Fakta:
SMS tgl 3 Oktober 2010 pk 18.07 WIB:
“Mo, binun deh, knapa temen OMK, ga mw misa. Doi aktivis komunitas doa kita. Katanya misa bikin boring mending bikin doa sendiri, kadang jajan ke grj bethel n pantekosta” .
Dalam hati aku bergumam: “Ini wilayah katekese Liturgi , spiritualitas dan komunitas”.
Yahoo Mesenger, chatting tgl 20 Juli 2010 pk 20.44 WIB:
“Mo, tolong. aku sakit hati banget. Rasanya habis manis sepah dibuang. Kecewa… kok ada cowok Katolik seperti itu. Pedih… pedih… mau nangis… ”
Dalam hati aku bergumam: “Ini wilayah Pengakuan dan Kamar Tamu (Konseling-Poimenik), tapi toh bertalian dengan aneka kerumitan lainnya”.
Yahoo Mesenger, chatting tgl 14 September 2010 pk 18.05 WIB:
Seorang Ketua Lingkungan di Semarang: “Mo, paya de… ada BKS di rumah, anakku malah nglayap.. piye, jal?. Yang hadir cuma 5 orang tuwir-tuwir”.
Dalam hati aku bergumam: “Ini wilayah Sistemik fokus Pastoral yg tak kunjung jelas”
Mail Message melalui Facebook, 26 Agustus 2010 pk 19.15 WIB:
“Mo, kalo ada info kerjaan, please aku diprioritaskan yaaach… Mummmeett…”
Dalam hati bergumam: “Soal ini, Presiden dan Mentri Tenaga Kerja pun bingung?”
Komentar seorang pastor tahun 2001, pada rekoleksi Tahun Kaum Muda KAS:
“Sudah habis waktuku buat misa lingkungan, berkat jenazah, kunjungan keluarga… Tak sempat lagi ngurus kaum muda… Malah mereka bikin ribet saja… memboroskan dana…”
Dalam hati bergumam: “Ini soal paradigma terhadap orang muda dan paradigma tugas pastoral”.
Kalimat dari mulut aktivis ormas muda, tahun 2005, pernas OMKI Cibubur:
“OMK, Mudika.. apa bedanya tuh… bikin bingung.. Apa maunya Gereja? Tetap saja kaum muda Katolik jago kandang… tak mau ke luar gaul di sesama muda-mudi agama lain dan masyarakat…”
Dalam hati berumam: “Ini soal Apostolicam Actuositatem, Nostra Aetate, dan Evangelii Nuntiandi”
Dan masih banyak lagi….
Ada yang bilang: Pastoral OMK, dari dulu sampai kekal, selalu mulai dari nol menuju tak jelas. Tetapi bagi saya, pasti itu karena pihak- pihak yang mestinya menangani tidak mau terjun. Jika kita mau terjun langsung bersama OMK, tetap ada benih-benih unggul dan secercah harapan.
Bagaimanapun, pastoral OMK, (lajang usia 13 – 35 tahun, PKPKM – KomKep KWI 1995), tetap rumit, melibatkan semua dimensi kehidupan, namun bagaimanapun tetap vital karena masa depan kita di tangan mereka. Dari mana kita mulai memikirkannya?
How to Intiate? Dari Visi Gereja !
Gereja Katolik sekarang hidup dengan semangat Konsili Vatikan II (1962-1965). Sebagai muktamar para uskup yang terbesar sepanjang sejarah Gereja, konsili ini kental berwarna pastoral. Konsili Vatikan II memberi visi baru tentang karya pastoral Gereja. Para bapa konsili di bawah kepemimpinan paus membaharui pertama-tama visi mengenai Gereja, yakni Umat Allah. (lihat Lumen Gentium bab II). Gereja adalah kesatuan seluruh umat beriman kepada Kristus. Salah satu konsekuensi pastoralnya ialah bahwa Gereja mesti terbuka pada seluruh umat, siapa mereka, apa profesi serta dari mana di mana pun posisi mereka.
Faham bahwa karya pastoral Gereja paroki adalah karya sakramental teritorial saja kini dinilai tidak cukup lagi. Gereja di jaman ini dipanggil juga untuk menjadi Gereja kategorial, demi pelayanan yang makin menjangkau semakin banyak orang, khususnya orang muda.. Kekuatan Gereja tidak tergantung pada kemampuan dan kemauan pastor parokinya belaka. Selain tidak sesuai dengan zaman, juga tidak sesuai dengan cita-cita Konsili Vatikan II, sebab yang bisa dijala hanya oleh inisiatif pastor paroki terbatas. Umat dan orang muda punya pengalaman hidup dan iman mereka sesuai dengan panggilan profesinya masing-masing.
Visi Tentang Pastor Paroki
Fakta sejak abad-abad lalu, pastor paroki adalah seorang pelayan sakramen di batas wilayah teritorial tertentu. Hal ini berlangsung terus, praktis sampai zaman pasca Konsili Vatikan II ini. Namun, seorang pastor paroki di zaman ini mesti menempatkan dirinya dalam visi Gereja mondial serta menyadari panggilannya berkait dengan visi karya pastoral Gereja Konsili Vatika II. Maka menjadi seorang pastor paroki diharapkan tidak hanya menjadi seorang pelayan sakramen, apalagi hanya ’tukang’ Ekaristi saja walaupun itu memang tugas pokok pertama kali. Hal ini karena pastor bukan hanya seorang pemimpin, namun juga mesti seorang manager. Tapi hendaknya ia bukan menjadi comercial manager melainkan pastoral manager. Ia sebaiknya juga menguasai manajemen yang utuh sehingga mampu mengelola permasalahan pastoral dengan tepat sasaran dan menjala sebanyak mungkin orang untuk keselamatan. Manager macam ini adalah pemimpin yang melayani, seperti yang telah dicontohkan sendiri oleh Tuhan Yesus dan para rasul.
Visi Tentang Gereja Paroki
Pelayanan pastoral teritorial sebenarnya berasal dari tradisi pastor seumur hidup di tanah Eropa abad pertengahan. Praktek itu didukung oleh zaman agraris yang menuntut teritorial sebagai basis hidup seseorang. Dulu mata pencaharian seseorang bersumber pada tanah. Rejeki hidupnya ada di tanah, makin luas tanah, makin menjamin kehidupan. Kini jaman sudah berubah. Mata pencaharian orang tidak lagi berbasis pada tanah, melainkan pada apa pun yang memberi rejeki hidup. Masyarakatnya bukan agraris lagi, melainkan modernis dengan era digital dan mobilitas pergerakan yang tinggi.
Paroki mesti sedikit atau banyak mengubah mindset, dari pelayanan sakramental teritorial belaka, ke arah pelayanan pastoral personal/kategorial/profesional. Ini berarti, menambahkan pelayanan pastoral teritorial plus. Orientasi karya pastoral paroki hendaknya direncanakan berdasarkan pada ajaran ”dogma plus”, yaitu dogma Gereja plus kenyataan hidup umat. Kalau tujuannya adalah keselamatan jiwa-jiwa, maka yang mesti menjadi pertimbangan utama adalah jiwa-jiwa umat. Sama sekali bukan melulu berdasarkan kebiasaan yang yang ada, yang seringkali terikat pada zamannya. Paroki di pusat kota berbeda dengan yang berada di pinggiran. Paroki di desa berbeda dengan paroki di pinggir pantai dll. Paroki tua, dengan umat yang sudah sepuh-sepuh juga berbeda dengan paroki di kompleks perumahaan baru. Karenanya tidak mungkin dan tidak perlu dibuat peraturan yang sama, atau seragam yang berlaku pada semua paroki di seluruh wilayah keuskupan.
Menangani karya pastoral paroki senantiasa memerlukan ketrampilan managerial. Dewan Paroki dengan ketua Pastor Paroki mesti menemukan potensi yang ada dan mengembangkan aneka potensi umat semaksimal mungkin. Menemukan kebutuhan yang real dan kebutuhan ideal sebagai umat Allah. Memperhitungkan kekuatan dan kelemahan yang ada. Setelah semuanya itu, merencanakan sesuatu berdasarkan perhitungan tersebut. Meskipun demikian, harus diakui bahwa dari jaman dulu sampai kini selalu ada yang tetap misalnya administrasi paroki dan kedudukan paroki itu sendiri. Di situlah tempat untuk Allah berkarya melalui Roh Kudus yang hadir di dalam Gereja umat Allah.
Tanggungjawab Gereja pada Orang muda
Siapa Orang Muda Katolik?
Pedoman Pastoral Kaum Muda menyebut Katolik lajang usia 13-35 tahun. Jika demikian, sebagian besar umat Katolik adalah orang-orang muda. Mereka adalah orang-orang yang karena usianya belum punya tempat untuk kiprah di dalam Gereja. Pada umumnya hal ini dianggap sebagai sesuatu yang biasa, lumrah saja, tanpa perlu diambil tindakan apa pun. Di lain pihak meskipun, orang-orang tua yang jumlahnya lebih sedikit, namun merekalah yang sering memegang wewenang di dalam Gereja kita. Akibatnya orang muda sering hanya menjadi obyek pelayanan Gereja dan bukan subyek pelayanan. Memang harus diakui bahwa di samping segala kelebihan yang belum tergali pada diri orang muda, ada segudang permasalahan yang menghadang yakni aneka masalah psikologis seputar identitas diri maupun masalah sosio-antropologis sebagai anggota masyarakat moderen dewasa ini. Demikian sehingga umumnya orang muda belum atau malah tidak sanggup menentukan dirinya sendiri.
Ketidaksanggupan ini bukan karena mereka bodoh melainkan karena mereka tidak berdaya (powerless) di tengah kaum senior di sekelilingnya. Mereka tidak bersalah, namun sering dipersalahkan. Mereka adalah korban sistem masyarakat dunia dewasa ini, namun sering dituding sebagai pengganggu. Akibatnya mereka ini bingung bahkan tidak jarang menjadi linglung. Bingung dengan dirinya sendiri. Bingung dengan orang-orang tua mapan yang juga bingung di tengah kemajuan zaman ini. Tiada teladan tiada jalan bagi orang-orang muda tersebut. Karena itu tidak mengherankan kalau berkarya untuk, berkarya bersama dan demi orang muda janjinya bukan prestasi melainkan frustrasi. Semoga di waktu sekarang, dimulai perubahan justru dari paradigma kita memandang orang muda.
Mengapa Orang Muda ?
Kecuali sisi gelap seperti di atas, orang muda juga punya sisi terang. Sebagai orang muda, mereka kalah pengalaman (paling tidak penglamaan) dengan mereka yang tua. Namun justru karena kekurangan inilah orang muda siap untuk berbuat apa saja demi memperoleh pengalaman (penglamaan) yang menjadi harta orang tua. Dalam masa pencarian ini, seringkali orang muda salah langkah, salah pilih, karena salah nilai. Karena itu orang muda memanggil kita, orang tua untuk mendampingi mereka. Mendampingi mereka dalam pengenalan nilai-nilai, dalam memilih, apalagi dalam memperjuangkan nilai-nilai hidup manusia maupun nilai kristiani. Kalau tidak, orang muda yang amat reseptif atas aneka nilai ini dan hidup di tengah budaya permisif ini, bisa jadi justru akan makin bingung. Dan celakanya, mereka sendiri tidak mungkin menolong dirinya sendiri. Kita, orang tualah yang diundang untuk membantu orang muda tersebut.
Sisi terang orang muda lainnya ialah bahwa orang-orang muda kita menyimpan kekuatan besar dalam dan diri dan jiwa mereka. Tenaga orang muda luar biasa, semangat orang muda ini besar, belum lagi didukung oleh cita-cita luhur mereka. Semuanya itu andai saja dapat diintegrasikan pasti dapat menjadi sumber rahmat bagi Gereja dan masyarakat pada umumnya. Seumpama harta, orang muda adalah harta tak ternilai bagi Gereja. Namun, memang punya harta saja belum cukup, sebab masih memerlukan kemampuan untuk menggunakan apalagi mengembangkannya.
Permasalahan Orang Muda
Identitas diri
Masalah laten yang selalu menyertai orang muda adalah identitas diri. Tanpa ini orang muda tidak pernah akan tumbuh. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah pendampingan orang yang sudah melewati dan mengatasi permasalahan ini.
Tahun 1992 Keuskupan Agung Jakarta membuat suatu penelitian dengan hasil akhir sebagai berikut. Ada tiga masalah utama yang mencekam orang muda:
Orang muda yang ber umur 13-17 tahun, masalah terbesarnya adalah soal identitas diri. Sedang yang berumus 17-25 tahun umumnya menghadapi permasalahan menentukan karier. Dan mereka yang berumur 25 tahun. plus umumnya bergulat dengan masalah perjodohan.
Aktualisasi diri
Kecuali kebutuhan untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, orang memerlukan kemudahan dan pendampingan dalam mengaktualisasikan dirinya. Secara sederhana orang muda butuh waktu dan tempat serta teman untuk dapat mengaktualisasikan diri secara maksimal. Orang dewasa sebetulnya lebih dibutuhkan kehadiran dan keberadaannya lebih sebagai teman daripada sebagai penasihat.
Pendampingan
Pendampingan diperlukan orang muda bukan pertama karena pendamping lebih ahli daripada yang didampingi melainkan karena wibawa dan otoritas yang dimilikinya. Dari pendamping sebetulnya tidak dituntut suatu ilmu atau keahlian. Kalau pengalaman pendamping dibutuhkan pun tidak secara langsung diperlukan, sebab itu semua dapat mereka temukan sendiri. Sedangkan otoritas atau wewenang hanya dapat dimiliki oleh pendamping. Seperti kita tumbuh dan berkembang bersama orang lain, maka bila pendamping ada, maka pertumbuhan orang dapat lebih pesat karena orang muda punya kebanggaan lebih. Orang muda mendapat nilai tentang dirinya justru dengan aktualisasi dirinya.
Tradisi Pendampingan Kaum Muda:
Sayang bahwa selama ini dunia pendampingan sudah terlanjur salah kaprah. Kesalahan ini berawal dari kekeliruan konsep pendidikan. Yakni pendidikan yang berorientasi pada hasil, daripada pada proses. Pendidikan masih saja mengutamakan pemberian isi, dan kurang memberikan perhatian pada pembangunan suasana demi kelancaran proses. Seperti seekor benih ikan yang bermutu, bila hidup di air yang keruh, apalagi terpolusi, pasti tidak bisa tumbuh dengan baik. “Lebih baik benih ikan yang kurang bermutu, namun air tempat hidupnya sehat, karena di situ ikan akan berkembang baik,” demikian kata alm Mgr. Leo Soekoto SJ. Banyak pendamping dan pendampingan yang lebih menekankan isi daripada suasananya. Akibatnya menimbulkan frustrasi di kedua belah pihak: pendamping dan orang yang didampinginya.
Pertumbuhan itu proses bukan tumpukan konsep atau ide. Pendidikan itu butuh waktu dan tempat dan lebih dari itu butuh hati orang-orang lain di sekitarnya. Orang muda juga bukan tempat untuk menampung segala ide dan pengalaman. Orang muda mencoba segala ilmu dan nasihat. Orang muda tidak butuh nasihat, sebab masalahnya bukan terletak pada kurangnya pengetahuan, melainkan kurangnya kesempatan dan tempat untuk mengaktualisasikan dirinya, intinya: kurang dipercaya! Orang muda akan punya pengalaman jika dipercaya. Dalam pengolahan pengalaman itulah orang muda memerlukan orang tua/ pendamping yang siap menjadi teman.
Di Gereja Paroki, Apa yang Dapat Kita Buat Bersama Orang Muda?
Orang muda merupakan sumber kekuatan dan kehidupan serta pembaharuan Gereja. Bila Gereja tidak pandai-pandai menangkap dan memanfaatkan kekuatan orang muda, dengan cepat Gereja akan mengalami kehancuran. Minimal, tanpa orang muda, Gereja hanya akan mengalami kemandegan mungkin malah kemunduran. Dan kalau ini terjadi orang dewasa akan kehabisan tenaga dan energi dan akan sia-sia. Untuk apa segala keberhasilan orang dewasa kalau orang muda lari keluar dari Gereja Katolik.
Secara teoritis dapat dirumuskan demikian:
Di Gereja paroki mesti dikembangkan karya pastoral orang muda berdasarkan realita orang muda. Artinya, mesti ada data untuk pengembangan pastoral.
Siapa orang muda yang de facto ada dan datang ke Gereja paroki kita?
Bagaimana umumnya tingkat pendidikan dan kemampuan mereka: SMU, mahasiswa, karyawan?
Bagaimana suasana pada umumnya: pergaulan antar mereka, keakraban antar mereka, mutu pembicaraan mereka dll.
Menurut St Ignatius Loyola, kita mesti mencari pintu masuk ke mereka, agar kita dapat membawa ke mana kita inginkan. Pintu masuk itu kita temukan bila kita mengenal mereka dan punya kemauan untuk menemukannya. Untuk itu kita mesti menyediakan waktu dan memperkuat kemauan dan bertekun dalam menghadapi aneka kemungkinan. Termasuk dan lebih-lebih rasa frustrasi dalam setiap usaha pendekatan tersebut. Barang kali semacam usaha untuk memberi tempat kesempatan dan kepercayaan, formal maupun informal, perlu terus menerus diusahakan. Dalam hal ini kita perlu pandai-pandai menciptakan kesempatan kepada orang muda untuk bertemu, saling mengenal, saling mendukung.
Konkretnya apa?
- Mengenali nama mereka satu demi satu (sehabis perayaan Ekaristi, pagi, hari Minggu), mendengarkan siapa, mengapa ke gereja dll?
- Mengakui keberadaan mereka: Mereka riil ada di dalam Gereja lalu mengajak mereka ini terlibat dalam aneka kehidupan dan kegiatan Gereja.
- Menyediakan suasana, kemudahan untuk mengakui keberadaannya: dengan pengenalan antara orang muda, sewaktu perayaan Ekaristi dan sesudahnya atau membuat acara bersama khusus untuk mereka. Biasanya dengan bungkus MSF (Musik, Sport/Seni, Film/Fun) disukai, juga perjumpaan a la kafe, namun isinya tema-tema ajaran Gereja menanggapi persoalan riil mereka.
- Mendengarkan: persoalan real dan konkret mereka: ulangan, ujian, pacaran, beda agama, dll Mengajak membawa persoalan tersebut dalam perayaan ekaristi. Misalnya, menyapa yang sedang menulis skripsi, yang sedang susah cari kerja.
- Mendampingi: hadir di antara dan bersama acara mereka, hadir dan menunggui kala weekend.
- Menantang orang muda dengan tahap-demi tahap memberi mereka tanggungjawab: menyerahkan kepada mereka untuk membuat acara-acara untuk orang muda: Paskah orang muda, welcome party, kemah remaja, 17 Agustus, operet Natal, Imlek, Valentine’s Day, dll.
- Memberi kebebasan demi tanggungjawab: ide dasar kita pikirkan, dan pelaksanaannya mereka, dengan tetap didampingi: meminta mereka menjadi tim pelaksanaan acara paroki.
- Mempercaya dengan tetap mendampingi: mengenalkan prinsip-prinsip dasar: asal bisa mempertanggungjawabkan, silakan!
- Melibatkan mereka di kancah yang lebih luas, di luar diri mereka: anggota dewan paroki, melaksanakan acara umat; mengusahakan agar orang-orang muda dapat aktif di lektor, Website/Facebook/Twitter/Kaskus Paroki; dll.
Harapan
Semoga fakta-fakta adanya masalah OMK seperti temuan penulis di atas, segera bisa diatasi bersama-sama di paroki-paroki sebagai tim kerja, yang melibatkan OMK sendiri. Mari mempercayai orang muda, karena di tangan merekalah kita mempercayakan masa depan. Semoga OMK kita Bantu untuk menjawab panggilan Tuhan kepada Yeremia :TUHAN berfirman kepadaku: “Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. (Yer 1:7)
Penulis: Yohanes Dwi Harsanto Pr
Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI, Imam diosesan KAS, tinggal di Pastoran UNIO Indonesia, Jakarta. Khususnya saya berterima kasih pada Bp YR Widadaprayitna yang mensahringkan hal ini selama saya sebagai Ketua Komisi Kepemudaan Kevikepan DIY, belajar dari beliau di Jogja (2002-2004). Sumber tulisan memang pada refleksi beliau yang dituangkan di di http://gerejakaummuda.wordpress.com/2009/10/ dan “Pedoman Pastoral Kaum Muda”, KomKep KWI, 1995.
Romo Wanta..saya mau bertanya,mungkin pertanyaan saya agak aneh
1.Misalnya kita memiliki hutang entah itu dengan seseorang, bank atau perusahaan ketika kita belum lunas semuanya tiba2 seseorang itu meninggal n keluarganya pindah entah ke mana, bank atau perusahaannya tutup ke mana kita mengembalikan uang yang telah kita pinjam? Karena hutang yang tidak dibayar itu katanya dosa.
2.Mengenai memakai kontrasepsi adalah dosa.Kalau keluarga pas pasan biar anak anak juga lebih terjamin dan tidak terlantar terus orang tua memakai kontrasepsi misalnya kondom.apakah tetap dosa ?
Shalom Stephani,
Secara prinsip, adalah adil kalau kita melakukan apa yang menjadi tugas dan kewajiban kita, termasuk adalah membayar hutang-hutang yang kita lakukan. Namun, kalau kita telah berusaha mencari tahu dan tetap tidak tahu keberadaan orang yang berhak menerima pembayaran, maka kesalahan bukan berada pada pihak kita. Namun, alangkah baiknya, kalau kita juga bersiap-siap untuk tetap melakukan pembayaran, karena bisa saja sewaktu-waktu mereka akan menagih apa yang menjadi hak mereka. Tentang dosa menggunakan kontrasepsi, dapat Anda baca di sini – silakan klik. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Sy adl anggota KTM. Dimana skrng KTM sy dipermasalahkan utk mslh keuangannya. Pastor paroki setempat tdk senang dgn kenyataan klo KTM menyimpan keuangannya sendiri. Pdhl sejak pertama kali KTM sy berdiri, KTM tdk pernah meminta uang dr kas paroki. Uang kita dpt dr hsl kolekte anggota KTM & fundraising.
Yg menjadi pertanyaan, apakah itu salah klo KTM menyimpan & mengurus keuangannya sendiri? Krn sy membaca artikel klo suatu organisasi kategorial (KTM termasuk organisasi kategorial, benar?) diberi kekuasaan sendiri utk mengatur terutama di bidang ekonomi. Meskipun tetap bekerjasama dgn paroki setempat.
Apa ada dasar hukumnya mengenai keuangan KTM bisa dikelola sendiri? Misalnya katekismus gereja katolik, dll?
Terima kasih atas jawabannya,
Meirina
Meirina Yth
KTM adalah Komunitas Tritunggal Mahakudus. Dalam kodeks umat beriman diberi hak untuk berserikat (berkomunitas) dengan tujuan karya kesalehan injili spt KTM. Kalau meneliti sejarah, tarekat memiliki kisah yang sama mulai dengan pembentukan asosiasi, kelompok yang didirikan oleh pemimpinnya. setelah lama kemudian mengajukan pendidiran serikat dan telah memiliki Konstitusi hidup rohani/komunitas, maka Pimpinan Gereja mengakuinya. Jika sudah diakui oleh Gereja maka Pedoman/Statuta, Konstitusinya hendaknya disahkan oleh ordinaris/Uskup setempat. KTM sebaiknya juga demikian agar diakui eksistensinya oleh Uskup. Jika sudah memiliki aprobasi dari uskup setempat tentang komunitas itu (KTM) maka lembaga itu dapat mengumpulkan dan mengembangkan dananya dari anggota. Jadi, jika hal ini sudah dilakukan, KTM dapat memiliki harta benda sendiri, (uang) untuk kegiatan komunitasnya, sehingga KTM tidak salah menyimpan dan mengurus keuangan sendiri, karena komunitas sah dan diakui Wali Gereja setempat. Hanya sekarang KTM perlu menyampaikan Statuta/konstitusinya: berikan laporan keuangan setiap semester kepada pastor paroki sebagai representasi Uskup dalam karya pastoralnya dan juga kepada anggota. Laporan keuangan perlu akuntable dan transparan sehingga Uskup dapat membaca laporan keuangan KTM. Dasar dari KTM menyimpan uang adalah seperti disebut di atas, KTM sebagai usaha Komunitas, yang berbakti pada Tritunggal mahakudus sesuai dengan Konstitusinya (Pedoman Dasar/corak hidup KTM). Semoga semakin terbuka dan jelas.
salam
rm wanta
Baru-baru ini OMK (Orang Muda Katolik) di paroki kami baru memilih kepengurusannya yang baru. Tahun sebelumnya OMK-nya agak mati suri. Untuk tahun ini ada “semangat” baru dalam diri anak-anak muda ini. Empat hari lalu mereka datang kepada saya untuk memberikan semacam pembekalan bagi pengurus baru sebelum nanti mereka dilantik.
Nah, pertanyaan saya adalah apa yang saya harus berikan mengingat saya sendiri TIDAK punya pengalaman mendampingi OMK, TIDAK pernah terlibat dalam organisasi di Gereja. Mungkin ada saudara/i yang punya pengalaman dalam memajukan OMK di tempatnya atau malah punya bahannya. Sekedar diketahui saja mereka meminta saya karena mereka senang dan percaya pada saya. Dan saya juga punya niat untuk menghidupkan serta memajukan OMK di paroki saya.
Demikianlah masalah saya. Sekian dan terima kasih.
Salam Brian,
Pertama, silahkan berikan harapan dan semangat iman Anda sendiri. De facto mereka telah mempercayai Anda. Bersyukurlah. Kepercayaan itu modal utama untuk mendampingi OMK. Karena yang namanya pendampingan pertama-tama ialah proses bersama yang didampingi, bukan hanya kegiatan dalam satu atau beberapa hari. “Jam terbang” Anda bertambah dan kelak jumlah “jam terbang” itu akan membantu.
Kedua, silakan dengan tenang berdialog dengan mereka tentang apa yang mereka harapkan dalam kegiatan tersebut. Mereka pun harus berproses bersama mengenai apa yang mereka harapkan, dan diajak terlibat, tidak membebankan semua pada Anda seorang. Jika ada rekan lain yang bisa diajak membantu, akan lebih baik. . Dengan mengetahui tujuan, langkah dan metode lebih mudah ditetapkan.
Setelah itu, langkah ketiga, silakan mempelajari beberapa modul yang bisa Anda pilih mana yang kira-kira cocok. Ada beberapa modul di website Komisi Kepemudaan KWI yang mungkin cocok, silahkan klik di sini http://www.orangmudakatolik.net dan klik kolom “gudang ilmu”.
Semoga membantu.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
TENTANG OMK YANG MEMAKAI NAMA KEDAERAHAN
Yang saya ingin tanyakan apakah diperbolehkan membentuk OMK yang memakai nama kedaerahan misalnya OMK IKSU – OMK KAWANUA – dan lain lain.
Yang saya tahu dalam perihal OMK itu hanya OMK bersifat BASIS – lingkungan atau di wilayahnya .. dan tidak memakai nama kedaerahan .. dan ditakutkan kalau memakai nama kedaerahan akan bersifat EGOIS dan tidak kompak sesama OMK di wilayahnya ..mohon sarannya, terima kasih.
Salam Johanes Eko Trisulo
Rasul Santo Paulus menasehati dalam Galatia 3:26-28 : “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus”.
Dari nasehat itu, jelaslah bahwa kita bersatu dalam Kristus sebagai Tubuh Kristus yang kelihatan, yang menerima komuni yang satu dan sama. Kelompok-kelompok kesukuan bukanlah sifat Gereja yang satu, kudus, katolik, apostolik. Namun demikian, jika orang-orang Katolik suku tertentu, atau bangsa tertentu mau berkumpul hanya sebagai pelepas rindu, tetap saja boleh. Bahkan di beberapa negara, kelompok orang Katolik berbahasa Indonesia rutin berkumpul. Hal ini bahkan bisa mendukung kesatuan Gereja, jika orientasinya bukan hanya demi kesukuannya sendiri, namun terarah pada kebersamaan sebagai kesatuan Gereja universal. Setelah rasa rindu terpuaskan, lalu siap memberi sumbangsih bagi kebersamaan Gereja.
Sebenarnya prinsip yang sama berlaku pula bagi kelompok berdasar minat, hobi, dan keahlian. Misalnya, persekutuan wartawan Katolik, persatuan dokter Katolik, persekutuan pelajar Katolik, dll. Hal itu tetap terarah pada kesatuan kebersamaan dalam Gereja yang satu, kudus, katolik, apostolik. Setiap anggota menyumbang pada kesatuan Tubuh (1Kor12:12-31).
Salam
Rm Yohanes Dwi Harsanto Pr
Siapa yg menguasai pemuda, mereka akan mengasai masa depan.Maka,wadah semacam OMK mutlak perlu.,sebagai arena belajar berorganisasi dan medan latihan pengabdian untuk sesama,agar jadi generasi penerus Gereja yg beriman kukuh,cerdas,berwatak mulia,sehat,trampil,berguna tuk sesama.Dulu pernah ada AMKRI, lalu MKI, , lalu Pemuda Katolik,lalu Mudika.Dan kini OMK harus berkiprah.Tuhan memberkati
Salam,
saya senang ada perhatian kepada kaum muda.
kaum muda merupakan harapan dan masa depan kita bergereja.
usaha-usaha pendampingan dan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada kaum muda sangat bagus dan mulia.
satu diantaranya misalkan misa-misa / perayaan ekaristi yang dikususkan untuk, bagi dan oleh kaum muda, boleh sering diadakan.
bagi anak-anak yang sekolah di sekolah katolik mungkin ada misa sebulan sekali. bagi yang sekolah di lain tempat jarang merasakan perayaan ekaristi kaum muda. mudah-mudah dapat diadakan secara berkala dan sesering mungkin. misal sabtu minggu ada 5 kali misa. dua minggu sekali ada satu misa yang dikususkan untuk misa kaum muda. cuma 1/10 bagian. satu kai misa dari 10 kali misa sabtu minggu.
demikian mohon maklum
teriring salam & doa
hendro
17.03.2011.
Salam Hendro,
Terima kasih masukannya. Yang lebih penting dalam penyelenggaraan misa OMK ialah melibatkan mereka, mempercayai mereka untuk bertugas sebagai pelayan misa. Ada yang jadi misdinar, lektor, pembawa doa umat, kolektan, koor, solis. Selain itu mereka harus didampingi dalam latihan dan diberi dasar-dasar pengertian mengenai Perayaan Ekaristi. Terima kasih dukungan terhadap OMK. Bicaralah selalu dengan pastor / Dewan Paroki agar lebih memperhatikan katekese bagi OMK dan lebih memercayai mereka terlibat dalam ekaristi, kegiatan paroki dan komunitas.
Salam: Yohanes Dwi Harsanto Pr
Shalom Katolisitas. Di mailing list umat Keuskupan Agung Semarang awal Maret 2011 ini ramai didiskusikan mengenai seorang pastor di Jakarta yang diadukan oleh umatnya kepada uskup Keuskupan Agung Jakarta karena pastor tersebut selalu memanfaatkan laptop dalam misa, dengan layar dan proyektor. Ada yang merasa itu berlebihan, sehingga dilaporkan uskup. Pastor tersebut mengeluh dalam homilinya bahwa diadukan ke umat. Pertanyaan saya: apakah ada aturan bahwa teknologi presentasi ini dipakai dalam misa? Bukankah kita sudah biasa memakainya?
Salam saya
Isa Inigo
Isa Inigo Yth
Diskusi terbuka di milist KAS tersebut memang sudah merambah kemana saja. Persoalan adalah seorang imam berhomili saat perayaan ekaristi menggunakan media audio visual (laptop dan lcd) dengan bermacam macam presentasi dan film katanya. Memang sudah biasa namun ada umat yang kurang suka dan ada yang suka karena baru modern. Persoalan bukan tidak boleh dan boleh menggunakan IT untuk pewartaan? Persoalan pada bagaimana seharusnya berhomili di dalam ekaristi? Apa itu homili? Berbeda dengan kotbah, berbeda dengan katekese? Tidak bisa disamakan saja. Umat kadang kurang paham, walaupun ada juga yang paham. Homili adalah pewartaan sabda Tuhan atas bacaan perayaan ekaristi saat itu. Maka sebagai pemimpin ibadat seorang imam berdiri di mimbar sabda dan bukan jalan keliling umat, tapi berdiri di depan mimbar sabda Tuhan di mana dia telah membacanya, menjelaskan isi pesan Sabda Tuhan kepada Umat, memberikan renungan peneguhan iman pada umat. Berbeda dengan katekese terjadi di luar misa kita boleh menggunakan IT agar umat bisa memahami pengajaran iman Katolik. Karena media IT dapat membantu menjelaskan isi ajaran GK kepada umat. Kotbah bisanya pewartaan sabda Tuhan yang tematis dengan pesan khusus dan tidak terikat pada teks tertentu. Khotbah bisa di luar misa dalam bentuk ibadat Sabda. Nah apa yang terjadi? Imam kadang kurang memahami arti dan peran pemimpin Ekaristi dalam berhomili. Ada yang menyanyi pakai gitar, ada yang lari ke sana kemari di tengah umat, ada yang bermain dengan umat, ada yang pakai film dll. Ini keliru besar. Homili dalam perayaan Ekaristi tugas pemimpin menjelaskan Sabda Tuhan dan memberikan permenungan untuk meneguhkan iman umat. Jadi monolog, tanpa media, medianya adalah komunikasi pewartaan dengan berbicara kepada umat. Di situlah kekuatan sang pemimpin dalam berhomili. (Bacalah teman ini dalam artikel di katolisitas).
Bereksperimen dengan membawa nuansa entertain dalam perayaan ekaristi adalah salah dan keliru besaaarrr. Ekaristi bukan pertunjukan melainkan ibadat perayaan iman di mana Kristus hadir bersama umat-Nya. Mohon baca majalah hidup edisi terakhir ttg ekaristi bukan pertunjukan/entertaiment oleh Rm Jack Tarigan Pr.
salam
Rm Wanta
Terima kasih Romo Wanta. Saya sendiri sebagai orang Semarang jadi tahu bahwa beberapa yang pernah dilakukan oknum imam di Semarang saat itu kliru. Mungkin juga yang di Jakarta juga sama kelirunya. Memang beberapa kali saya memergoki imam yang jalan-jalan dan main alat musik saat homili atau sesudah doa setelah komuni. Tapi semoga penjelasan Romo semoga membuat semua mengerti. Saya dulunya protestan pindah-pindah gereja. Muak dengan macem-macem kotbah pendeta yang ngalor-ngidul, cari-cari kreativitas aneh-aneh cari perhatian yg ujungnya untuk cari pendapatan. Ternyata di Katolik saya menemukan damai. Bukan karena kreativitas cara homili (dalam ekaristi) , tapi sebaliknya karena romo-romonya rendah hati dan menjelaskan Sabda Tuhan sesuai kehendak Tuhan dan GerejaNya, bukan selera sendiri, bukan cari popularitas dan uang saku pribadi. Saya beli katekismus, beli dokumen gereja setelah tahu website katolisitas ini dan makin tahu akan hakikat Gereja yang didirikan Kristus. Saya jadi makin paham akan kebenaran Gereja Katolik . Saya lega dg penjelasan romo karena saya hampir bertanya, kok imam Katolik gak ada bedanya dengan pendeta yang dulu saya merasa muak, karena kayak artis saja. Tapi dengan penjelasan romo jadi tahu yang benar dan lega. Terima kasih romo. Salam dari Semarang: Isa Inigo
Mohon tanya mo.
Apakah untuk homili HARUS berada di mimbar dan berdiri? Bukankah tujuan homili adalah untuk menyampaikan firman dan menjelaskan kepada umat, lalu mengapa ketika menyampaikan harus dibatasi dengan sebuah mimbar. Haruskah seorang imam juga berdiri? Apa arti mimbar kalau justru tujuan utama tidak terpenuhi.
Salam,
Parjo
Parjo Yth
Setiap imam yang merayakan perayaan ekaristi adalah in persona christi menghadirkan Kristus sebagai pemimpin dalam perayaan perjamuan suci bersama umat. Karena itu, Imam selain mempersembahkan doa bersama umat juga menghadirkan Kristus di tengah umat. Ketika perayaan sabda bukan hanya orang yang membaca sabda Tuhan melainkan dia mewartakan Sabda Allah. Homili adalah peristiwa iman ketika Imam tidak tergantikan oleh awam dalam membaca dan mewartakan Sabda Allah. Saat itu dia sebagai representasi Kristus sebagai Kepala Gereja, mewartakan Sabda Allah. Sikap yang pantas adalah berdiri, Berdiri artinya tanda kesiapan hormat, tanda kewibawaan membawakan Sabda Allah, bukan duduk melainkan berdiri dalam tempat yang khusus, yaitu Mimbar; bahkan dalam Gereja lama tempatnya di atas. Lihatlah misalnya seperti di gereja Katedral, Jakarta.
Oleh karena itu saat memberikan homili tidak duduk atau berjalan ke-sana kemari melainkan berdiri di tempat yang khusus. Mimbar sabda dan mimbar perjamuan (altar) memiliki arti penting. Maka ketika homili seorang imam harus berdiri (kecuali karena sakit atau memberi renungan bukan saat Ekaristi dapat duduk di kursi) dan berdiri di tempat mimbar.
salam
Rm Wanta
mohon ijin mempost Romo
[Dari Katolisitas: Silakan mempost artikel ini, dengan menyebutkan sumbernya yaitu dari katolisitas.org, karangan Romo Santo Pr.]
Setuju romo, tapi bagaimana untuk OMK yang sudah ikut dengan namanya komunitas Persekutuan Doa Karismatik Katolik??? Karena kebanyakan OMK telah bergabung dengan komunitas-komunitas tersebut…
Dan kebanyakan dari mereka juga melayani Tuhan di Komunitas-komunitas mereka masing-masing… tetapi di lingkup Gereja ato paroki mereka enggan untuk melayani karena mungkin semangat dalam pelayanan nya berbeda, ato mungkin juga ada orang-orang Gereja juga yang mungkin masih enggan atau belum menerima dengan yang namanya Karismatik, sehingga OMK sudah merasa aman dalam komunitasnya masing-masing…
Sampai sekarang saya masih belum menemukan cara mengajak OMK dari PDKK atau Komunitas Karismatik tersebut untuk turut serta melayani di Gereja….
Mungkin Romo ada usul????
Terimakasih Romo….Tuhan beserta kita semuaaa OMK…AMIN..!!! :)
Salam Christian
Kelompok-kelompok doa dan aneka kelompok kategorial berkembang dalam Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik dari zaman ke zaman. Persekutuan Doa Karismatik Katolik muncul dan berkembang pula dalam paroki maupun lintas paroki sebagaimana kelompok-kelompok doa dan kelompok kategorial lainnya. Dalam hal ini kita patut bersuka cita karena perkembangan kelompok-kelompok doa merupakan khasanah Gereja dan karunia-karunia Roh Kudus sendiri yang memperkembangkan Gereja.
Pada dasarnya, semua kelompok doa seharusnya menyumbangkan karya nyata dalam Gereja paroki. Jika kita lihat tugas Pastor Paroki, maka tampak bahwa tugas terutama ialah menyatukan aneka paguyuban /komunitas di parokinya dalam kesatuan dengan Gereja Keuskupan dan Gereja Universal. Ia membina semua umat parokinya apapun minatnya agar bersatu dalam paroki. “Peranan khas yang dipunyai kaum beriman kristiani awam dalam pengutusan Gereja hendaknya diakui dan dikembangkan oleh Pastor Paroki, dengan memupuk serikat-serikat mereka yang mempunyai tujuan keagamaan. Hendaknya ia bekerjasama dengan Uskupnya dan presbiterium keuskupan, juga dengan mengusahakan agar kaum beriman membina kesatuan dalam lingkup paroki, dan agar mereka sadar akan keanggotaannya, baik dalam keuskupan maupun dalam Gereja universal, dan mengambil bagian dalam atau mendukung karya-karya untuk mengembangkan kesatuan itu” (KHK kan. 529, par. 2).
Karena itu, kelompok doa apapun dan kelompok kategorial apapun mesti memperhatikan kesatuan ini. Kelompok Persekutuan Doa Karismatik Katolik (PDKK) pun memiliki visi dan misi persatuan dan persaudaraan sebagai satu Tubuh Kristus yang tampak yaitu Gereja. Maka, jika ada kasus seperti di paroki Anda bahwa Anda kesulitan mengajak mereka aktif melayani di paroki, maka anda memiliki kewajiban untuk lebih proaktif lagi. Ada dua jalur: yaitu jalur persaudaraan dan jalur pengorganisasian. Di jalur persaudaraan, Anda hendaknya dengan rendah hati lebih proaktif lagi untuk mengenal mereka, bersaudara dan menyapa mereka. Bisa saja Anda ikut suatu kali dalam persekutuan doa mereka. Kesatuan dalam doa biasanya membuahkan kesatuan persaudaraan pula. Lagi pula benarlah ungkapan “tak kenal maka tak sayang”. Di jalur pengorganisasian, Anda bisa mengajak teman-teman PDKK untuk merancang acara bersama yang menarik untuk OMK. Bersama Dewan Paroki dan sepengetahuan pastor paroki, Anda bisa dengan simpatik mengajak (istilahnya: minta bantuan) teman-teman PDKK untuk bersama merencanakan kegiatan yang menarik baik berupa liturgi, paraliturgi, atau pun di luar liturgi demi memupuk koinonia/persaudaraan dan demi menggairahkan semangat OMK. Karena PDKK sendiri memiliki visi yang sama dengan visi Gereja, saya yakin ajakan Anda yang tak jemu-jemu pada akhirnya akan disambut baik. Semoga.
Salam,
Rm Yohanes Dwi Harsanto Pr
Comments are closed.