Pertanyaan:
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid
Ketika membaca Yohanes 6 saya menemukan sesuatu yang kelihatannya agak janggal.
Yoh 6:12 Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang.
Mengapa Yesus menyuruh muridNya untuk mengumpulkan lagi potongan roti dan ikan yang tidak habis dimakan oleh orang banyak. ?
Biasanya kalau kita membagikan makanan sisanya diambil oleh yang makan untuk dibawa pulang, tetapi disini malah disuruh mengumpulkan lagi, apa artinya ?
Salam
mac
Jawaban:
Shalom Machmud,
Mukjizat pergandaan roti (Yesus memberi makan lima ribu orang) merupakan salah satu mukjizat Yesus yang besar dan penting, dan peristiwa ini dicatat oleh ke-empat Injil, yaitu Mat 14:13-21; Mrk 6: 32-44; Luk 9:10-17; Yoh 6:1-15). [Umat Katolik memperingati mukjizat pergandaan roti di dalam setiap perayaan Ekaristi, di mana umat menerima Yesus Kristus sendiri, Sang Roti Hidup, dalam rupa hosti dan anggur].
Dikisahkan bahwa setelah pergandaan roti dan semua orang telah makan kenyang, maka Yesus menyuruh para murid-Nya untuk mengumpulkan potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang (lih. Yoh 6:12).
Kristus menghendaki agar sisa tersebut dikumpulkan untuk mengajarkan agar:
1) jangan kita menyia-nyiakan ataupun membuang percuma hal-hal yang Tuhan berikan kepada kita,
2) agar para murid pada waktu itu memperoleh bukti nyata tentang mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Sebab sisa dari mukjizat itu saja jauh lebih banyak dari aslinya, yang hanya dari lima roti dan dua ikan.
Kemudian, pengumpulan sisa ini juga menunjukkan makna perbuatan-perbuatan sederhana yang dapat kita lakukan demi kasih kita kepada Tuhan yang telah mengaruniakan kepada kita segala sesuatu: yaitu menjaga keteraturan, kebersihan dan menyelesaikan segala sesuatu yang ditugaskan sampai selesai. Ini juga mengingatkan kepada umat, khususnya pada para pelayan di altar Tuhan, bahwa perhatian khusus perlu diberikan kepada species Ekaristi (hosti dan anggur).
Juga, ukuran mukjizat yang besar juga merupakan sebuah tanda keistimewaan Yesus sebagai Mesias, dalam membuat mukjizat [dan bagaimana Ia mengatur segalanya sampai ke penanganan sisanya dengan bantuan para rasul]. Para Bapa Gereja membandingkannya dengan nabi Musa, yang membagikan roti manna kepada setiap orang untuk makan seperlunya, namun beberapa orang sengaja meninggalkan sebagian manna tersebut untuk esok harinya, dan kemudian menjadi berulat (lih. Kel 16:16-20). Nabi Elia memberikan kepada janda di Sarfat itu, secukupnya sesuai dengan kebutuhannya (1 Raj 17:13-16); namun Yesus memberikan dengan kemurahan hati-Nya dengan berlimpah, sampai semua dapat makan sampai kenyang, dan masih mempunyai sisa, untuk dapat dibagikan kepada orang-orang lain yang membutuhkan.
Pada dasarnya, semua berkat Tuhan yang diberikan kepada kita, harus digunakan dengan bijak, dengan semangat kemiskinan (‘the spirit of poverty“) dalam artian digunakan sampai habis sesuai dengan kebutuhan, namun jika ada sisanya, dikumpulkan agar dapat digunakan oleh orang lain yang membutuhkan. Ini adalah yang dikatakan oleh Paus Paulus VI dalam Konferensi Pangan sedunia, 9 November 1974, berikut ini kutipannya:
“… setelah memberi makan kumpulan orang banyak tersebut dengan limpah, Tuhan Yesus memerintahkan para murid-Nya untuk mengumpulkan yang sisa, jika tidak maka terdapat yang sia-sia terbuang (lih. Yoh 6:12). Betapa ini adalah pelajaran dalam hal penghematan – dalam artian yang paling halus dan penuh- sebab pada masa sekarang ini, begitu banyak berkat diboroskan sia-sia! Ajaran ini menunjukkan penolakan terhadap konsep masyarakat di mana konsumerisme cenderung menjadi tujuan akhir, di mana orang jijik (contempt) terhadap orang-orang miskin, dan akhirnya itu merugikan orang-orang tersebut karena menjadi tidak mampu untuk melihat bahwa manusia dipanggil untuk maksud yang lebih tinggi (to a higher destiny)….”
Maka sesungguhnya, ayat Yoh 6:12 ini adalah ayat yang sangat baik untuk mengingatkan kita untuk dapat menggunakan berkat-berkat yang Tuhan berikan dengan bijak, tidak memboroskannya dan membuang percuma, namun untuk membagikannya juga kepada orang lain yang membutuhkannya. Inilah prinsip penghematan dan solidaritas kepada yang miskin, yang diajarkan oleh Kristus kepada kita para murid-Nya. Sebab manusia terpanggil untuk maksud yang mulia (a higher destiny), yaitu jika ia dapat menggunakan berkat-berkat yang diberikan oleh Tuhan untuk mengembangkan diri dan sesamanya, dan hidup dalam persaudaraan kasih dengan sesama manusia, dan mengakui bahwa segala yang diterimanya sebagai anugerah dari Tuhan. Sebab kebutuhan kita bukan melulu kebutuhan jasmani, tetapi juga rohani, dan bahwa pada akhirnya kita harus mempertanggungjawabkan kepada-Nya segala talenta yang sudah Tuhan berikan kepada kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org
Shalom, Tim Katolisitas.
Saya ingin bertanya beberapa hal yang berkaitan dengan Roti Hidup yang ada pada Yoh 6. Namun, bukan makna Roti Hidup itu sendiri yang ingin saya tanyakan, melainkan mengenai sikap para murid-murid yang mengundurkan diri di Galilea setelah mendengar ajaran yang cukup “keras/sulit” bagi mereka mengenai Roti Hidup tersebut. Pertanyaanya :
1. Mengapa Yesus menyatakan dirinya kepada para murid-murid dengan ajaran yang “sulit” diterima oleh para murid-murid (dalam perikop tersebut)? Seperti ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka harus makan daging-Nya dan minum darah-Nya, murid-murid yang menanggapi sabda itu secara arti fisik tentu akan sulit menerimanya. Mereka mungkin dalam ketidaktahuan apa yang dimaksud dan bagaimana harus menanggapinya. Ketidaktahuan itu tentu akan mempengaruhi sikap mereka selanjutnya, yaitu memilih untuk mundur. Mengapa Yesus menyatakannya dengan “keras” dan sulit dimengerti oleh para murid?
2. Salahkah mereka (para murid) yang mengambil sikap (mengundurkan diri) karena ketidaktahuan mereka?
3. Berkaitan dengan no 2, apakah para murid yang mengundurkan diri itu dapat dikatakan “tidak tahu” atau “tidak percaya” ketika mereka mengartikan ‘Makan daging-Ku dan minum darah-Ku’ secara fisik?
Terima kasih sebelumnya, tim katolisitas yang berkenan meluruskan pemahaman saya akan bagaimana Yesus memilih cara menyatakan diri-Nya (dalam perikop tersebut) dan sikap para murid.
Salam …
Shalom Yustina,
Memang dalam perikop tentang Roti Hidup, ada begitu banyak murid yang tidak dapat menerima pengajaran ini, sama seperti sikap banyak umat Kristen saat ini yang tidak mau menerima pengajaran ini. Berikut ini adalah tanggapan yang dapat saya berikan:
1. Yesus menyatakan pengajaran yang keras dan tidak bergeming dari pengajaran ini walaupun banyak orang yang meninggalkan-Nya, karena memang itu adalah satu kebenaran. Sama seperti Yesus tidak bergeming dengan mengajarkan orang-orang bahwa Dia adalah sungguh manusia dan sungguh Allah. Demi menyatakan kebenaran inilah, maka Yesus rela wafat di kayu salib. Dari sini kita belajar, bahwa kalau kita masih tidak mengerti pengajaran Kristus yang dinyatakan melalui Gereja-Nya, maka cara terbaik adalah seperti yang dikatakan oleh Petrus “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.” (Yoh 6:68-69)
2 dan 3. Kita tidak tahu apakah para murid waktu itu meninggalkan Yesus dan kemudian tidak kembali lagi. Kalau mereka tahu bahwa Yesus adalah Tuhan dan kemudian karena perkataan ‘keras’ tersebut mereka tidak kembali lagi, maka mereka telah berdosa, karena mereka telah menempatkan pengertian sendiri dibandingkan dengan perintah Tuhan. Apalagi kalau kita mempertimbangkan bahwa mereka kemudian juga melihat banyak mukjizat, penderitaan dan kematian Kristus, serta kebangkitan Kristus, serta kehidupan jemaat perdana pada waktu itu – yang juga mendengarkan pengajaran para rasul, bersekutu, berdoa dan memecah roti. Silakan juga membaca artikel ini – silakan klik.
Namun, kita juga harus percaya akan rahmat Allah yang bekerja bukan hanya sekali namun setiap saat untuk menarik orang-orang kepada kebenaran. Dengan kata lain, rahmat Allah bekerja dengan cara yang tidak terduga dan begitu khusus dalam diri setiap orang, sehingga dapat menuntun setiap orang untuk mencapai kepenuhan kebenaran. Namun, setiap orang juga harus bertanggung jawab atas keputusan bebas yang diambilnya. Kita harus berusaha agar kita tidak menolak rahmat Allah, namun senantiasa bekerjasama dengan rahmat Allah setiap saat.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
hallo kak Stef, saya mau tanya..
mengenai mukjizat pengadaan 5 roti dan ikan, ada suatu tafsir bahwa sebenarnya semua orang itu masing-masing sudah mempunyai makanan. namun, mereka tidak ingin berbagi satu sama lain. tapi setelah ada anak-anak yang memulai memberikan roti, mereka semua juga masing-masing memberikan roti tersebut untuk dimakan bersama, sehingga terkumpulah segitu banyak dan sampai sisa 12 bakul.
jadi mukjizat yang terjadi adalah bahwa orang-orang tersebut mau berbagi.
apakah tafsiran ini bisa diterima kak?
terima kasih.
Shalom Thomas Vernando,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang penggadaan mukjizat 5 roti dan 2 ikan. Memang ada sebagian yang menafsirkan bahwa masing-masing dari orang yang hadir telah mempunyai makanan dan yang terjadi adalah saling membagi dalam komunitas. Namun, menurut saya, alasan ini tidak dapat diterima karena tiga hal:
1. Dalam kaitan dengan makna literal. Kalau kita mau tetap setia terhadap teks, maka yang pertama kali yang harus kita lihat adalah makna literal. Ini berarti apakah dengan mengatakan bahwa kejadian ini hanyalah “saling berbagi” merupakan manifestasi bahwa kita tidak percaya bahwa Kristus dapat melakukan hal ini. Apakah dengan demikian, kita ingin menghilangkan dimensi mukjizat yang dilakukan oleh Kristus? Di satu sisi, dari teks juga tidak dapat disimpulkan secara pasti bahwa kejadian penggandaan roti dan ikan hanyalah merupakan peristiwa berbagi dalam komunitas.
Bahkan dari teks “14 Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka berkata: “Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia.”
Joh 6:15 Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.” (Yoh 6:14-15), maka kita melihat bahwa orang-orang yang hadir mengganggap bahwa kejadian penggandaan roti dan ikan adalah suatu mukjizat, sehingga mereka ingin menjadikan Yesus sebagai raja. Kalau hanya peristiwa berbagi dalam komunitas, mungkin reaksi dari orang-orang tidak akan sampai ingin menjadikan Yesus sebagai raja dan hanya menganggap bahwa kejadian tersebut adalah hal yang biasa saja.
2. Dalam kaitannya dengan komentar dari Bapa Gereja. Dalam Catena Aurea, St. Thomas mengutip St. Augustine dan Bede yang mengatakan:
“AUG. He multiplied in His hands the five loaves, just as He produces harvest out of a few grains. There was a power in the hands of Christ; and those five loaves were, as it were, seeds, not indeed committed to the earth, but multiplied by Him who made the earth.“
“BEDE. When the multitude saw the miracle our Lord had done, they marveled; as they did not know yet that He was God. Then those men, the Evangelist adds, i.e. carnal men, whose understanding was carnal, when they had perceived the miracle that Jesus did, said, This is of a truth that Prophet that should come into the world.“
Dalam dua kutipan di atas, kita dapat melihat bahwa mereka menangkap bahwa peristiwa ini adalah suatu mukjizat dan bukan hanya sekedar kejadian berbagi dalam komunitas.
3. Dalam kaitan dengan Ekaristi. Kalau kita melihat konteks dari Yoh 6, maka kita akan melihat kaitan antara mukjizat penggandaan roti (Yoh 6:1-13) dan mukjizat penggandaan roti hidup, yaitu Yesus sendiri dalam Sakramen Ekaristi (Yoh 6:25-68). Dengan mereduksi mukjizat penggandaan roti menjadi sekedar kejadian berbagi di dalam komunitas, menjadi sulit untuk melihat konteks Ekaristi sebagai suatu mukjizat, di mana Kristus hadir secara nyata (Tubuh, Jiwa dan ke-Allahan) dalam setiap partikel roti dan anggur, serta menggandakan Diri-Nya, sehingga Dia dapat tinggal dan bersatu dengan seluruh umat beriman.
Semoga ketiga alasan tersebut dapat memberikan gambaran yang jelas, bahwa sudah seharusnya kita menerima bahwa penggandaan roti dan ikan adalah suatu mukjizat yang dipakai Kristus untuk menyatakan mukjizat yang lebih besar, yaitu Sakramen Ekaristi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Terima Kasih atas penjelasan Pak Stef.
Hal yang dikemukakan oleh Thomas Vernando pernah saya dengar di homili.
Dengan penjelasan dari Pak Stef, saya yakin kembali bahwa Tuhan Yesus benar-benar memperbanyak makanan yang merupakan suatu mujizat.
Shalom Bu Ingrid,
“Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku. Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” (Yoh 6:53-58)
Dari kutipan ayat-2 tersebut diatas, kalau dibaca dengan mata telanjang rasanya seram banget (kanibal), kok Yesus meminta kita (orang katolik) makan dagingnya dan minum darahnya? Bisakah Bu Ingrid menjelaskan ayat ini? Apa maksud sesungguhnya dari perkataan Yesus itu?
Terima kasih,
Salam,
Simon
Shalom Simon,
Ayat Yoh 6:53-58 ada dalam perikop Roti Hidup Yoh 6:25-59, yang memang menjadi salah satu dasar yang kuat akan pengajaran Gereja Katolik tentang Kehadiran Yesus yang nyata dalam rupa Ekaristi (the Real Presence of Christ in the Eucharist). Saya pernah menjelaskan penjelasan tentang doktrin ini, di dalam artikel:
Sudahkah kita pahami Ekaristi, silakan klik
Ekaristi sumber dan Puncak Kehidupan Kristiani, silakan klik, dan
Sejarah yang mendasari pengajaran tentang Ekaristi, silakan klik
Silakan anda membacanya terlebih dahulu artikel tersebut. Memakan daging dan minum darah Kristus memang bukan diartikan sebagai kanibalism, tetapi lebih kepada cara yang diinginkan oleh Tuhan agar kita dapat bersatu sepenuhnya dengan Dia, baik secara jasmani maupun rohani. Lagipula, penghadiran Misteri Paskah dalam Ekaristi tidak diadakan dengan cara berdarah seperti pada keadaan aktual penyaliban Kristus 2000 tahun yang lalu. Yesus yang mengatasi ruang dan waktu, memilih untuk menghadirkan kembali misteri Paskah tersebut ke tengah umat-Nya, agar kitapun dapat menerima rahmat penebusan tersebut seperti yang dicurahkan-Nya lebih dari 2000 tahun yang lalu. Maka dalam kemahakuasaan-Nya, melalui doa konsekrasi yang diucapkan oleh imam-Nya, Tuhan Yesus mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya, agar dapat memasuki tubuh kita dan menguduskannya dan membentuk kita sebagai bagian dari Tubuh-Nya sendiri.
Maka seperti halnya pada PL, umat Israel diberi makan oleh Allah dengan roti manna untuk mencapai Tanah Perjanjian, maka pada masa PB, kita sebagai umat pilihan Allah menerima Tuhan Yesus sang Roti Surga, yang menguatkan kita untuk mencapai Tanah Perjanjian Baru yaitu Surga. Dalam konteks Natal ini, kita mengenang pula bahwa Yesus sang Roti Hidup, lahir di Betlehem yang artinya “Rumah roti”. Kristus memang telah merendahkan Diri-Nya sehabis-habisnya untuk menjangkau kita dan menjadi satu dengan kita; dahulu dengan menjadi manusia, dan kini sampai kedatangan-Nya kembali, Ia merendahkan Diri-Nya dengan mengambil rupa sepotong roti, untuk menjadi santapan rohani bagi kita yang menghantar kita ke Surga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid
Ketika membaca Yohanes 6 saya menemukan sesuatu yang kelihatannya agak janggal.
Yoh 6:12 Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang.
Mengapa Yesus menyuruh muridNya untuk mengumpulkan lagi potongan roti dan ikan yang tidak habis dimakan oleh orang banyak? Biasanya kalau kita membagikan makanan sisanya diambil oleh yang makan untuk dibawa pulang, tetapi disini malah disuruh mengumpulkan lagi, apa artinya ?
Salam
mac
[Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid
Yoh 6 : 12 Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang
Ini peritah yang aneh, sudah diberi, sisanya potongan2 roti diminta. Aneh dan kurang etis tetapi Tuhan perintahkan dan itu dikerjakan. Mengapa ?
Supaya :
1. Bukti kemenangan yang sempurna, pertolongan Allah sudah terlaksana dengan sempurna tanpa cara manusiawi, tetapi sepenuhnya dipimpin Roh. Terbukti semua makan sampai kenyang dan ada sisa yaitu 12 bakul.
2. Kalau sisa roti tidak diminta, orang2 pulang tersebar di mana2, maka berita yang dibawa adalah, kita makan roti, ini buktinya, sambil menunjukkan roti yang dibawa. Cerita yang tersebar adalah roti. Tetapi Tuhan ingin mereka pulang dan menyebarkan Firman Tuhan yang meraka dapat, bukan roti, itu hanya fasilitas untuk perut yang lapar.
Orang2 zaman sekarang sama anehnya, pulang gereja bawa roti, bawa tas, bawa souvenir dan barang2 fana, sehingga orang2 pulang dari gereja hanya bawa berita, bahwa gereja itu bagi2 barang.
Semua orang datang karena barang dan kalau tidak dapat mereka kecewa.
Kalau tidak ada roti lain kali mereka tidak datang lagi.
Tetapi Tuhan Yesus tidak mau begitu, Tuhan ingin mereka pulang bawa berita Firman Tuhan, berita kesukaan ilahi dan ini menyelamatkan orang.
Roti itu hanya fasilitas waktu mereka lapar, tetapi manusia lebih memperhatikan soal roti daripada Firman Tuhan dan keselamatan jiwanya
Yoh 6 : 26 Yesus menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.
Tuhan berkata kamu mencari aku karena roti.
Coba mereka pulang bawa roti pasti lebih banyak lagi orang yang datang cari Tuhan Yesus.
Tetapi Tuhan ingin mem-bagi2 (memberi) keselamatan, bukan roti yang fana tapi roti yang dari sorga.
Itulah sebabnya sisa-sisa roti itu diminta dan dikumpulkan kembali, supaya mereka pulang dengan membawa firman dan berita keselamatan yang sudah mereka terima
Salam
mac
Shalom Machmud,
Yoh 6:12 mengatakan,
“Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang.”
Maka memang di sini yang disebutkan secara eksplisit adalah: orang-orang itu sudah makan kenyang, lalu masih ada sisa-sisanya. Daripada dibuang atau berserakan, maka Yesus menyuruh agar sisa-sisa ini dikumpulkan. Di sini tidak secara eksplisit disebutkan apakah murid-murid itu ‘meminta kembali’ jika ada orang-orang yang menyimpan roti untuk dibawa pulang. Yang disebutkan adalah murid-murid diminta untuk mengumpukan sisa-sisa, setelah semua orang makan kenyang. Jadi bisa saja terjadi, sebelum orang-orang sempat menyimpan sisa-sisa roti itu untuk dibawa pulang, murid- murid sudah mengumpulkan sisa- sisa nya. Di sini terlihat bagaimana Yesus memperhatikan juga soal kebersihan, dan agar tidak begitu saja menyia-nyiakan sisa makanan.
Yang anda sampaikan ada benarnya, bahwa Tuhan Yesus menginginkan agar orang tidak terpaku pada ‘menjadi kenyang dari roti duniawi’, namun agar mereka membawa pulang firman Tuhan. Namun sebenarnya, mukjizat perbanyakan roti itu adalah pesiapan untuk pengajaran firman Tuhan Yesus yang lebih penting, yaitu Kristus sebagai “Roti Hidup” yang terjadi tak lama setelah mukjizat perbanyakan roti (lihat Yoh 6: 25-59). Sebab kemudian orang banyak itu menemukan Yesus di seberang laut, setelah mereka mencari-Nya karena mereka telah menjadi kenyang (lih. Yoh 6:26). Mereka mencari Yesus bukan karena telah melihat tanda-tanda bahwa Yesus adalah seorang datang dari Allah, atau Putera Allah. Bahkan setelah mereka menyaksikan sendiri Yesus membuat mukjizat perbanyakan roti (Yesus memberi makan 5000 orang laki-laki dari 5 roti dan 2 ikan), merekapun masih meminta tanda dari Yesus, dengan membandingkan Dia dengan Musa. (lih. Yoh 6: 30-34). Lalu Yesus mengatakan,
“Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh 6:35)
“Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.” (Yoh 6:51)
“Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku. Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” (Yoh 6:53-58)
Itulah sebabnya, dalam Ibadah Misa Kudus di dalam Gereja Katolik, terdapat Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Maksudnya, adalah agar umat dapat merenungkan dan dapat membawa pulang Firman/ Sabda Tuhan yang diresapkan di dalam hati; dan menerima Yesus Sang Roti Hidup, dengan menyambut Ekaristi/ komuni kudus. Sebab itu sudah menjadi kehendak Yesus bahwa murid-muridnya dapat menyambut Tubuh dan Darah-Nya, dan dengan demikian mempunyai hidup yang kekal di dalam diri kita, sehingga dapat dibangkitkan oleh Kristus di akhir zaman, sesuai dengan janji Kristus sendiri. Selanjutnya tentang makna Ekaristi, silakan klik di sini, dan di sini.
Maka memang benar, kalau kita ke gereja, tidak seharusnya kita mengharapkan untuk membawa pulang barang-barang atau hadiah, entah itu kue, tas, dsb (saya malah tidak tahu kalau ada gereja-gereja yang suka membagikan hadiah-hadiah macam ini. Mungkin ada, jika ada perayaan khusus seperti Natal, tapi saya rasa tidak selalu menjadi suatu yang rutin). Sebab yang terpenting, bagi umat Katolik, adalah kita menerima Tuhan Yesus sendiri, di dalam rupa Firman-Nya, dan terutama dalam Ekaristi/ Komuni kudus. Untuk menerima Yesus ini, memang diperlukan sikap hati yang baik; sebab dengan sikap hati yang baik maka efek/ akibatnya dalam pertumbuhan rohani menjadi lebih baik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Comments are closed.