Sharing pelayanan oleh Pst Felix Supranto, SS.CC

Kebangunan Rohani Katolik (KRK), pada tanggal 16 Juni 2015, diadakan di aula Gereja Santo Fransiskus Xaverius, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dalam rangka ulang tahun PDPKK di sana. Banyak umat, bahkan umat dari paroki-paroki sekitar dan Bekasi yang jauh, menghadiri KRK tersebut. Umat haus akan jamahan Tuhan. Jamahan Tuhan sangat berarti bagi mereka. Mereka percaya bahwa jamahan Tuhan dapat memulihkan mereka: “Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati, untuk menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk” (Yesaya 57:15). Jamahan Tuhan penuh kuasa bagi orang yang percaya.

Setelah Firman Tuhan kusampaikan dan doa mohon kesembuhan serta pemulihan kudaraskan, seorang nenek mendekatiku. Ia berkata: “Romo, terimakasih, Tuhan telah menyembuhkan aku”. Aku langsung berkata: “Puji Tuhan, Tuhan memang luar biasa. Kuasa-Nya dahsyat. Jangan lupa bersaksi ya, Bu”. Aku pikir ibu itu pasti mengalami kesembuhan fisik yang menakjubkan. Aku pun bertanya kepadanya: “Ibu disembuhkan dari penyakit apa?” Jawabannya ternyata di luar perkiraanku: “Aku tidak disembuhkan dari penyakit jasmani. Akan tetapi, Tuhan telah memulihkan makna kehidupanku. Semakin tua, semakin aku bertanya apakah masih ada bagian dalam tubuhku yang bernilai. Mataku semakin hari semakin kabur. Tanganku, yang dahulu kuat bisa bekerja untuk keluargaku, kini semakin lemah dan bahkan gemetar. Tanganku sudah sulit untuk memegang gelas sekalipun. Telingaku kini juga semakin sulit untuk mendengar sehingga banyak orang berpikir bahwa aku tidak nyambung dengan perkataan orang. Kakiku kini juga sulit berjalan karena reumatik. Semakin aku memikirkannya, aku semakin sedih karena merasa diriku tidak ada artinya. Akan tetapi, ketika aku meneteskan air mata pada saat ‘doa dikumandangkan’, aku merasakan tangan Tuhan Yesus menyentuh bahuku sambil berkata ‘Anakku, bahumu sangat bernilai dan nilainya tidak akan pernah berakhir. Bahumu bukan sekedar untuk menyangga kepalamu, tetapi bahumu adalah tempat yang selalu sedia menopang kepala orang-orang yang engkau cintai yang sedang meneteskan air mata. Bahumu adalah bahu-Ku. Dari bahumu mengalirlah belas kasihan dan peneguhan-Ku”. Setelah mengatakan demikian, ia diam sejenak. Setelah itu, ia melanjutkan ceritanya dengan senyuman yang renyah: “Apa yang telah aku katakan dan lakukan pasti terlupakan. Satu-satunya yang tak terlupakan adalah bagaimana aku telah membuat hidup banyak orang, terutama keluargaku, bermakna melalui bahuku. Ternyata hidupku terus bermakna melalui bahuku. Aku kini sangat bersukacita di masa senjaku dengan senantiasa menyediakan bahuku untuk memberikan kekuatan bagi yang membutuhkannya”.

Kesimpulan sebagai sebuah pesan: Belas kasihan tidak timbul dari bibir atau pikiran, tetapi dari dalam jiwa. Ia mampu mendengar apa yang tidak dikatakan, mengerti apa yang tidak dijelaskan, dan memahami apa yang dialami. Sebagai murid Tuhan Yesus Kristus, belas kasihan sudah selayaknya senantiasa ada dalam hati kita sebab di dalam Dia ada belas kasihan: “Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan” (Filipi 2:1).

Tuhan memberkati