Belakangan ini ramai dibicarakan di internet bahwa Paus Fransiskus mengatakan dalam salah satu homilinya bahwa kaum atheis (yang tidak percaya kepada Tuhan) dapat masuk surga, asalkan berbuat baik. Dengan demikian timbul pertanyaan, apakah Paus mengajarkan bahwa keselamatan dapat diperoleh melalui perbuatan baik semata tanpa iman?
Adalah penting, bahwa untuk mengetahui maksud Paus yang sebenarnya, kita perlu melihat konteks homilinya, sebab kutipan yang umum disebarkan di internet adalah hanya beberapa penggal kalimat, yang kalau tidak diteliti kalimat sebelumnya, maka bisa disalah-artikan dan nampaknya inilah yang terjadi. Demikian kalimat yang dikutip:
“The root of this possibility of doing good – that we all have – is in creation…. We must meet one another doing good… ‘But I don’t believe, Father, I am an atheist!’ But do good: we will meet one another there.”
Lha, “there” inilah yang kemudian diinterpretasikan sebagai “Surga” oleh beberapa sumber di internet. Namun kalau kita melihat konteks pembicaraan Paus Fransiskus, kita akan mengetahui bahwa Paus tidak sedang membicarakan tentang Surga dalam homilinya, melainkan tentang bahwa setiap orang tanpa kecuali dapat berbuat baik dan menghindari kejahatan. Di manakah terjadinya semua ini? Ya walau tidak disebutkan secara implisit, tetapi dari konteksnya kita mengetahui bahwa perbuatan baik ini kita lakukan di dunia, dan pada saat kita bersama-sama (baik Katolik maupun atheis) berbuat baik di dunia inilah kita akan bertemu satu sama lain. Jadi frasa: “we will meet one another there,” maksudnya adalah bahwa kita akan saling bertemu, pada saat kita sama-sama berbuat baik ini.
Sekarang, mari kita melihat beberapa kutipan perkataan Paus Fransiskus sehubungan dengan penjelasan Injil Mrk 9:38-40:
The disciples, Pope Francis explains, “were a little intolerant,” closed off by the idea of possessing the truth, convinced that “those who do not have the truth, cannot do good.”
“This was wrong . . . Jesus broadens the horizon.” Pope Francis said, “The root of this possibility of doing good – that we all have – is in creation.”
‘But, Father, this [person] is not Catholic! He cannot do good.’ Yes, he can. He must. Not can: must! Because he has this commandment within him. . . .
“Instead,” the Pope continued, “the Lord has created us in His image and likeness, and has given us this commandment in the depths of our heart: do good and do not do evil”:
“The Lord has redeemed all of us, all of us, with the Blood of Christ: all of us, not just Catholics. Everyone!
“‘Father, the atheists?’ Even the atheists. Everyone! And this Blood makes us children of God of the first class! We are created children in the likeness of God and the Blood of Christ has redeemed us all! And we all have a duty to do good.”
“And this commandment for everyone to do good, I think, is a beautiful path towards peace. If we, each doing our own part, if we do good to others, if we meet there, doing good, and we go slowly, gently, little by little, we will make that culture of encounter: we need that so much. We must meet one another doing good.”
“‘But I don’t believe, Father, I am an atheist!’ But do good: we will meet one another there.”
Berikut ini adalah terjemahan yang dicetak tebal:
“Dan perintah agar setiap orang berbuat baik ini, saya pikir, adalah jalan yang indah menuju perdamaian. Jika kita, setiap dari kita melakukan bagian kita masing-masing, jika kita berbuat baik kepada sesama, jika kita bertemu di sana, berbuat baik, dan kita akan beranjak perlahan-lahan, dengan lemah lembut, sedikit demi sedikit, kita akan membuat budaya pertemuan: kita sangat memerlukan hal itu. Kita harus saling bertemu satu sama lain dalam berbuat baik.”
“‘Tetapi saya tidak percaya, Romo, saya seorang atheis!’ Tetapi berbuatlah baik: kita akan bertemu satu sama lain di sana.”
Jadi frasa “bertemu satu sama lain di sana” tidak untuk diartikan bertemu di Surga. Sebab konteksnya bukan itu. Yang sedang dibicarakan oleh Paus Fransiskus adalah perintah yang telah tertanam di hati setiap manusia, untuk berbuat baik; dan kalau setiap dari kita melakukan perbuatan baik inilah maka kita akan saling bertemu satu sama lain, di jalan menuju perdamaian.
Maka nampaknya, seperti yang selama ini sering terjadi, pihak mass media terlalu cepat mengutip dan menyimpulkan perkataan Paus, tanpa melihat konteks yang sedang dibicarakan.
Memang perlu juga diketahui bahwa homili yang disampaikan oleh Paus Fransiskus ini dilakukan secara impromptu/ tanpa teks, sehingga dapat terjadi, memang tidak selengkap jika dibandingkan dengan homili dengan teks tertulis. Tidak seperti para Paus pendahulunya yang hanya pada kesempatan-kesempatan tertentu memberikan kesempatan kepada pers untuk mempublikasikan teks homili mereka, Paus Fransiskus membiarkan homili Misa hariannya ini diliput oleh pers. Memang secara obyektif, umumnya pernyataan-pernyataan tanpa teks/ impromptu dapat saja kurang lengkap atau membutuhkan pernjelasan lebih lanjut, dan nampaknya inilah juga yang terjadi di sini. Namun demikian dari kutipan pernyataan Paus Fransiskus yang lebih menyeluruh tentang homili itu, kita sudah dapat mengetahui bahwa arti “di sana” dalam pernyataan Paus, “Tetapi berbuatlah baik: kita akan bertemu satu sama lain di sana,” bukan berarti di Surga. Tetapi Paus mengatakan, bahwa kita semua (baik Katolik maupun atheis) akan bertemu di tempat kita sama-sama berbuat baik, yaitu di jalan menuju perdamaian.
Dear admin,
Saya sangat bersyukur dan percaya bahwa saya telah dipilih dan direncanakan Tuhan sejak awal mula untuk menjadi murid Kristus dan dibawah bimbingan Gereja Katolik mendengar Kabar Keselamatan ini… tetapi yang selalu menjadi ganjalan dalam hati saya adalah bagaimana dengan mereka yang sejak lahir hingga ajalnya tidak pernah mendengar / tidak memiliki akses apapun entah karena ia dilahirkan dalam keluarga yang bukan Katolik atau ia hidup di suatu tempat yang tidak memungkinkan ia mendengar atau mengetahui segala sesuatu tentang Tuhan Yesus secara benar ? ( Misalnya seorang yang dilahirkan di pedalaman arab )Apakah mereka juga memiliki keselamatan ? Bukankah mereka juga berhak untuk diselamatkan ? Sebab bila saya pikir apa kelebihan saya pribadi misalnya dibanding mereka sebagai sama2 manusia, maka saya diberi karunia mendapat kesempatan/menjadi Katolik sedangkan mereka tidak ?
Mohon penjelasannya… Terima kasih … Berkah Dalem
[dari Katolisitas: Silakan untuk membaca terlebih dahulu artikel-artikel di bawah ini tentang konsep keselamatan menurut ajaran Gereja Katolik:
Apakah yang diselamatkan hanya orang Katolik dan yang lainnya pasti masuk neraka?
Apakah arti EENS (Extra Ecclesiam Nulla Salus)?
Adakah keselamatan di luar Tuhan Yesus/ Gereja Katolik? ]
Entahlah, saya tetap merasa bahwa maksud Paus Fransiskus adalah setiap orang yang berbuat baik, walaupun ia atheis, tetap akan masuk Surga. Dan itupun juga yang saya yakini. Kita tidak mengerti alasan mereka menjadi atheis. Salah satunya mungkin karena kekecewaan mereka terhadap fanatisme berlebihan orang2 beragama yang justru menimbulkan perpecahan, konflik, dan jauh dari sifat mengasihi. Lagipula hal ini tidak berpengaruh bagi mereka yang Atheis, karena mereka toh tidak percaya akan Surga maupun Neraka.
[Dari Katolisitas: Orang memang mempunyai kecenderungan memilih informasi yang sesuai dengan pandangannya, daripada untuk benar-benar mendengarkan, apa yang sesungguhnya dikatakan oleh Paus. Demikian umumnya, banyak pernyataan Paus yang kemudian disalah artikan oleh pers, seperti juga yang sudah terjadi di zaman Paus Benediktus XVI yang lalu. Anda benar bahwa ada banyak alasan yang mungkin tidak kita ketahui, mengapa seseorang menjadi atheis. Namun Tuhan yang mendalami hati setiap orang mengetahuinya. Tuhan tidak akan mengadili seseorang berdasarkan dari apa yang tidak diketahuinya. Maka jika kesalahan sampai ia tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya itu merupakan ketidaktahuan yang tidak teratasi (invincible ignorance), namun ia tetap hidup menurut tuntunan hati nuraninya, dan mewujudkannya dalam perbuatan-perbuatan nyata, maka rahmat keselamatan Kristus tetap dapat menjangkaunya. Tetapi jika sampai ini terjadi, itu tetap karena jasa Kristus dalam kesatuan dengan Gereja-Nya (lih. KGK 846,847). Tentang apa itu invincible ignorance, klik di sini. Faktor ketidaktahuan yang tak teratasi, atau yang dalam Katekismus disebut sebagai ‘yang tanpa bersalah’ ini menjadi faktor yang menentukan, demikian juga dengan kesungguhan untuk hidup menurut tuntunan suara hati, untuk dengan tulus mencari Allah. Sayangnya ada banyak orang yang mengabaikan keterangan ini, sehingga keliru memahami apakah sebenarnya yang diajarkan oleh Gereja Katolik tentang hal ini.]
Mas baca maria simma dngan judul “bebaskan kami dari sini” wawancara dngn nicky eltz seorang wartawan sekuler..nanti pasti akan terjawab…
[Dari Katolisitas: Sebagai dasar ajaran iman Gereja berpatokan kepada Wahyu publik, yaitu Kitab Suci dan Tradisi Suci, dan bukan kepada wahyu pribadi. Bahwa wahyu pribadi dapat semakin memperjelas ajaran dari Wahyu publik itu, itu dapat terjadi, tetapi Gereja tidak mendasarkan ajarannya dari klaim-klaim wahyu pribadi.]
Shalom katolisitas.org
Saya ingin menanyakan, atas berita yang terkait di http://internasional.kompas.com/read/2013/10/01/1516594/Paus.Kecam.Kebobrokan.di.Vatikan . Apakah benar Paus mengkritisi para pemimpin Gereja yang terlalu Vatikan sentris?
Atau apakah ini hanyalah kesalahan presepsi dari media, yang seringkali memberitakan berita yang melenceng dari maksud sesungguhnya Paus Fransiskus?
Terima kasih
Salam Damai Kristus
Shalom Hans,
Sebenarnya, kalau kita mengerti tentang hakekat dari Gereja, yang mempunyai dualitas: kelihatan dan tak kelihatan, yang manusiawi dan ilahi, maka kita akan dapat mengerti pernyataan Paus Fransiskus ini dengan lebih baik. Adalah wajar bahwa Gereja senantiasa memperbaharui dirinya, yaitu dalam hal yang kelihatan, seperti hirarki, aspek manusiawi. Namun, Gereja tidak dapat memperbaharui kodrat ilahinya, karena kodrat ilahinya adalah persatuan antara manusia dengan Tuhan. Jadi, menjadi baik kalau Paus dapat memberikan perubahan sehingga semakin banyak orang menyadari aspek ilahi dari Gereja dan tidak berhenti pada aspek yang kelihatan. Kita turut mendoakan agar Paus dapat membuat keputusan yang bijaksana. Dan dalam kapasitas kita masing-masing, mari kita turut serta membangun Gereja yang kita kasihi ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Tapi memang itulah arti dari paus Fransiskus sendiri, bahwa ateis memang dapat masuk surga jika memang mengikuti kesadaran yang terbaik. Bukan arti kiasan lagi.
http://www.news.com.au/world-news/pope-francis-writes-atheists-can-go-to-heaven/story-fndir2ev-1226717956078
[dari katolisitas: Silakan melihat teks asli dari apa yang dikatakan oleh Paus Fransiskus. Setelah itu, Anda dapat membandingkan dengan apa yang dituliskan oleh media.]
Jika kebenaran dan ketaatan tidak melebihi orang Farisi dan Ahli taurat, jika Kasih kita tidak melebihi orang yang mencari dengan keutamaan manusia, seperti aliran dan kepercayaan yang menjadikan manusia menjadi pusat dari kebenaran, maka tidak ada gunanya mengikuti Yesus. Sebab orang yang tidak tidak mengenal Allahpun melakukannya.
[Dari Katolisitas: Tuhan Yesus memang mengajarkan kita agar kita berbuat kasih melebihi kasih yang dapat diperbuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. “Kasihilah musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu,” (Mat 5:44) adalah salah satu firman Tuhan yang menjadi ciri khas ajaran iman Kristiani. Semoga Tuhan Yesus memampukan kita melaksanakannya.]
Coba, camkn dulu,…Dan dengar arti kata dri paus fransiskus,..Manusia hidup hrs berbuat baik,..Dn hindari segala kejahatan,…Tujuanya untuk kita semakin bersahabat dg orang2 Yg baik dn lebih bersahabat dlm kerukunan kekeluarga,…Bukan masuk surga,..
Shalom Paulus,
Tujuan hidup kita manusia menurut kehendak Allah, adalah kebahagiaan abadi di Surga, jadi bukan hanya supaya manusia berbuat baik dan bersahabat dengan sesama.
Katekismus mengajarkan:
KGK 1703 Karena ia mempunyai “jiwa yang bersifat rohani dan kekal abadi” (GS 14), maka “manusia… merupakan satu-satunya makhluk di dunia ini… yang oleh Allah dikehendaki demi dirinya sendiri” (GS 24,3). Sudah sejak pembuahannya, ia [manusia] telah ditentukan untuk kebahagiaan abadi.
Maka, memang Paus mengatakan bahwa manusia harus hidup berbuat baik, tetapi ia tidak mengatakan bahwa tujuan manusia hidup hanya untuk berbuat baik. Sebab Sabda Tuhan mengajarkan bahwa perbuatan baik yang didasari oleh iman akan Kristus, maksudnya adalah untuk menghantar manusia untuk sampai kepada kebahagiaan kekal di Surga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Aku setuju dengan artikel anda bahwa beberapa orang menyalahartikan statemen Paus tentang statemen, “‘But I don’t believe, Father, I am an atheist!’ But do good: we will meet one another there.”. Setelah dilihat konteksnya, Paus Francis tidak pernah bermaksud menyatakan bahwa jika seorang atheis berbuat baik di dunia ini, orang itu akan dapat meraih keselamatan.
Tapi aku pikir artikel anda tidak menangkap problem utama dari homili itu. Coba kita lihat statemen, “The Lord has redeemed all of us, all of us, with the Blood of Christ: all of us, not just Catholics. Everyone!”. Dengan statemen ini, Pope Francis setidaknya secara implisit mengatakan bahwa semua orang bisa diselamatkan tanpa memperhatikan kepercayaan apa yang mereka pegang. Ini pandangan Universalism, dan setahu saya Gereja Katholik dengan tegas menolak pandangan ini.
Juru bicara Vatican, Thomas Rosica, satu hari setelah homili itu dipostingkan ke internet, lewat blognya menulis respon terhadap homilinya Paus, dengan niat untuk meralat statemen Paus. Jubir Paus mengatakan hal ini:
“Pope Francis has no intention of provoking a theological debate on the nature of salvation through his homily or scriptural reflection when he stated that “God has redeemed all of us, all of us, with the Blood of Christ: all of us, not just Catholics. Everyone!” Consider these sections of the Compendium of the Catechism of the Catholic Church that offer the Church’s teaching on who will be “saved” and how.
135. How will Christ judge the living and the dead?
Christ will judge with the power he has gained as the Redeemer of the world who came to bring salvation to all. The secrets of hearts will be brought to light as well as the conduct of each one toward God and toward his neighbor. Everyone, according to how he has lived, will either be filled with life or damned for eternity. In this way, “the fullness of Christ” (Ephesians 4:13) will come about in which “God will be all in all” (1 Corinthians 15:28).”
Problem-nya di sini adalah statemen “Compendium of the Catechism of the Catholic Church” kontradiksi dengan apa yang Paus katakan. Paus mengatakan bahwa Kristus sudah menyelamatkan semua orang, termasuk atheis, dan darah Kristus membuat kita semua anak-anak Allah, dan kita diciptakan menurut rupa Allah. Statemen ini sangat susah untuk diharmonisasikan dengan statemen CCC.
Aku pikir jubir Vatican bertindak benar dengan mecoba meralat pernyataan Paus, soalnya statemen Paus memang tidak konsisten dengan doktrin Gereja Katholik.
Shalom Aji Bhaskara,
Terima kasih atas masukan Anda. Memang ada kelebihan dan kekurangan dari kotbah yang dilakukan secara spontan. Dalam kotbah-kotbah yang bersifat spontan, terlihat bahwa kata-kata indah dan penekanan yang diberikan memang tidak bertujuan untuk memberikan satu pengajaran dogmatik yang dipersiapkan untuk diskusi akademik maupun perdebatan teologis. Dengan kata lain, kalau Paus Fransiskus diberi kesempatan untuk menjelaskan pernyataannya “The Lord has redeemed all of us, all of us, with the Blood of Christ: all of us, not just Catholics. Everyone!”, maka tentu saja dia akan menelaahnya secara lebih mendalam. Dia akan melihat pentingnya Gereja dan juga bagaimana Kristus mengundang semua orang untuk masuk dalam kepenuhan kebenaran. Dan hal ini terlihat juga dalam ensikliknya yang pertama Lumen Fidei. Kita dapat melihat dengan jelas pandangannya tentang keselamatan, yaitu yang menyangkut ekklesiologi – the ecclesial form of faith.
Namun demikian Paus Fransiskus juga menegaskan akan apa yang dipercayai oleh Gereja, terutama yang menyangkut mereka yang ada di luar struktur gereja pada art.35 sebagai berikut:
Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Menurut Saya Tuhan mengasihi semua umatnya tanpa batas.
Semua orang yang melakukan kebaikan dengan kesungguhan dan (mutlak) percaya kepada Tuhan, berhak atas tiket ke surga. Sehingga bila Ia berbuat baik tapi tetap tidak mau percaya kepada Tuhan, maka ia tidak berhak tiket ke Surga, mungkin untuk ke surga lewat jalan lain, purgatorio misalnya.
[dari katolisitas: Manusia diselamatkan karena kasih karunia Tuhan, yang diberikan secara cuma-cuma oleh Tuhan. Karena merupakan pemberian Tuhan, maka kita tidak dapat mengklaim bahwa keselamatan itu adalah “hak” kita, seolah-olah Tuhan berhutang kepada kita kalau Ia tidak memberikan kepada kita. Maka, kita tidak dapat diselamatkan hanya karena perbuatan baik, seolah-olah kalau kita sudah berbuat baik, maka Allah harus menyelamatkan kita, tak peduli kita percaya kepada-Nya atau tidak. Silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik]
syalom,
sejujurnya walaupun saya tak pernah jujur, sayapun ga tau saya berasal dari mana dan mau kemana.
Mohon ketegasannya, apakah sia-sia harapan kita akan masa depan yang lebih baik itu akan terjadi. Khususnya bagi kita yang percaya.
terima kasih sebelumnya,
Pardohar
Shalom Pardohar,
Sebenarnya pertanyaan tentang dari mana asal keberadaan kita dan ke mana kita akan pergi telah menjadi pertanyaan dari zaman awal, karena memang manusia yang telah diciptakan oleh Tuhan seturut gambar-Nya mempunyai kemampuan untuk mengetahui dan mengasihi penciptanya. Filsuf senantiasa setuju bahwa tujuan dari manusia hidup adalah untuk mendapatkan kebahagiaan. Dalam kekristenan, kebahagiaan akhir kita adalah di Sorga, karena Sorga menyediakan kebahagiaan sempurna dan kekal. Kebahagiaan sempurna dan kekal ini sesungguhnya sejalan dengan keinginan manusia yang terdalam, karena memang keinginan manusia yang terdalam ini adalah merupakan gambaran akan kondisi persatuan antara manusia dan Allah. Dengan kata lain, manusia memang diciptakan untuk kekekalan. Keyakinan akan hal ini menjadi lebih pasti, ketika Kristus sendiri – yang telah membuktikan bahwa Dia adalah Allah – memberikan janji-Nya yang sungguh indah dan pasti. Dia mengatakan: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16); “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” (Yoh 14:2).
Jadi, bagi kita yang percaya dan beriman kepada Kristus (lih. Ibr 11:1,6) dan menjalankan iman kita dalam perbuatan kasih (lih. Ibr 12:14) seperti yang diperintahkan oleh Kristus, maka harapan yang bersumber pada janji Kristus telah menanti kita, yaitu di dalam Kerajaan Allah. Mari, bersama rasul Paulus kita mengatakan “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” (1Kor 15:58).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
salam,
saya ingin konfirmasi tentang pernyatan paus soal atheis bisa masuk sorga … bagai mana ini bisa?
Salam
[Dari Katolisitas: Silakan membaca terlebih dahulu tanggapan kami di atas, silakan klik]
Shalom Pengurus Katolisitas
mohon bantuan untuk mengartikan arti link berikut
karena di sebuah situs ini dianggap sebagai pernyataan sikap bahwa Paus Fransiskus menganggap Atheis bisa masuk surga.
http://www.youtube.com/watch?client=mv-google&hl=en-GB&gl=ID&v=WHzHLxE4mgU&nomobile=1
Terima kasih
[Dari Katolisitas: Silakan membaca tanggapan kami di artikel di atas, silakan klik]
terimakasih sangat jelas penjelasannya,sukses selalu.
Comments are closed.