St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus yang mengajarkan ‘Jalan Kecil’ dan ‘Jalan Cinta Kasih’, mengajarkan agar kita melakukan segala sesuatu demi cinta kepada Yesus dan untuk menyenangkan hati-Nya. Dengan pikiran yang terarah kepada Yesus kita dapat melakukan sabda Tuhan ini, “Dan dalam segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita” (Kol 3:17).
Dengan pikiran yang selalu terarah kepada Kristus, St. Theresia dapat berkata, “Tidak ada 3 menit berlalu tanpa aku berpikir tentang Kristus.” Ketika saudarinya, Marie, mengatakan bagaimana itu mungkin terjadi? Maka St. Theresia hanya menjawab sambil tersenyum, “Jika orang mencintai, hal itu mungkin.” Maka di sini St. Theresia sebenarnya hanya menghayati dan menghidupi apa yang dikatakan Yesus, “Di mana hartamu, di situ juga hatimu berada” (Mat 6:21, Luk 12:34).
Keeratannya dengan Kristus membuat ia memiliki suatu kerinduan yang begitu besar untuk turut mengambil bagian di dalam karya Kristus untuk menyelamatkan dunia, sehingga ia lebih banyak berdoa dan bermatiraga untuk mendoakan pertobatan dunia, dan mendoakan para imam, misionaris dan seluruh Gereja. Dengan demikian, saat melakukan segala pekerjaannya di biara, entah itu membersihkan biara, menyiapkan makanan, ataupun kegiatan yang lain, St. Theresia selalu melakukannya seolah-oleh ia melakukannya untuk Tuhan Yesus, sebagai bagian yang dapat dipersembahkannya untuk mendukung karya Kristus. Maka ia melakukan semua pekerjaan yang dipercayakan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Saat mengepel lantai, St. Theresia membayangkan ia sedang membasuh darah Yesus yang tercecer saat Ia didera, saat memasak dan menyajikan makanan, ia membayangkan bahwa ia sedang mempersembahkan bunga-bunga rohani kepada Kristus, doa-doanya bagi keselamatan jiwa-jiwa, dst.
Kerinduannya untuk melakukan hal-hal kecil demi namun dengan kasih yang besar, juga berhubungan dengan jalan yang dipilihnya, yang kerap dikenal dengan ‘Jalan Kecil St. Theresia’. Tentang hal ini St. Theresia mengatakan kepada kakaknya:
“Engkau bertanya kepadaku apakah mungkin mencintai Allah seperti aku mencintai Dia. Kerinduanku untuk kemartiran itu bukan apa-apa dan bahwa aku mempunyai kepercayaan yang luar biasa kepada Allah bukan karena kerinduan untuk kemartiran…. engkau mengatakan bahwa keinginanku untuk kemartiran itu merupakan tanda dari cinta kasih-ku? Aku merasa bukan itu yang menyebabkan jiwaku berkenan kepada Allah. Yang berkenan kepada-Nya ialah bahwa Dia mel;ihat aku mencintai kekecilan dan kepapaan serta kepercayaanku kepada kerahiman-Nya. Inilah hartaku satu-satunya. Mengapa harta ini tidak menjadi hartamu juga? Oh, kakakku, cobalah mengerti aku. Cobalah mengerti, bahwa untuk mencintai Yesus, untuk menjadi kurban dari cinta-Nya sehingga dibakar oleh Api Cinta Kasih itu, orang justru harus semakin lemah dan papa. Keinginan untuk menjadi kurban bakaran, itu sudah cukup. Akan tetapi, untuk itu orang harus sungguh-sungguh mau tinggal miskin dan tidak berdaya….
Karena itu marilah kita menjauhkan diri dari segala yang gemerlapan. Marilah kita mencintai kekecilan kita, merasa senang untuk dianggap bukan apa-apa. Dengan demikian kita akan memiliki semangat kemiskinan itu dan Yesus akan datang mengambil kita… di tempat kita berada. Dia akan membakar dan mengubah kita dalam nyala kasih-Nya. O, betapa aku rindu untuk membuat engkau mengerti apa yang ada di dalam hatiku. Kepercayaan… dan bukan yang lain daripada kepercayaan… yang harus membawa kita kepada Sang Cinta Kasih….”
[Dari berbagai sumber tentang riwayat hidup St. Theresia Kanak-kanak Yesus]