Weli.
Saya adalah seorang Katolik kharismatik dan ingin memberikan beberapa tanggapan akan tulisan saudara.
masalah tersentuh, memang ketika kita ke persekutuan doa kita bisa tersentuh. tapi hal ini bukanlah yang terutama dalam persekutuan doa, Tapi belajar untuk MEMUJI, MENYEMBAH dan FIRMAN TUHAN itu sendiri yang paling penting. Walaupun secara psikologi, dengan rasa ‘tersentuh’ tersebut kita akan lebih mudah menerima masukan ( kritikan ) terutama dari firman TUHAN. Tapi sekali lagi esensinya adalah firman TUHAN ( bukan perasaan tersentuhnya )
Ada teman saya yang sangat keras ( tidak pernah menangis / tersentuh akan lagu – lagu ), dia sangat setia di persekutuan doa dan kehidupannya dipulihkan, bukan karena nangis – nangisnya, tapi karena tekun melaksanakan firman TUHAN
Masalah tentang bahasa roh, itu adalah menjadi hak – hak mereka yang memang benar – benar dikaruniai oleh bahasa ro. Tapi yang mau ikut – ikutan / memalsukan bahasa roh juga hak mereka yang nantinya akan dipertanggungjawabkan ke TUHAN. Banyak orang – orang katolik sendiri yang tidak memiliki bahasa roh namun tetap setia dalam persekutuan doa, karena mereka ingin memuji, menyembah & mendengarkan firman TUHAN.
Memang kita bisa saja mendengarkan firman TUHAN lewat misa, tapi alangkah baiknya kalo kita menerima lebih firman TUHAN dalam persekutuan doa kharismatik. Persekutuan ini-pun banyak membuat katolik KTP menjadi katolik militan. sehingga saya lihat persekutuan doa kharismatik itu hal yang baik ( tentunya sudah di imprimatur oleh uskup dan paus )
sekian dan TUHAN YESUS memberkati
Betul Budi, saya juga pernah mengikuti PDKK ya bagi yang cocok tidak menjadi masalah. sebenarnya kita sangat kaya sekali dengan cara cara berdoa. ada Karismatik, doa Taize, doa Novena, rosario, kerahiaman ilahi, KTM dan masih banyak yang lainnya. Kita tinggal memilih mana yang cocok dengan kita, sehingga iman kita bisa dikuatkan. dan semuanya itu tidak bisa menggeser kedudukan MISA KUDUS. semoga teman2 katholik bisa memilih mana yang disukai. Tetap Katholik GBU ALL…………………….
Shalom Sdr WeLI
Saya seorang Katolik, saya dilahirkan bukan dari keluarga Katolik, tapi sekolah di sekolah Katolik, dan atas inisiatif sendiri masuk ke Katolik pada waktu SD. Jika boleh saya share tentang Iman saya adalah sebagai berikut: Saya sejak SMP sampai bekerja mengalami kehidupan keagamaan yang kering, bahkan cenderung sekular, karena melihat beberapa kelakuan orang yg keliatannya taat , ternyata sangat jahat dalam bidang pekerjaan. Saya juga dulu sependapat dengan anda perihal ikut Agama hanya untuk cari selamat, dan masalah sugesti psikologis, dsbnya.
Saya menemukan arti hubungan saya dengan Tuhan yang lebih mendalam, setelah beberapa kali mengalami kesulitan dalam pekerjaan, ketika itu hati saya pada posisi puncak , saya mencapai kesuksesan dengan pikiran cemerlang , dan prestasi dalam pekerjaan yang membuat saya terlalu bangga pada diri sendiri. Namun , lewat berbagai peristiwa, kehancuran, Tuhan ingin meremukkan hati saya dan menunjukkan kepada saya tentang siapa sebetulnya yang telah membawa saya pada berbagai keberhasilan.
Banyak pelajaran kehidupan dan hikmat saya petik dalam peristiwa itu, dan kemudian ketika saya mulai berusaha membaca firmanNya di Alkitab, saya menemukan sebenarnya hikmat dan pelajaran yang saya ambil itu banyk terdapat di Alkitab. Maka saya mulai giat dan tertarik untuk lebih dalam lagi mencariNya via firmanNya, kemudian berkembang via komunitas dan persekutuan, dan akhirnya sekarang saya mencariNya via orang-orang yang tersama dalam saudara kita yang miskin dan menderita. Dan kesuksesan pekerjaan, bukan orientasi saya lagi, meski pekerjaan saya sedang bagus atau sepi, hati saya sudah tidak seperti 6 tahun yang lalu, karena menurut iman saya, Tuhan bukan memanggil atau menghendaki kita untuk sukses, namun lebih untuk setia.
Tapi, saya juga baca tentang Anda yg telah mencapai keberhasilan dalam hidup dan pekerjaan, dan Anda telah bahagia. dan saya berusaha mencocokkan peta iman saya dan anda. ( Jika salah mohon maaf ) Anda kini telah memasuki fasa kesuksesan duniawi tanpa mengenal Tuhan . Mengenal Tuhan itu bukan hanya tahu saja, tapi mengenal apa yang diinginkanNya lebih dalam.
Memang, umumnya orang yang sudah berhasil dalam hidupnya, cenderung sulit untuk menerima Tuhan, karena mereka kurang menyadari jasa Tuhan sebenarnya ada di bagian mana dalam hidup yang mereka anggap sudah sempurna karena sukses.
Dalih bahwa ikut Agama adalah hanya kepuasan psikologi, menurut ziarah saya, tidak lain sebenarnya karena ‘psikologi’ sebagai salah satu ilmu pengetahuan, yang anda coba gunakan untuk memahami hubungan antara manusia dengan Tuhan. Jika kita terlalu banyak memakai ilmu pengetahuan, secara tidak lengkap , dan separuh-paruh ( Misal kita bukan ahli psikologi, namun tidak membaca literature yg lengkap dalam psikologi tentang hal itu , namum berusaha menyatakan bahwa agama adalah suatu gejala psikologi ), bukankah hal itu tidak adil?
Lebih lanjut, gerakan psikologi ini akan mengarah pada merasionalkan fenomena Agama, dan ini sudah berkembang di barat , dan kemudian masuk ke Indonesia. Menjadi fenomena NEW AGE MOVEMENT. Ini akan menjadi sangat berbahaya bagi iman, karena akhirnya semakin menjauh diri manusia dari Tuhan, dan akhirnya menciptakan suatu kepercayaan terhadap bahwa memang akhirnya mengakui adanya Yang Maha Kuasa, namun bukan Tuhan.
Jika Anda terlalu menganggap semuanya bisa dirasionalkan via ilmu pengetahuan, maka berhati-hatilah, mungkin Anda bisa terseret pada gerakan ini, yang sudah masuk ke Indonesia. Dalam suatu seminar Katolik yang saya ikuti, ternyata, ini adalah kuda putih dalam kitab wahyu. Penyesatan yang akan terjadi, yang sudah diramalkan menjelang akhir jaman.
Tersentuh oleh pada saat doa karismatik atau tidak, itu bukan menjadi patokan apakah kita sudah masuk pada doa itu atau tidak. Gaya doa katolik ada bermacam-macam, seperti doa hening, adorasi, meditasi, dan sebagainya. Yang penting adalah pengalaman akan Tuhan dalam segala aspek kehidupan dari yang terkecil sampai yang terbesar.
Jika Anda punya kerinduan untuk intim dengan Tuhan, jangan tunggu mendapat masalah besar dalam hidup, mulailah mempunyai kerendahan hati bahwa tanpa Tuhan kita bukan apa-apa, setelah itu mulai mencari Tuhan lewat firmanNya di Alkitab, jika anda baca amsal, itu adalah pedoman hidup manusia yang isinya lebih dapat dipahami orang awam. Tapi sebelumnya minta Roh Kudus membuka hati anda , karena tanpa bantuan Roh Kudus Alkitab akan menjadi kitab biasa. Dengan Roh Kudus Alkitab akan menjadi sabda yang hidup.
Sebagai penutup sharing saya, mulailah dengan doa kepada Tuhan mohon bimbingan untuk ditunjukkan jalan kepadaNya. Tapi jika karena kesibukkan dan kurang percaya, boleh ditunggu sampai Tuhan menjamah Anda sendiri via masalah dan peristiwa hidup yang lain. ( Bukannya mengharapkan Anda tertimpa masalah, namun umumnya orang yang aktif di komunitas banyak juga yang seperti itu, ada juga yang mengambil inisiatif sebelum masalah, tp ada juga yang dari kecil dididik scr kudus shg tdk ada masalah ). Sekali lagi , ini bukan penjelasan teori, lebih kepada sharing Iman saja.
Semoga Tuhan berkenan menyentuh hati Anda yang merindukanNya
Tuhan memberkati
Salam
Comments are closed.