Pertanyaan:
[Dari Katolisitas: Pertanyaan berikut adalah kelanjutan dari jawaban Ingrid atas pertanyaan di tanya jawab berikut ini, silakan klik. Namun karena panjangnya pembahasan, maka kami memisahkannya menjadi topik yang baru]
Syalom saudari Ingrid
Dari tanggapan Bu Ingrid, ada yang ingin saya tanyakan :
9. Ajaran Bapa Gereja dapat salah?
Anda mengatakan bahwa ada kemungkinan para Bapa Gereja dapat salah memberikan pengajaran. Saya tidak menyangkal hal ini, namun umat Katolik percaya bahwa ajaran Magisterium Gereja Katolik tidak mungkin salah, atas jaminan dari Kristus sendiri kepada para rasul, teristimewa kepada Rasul Petrus (lih. Mat 16:18-19; Mat 18:18). Magisterium dalam pengajarannya tidak mengutip semua pengajaran Bapa Gereja, melainkan mereka juga memeriksa dan merenungkannya atas bimbingan Roh Kudus, sehingga mereka hanya mengutip dan menyampaikan ajaran yang sudah pasti benar.
Maka, jika anda mengetahui ada ajaran Bapa Gereja yang salah, silakan anda sebutkan, pada topik apa. Tidak menjadi masalah, sebab yang terpenting bagi umat Katolik adalah ajaran Magisterium Gereja, bukan ajaran pribadi dari para Bapa Gereja. Memang bisa terjadi, dari sekian banyak ajaran Bapa Gereja tertentu, terdapat hal- hal yang tidak sepenuhnya benar, sehingga di sini pentingnya Magisterium untuk memeriksa tulisan para Bapa Gereja tersebut, dan mengambil hanya ajaran- ajaran yang sesuai dengan keseluruhan ajaran Kristus, para rasul dan para Bapa Gereja sebelumnya. Ajaran Gereja Katolik tidak semata- mata tergantung pada ajaran para Bapa Gereja [karena tidak semuanya dinyatakan benar oleh Magisterium], namun secara umum ajaran para Bapa Gereja sangat besar manfaatnya bagi pemahaman Kitab Suci dan ajaran para rasul. Adanya kemungkinan bahwa ajaran para Bapa Gereja tidak seluruhnya benar mengingatkan kita bahwa pendapat pribadi kitapun belum tentu benar. Oleh karena itu, begitu pentinglah peran Magisterium dalam menentukan ajaran iman dan moral; karena kuasa Yesus sendiri yang menjamin kebenarannya. Ajaran Magisteriumlah yang dipegang oleh Gereja Katolik, dan inilah yang kami usahakan agar kami sampaikan di situs Katolisitas.
Pertanyaan :
1.Kalau dari 3 pilar kebenaran gereja, salah satunya adalah TRADISI SUCI, yang ingin saya tanyakan apakah Surat Bapa Gereja / Ajaran Para Bapa Gereja itu TERMASUK dalam TRADISI SUCI atau TRADISI SUCI itu sendiri ?
2.Tanggapan Bu Ingrid mengatakan bahwa AJARAN PARA BAPA GEREJA itu SALAH atau TIDAK SEPENUHNYA BENAR ? karena SALAH & TIDAK SEPENUHNYA benar itu 2 pengertian yang berbeda. contoh :
*SALAH = Membunuh itu baik
*TIDAK SEPENUHNYA BENAR = Ajaran – ajaran kebaikan dari agama BUDHA ( memang tidak diilhami roh kudus, tapi tetap baik )
3.Ajaran Para Bapa Gereja mana saja yang TIDAK SEPENUHNYA BENAR ? dan MANA yang benar ?
4.Kalau ada ajaran para bapa gereja yang tidak sepenuhnya benar, berarti’kan merusak salah satu pilar gereja itu sendiri ? bagaimana kita bisa percaya akan pilar itu ?
Mohon tanggapannya, karena saya kok mulai bingung.
TUHAN YESUS MEMBERKATI & BUNDA MARIA menuntun anda pada putraNYA
Jawaban:
Shalom Budi Darmawan,
Tradisi Suci tidak identik dengan semua tulisan Bapa Gereja. Hanya tulisan Bapa Suci yang benar (sesuai dengan keseluruhan Kitab Suci dan ajaran para rasul) saja yang dapat disebut termasuk dalam Tradisi Suci. Nah untuk menentukan benar atau tidaknya, atau termasuk atau tidaknya suatu ajaran Bapa Gereja ke dalam Tradisi Suci, itu adalah tugas Magisterium, tentu oleh pimpinan Roh Kudus. Maka Magisterium memasukkan hanya pengajaran- pengajaran Bapa Gereja yang konsisten dengan keseluruhan Kitab Suci, ajaran para rasul dan para Bapa Gereja pendahulu mereka ataupun ajaran Bapa Paus yang telah menjadi Tradisi Suci. Di sinilah ketiga pilar Gereja bekerjasama, yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium (Wewenang mengajar Gereja); dan ketiganya membentuk pilar yang kokoh bagi Gereja Katolik, sehingga dapat bertahan selama 2000 tahun, yaitu sejak didirikan Kristus sampai sekarang.
Tradisi Suci tidak dapat dipisahkan dari Kitab Suci, karena melalui Tradisi Sucilah kita memperoleh Kitab Suci yang kita kenal sekarang. Ingatlah bahwa sebelum Gereja mempunyai Kitab Suci, jemaat di abad- abad awal menggantungkan pengajarannya lewat khotbah-khotbah lisan para rasul dan para Bapa Gereja, dan tulisan- tulisan mereka, dan inilah yang menjadi sumber utama bagi Tradisi Suci Gereja. Bahwa kemudian sebagian dari pengajaran para rasul itu dibukukan, dan dikenal sebagai keempat Injil dan surat- surat para rasul dalam Kitab Suci, itu saja sudah membuktikan kesetaraan dan hubungan yang dekat sekali antara Tradisi Suci dan Kitab Suci; sebab dari keduanya kita menerima pengajaran Sabda Allah.
Untuk lebih jelasnya mari kita lihat pengertian Tradisi Suci.
1. Tentang Tradisi Suci.
Berikut ini adalah pengertian Tradisi Suci, dalam hubungannya dengan Kitab Suci dan Magisterium, seperti tertulis dalam Katekismus Gereja Katolik:
KGK 80 “Tradisi Suci dan Kitab Suci berhubungan erat sekali dan terpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama” (Dei Verbum 9). Kedua-duanya menghadirkan dan mendaya-gunakan misteri Kristus di dalam Gereja, yang menjanjikan akan tinggal bersama orang-orang-Nya “sampai akhir zaman” (Mat 28:20).
KGK 81 …. “Oleh Tradisi Suci Sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka, memelihara, menjelaskan, dan menyebarkannya dengan setia” (Dei Verbum 9).
KGK 83 Tradisi yang kita bicarakan di sini, berasal dari para Rasul, yang meneruskan apa yang mereka ambil dari ajaran dan contoh Yesus dan yang mereka dengar dari Roh Kudus. Generasi Kristen yang pertama ini belum mempunyai Perjanjian Baru yang tertulis, dan Perjanjian Baru itu sendiri memberi kesaksian tentang proses tradisi yang hidup itu….
KGK 84 “Pusaka Suci” (Bdk. 1 Tim 6:20; 2 Tim 1:12-14) iman [depositum fidei] yang tercantum di dalam Tradisi Suci dan di dalam Kitab Suci dipercayakan oleh para Rasul kepada seluruh Gereja. “Dengan berpegang teguh padanya seluruh Umat Suci bersatu dengan para Gembala mereka dan tetap bertekun dalam ajaran para Rasul dan persekutuan, dalam pemecahan roti dan doa-doa (lih. Kis 2:42 Yn). Dengan demikian dalam mempertahankan, melaksanakan, dan mengakui iman yang diturunkan itu timbullah kerukunan yang khas antara para Uskup dan kaum beriman” (Dei Verbum 10).
KGK 85 “Adapun tugas menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu, dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus” (Dei Verbum 10).
KGK 86 “Wewenang Mengajar itu tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan,hanya mengajarkan apa yang diturunkan saja, sejauh Sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh Kudus, didengarkannya dengan khidmat, dipelihara dengan suci, dan diterangkannya dengan-setia; dan itu semua diambilnya dari satu perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal yang diwahyukan oleh Allah” (Dei Verbum 10).
KGK 95 “Maka jelaslah Tradisi Suci, Kitab Suci, dan Wewenang Mengajar Gereja, menurut rencana Allah yang maha bijaksana, saling berhubungan dan berpadu sedemikian rupa, sehingga yang satu tidak ada tanpa kedua lainnya dan semuanya bersama-sama, masing-masing dengan caranya sendiri, di bawah gerakan satu Roh Kudus, membantu secara berdaya guna bagi keselamatan jiwa-jiwa” (Dei Verbum 10,3).
KGK 97 “Tradisi Suci dan Kitab Suci merupakan satu perbendaharaan keramat Sabda Allah yang dipercayakan kepada Gereja” (Dei Verbum 10).
Maka, ajaran para Bapa Gereja memang merupakan salah satu sumber yang penting bagi Tradisi Suci, di samping hasil konsili- konsili para uskup dan pengajaran dari Bapa Paus. Dalam hal ini, Magisterium (yaitu Bapa Paus dan para uskup dalam persekutuan dengan Paus) itulah yang pada akhirnya menentukan tulisan- tulisan mana dari para Bapa Gereja yang dapat dipegang sebagai acuan pada saat menentukan/ menyatakan secara tertulis pengajaran yang menyangkut hal iman dan moral, yang bersifat infallible (tidak mungkin salah). Kuasa “tidak mungkin salah” ini diberikan Yesus kepada Rasul Petrus dan para rasul (Mat 16:18-19; 18:18) yang kini masih berlaku bagi para penerus mereka, sebab kesatuan ajaran merupakan sesuatu yang mutlak bagi kesatuan Gereja.
Jadi tulisan- tulisan para Bapa Gereja itu tidak otomatis infallible, tetapi jika sudah dinyatakan menjadi acuan oleh Magisterium, kita dapat yakin bahwa tulisan para Bapa Gereja tersebut adalah benar, dan pengajaran yang benar inilah yang termasuk dalam Tradisi Suci.
2. Adakah tulisan para Bapa Gereja yang salah/ tidak sepenuhnya benar?
Walau tidak banyak atau tepatnya relatif sangat sedikit, dapat kita temukan beberapa tulisan para Bapa Gereja yang salah ataupun tidak sepenuhnya benar, sehingga Magisterium tidak mengambil tulisan mereka sebagai patokan pengajaran, karena tidak sesuai dengan keseluruhan pengajaran yang ada dalam pusaka iman/ deposit of faith. Perihal istilah “salah” atau “tidak sepenuhnya benar”, itu dapat kita lihat dalam konteksnya masing- masing.
Beberapa contohnya adalah :
1. Sebagian pengajaran dari Tertullian (160-225), terutama setelah ia memisahkan diri dari Gereja Katolik.
Tertullian dikenal sebagai salah seorang Bapa Gereja yang sangat terkenal di jaman Gereja awal, sejak masa pertobatannya pada tahun 197. Tertullian dikenal sebagai seorang apologist yang ulung dalam membela ajaran Kristiani terhadap ajaran- ajaran sesat pada jamannya. Tulisannya yang terkenal adalah “To the Martyrs/ Ad martyres“, karya apologetiknya, yaitu Ad nationes dan Apologeticus, atau Against Marcion yang menentang aliran Gnostism.
Namun menjelang tua, ia menuliskan ajaran yang salah, yaitu pada saat ia bergabung dengan ajaran sesat Montanism. Tahun 206 ia bergabung dengan sekte Montanism dan akhirnya sepenuhnya meninggalkan Gereja Katolik sekitar tahun 212. Bergabungnya Tertullian dalam Montanism dan akhirnya malah mendirikan sektenya sendiri adalah suatu ironi, karena sebelumnya Tertullian adalah salah seorang Bapa Gereja yang sangat membela Gereja Katolik. Dalam tulisannya De Praescriptione (On Prescription against Heretics) malah ia mengajarkan bahwa jika terjadi pertentangan antara Gereja dengan suatu aliran yang memisahkan diri, maka beban kesalahan ada di pihak yang memisahkan diri. Ini adalah sesuatu yang ironis, karena akhirnya ia sendiri memisahkan diri dari Gereja Katolik.
Dengan kenyataan di atas, maka secara garis besar kita mengetahui ada tiga periode tulisan Tertullian: 1) ketika Ia masih Katolik (197-206); 2) ketika ia menjadi semi Montanist (206-212); 3) ketika ia sudah menjadi Montanist (213- dst) ((lihat Stephen Ray, Upon this Rock, (San Francisco, Ignatius, 199), p. 173)). Jadi periode ini cukup penting untuk dipahami, pada saat kita mengamati tulisan Tertullian, terutama dalam topik keutamaan Petrus dan ajarannya tentang hakekat Gereja, karena sedikit banyak terdapat “pergeseran” pengertian dari periode awal ke periode berikutnya. Contoh pergeseran tulisannya yentang keutamaan Petrus, sebagai berikut ((Ibid., p. 168-175)).
Tertullian periode awal, 197-206:
“Apakah ada yang tersisihkan dari pengetahuan Petrus, yang dipanggil, ‘batu karang yang atasnya Gereja akan didirikan’, yang juga memperoleh ‘kunci-kunci kerajaan surga,’ dengan kuasa, ‘melepas dan mengikat di surga dan di bumi?” ((Tertullian, On Prescription against Heretics 22, Ante Nicene Fathers 3:253)).
“Jika Petrus ditegur oleh Paulus karena hidup dengan para pagan, … kesalahan tentunya adalah dalam hal prosedur bukan dalam hal doktrin.” ((Ibid., 23, Jurgens, Faith of the Early Church Fathers 1:121))
“…Jika engkau ingin mengetahui lebih baik dalam hal keselamatanmu, hampirilah Gereja- gereja apostolik di mana tahta para rasul masih pada tempatnya; … jika kamu di dekat Italia, kamu mempunyai Roma, dimana otoritas kita berasal. Berbahagialah Gereja itu (Gereja Roma) di mana para rasul menumpahkan keseluruhan pengajaran bersama dengan darah mereka, di mana Petrus menjalani penderitaan seperti Tuhan Yesus, di mana Paulus dimahkotai dengan kematian yang sama dengan kematian Yohanes Pembaptis, di mana Rasul Yohanes setelah diceburkan kepada minyak mendidih namun tidak menderita cacat sedikitpun, yang kemudian diasingkan di sebuah pulau.” ((On Prescription against Heretics, 36, 1, in Jurgens, Faith of the Church Fathers: 1:22))
Tertullian periode 206-212 (semi Montanist):
“Sebab meskipun kamu berpikir bahwa surga masih tertutup, ingatlah bahwa Tuhan menyerahkan di sini kunci-kuncinya kepada Petrus dan melaluinya kepada Gereja, yang mana setiap orang yang telah ditanyai, dan membuat pengakuan, akan mengikuti Petrus.” ((Scorpiace 10, Ante Nicene Fathers 3: 643))
Tertullian periode 213- seterusnya (Montanist)
“…Kamu berkata, “Gereja mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa.” Ini aku akui dan aku putuskan secara hukum lebih daripada kamu, aku yang mempunyai Roh Kudus sendiri di dalam diri nabi- nabi yang baru, berkata, “Gereja mempunyai kuasa mengampuni dosa, tetapi aku tidak akan melakukannya…. Jika, karena Tuhan berkata kepada Petrus, “Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku,” “kepadamu kuberikan kunci Kerajaan Surga,” kamu menyangka bahwa kuasa mengikat dan melepaskan telah diberikan kepadamu, yaitu Gereja yang bersaudara dengan Petrus, orang seperti apakah kamu, yang menumbangkan dan mengubah maksud Tuhan, yang memberikan karunia ini hanya kepada Petrus? …. Hanya di dalam Petrus, Gereja diposisikan di belakang, hanya Petrus saja yang memegang kunci… Karena itu, Petrus sendirilah yang pertama melepaskan, dalam Baptisan, pintu masuk ke kerajaan surga, di mana di Kerajaan dilepaskan dosa- dosa yang tadinya terikat; dan hal- hal yang belum dilepaskan, menjadi terikat.”
Ajaran Tertullian yang terakhir ini sering dikutip oleh saudara- saudari kita yang Protestan untuk mengatakan bahwa kuasa yang diberikan oleh Kristus hanya diberikan kepada Petrus, dan bukan kepada Gereja. Namun mereka lupa (tidak mengindahkan) tulisan Tertullian sebelum dia menjadi Montanist, dan bahwa hampir semua Bapa Gereja yang lain mengajarkan bahwa keutamaan Petrus itu diteruskan oleh para penggantinya. Selanjutnya, kepemimpinan Uskup Roma (yaitu Paus) atas seluruh Gereja sudah diakui dan dilaksanakan sejak Rasul Petrus wafat, seperti yang dijabarkan dalam artikel Keutamaan Petrus bagian 4 dan 5 (artikel bagian 5 baru akan ditayangkan dalam waktu dekat, mohon kesabarannya).
2. Ajaran Origen (185- 254) tentang “pre-existence of souls“
Origen adalah Bapa Gereja yang dikenal sangat menguasai Kitab Suci dan darinyalah Gereja memperoleh pengajaran untuk menginterpretasikan Kitab Suci secara literal dan spiritual, seperti yang pernah diuraikan di sini, silakan klik.
Namun demikian, hipotesa Origen salah, ketika ia mengambil ajaran Plato (seorang filsuf Yunani) yang mengajarkan teori spekulatif “pre-existence of souls“, yang mengatakan bahwa jiwa- jiwa manusia sudah ada, sebelum akhirnya ‘dibuang’ ke dunia, akibat dosa yang mereka lakukan. Tubuh manusia disebutnya sebagai kondisi pengasingan dan belenggu (lih. Comment ad. Rom 1:18). Maka ia mengajarkan bahwa hidup di dunia adalah sebagai hukuman dari dosa yang dilakukan oleh sebuah jiwa sebelum ia dilahirkan.
Tentu ajaran spekulatif ini tidak benar. Magisterium Gereja Katolik tidak mengambil ajaran Origen ini karena tidak sesuai dengan keseluruhan Kitab Suci dan ajaran para Bapa Gereja lainnya. Magisterium menyanggah ajaran ini dengan mengacu kepada ayat- ayat Kitab Suci, sebagai berikut: ((lih. Dr Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p.99)):
a. Keb 8:19: “Memang aku seorang pemuda yang budi pekertinya, dan aku mendapat jiwa yang baik; atau sebaliknya: oleh karena aku itu baik, maka aku masuk ke dalam tubuh yang tak tercela.”
b. Kej 1:31, yang menyatakan bahwa manusia diciptakan Allah, tubuh dan jiwa dengan “sungguh amat baik” adanya. Maka tidak benar bahwa tubuh manusia merupakan suatu hukuman/ belenggu.
c. Rom 3:1, Rom 5:12: Dosa masuk ke dunia melalui dosa manusia pertama.
d. Rom 9:11: “Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat,….”
Dari ayat- ayat di atas, diketahui bahwa Tuhan menciptakan tubuh manusia baik adanya, dan bukan sebagai penjara/ belenggu, yang berkonotasi buruk. Selain itu hampir semua Bapa Gereja, hanya dengan sedikit perkecualian, adalah penentang teori pre-exentianism yang dianut oleh Origen dan beberapa muridnya. Contoh Bapa Gereja yang menentang teori ini adalah: St. Gregory Nazianzen, (lih. Or. 37, 15), St. Gregorius Nissa (lih. De anima et resurrectio, par 15,3), St. Agustinus, (lih. Epistle 217, 5, 16), Leo I, (Epistle. 15, 10).
Di sini jelas terlihat bahwa pada akhirnya Magisteriumlah yang akhirnya menentukan ajaran Bapa Gereja manakah yang sesuai dengan pusaka iman yang berdasarkan Kitab Suci dan ajaran para Bapa Gereja yang lain. Atas pertimbangan yang dalam dan dengan bimbingan Roh Kudus-lah Magisterium mengajarkan bahwa setiap jiwa manusia diciptakan langsung dari sesuatu yang tidak ada, pada saat persatuannya dengan tubuhnya. Ajaran Origen ini kemudian ditolak/ dinyatakan salah, pada Sinode Konstantinopel (543).
3. Ajaran St. Thomas Aquinas (1224-1274), yang tidak mendukung ajaran Bunda Maria dikandung tanpa noda (Immaculate Conception).
Umumnya saudara/i kita yang Protestan mengambil contoh ini dan mengatakan bagaimana seseorang yang dinobatkan sebagai Santo (orang kudus) dapat menentang ajaran Gereja Katolik yang ditetapkan dalam konstitusi dogmatik tahun 1854? (Apalagi St. Thomas Aquinas adalah seorang teolog yang sangat handal dalam menjelaskan pokok-pokok iman Kristiani, melalui bukunya Summa Theology). Mereka bertanya demikian, karena tidak memahami, bahwa sebelum Gereja Katolik mengeluarkan suatu dogma tertentu secara definitif, memang para teolog dapat saja mengutarakan pandangannya tentang hal tersebut. Namun demikian, setelah Magisterium mengumumkan suatu ajaran secara definitif, maka semua umat Katolik harus menerimanya. Maka jika St. Thomas Aquinas masih hidup di dunia sampai tahun 1900, tentu St. Thomas juga akan tunduk kepada pengajaran Magisterium.
Lagipula yang dipermasalahkan dalam bukunya Summa Theologica III, q. 27, a. 2, yang dipermasalahkan oleh St. Thomas adalah: Apakah Bunda Maria dikuduskan sebelum ‘animation’/ conception atau sesudahnya. Maka, nampaknya, diskusi di sini adalah mengenai kapankah tepatnya Bunda Maria dijadikan tidak bernoda sejak di dalam kandungan oleh Allah? Karena St. Thomas Aquinas tidak meragukan bahwa oleh rahmat Allah yang khusus diberikan kepada Bunda Maria, maka sejak dalam kandungan Maria dikuduskan oleh Allah. Selanjutnya, jika anda tertarik untuk membaca lebih lanjut tentang topik ini, silakan membaca jawaban kami di sini, silakan klik, karena sudah dibahas di sana.
Saya ingin pula mengutip akan ketaatan St. Thomas Aquinas kepada Magisterium Gereja Katolik, sebab ia menyerahkan keputusan kepada Gereja untuk menyikapi semua ajaran yang dituliskannya. Kutipan perkataannya sesaat sebelum wafatnya, ketika ia menerima Sakramen Perminyakan suci, dan ketika Viaticum suci diberikan kepadanya, adalah sebagai berikut:
“If in this world there be any knowledge of this sacrament stronger than that of faith, I wish now to use it in affirming that I firmly believe and know as certain that Jesus Christ, True God and True Man, Son of God and Son of the Virgin Mary, is in this Sacrament . . . I receive Thee, the price of my redemption, for Whose love I have watched, studied, and laboured. Thee have I preached; Thee have I taught. Never have I said anything against Thee: if anything was not well said, that is to be attributed to my ignorance. Neither do I wish to be obstinate in my opinions, but if I have written anything erroneous concerning this sacrament or other matters, I submit all to the judgment and correction of the Holy Roman Church, in whose obedience I now pass from this life.” (terjemahan yang dicetak tebal: … tetapi jika saya telah menuliskan apapun yang salah tentang sakramen ini atau hal- hal lainnya, saya menyerahkan semua kepada penilaian dan koreksi dari Gereja Roma yang kudus, yang di dalam kepatuhan kepadanya sekarang saya beralih dari kehidupan ini).
Kerendahan hati St. Thomas layak menjadi teladan bagi umat Katolik, jika kita ingin tunduk pada kehendak Kristus yang menginginkan agar semua murid-Nya bersatu (lih. Yoh 17:20-21), di dalam Gereja yang didirikan-Nya di atas Rasul Petrus, sampai akhir jaman.
Demikianlah, beberapa contoh bahwa para Bapa Gereja dapat saja mengajarkan sesuatu yang salah, sebab pengajaran mereka tidak “infallible” (tidak mungkin salah). Namun demikian, kita tidak perlu kuatir dan bingung, sebab Magisterium (Paus dan para uskup pendukungnya, sebagai penerus Rasul Petrus dan para rasul lainnya) diberi kuasa oleh Tuhan Yesus untuk mengajarkan secara “infallible” (tidak mungkin salah) sesuai dengan janji-Nya, sampai akhir jaman (Mat 16:18-19, 18:18, 28:19-20). Tentu, infalibilitas ini hanya terbatas pada pengajaran Magisterium dalam hal iman dan moral, seperti telah dibahas di sini, silakan klik, dan klik di sini. Wewenang mengajar/ Magisterium inilah yang menjaga kesatuan pengajaran yang konsisten sepanjang sejarah Gereja, sehingga Gereja Katolik tetap bersatu sejak saat didirikan oleh Kristus di atas Rasul Petrus sampai sekarang. Sudah selayaknya kita melihat hal ini dengan kacamata yang jujur dan obyektif, bahwa kesatuan Gereja ditentukan oleh kesatuan doktrin/ ajaran nya, dan bukan hanya melalui sesuatu yang tampaknya bersatu, tetapi memegang ajaran yang berbeda- beda.
Mari kita, sebagai umat Katolik bersyukur kepada Tuhan yang telah memimpin Gereja-Nya, melalui Magisterium Gereja Katolik, yang dengan setia meneruskan keseluruhan ajaran Kristus dan para rasul, sesuai dengan Kitab Suci dan Tradisi Suci.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear para Romo dan para admin KATOLISITAS,
Saya tergelitik oleh ajaran website Katolik tertentu (bukan website gereja, hanya informal dan anonim). Mereka mengajarkan jika para Bapa Gereja (para Santo atau para Uskup) membuat ajaran yg sama, maka bisa disebut Konsensus Patrum, dan otomatis menjadi Tradisi Suci Gereja. Mereka membuat apologetika ini untuk membasmi Gerakan Gereja tertentu (sengaja saya rahasiakan). Mereka menganggap Gerakan Gereja tertentu adalah sesat jika melihat Konsensus Patrum tentang bahasa roh yang wajib bahasa bangsa tertentu & wajib ditafsirkan (menurut kesimpulan mereka).
Pertanyaan saya, apakah jika ajaran banyak Bapa Gereja terlihat sama, maka otomatis disebut Konsensus Patrum? Apakah juga otomatis menjadi TRADISI SUCI Gereja? Meskipun tanpa approval Magisterium Gereja?
Contoh kalian di atas kan ajaran para Bapa Gereja secara perorangan. Sehingga belum menjawab kebingungan saya.
Mohon penjelasan. Terima kasih banyak. GBU
Shalom Kilbenni,
Tradisi Suci, sebagaimana Kitab Suci, itu tidak berdiri sendiri, tetapi ada dalam kesatuan dengan Magisterium Gereja. Mari berpegang kepada apa yang disampaikan oleh Katekismus Gereja Katolik:
KGK 97 “Tradisi Suci dan Kitab Suci merupakan satu perbendaharaan keramat Sabda Allah yang dipercayakan kepada Gereja” (DV 10). Di dalamnya Gereja yang berziarah memandang Tuhan, sumber segala kekayaannya, seperti dalam sebuah cermin.
KGK 100 Tugas untuk menjelaskan Sabda Allah secara mengikat, hanya diserahkan kepada Wewenang Mengajar Gereja, kepada Paus dan kepada para Uskup yang bersatu dengannya dalam satu paguyuban.
Dengan berpegang kepada prinsip ini kita mengetahui bahwa untuk menginterpretasikan suatu ajaran/ ayat tertentu dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci, misalnya tentang apakah itu bahasa roh dan apakah kelompok yang menerapkannya sesat atau tidak, itu kita tidak menyerahkannya kepada pandangan pribadi para Bapa Gereja, sekalipun menurut pengertian sejumlah orang, sudah membentuk konsensus, sehingga diberi istilah Consensus Patrum/ konsensus para Bapa Gereja. Namun sesungguhnya yang mempunyai kuasa untuk menentukan apakah suatu hal ajaran telah didukung oleh Consensus Patrum (kesepakatan para Bapa Gereja) itu adalah Magisterium Gereja, dalam hal ini Paus, para Uskup dalam kesatuan dengannya.
Nah tentang gerakan karismatik Katolik ini, sikap Magisterium adalah menerimanya sebagai gerakan gerejawi. Tentang hal ini, sudah pernah ditulis di sini, silakan klik, dan klik di sini.
Memang dalam situs ini kerap dikutip ajaran para Bapa Gereja secara perorangan, tetapi yang kami kutip sebagai Tradisi Suci adalah ajaran para Bapa Gereja yang memang sesuai dengan ajaran Magisterium. Sedangkan jika itu tidak sesuai, ya tidak dapat dikatakan sebagai Tradisi Suci. Contohnya, ya beberapa ajaran, seperti yang tertulis di artikel di atas.
Sehubungan dengan topik yang Anda tanyakan, mari kita menerima apa yang diajarkan oleh Magisterium demi penghormatan kita kepada Kristus yang telah menyerahkan kuasa mengajar Gereja kepada mereka. Sikap ini akan membuat kita bertumbuh dalam kerendahan hati, dan tidak cepat menganggap diri sebagai magisterium tandingan yang lebih benar daripada Magisterium yang sudah diberi kuasa oleh Tuhan Yesus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Bu Inggrid,
Bagaimana memahami ajaran Komisi Theologi Internasional berikut ini:
http://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/cti_documents/rc_cti_doc_20111129_teologia-oggi_en.html
For Augustine, the united witness of the Fathers was the voice of the Church.[53] The councils of Chalcedon and Trent began their solemn declarations with the formula: ‘Following the Holy Fathers…’,[54] and the council of Trent and the First Vatican Council clearly indicated that the ‘unanimous consensus’ of the Fathers was a sure guide for the interpretation of Scripture.[55]
Apakah St Agustinus berpendapat bahwa semua konsensus Patrum pasti infallible? Apakah yg dimaksud oleh Konsili Trente dan Konsili Vatikan I SEMUA/SETIAP konsensus Patrum adalah ajaran infallible dalam menafsirkan Alkitab?
Thanks. GBU
Shalom Kilbenni,
Demikian tanggapan kami, setelah kami berdiskusi dengan pembimbing teologis kami di situs ini, Dr. Lawrence Feingold, STD:
Konsensus dari para Bapa Gereja tentang hal tertentu, mengenai iman dan moral sebagai sesuatu ajaran definitif untuk dipegang oleh umat beriman, adalah indikasi yang pasti bahwa ajaran itu adalah bagian dari Tradisi Suci, dan karena itu termasuk dalam perbendaharaan iman. Demikianlah yang harus dipahami tentang Consensus Patrum. Nah, tetapi yang berhak untuk menentukan suatu ajaran itu sudah merupakan konsensus dari para Bapa Gereja (atau belum) itu bukan orang perorangan, tetapi Magisterium Gereja.
Sebab tidak ada metoda metematika tertentu untuk menentukan apakah itu ‘konsensus dari para Bapa Gereja’. Kuasa untuk menginterpretasikan secara otoritatif dari Tradisi Suci itu adalah milik Magisterium Gereja. Hanya Magisterium Gereja yang dapat secara otoritatif menentukan apakah sebuah konsensus dari para Bapa Gereja telah ada, tentang suatu ajaran. Para teolog secara pribadi dapat memberikan pandangan apakah sebuah konsensus ada atau tidak, tetapi pada akhirnya mereka harus tunduk kepada penilaian Magisterium Gereja.
Tentang hal bahasa roh, belum pernah ada pernyataan definitif dari para Bapa Gereja, ataupun oleh Magisterium Gereja, yang menuangkannya secara terperinci dalam sebuah dokumen. Yang ada adalah tulisan-tulisan sejumlah Bapa Gereja yang menyinggung tentang hal itu, yang kemudian diinterpretasikan oleh para teolog tertentu secara pribadi. Sebagai contohnya, para teolog yang sama-sama membaca tulisan Origen, Bapa Gereja di abad ke-3, dapat mempunyai kesimpulan berbeda tentang apa yang ditulisnya tentang bahasa roh. C.A. Sullivan dalam artikelnya, Origen in the Gift of Tongues, klik di sini, menulis bahwa menurut Cleon Rogers Jr., Origen tidak pernah menulis apapun tentang bahasa roh. Namun C.M. Robeck Jr., Origen menulis bahwa karunia basa roh digunakan untuk khotbah dalam bermacam budaya/ bahasa. T.C. Edwards percaya bahwa Origen dan para Bapa Gereja mengatakan bahwa karunia bahasa roh sudah tidak ada lagi di abad ke-3, namun R. Leonard Carrol menulis bahwa Origen menyatakan bahwa karunia bahasa roh itu tetap terjadi. Sejujurnya untuk memahami tulisan Origen juga diperlukan penguasaan terhadap bahasa Yunani kuno, dan juga gaya penulisan Origan yang memang khusus, yang termasuk jarang menyatakan segala sesuatunya secara gamblang.
Maka meskipun seandainya mayoritas dari para Bapa Gereja memahami karunia bahasa roh sebagai sesuatu yang berbeda dengan pemahaman gerakan Karismatik, maka perbedaan ini tidak untuk dipertentangkan, sebab kedua pendekatan dapat mendukung satu sama lain.
Dengan demikian, karena hal bahasa roh itu belum dapat dikatagorikan sebagai suatu ajaran yang telah mencapai konsensus dari para Bapa Gereja, maka tidak dapat dikatakan bahwa jika gerakan Karismatik Katolik memaknainya tidak persis sama dengan apa yang disampaikan oleh para Bapa Gereja, maka itu gerakan tersebut sifatnya heretikal/ sesat. Melakukan/ menyebarkan ajaran sesat itu adalah suatu pelanggaran yang berat, dan itu berkenaan dengan tindakan secara formal dan secara keras kepala menentang suatu doktrin yang sudah didefinisikan oleh Gereja. Nah, ini tidak terjadi pada ajaran tentang interpretasi mengenai karunia bahasa roh. Maka diskusi yang ada di sini lebih menyangkut kepada kebijaksanaan pastoral, untuk bagaimana melihat bahwa karunia- karunia Roh Kudus itu tetap menyertai Gereja-Nya sampai saat ini, dengan manifestasi yang beragam, termasuk dengan yang dikenal dengan bahasa roh, yang kini lebih dihayati oleh gerakan Karismatik sebagai karunia berdoa dalam bahasa yang tak dapat dimengerti/ bukan dalam bahasa manusia tertentu; walaupun tidak menutup kemungkinan untuk diartikan pula sebagai karunia untuk berbicara dalam bahasa-bahasa lain yang tak pernah dipelajari sebelumnya, ataupun yang kemudian dapat dilanjutkan dengan karunia bernubuat.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom,
pertanyaan saya mungkin tidak ada hubungannya dengan topik ini, tapi ada disebutkan secara singkat pada pertanyaan Sdr Budi di paling atas, yaitu:
“*TIDAK SEPENUHNYA BENAR = Ajaran – ajaran kebaikan dari agama BUDHA ( memang tidak diilhami roh kudus, tapi tetap baik )”
Saya beberapa kali ditanya dari mana kebaikan2 yang dilakukan oleh orang yang tidak mengenal Kristus dan biasanya saya jawab “Dari Tuhan / Roh Tuhan yang kita kenal dengan nama Roh Kudus. Mungkin orang itu tidak kenal nama Yesus/Roh Kudus tapi pasti kebaikan itu asalnya dari Tuhan.”
Alasan saya memberikan jawaban ini adalah karena di dunia ini adanya kalau ngga baik ya jahat. Kebaikan hanya berasal dari Allah dan kejahatan dari Iblis.
Jadi kalau ada seseorang yang melakukan kebaikan, maka itu asalnya dari Tuhan, tidak peduli apakah orang tersebut ateis atau bukan. Kebaikan itu tidak timbul dari dirinya sendiri karena terlepas dari Tuhan, semua orang hanya bisa berdosa.
Apakah ada kekeliruan dalam pandangan/jawaban seperti ini?
Terima kasih. Tuhan memberkati
Shalom Agung,
Nampaknya perlu didefinisikan dahulu, apakah manusia benar-benar dapat dikatakan terlepas dari Tuhan. Sebab bahkan orang yang tidak percaya kepada Tuhan sekalipun (atheis) tetap tidak sepenuhnya terlepas dari Tuhan, sebab setidak-tidaknya ia tetap adalah manusia ciptaan Tuhan dan hidupnya diselenggarakan oleh Tuhan. Dalam keadaan terpengaruh oleh dosa asal dan meskipun manusia juga melakukan dosa pribadi, tetapi manusia tetap tidak dapat dikatakan sepenuhnya “rusak” sampai tidak dapat melakukan apapun yang baik. Kenyataannya tidak demikian. Ada banyak orang, yang tidak mengenal Tuhan sekalipun tetap dapat melakukan perbuatan yang baik. Kebaikan ini tentunya berasal dari Tuhan yang menciptakan semua orang menurut gambaran dan rupa-Nya. Namun apakah hanya dengan hidup baik saja, kita dapat selamat?, silakan klik di sini.
Maka segala yang baik yang ada pada manusia berasal dari Allah, ya termasuk segala yang baik yang ada pada agama-agama lain. Gereja Katolik tidak menolak apa yang baik dan suci yang ada pada agama-agama lain, namun tetap wajib mewartakan bahwa Kristuslah Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Silakan membaca dokumen Nostra Aetate, yang menuliskan tentang hal ini, silakan klik
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Mohon admin membuatkan artikel khusus soal pemahaman mengenai “SOLA ECCLESIA”
Terima kasih….
[dari katolisitas: Sebenarnya tidak ada istilah sola ecclesia. Sementara ini, anda dapat melakukan pencarian dengan kata kunci “EENS” atau “keselamatan”. Semoga dapat membantu]
Shalom Katolisitas
Bu Ingrid
Saya mengutip beberapa nama Bapa Gereja awal yg bersumber dr link: http://saatteduh.happyshine.org/bapa.htm (disarikan oleh Disarikan dari “Halley’s Bible Handbook).
berikut ini beberapa nama sbb:
1. Polykarpus ( 69-156 M )
2. Ignatius ( 67-110 M )
3. Papias ( + 75 – 155 M )
4. Yustinus Martir (100 – 167 M)
5. Iranaeus (130 -200 M)
6. Origenes (185-254 M)
7. Tertulianus dari Kartago (160-220 M)
8. Eusebius (264-340 M)
9. Yohanes Krisostom ( 345-407 M)
10. Jeromus ( 340 – 430 M)
11. Agustinus ( 354-430 M)
Saya banyak membaca bhw ajaran gereja Katolik sering sekali menyebutkan nama St Agustinus (kebanyakan) dan mengapa demikian, serta mohon pencerahannya..
Kemudian berapa banyak kah Bapak Gereja yang diakui oleh gereja Katolik. dan..
Bgmana dgn ajaran Bapa2 Gereja lainnya..
Alangkah baiknya jika katolisitas bisa memaparkan tajuk lengkap dengan pembahasan artikel tentang Bapak2 Gereja (jika sudah ada harap diabaikan)
Terima kasih atas jawabannya
Tuhan Yesus memberkati
Felix Sugiharto
Shalom Felix,
Sepanjang pengetahuan saya, Gereja Katolik tidak pernah mengeluarkan secara eksak nama- nama Bapa Gereja yang diakui oleh Gereja Katolik. Beberapa nama yang anda tuliskan memang merupakan beberapa nama Bapa Gereja yang cukup terkenal, namun tidak hanya itu saja. Gereja Katolik mengakui banyak Bapa Gereja yang lain, baik yang berasal dari abad- abad awal, maupun abad- abad selanjutnya, sebab Tradisi Suci terus berlangsung, dan para Bapa Gereja terus menjelaskan dengan lebih rinci ajaran yang telah mereka terima dari para pendahulunya. St. Cyril dari Alexandria, St. Basil, St Gregorius Nazianza, St. Athanasius, St. Leo Agung, St. Gregorius Agung, St. Bernardus, St. Anselmus, St. Thomas Aquinas, dst, yang memang sangat banyak. Maka mereka memberikan pengajaran, namun pada akhirnya Magisterium Gereja-lah yang menentukan ajaran- ajaran mana yang konsisten dengan keseluruhan ajaran Tradisi Suci Gereja. Maka seperti pernah dibahas di artikel sebelumnya, yang terpenting bukan hanya tulisan Bapa Gereja, tetapi ajaran Bapa Gereja yang sesuai dengan ajaran Magisterium; sebab ada kemungkinan tulisan para Bapa Gereja dapat salah (pada bagian- bagian tertentu) namun ajaran Magisterium tidak dapat salah. Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Tidak memungkinkan bagi kami di Katolisitas untuk membahas semua ajaran Bapa Gereja, karena itu sama saja dengan membahas seluruh Tradisi Suci yang memang sangat luas. Sebagai bayangan, tulisan dari St. Agustinus sendiri saja sangat banyak jumlahnya, ketebalan bukunya jauh melebihi ketebalan Kitab Suci. Dan ini hanya tulisan satu orang Bapa Gereja saja. St. Agustinus memang adalah salah satu Bapa Gereja yang sangat penting yang meletakkan landasan bagi sistematika teologi Katolik. Banyak tulisan St. Agustinus yang dipakai sebagai pedoman bagi penulisan sistematika teologi yang disusun oleh St. Thomas Aquinas pada abad pertengahan dalam bukunya yang terkenal, Summa Theology. Adalah penting untuk membaca karya St. Agustinus secara keseluruhan, dan tidak hanya mengambil sebagian saja, karena jika diambil sebagian, maka diperoleh pengertian yang tidak lengkap tentang teologi yang diajarkannya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom saudaraku Felix,
Saya ingin menanggapi pertanyaan anda :
“Alangkah baiknya jika katolisitas bisa memaparkan tajuk lengkap dengan pembahasan artikel tentang Bapak2 Gereja (jika sudah ada harap diabaikan)”
Tanggapan :
Wah kayaknya sampai sekarang tidak ada 1 website apapun yang mampu menampilkan ajaran BAPA GEREJA yang nota bene masih SEBAGIAN dari TRADISI SUCI. sedangkan definisi dari TRADISI SUCI adalah :
“TRADISI SUCI Yang merupakan DASAR KEBENARAN ABSOLUT = Yohanes 21 : 25 & 1 Timotius 3 : 15 ( Karena BERASAL DARI TUHAN YESUS KRISTUS SENDIRI ) :
*BERASAL DARI MULUT / AJARAN LISAN YESUS KRISTUS, PERGAULAN YESUS KRISTUS, dan KARYA YESUS KRISTUS SENDIRI, entah apa yang atas DORONGAN ROH KUDUS telah mereka pelajari.
*TRADISI SUCI ini jumlahnya SANGAT BANYAK berdasarkan Yohanes 21 : 25.
*TRADISI SUCI, SEBAGIAN KECIL-NYA menghasilkan DOKTRIN & DOGMA melalui MAGISTERIUM. SEBAGIAN KECIL-NYA yang lain menghasilkan SURAT PARA BAPA GEREJA dalam MAGISTERIUM.”
jadi saya yakin akan sangat susah dan perlu waktu bertahun – tahun untuk mempelajarinya. ( walaupun terkadang saya juga ingin belajar )
TUHAN YESUS MEMBERKATI & BUNDA MARIA selalu menuntun anda pada putraNYA
( ini saja yang ditampilkan bu )
Syalom Bu Ingrid
Meskipun masih ada beberapa kata dari anda yang membuat saya sedikit bingung, tapi dari berbagai jawaban Bu Ingrid secara sederhana saya simpulkan seperti ini :
TRADISI SUCI Yang merupakan DASAR KEBENARAN ABSOLUT = Yohanes 21 : 25 & 1 Timotius 3 : 15 ( Karena BERASAL DARI TUHAN YESUS KRISTUS SENDIRI ) :
*BERASAL DARI MULUT / AJARAN LISAN YESUS KRISTUS, PERGAULAN YESUS KRISTUS, dan KARYA YESUS KRISTUS SENDIRI, entah apa yang atas DORONGAN ROH KUDUS telah mereka pelajari.
*TRADISI SUCI ini jumlahnya SANGAT BANYAK berdasarkan Yohanes 21 : 25.
*TRADISI SUCI, SEBAGIAN KECIL-NYA menghasilkan DOKTRIN & DOGMA melalui MAGISTERIUM. SEBAGIAN KECIL-NYA yang lain menghasilkan SURAT PARA BAPA GEREJA dalam MAGISTERIUM.
KITAB SUCI ( Yang merupakan KEBENARAN ABSOLUT ) akibat dari DORONGAN ROH KUDUS. ( 2 Timotius 3 : 15 )
MAGISTERIUM ( 1 Korintus 2 : 1 / Matius 16 : 19 )
*Memberikan pengajaran kepada kita dengan MENGAMBIL DASAR FONDASI DARI TRADISI SUCI & KITAB SUCI.
*MENJAGA KEMURNIAN PENGAJARAN turun temurun.
Terima Kasih banyak Bu Ingrid
TUHAN YESUS MEMBERKATI & BUNDA MARIA selalu menuntun anda pada putraNYA.
Shalom Budi,
Tradisi Suci itu berasal dari pengajaran para rasul, yang meneruskan pengajaran atau contoh yang mereka terima dari Tuhan Yesus, dan juga apa yang mereka dengar dan pelajari atas bimbingan Roh Kudus.
Tradisi Suci dan Kitab Suci itulah yang dijadikan dasar oleh Magisterium Gereja untuk menentukan doktrin dan dogma.
Sedangkan surat- surat, homili, buku/ treatise/ pengajaran Bapa Gereja (yang sesuai dengan keseluruhan ajaran pusaka iman) itu adalah bagian dari Tradisi Suci.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Katolisitas
Pada kesempatan ini saya hendak mengajukan pertanyaan perihal ‘infallibilitas’. Kita semua tentu memahami bahwa Gereja, dalam mengajarkan iman dan moral, yang mengikat seluruh umat beriman, adalah tidak dapat sesat. Ini sejalan dengan deklarasi CDF “Mysterium Ecclesia”. Nah, pertanyaannya, bagaimana kita mengetahui ajaran mana yang ‘infallible’ dan mana yang ‘tidak infallible’? mana yang adalah suatu ‘diskursus’, mana yang sudah ‘definif’ atau yang pasti tidak akan berubah?
Bisakah misalnya, saya berpegangan bahwa ajaran infallible adalah;
1. Sudah didefinisikan secara ‘ex cathedra’ dan definitif, terlebih didekritkan dan di-kanon-kan
2. Ajaran tersebut terus menerus diulang-ulang dalam berbagai dokumen dan kesempatan tertentu
3. Ajaran tersebut berkenaan dengan iman dan moral
Benarkan pengertian yang saya miliki?
Terima kasih, maju terus Katolisitas,org !!
Albert P
[Dari Katolisitas: Silakan membaca topik tentang Infalibilitas, silakan klik. Ya kurang lebih anda benar dalam hal ini. Ajaran yang tidak mungkin salah tersebut, adalah ajaran definitif tentang iman dan moral yang diberikan oleh Magisterium (Bapa Paus dalam kapasitasnya sebagai penerus Rasul Petrus, dan para uskup dengan persekutuan dengan Paus), yang berkenaan dengan Gereja universal. Pada umumnya, secara prinsip, ajaran- ajaran ini dapat diulang/ muncul di berbagai dokumen Gereja].
Syalom saudaraku Ingrid,
Ini ada tambahan yang pernah saya baca dari salah satu website di internet yang mengatakan bahwa :
Surat Bapa Gereja itu BUKAN tradisi suci itu sendiri melainkan MENJELASKAN APA YANG DIKATAKAN TRADISI SUCI.
Betul tidak ya ?
[dari katolisitas: silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik. Di situ dijelaskan bahwa tulisan dari bapa gereja adalah salah satu elemen dari Tradisi Suci]
Syalom saudarai Ingrid, semalaman saya berpikir – pikir terus tentang perkataan dari saudari Ingrid
Pertanyaan ini mungkin bisa digabungkan dengan komentar saya yang sebelumnya.
1.Daftar Tradisi suci itu apa saja ? Apakah semuanya sudah INFALLIBLE ?
2.Anda mengatakan bahwa, “Bahwa kemudian sebagian dari pengajaran para rasul itu dibukukan, dan dikenal sebagai keempat Injil dan surat- surat para rasul dalam Kitab Suci”. saya SETUJU bahwa kitab suci memang lahir dari TRADISI SUCI. nah yang saya tanyakan MAGISTERIUM lahir darimana ? ( menurut saya lahir dari KITAB SUCI, karena sejak dikatakan Matius 16 : 18 – 19, 18 : 18, 28 : 19 – 20 ).
3.Berarti kalau KITAB SUCI lahir dari TRADISI SUCI, maka sudah seharusnya apa yang ada di TRADISI SUCI itu juga ada ayat – ayatnya di KITAB SUCI’kan ?
4.kalimat “SEBAGIAN dari pengajaran”, nah apakah sebagian yang lain yang tidak dibukukan itu sudah INFALLIBLE ? dan bentuknya apa ?
5.Nah kalau lahir dari KITAB SUCI, kemudian MAGISTERIUM mengkoreksi TRADISI SUCI ( Surat – surat Bapa Gereja yang salah ) hal ini terlihat seakan – akan MAGISTERIUM di atas KITAB SUCI & TRADISI SUCI. Kalau benar mengkoreksi, bagaimana suatu TRADISI SUCI ( yang masih bisa salah ) menghasilkan KITAB SUCI ( yang tidak bisa salah ) ?
6.Anda mengatakan bahwa, “Ingatlah bahwa sebelum Gereja mempunyai Kitab Suci, jemaat di abad- abad awal menggantungkan pengajarannya lewat khotbah-khotbah lisan para rasul dan para Bapa Gereja, dan tulisan- tulisan mereka, dan inilah yang menjadi sumber utama bagi Tradisi Suci Gereja”. Kalau saya simpulkan bahwa ada 2 tipe TRADISI SUCI :
*PERTAMA = Pengajaran LISAN PARA RASUL, BAPA GEREJA & TULISAN – TULISAN MEREKA ( yang masih bertemu dengan PARA RASUL ) otomatis Infallible.
*KEDUA = Pengajaran LISAN PARA BAPA GEREJA & TULISAN TULISAN MEREKA ( yang hidup agak jauh setelah jaman PARA RASUL ), yang tidak otomatis INFALLIBLE, tapi harus melalui MAGISTERIUM baru bisa disebut INFALLIBLE.
Demikianlah kebingungan saya, mohon penjelasan dari pihak Katolisitas agar saya dapat mengenali iman katolik lebih lagi, KARENA bagi saya IMAN harus punya fondasi TEORI yang kuat, dan TRADISI SUCI inilah yang merupakan salah satu pilar didalam iman saya ( Kalau ALKITAB saya sudah yakin, MAGISTERIUM, juga sudah YAKIN, tinggal TRADISI SUCI inilah ). soalnya saya sering ragu akan IMAN KATOLIK sendiri ( mungkin TUHAN mengijinkan ini agar saya dapat mencari kebenaraNYA ). Karena saya percaya bahwa “Barang siapa yang haus akan kebenaran, dia akan dipuaskan”. Saya sering melalang buana ke website – website untuk mencari kebenaran Iman saya. Mohon penjelasannya yang lengkap agar saya ‘sreg’
Terima kasih banyak untuk pihak katolisitas dan mungkin saya juga sering merepotkan dengan pertanyaan – pertanyaan unik.
TUHAN YESUS MEMBERKATI & BUNDA MARIA selalu menuntun anda pada putraNYA
Shalom Budi,
1. Tradisi Suci itu menyangkut semua tulisan pengajaran Bapa Gereja yang sesuai dengan ajaran Magisterium.
Hal infalibilitas itu menyangkut pernyataan definitif tentang ajaran iman dan moral, yang diajarkan oleh Bapa Paus dan para uskup dalam persekutuan dengannya, di mana Paus berbicara atas nama Rasul Petrus, dan ajaran definitif ini berlaku untuk Gereja secara universal.
Nah, jadi istilah infalibilitas ini tidak untuk dikaitkan dengan semua Tradisi Suci, karena syarat suatu pengajaran disebut infalibilitas itu harus memenuhi ke-tiga hal di atas. Silakan anda membaca tentang topik infalibilitas, di sini, silakan klik. Namun demikian, jika suatu tulisan Bapa Gereja itu tidak dikutip sebagai sumber dalam perumusan suatu doktrin, bukan berarti bahwa Tradisi itu salah. Jika tulisan itu tetap sesuai dengan prinsip ajaran Kitab Suci dan Magisterium, maka tentu saja Tradisi itu tetap benar. Tulisan Bapa Gereja yang salah, umumnya dikecam secara prinsip di dalam salah satu dokumen pengajaran Magisterium, dan dengan demikian, kita mengetahui bahwa ajaran tersebut tidak benar.
2. Tentang Magisterium lahir dari mana, sudah saya jawab pada jawaban saya sebelumnya silakan klik, tidak perlu saya ulang di sini.
3. Kitab Suci dan Tradisi Suci bersumber dari Sabda Allah, sehingga keduanya saling melengkapi. Jadi benar, ajaran Tradisi Suci pasti mempunyai kaitan dengan suatu ayat dalam Kitab Suci, atau menjadi penjelasan/ penjabaran suatu ayat dalam Kitab Suci.
4. Tradisi Suci yang sudah dirumuskan secara definitif oleh Magisterium, tentang iman dan moral, dan berlaku untuk seluruh Gereja, merupakan ajaran yang tidak mungkin salah, dan karenanya mensyaratkan ketaatan iman yang katolik (menyeluruh) dari kita umat Katolik.
Beberapa daftarnya antara lain adalah yang terdapat dalam daftar Dogma di sini, silakan klik. Namun demikian, ada juga pernyataan- pernyataan Bapa Paus, dalam surat ensiklik, hasil Konsili- konsili ataupun dokumen pengajaran lainnya yang juga memenuhi persyaratan sebagai ajaran yang tidak mungkin salah tersebut. Umumnya jika di awal pernyataannya, Paus menggunakan kata, “Maka kami/ saya, selaku Magisterium Gereja/ penerus rasul Petrus, menyatakan bahwa ……”
5. Peran Magisterium adalah sebagai “wasit” yang menjaga agar Sabda Tuhan disampaikan dengan benar kepada Gereja. Wasit tidak pernah lebih tinggi tingkatannya dari peraturan, melainkan ia berperan menjaga agar peraturan dijalankan dengan benar. Demikianlah Magisterium tidak berada di atas Kitab Suci ataupun Tradisi Suci, tetapi melayani keduanya. Karena Magisterium diberi kuasa tidak mungkin salah, maka Kitab Suci dan Tradisi Suci yang diajarkannya secara definitif juga tidak mungkin salah. Prinsip ini dapat lebih dimengerti jika kita menyadari bahwa yang didirikan Kristus adalah Gereja (dengan Rasul Petrus dan para rasul yang diberi kuasa mengajar oleh Tuhan Yesus), dan Kristus sendiri tidak pernah menuliskan Kitab Suci. Oleh sebab itu, Sabda-Nya yang lisan atau yang kemudian dituliskan, menjadi kesatuan dengan para rasul yang diberi kuasa oleh Tuhan Yesus untuk mengajarkan Sabda-Nya itu dengan benar/ tidak mungkin salah.
6. Sekali lagi, hal infalibilitas itu menyangkut kepada kuasa yang diberikan Kristus kepada Magisterium. Maka, ajaran yang tidak mungkin salah itu tidak tergantung dari kapankah sumbernya (yaitu Bapa Gereja) itu hidup, apakah di abad awal atau akhir, tetapi pengajaran itu harus memenuhi syarat: yaitu pengajaran tentang iman dan moral yang bersumber dari tulisan para Bapa Gereja, (entah itu dari abad awal ataupun abad pertengahan atau sesudahnya) yang sudah dirumuskan secara definitif oleh Magisterium, dan berlaku untuk Gereja universal.
Semoga sekarang menjadi lebih jelas bagi anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
( Perhatikan yang ini saja Bu Ingrid, yang lain dihapus saja jika ke-double-an )
Syalom saudariku Bu Ingrid,
NB : Kalau CAPITAL LETTER artinya bukan teriak, tapi ingin menekankan saja, bu. ( karena di website ini tidak bisa saya kasih BOLD, ITALIC ataupun UNDERLINE )
Saya coba kirim ulang komentar saya karena kok saya lihat besoknya tiba – tiba hilang ( mungkin error komputer saya atau kalau ke-double-an mungkin bisa ini saja yang ditampilkan ). Saya ingin mengambil quote dari jawaban Bu Ingrid :
“Oleh sebab itu, Sabda-Nya yang lisan atau yang kemudian dituliskan, MENJADI KESATUAN dengan para rasul yang diberi kuasa oleh Tuhan Yesus untuk mengajarkan Sabda-Nya itu dengan benar/ tidak mungkin salah”.
KESIMPULAN SAYA SELAMA BERDISKUSI DENGAN BU INGRID ( Mohon Koreksi Jika ada salah pengertian ) :
Berarti, ketika Yesus SELAMA BERADA DI TENGAH – TENGAH Para murid, maka TERBENTUKLAH SEMUA TRADISI SUCI YANG KEBENARANNYA ABSOLUT ( Karena YESUS / Sang Sabda sendiri yang menganugerahkan & mengajarkan DOKTRIN, DOGMA, TRADISI – TRADISI SUCI / KUDUS, CARA – CARANYA ) melalui SEGALA PENGAJARAN LISAN DAN TINGKAH LAKU Yesus.
SALAH SATU contoh PENGAJARAN LISAN DALAM TRADISI SUCI ( Dikatakan SALAH SATU CONTOH karena ada ayat “Jika semuanya tentang YESUS ditulis, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat kitab – kitab yang ada” ) :
• DOKTRIN & DOGMA
• Surat Bapa Gereja ( merupakan SALAH SATU ELEMEN DARI TRADISI SUCI ).
• Dan sebagainya
SALAH SATU contoh TINGKAH LAKU YESUS :
• Cara melakukan SAKRAMEN PEMBABTISAN, EKARISTI, PENGAMPUNAN DOSA dan sebagainya.
Sebelum Yesus naik ke Surga, maka yesus memberi KUASA MAGISTERIUM / INFALLIBILITAS untuk MENJAGA KEMURNIAN TRADISI SUCI yang ABSOLUT ini, ketika diajarkan turun temurun dari YESUS ke PARA RASUL, kemudian ke PAUS / PARA BAPA GEREJA AWAL / JEMAAT AWAL.
Setelah itu SEBAGIAN KECIL ( Dikatakan SEBAGIAN KECIL karena sekali lagi ada ayat “Jika semuanya tentang YESUS ditulis, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat kitab – kitab yang ada” ) dari TRADISI SUCI ini dibukukan menjadi KITAB SUCI ( yang KEBENARANNYA ABSOLUT JUGA karena dari TRADISI SUCI dalam perlindungan MAGISTERIUM ).
Kemudian dari jaman ke jaman, MAGISTERIUM ini memberikan pengajaran tentang doktrin dan dogma ke seluruh umat katolik dengan MENGAMBIL DASAR dari TRADISI SUCI & KITAB SUCI.
Dan inilah menjadi 3 PILAR KEBENARAN ABSOLUT, yaitu TRADISI SUCI, KITAB SUCI & MAGISTERIUM
NB : Ketika ada tambahan surat – surat dari BAPA GEREJA ( Contohnya mungkin pada abad 21 ), maka akan di “seleksi” oleh MAGISTERIUM GEREJA berdasar dari TRADISI SUCI & KITAB SUCI. Jika lolos, maka surat – surat tersebut menjadi BAGIAN dari KEKAYAAN TRADISI SUCI.
TUHAN YESUS memberkati & BUNDA MARIA selalu menuntun anda pada putraNYA
Shalom Budi Darmawan,
Mari mengacu kepada Katekismus untuk menemukan jawaban pertanyaan anda:
Maka Tradisi Suci itu adalah pengalihan Injil secara lisan yang diperoleh tidak hanya dari teladan Kristus, (ajaran lisan Kristus, pergaulan dan karya Kristus) tetapi juga dari apa yang dipelajari oleh para Rasul oleh dorongan Roh Kudus. Pengalihan Injil secara lisan ini kemudian juga dituliskan oleh Magisterium dalam doktrin dan dogma yang mengambil dasar dari Kitab Suci dan tulisan para Bapa Gereja. Salah satu diantaranya adalah pengajaran tentang Sakramen- sakramen. Jadi benar pandangan anda, bahwa tidak semua ajaran Yesus dituliskan dalam Kitab Suci, seperti yang tertulis dalam Yoh 21: 25. Masih ada ajaran- ajaran lisan dari Kristus dan para rasul (Tradisi Suci) yang tertuang dalam doktrin dan dogma Gereja Katolik.
Dengan menyadari bahwa baik Tradisi Suci dan Kitab Suci mempunyai sumber yang sama, yaitu ajaran Kristus dan para rasul, maka keduanya mengandung kebenaran yang absolut, dan harus dihormati dengan rasa hormat yang sama. Magisterium adalah pihak yang menjaga agar Tradisi Suci dan Kitab Suci diturunkan dengan murni dan dengan interpretasi yang benar; dan di sinilah terlihat hubungan yang erat antara ketiganya sebagai pilar Gereja, yaitu: Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium.
Segala tulisan para Bapa Gereja (baik yang di abad awal, maupun seterusnya) harus dilihat dalam konteks pusaka iman, sebab hanya tulisan yang sesuai dengan ajaran Magisteriumlah (yang berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Suci) yang dapat dikatakan sebagai bagian dari Tradisi Suci.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom Saudaraku Pak Stef,
Terima kasih banyak atas penjelasannya, namun masih ada beberapa hal yang membuat saya sedikit bingung.
1.Doktrin Summa Teologi, berarti yang dimaksud ST. Thomas itu adalah bukan SUCI atau TIDAK SUCINYA Bunda Maria, melainkan KAPAN Bunda Maria Suci ? Betul pak ?
2.Magisterium itu sendiri muncul sejak kapan ?Karena saya yakin ketika jemaat awal mereka masih belum mengenal istilah Magisterium atau fungsi magisterium itu sendiri. Sehingga menurut pendapat saya ( kalau salah mungkin bisa dibantu pencerahannya ), sebelumnya keluarnya MAGISTERIUM seharusnya apa yang menjadi pengajaran BAPA GEREJA itu OTOMATIS MENJADI TRADISI SUCI ( Tanpa perlu adanya Magisterium ). Nah baru setelah itu KELUARLAH MAGISTERIUM.
Karena seinget saya bukannya urutannya TRADISI SUCI melahirkan KITAB SUCI melahirkan MAGISTERIUM. Kalau tradisi suci sudah terbentuk terlebih dahulu, lalu Magisterium mengkoreksi tradisi suci, jadi agak lucu ceritanya.
3.Anda tadi bilang bahwa ajaran BAPA GEREJA itu RELATIF SANGAT SEDIKIT yang salah. Nah apakah yang SALAH ITU kebanyakan dari BAPA GEREJA yang hidup JAUH dari tahun kelahiran YESUS ? atau yang dekat ?
4.Pertanyaan ini mungkin agak melenceng sedikit, karena saya juga ingat akan jawaban dari Bu Ingrid. Kalau ST. Petrus memang menikah, kemudian yang ingin saya tanyakan apakah BAPA GEREJA KE-2 itu sudah memulai hidup selibat atau masih menikah ?
Terima kasih banyak atas jawaban yang diberikan, Saya juga selalu akan berdoa untuk Tim Katolisitas agar selalu diberi pencerahan Roh Kudus.
TUHAN YESUS Memberkati
Shalom Budi,
1. St. Thomas Aquinas tidak meragukan kesucian Bunda Maria
Ya benar, St. Thomas Aquinas tidak meragukan kesucian Bunda Maria, namun hanya mempertanyakan kapan saatnya Bunda Maria disucikan Tuhan.
2. Kapan lahirnya Magisterium?
Magisterium (Wewenang mengajar Gereja) sudah ada sejak lahirnya Gereja pada hari Pentakosta. Kita mengetahui bahwa Kristus mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus (Mat 16:18), dan kepada Petruslah, Tuhan Yesus, sebelum naik ke surga mempercayakan tugas penggembalaan kawanan domba-Nya (Yoh 21:15-19). Kepada para rasul-lah, Kristus memberikan kuasa untuk mengikat dan melepaskan (Mat 18:18), secara khusus, kepada Petrus (Mat 16:19). Kuasa “mengikat dan melepaskan” ini artinya menentukan sesuatu pengajaran yang mengikat atau tidak mengikat dalam hal iman dan moral. Walau kuasa ini diberikan kepada para rasul saat Yesus masih ada di tengah- tengah mereka, namun Wewenang mengajar (Magisterium) ini baru secara efektif dilaksanakan setelah Yesus naik ke surga, dan setelah Roh Kudus turun atas para rasul pada hari Pentakosta.
Contoh yang paling jelas tentang adanya kuasa Magisterium di abad awal adalah pada saat para rasul dan penatua jemaat berkumpul di Yerusalem dan merumuskan mengenai perlu tidaknya sunat bagi jemaat Kristen (lih. Kis 15). Setelah mereka membahasnya dan bertukar pikiran mengenai hal itu, lalu Rasul Petrus tampil untuk memberikan keputusan, seperti kita baca di ayat 7- 10. Inilah contoh pertama yang dicatat dalam Kitab Suci, bagaimana Rasul Petrus melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin Gereja (dan pimpinan Magisterium) untuk memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan iman dan moral. Setelah diputuskan, baru kemudian para rasul secara bersama- sama melaksanakan dan mengajarkannya, seperti yang kemudian dikatakan oleh Rasul Yakobus (Kis 15: 13-21).
Maka Magisterium itu bukan baru lahir setelah sekian lama berdirinya Gereja, tetapi bersamaan dengan lahirnya Gereja. Sebab sejak awal, Gereja yang didirikan oleh Tuhan Yesus di atas Petrus itu selalu mempunyai kepemimpinan yang jelas. Kristuslah Kepala Gereja, namun Ia juga menyerahkan kepemimpinan Gereja di dunia ini di atas para rasul, yang ada dalam kesatuan dengan Rasul Petrus yang menjadi pemimpin para rasul. Inilah sebabnya Gereja yang didirikan Kristus memiliki ciri apostolik, sebagai salah satu dari ke-empat ciri Gereja, yaitu: satu, kudus, katolik dan apostolik. Selanjutnya mengenai makna Magisterium, silakan klik di sini.
Dengan demikian, Magisterium melayani Gereja, dengan melaksanakan tugas seperti “wasit” dalam sebuah pertandingan. Ketentuannya sudah ada, yaitu Kitab Suci dan Tradisi Suci, namun pelaksanaannya diatur oleh Magisterium. Sedangkan baik Kitab Suci dan Tradisi Suci bersumber dari Sabda Tuhan yang diwahyukan kepada Gereja, sehingga dengan demikian interpretasinya tidak dapat dipisahkan dari pemahaman Gereja, seperti yang diajarkan oleh Magisterium (yaitu Bapa Paus sebagai penerus rasul Petrus dan para uskup -sebagai penerus para rasul- yang dalam persekutuan dengan Paus). Di sinilah kita dapat melihat keterkaitan yang erat antara ketiga pilar Gereja, yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium. Selanjutnya silakan anda membaca di sini, silakan klik.
3. Ajaran Bapa Gereja yang salah itu karena hidupnya jauh setelah kelahiran Yesus?
Ajaran Bapa Gereja yang salah (walau secara prosentase sangat sedikit) bukan ditentukan dari apakah Bapa Gereja tersebut hidup jauh atau dekat dengan kelahiran Yesus. Karena harus diakui, bahkan sejak abad- abad awal sudah terdapat tulisan- tulisan dari Bapa Gereja yang tidak sepenuhnya sesuai dengan pengajaran para rasul dan mayoritas Bapa Gereja yang lain. Sebagai contohnya: ajaran Tertullian dan Origen (keduanya dari abad ke 2), yang tidak semuanya benar, walaupun keduanya dikenal sebagai Bapa Gereja yang cukup penting di abad- abad awal, walaupun banyak dari ajaran lainnya yang mereka ajarkan, sungguh sesuai dengan ajaran para rasul. Inilah sebabnya, begitu penting peran Magisterium untuk meluruskan ajaran- ajaran para Bapa Gereja, dalam artian mengambil ajaran yang sesuai dan menolak ajaran yang tidak sesuai dengan prinsip ajaran yang terdapat di dalam pusaka iman (deposit of faith) yaitu yang berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Suci sesuai dengan ajaran para rasul.
Sedangkan yang terjadi pada St. Thomas Aquinas tentang hal Bunda Maria yang tidak bernoda tersebut kemungkinan berkaitan dengan keterbatasan pengetahuannya dalam hal perkembangan janin manusia; karena pada saat itu ilmu kedokteran belum memutuskan kapankah saatnya janin dapat dikatakan hidup sebagai manusia. Jika St. Thomas hidup pada saat ini, di mana ilmu kedokteran sendiri dapat membuktikan terbentuknya sistem DNA yang baru pada saat konsepsi (pertemuan sel telur dan sperma), tentu ia dengan lebih mudah menghubungkan hal ini dengan penjelasan tentang kapankah saatnya Bunda Maria dikuduskan Allah.
4. Tentang kehidupan selibat dari para penerus rasul Petrus.
Rasul Petrus memang menikah. Pada saat ia dipanggil oleh Kristus sebagai rasul, ia sudah mempunyai istri. Namun setelah dipanggil oleh Kristus dan mengikuti Dia, tradisi mengatakan bahwa ia mulai melaksanakan kaul kemurnian, seperti yang dikatakan oleh Rasul Petrus, “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” (Mat 19:27). Dan Yesus menjawab “Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, atau istri (istri termasuk dalam terjemahan Douay Rheims, Vulgate and King James Bible) anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal (Mat 19:29). Meninggalkan segalanya dan istri disini, ditafsirkan sebagai tindakan untuk tidak melakukan lagi hubungan suami istri.
Di dalam Gereja perdana, karena terbatasnya kandidat yang belum menikah untuk diakon, imam, dan uskup, maka mereka dapat menikah sebelum ditahbiskan (lih. 1 Tim 3:1-4), namun mereka dituntut untuk mempraktekkan kaul kemurnian setelah ordinasi.
Dokumen pertama yang menyatakan secara explisit tentang hal ini adalah Konsili Elvira di Spanyol tahun 306 dan Carthage tahun 390, serta dekrit dari Paus Siricius dan Innocent, sekitar akhir abad ke-4 dan awal abad ke-5. Semuanya itu menunjukkan bahwa hidup selibat setelah ordinasi bukanlah inovasi semata, namun merupakan hal yang telah dijalankan oleh para murid, bapa gereja, dan menjadi bagian dari tradisi.
Menurut tradisi, memang terdapat beberapa Paus yang sebelum menjadi Paus adalah pria yang menikah dan mempunyai istri. Namun kemudian setelah menjadi Paus, mereka menjalankan kaul kemurnian/ tidak lagi hidup sebagai suami istri. Hal ini terjadi pada Rasul Petrus sendiri, St. Siricius (384-399, yang menurut tradisi meninggalkan istri dan anaknya untuk menjadi Paus), St. Felix III (483- 492) dan St. Hormisdas (514-523) (istri- istri mereka telah wafat pada saat dinobatkan menjadi Paus), Paus Adrian II (867-872, di masa mudanya ia telah beristri dan mempunyai anak sebelum ia kemudian memutuskan untuk menjadi imam), Clement IV, (1265-1264, istrinya wafat sebelum ia menjadi imam).
Selanjutnya untuk topik sakramen Imamat dan selibat para imam, silakan anda klik di sini.
Demikian yang dapat saya tuliskan tentang pertanyaan anda. Semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom saudaraku Ingrid,
Terima kasih banyak atas penjelasannya, jadi bisa saya simpulkan bahwa :
Ketika YESUS SELAMA & BERADA di tengah – tengah PARA MURID, maka terbentuklah TRADISI SUCI ( Karena YESUS mengajarkan DOKTRIN, DOGMA, TRADISI SUCI, termasuk TINGKAH LAKUNYA ) – Sampai ada ayat yang mengatakan bahwa “Jika semuanya tentang YESUS ditulis, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat kitab – kitab yang ada”.
Kemudian ketika Pentakosta terjadi maka SECARA EFEKTIF MAGISTERIUM berjalan.
Dan magisterium itu seperti wasit, yaitu MENJALANKAN PERMAINAN YANG BERDASAR PADA BUKU PERATURAN ( KITAB SUCI & TRADISI SUCI )
Betul tidak ya Bu Ingrid ?
Terima kasih atas penjelasannya dan maaf merepotkan sebelumnya.
TUHAN YESUS memberkati & BUNDA MARIA selalu menuntun anda pada putraNYA
Shalom Budi Darmawan,
Ya, ketika Tuhan Yesus berada di tengah- tengah para murid, Ia menyampailan Sabda Allah, dengan ajaran lisan dan dengan segala tingkah laku-Nya. Sebagian dari ajaran Kristus ini kemudian ditulis dalam Kitab Suci, dan sebagian lagi diteruskan secara lisan oleh para rasul kepada para penerus mereka dan kepada jemaat, dan ini disebut Tradisi Suci. Namun demikian, Tradisi Suci, sekarang ini dapat kita ketahui dari tulisan para Bapa Gereja (sehingga Tradisi Suci bukan sekedar ajaran lisan yang tidak pernah dituliskan).
Dalam kehidupan Gereja selanjutnya, setelah Kristus telah naik ke surga, maka kepemimpinan Gereja di dunia dilaksanakan oleh para penerus rasul dengan Paus (penerus Rasul Petrus) sebagai pemimpin tertinggi. Bapa Paus dan para uskup dalam persekutuan dengannya ini disebut Magisterium. Magisterium mempunyai wewenang untuk mengajarkan pokok-pokok iman, yang mengambil dasar dari Tradisi Suci dan Kitab Suci, dan ini disebut Dogma (jika mensyaratkan iman yang katolik/ menyeluruh, dari umat Katolik) ataupun disebut doktrin, jika mengacu kepada semua pengajaran secara umum.
Ya, benar, Magisterium secara efektif mulai berfungsi sejak Pentakosta. Magisterium memang berperan seperti “wasit” untuk menjaga pelaksanaan ketentuan yang berlaku dalam kehidupan umat beriman, yaitu agar Kitab Suci dan Tradisi Suci dapat dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan yang seharusnya, yaitu menurut ajaran Kristus dan para rasul.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
terimakasih atas pertanyaan dan jawaban yang sangat indah. sungguh Gereja Katolik hanya hidup dari penyelenggaraan Ilahi dan dari janji Yesus untuk menyertai GerejaNya sampai akhir jaman. Banyak aliran dan sekte sekte akan muncul dan tenggelam , tetapi Gereja yang didirikan Kristus ini tetap akan berlayar dalam samudra menuju pelabuhan abadi. Terimakasih
Syalom saudari Ingrid
……….
[dari Katolisitas: ….kami edit pertanyaan selengkapnya dan jawabannya telah disampaikan di atas, silakan klik]
Pertanyaan :
1.Kalau dari 3 pilar kebenaran gereja, salah satunya adalah TRADISI SUCI, yang ingin saya tanyakan apakah Surat Bapa Gereja / Ajaran Para Bapa Gereja itu TERMASUK dalam TRADISI SUCI atau TRADISI SUCI itu sendiri ?
2.Tanggapan Bu Ingrid mengatakan bahwa AJARAN PARA BAPA GEREJA itu SALAH atau TIDAK SEPENUHNYA BENAR ? karena SALAH & TIDAK SEPENUHNYA benar itu 2 pengertian yang berbeda. contoh :
*SALAH = Membunuh itu baik
*TIDAK SEPENUHNYA BENAR = Ajaran – ajaran kebaikan dari agama BUDHA ( memang tidak diilhami roh kudus, tapi tetap baik )
3.Ajaran Para Bapa Gereja mana saja yang TIDAK SEPENUHNYA BENAR ? dan MANA yang benar ?
4.Kalau ada ajaran para bapa gereja yang tidak sepenuhnya benar, berarti’kan merusak salah satu pilar gereja itu sendiri ? bagaimana kita bisa percaya akan pilar itu ?
Mohon tanggapannya, karena saya kok mulai bingung.
TUHAN YESUS MEMBERKATI & BUNDA MARIA menuntun anda pada putraNYA
Budi Darmawan Kusumo
Comments are closed.