Injil pada hari Minggu Paskah II
Bacaan Injil pada hari Minggu Paskah II menceritakan tindakan-tindakan luar biasa yang dilakukan Kristus Tuhan pada hari Kebangkitan, saat Ia menampakkan diri-Nya untuk pertama kali di muka umum: “Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada para penguasa Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata, “Damai sejahtera bagi kamu!” Sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersuka cita ketika mereka melihat Tuhan. Lalu kata Yesus sekali lagi, “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” Sesudah berkata demikian, Ia menghembusi mereka dan berkata, “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh 20:19-23).
Pesta Kerahiman pada hari Minggu Paskah II
Di dalam perwahyuan pribadi yang diterima oleh Santa Faustina, Yesus bersabda: “Aku mau supaya ada Pesta Kerahiman. Aku mau supaya gambar itu diberkati secara mulia pada hari Minggu pertama sesudah Paska. Hari Minggu ini harus menjadi Pesta Kerahiman.” Permintaan ini disampaikan oleh Yesus kepada St. Faustina dari Polandia pada penampakan-Nya tanggal 22 Februari 1931. Permintaan Yesus ini baru terwujud pada tahun 2000, ketika Bapa Suci Yohanes Paulus II menetapkan Hari Minggu setelah Minggu Paskah sebagai Minggu Kerahiman Ilahi. Sejak saat itu Gereja universal secara resmi merayakan Pesta Kerahiman ilahi.
Dunia membutuhkan Kerahiman Ilahi
Paus Yohanes Paulus II, yang sering disebut Paus Kerahiman, pada homili tanggal 17 Agustus 2002 menyatakan bahwa dunia di saat ini sangat membutuhkan Kerahiman Ilahi. Dunia sedang menderita oleh konflik berkepanjangan, kematian bagi orang-orang yang tak bersalah, kebencian dan dendam merajalela, martabat manusia tidak dihargai, budaya kematian menggerogoti pengaruh budaya kehidupan. Semua itu tidak dapat dilepaskan dari kedosaan bangsa manusia. Manakala kuasa dosa telah begitu kuat mencengkeram umat manusia maka yang terjadi hanyalah penderitaan demi penderitaan. Kerahiman Ilahi dibutuhkan untuk menolong orang-orang yang menjadi korban dari keganasan kuasa dosa yang merasuk di hati banyak orang. Namun lebih dari itu semua kerahiman Ilahi amat dibutuhkan untuk mengubah pikiran dan hati manusia agar mengarahkan kembali orientasi hidupnya pada upaya menegakkan damai dan kasih di dalam kehidupan bersama. Dengan kata lain, kerahiman Ilahi sungguh dibutuhkan mengubah suasana penghancuran menjadi suasana pendamaian serta kasih. Kerahiman Ilahi juga semakin dibutuhkan bagi manusia sebagai subyek yang menciptakan suasana kedosaan. Ketika bangsa manusia sudah tidak dapat menolong dirinya sendiri untuk keluar dari carut marut kehidupan yang penuh kedosaan, kerahiman Ilahi menjadi rahmat yang semakin dibutuhkan.
Apa arti Kerahiman Ilahi
Arti biblis dari “Kerahiman” : Dalam bahasa Latin – misericordia; Yunani: heleos; bahasa Inggris: mercy. Bahasa Indonesia berhasil mengungkap kembali makna aslinya dengan menerjemahkan “misericordia atau mercy menjadi “kerahiman”. Dalam bahasa Ibrani: belas kasih Ilahi disebut dengan istilah rahamim dan khesed, yaitu dua ungkapan yang dipakai untuk menyebut sifat kasih Allah. Kata “rahamim” ada kaitannya dengan kata “rehem” yang artinya “rahim atau kandungan”. Dengan demikian, rahamim (terj: kerahiman) adalah sifat kasih Allah yang serupa dengan sifat rahim seorang ibu. Seperti rahim yang “melindungi, menghidupi, menghangatkan, memberi pertumbuhan, menjaga, menerima tanpa syarat, membawa kemana-mana”, demikian pula kasih Allah terhadap umat manusia. Dengan kerahiman-Nya, Allah melindungi, menghidupi, menghangatkan, memberi pertumbuhan, menjaga, menerima tanpa syarat, membawa kemana-mana. Seperti janin tidak dapat hidup dan berkembang tanpa rahim ibu, demikian pula manusia tidak akan dapat hidup tanpa kasih kerahiman dari Allah. Kata lain untuk menyebut kerahiman adalah “belas kasih”.
Pesta kerahiman Ilahi mau menyadarkan manusia akan belas kasih Allah yang tak ada batasnya. Belas kasih Allah diperhitungkan di tengah fakta kebangkrutan moral dan rohani manusia. Seolah-olah tidak ada apapun dalam kehidupan kita yang dapat kita andalkan untuk mendapatkan pengampunan, keselamatan, dan pembaruan hidup dari Allah. Paulus menggambarkan status dan kondisi manusia sebagai kegelapan yang menyakitkan. Manusia ada dalam kondisi tidak selamat karena menjadi korban dari tirani kuasa dosa (hamartia), tirani kematian, dan tirani Hukum Taurat yang hanya mengandalkan keselamatan dari kekuatan manusia belaka. Tirani tersebut sudah ada dan menghantui manusia sejak kelahirannya di dunia. Yang terjadi memang sungguh demikian, bahkan orang yang sangat bermoral pun, pasti pernah melakukan kesalahan atau dosa. Kedosaan lama-kelamaan bisa menjadi habitus dan kematian suara hati serta moralitas manusia menjadi kemestian yang terjadi pelan-pelan. Di hadapan kekudusan Allah yang tanpa cacat dan tak kenal kompromi, semua orang dengan kualitas hidup moral-spiritual yang serba rapuh praktis sudah mati. Dalam surat kepada jemaat di Roma, Paulus menegaskan bahwa seluruh umat manusia hidup di bawah murka Allah.
Kerahiman Allah mengundang kita berperan serta
Dalam kondisi tanpa harapan itulah belas kasih atau kerahiman Allah mutlak dibutuhkan agar manusia dapat dipandang layak untuk menerima anugerah keselamatan. Belas kasih atau kerahiman Allah tidak menghina status apalagi mematikan potensi manusia. Kasih Allah tidak berdampak melumpuhkan daya juang moral-spiritual kita. Sebaliknya, Allah sangat mengasihi kita dan menginginkan kita menjadi gambar-Nya. Kerahiman Allah yang ditunjukkan secara tuntas dalam sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus tidak mematikan daya rohani manusia tetapi justru membangkitkannya. Korban Kristus di kayu salib membangkitkan daya Ilahi yang dianugerahkan kepada kita masing-masing. Darah Kristus yang tertumpah di kayu salib membasuh kita yang bergelimang dalam dosa agar menjadi anak-anak Allah yang suci. Dengan demikian, karya penebusan Kristus bukan hanya memperbaiki kondisi obyektif dari dunia manusia, tetapi lebih-lebih mengubah manusia sebagai subyek keselamatan. Karya penebusan Kristus mengundang manusia untuk terlibat pada karya-Nya di dalam menyelamatkan dunia.
Oleh karena itu devosi kerahiman Ilahi mengajak semua umat beriman untuk menghayati ABC Kerahiman, yaitu:
– A – Ask for His Mercy = Mohon Belas Kasih Allah : Tuhan menghendaki kita datang kepada-Nya dalam doa secara terus-menerus, menyesali dosa-dosa kita dan mohon kepada-Nya untuk mencurahkan belas kasih-Nya atas kita dan atas dunia.
– B – Be Merciful = Berbelas Kasih kepada Sesama. Tuhan menghendaki kita menerima belas kasih-Nya dan membiarkan belas kasih Ilahi itu mengalir melalui kita kepada sesama. Tuhan menghendaki kita memperluas kasih serta pengampunan kepada sesama seperti yang Ia lakukan kepada kita.
– C – Completely Trust = Percaya Penuh kepada-Nya: Tuhan ingin kita tahu bahwa rahmat-rahmat belas kasih-Nya tergantung pada besarnya kepercayaan kita. Semakin kita percaya kepada-Nya, semakin berlimpah rahmat yang kita terima.
Makna sinar putih dan merah dalam gambar Kerahiman Ilahi
Di dalam bacaan kedua (1Yoh 5:1-6) dikatakan: “Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah. Dan Rohlah yang memberi kesaksian, karena Roh adalah kebenaran. Patut dibaca pula ayat-ayat lanjutannya yang tidak dibaca dalam bacaan kedua : 7 Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. 8 Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi): Roh dan air dan darah dan ketiganya adalah satu. 9 Kita menerima kesaksian manusia, tetapi kesaksian Allah lebih kuat. Sebab demikianlah kesaksian yang diberikan Allah tentang Anak-Nya.
Darah dan air yang mengalir dari lambung Yesus oleh devosi Kerahiman Ilahi tertera pada gambar Yesus dengan sinar berwarna putih dan merah yang terpancar dari hati-Nya. Ada pemaknaan tertentu dari perlambang Air dan Darah. Air melambangkan karya Roh Kudus sedangkan Darah melambangkan karya Yesus. Roh Kudus membersihkan, menguduskan, memberi peneguhan. Yesus dengan darah-Nya memberi kehidupan. Kerahiman Allah dengan demikian memberi dampak pengudusan dan penghidupan bagi umat manusia. Demikian pula sakramen-sakramen gerejani membawa dampak pengudusan dan kehidupan baru bagi umat beriman.
Setelah dikuduskan dan diberi hidup ilahi, kita diundang mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah
Kegiatan umat beriman yang diilhami oleh Kerahiman Ilahi adalah karya penyelamatan. Oleh karena itu umat beriman diundang untuk mewujudkan imannya lewat: menolong orang-orang yang menderita dalam berbagai bentuknya, mengajak orang untuk bertobat dan mengandalkan keselamatan pada Yesus. Doa-doa bagi kaum pendosa agar bertobat juga menjadi perhatian penting. Di dalam gambar kerahiman ada tulisan: Jesus, I trust in You yang artinya Yesus aku mengandalkan Engkau. Iman adalah mengandalkan dengan penuh pasrah pada kekuatan kasih Allah. Devosi Kerahiman Ilahi menekankan segi doa dan pelayanan untuk mewartakan bahwa Allah Maha Rahim. Dengan demikian tidak ada yang baru dari devosi ini. Berbagai praktek kesalehan Gerejani telah menekankan hal yang sama. Kebaharuan devosi ini ada pada pengalaman batin Santa Faustina yang mengarah pada ajakan mendesak bagi semua umat manusia untuk membangun pertobatan dan mengandalkan diri pada kerahiman Allah sebelum hari pengadilan tiba.
Hal- hal praktis sehubungan dengan devosi Kerahiman Ilahi
Hal-hal praktis tentang devosi kerahiman Ilahi: Devosi Kerahiman Ilahi menganjurkan para devosan untuk berdoa setiap jam tiga sore, untuk mengenang penderitaan Kristus di kayu salib sampai pada kematian-Nya. Selain itu juga ada doa koronka yang memakai rosario. Namun doa koronka bukanlah doa rosario dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan doa rosario. Butiran rantai rosario dipakai hanya sebagai penolong di dalam litani doa Kerahiman Ilahi yang merupakan pengulangan doa permohonan kepada Allah Bapa: “Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia.”
Hal-hal praktis berkaitan dengan Minggu Kerahiman:
INDULGENSI PENUH: Untuk menjamin bahwa umat beriman akan merayakan hari ini dengan setulus-tulusnya, Bapa Paus sendiri menetapkan agar hari Minggu ini diperkaya dengan indulgensi penuh. Indulgensi penuh diberikan dengan syarat-syarat seperti biasanya (menerima Sakramen Tobat, Sakramen Ekaristi dan berdoa bagi ujud Paus) kepada umat beriman yang, pada hari Minggu Paskah II, yaitu Minggu Kerahiman Ilahi, di gereja atau kapel mana pun juga, dengan jiwa yang bebas dari keterikatan pada dosa, termasuk dosa ringan; mengambil bagian dalam doa-doa dan devosi untuk memuliakan Kerahiman Ilahi, atau, di hadapan Sakramen Mahakudus yang ditakhtakan atau tersimpan di dalam tabernakel; mendaraskan doa “Bapa kami” dan “Aku Percaya” (Credo), serta menambahkannya dengan suatu doa tulus kepada Tuhan Yesus yang Maharahim (misalnya, “Yesus yang Maharahim, Engkau Andalanku”);
INDULGENSI PARTIAL/SEBAGIAN diberikan kepada umat beriman yang, sekurang-kurangnya dengan hati bertobat, berdoa kepada Yesus yang Maharahim dengan mengucapkan suatu seruan yang disahkan secara resmi.
Selain itu, di dalam kesempatan Minggu Kerahiman ada kebiasaan untuk meminta berkat Imam untuk gambar Yesus Kerahiman.
Mempertemukan Bacaan Minggu Paskah II dengan Minggu Kerahiman
Peristiwa penampakan Yesus kepada para murid mempunyai aspek pembuktian bahwa Yesus sungguh bangkit dan Dia mengutus para murid untuk mewartakan pengampunan dosa yang disertai dengan hembusan Roh Kudus oleh Yesus. Demikian pula Kerahiman Ilahi mempunyai misi khusus untuk mewartakan kasih Allah yang bersedia mengampuni manusia tanpa batas. Peristiwa Paskah itu sendiri merupakan puncak dari manifestasi kerahiman Allah. Hembusan Roh Kudus memberi kehidupan baru, yaitu kehidupan yang dibangun atas dasar belas kasih atau kerahiman Allah dan mengarah kepada kehidupan abadi di sorga. Mengacu pada bacaan kedua, lambang air dan darah yang membawa pengudusan dan anugerah kehidupan bagi umat manusia merupakan tujuan dan karya penebusan Yesus. Kerahiman Allah menghendaki agar semua orang mencapai keselamatan. Praktek nyata dari kehidupan umat yang diselamatkan oleh Kasih kerahiman Allah adalah kehidupan bersama yang diwarnai oleh sikap saling mengasihi, saling berbagi, saling meneguhkan dan saling menyembuhkan seperti terjadi pada jemaat perdana, sebagaimana disampaikan di dalam bacaan pertama.
(Ditulis oleh Rm. A. Hari Kustono Pr.)
syalom tim katolisitas
saya ingin bertanya mengenai sifat Illahi, apakah dengan memperkatakan Firman Allah dalam kehidupan kita sehari-hari dapat membentuk karakter Illahi dalam diri kita?
Sering saya melihat orang sering memperkatakan Firman Allah, tetapi tidak menrefleksikan sifat Illahi dalam hidupnya.
Jadi apakah jenis ini termasuk dalam katagori munafik? Dan mengapa hal ini bisa terjadi ? Mohon penjelasannya.
terimakasih
Pardohar
Shalom Pardohar,
Apakah maksud Anda dengan ‘memperkatakan Firman Allah dalam kehidupan sehari-hari’? Apakah maksudnya adalah sering mengutip atau mengatakan ayat-ayat Kitab Suci dalam percakapan sehari-hari? Tentang hal ini, Tuhan Yesus sudah sering mengingatkan kita, yaitu bahwa kita tidak boleh hanya rajin mengucap “Tuhan, Tuhan” tetapi agar kita rajin melaksanakan perintah-perintah dan kehendak-Nya. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Nah, dalam devosi Kerahiman Ilahi, seperti disebutkan di atas, umat diajak untuk menghayati ABC Kerahiman, yaitu: 1) Ask for His Mercy: mohon belas kasihan Tuhan; 2) Be merciful: berbelas kasih kepada sesama; 3) Complety trust in Him: percaya penuh kepada-Nya.
Jadi selain kita percaya kepada Tuhan dan kita dapat memohon belas kasihan-Nya, kita juga harus berbelas kasih kepada sesama. Dalam melakukan perbuatan belas kasih inilah kita menampakkan karakter Allah dalam diri kita, sebab Allah adalah kasih (1 Yoh 4:8). Nah hal perbuatan kasih inilah yang tak boleh dipisahkan dari iman, sebab iman tanpa perbuatan kasih adalah mati (lih. Yak 2:17,26). Firman Tuhan memang mengajarkan kita supaya kita menyukai hukum-hukum Tuhan dan merenungkannya siang dan malam (Mzm 1:1-2), tetapi tentu bukan semata untuk dihafalkan dan disebut-sebut terus dalam pembicaraan kita, tetapi tidak kita lakukan. Permenungan firman Tuhan siang dan malam itu, tentu harapannya agar hukum dan perintah Tuhan itu menjadi panduan hidup untuk mengarahkan seluruh hidup kita agar sesuai dengan kehendak Allah itu. Dengan demikianlah kita dapat hidup seturut panggilan kita sebagai anak-anak Allah.
Jika kita melihat ada orang yang sering mengutip firman Allah namun hidupnya tidak mencerminkan apa yang dikatakannya, maka mari kita mendoakan orang itu, sambil juga memohon pertolongan Allah agar kita tidak jatuh dalam kesalahan yang sama. Sebab adakalanya, entah karena sengaja atau tidak sengaja, seseorang dapat jatuh ke dalam kesalahan itu. Kita tahu apa yang harus dilakukan, tetapi karena satu dan lain hal, gagal melaksanakannya sendiri. Setiap orang dalam kadarnya sendiri-sendiri dapat jatuh ke dalam kesalahan ini, karena ada kecenderungan/ kecondongan di dalam hati setiap manusia terhadap dosa. Kecenderungan ini tetap ada dalam diri orang-orang yang sudah dibaptis, yang memang ada supaya orang tersebut dapat terus berjuang untuk dapat bertumbuh dalam kekudusan.
Maka agar kita dapat menghindari hal tersebut, kita harus mengandalkan rahmat Tuhan, baik melalui doa termasuk pemeriksaan batin setiap hari, permenungan sabda Tuhan, maupun menerima sakramen-sakramen, secara khusus Ekaristi dan sakramen Pengakuan Dosa. Haparannya adalah, dengan bantuan rahmat Tuhan, kita dapat memiliki kepekaan hati nurani, sehingga kita cepat menyadari jika perbuatan kita tidak sesuai dengan perkataan kita, dan secepatnya bertobat dan memohon ampun kepada Tuhan. Dengan mengalami belas kasihan Tuhan ini, diharapkan kita juga mampu berbelas kasih kepada sesama, sebab kita mengingat bahwa kita sendiripun memerlukan belas kasihan Tuhan.
Jika kita mengharapkan agar keadaan di sekitar kita berubah menjadi lebih damai dan berbelas kasih, mari kita memulai dari diri kita sendiri. Let there be mercy on earth, and let it begin with me.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Romo Hari Kustono terimakasih. Pertanyaan saya, Minggu kerahiman berdasar wahyu pribadi st Fustina? Mengapa wahyu pribadi bisa diterapkan untuk seluruh Gereja? Apa dasar pengambilan wahyu pribadi menjadi wahyu umum? Apakah jika kita tidak berdevosi pada kerahiman ilahi kita menentang ajaran Gereja? Demikian semoga berkenan memberi pencerahan.
Shalom Santosa Wijaya,
Nampaknya perlu diketahui bahwa devosi Kerahiman Ilahi memang diadakan atas dasar wahyu pribadi yang dialami oleh St. Maria Faustina Kowalska. Wahyu pribadi tersebut, walaupun sudah diakui otentik oleh Magisterium, namun tetaplah merupakan wahyu pribadi, dan tidak berubah statusnya menjadi wahyu umum. Sebab Wahyu umum/ publik yang termaktub dalam Kitab Suci sifatnya sudah definitif, dan tidak perlu disempurnakan atau ditambahkan oleh wahyu- wahyu pribadi.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan demikian:
KGK 66 “Tata penyelamatan Kristen sebagai suatu perjanjian yang baru dan definitif, tidak pernah akan lenyap, dan tidak perlu diharapkan suatu wahyu umum baru, sebelum kedatangan yang jaya Tuhan kita Yesus Kristus” (DV 4). Walaupun wahyu itu sudah selesai, namun isinya sama sekali belum digali seluruhnya; masih merupakan tugas kepercayaan umat Kristen, supaya dalam peredaran zaman lama kelamaan dapat mengerti seluruh artinya.
KGK 67 Dalam peredaran waktu terdapatlah apa yang dinamakan “wahyu pribadi”, yang beberapa di antaranya diakui oleh pimpinan Ger eja. Namun wahyu pribadi itu tidak termasuk dalam perbendaharaan iman. Bukanlah tugas mereka untuk “menyempurnakan” wahyu Kristus yang definitif atau untuk “melengkapinya”, melainkan untuk membantu supaya orang dapat menghayatinya lebih dalamlagi dalam rentang waktu tertentu. Di bawah bimbingan Wewenang Mengajar Gereja, maka dalam kesadaran iman, umat beriman tahu membedakan dan melihat dalam wahyu-wahyu ini apa yang merupakan amanat otentik dari Kristus atau para kudus kepada Gereja. Iman Kristen tidak dapat “menerima” wahyu-wahyu yang mau melebihi atau membetulkan wahyu yang sudah dituntaskan dalam Kristus. Hal ini diklaim oleh agama-agama bukan Kristen tertentu dan sering kali juga oleh sekte-sekte baru tertentu yang mendasarkan diri atas “wahyu-wahyu” yang demikian itu.
Dengan demikian, maka jika seseorang tidak mempunyai devosi kepada Kerahiman Ilahi, ia tidak menentang ajaran Gereja, sebab apa yang disampaikan dalam wahyu pribadi tersebut sifatnya tidak mengikat umat beriman. Seseorang dapat tetap Katolik tanpa mempunyai devosi kepada Kerahiman Ilahi. Namun demikian, devosi Kerahiman Ilahi disetujui dan bahkan dianjurkan oleh Gereja, karena dapat membantu umat untuk semakin menghayati ajaran-ajaran yang terdapat dalam Wahyu umum yang definitif tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya setuju dengan jawaban ibu Ingrid. Devosi kerahiman Ilahi hanya menyebarluaskan kerahiman Ilahi lewat doa-doa dan kerasulan. Hal yang sama sudah pula dilakukan oleh berbagai kelompok devosi, meskipun tidak secara spesifik diberi label kerahiman. Saya tambahkan lagi, doa-doa kerahiman dapat didoakan sendiri maupun bersama, oleh para devosan maupun bukan devosan. Sebagai contoh, saya pernah harus mendoakan koronka (yang waktu itu belum saya tahu, lalu harus pakai teks yang ada) bukan karena saya devosan kerahiman, tetapi yang orang yang saya doakan adalah devosan kerahiman. Dengan cara itu, saya merasa telah berbuat sesuatu untuk orang tersebut yang penuh semangat dalam devosi kerahiman, meskipun saya pada waktu itu belum menjadi devosan. Sekarang orang yang saya doakan itu sudah dipanggil Tuhan dalam damai.
Rm. Hari
Terima kasih bu Ingrid atas jawaban yang jelas. Saya suka jawaban ini, karena ada teman lingkungan tidak suka pada saya karena saya tidak perah mau dia ajak ke acara devosi kerahiman ilahi. Ternyata tidak wajib. Saya bisa jawab ke dia dengan dasar yang jelas. Shaloom, Santosa Wijaya.
[Dari Katolisitas: Memang tidak wajib, tetapi kalau dilakukan akan sangat berguna bagi pertumbuhan rohani kita. Mengapa? Karena dengan merenungkan kerahiman Allah, kita semakin menyadari akan betapa besarnya kasih Allah kepada kita dan semua umat manusia, yang dibuktikan dengan pengorbanan Kristus yang mencurahkan darah dan air dari dalam Hati Kudus-Nya demi menebus dosa-dosa kita].
Shallom Romo Hari,
Ada yang ingin saya tanyakan mengenai Injil yang Romo kutip di atas (yang juga menjadi bacaan pada Pesta Kerahiman Ilahi/ hari Minggu Paskah II kemarin) dalam hubungannya dengan peristiwa Pentakosta.
Sesudah berkata demikian, Ia menghembusi mereka dan berkata, “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh 20:22-23). Jelas disini bahwa Yesus telah memberikan “Karunia Roh Kudus” kepada para muridnya (sebelum Ia naik ke surga) dengan cara “menghembusi mereka”.
Lalu dalam Kis. 1:4-5 “Pada suatu hari ketika Ia makan bersama-sama dengan mereka, Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa, yang – demikian kata-Nya – “telah kamu dengar dari pada-Ku. Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.” Disini nampaknya Yesus menjanjikan “Roh Kudus” lagi.
Kemudian pada peristiwa Pentakosta, Kis. 2:3-4 “dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.” Disini murid-murid Yesus menerima “Roh Kudus” (LAGI?) yang dijanjikan pada Kis. 1:4-5.
Pertanyaan saya, apa bedanya Roh Kudus yang telah diterima para murid pada waktu mereka dihembuskan oleh Yesus sebelum Ia naik ke surga dengan Roh Kudus yang mereka terima pada peristiwa Pentakosta. Apakah ini Roh Kudus yang sama? Kalau sama, mengapa mereka harus menerima ulang karunia ini lagi? Kalau berbeda, lalu sampai berapa kalikah mereka (dan tentunya juga kita) harus menerima “Roh Kudus” ini? Juga Sakramen Krisma yang diterima oleh umat Katolik itu mengacu kepada “penerimaan Roh Kudus” pada peristiwa yang mana?
Terima kasih sebelumnya atas kesediaan Romo menjawab.
Salam Damai dalam Kristus Tuhan.
Agust F
Shalom Agus F,
Terima kasih atas pertanyaan yang bagus ini.
Tentu saja, karena Roh Kudus-Nya satu dan sama, maka Roh Kudus yang dihembuskan oleh Yesus kepada para rasul (lih. Yoh 22:21-23) adalah Roh Kudus yang sama yang dicurahkan ke atas semua orang yang percaya (lih. Kis 2:1-4). Bedanya adalah pada kesempatan yang pertama (pada hari Minggu malam setelah Ia bangkit), Yesus mengaruniakan Roh Kudus-Nya hanya kepada para rasul untuk memberikan kuasa kepada mereka untuk mengampuni dosa (lih Yoh 20:22-23); sedangkan pada kesempatan kedua (di hari Pentakosta), Yesus mengaruniakan Roh Kudus-Nya kepada semua orang yang percaya agar dengan dipenuhi Roh Kudus, mereka tidak takut untuk menjadi saksi untuk mewartakan perbuatan- perbuatan besar yang dilakukan Allah (lih. Kis 2:11).
Setelah dipenuhi Roh Kudus, para rasul kemudian mengajarkan agar orang- orang bertobat dan dibaptis, agar dapat menerima karunia Roh Kudus (lih. Kis 2:38); dan ajaran ini dilestarikan oleh Gereja Katolik sampai sekarang.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa melalui Pembaptisan kita lahir baru di dalam air dan Roh (lih. Yoh 3:5). Dengan demikian, melalui Pembaptisan kita menerima Roh Kudus; dan karena itu kita dapat mengambil bagian di dalam kodrat ilahi dan menjadi bait/ kenisah kediaman Roh Kudus. Namun demikian sesudah Pembaptisan, Roh Kudus dapat kembali ditambahkan/ dicurahkan dalam banyak kesempatan, secara khusus melalui sakramen Penguatan, dan juga melalui doa- doa dan sakramen-sakramen lainnya.
KGK 1215 Sakramen ini juga dinamakan “permandian kelahiran kembali dan pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus” (Tit 3:5), karena menandakan dan melaksanakan kelahiran dari air dan dari Roh, yang dibutuhkan setiap orang untuk “dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Yoh 3: 5).
KGK 1265 Pembaptisan tidak hanya membersihkan dari semua dosa, tetapi serentak menjadikan orang yang baru dibaptis suatu “ciptaan baru” (2 Kor 5:17), seorang anak angkat Allah (Bdk. Gal 4:5-7); ia “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Ptr 1:4), adalah anggota Kristus (Bdk. 1 Kor 6:15; 12:27), “ahli waris” bersama Dia (Rm 8:17) dan kenisah Roh Kudus (Bdk. 1 Kor 6:19).
KGK 1274 Meterai Tuhan (“Dominicus character”: Agustinus, ep. 98,5) adalah meterai yang dengannya Roh Kudus telah memeteraikan kita “untuk hari penyelamatan” (Ef 4:30) Bdk. Ef 1:13-14; 2 Kor 1:21-22). “Pembaptisan adalah meterai kehidupan abadi” (Ireneus, dem. 3). Orang beriman, yang mempertahankan “meterai” sampai akhir, artinya setia kepada tuntutan yang diberikan bersama Pembaptisannya, dapat mati “ditandai dengan meterai iman” (MR, Doa Syukur Agung Romawi 97), dalam iman Pembaptisannya, dalam harapan akan memandang Allah yang membahagiakan – penyempurnaan iman – dan dalam harapan akan kebangkitan.
KGK 1303 Karena itu, Penguatan menghasilkan pertumbuhan dan pendalaman rahmat Pembaptisan:
– Ia menjadikan kita dengan lebih sungguh anak-anak Allah, dan membuat kita berkata, “Abba, ya Bapa” (Rm 8:15);
– Ia menyatukan kita lebih teguh dengan Kristus;
– Ia menambah di dalam kita karunia Roh Kudus;
– Ia mengikat kita lebih sempurna kepada Gereja (Bdk. LG 11);
– Ia menganugerahkan kepada kita kekuatan khusus Roh Kudus, supaya sebagai saksi-saksi Kristus yang andal menyebarluaskan dan membela iman dengan perkataan dan perbuatan, mengakui nama Kristus dengan lebih berani dan supaya kita tidak pernah malu karena salib (Bdk. DS 1319; LG 11;12).
“Karena itu, engkau harus ingat bahwa engkau telah menerima pemeteraian oleh Roh: roh kebijaksanaan dan pengetahuan, roh nasibat dan kekuatan, roh pengertian dan kesalehan, roh takut akan Allah; dan peliharalah apa yang telah engkau terima. Allah Bapa telah memeteraikan engkau, Kristus Tuhan telah menguatkan engkau dan memberikan jaminan Roh ke dalam hatimu” (Ambrosius, myst.7,42).
KGK 1304 Seperti Pembaptisan, yang disempurnakannya, Penguatan pun hanya diberikan satu kali saja. Penguatan mengukir satu tanda rohani yang tak terhapus, satu “character” di dalam jiwa. Inilah tanda bahwa Yesus Kristus telah menandai seorang Kristen dengan meterai Roh-Nya dan menganugerahkan kepadanya kekuatan dari atas, supaya ia menjadi saksi (Bdk. Luk 24:48-49).
Dengan ajaran ini, kita mengetahui bahwa kita menerima Roh Kudus pertama kali pada waktu Pembaptisan, namun Roh Kudus itu ditambahkan kembali pada waktu kita menerima sakramen Penguatan, yang mengingatkan kita pada saat Pentakosta, yaitu saat semua orang yang percaya dipenuhi dengan Roh Kudus dan diberi keberanian untuk menjadi saksi Kristus. Sedangkan peristiwa Yesus memberikan karunia Roh Kudus kepada para rasul untuk mengampuni dosa, merupakan dasar bagi diadakannya sakramen Pengampunan Dosa dan juga sakramen Imamat. Lebih lanjut tentang pembahasan ini, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Comments are closed.