KONSTITUSI DOGMATIS TENTANG GEREJA

PAULUS USKUP
HAMBA PARA HAMBA ALLAH
BERSAMA-BAPA-BAPA KONSILI SUCI
DEMI KENANGAN ABADI

BAB SATU – MISTERI GEREJA

1. (Pendahuluan)

TERANG PARA BANGSALAH Kristus itu. Maka Konsili suci ini, yang terhimpun dalam Roh Kudus, ingin sekali menerangi semua orang dalam cahaya Kristus, yang bersinar pada wajah Gereja, dengan mewartakan Injil kepada semua makhluk (Lih. Mrk 16:15). Namun Gereja itu dalam Kristus bagaikan sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Maka dari itu menganut ajaran Konsili-konsili sebelum ini, Gereja bermaksud menyatakan dengan lebih cermat kepada umatnya yang beriman dan kepada seluruh dunia, manakah hakekat dan perutusannya bagi semua orang. Keadaan zaman sekarang lebih mendesak Gereja untuk menunaikan tugas secara lebih erat berkat pelbagai hubungan sosial, teknis dan budaya, memperoleh kesatuan sepenuhnya dalam Kristus.

2. (Rencana Bapa yang bermaksud menyelamatkan semua orang)

Atas keputusan kebijaksanaan serta kebaikan-Nya yang sama sekali bebas dan rahasia, Bapa yang kekal menciptakan dunia semesta. Ia menetapkan, bahwa Ia akan mengangkat manusia untuk ikut serta menghayati hidup Ilahi. Ketika dalam diri Adam umat manusia jatuh, Ia tidak meninggalkan mereka, melainkan selalu membantu mereka supaya selamat, demi Kristus Penebus, “citra Allah yang tak kelihatan, yang sulung dari segala makluk” (Kol 1:15). Adapun semua orang, yang sebelum segala zaman telah dipilih oleh Bapa, telah dikenal-Nya dan ditentukan-Nya sejak semula, untuk menyerupai citra putera-Nya, supaya Dialah yang menjadi sulung diantara banyak saudara (Rom 8:29). Bapa menetapkan untuk menghimpun mereka yang beriman akan Kristus dalam Gereja kudus. Gereja itu sejak awal dunia telah dipralambangkan, serta disiapkan dalam sejarah bangsa Israel dan dalam Perjanjian Lama[1]. Gereja didirikan pada zaman terakhir, ditampilkan berkat pencurahan Roh, dan akan disempurnakan pada akhir zaman. Dan pada saat itu seperti tercantum dalam karya tulis para Bapa yang suci, semua orang yang benar sejar Adam, “dari Abil yang saleh hingga orang terpilih yang terakhir”[2], akan dipersatukan dalam Gereja semesta dihadirat Bapa.

3. (Perutusan Putera)

Maka datanglah Putera. Ia diutus oleh Bapa, yang sebelum dunia terjadi telah memilih kita dalam Dia, dan menentukan, bahwa kita akan diangkat-Nya menjadi putera-putera-Nya. Sebab Bapa berkenan membaharui segala sesuatu dalam Kristus (lih Ef 1:4-5 dan 10). Demikianlah untuk memenuhi kehendak Bapa Kristus memulai Kerajaan sorga di dunia, dan mewahyukan rahasia-Nya kepada kita, serta dengan ketaatan-Nya Ia melaksanakan penebusan kita. Gereja, atau kerajaan Kristus yang sudah hadir dalam misteri, atas kekuatan Allah berkembang secara nampak di dunia. Permulaan dan pertumbuhan itulah yang ditandakan dengan darah dan air, yang mengalir dari lambung Yesus yang terluka di kayu salib (lih Yoh 19:34). Itulah pula yang diwartakan sebelumnya ketika Tuhan bersabda tentang wafat-Nya disalib: “Dan apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang kepada-Ku” (Yoh 12:32 yun). Setiap kali dialtar dirayakan korban salib, tempat “Anak Domba Paska kita, yakni Kristus, telah dikorbankan” (1Kor 5:7), dilaksanakanlah karya penebusan kita. Dengan sakramen roti Ekaristi itu sekaligus dilambangkan dan dilaksanakan kesatuan umat beriman, yang merupakan satu tubuh dalam Kristus (lih 1Kor 10:17). Semua orang dipanggil ke arah persatuan dengan Kristus itu. Dialah terang dunia. Kita berasal daripada-Nya, hidup karena-Nya, menuju kepada-Nya.

4. (Roh Kudus yang menguduskan Gereja)

Ketika sudah selesailah karya, yang oleh Bapa dipercayakan kepada Putera untuk dilaksanakan di dunia (lih Yoh 17:4), diutuslah Roh Kudus pada hari Pentakosta, untuk tiada hentinya menguduskan Gereja. Dengan demikian umat beriman akan dapat mendekati Bapa melalui Kristus dalam satu Roh (lih Ef 2:18). Dialah Roh kehidupan atau sumber air yang memancar untuk hidup kekal (lih Yoh 4:14; 7:38-39). Melalui Dia Bapa menghidupkan orang-orang yang mati karena dosa, sampai Ia membangkitkan tubuh mereka yang fana dalam Kristus (lih Rom 8:10-11). Roh itu tinggal dalam Gereja dan dalam hati umat beriman bagaikan dalam kenisah (lih 1Kor 3:16; 6:19). Dalam diri mereka Ia berdoa dan memberi kesaksian tentang pengangkatan mereka menjadi putera (lih Gal 4:6; Rom 8:15-16 dan 26). Oleh Roh Gereja diantar kepada segala kebenaran (lih Yoh 16:13), dipersatukan dalam persekutuan serta pelayanan, diperlengkapi dan dibimbing dengan aneka kurnia hirarkis dan karismatis, serta disemarakkan dengan buah-buah-Nya (lih Ef 4:11-12; 1Kor 12:4; Gal 5:22). Dengan kekuatan Injil Roh meremajakan Gereja dan tiada hentinya membaharuinya, serta mengantarkannya kepada persatuan sempurna dengan Mempelainya[3]. Sebab Roh dan Mempelai berkata kepada Tuhan Yesus: “Datanglah!” (lihat Why 22:17).

Demikianlah seluruh Gereja nampak sebagai “umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putera dan Roh Kudus”[4].

5. (Kerajaan Allah)

Misteri Gereja Kudus itu diperlihatkan ketika didirikan. Sebab Tuhan Yesus mengawali Gereja-Nya dengan mewartakan kabar bahagia, yakni kedatangan Kerajaan Allah yang sudah berabad-abad lamanya dijanjikan dalam Alkitab: “Waktunya telah genap, dan Kerajaan Allah sudah dekat” (Mrk 1:15; lih Mat 4:17). Kerajaan itu menampakkan diri kepada orang-orang dalam sabda, karya dan kehadiran Kristus. Memang, sabda Tuhan diibaratkan benih, yang ditaburkan diladang (lih Mrk 4:14), mereka yang mendengarkan sabda itu dengan iman dan termasuk kawanan kecil Kristus (lih Luk 12:32), telah menerima kerajaan itu sendiri. Kemudian benih itu bertunas dan bertumbuh atas kekuatannya sendiri hingga waktu panen (lih Mrk 4:26-29). Mukjizat-mukjizat Yesus pun menguatkan, bahwa Kerajaan itu sudah tiba di dunia: “Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Luk 11:20; lih Mat 12:28). Tetapi terutama Kerajaan itu tampil dalam Pribadi Kristus sendiri, Putera Allah dan Putera manusia, yang datang “untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk 10:45).

Adapun sesudah menanggung maut di kayu salib demi umat manusia, kemudian bangkit, Yesus nampak ditetapkan sebagai Tuhan dan Kristus serta Imam untuk selamanya (lih Kis 2:36; Ibr 5:6; 7:17-21). Ia mencurahkan Roh yang dijanjikan oleh Bapa ke dalam hati para murid-Nya (lih Kis 2:33). Oleh karena itu Gereja, yang diperlengkapi dengan kurnia-kurnia Pendirinya, dan yang dengan setia mematuhi perintah-perintah-Nya tentang cinta kasih, kerendahan hati dan ingkar diri, menerima perutusan untuk mewartakan Kerajaan Kristus dan Kerajaan Allah, dan mendirikannya di tengah semua Bangsa. Gereja merupakan benih dan awal mula Kerajaan itu di dunia. Sementara itu Gereja lambat-laun berkembang, mendambakan Kerajaan yang sempurna, dan dengan sekuat tenaga berharap dan menginginkan, agar kelak dipersatukan dengan Rajanya dalam kemuliaan.

6. (Aneka Gambaran Gereja)

Seperti dalam Perjanjian Lama wahyu tentang Kerajaan sering disampaikan dalam lambang-lambang, begitu pula sekarang makna Gereja yang mendalam, kita tangkap melalui pelbagai gambaran. Gambaran-gambaran itu diambil entah dari alam gembala atau petani, entah dari pembangunan ataupun dari hidup keluarga dan perkawinan. Semua itu telah disiapkan dalam kitab-kitab para nabi.

Adapun Gereja itu kandang, dan satu-satunya pintu yang harus dilalui ialah Kristus (lih Yoh 10:1-10). Gereja juga kawanan, yang seperti dulu telah difirmankan akan digembalakan oleh Allah sendiri (lih Yes 40:11; Yeh 34:11 dst). Domba-dombanya, meskipun dipimpin oleh gembala-gembala manusiawi, namun tiada hentinya dibimbing dan dipelihara oleh Kristus sendiri, Sang Gembala Baik dan Pemimpin para gembala (bdk Yoh 10:11; 1Ptr 5:4), yang telah merelakan hidup-Nya demi domba-domba (lih Yoh 10:11-15).

Gereja itu tanaman atau ladang Allah (lih 1Kor 3:9). Di ladang itu tumbuhlah pohon zaitun bahari, yang akar Kudusnya ialah para Bapa bangsa. Di situ telah terlaksana dan akan terlaksanalah perdamaian antara bangsa Yahudi dan kaum kafir (lih Rom 11:13-26). Gereja ditanam oleh Petani Sorgawi sebagai kebun anggur terpilih (lih Mat 21:33-43 par.; Yes 5:1 dst.). Kristuslah pokok anggur yang sejati. Dialah yang memberi hidup dan kesuburan kepada cabang-cabang, yakni kita, yang karena Gereja tinggal dalam Dia, dan yang tidak mampu berbuat apa pun tanpa Dia (lih Yoh 15:1-15).

Sering pula Gereja disebut bangunan Allah (lih 1Kor 3:9). Tuhan sendiri mengibaratkan diri-Nya sebagai batu, yang dibuang oleh para pembangun, tetapi malahan menjadi batu sendi (lih Mat 21:42 par.; Kis 4:11; 1Ptr 2:7; Mzm 117:22). Di atas dasar itulah Gereja dibangun oleh para Rasul (lih 1Kor 3:11), dan memperoleh kekuatan dan kekompakan dari pada-Nya. Bangunan itu diberi pelbagai nama; rumah Allah (lih 1Tim 3:15), tempat tinggal keluarga-Nya; kediaman Allah dalam Roh (lih Ef 2:19-22), kemah Allah ditengah manusia (Why 21:3), dan terutama Kenisah Kudus. Kenisah itu diperagakan sebagai gedung-gedung ibadat dan dipuji-puji oleh para Bapa suci, Yerusalem baru[5]. Sebab disitulah kita bagaikan batu-batu yang hidup dibangun di dunia ini (lih 1Ptr 2:5). Yohanes memandang kota suci itu, ketika pembaharuan bumi turun dari Allah di sorga, siap sedia ibarat mempelai yang berhias bagi suaminya (Why 21:1 dsl.).

Gereja juga digelari “Yerusalem yang turun dari atas” dan “bunda kita” (Gal 4:26; lih Why 12:17), dan dilukiskan sebagai mempelai nirmala bagi Anak Domba yang tak bernoda (lih Why 19:7; 21:2 dan 9:22:17). Kristus “mengasihinya dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya” (Ef 5:29). Ia memurnikan dan menghendakinya bersatu dengan diri-Nya serta patuh kepada-Nya dalam cinta kasih dan kesetiaan (lih Ef 5:24). Akhirnya Kristus melimpahinya dengan kurnia-kurnia sorgawi untuk selamanya, supaya kita memahami cinta Allah dan Kristus terhadap kita, yang melampaui segala pengetahuan (lih Ef 3:19). Adapun selama mengembara di dunia ini jauh dari Tuhan (lih 2Kor 5:6), Gereja merasa diri sebagai buangan, sehingga ia mencari dan memikirkan perkara-perkara yang diatas, tempat Kristus duduk di sisi kanan Allah. Di situlah hidup Gereja tersembunyi bersama Kristus dalam Allah, sehingga saatnya tampil dalam kemuliaan bersama dengan Mempelainya (lih Kol 3:1-4).

7. (Gereja, Tubuh mistik Kristus)

Dalam kodrat manusiawi yang disatukan dengan diri-Nya Putera Allah telah mengalahkan maut dengan wafat dan kebangkitan-Nya. Demikianlah Ia telah menebus manusia dan mengubahnya menjadi ciptaan baru (lih Gal 6:15; 2Kor 5:17). Sebab Ia telah mengumpulkan saudara-saudara-Nya dari segala bangsa, dan dengan mengaruniakan Roh-Nya Ia secara gaib membentuk mereka menjadi Tubuh-Nya.

Dalam Tubuh itu hidup Kristus dicurahkan kedalam umat beriman. Melalui sakramen-sakramen mereka itu secara rahasia namun nyata dipersatukan dengan Kristus yang telah menderita dan dimuliakan[6]. Sebab berkat Baptis kita menjadi serupa dengan Kristus : “karena dalam satu Roh kita semua telah dibabtis menjadi satu Tubuh” (1Kor 12:13). Dengan upacara suci itu dilambangkan dan diwujudkan persekutuan dengan wafat dan Kebangkitan Kristus : “Sebab oleh babtis kita telah dikuburkan bersama dengan Dia ke dalam kematian”; tetapi bila “kita telah dijadikan satu dengan apa yang serupa dengan wafat-Nya, kita juga akan disatukan dengan apa yang serupa dengan kebangkitan-Nya” (Rom 6:4-5). Dalam pemecahan roti ekaristis kita secara nyata ikut serta dalam Tubuh Tuhan; maka kita diangkat untuk bersatu dengan Dia dan bersatu antara kita. “Karena roti adalah satu, maka kita yang banyak ini merupakan satu Tubuh; sebab kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (1Kor 10:17). Demikianlah kita semua dijadikan anggota Tubuh itu (lih 1Kor 12:27), “sedangkan masing-masing menjadi anggota yang seorang terhadap yang lain” (Rom 12:5).

Adapun semua anggota tubuh manusia, biarpun banyak jumlahnya, membentuk hanya satu Tubuh, begitu pula para beriman dalam Kristus (lih 1Kor 12:12). Juga dalam pembangunan Tubuh Kristus terhadap aneka ragam anggota dan jabatan. Satulah Roh, yang membagikan aneka anugrah-Nya sekedar kekayaan-Nya dan menurut kebutuhan pelayanan, supaya bermanfaat bagi Gereja (lih 1Kor 12:1-11). Diantara karunia-karunia itu rahmat para Rasul mendapat tempat istimewa. Sebab Roh sendiri menaruh juga para pengemban karisma dibawah kewibawaan mereka (lih 1Kor 14). Roh itu juga secara langsung menyatukan Tubuh dengan daya-kekuatan-Nya dan melalui hubungan batin antara para anggota. Ia menumbuhkan cinta kasih diantara umat beriman dan mendorong mereka untuk mencintai. Maka, bila ada satu anggota yang menderita, semua anggota ikut menderita; atau bila satu anggota dihormati, semua anggota ikut bergembira (lih 1Kor 12:26).

Kepala Tubuh itu Kristus. Ia citra Allah yang tak kelihatan, dan dalam Dia segala-sesuatu telah diciptakan. Ia mendahului semua orang, dan segala-galanya berada dalam Dia. Ialah Kepala Tubuh yakni Gereja. Ia pula pokok pangkal, yang sulung dari orang mati, supaya dalam segala-sesuatu Dialah yang utama (lih Kor 1:15-18). Dengan kekuatan-Nya yang agung Ia berdaulat atas langit dan bumi; dan dengan kesempurnaan serta karya-Nya yang amat luhur Ia memenuhi seluruh Tubuh dengan kekayaan kemuliaan-Nya (lih Ef 1:18-23).[7]

Semua anggota harus menyerupai Kristus, sampai Ia terbentuk dalam mereka (lih Gal 4:19). Maka dari itu kita diperkenankan memasuki misteri-misteri hidup-Nya, disamakan dengan-Nya, ikut mati dan bangkit bersama dengan-Nya, hingga kita ikut memerintah bersama dengan-Nya (lih Flp 3:21; 2Tim 2:11; Ef 2:6; Kol 2:12; dan lain-lain). Selama masih mengembara didunia, dan mengikut-jejak-Nya dalam kesusahan dan penganiyaan, kita digabungkan dengan kesengsaraan-Nya sebagai Tubuh dan Kepala; kita menderita bersama dengan-Nya, supaya kelak ikut dimuliakan bersama dengan-Nya pula (lih Rom 8:17).

Dari Kristus “seluruh Tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya” (Kol 2:19). Senantiasa Ia membagi-bagikan karunia-karunia pelayanan dalam Tubuh-Nya, yakni Gereja. Berkat kekuatan-Nya, kita saling melayani dengan karunia-karunia itu agar selamat. Demikianlah, sementara mengamalkan kebenaran dalam cinta kasih, kita bertumbuh melalui segalanya menjadi Dia, yang menjadi Kepala kita (lih Ef 4:11-16 yun).

Supaya kita tiada hentinya diperbaharui dalam Kristus (lih Ef 4:23), Ia mengaruniakan Roh-Nya kepada kita. Roh itu satu dan sama dalam Kepala maupun dalam para anggota-Nya dan menghidupkan, menyatukan serta menggerakkan seluruh Tubuh sedemikian rupa, sehingga peran-Nya oleh para Bapa suci dapat dibandingkan dengan fungsi, yang dijalankan oleh azas kehidupan atau jiwa dalam tubuh manusia[8].

Adapun Kristus mencintai Gereja sebagai Mempelai-Nya. Ia menjdi teladan bagi suami yang mengasihi isterinya sebagai TubuhNya sendiri (lih Ef 5:25-28). Sedangkan Gereja patuh kepada Kepalanya (Ay. 23-24). “Sebab dalam Dia tinggallah seluruh kepenuhan Allah secara badaniah” (Kol 2:9). Ia memenuhi Gereja, yang merupakan Tubuh dan kepenuhan-Nya, dengan karunia-karunia ilahi-Nya (lih Ef 1:22-23), supaya Gereja menuju dan mencapai segenap kepenuhan Allah (lih Ef 3:19).

8. (Gereja yang kelihatan dan sekaligus rohani)

Kristus, satu-satunya Pengantara, didunia ini telah membentuk Gereja-Nya yang kudus, persekutuan iman, harapan dan cinta kasih, sebagai himpunan yang kelihatan. Ia tiada hentinya memelihara Gereja[9]. Melalui Gereja Ia melimpahkan kebenaran dan rahmat kepada semua orang. Adapun serikat yang dilengkapi dengan jabatan hirarkis dan Tubuh mistik Kristus, kelompok yang nampak dan persekutuan rohani, Gereja di dunia dan Gereja yang diperkaya dengan karunia-karunia sorgawi janganlah dipandang sebagai dua hal; melainkan semua itu merupakan satu kenyataan yang kompleks, dan terwujudkan karena perpaduan unsur manusiawi dan ilahi[10]. Maka berdasarkan analogi yang cukup tepat Gereja dibandingkan dengan misteri Sabda yang menjelma. Sebab seperti kodrat yang dikenakan oleh Sabda ilahi melayani-Nya sebagai upaya keselamatan yang hidup, satu dengan-Nya dan tak terceraikan daripada-Nya, begitu pula himpunan sosial Gereja melayani Roh Kristus, yang menghimpunkannya demi pertumbuhan Tubuh-Nya (lih Ef 4:16)[11].

Itulah satu-satunya Gereja Kristus yang dalam Syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik[12]. Sesudah kebangkitan-Nya Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan (lih. Yoh 21:17). Ia mempercayakannya kepada Petrus dan para rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing (lih. Mat 28:18 dsl), dan mendirikannya untuk selama-lamanya sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran” (lih. 1Tim 3:15). Gereja itu, yang didunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam Gereja katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya[13], walaupun di luar persekutuan itupun terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran, yang merupakan karunia-karunia khas bagi Gereja Kristus dan mendorong ke arah kesatuan katolik.

Seperti Kristus melaksanakan karya penebusan dalam kemiskinan dan penganiayaan, begitu pula Gereja dipanggil untuk menempuh jalan yang sama, supaya menyalurkan buah-buah keselamatan kepada manusia. Kristus Yesus “walaupun dalam rupa Allah, – telah mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba” (Flp 2:6-7). Dan demi kita Ia “menjadi miskin, meskipun Ia kaya” (2Kor 8:9). Demikianlah Gereja, kendati memerlukan upaya-upaya manusiawi untuk menunaikan perutusan-Nya, didirikan bukan untuk mengejar kemuliaan duniawi, melainkan untuk menyebarluaskan kerendahan hati dan pengikraran diri juga melalui tedanNya. Kristus diutus oleh Bapa untuk “menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, – untuk menyembuhkan mereka yang putus asa” (Luk 4:18), untuk “mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk 19:10). Begitu pula Gereja melimpahkan cinta kasihnya kepada semua orang yang terkena oleh kelemahan manusiawi. Bahkan dalam mereka yang miskin dan menderita Gereja mengenali citra Pendirinya yang miskin dan menderita, berusaha meringankan kemelaratan mereka dan bermaksud melayani Kristus dalam diri mereka. Namun sedangkan Kristus, yang “suci, tanpa kesalahan, tanpa noda” (Ibr 7:26), tidak mengenal dosa (lih Ibr 2:17), Gereja merangkum pendosa-pendosa dalam pengakuannya sendiri. Gereja itu suci, dan sekaligus harus selalu dibersihkan, serta terus menerus menjalankan pertobatan dan pembaharuan.

“Dengan mengembara diantara penganiayaan dunia dan hiburan yang diterimanya dari Allah Gereja maju”[14]. Gereja mewartakan salib dan wafat Tuhan, hingga Ia datang (lih 1Kor 11:26). Sementara itu Gereja diteguhkan oleh daya Tuhan yang telah bangkit, untuk dapat mengatasi sengsara dan kesulitannya, baik dari dalam maupun dari luar, dengan kesabaran dan cinta kasih, dan untuk dengan setia mewahyukan misteri Tuhan di dunia, kendati dalam kegelapan, sampai ditampakkan pada akhir Zaman dalam cahaya yang penuh.

BAB DUA – UMAT ALLAH

9. (Perjanjian Baru dan Umat Baru)

Disegala zaman dan pada semua bangsa Allah berkenan akan siapa saja yang menyegani-Nya dan mengamalkan kebenaran (lih. Kis 10:35). Namun Allah bermaksud menguduskan dan menyelatkan orang-orang bukannya satu per satu, tanpa hubungan satu dengan yang lainnya. Tetapi Ia hendak membentuk mereka menjadi umat, yang mengakui-Nya dalam kebenaran dan mengabdi kepada-Nya dengan suci. Maka Ia memilih bangsa Israel sebagai umat-Nya, mengadakan perjanjian dengan mereka, dan mendidik mereka langkah demi langkah, dengan menampakkan diri-Nya serta rencana kehendak-Nya dalam sejarah, dan dengan menguduskan mereka bagi diri-Nya. Tetapi itu semua telah terjadi untuk menyiapkan dan melambangkan perjanjian baru dan sempurna, yang akan diadakan dalam Kristus, dan demi perwahyuan lebih penuh yang akan disampaikan melalui sabda Allah sendiri yang menjadi daging. “Sesungguhnya akan tiba saatnya – demikianlah firman Tuhan, – Aku akan mengikat perjanjian baru dengan keluarga Israel dan keluarga Yuda – Aku menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka, dan akan menulisnya dalam hati mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku – Sebab semua akan mengenal aku, mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar – itulah firman Tuhan” (Yer 31:31-34). Perjanjian baru itu diadakan oleh Kristus, yakni wasiat baru dalam darah-Nya (lih. 1Kor 11:25). Dari bangsa Yahudi maupun kaum kafir Ia memanggil suatu bangsa, yang akan bersatu padu bukan menurut daging, melainkan dalam Roh, dan akan menjadi umat Allah yang baru. Sebab mereka yang beriman akan Kristus, yang dilahirkan kembali bukan dari benih yang punah, melainkan dari yang tak dapat punah karena sabda Allah yang hidup (lih. 1Ptr 1:23), bukan dari daging, melainkan dari air dan Roh kudus (lih. Yoh 3:5-6), akhirnya dihimpun menjadi “keturunan terpilih, imamat rajawi, bangsa suci, umat pusaka – yang dulu bukan umat, tetapi sekarang umat Allah” (1Ptr 2:9-10).

Kepala umat masehi itu Kristus, “yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan demi pembenaran kita” (Rom 4:25), dan sekarang setelah memperoleh nama – berdaulat dengan mulia di sorga. Kedudukan umat itu ialah martabat dan kebebasan anak-anak Allah. Roh kudus diam di hati mereka bagaikan dalam kenisah. Hukumnya perintah baru itu mencintai, seperti Kristus sendiri telah mencintai kita (lih. Yoh 13:34). Tujuannya Kerajaan Allah, yang oleh Allah sendiri telah dimulai di dunia, untuk selanjutnya disebarluaskan, hingga pada akhir zaman diselesaikan oleh-Nya juga, bila Kristus, hidup kita, menampakkan diri (lih. Kol 3:4), dan bila “makhluk sendiri akan di merdekakan dari perbudakan kebinasaan dan memasuki kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah” (Rom 8:21). Oleh karena itu umat masehi, meskipun kenyataannya tidak merangkum semua orang, dan tak jarang nampak sebagai kawanan kecil, namun bagi seluruh bangsa manusia merupakan benih kesatuan, harapan dan keselamatan yang kuat. Terbentuk oleh Kristus sebagai persekutuan hidup, cinta kasih dan kebenaran, umat itu oleh-Nya diangkat juga menjadi upaya penebusan bagi semua orang, dan diutus keseluruh bumi sebagai cahaya dan garam dunia (lih. Mat 5:13-16).

Adapun seperti Israel menurut daging, yang mengembara di padang gurun, sudah di sebut Gereja (jemaat) Allah (lih. Neh 13:1; Bil 20:4; Ul 23:1 dst), begitu pula Israel baru, yang berjalan dalam masa sekarang dan mencari kota yang tetap dimasa mendatang (lih. Ibr 13:14), juga disebut Gereja Kristus (lih. Mat 16:18). Sebab Ia sendiri telah memperolehnya dengan darah-Nya (lih. Kis 20:28), memenuhinya dengan Roh-Nya, dan melengkapinya dengan sarana-sarana yang tepat untuk mewujudkan persatuan yang nampak dan bersifat sosial. Allah memanggil untuk berhimpum mereka, yang penuh iman mengarahkan pandangan kepada Yesus, pencipta keselamatan serta dasar kesatuan dan perdamaian. Ia membentuk mereka menjadi Gereja, supaya bagi semua dan setiap orang menjadi sakramen kelihatan, yang menandakan kesatuan yang menyelamatkan itu[15]. Gereja, yang harus diperluas ke segala daerah, memasuki sejarah umat manusia, tetapi sekaligus melampaui masa dan batas-batas para bangsa. Dalam perjalannya menghadapi cobaan-cobaan dan kesulitan-kesulitan Gereja diteguhkan oleh daya rahmat Allah, yang dijanjikan oleh Tuhan kepadanya. Maksudnya supaya jangan menyimpang dari kesetiaan sempurna akibat kelemahan daging, melainkan tetap menjadi mempelai yang pantas bai Tuhannya, dan tiada hentinya membaharui diri dibawah gerakan Roh Kudus, sehingga kelak melalui salib mencapai cahaya yang tak kunjung terbenam.

10. (Imamat umum)

Kristus Tuhan, Imam Agung yang dipilih dari antara manusia (lih. Ibr 5:1-5), menjadikan umat baru “kerajaan dan imam-imam bagi Allah dan Bapa-Nya” (Why 1:6; lih. 5:9-10). Sebab mereka yang di babtis karena kelahiran kembali dan pengurapan Roh Kudus disucikan menjadi kediaman rohani dan imamat suci, untuk sebagai orang kristiani, dengan segala perbuatan mereka, mempersembahkan korban rohani, dan untuk mewartakan daya-kekuatan Dia, yang telah memanggil mereka dari kegelapan kedalam cahaya-Nya yang mengagumkan(lih. 1Ptr 2:4-10). Maka hendaknya seluruh murid Kristus, yang bertekun dalam doa dan memuji Allah (lih. Kis 2:42-47), mempersembahkan diri sebagai korban yang hidup, suci, berkenan kepada Allah (lih. Rom 11:1). Hendaknya mereka diseluruh bumi memberi kesaksian tentang Kristus, dan kepada mereka yang memintanya memberi pertanggung-jawaban tentang harapan akan hidup kekal, yang ada pada mereka (lih. 1Ptr 3:15).

Adapun imamat umum kaum beriman dan imamat jabatan atau hirarkis, kendati berbeda hakekatnya dan bukan hanya tingkatnya, saling terarahkan. Sebab keduanya dengan cara khasnyamasing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus[16]. Dengan kekuasaan kudus yang ada padanya imam pejabat membentuk dan memimpin umat keimaman. Ia menyelenggarakan korban Ekaristi atas nama Kristus, dan mempersembahkannya kepada Allah atas nama segenap umat. Sedangkan umat beriman berkat imamat rajawi mereka ikut serta dalam persembahan Ekaristi[17]. Imamat itu mereka laksanakan dalam menyambut sakramen-sakramen, dalam berdoa dan bersyukur, dengan memberi kesaksian hidup suci, dengan pengingkaran diri serta cinta kasih yang aktif.

11. (Pelaksanaan imamat umum dalam sakramen-sakramen)

Sifat suci persekutuan keimanan yang tersusun secara organis itu diwujudkan baik dengan menerima sakramen-sakramen maupun dengan mengamalkan keutamaan-keutamaan. Dengan babtis kaum beriman dimasukkan ke dalam tubuh Gereja; dengan menerima meterai mereka ditugaskan untuk menyelenggarakan ibadat agama kristiani; karena sudah dilahirkan kembali menjadi anak-anak Allah, mereka wajib mengakui dimuka orang-orang iman, yang telah mereka terima dari Allah melalui Gereja[18]. Berkat sakramen penguatan mereka terikat pada Gereja secara lebih sempurna, dan diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus yang istimewa; dengan demikian mereka semakin diwajibkan untuk menyebarluaskan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang sejati, dengan perkataan maupun perbuatan[19]. Dengan ikut serta dalam korban Ekaristi, sumber dan puncak seluruh hidup kristiani, mereka mempersembahkan Anak Domba ilahi dan diri sendiri bersama dengan-Nya kepada Allah[20]; demikianlah semua menjalankan peranannya sendiri dalam perayaan liturgis, baik dalam persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur baur, melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian, sesudah memperoleh kekuatan dari Tubuh Kristus dalam perjamuan suci, mereka secara konkrit menampilkan kesatuan Umat Allah, yang oleh sakramen mahaluhur itu dilambangkan dengan tepat dan diwujudkan secara mengagumkan.

Mereka yang menerima sakramen tobat memperoleh pengampunan dari belas-kasihan Allah atas penghinaan mereka terhadap-Nya; sekaligus mereka didamaikan oleh gereja, yang telah mereka lukai dengan berdosa, dan yang membantu pertobatan mereka dengan cinta kasih, teladan serta doa-doanya. Melalui perminyakan suci orang sakit dan doa para imam seluruh Gereja menyerahkan mereka yang sakit kepada Tuhan yang bersengsara dan telah dimuliakan, supa Ia menyembuhkan dan menyelamatkan mereka (lih. Yak 5:14-16); bahkan Gereja mendorong mereka untuk secara bebas menggabungkan diri dengan sengsara dan wafat Kristus (lih. Rom 8:17; Kol 1:24; 2Tim 2:11-12; 1Ptr 4:13), dan dengan demikian mereka memberi sumbangan bagi kesejahteraan Umat Allah. Lagi pula, mereka diantara umat beriman yang ditandai dengan tahbisan suci, diangkat untuk atas nama Kristus menggembalakan Gereja dengan sabda dan rahmat Allah. Akhirnya para suami-isteri Kristiani dengan sakramen perkawinan menandakan misteri kesatuan dan cinta kasih yang subur antara Kristus dan gereja, dan ikut serta menghayati misteri itu (lih. Ef 5:32); atas kekuatan sakramen mereka itu dalam hidup berkeluarga maupun dalam menerima serta mendidik anak saling membantu untuk menjadi suci; dengan demikian dalam status hidup dan kedudukannya mereka mempunyai kurnia yang khas ditengah Umat Allah (lih. 1Kor 7:7)[21]. Sebab dari persatuan suami-isteri itu tumbuhlah keluarga, tempat lahirnya warga-warga baru masyarakat manusia, yang berkat rahmat Roh Kudus karena babtis diangkat menjadi anak-anak Allah dari abda ke abad. Dalam Gereja-keluarga itu hendaknya orang tua dengan perkataan maupun teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak mereka; orang tua wajib memelihara panggilan mereka masing-masing, secara istimewa panggilan rohani.

Diteguhkan dengan upaya-upaya keselamatan sebanyak dan sebesar itu, semua orang beriman, dalam keadaan dan status manapun juga, dipanggil oleh Tuhan untuk menuju kesucian yang sempurna seperti Bapa sendiri sempurna, masing-masing melalui jalannya sendiri.

12. (Perasaan iman dan karisma-karisma umat kristiani)

Umat Allah yang kudus mengambil bagian juga dalam tugas kenabian Kristus, dengan menyebarluaskan kesaksian hidup tentang-Nya terutama melalui hidup iman dan cinta kasih, pun pula dengan mempersembahkan kepada Allah korban pujian, kesaksian ucapan bibir yang mengakui nama-Nya (lih. Ibr 13:15). Keseluruhan kaum beriman, yang telah diurapi oleh Yang Kudus (lih 1 Yoh 2:20 dan 27), tidak dapat sesat dalam beriman; dan mereka menyatakan sifat yang istimewa ini melalui ketajaman iman adikodrati segenap umat, ketika dari Uskup hingga para awam beriman yang terkecil”[22], secara keseluruhan menyatakan kesepakatan mereka tentang perkara-perkara iman dan moral. Ketajaman (discernment) dalam hal iman tersebut dibangkitkan dan dipelihara oleh Roh Kebenaran. Discernment ini dilakukan dalam bimbingan wewenang mengajar yang suci, dalam ketaatan yang setia dan penuh hormat, di mana Umat Allah menerimanya tidak sebagai perkataan manusia, melainkan sungguh sebagai sabda Allah (lih. 1Tes 2:13). Melalui hal ini, Umat Allah tanpa menyimpang berpegang teguh pada iman, yang sekali dan selama- lamanya telah diserahkan kepada para kudus (Yud 3);menyelaminya dengan semakin mendalam dengan pemikiran yang benar, dan menerapkannya dengan semakin penuh dalam kehidupan mereka.

Selain itu, tidak hanya melalui sakramen- sakramen dan pelayanan Gereja saja, bahwa Roh Kudus menyucikan dan membimbing Umat Allah dan menghiasinya dengan kebajikan- kebajikan, melainkan, Ia juga “membagi-bagikan” kurnia-kurnia-Nya “kepada masing-masing menurut kehendak-Nya” (1Kor 12:11). Di kalangan umat dari segala lapisan Ia membagi-bagikan rahmat istimewa pula, yang menjadikan mereka cakap dan bersedia untuk menerima pelbagai karya atau tugas, yang berguna untuk membaharui Gereja serta meneruskan pembangunannya, menurut ayat berikut : “Kepada setiap orang dianugerahkan pernyataan Roh demi kepentingan bersama” (1Kor 12:7). Karisma-karisma itu, entah yang amat istimewa, entah yang lebih sederhana dan tersebar lebih luas, hendaknya diterima dengan rasa syukur dan gembira, sebab karunia- karunia tersebut sangat sesuai dan berguna untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan Gereja. Namun kurnia-kurnia yang luar biasa janganlah dikejar-kejar begitu saja; jangan pula terlalu banyak hasil yang pasti diharapkan daripadanya untuk karya kerasulan. Adapun keputusan tentang tulennya karisma-karisma itu, begitu pula tentang penggunaannya secara layak/ teratur, termasuk dalam wewenang mereka yang bertugas memimpin dalam Gereja. Terutama mereka itulah yang berfungsi, bukan untuk memadamkan Roh, melainkan untuk menguji segalanya dan mempertahankan apa yang baik (lih. 1Tes 5:12 dan 19-21).

13. (Sifat umum dan katolik Umat Allah yang satu)

Semua orang dipanggil kepada Umat Allah yang baru. Maka umat itu, yang tetap satu dan tunggal, harus disebarluaskan keseluruh dunia dan melalui segala abad, supaya terpenuhilah rencana kehendak Allah, yang pada awal mula menciptakan satu kodrat manusia, dan menetapkan untuk akhirnya menghimpun dan mempersatukan lagi anak-anak-Nya yang tersebar (lih. Yoh 11:52). Sebab demi tujuan itulah Allah mengutus Putera-Nya, yang dijadikan-Nya ahli waris alam semesta (lih. Ibr 1:2), agar Ia menjadi Guru, Raja dan Imam bagi semua orang, Kepala umat anak-anak Allah yang baru dan universal. Demi tujuan itu pulalah Allah mengutus Roh Putera-Nya, Tuhan yang menghidupkan, yang bagi seluruh Gereja dan masing-masing serta segenap orang beriman menjadi azas penghimpun dan pemersatu dalam ajaran para rasul dan persekutuan, dalam pemecahan roti, dan doa-doa (lih. Kis 1:42 yun.).

Jadi satu Umat Allah itu hidup ditengah segala bangsa dunia, warga Kerajaan yang tidak bersifat duniawi melainkan sorgawi. Sebab semua orang beriman, yang tersebar diseluruh dunia, dalam Roh Kudus berhubungan dengan anggota-anggota lain. Demikianlah “dia yang tinggal di Roma mengakui orang-orang India sebagai saudaranya”[23]. Namun karena Kerajaan Kristus bukan dari dunia ini (lih. Yoh 18:36), maka Gereja dan Umat Allah, dengan membawa masuk Kerajaan itu, tidak mengurangi sedikitpun kesejahteraan materiil bangsa manapun juga. Malahan sebaliknya, Gereja memajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat-istiadat bangsa-bangsa sejauh itu baik; tetapi dengan menampungnya juga memurnikan, menguatkan serta mengangkatnya. Sebab Gereja tetap ingat, bahwa harus ikut mengumpulkan bersama dengan Sang Raja, yang diserahi segala bangsa sebagai warisan (lih. Mzm 2:8), untuk mengantarkan persembahan dan upeti kedalam kota-Nya (lih. Mzm 71/72:10; Yes 60:4-7; Why 21:24). Sifat universal, yang menyemarakkan Umat Allah itu, merupakan kurnia Tuhan sendiri. Karenanya Gereja yang katolik secara tepat-guna dan tiada hentinya berusaha merangkum segenap umat manusia beserta segala harta kekayaannya dibawah kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya[24].

Berkat ciri katolik itu setiap bagian Gereja menyumbangkan kepunyaannya sendiri kepada bagian-bagian lainnya dan kepada seluruh Gereja. Dengan demikian Gereja semesta dan masing-masing bagiannya berkembang, karena semuanya saling berbagi dan serentak menuju kepenuhannya dalam kesatuan. Maka dari itu umat Allah bukan hanya dihimpun dari pelbagai bangsa, melainkan dalam dirinya sendiri pun tersusun dari aneka golongan. Sebab diantara para anggotanya terdapat kemacam-ragaman, entah karena jabatan, sebab ada beberapa yang menjalankan pelayanan suci demi kesejahteraan saudara-saudara mereka, entah karena corak dan tata-tertib kehidupan, sebab cukup banyaklah yang dalam status hidup bakti (religius) menuju kesucian melalui jalan yang lebih sempit, yang mendorong saudara-saudara dengan teladan mereka. Maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat Gereja-Gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri, sedangkan tetap utuhlah primat takhta Petrus, yang mengetuai segenap persekutuan cinta kasih[25], melindungi keanekaragam yang wajar, dan sekaligus menjaga, agar hal-hal yang khusus jangan merugikan kesatuan, melainkan justru menguntungkannya. Maka antara pelbagai bagian Gereja perlu ada ikatan persekutuan yang mesra mengenai kekayaan rohani, para pekerja dalam kerasulan dan bantuan materiil. Sebab para anggota umat Allah dipanggil untuk saling berbagi harta-benda, dan bagi masing-masing Gereja pun berlaku amnat Rasul: “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan kurnia yang telah diperoleh setiap orang, sebabgia pengurus aneka rahmat Allah yang baik.” (1Ptr 4:10).

Jadi kepada kesatuan katolik Umat Allah itulah, yang melambangkan dan memajukan perdamaian semesta, semua orang dipanggil. Mereka termasuk kesatuan itu atau terarahkan kepadanya dengan aneka cara, baik kaum beriman katolik, umat lainnya yang beriman akan Kristus, maupun semua orang tanpa kecuali, yang karena rahmat Allah dipanggil kepada keselamatan.

14. (Umat beriman katolik)

Maka terutama kepada umat beriman Katoliklah Konsili suci mengarahkan perhatiannya. Berdasarkan Kitab suci dan Tradisi, Konsili mengajarkan bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis (lih. Mrk 16:16; Yoh 3:5). Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang-orang melalui baptis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.

Dimasukkan sepenuhnya ke dalam sertifikat Gereja, mereka, yang mempunyai Roh Kristus, menerima baik seluruh tata-susunan Gereja serta semua upaya keselamatan yang diadakan di dalamnya, dan dalam himpunannya yang kelihatan digabungkan dengan Kristus yang membimbingnya melalui Imam Agung dan para uskup, dengan ikatan-ikatan ini, yakni: pengakuan iman, sakramen-sakramen dan kepemimpinan gerejani serta persekutuan. Tetapi tidak diselamatkan orang, yang meskipun termasuk anggota Gereja namun tidak bertambah dalam cinta-kasih; jadi yang “dengan badan” memang berada dalam pangkuan Gereja, melainkan tidak “dengan hatinya”[26]. Pun hendaklah semua putera Gereja menyadari, bahwa mereka menikmati keadaan yang istimewa itu bukan karena jasa-jasa mereka sendiri, melainkan berkat rahmat Kristus yang istimewa pula. Dan bila mereka tidak menanggapi rahmat itu dengan pikiran, perkataan dan perbuatan, mereka bukan saja tidak diselamatkan, malahan akan diadili lebih keras[27].

Para calon baptis, yang karena dorongan Roh Kudus dengan jelas meminta supaya dimasukkan ke dalam Gereja, karena kemauan itu sendiri sudah tergabung padanya. Bunda Gereja sudah memeluk mereka sebagai putera-puteranya dengan cinta kasih dan perhatiannya.

15. (Hubungan gereja dengan orang kristen bukan katolik)

Gereja tahu, bahwa karena banyak alasan ia berhubungan dengan mereka, yang karena dibaptis mengemban nama kristen, tetapi tidak mengakui ajaran iman seutuhnya atau tidak memelihara kesatuan persekutuan di bawah Pengganti Petrus [28]. Sebab memang banyaklah yang menghormati Kitab suci sebagai tolak ukur iman dan kehidupan, menunjukkan semangat keagamaan yang sejati, penuh kasih beriman akan Allah Bapa yang mahakuasa dan akan Kristus, Putera Allah dan Penyelamat[29], ditandai oleh baptis yang menghubungkan mereka dengan Kristus, bahkan mengakui dan menerima sakramen-sakramen lainnya juga di Gereja-Gereja atau jemaat-jemaat gerejani mereka sendiri. Banyak pula di antara mereka yang mempunyai Uskup-uskup, merayakan Ekaristi suci, dan memelihara hormat bakti kepada Santa Perawan Bunda Allah[30]. Selain itu ada persekutuan doa-doa dan kurnia-kurnia rohani lainnya; bahkan ada suatu hubungan sejati dalam Roh Kudus, yang memang dengan daya pengudusan-Nya juga berkarya di antara mereka dengan melimpahkan anugerah-anugerah serta rahmat-rahmat-Nya, dan menguatkan beberapa di kalangan mereka hingga menumpahkan darahnya. Demikianlah Roh membangkitkan pada semua murid Kristus keinginan dan kegiatan, supaya semua saja dengan cara yang ditetapkan oleh Kristus secara damai dipersatukan dalam satu kawanan di bawah satu Gembala[31]. Untuk mencapai tujuan itu Bunda Gereja tiada hentinya berdoa, berharap dan berusaha, serta mendorong para puteranya untuk memurnikan dan membaharui diri, supaya tanda Kristus dengan lebih cemerlang bersinar pada wajah Gereja.

16. (Umat bukan-kristiani)

Akhirnya mereka yang belum menerima Injil dengan berbagai alasan diarahkan kepada Umat Allah[32]. Terutama bangsa yang telah dianugerahi perjanjian dan janji-janji, serta merupakan asal kelahiran Kristus menurut daging (lih. Rom 9:4-5), bangsa terpilih yang amat disayangi karena para leluhur; sebab Allah tidak menyesali kurnia-kurnia serta panggilan-Nya (lih. Rom 11:28-29). Namun rencana keselamatan juga merangkum mereka, yang mengakui Sang Pencipta; di antara mereka terdapat terutama kaum muslimin, yang menyatakan bahwa mereka berpegang pada iman Abraham, dan bersama kita bersujud menyembah Allah yang tunggal dan maha rahim, yang akan menghakimi manusia pada hari kiamat. Pun dari umat lain, yang mencari Allah yang tak mereka kenal dalam bayangan dan gambaran, tidak jauhlah Allah, karena Ia memberi semua kehidupan dan nafas dan segalanya (lih. Kis 17:25-28), dan sebagai Penyelamat menghendaki keselamatan semua orang (lih. 1Tim 2:4). Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal[33]. Penyelenggaraan ilahi juga tidak menolak memberi bantuan yang diperlukan untuk keselamatan kepada mereka, yang tanpa bersalah belum sampai kepada pengetahuan yang jelas tentang Allah, namun berkat rahmat ilahi berusaha menempuh hidup yang benar. Sebab apapun yang baik dan benar, yang terdapat pada mereka, Gereja dipandang sebagai persiapan Injil[34], dan sebagai kurnia Dia, yang menerangi setiap orang, supaya akhirnya memperoleh kehidupan. Tetapi sering orang-orang, karena ditipu oleh si Jahat, jatuh ke dalam pikiran-pikiran yang sesat, yang mengubah kebenaran Allah menjadi dusta, dengan lebih mengabdi kepada ciptaan daripada Sang Pencipta (lih. Rom 1:21 dan 25). Atau mereka hidup dan mati tanpa Allah di dunia ini dan menghadapi bahaya putus asa yang amat berat. Maka dari itu, dengan mengingat perintah Tuhan: “Wartakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk 16:15), Gereja dengan sungguh-sungguh berusaha mendukung misi-misi, untuk memajukan kemuliaan Allah dan keselamatan semua orang itu.

17. (Sifat misioner Gereja)

Sebab seperti Putera diutus oleh Bapa, begitu pula Ia sendiri mengutus para Rasul (lih. Yoh 20:21), sabda-Nya: “Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan babtislah mereka atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka menaati segala-sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” (Mat 28:19-20). Perintah resmi Kristus itu mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para Rasul, dan harus dilaksanakan sampai ujung bumi (lih. Kis 1:8). Maka Gereja mengambil alih sabda Rasul: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil!” (1Kor 9:16). Maka dari itu gereja terus-menerus mengutus para pewarta, sampai Gereja-Gereja baru terbentuk sepenuhnya, dan mereka sendiripun melanjutkan karya pewartaan Injil. Sebab Gereja didorong oleh Roh Kudus untuk ikut mengusahakan, agar rencana Allah, yang menetapkan Kristus sebagai azas keselamatan bagi seluruh dunia, terlaksana secara efektif. Dengan mewartakan Injil Gereja mengundang mereka yang mendengarnya kepada iman dan pengakuan iman, menyiapkan mereka untuk menerima baptis, membebaskan mereka dari perbudakan kesesatan, dan menyaturagakan mereka kedalam Kristus, supaya karena cinta kasih mereka bertumbuh ke arah Dia hingga kepenuhannya. Dengan usaha-usahanya Gereja menyebabkan, bahwa segala kebaikan yang tertaburkan dalam hati serta budi orang-orang, atau dalam upacara-upacara dan kebudayaan para bangsa sendiri, bukan saja tidak hilang, melainkan disehatkan, diangkat dan disempurnakan demi kemuliaan Allah, demi tersipu-sipunya setan dan kebahagiaan manusia. Setiap murid Kristus mengemban beban untuk menyiarkan iman sekadar kemampuannya[35]. Setiap orang dapat membabtis orang beriman. Tetapi tugas imamlah melaksanakan pembangunan Tubuh Kristus dengan mempersembahkan korban Ekaristi. Dengan demikian terpenuhilah sabda Allah melalui nabi: “Dari terbitnya matahari sampai terbenamnya besarlah nama-Ku diantara para bangsa, dan disetiap tempat dikorbankan dan dipersembahkanlah persembahan murni kepada nama-Ku” (Mal 1:11)[36]. Begitulah Gereja sekaligus berdoa dan berkarya, agar kepenuhan dunia seluruhnya beralih menjadi Umat Allah, Tubuh Tuhan dan Kenisah Roh Kudus, dan supaya dalam Kristus, Kepala semua orang, di persembahkan kepada Sang Pencipta dan Bapa semesta alam segala hormat dan kemuliaan.

BAB TIGA – SUSUNAN HIRARKIS GEREJA, KHUSUSNYA EPISKOPAT

18. (Pendahuluan)

Untuk menggembalakan dan senantiasa mengembangkan umat Allah, Kristus Tuhan mengadakan dalam Gereja-Nya aneka pelayanan, yang tujuannya kesejahteraan seluruh Tubuh. Sebab para pelayan, yang mempunyai kekuasaan kudus, melayani saudara-saudara mereka, supaya semua yang termasuk Umat Allah, dan karena itu mempunyai martabat kristiani sejati, dengan bebas dan teratur bekerja sama untuk mencapai tujuan tadi, dan dengan demikian mencapai keselamatan.

Mengikuti jejak Konsili Vatikan I, Konsili suci ini mengajarkan dan menyatakan, bahwa Yesus Kristus Gembala kekal telah mendirikan Gereja Kudus, dengan mengutus para Rasul seperti Ia sendiri di utus oleh Bapa (lih. Yoh 20:21). Para pengganti mereka yakni para Uskup, dikehendaki-Nya untuk menjadi gembala dalam gereja-Nya hingga akhir zaman. Namun supaya episkopat itu sendiri tetap satu dan tak terbagi, Ia mengangkat santo Petrus menjadi ketua para Rasul lainnya. Dan dalam diri Petrus itu Ia menetapkan adanya azas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap dan kelihatan[37]. Ajaran tentang penetapan, kelestarian, kuasa dan arti Primat Kudus Imam Agung di Roma maupun tentang Wewenang Mengajarnya yang tak dapat sesat, oleh Konsili suci sekali lagi dikemukakan kepada semua orang beriman untuk diimani dengan teguh. Dan melanjutkan apa yang sudah dimulai itu Konsili memutuskan, untuk menyatakan dan memaklumkan di hadapan mereka semua ajaran tentang para uskup, pengganti para Rasul, yang beserta pengganti Petrus, Wakil Kristus[38] dan Kepala Gereja semesta yang kelihatan, memimpin rumah Allah yang hidup.

19. (Dewan para Rasul didirikan oleh Kristus)

Setelah berdoa kepada Bapa, Tuhan Yesus memanggil kepada-Nya mereka yang dikendaki-Nya sendiri. Diangkat-Nya duabelas orang, untuk ikut serta dengan-Nya, dan untuk diutus mewartakan Kerajaan Allah (lih. Mark 3:13-19; Mat 10:1-42). Para Rasul itu (lih. Luk 6:13) di bentuk-Nya menjadi semacam dewan atau badan yang tetap. Sebagai ketua dewan diangkat-Nya Petrus, yang dipilih dari antara mereka (lih. Yoh 21:15-17). Ia mengutus mereka pertama-tama kepada umat Israel, kemudian kepada semua bangsa (lih. Rom 1:16), supaya mereka, dengan mengambil bagian dalam kekuasaan-Nya, menjadikan semua bangsa murid-murid-Nya, serta menguduskan dan memimpin mereka (lih. Mat 28:16-20; Mrk 16:15; Luk 24:45-48; Yoh 20:21-23). Demikianlah mereka akan menyebarluaskan Gereja, dan di bawah bimbingan Tuhan menggembalakannya dalam pelayanan, di sepanjang masa hingga akhir jaman (lih. Mat 28:20). Pada hari Pentekosta mereka diteguhkan sepenuhnya dalam perutusan itu (lih. Kis 2:1-36) sesuai dengan janji Tuhan: Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi (Kis 1:8). Adapun para Rasul dimana-mana mewartakan Injil (lih. Mrk 16:20), yang berkat karya Roh kudus diterima baik oleh mereka dan di atas Santo petrus, ketua mereka, sedangkan Yesus Kristus sendiri menjadi batu sendinya (lih. Why 21:14; Mat 16:18; Ef 2:20)[39].

20. (Para Uskup pengganti para Rasul)

Perutusan ilahi, yang dipercayakan kristus kepada para rasul itu, akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20). Sebab Injil, yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hirarkis itu para Rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka.

Mereka tidak hanya mempunyai berbagai macam pembantu dalam pelayanan[40]. Melainkan supaya perutusan yang dipercayakan kepada para Rasul dapat dilanjutkan sesudah mereka meninggal, mereka menyerahkan kepada para pembantu mereka yang terdekat – seakan-akan sebagai wasiat – tugas untuk menyempurnakan dan meneguhkan karya yang telah mereka mulai[41]. Kepada mereka itu para Rasul berpesan, agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28). Jadi para Rasul mengangkat orang-orang seperti itu; dan kemudian memberi perintah, supaya bila mereka sendiri meninggal, orang-orang lain yang terbukti baik mengambil alih pelayanan mereka[42]. Di antara pelbagai pelayanan, yang sejak awal mula dijalankan dalam Gereja itu, menurut tradisi yang mendapat tempat utama ialah tugas mereka yang diangkat menjadi Uskup, dan yang karena pergantian yang berlangsung sejak permulaan[43] membawa ranting benih rasuli[44]. Demikianlah menurut kesaksian S. Ireneus, melalui mereka yang oleh para Rasul diangkat menjadi uskup serta para pengganti mereka sampai akhir zaman kita, tradisi rasuli dinyatakan[45] dan dipelihara[46] diseluruh dunia.

Jadi para Uskup menerima tugas melayani jemaat bersama dengan para pembantu mereka, yakni para imam dan diakon[47]. Sebagai wakil Allah mereka memimpin kawanan[48] yang mereka gembalakan, sebagai guru dalam ajaran, imam dalam ibadat suci, pelayanan dalam bimbingan[49]. Seperti tugas, yang oleh Tuhan secara khas diserahkan kepada Petrus ketua para rasul, dan harus diteruskan kepada para penggantinya, tetaplah adanya, begitu pula tetaplah tugas para rasul menggembalakan Gereja, yang tiada hentinya harus dilaksanakan oleh pangkat suci para Uskup[50]. Maka dari itu Konsili suci mengajarkan, bahwa atas penetapan ilahi para Uskup menggantikan para Rasul[51] sebagai gembala Gereja. Barangsiapa mendengarkan mereka, mendengarkan Kristus; tetapi barang siapa menolak mereka, menolak Kristus dan Dia yang mengutus Kristus (lih. Luk 10:16)[52].

21. (Sakramen imamat)

Jadi dalam diri para Uskup, yang dibantu oleh para imam, hadirlah ditengah umat beriman Tuhan Yesus kristus, Imam Agung tertinggi. Sebab meskipun Ia duduk di sisi kanan Allah Bapa, Ia tidak terpisahklan dari himpunan para imam agung-Nya[53]. Melainkan terutama melalui pengabdian mereka yang mulia Ia mewartakan sabda Allah kepada semua bangsa, dan tiada hentinya Ia menerima sakramen-sakramen iman kepada umat beriman. Melalui tugas kebapaan mereka (lih. 1Kor 4:15) Yesus menyaturagakan anggota-anggota baru ke dalam tubuh-Nya karena kelahiran kembali dari atas. Akhirnya melalui kebijaksanaan dan kearifan mereka ia membimbing dan mengarahkan Umat Perjanjian baru dalam perjalanannya menuju kebahagiaan kekal. Para gembala yang dipilih untuk menggembalakan kawanan Tuhan itu pelayan-pelayan Kristus dan pembagi rahasia-rahasia Allah (lih. 1Kor 4:1). Kepada mereka dipercayakan kesaksian akan Injil tentang rahmat Allah (lih. Rom 15:16; Kis 20:24) serta pelayanan Roh dan kebenaran dalam kemuliaan (lih. 2Kor 3:8-9).

Untuk menunaikan tugas-tugas yang semulia itu para rasul diperkaya dengan pencurahan istimewa Roh Kudus, yang turun dari Kristus atas diri mereka (lih. Kis 1:8; 2:4; Yoh 20:22-23). Dengan penumpangan tangan mereka sendiri meneruskan kurnia rohani itu kepada para pembantu mereka (lih. 1Tim 4:14; 2Tim 1:6-7). Kurnia itu sampai sekarang disampaikan melalui tahbisan Uskup[54]. Adapun Konsili suci mengajarkan bahwa dengan tahbisan Uskup diterimakan kepenuhan sakramen Imamat, yakni yang dalam kebiasaan liturgi Gereja maupun melalui suara para Bapa suci disebut imamat tertinggi, keseluruhan pelayan suci[55]. Adapun dengan tahbisan (konsekrasi) Uskup diberikan tugas menyucikan, selain itu juga tugas mengajar dan membimbing. Namun menurut hakikatnya tugas-tugas itu hanya dapat dilaksanakan dalam persekutuan hirarkis dengan Kepala serta para anggota Dewan. Sebab menurut tradisi, yang dinyatakan terutama dalam upacara-upacara liturgis dan kebiasaan Gereja Timur maupun barat, cukup jelaslah, bahwa dengan penumpangan tangan dan kata-kata tahbisan diberikan rahmat Roh Kudus[56] serta meterai suci[57] sedemikian rupa, sehingga para Uskup secara mulia dan kelihatan mengemban peran Kristus sebagai Guru, Gembala, dan Imam Agung, dan bertindak atas nama-Nya[58]. Adalah wewenang para Uskup untuk dengan sakramen tahbisan mengangkat para terpilih baru ke dalam Dewan para Uskup.

22. (Kolegialitas Dewan para Uskup)

Seperti Santo Petrus dan para Rasul lainnya atas penetapan Tuhan merupakan satu Dewan para Rasul, begitu pula Imam Agung di Roma, pengganti Petrus, bersama para Uskup, merupakan himpunan yang serupa. Adanya kebiasaan amat kuno, bahwa para Uskup di seluruh dunia berhubungan satu dengan lainnya serta dengan Uskup di Roma dalam ikatan kesatuan, cinta kasih dan damai[59], begitu pula adanya Konsili-konsili yang dihimpun[60] untuk mengambil keputusan-keputusan bersama yang amat penting[61], sesudah ketetapan dipertimbangkan dalam musyawarah banyak orang[62], semua itu memperlihatkan sifat dan hakikat kolegial pangkat Uskup. Sifat itu dengan jelas sekali terbukti dari Konsili-konsili Ekumenis, yang diselenggarakan di sepanjang abad-abad yang lampau. Sifat itu tercermin pula pada kebiasaan yang berlaku sejak zaman kuno, yakni mengundang Uskup-Uskup untuk ikut berperan dalam mengangkat orang terpilih baru bagi pelayanan imamat agung. Seseorang menjadi anggota Dewan para Uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hirarkis dengan Kepala maupun para anggota Dewan.

Adapun Dewan atau Badan para Uskup hanyalah berwibawa bila bersatu dengan Imam Agung di Roma, pengganti Petrus, sebagai Kepalanya. Kuasa Keutamaan Paus terhadap semua, baik para Gembala maupun para beriman, tetap berlaku seutuhnya. Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai Wakil Kristus dan Gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal terhadap Gereja; dan kuasa itu selalu dapat dijalankannya dengan bebas. Sedangkan Badan para Uskup, yang menggantikan Dewan para Rasul dan tugas mengajar dan bimbingan pastoral, bahkan yang melestarikan Badan para Rasul, bersama dengan Imam Agung di Roma selaku Kepalanya, dan tidak pernah tanpa Kepala itu, merupakan subjek kuasa tertinggi dan penuh juga terhadap Gereja[63]; tetapi kuasa itu hanyalah dapat dijalankan dengan persetujuan Imam Agung di Roma. Hanya Simonlah yang oleh Tuhan ditempatkan sebagai batu karang dan juru kunci Gereja (lih. Mat 16:18-19), dan diangkat menjadi Gembala seluruh kawanan-Nya (lih. Yoh 21:15 dsl.). Tetapi tugas mengikat dan melepaskan, yang diserahkan kepada Petrus (lih. Mat 16:19), ternyata diberikan juga kepada Dewan para Rasul dalam persekutuan dengan Kepalanya (lih. Mat 18:18; 28:16-20)[64]. Sejauh terdiri dari banyak orang, Dewan itu mengungkapkan kemacam-ragaman dan sifat universal Umat Allah; tetapi sejauh terhimpun dibawah satu kepala, mengungkapkan kesatuan kawanan Kristus. Dalam Dewan itu para Uskup, sementara mengakui dengan setia kedudukan utama dan tertinggi Kepalanya, melaksanakan kuasanya sendiri demi kesejahteraan umat beriman mereka, bahkan demi kesejahteraan Gereja semesta; dan Roh Kudus tiada hentinya meneguhkan tata-susunan organis serta kerukunannya. Kuasa tertinggi terhadap Gereja seluruhnya, yang ada pada dewan itu, secara meriah dijalankan dalam Konsili Ekumenis. Tidak pernah ada Konsili Ekumenis, yang tidak disahkan atau sekurang-kurangnya diterima baik oleh pengganti Petrus. Adalah hak khusus Imam Agung di Roma untuk mengundang Konsili itu, dan memimpin serta mengesahkannya[65]. Kuasa kolegial itu dapat juga dijalankan oleh para Uskup bersama Paus, kalau mereka tersebar diseluruh dunia, asal saja Kepala Dewan mengundang mereka untuk melaksanakan tindakan kolegial, atau setidak-tidaknya menyetujui atau dengan bebas menerima kegiatan bersama para Uskup yang terpencar, sehingga sungguh-sungguh terjadi tindakan kolegial.

23. (Uskup setempat dan Gereja universal)

Persatuan kolegial nampak juga dalam hubungan timbal-balik antara masing-masing Uskup dan Gereja-Gereja khusus serta Gereja semesta. Imam Agung di Roma, sebagai pengganti Petrus, menjadi azas dan dasar yang kekal dan kelihatan bagi kesatuan para Uskup maupun segenap kaum beriman[66]. Sedangkan masing-masing Uskup menjadi azas dan dasar kelihatan bagi kesatuan dalam Gereja khususnya[67], yang terbentuk menurut citra Gereja semesta. Gereja katolik yang satu dan tunggal berada dalam Gereja-Gereja khusus dan terhimpun daripadanya[68]. Maka dari itu masing-masing Uskup mewakili Gerejanya sendiri, sedangkan semua Uskup bersama Paus mewakili seluruh Gereja dalam ikatan damai, cinta kasih dan kesatuan.

Masing-masing Uskup, yang mengetuai Gereja khusus, menjalankan kepemimpinan pastoralnya terhadap bagian Umat Allah yang dipercayakan kepadanya, bukan terhadap Gereja-Gereja lain atau Gereja semesta. Tetapi sebagai anggota Dewan para Uskup dan pengganti para Rasul yang sah mereka masing-masing – atas penetapan dan perintah Kristus – wajib menaruh perhatian terhadap seluruh Gereja[69]. Meskipun perhatian itu tidak diwujudkan melalui tindakan menurut wewenang hukumnya, namun sangat bermanfaat bagi seluruh Gereja. Sebab semua Uskup wajib memajukan dan melindungi kesatuan iman dan tata-tertib yang berlaku umum bagi segenap Gereja, mendidik umat beriman untuk mencintai seluruh Tubuh Kristus yang mistik, terutama para anggotanya yang miskin serta bersedih hati, dan mereka yang menanggung penganiayaan demi kebenaran (lih. Mat 5:10); akhirnya memajukan segala kegiatan, yang umum bagi seluruh Gereja, terutama agar supaya iman berkembang dan cahaya kebenaran yang penuh terbit bagi semua orang. Memang sudah pastilah bahwa, bila mereka membimbing dengan baik Gereja mereka sendiri sebagai bagian Gereja semesta, mereka memberi sumbangan yang nyata bagi kesejahteraan seluruh Tubuh mistik, yang merupakan badan Gereja-Gereja itu[70].

Penyelenggaraan pewartaan Injil di seluruh dunia merupakan kewajiban badan para Gembala, yang kesemuanya bersama-sama menerima perintah Kristus, dan dengan demikian juga mendapat tugas bersama, seperti telah ditegaskan oleh Paus Coelestinus kepada para bapa Konsili di Efesus[71]. Maka masing-masing Uskup, sejauh pelaksanaan tugas mereka sendiri mengizinkannya, wajib ikut serta dalam kerja sama antara mereka sendiri dan dengan pengganti Petrus, yang secara istimewa diserahi tugas menyiarkan iman kristiani[72]. Maka untuk daerah-daerah misi mereka wajib sedapat mungkin menyediakan pekerja-pekerja panenan, maupun bantuan-bantuan rohani dan jasmani, bukan hanya langsung dari mereka sendiri, melainkan juga dengan membangkitkan semangat kerjasama yang berkobar diantara umat beriman. Akhirnya hendaklah para Uskup, dalam persekutuan semesta cinta kasih, dengan sukarela memberi bantuan persaudaraan kepada Gereja-Gereja lain, terutama yang lebih dekat dan miskin, menurut teladan mulia Gereja kuno.

Berkat penyelenggaraan ilahi terjadilah, bahwa pelbagai Gereja, yang didirikan di pelbagai tempat oleh para Rasul serta para pengganti mereka, sesudah waktu tertentu bergabung menjadi berbagai kelompok yang tersusun secara organis. Dengan tetap mempertahankan kesatuan iman serta susunan satu-satunya yang berasal dari Allah bagi seluruh Gereja, kelompok-kelompok itu mempunyai tata-tertib mereka sendiri, tata-cara liturgi mereka sendiri, dan warisan teologis serta rohani mereka sendiri[73]. Diantaranya ada beberapa, khususnya Gereja-Gereja patriarkal kuno, yang ibarat ibu dalam iman, melahirkan Gereja-Gereja lain sebagai anak-anaknya. Gereja-Gereja kuno itu sampai sekarang tetap berhubungan dengan Gereja-gereja cabang mereka karena ikatan cinta kasih yang lebih erat dalam hidup sakramental dan dengan saling menghormati hak-hak serta kewajiban mereka[74]. Keanekaragaman Gereja-Gereja setempat yang menuju kesatuan itu dengan cemerlang memperlihatkan sifat katolik Gereja yang tak terbagi. Begitu pula konferensi-konferensi Uskup sekarang ini dapat memberi sumbangan bermacam-macam yang berfaedah, supaya semangat kolegial mencapai penerapannya yang kongkret.

24. (Tugas para Uskup pada umumnya)

Dari Tuhan, yang diserahi segala kuasa di langit dan di bumui, para Uskup selaku pengganti para Rasul menerima perutusan untuk mengajar semua suku bangsa dan mewartakan Injil kepada segenap makhluk, supaya semua orang, karena iman, babtis dan pelaksanaan perintah-perintah memperoleh keselamatan (lih. Mat 28:18-20; Mrk 16:15-16; Kis 26:17 dsl.). Untuk menunaikan perutusan itu, Kristus Tuhan menjanjikan Roh Kudus kepada para Rasul, dan pada hari Pantekosta mengutus-Nya dari sorga, supaya mereka karena kekuatan Roh menjadi saksi-saksi-Nya hingga ke ujung bumi, dihadapan kaum kafir, para bangsa dan raja-raja (lih. Kis 1:8; 2:1; dsl; 9:15). Adapun tugas yang oleh Tuhan diserahkan kepada para gembala umat-Nya itu, sungguh-sungguh merupakan pengabdian, yang dalam Kitab suci dengan tepat di sebut diakonia atau pelayanan (lih. Kis 1:17 dan 25; 21:19; Rom 11:13; 1Tim 1:12).

Para Uskup dapat menerima misi kanonik menurut adat-kebiasaan yang sah, yang tidak di cabut oleh kuasa tertinggi dan universal Gereja, atau sesuai dengan hukum yang oleh kewibawaan itu juga ditetapkan atau diakui, atau secara langsung oleh pengganti Petrus sendiri. Bila beliau tidak setuju atau tidak menerima mereka ke dalam persekutuan apostolis, para Uskup tidak dapat diterima dalam jabatan itu[75].

25. (Tugas mengajar)

Diantara tugas-tugas para Uskup pewartaan Injillah yang terpenting[76]. Sebab para Uskup itu pewarta iman, yang mengantarkan murid-murid baru kepada Kristus.Mereka mengajar yang otentik, atau mengemban kewibawaan Kristus, artinya: mewartakan kepada Umat yang diserahkan kepada mereka iman yang harus dipercayai dan diterapkan pada perilaku manusia. Di bawah cahaya Roh Kudus mereka menjelaskan iman dengan mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaan Perwahyuan (lih. Mat 13:52). Mereka membuat iman itu berbuah, dan dengan waspada menanggulangi kesesatan-kesesatan yang mengancam kawanan mereka (lih. 2Tim 4:1-4). Bila para Uskup mengajar dalam persekutuan dengan Imam Agung di Roma, mereka harus dihormati oleh semua sebagai saksi kebenaran ilahi dan katolik. Kaum beriman wajib menyambut dengan baik ajaran Uskup mereka tentang iman dan kesusilaan, yang disampaikan atas nama Kristus, dan mematuhinya dengan ketaatan hati yang suci. Kepatuhan kehendak dan akalbudi yang suci itu secara istimewa harus ditunjukkan terhadap wewenang mengajar otentik Imam Agung di Roma, juga bila beliau tidak beramanat ex cathedra; yakni sedemikian rupa, sehingga wewenang beliau yang tertinggi untuk mengajar diakui penuh hormat, dan ajaran yang beliau kemukakan diterima setulus hati, sesuai dengan maksud dan kehendak beliau yang nyata, yang dapat diketahui terutama atau dari sifat dokumen-dokumen, atau karena ajaran tertentu sering beliau kemukakan, atau juga dari cara beliau berbicara.

Biarpun Uskup masing-masing tidak mempunyai kurnia istimewa tidak dapat sesat, namun kalau mereka – juga bila tersebar di seluruh dunia, tetapi tetap berada dalam persekutuan antar mereka dan dengan pengganti Petrus – dalam ajaran otentik tentang perkara iman dan kesusilaan sepakat bahwa suatu ajaran tertentu harus diterima secara definitif, merekapun memaklumkan ajaran Kristus tanpa dapat sesat[77]. Dan itu terjadi dengan lebih jelas lagi, bila mereka bersidang dalam Konsili Ekumenis, serta bertindak sebagai guru dan hakim iman serta kesusilaan terhadap Gereja semesta; keputusan-keputusan mereka harus diterima dengan kepatuhan iman[78].

Adapaun ciri tidak dapat sesat itu, yang atas kehendak Penebus ilahi dimiliki Gereja-Nya dalam menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan, meliputi seluruh perbendaharaan Wahyu ilahi, yang harus dijagai dengan cermat dan diuraikan dengan setia. Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma, Kepala Dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap Umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman (lih. Luk 22:32), menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif[79]. Oleh karena itu sepantasnyalah dikatakan, bahwa ketetapan-ketetapan ajaran beliau tidak mungkin diubah dari dirinya sendiri, dan bukan karena persetujuan Gereja. Sebab ketetapan-ketetapan itu dikemukakan dengan bantuan Roh Kudus, yang dijanjikan kepada Gereja dalam diri Santo Petrus. Oleh karena itu tidak membutuhkan persetujuan orang-orang lain, lagi pula tidak ada kemungkinan naik banding kepada keputusan yang lain. Sebab disitulah Imam Agung di Roma mengemukakan ajaran beliau bukan sebagai perorangan prive; melainkan selaku guru tertinggi Gereja semesta, yang secara istimewa mengemban kurnia tidak dapat sesat Gereja sendiri, beliau menjelaskan atau menjaga ajaran iman katolik[80]. Sifat tidak dapat sesat yang dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada badan para Uskup, bila melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus. Ketetapan-ketetapan ajaran itu tidak akan pernah tidak disetujui oleh Gereja berkat karya Roh Kudus itu juga, yang memelihara dan memajukan seluruh kawanan Kristus dalam kesatuan iman[81].

Tetapi bila Imam Agung di Roma atau badan para Uskup bersama dengan beliau menetapkan ajaran, itu mereka kemukakan sesuai dengan Wahyu sendiri, yang harus dipegang teguh oleh semua orang yang menjadi pedoman hidup mereka. Wahyu itu secara tertulis atau melalui tradisi secara utuh diteruskan melalui pergantian para Uskup yang sah, dan terutama berkat usaha Imam Agung di Roma sendiri. Berkat cahaya Roh kebenaran wahyu itu dalam Gereja dijaga dengan cermat dan diuraikan dengan setia[82]. Untuk mendalaminya dengan seksama dan menyatakannya dengan tepat, Imam Agung di Roma dan para Uskup, sesuai dengan jabatan mereka dan pentingnya perkaranya, harus memberi perhatian sepenuhnya dan menggunakan upaya-upaya yang serasi[83]. Tetapi mereka tidak menerima adanya wahyu umum yang baru, yang termasuk perbendaharaan ilahi iman[84].

26. (Tugas menguduskan)

Uskup mempunyai kepenuhan sakramen Tahbisan, maka ia menjadi “pengurus rahmat imamat tertinggi”[85], terutama dalam Ekaristi, yang dipersembahkannya sendiri atau yang dipersembahkan atas kehendaknya[86], dan yang tiada hentinya menjadi sumber kehidupan dan pertumbuhan Gereja. Gereja Kristus itu sungguh hadir dalam semua jemaat beriman setempat yang sah, yang mematuhi para gembala mereka, dan dalam Perjanjian Baru disebut Gereja([87]). Gereja-Gereja itu ditempatnya masing-masing merupakan umat baru yang dipanggil oleh Allah, dalam Roh Kudus dan dengan sepenuh-penuhnya (lih 1Tes 1:5). Di situ umat beriman berhimpun karena pewartaan Injil Kristus, dan dirayakan misteri Perjamuan Tuhan, “supaya karena Tubuh dan Darah Tuhan semua saudara perhimpunan dihubungkan erta-erat”[88]. Di setiap himpunan di sekitar altar, dengan pelayanan suci Uskup[89], tampillah lambang cinta kasih dan “kesatuan tubuh mistik itu, syarat mutlak untuk keselamatan”[90]. Di jemaat-jemaat itu, meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah Kristus; dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik[91]. Sebab “keikut-sertaan dalam tubuh dan darah Kristus tidak lain berarti berubah menjadi apa yang kita sambut”[92].

Adapun semua perayaan Ekaristi yang sah dipimpin oleh Uskup. Ia diserahi tugas mempersembahkan ibadat agama kristiani kepada Allah yang maha agung, dan mengaturnya menurut perintah Tuhan dan hukum Gereja, yang untuk keuskupan masih perlu diperinci menurut pandangan Uskup sendiri.

Demikianlah para Uskup, dengan berdoa dan bekerja bagi Umat, membagikan kepenuhan kesucian Kristus dengan pelbagai cara dan secara melimpah. Dengan pelayanan sabda mereka menyampaikan kekuatan Allah kepada Umat beriman demi keselamatannya (lih. Rom 1:16). Dengan sakramen-sakramen, yang pembagiannya mereka urus dengan kewibawaan mereka supaya teratur dan bermanfaat[93], mereka menguduskan umat beriman. Mereka mengatur penerimaan babtis, yang memperoleh keikut-sertaan dalam imamat rajawi Kristus. Merekalah pelayan sesungguhnya sakramen penguatan, mereka pula yang menerima tahbisan-tahbisan suci dan mengatur dan mengurus tata-tertib pertobatan. Dengan saksama mereka mendorong dan mendidik Umat, supaya dengan iman dan hormat menunaikan perannya dalam liturgi, dan terutama dalam korban kudus misa. Akhirnya mereka wajib membantu umat yang mereka pimpin dengan teladan hidup mereka, yakni dengan mengendalikan perilaku mereka dan menjauhkan dari segala cela, dan – sedapat mungkin, dengan pertolongan Tuhan – mengubahnya menjadi baik. Dengan demikian mereka akan mencapai hidup kekal, bersama dengan kawanan yang dipercayakan kepada mereka[94].

27.(Tugas menggembalakan)

Para Uskup membimbing Gereja-Gereja khusus yang dipercayakan kepada mereka sebagai wakil dan utusan Kristus[95], dengan petunjuk-petunjuk, nasehat-nasehat dan teladan mereka, tetapi juga dengan kewibawaan dan kuasa suci. Kuasa itu hanyalah mereka gunakan untuk membangun kawanan mereka dalam kebenaran dan kesucian, dengan mengingat bahwa yang terbesar hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan (lih. Luk 22:26-27). Kuasa, yang mereka jalankan sendiri atas nama Kristus itu, bersifat pribadi, biasa dan langsung, walaupun penggunaannya akhirnya diatur oleh kewibawaan tertinggi Gereja, dan dapat diketahui batasan-batasan tertentu, demi faedahnya bagi Gereja atau Umat beriman. Berkat kuasa itu para Uskup mempunyai hak suci dan kewajiban dihadapan Tuhan untuk menyusun undang-undang bagi bawahan mereka, untuk bertindak sebagai hakim, dan untuk mengatur segala-sesuatu, yang termasuk ibadat dan kerasulan.

Secara penuh mereka diserahi tugas kegembalaan, atau pemeliharaan biasa dan sehari-hari terhadap kawanan mereka. Mereka itu jangan dianggap sebagai wakil Imam Agung di Roma, sebab mereka mengemban kuasa mereka sendiri, dan dalam arti yang sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing[96]. Maka kuasa mereka tidak dihapus oleh kuasa tertinggi dan universal, melainkan justru ditegaskan, diteguhkan dan dipertahankan[97]. Sebab Roh Kudus memelihara secara utuh bentuk pemerintahan yang ditetapkan oleh Kristus Tuhan dalam Gereja-Nya.

Uskup diutus oleh Bapa-keluarga untuk memimpin keluarga-Nya. Maka hendaknya ia mengingat teladan Gembala Baik, yang datang tidak untuk dilayani melainkan untuk melayani (lih. Mat 20:28; Mrk 10:45), dan menyerahkan nyawa-Nya untuk domba-domba-Nya (lih. Yoh 10:11). Ia diambil dari manusia dan merasa lemah sendiri. Maka ia dapat memahami mereka yang tidak tahu dan sesat (lih. Ibr 5:1-2). Hendaklah ia selalu bersedia mendengarkan bawahannya, yang dikasihinya sebagai anak-anaknya sendiri dan diajaknya untuk dengan gembira bekerja sama dengannya. Ia kelak akan memberikan pertanggunjawaban atas jiwa-jiwa mereka dihadapan Allah (lih. Ibr 13:17). Maka hendaklah ia dalam doa, pewartaan dan segala macam amal cinta kasih memperhatikan mereka maupun orang-orang, yang telah dipercayakan kepadanya dalam Tuhan. Seperti Rasul Paulus ia berhutang kepada semua. Maka hendaklah ia bersedia mewartakan Injil kepada semua orang (lih. Rom 1:14-15), dan mendorong Umatnya yang beriman untuk ikut serta dalam kegiatan kerasulan dan misi. Adapun kaum beriman wajib patuh terhadap uskup, seperti Gereja terhadap Yesus Kristus, dan seperti Yesus Kristus terhadap Bapa. Demikianlah semua akan sehati karena bersatu[98], dan melimpah rasa syukurnya demi kemuliaan Allah (lih. 2Kor 4:15).

28. (Para imam biasa)

Kristus, yang dikuduskan oleh Bapa dan diutus ke dunia (lih. Yoh 10:36), melalui para Rasul-Nya mengikut-sertakan para pengganti mereka, yakni Uskup-Uskup, dalam kekudusan dan perutusan-Nya[99]. Para Uskup yang sah menyerahkan tugas pelayanan mereka kepada pelbagai orang dalam Gereja dalam tingkat yang berbeda-beda. Demikianlah pelayanan gerejani yang di tetapkan oleh Allah dijalankan dalam berbagai pangkat oleh mereka, yang sejak kuno di sebut Uskup, Iman dan Diakon[100]. Para imam tidak menerima puncak imamat, dan dalam melaksanakan kuasa mereka tergantung dari para Uskup. Namun mereka sama-sama imam seperti para Uskup[101], dan berdasarkan sakramen Tahbisan[102] mereka ditahbiskan menurut citra Kristus, Imam Agung yang abadi (lih. Ibr 5:1-10; 7:24; 9:11-28), untuk mewartakan Injil serta menggembalakan Umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi, sebagai imam sejati Perjanjian Baru[103]. Mereka ikut serta dalam tugas Kristus Pengantara tunggal (lih 1Tim 2:5) pada tingkat pelayanan mereka, dan mewartakan sabda ilahi pada semua orang. Tetapi tugas suci mereka terutama mereka laksanakan dalam ibadat Ekaristi atau synaxys. Di situ mereka bertindak atas nama Kristus[104], dan dengan memaklumkan misteri-Nya mereka menggabungkan doa-doa Umat beriman dengan korban Kepala mereka. Dalam korban Misa mereka menghadirkan serta menerapkan[105] satu-satunya korban Perjanjian Baru, yakni korban Kristus, yang satu kali mempersembahkan diri kepada Bapa sebagai korban tak bernoda (lih. Ibr 9:11-28), hingga kedatangan Tuhan (lih. 1Kor 11:26). Bagi kaum beriman yang bertobat atau sedang sakit mereka menjalankan pelayanan amat penting, yakni pelayanan pendamaian dan peringatan, serta mereka mengantarkan kebutuhan-kebutuhan dan doa kaum beriman kepada Allah Bapa (lih. Ibr 5:1-3). Dengan menunaikan tugas Kristus selaku Gembala dan Kepala menurut tingkat kewibawaan mereka[106], mereka menghimpun keluarga Allah sebagai rukun persaudaraan yang berjiwa kesatuan[107], dan dalam Roh menghantarkannya kepada Allah Bapa melalui Kristus. Ditengah kawanan mereka bersujud kepada-Nya dalam Roh dan kebenaran (lih. Yoh 4:24). Akhirnya, mereka berjerih-payah dalam pewartaan sabda dan pengajaran (lih. 1Tim 5:17), sambil mengimani apa yang dalam renungan mereka baca dalam hukum Tuhan; sambil mengajarkan apa yang mereka imani, dan menghayati apa yang mereka ajarkan[108].

Sebagai pembantu yang arif badan para Uskup[109], sebagai penolong dan organ mereka, para imam dipanggil untuk melayani Umat Allah. Bersama uskup mereka imam-imam merupakan satu presbiterium (dewan imam)[110], NAMUN DIBEBANI PELBAGAI TUGAS. Dimasing-masing jemaat setempat, mereka dalam arti tertentu menghadirkan Uskup, yang mereka dukung dengan semangat percaya dan kebesaran hati. Sesuai dengan bagian mereka, mereka ikut mengemban tugas serta keprihatinan Uskup dan ikut menunaikannya dengan ketekunan setiap hari. Dibawah kewibawaan Uskup para imam menguduskan dan membimbing bagian kawanan Tuhan yang di serahkan kepada mereka. Mereka menampilkan Gereja semesta di tempat mereka, dan mereka memberi sumbangan sungguh berarti dalam membangun seluruh tubuh Kristus (lih. Ef 4:12). Sambil selalu memperhatikan kesejahteraan anak-anak Allah, mereka hendaknya mendukung karya pastoral seluruh keuskupan, bahkan seluruh Gereja. Karena keterlibatan mereka dalam imamat dan perutusan itu hendaklah para imam memandang Uskup sebagai bapa mereka, dan mematuhinya penuh hormat. Sedangkan Uskup hendaknya memandang para imam, rekan-rekan sekerjanya, sebagai putera dan sahabat, seperti Kristus sudah tidak menyebut para murid-Nya hamba lagi, melainkan sahabat (lih. Yoh 15:15). Jadi berdasarkan Tahbisan dan pelayanan, semua imam, baik diosesan maupun religius, digabungkan dengan badan para Uskup, dan sesuai dengan panggilan serta rahmat yang mereka terima mengabdi kepada kesejahteraan segenap Gereja.

Oleh karena tahbisan suci dan perutusan bersama, semua imam saling berhubungan dalam persaudaraan yang akrab. Persaudaraan itu dengan iklas dan rela hati akan tampil dalam saling memberi bantuan, baik rohani maupun jasmani, di bidang pastoral maupun pribadi, dalam pertemuan-pertemuan maupun dalam persekutuan hidup, karya dan cinta kasih.

Hendaklah mereka sebagai bapa dalam Kristus memelihara kaum beriman, yang mereka lahirkan secara rohani dengan Babtis dan pengajaran (lih. 1Kor 4:15; 1Ptr 1:23). Hendaklah mereka penuh semangat menjadi teladan bagi kawanan mereka (lih. 1Ptr 5:3), dan mengetuai serta melayani jemaat setempat mereka sedemikian rupa, sehingga jemaat itu layak dapat di sebut dengan nama, yang menjadi lambang kehormatan bagi satu Umat Allah seluruhnya, yakni Gereja Allah (lih. 1Kor 1:2; 2Kor 1:1; dan di tempat-tempat lain). Hendaklah mereka menyadari, bahwa dengan perilaku serta kesibukan-kesibukan mereka sehari-hari mereka harus memperlihatkan citra pelayanan imam dan pastoral yang sejati, kepada kaum beriman maupun tak beriman, kepada Umat katolik maupun bukan katolik, dan wjib memberikan kesaksian kebenaran dan hidup kepada semua orang. Hendaklah mereka sebagai gembala baik juga mencari mereka (lih. Luk 15:4-7), yang memang di babtis dalam Gereja katolik, tetapi tidak lagi menerima sakramen-sakramen, bahkan telah meninggalkan iman.

Karena sekarang ini umat manusia semakin merupakan kesatuan dibidang kenegaraan, ekonomi dan sosial, maka semakin perlu pulalah para imam bersatu padu dalam segala usaha dan karya dibawah bimbingan para Uskup dan Imam Agung Tertinggi. Hendaklah mereka menyingkirkan apa saja yang menimbulkan perpecahan, supaya segenap umat manusia dibawa ke dalam kesatuan keluarga Allah.

29. (Para diakon)

Pada tingkat hirarki yang lebih rendah terdapat para Diakon, yang ditumpangi tangan “bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan”[111]. Sebab dengan diteguhkan rahmat sakramental mereka mengabdikan diri kepada Umat Allah dalam perayaan liturgi, sabda dan amal kasih, dalam persekutuan dengan Uskup dan para imamnya. Adapun tugas diakon, sejauh dipercayakan kepadanya oleh kewibawaan yang berwenang, yakni: menerimakan Babtis secara meriah, menyimpan dan membagikan Ekaristi, atas nama Gereja menjadi saksi perkawinan dan memberkatinya, mengantarkan Komuni suci terakhir kepada orang yang mendekati ajalnya, membacakan Kitab suci kepada kaum beriman, mengajar dan menasehati Umat, memimpin ibadat dan doa kaum beriman, menerimakan sakramen-sakramentali, memimpin upacara jenazah dan pemakaman. Sambil membaktikan diri kepada tugas-tugas cinta kasih dan administrasi, hendaklah para diakon mengingat nasehat Santo Polikarpus: “Hendaknya mereka selalu bertindak penuh belaskasihan dan rajin, sesuai dengan kebenaran Tuhan, yang telah menjadi hamba semua orang”[112].

Namun karena tugas-tugas yang bagi kehidupan Gereja sangat penting itu menurut tata-tertib yang sekarang berlaku di Gereja latin di pelbagai daerah sulit dapat dijalankan, maka dimasa mendatang Diakonat dapat diadakan lagi sebagai tingkat hirarki tersendiri dan tetap. Adalah tugas berbagai macam konferensi Uskup setempat yang berwewenang, untuk menetapkan dengan persetujuan Imam Agung Tertinggi sendiri, apakah dan dimanakah sebaiknya diangkat diakon-diakon seperti itu demi pemeliharaan jiwa.jiwa. Dengan ijin Imam Agung di Roma diakonat itu dapat diterimakan kepada pria yang sudah lebih masak usianya, juga yang berkeluarga; pun juga kepada pemuda yang cakap tetapi bagi mereka ini hukum selibat harus dipertahankan.

BAB EMPAT – PARA AWAM

30.(Prakata)

Seusai menguraikan tugas hirarki, Konsili suci dengan rela mengarahkan perhatiannyakepada status kaum beriman kristiani yang disebut awam. Segala sesuatu, yang telah dikatakan tentang Umat Allah, sama-sama dimaksudkan bagi kaum awam, pria maupun wanita, mengingat kedudukan dan perutusan mereka. Karena situasi khas seperti zaman kita sekarang hal-hal itu perlu diselidiki azas-azasnya secara lebih mendalam. Sebab para Gembala Gereja betul-betul memahami, betapa besar sumbangan kaum awam bagi kesejahteraan seluruh Gereja. Para Gembala mengetahui bahwa mereka diangkat oleh Kristus bukan untuk mengemban sendiri seluruh misi penyelamatan Gereja di dunia. Melainkan tugas mereka yang mulia yakni: menggembalakan Umat beriman dan mengakui pelayanan-pelayanan serta kurnia-kurnia (karisma) mereka sedemikian rupa sehingga semua saja dengan cara mereka sendiri sehati-sejiwa bekerja sama untuk mendukung karya bersama. Sebab mereka semua wajib “menjalankan kebenaran dalam cinta kasih, dan dalam segalanya bertumbuh dalam Kristus, yakni Kepala kita: dari pada-Nya bertumbuhlah seluruh tubuh, guna membangun diri dalam cinta kasih, dipersatukan dan di hubungkan dengan segala macam sendi-sendi, yang harus melayani keseluruhannya sekedar pekerjaan yang sesuai dengan tenaga masing-masing anggota” (Ef 4:15-16).

31.(Apa yang dimaksud dengan istilah “awam”)

Yang dimaksud dengan istilah awam disini ialah semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang berkat Babtis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap Umat kristiani dalam Gereja dan di dunia.

Ciri khas dan istimewa kaum awam yakni sifat keduniaannya. Sebab mereka yang termasuk golongan imam, meskipun kadang-kadang memang dapat berkecimpung dalam urusan-urusan keduniaan, juga dengan mengamalkan profesi keduniaan, berdasarkan panggilan khusus dan tugas mereka terutama diperuntukkan bagi pelayanan suci. Sedangkan para religius dengan status hidup mereka memberi kesaksian yang cemerlang dan luhur, bahwa dunia tidak dapat diubah dan dipersembahkan kepada Allah, tanpa semangat Sabda Bahagia. Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada ditengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang lebih terjalin dengan itu semua. Di situlah mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari dalam. Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup mereka, serta menampakkan Kristus kepada sesama. Jadi tugas mereka yang istimewa yakni: menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus.

32.(Martabat kaum awam sebagai anggota Umat Allah)

Atas penetapan ilahi Gereja kudus diatur dan dipimpin dengan keanekaragaman yang mengagumkan. “Sebab seperti kita dalam satu tubuh mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota mempunyai tugas yang sama: begitu pula kita yang banyak ini merupakan satu tubuh dalam Kristus, sedangkan kita masing-masing merupakan anggota yang seorang terhadap yang lain” (Rom 12:4-5).

Jadi satulah Umat Allah yang terpilih: satu Tuhan, “satu iman, satu Baptis” (Ef 4:5). Samalah martabat para anggota karena kelahiran mereka kembali dalam Kristus; sama rahmat para putera; sama pula panggilan kepada kesempurnaan; satu keselamatan, satu harapan dan tak terbagilah cinta kasih. Jadi dalam kristus dan dalam Gereja tidak ada perbedaan karena suku atau bangsa, karena kondisi sosial atau jenis kelamin. Sebab “tidak ada Yahudi atau Yunani: tidak ada budak atau orang merdeka: tidak ada pria atau wanita. Sebab kamu semua itu ‘satu’ dalam Kristus Yesus” (Gal 3:28 yun; lih. Kol 3:11).

Maka kendati dalam Gereja tidak semua menempuh jalan yang semua jalan yang sama, namun semua dipanggil dalam kesucian, dan menerima iman yang sama dalam kebenaran Allah (lih 2Ptr 1:1). Meskipuan ada yang atas kehendak Kristus diangkat menjadi guru, pembagi misteri-misteri dan gembala bagi sesam, namun semua toh sungguh-sungguh sederajat martabatnya, sederajat pula kegiatan yang umum bagi semua orang beriman dalam membangun Tubuh Kristus. Sebab pembedaan yang diadakan Tuhan antara lain para pelayan yang ditahbiskan dan para anggota Umat Allah yang lain, membawa serta suatu hubungan, sebab para gembala dan orang-orang beriman lainnya saling terikat karena kebutuhan mereka bersama. Dengan menganut teladan Tuhan, para Gembala Gereja saling mengabdi dan melayani Umat beriman lainnya. Sedangkan kaum beriman dengan suka hati bekerja sama dengan para Gembala dan guru mereka. Begitulah dengan aneka cara semua memberi kesaksian tentang kesatuan yang mengagumkan dalam Tubuh Kristus: sebab keanekaan rahmat, pelayanan dan kegiatan manghimpun para anak Allah menjadi satu, sebab “semua itu dikerjakan oleh Roh yang satu dan sama” (1Kor 12:11).

Berkat kerahiman Allah para awam bersaudarakan Kristus, yang sungguhpun Ia Tuhan segala sesuatu – telah datang tidak untuk dilayani melainkan untuk melayani (lih Mat 20:28). Begitu pula kaum awam bersaudarakan mereka, yang diangkat kedalam pelayanan suci, dan dengan mengajar, menguduskan serta membimbing dengan kewibawaan Kristus menggembalakan keluarga Allah sedemikian rupa, sehingga perintah baru tentang cinta kasih dilaksanakan oleh semua. Perihal itu bagus sekali dikatakan oleh S. Agustinus : “Bila saya merasa takut karena saya ini untuk kamu, saya merasa terhibur karena saya bersama kamu. Sebab bagi kamu saya ini uskup, bersama kamu saya orang krisstiani. Uskup itu nama jabatan, kristiani nama rahmat; yang pertama merupakan resiko, yang lain keselamatan”[113].

33. (Hidup kaum awam berhubung dengan keselamatan dan kerasulan)

Semua para awam, yang terhimpun dalam Umat Allah dan berada dalam satu Tubuh Kristus di bawah satu kepala, tanpa kecuali dipanggil untuk sebagai anggota yang hidup menyumbangkan segenap tenaga, yang mereka terima berkat kebaikan Sang Pencipta dan rahmat Sang Penebus demi perkembangan Gereja serta pengudusannya terus menerus.

Adapun kerasulan kaum awam itu keikut-sertaan dalam perutusan keselamatan Gereja sendiri. Dengan Baptis dan Penguatan semua ditugaskan oleh Tuhan sendiri untuk kerasulan itu. Dengan sakramen-sakramen, terutama Ekaristi suci, diberikan dan dipelihara cinta kasih terhadap Allah dan manusia, yang menjiwai seluruh kerasulan. Tetapi kaum awam khususnya dipanggil untuk menghadirkan dan mengaktifkan Gereja di daerah-daerah dan keadaan-keadaan, tempat Gereja tidak dapat menggarami dunia selain berkat jasa mereka[114]. Demikianlah setiap orang awam, karena kurnia-kurnia yang diterimanya, menjadi saksi dan sarana hidup perutusan Gereja sendiri “menurut ukuran anugerah Kristus” (Ef 4:7).

Selain kerasulan yang merupakan kewajiban semua orang beriman kristiani tanpa kecuali itu, kaum awam juga dapat dipanggil dengan aneka cara untuk bekerja sama secara lebih langsung dengan kerasulan Hirarki[115], menyerupai pria-pria dan wanita-wanita, yang membantu Rasul Paulus dalam pewartaan Injil dengan banyak berjerih-payah dalam Tuhan (lih. Flp 4:3; Rom 16:3 dsl.). Di samping itu mereka cakap juga untuk diangkat oleh Hirarki, guna menunaikan berbagai tugas gerejani demi tujuan rohani.

Jadi semua orang awam mengemban kewajiban mulia untuk berusaha, supaya rencana keselamatan ilahi semakin mencapai semua orang di segala zaman dan dimana-mana. Oleh karena itu hendaklah dengan cara manapun juga terbuka jalan bagi mereka, supaya mereka sendiri sekadar kemampuan mereka dan sesuai dengan kebutuhan zaman – dengan giat ikut serta melaksanakan karya keselamatan Gereja.

34.(Keikut-sertaan kaum awam dalam imamat umum dan ibadat)

Imam Tertinggi dan Abadi Kristus Yesus bermaksud melangsungkan kesaksian dan palayanan-Nya melalui kaum awam juga. Maka oleh Roh-Nya Ia tiada hentinya menghidupkan dan mendorong mereka untuk menjalankan segala karya yang baik dan sempurna.

Sebab mereka, yang erat-erat disatukan-Nya dengan hidup dan perutusan-Nya, juga diikutsertakan-Nya dalam tugas imamat-Nya untuk melaksanakan ibadat rohani, supaya Allah dimuliakan dan umat manusia diselamatkan. Oleh karena itu para awam, sebagai orang yang menyerahkan diri kepada Kristus dan diurapi dengan Roh Kudus, secara ajaib dipanggil dan disiapkan, supaya secara makin melimpah menghasilkan buah-buah Roh dalam diri mereka. Sebab semua karya, doa-doa dan usaha kerasulan mereka, hidup mereka selaku suami-isteri dan dalam keluarga, jerih-payah mereka sehari-hari, istirahat bagi jiwa dan badan mereka, bila dijalankan dalam Roh, bahkan beban-beban hidup bila ditanggung dengan sabar, menjadi korban rohani, yang dengan perantaraan Yesus Kristus berkenan kepada Allah (lih. 1Ptr 2:5). Korban itu dalam perayaan Ekaristi, bersama dengan persembahan Tubuh Tuhan, penuh khidmat dipersembahkan kepada Bapa. Demikianlah para awam pun juga sebagai penyembah Allah, yang dimana-mana hidup dengan suci, membaktikan dunia kepada Allah.

35. (Keikut-sertaan kaum awam dalam tugas kenabian Kristus)

Kristus Nabi Agung telah memaklumkan Kerajaan Bapa dengan kesaksian hidup maupun kekuatan sabda-Nya. Ia menunaikan tugas kenabian-Nya hingga penampakan kemuliaan sepenuhnya bukan saja melalui Hirarki yang mengajar atas nama dan dengan kewibawaan-Nya, melainkan juga melalui para awam. Karena itulah awam diangkat-Nya menjadi saksi dan dibekali-Nya dengan perasaan iman dan rahmat sabda (lih. Kis 2:17-18; Why 19:10), supaya kekuatan Injil bersinar dalam hidup sehari-hari, dalam keluarga maupun masyarakat. Mereka membawakan diri sebagai pengemban janji-janji, bila dengan keteguhan iman dan harapan menggunakan waktu sekarang dengan tepat (lih. Ef 5:16; Kol 4:5), dan mendambakan dengan dengan sabar kemuliaan yang akan datang (lih. Rom 8:25). Namun harapan itu janganlah mereka sembunyikan di lubuk hati. Hendaklah itu mereka ungkapkan dengan pertobatan tiada hentinya dan dengan perjuangan “melawan para penguasa dunia kegelapan, menentang roh-roh jahat” (Ef 6:12), juga melalui struktur-struktur hidup duniawi.

Sakramen-sakramen Hukum Baru, yang memelihara hidup dan kerasulan kaum beriman, melambangkan sorga baru dan dunia baru (lih. Why 21:1). Begitu pula para awam menjadi bentara yang tangguh, pewarta iman akan hal-hal yang diharapkan (lih. Ibr 11:1), bila mereka tanpa ragu-ragu memadukan pengakuan iman dengan penghayatan iman. Penyiaran Injil itu, yakni pewartaan Kristus, yang disampaikan dengan kesaksian hidup dan kata-kata, memperoleh ciri yang khas dan daya-guna yang istimewa justru karena dijalankan dalam keadaan-keadaan biasa dunia ini.

Dalam tugas itu nampak sangat berharga status kehidupan yang dikuduskan dengan sakramen khusus, yakni hidup perkawinan dan berkeluarga. Di sini terdapat latihan dan pendidikan yang sangat baik bagi kerasulan awam, bila agama kristiani merasuki dan makin mengubah seluruh tata-susunan kehidupan. Di situ suami-isteri mempunyai panggilan mereka sendiri, yakni: memberi kesaksian iman dan cinta akan Kristus seorang terhadap yang lain, dan kepada anak-anak mereka. Keluarga kristiani dengan lantang mewartakan baik kekuatan Kerajaan Allah sekarang maupun harapan akan hidup bahagia. Demikianlah keluarga dengan teladan maupun kesaksiannya menunjukkan dosa dunia, dan menerangi mereka yang mencari kebenaran.

Maka dari itu para awam, juga kalau mereka sibuk dengan urusan keduniaan, dapat dan harus menjalankan kegiatan yang berharga untuk mewartakan Injil kepada dunia. Memang, karena tidak ada imam-imam atau mereka dihalang-halangi dalam penganiayaan, beberapa awam sekedar kemampuan mereka mengambil alih beberapa tugas suci. Banyaklah sudah yang membaktikan segenap tenaga mereka dalam karya kerasulan. Akan tetapi semua wajib bekerja sama demi penyebarluasan dan perkembangan Kerajaan Kristus di dunia. Oleh karena itu hendaklah para awam dengan tekun berusaha makin mendalami arti kebenaran yang diwahyukan, dan sepenuh hati memohon kurnia kebijaksanaan dari Allah.

36. (Keikut-sertaan kaum awam dalam pengabdian rajawi Kristus)

Kristus, yang taat sampai mati dan karena itu dimuliakan oleh Bapa (lih. Flp 2:8-9), telah memasuki kemuliaan kerajaan-Nya. Segala-sesuatu ditaklukkan kepada-Nya, sampai Ia menaklukkan diri dan segenap alam tercipta kepada Bapa, supaya Allah menjadi semua dalam segalanya (lih. 1Kor 15:27-28). Kuasa itu disalurkan-Nya kepada para murid, supaya merekapun diangkat ke dalam kebebasan rajawi, dan dengan mengingkari diri serta hidup suci mengalahkan kerajaan dosa dalam diri mereka sendiri (lih. Rom 6:12); bahkan supaya mereka melayani Kristus juga dalam sesama, dan dengan demikian dengan rendah hati dan kesabaran mengantarkan saudara-saudaranya kepada Sang Raja: mengabdi kepada-Nya berarti memerintah. Sebab Tuhan ingin memperluas kerajaan-Nya juga melalui kaum beriman awam, yakni kerajaan kebenaran dan kehidupan, kerajaan kesucian dan rahmat, kerajaan keadilan, cinta kasih dan damai[116]. Dalam kerajaan itu makhluk akan dibebaskan dari perbudakan kebinasaan, dan memasuki kebebasan kemuliaan anak-anak Allah (lih. Rom 8:21). Sungguh agunglah janji, agung pula perintah yang di berikan kepada para murid : “Sebab segala-sesuatu itu milikmu, tetapi kamu milik Kristus, dan Kristus milik Allah” (1Kor 3:23).

Jadi kaum beriman wajib mengakui makna sedalam-dalamnya, nilai serta tujuan segenap alam tercipta, yakni: demi kemuliaan Allah. Lagi pula mereka wajib saling membantu juga melalui kegiatan duniawi untuk hidup dengan lebih suci, supaya dunia diresapi semangat Kristus, dan dengan lebih tepat mencapai tujuannya dalam keadilan, cinta kasih dan damai. Dalam menunaikan tugas umum itu para awam memainkan peran utama. Maka dengan kompetisinya di bidang profan serta dengan kegiatannya, yang dari dalam diangkat oleh rahmat Kristus, hendaklah mereka memberi sumbangan yang andal, supaya hal-hal tercipta dikelola dengan kerja manusia, keahlian teknis, serta kebudayaan yang bermutu, menurut penetapan Sang Pencipta dan dalam cahaya Sabda-Nya, sehingga bermanfaat bagi semua orang tanpa kecuali, dan dengan caranya sendiri mengantar kepada kemajuan umum dalam kebebasan manusiawi dan kristiani. Demikianlah Kristus melalui para anggota Gereja akan semakin menyinari segenap masyarakat manusia dengan cahaya-Nya yang menyelamatkan.

Selain itu hendaklah kaum awam dengan kerja sama yang serta menyehatkan lembaga-lembaga dan kondisi-kondisi masyarakat, bila ada yang merangsang untuk berdosa. Maksudnya yakni supaya itu semua disesuaikan dengan norma-norma keadilan, dan menunjang pengamalan keutamaan-keutamaan, bukan malahan merintanginya. Dengan demikian mereka meresapi kebudayaan dan kegiatan manusia dengan nilai moral. Begitu pula ladang dunia disiapkan lebih baik untuk menampung benih sabda ilahi; pun pintu gerbang Gereja terbuka lebih lebar, supaya pewartaan perdamaian dapat memasuki dunia.

Demi terlaksananya tata-keselamatan hendaklah kaum beriman belajar membedakan dengan cermat antara hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka selaku anggota Gereja, dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban mereka sebagai anggota masyarakat manusia. Hendaklah mereka berusaha memperpadukan keduanya secara selaras, dengan mengingat bahwa dalam perkara duniawi manapun mereka wajib menganut suara hati kristiani. Sebab tindakan manusia satu pun, juga dalam urusan-urusan duniawi, yang dapat dilepaskan dari kedaulatan Allah. Tetapi pada zaman kita sekarang sangat perlu bahwa dalam cara bertindak kaum beriman pembedaan dan sekaligus keselarasanitu menjadi sejelas mungkin, supaya perutusan Gereja dapat lebih penuh menanggapi situasi-situasi khas dunia masa kini. Sebab memang harus diakui bahwa masyarakat duniawi, yang dengan tepat menyelenggarakan urusan-urusan duniawi, mempunyai azas-azasnya sendiri. Begitu pula sudah sepantasnya ditolak ajaran sesat, yang memperjuangkan pembangunan masyarakat tanpa mengindahkan agama sedikitpun, dan bermaksud memerangi serta menghapus kebebasan beragama para warga negara.[117]

37.(Hubungan kaum awam dengan Hirarki)

Dari harta-kekayaan rohani Gereja kaum awam, seperti semua orang beriman kristiani, berhak menerima secara melimpah melalui pelayanan para Gembala hirarkis, terutama bantuan sabda Allah dan sakramen-sakramen[118]. Hendaklah para awam mengemukakan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka kepada para imam, dengan kebebasan dan kepercayaan, seperti layaknya bagi anak-anak Allah dan saudara-saudara dalam Kristus. Sekadar ilmu-pengetahuan, kompetensi dan kecakapan mereka para awam mempunyai kesempatan, bahkan kadang-kadang juga kewajiban, untuk menyatakan pandangan mereka tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja[119]. Bila itu terjadi, hendaklah itu dijalankan melalui lembaga-lembaga yang didirikan gereja untuk itu, dan selalu dengan jujur, tegas dan bijaksana, dengan hormat dan cinta kasih terhadap mereka, yang karena tugas suci bertindak atas nama Kristus.

Hendaklah para awam, seperti semua orang beriman kristiani, mengikuti teladan Kristus, yang dengan ketaatan-Nya sampai mati, membuka jalan yang membahagiakan bagi semua orang, jalan kebebasan anak-anak Allah. Hendaklah mereka dengan ketaatan kristiani bersedia menerima apa yang ditetapkan oleh para Gembala hirarkis sejauh menghadirkan Kristus, sebagai guru dan pemimpin dalam Gereja. Dan janganlah mereka lupa mendoakan di hadirat Allah para Pemimpin mereka, – sebab para Pemimpin itu berjaga karena akan memberi pertanggungjawaban atas jiwa-jiwa kita, – supaya itu mereka jalankan dengan gembira tanpa keluh-kesah (lih. Ibr 13:1).

Sebaliknya hendaklah para Gembala hirarkis mengakui dan memajukan martabat serta tanggung jawab kaum awam dalam gereja. Dan hendaklah mereka diberi kebebasan dan keleluasaan untuk bertindak; bahkan mereka pantas diberi hati, supaya secara spontan memulai kegiatan-kegiatan juga. Hendaklah para Gembala dengan kasih kebapaan, penuh perhatian dalam Kristus, mempertimbangkan prakarsa-prakarsa , usul-usul serta keinginan-keinginan yang diajukan oleh kaum awam[120]. Hendaklah para Gembala dengan saksama mengakui kebebasan sewajarnya, yang ada pada semua warga masyarakat duniawi.

Dari pergaulan persaudaraan antara kaum awam dan para Gembala itu boleh diharapkan banyak manfaat bagi Gereja. Sebab dengan demikian dalam para awam diteguhkan kesadaran bertanggungjawab dan ditingkatkan semangat. Lagi pula tenaga kaum awam lebih mudah digabungkan dengan karya para Gembala. Sebaliknya, dibantu oleh pengalaman para awam, para Gembala dapat mengadakan penegasan yang lebih jelas dan tepat dalam perkara-perkara rohani maupun jasmani. Dengan demikian seluruh Gereja, dikukuhkan oleh semua anggotanya akan menunaikan secara lebih tepat guna perutusannya demi kehidupan dunia.

38.(Penutup)

Setiap orang awam wajib menjadi saksi kebangkitan dan kehidupan Tuhan Yesus serta menjadi tanda Allah yang hidup dihadapan dunia. Semua serentak dan masing-masing untuk bagiannya sendiri wajib memperkaya dunia dengan buah-buah rohani (lih. Gal 5:22), dan menyebarkan di dalamnya semangat, yang menjiwai mereka yang miskin, lemah lembut dan cinta damai, yang dalam Injil dinyatakan bahagia oleh Tuhan (lih. Mat 5:3-9). Pendek kata: “Seperti jiwa dalam tubuh, begitulah umat kristiani dalam dunia”[121].

BAB LIMA – PANGGILAN UMUM UNTUK KEKUDUSAN DALAM GEREJA

39.(prakata)

Kita mengimani bahwa Gereja, yang misterinya diuraikan oleh Konsili suci, tidak dapat kehilangan kesuciannya. Sebab Kristus, Putera Allah, yang bersama Bapa dan Roh Kudus dipuji bahwa “hanya Dialah Kudus”[122], mengasihi Gereja sebagai mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri baginya untuk menguduskannya (lih. Ef 5:25-26). Ia menyatukannya dengan diri-Nya sebagai tubuh-Nya sendiri dan menyempurnakannya dengan kurnia Roh Kudus, demi kemuliaan Allah. Maka dalam Gereja semua anggota, entah termasuk Hirarki entah digembalakan olehnya, dipanggil untuk kekudusan, yang menurut amanat Rasul: “Sebab inilah kehendak Allah: pengudusanmu” (1Tes 4:3; lih. Ef 1:4). Adapun kekudusan Gereja itu tiada hentinya dinyatakan dan harus dinyatakan di dalam buah-buah rahmat, yang dihasilkan oleh Roh Kudus dalam kaum beriman. Kekudusan itu dengan aneka cara terungkapkan pada masing-masing orang, yang dalam jalan hidupnya menuju kesempurnaan cinta kasih, sehingga memberi teladan baik kepada sesama. Secara khas pula kekudusan ini nampak dalam pelaksanaan nasehat-nasehat, yang lazim disebut “nasehat Injil”. Pelaksanaan nasehat-nasehat itu di bawah dorongan Roh Kudus yang ditempuh oleh banyak orang Kristiani, entah secara perorangan, entah dalam corak atau status hidup yang disahkan oleh Gereja,  memberikan dan harus memberikan di dunia ini kesaksian dan teladan yang ulung tentang kekudusan itu.

40.(Panggilan umum kepada kekudusan)

Tuhan Yesus,  Guru dan Teladan ilahi segala kesempurnaan, mengajarkan kekudusan hidup kepada setiap murid-Nya di dalam setiap keadaan. Ia sendiri adalah pencipta dan pelaksana kekudusan ini dalam hidup: “Kamu harus sempurna, seperti Bapamu yang di sorga sempurna adanya” (Mat 5:48)[123]. Memang, kepada semua orang  diutus-Nya Roh Kudus, untuk menggerakkan mereka dari dalam, supaya mengasihi Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan mereka (lih. Mrk 12:30), dan agar mereka saling mencintai seperti Kristus telah mencintai mereka (lih. Yoh 13:34; 15:12). Para pengikut Kristus dipanggil oleh Allah bukan berdasarkan perbuatan mereka, melainkan berdasarkan rencana dan rahmat-Nya. Mereka dibenarkan dalam Tuhan Yesus, dan dalam Pembaptisan iman sungguh-sungguh dijadikan anak-anak Allah dan ikut serta dalam kodrat ilahi. Dengan cara ini, mereka sungguh dijadikan kudus. Maka juga dengan karunia Allah, mereka wajib mempertahankan dan melengkapi dalam hidup mereka, kekudusan yang telah mereka terima. Oleh rasul [Rasul Paulus] mereka dinasehati, supaya hidup “sebagaimana layak bagi orang-orang kudus” (Ef 5:3); supaya “sebagai kaum pilihan Allah, sebagai orang-orang Kudus yang tercinta, mengenakan sikap belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemah-lembutan dan kesabaran” (Kol 3:12); dan supaya menghasilkan buah-buah Roh dalam kekudusan (lih. Gal 5:22; Rom 6:22). Akan tetapi karena dalam banyak hal kita semua bersalah (lih. Yak 3:2), kita terus-menerus membutuhkan belas kasihan Allah dan wajib berdoa setiap hari: “Dan ampunilah kesalahan kami” (Mat 6:12)[124].

Jadi bagi semua jelaslah, bahwa semua orang Kristiani, bagaimanapun status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup Kristiani dan kesempurnaan cinta kasih[125]; dengan kekudusan sedemikian, cara hidup yang lebih manusiawi dapat dikembangkan di dalam masyarakat di dunia ini. Untuk memperoleh kesempurnaan itu hendaklah kaum beriman mengerahkan tenaga yang mereka terima menurut ukuran yang dikurniakan oleh Kristus. Mereka harus mengikuti jejak-Nya dan menyesuaikan diri mereka dengan citra-Nya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dalam segala sesuatu. Mereka harus dengan segenap jiwa membaktikan diri bagi kemuliaan Allah dan pengabdian terhadap sesama. Dengan demikian, kekudusan Umat Allah akan bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah, seperti dalam sejarah Gereja telah diperlihatkan secara mengagumkan oleh kehidupan sekian banyak orang kudus.

41.(Bentuk pelaksanaan kekudusan)

Ada banyak jenjang dan tugas-tugas kehidupan namun kekudusan adalah satu dan sama, yaitu kekudusan yang ditumbuhkan oleh semua orang, yang digerakkan oleh Roh Allah, dan yang  mematuhi suara Bapa serta menyembah Allah Bapa dalam roh dan kebenaran. Mereka mengikuti Kristus yang miskin, rendah hati dan memanggul salib-Nya, agar mereka pantas ikut menikmati kemuliaan-Nya. Adapun setiap orang, menurut kurnia dan tugasnya sendiri, wajib melangkah tanpa ragu-ragu menempuh jalan iman yang hidup, yang membangkitkan harapan dan perbuatan-perbuatan  melalui cinta kasih.

Terutama, para Gembala kawanan Kristuslah yang wajib menjalankan pelayanan mereka dengan kudus dan gembira, dengan rendah hati dan berani, menurut citra Imam Agung dan Abadi, Gembala dan Pengawas jiwa kita. Dengan demikian pelayanan yang mereka lakukan juga bagi mereka sendiri akan menjadi upaya pengudusan yang ulung. Mereka yang dipilih untuk mengemban kepenuhan imamat dikurniai kemampuan untuk melaksanakan tugas yang sempurna tentang kasih penggembalaan melalui rahmat sakramen Tahbisan Suci. Tugas sempurna kasih penggembalaan ini dilakukan di dalam setiap bentuk perhatian/pengabdian Uskup dan pelayanan, doa, pengorbanan, dan khotbah [126]. Oleh rahmat sakramental yang sama, mereka dikaruniai keberanian supaya jangan takut menyerahkan jiwa demi domba-domba, dan kemampuan untuk memajukan kekudusan yang lebih tinggi di dalam Gereja dengan contoh hidup mereka sehari-hari, dengan menjadi teladan bagi kawanan mereka (lih. 1Ptr 5:3).

Para imam, yang serupa dengan para Uskup dalam derajat tertentu di dalam partisipasi mereka dalam sakramen Tahbisan Suci, menjadi mahkota rohani bagi para Uskup [127],. Mereka ikut-serta mengemban rahmat tugas para Uskup, dan mereka hendaknya bertumbuh dari hari ke hari dalam kasih mereka kepada Allah dan sesama mereka dengan melaksanakan tugas mereka melalui Kristus, satu-satunya Pengantara yang kekal. Hendaklah mereka memelihara ikatan persekutuan para imam, melimpah dalam segala kebaikan rohani, dan dengan demikian memberi kesaksian hidup tentang Allah kepada semua orang[128]. Semua ini harus mereka lakukan untuk memajukan para imam itu, yang dalam perjalanan waktu meninggalkan contoh kekudusan yang gemilang, dengan pengabdian mereka yang sering amat sederhana dan tersembunyi. Pujian terhadap mereka menggema dalam Gereja Allah. Melalui tugas jabatan mereka untuk berdoa dan mempersembahkan korban bagi jemaat mereka dan segenap Umat Allah, mereka harus meningkat kepada taraf kekudusan yang lebih tinggi. Dengan menyadari apa yang mereka lakukan dan berusaha menghayati apa yang mereka lakukan [129] para imam ini, dalam karya-karya apostolik hendaknya tidak terperangkap oleh bahaya-bahaya dan kesukaran-kesukaran, melainkan hendaklah justru karena itu mereka mencapai taraf kekudusan yang lebih tinggi. Mereka harus memupuk dan menguatkan kegiatan- kegiatan mereka dengan kelimpahan hasil kontemplasi, dan melakukan semua ini demi kebaikan seluruh Gereja Allah. Hendaklah semua imam, dan terutama mereka yang karena alasan khas tahbisan mereka disebut imam diosesan (projo), mengingat betapa besar nilainya bagi pertumbuhan kekudusan mereka, kesetiaan dan kerjasama yang ikhlas dan murah hati dengan Uskup mereka.

Ikut serta pula dalam perutusan dan rahmat imam tertinggi adalah para pelayan di tingkat yang lebih rendah, terutama para Diakon, yang seperti para pelayan itu, yang adalah pelayan misteri-misteri Kristus dan Gereja[130], wajib mempertahankan kemurniannya dari segala perilaku buruk dan berdiri di hadapan orang banyak sebagai personifikasi kebaikan dan sahabat Allah (lih. 1Tim 3:8-10 dan 12-13). Para rohaniwan, yang dipanggil oleh Tuhan dan dikhususkan bagi-Nya, agar menyiapkan diri untuk tugas-tugas pelayanan di bawah pengawasan para gembala rohani, wajib menyesuaikan budi dan hati mereka dengan pilihan yang istimewa ini. Mereka akan mencapai ini dengan bertekun dalam doa, dengan cinta kasih yang berkobar, dengan mencita-citakan apa saja yang benar, adil dan pantas dipuji. Mereka akan mencapai semua ini demi kemuliaan dan keluhuran Allah. Menyusul mereka, terdapat pula para awam yang terpilih oleh Allah, dan dipilih oleh Uskup. Para awam ini membaktikan diri sepenuhnya kepada karya kerasulan – untuk bekerja di ladang Tuhan dengan menghasilkan banyak buah[131].

Selanjutnya, para suami-isteri dan orangtua kristiani wajib mengikuti jalan hidup mereka dengan cinta kasih yang setia. Mereka harus saling mendukung dalam rahmat, sepanjang hidup mereka. Mereka harus meresapkan ajaran kristiani maupun keutamaan-keutamaan Injil di dalam hati keturunan (anak-anak) mereka, yang mereka sambut dengan kasih sebagai karunia Tuhan. Sebab dengan cara ini mereka memberi teladan cinta kasih yang tak kenal lelah dan penuh kerelaan kepada semua orang, dan dengan demikian mereka membangun persaudaraan kasih, dan dengan melakukannya, mereka menjadi saksi serta pendukung kesuburan Bunda Gereja yang kudus; dengan kehidupan yang sedemikian, mereka adalah tanda dan sekaligus pengambil bagian di dalam cinta kasih yang sama, yang dengannya Kristus mengasihi mempelai-Nya, yang kepadanya Ia [Kristus] menyerahkan diri-Nya [132]. Teladan serupa disajikan dengan cara lain oleh para janda dan mereka yang tidak menikah, yang juga dapat menyumbang banyak sekali bagi kesucian dan karya apostolik dalam Gereja. Akhirnya, mereka yang bekerja – dan tak jarang menanggung beban kerja yang berat- hendaknya menjadikan diri mereka sendiri lebih baik melalui pekerjaan mereka. Mereka harus membantu sesama warga, mengangkat segenap masyarakat dan bahkan alam ciptaan kepada keadaan yang lebih baik. Sungguh, hendaklah mereka dengan cinta kasih yang aktif, dalam pengharapan yang penuh suka cita dan dengan saling menanggung beban dengan sukarela, meneladan Kristus, yang dulu bekerja dengan tangan-Nya dengan alat tukang kayu, dan yang dalam kesatuan dengan Bapa-Nya, terus bekerja demi keselamatan semua orang. Maka, di dalam pekerjaan mereka sehari-hari ini, hendaknya mereka [para pekerja] mendaki untuk mencapai tingkat kekudusan dan kegiatan apostolik yang lebih tinggi.

Semoga mereka semua yang ditimpa oleh kemiskinan, kelemahan, penyakit dan pelbagai kesukaran, atau yang menanggung penganiayaan demi kebenaran – semoga mereka semua mengetahui bahwa mereka dipersatukan dengan Kristus yang menderita dalam cara yang istimewa demi keselamatan dunia. Tuhan menyebut mereka berbahagia di dalam Injil-Nya, dan mereka adalah orang-orang yang kepadanya “Allah, sumber segala rahmat, yang dalam Kristus Yesus telah memanggil kita ke dalam kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan dan mengokohkan, sesudah mereka menderita seketika lamanya” (1Ptr 5:10).

Jadi semua orang beriman kristiani dalam kondisi apapun hidup mereka, dalam tugas-tugas serta keadaan mereka – dan memang melalui itu semua- dari hari ke hari akan makin dikuduskan, bila mereka dalam iman menerima segala-sesuatu dari tangan Bapa di sorga, dan jika mereka bekerja sama dengan kehendak ilahi. Di dalam tugas sehari-hari ini, mereka akan menyatakan kepada semua orang, cinta kasih Allah terhadap dunia.

42. (Jalan dan upaya kekudusan)

“Allah itu kasih, dan barang siapa tetap berada dalam kasih, ia tinggal dalam Allah dan Allah dalam dia” (1Yoh 4:16). Adapun Allah mencurahkan cinta kasih-Nya ke dalam hati kita melalui Roh Kudus yang dikurniakan kepada kita (lih. Rom 5:5). Maka dari itu kurnia yang pertama dan paling perlu adalah cinta kasih, yang dengannya  kita mencintai Allah melebihi segala sesuatu dan mengasihi sesama demi Dia. Memang, agar cinta kasih sebagaimana benih yang baik dapat bertumbuh dalam jiwa dan menghasilkan buah, setiap orang beriman wajib mendengarkan sabda Allah dengan suka hati, dan menerima kehendak-Nya, dan harus melengkapi dengan tindakan mereka apa yang telah Tuhan mulai, dengan pertolongan rahmat Tuhan. Tindakan- tindakan ini terdiri dari: menerima sakramen-sakramen, terutama Ekaristi, dan kerap ikut serta dalam perayaan liturgi,  juga dengan berdoa, mengingkari diri, melayani sesama secara aktif, dan mengamalkan segala  kebajikan. Sebab cinta kasih, sebagai pengikat kesempurnaan dan kepenuhan hukum (lih. Kol 3:14; Rom 13:10), mengatasi semua cara untuk mencapai kekudusan dan memberikan hidup kepada semua cara ini. [133] Cinta kasihlah yang mengarahkan kita kepada tujuan akhir kita. Maka cinta kasih akan Allah maupun akan sesama merupakan ciri murid Kristus yang sejati.

Karena Yesus, Putera Allah, telah menyatakan cinta kasih-Nya dengan menyerahkan nyawa-Nya bagi kita, maka demikian juga, tak seorang pun mempunyai cinta kasih yang lebih besar daripada ia yang menyerahkan hidupnya untuk Kristus dan saudara-saudaranya (lih. 1Yoh 3:16; Yoh 15:13). Sudah sejak masa permulaan ada orang-orang Kristiani yang telah dipanggil, dan selalu masih ada yang akan dipanggil, untuk memberi kesaksian cinta kasih yang tertinggi itu di hadapan semua orang, khususnya di hadapan para penganiaya. Maka Gereja memandang kematian sebagai martir sebagai kurnia yang luar biasa dan bukti cinta kasih yang tertinggi, yang menjadikan murid serupa dengan Gurunya yang dengan rela menerima kematian demi keselamatan dunia,  dan juga serupa dengan Dia dalam menumpahkan darahnya. Meskipun hanya sedikit orang yang diberi kesempatan ini, namun semua [umat beriman] harus siap-sedia mengakui Kristus di muka orang-orang. Mereka harus siap membuat pernyataan iman ini di tengah penganiayaan, yang selalu saja menimpa Gereja, untuk mengikuti jalan salib Kristus.

Demikian juga, kekudusan Gereja secara istimewa ditingkatkan oleh pelaksanaan aneka macam nasehat, yang oleh Tuhan dalam Injil disampaikan kepada para murid-Nya[134]. Posisi utama di antara semua ini dipegang oleh keperawanan atau status selibat (lih. 1Kor 7:32-34). Ini adalah kurnia berharga dari rahmat ilahi, yang oleh Bapa dianugerahkan kepada beberapa orang tertentu (lih. Mat 19:11; 1Kor 7:7), supaya melaluinya mereka lebih mudah membaktikan diri seutuhnya kepada Allah, dengan hati tak terbagi (lih. 1Kor 7:32-34)[135]. Tarak sempurna demi Kerajaan sorga itu dalam Gereja selalu dihargai secara istimewa. Alasannya adalah bahwa tarak sempurna demi kasih kepada Tuhan adalah dorongan terhadap cinta kasih, dan adalah jelas suatu sumber kesuburan rohani yang luar biasa di dunia.

Gereja juga tetap mengingatkan anjuran Rasul, yang mengundang kaum beriman untuk mengamalkan cinta kasih, dan mendorong mereka supaya mengalami secara pribadi apa yang telah Kristus kenali di dalam diri-Nya sendiri. Ini adalah Kristus Yesus yang sama, “yang telah mengosongkan Diri-Nya dan mengenakan rupa seorang hamba, – dan menjadi taat sampai mati” (Flp 2:7-8), dan demi kita “menjadi miskin, meskipun Ia kaya” (2Kor 8:9). Karena para murid harus selalu meniru dan memberikan kesaksian tentang cinta kasih dan kerendahan hati Kristus, Bunda Gereja bergembira, bahwa dalam pangkuannya terdapat banyak pria dan wanita, yang mengikuti dari dekat Sang Penyelamat, yang menurut pemahaman kita, telah merendahkan Diri-Nya sendiri.  Ada beberapa orang yang dalam kebebasannya sebagai anak-anak Allah,  menerima kemiskinan serta mengingkari keinginan-keinginan mereka sendiri. Lebih jauh lagi, beberapa dari mereka atas kemauan sendiri menempatkan diri di bawah kuasa seseorang yang lain, di dalam hal kesempurnaan demi kasih kepada Allah. Ini melampaui ketentuan perintah yang diwajibkan tetapi dilakukan,  agar menjadi lebih menyerupai Kristus yang taat[136].

Maka semua orang beriman Kristiani diajak untuk berjuang mengejar kekudusan dan kesempurnaan status hidup mereka. Memang, mereka mempunyai kewajiban untuk berjuang dengan keras. Oleh karena itu hendaklah semua memperhatikan, agar mereka mengarahkan keinginan-keinginan hati dengan tepat, supaya mereka dalam mengejar cinta kasih yang sempurna jangan dirintangi karena penggunaan hal-hal duniawi dan keterikatan kepada kekayaan yang melawan semangat kemiskinan menurut Injil. Itulah maksud nasehat Rasul kepada mereka yang menggunakan barang-barang duniawi ini: janganlah mereka menerima pengertian dunia, sebab dunia ini sebagaimana yang kita lihat, sedang/ akan berlalu (lih. 1Kor 7:31 )[137].

BAB ENAM – PARA RELIGIUS

43. (Pengikraran nasehat-nasehat Injil dalam Gereja)

Nasehat-nasehat Injil tentang kemurnian yang dibaktikan kepada Allah, kemiskinan dan ketaatan, didasarkan pada sabda dan teladan Tuhan, dan dianjurkan oleh para Rasul, para Bapa, para guru serta para gembala Gereja. Maka nasehat-nasehat itu merupakan kurnia ilahi, yang oleh Gereja diterima dari Tuhannya dan selalu dipelihara dengan bantuan rahmat-Nya. Adapun pimpinan Gereja sendiri, di bawah bimbingan Roh Kudus, telah memperhatikan penafsirannya, pengaturan pelaksanaannya, pun juga penetapan bentuk-bentuk penghayatan yang tetap. Dengan demikian berkembanglah pelbagai bentuk kehidupan menyendiri maupun bersama, dan pelbagai keluarga, bagaikan pada pohon yang tumbuh di ladang Tuhan dari benih ilahi, dan yang secara ajaib telah banyak bercabang-cabang. Itu semua menambah jasa sumbangan baik bagi kemajuan para anggotanya maupun bagi kesejahteraan seluruh Tubuh Kristus[138]. Sebab keluarga-keluarga itu menyediakan upaya-upaya bagi para anggotanya berupa cara hidup yang lebih tetap dan teguh, ajaran yang tangguh untuk mengejar kesempurnaan, persekutuan antar saudara dalam perjuangan untuk Kristus, kebebasan yang diteguhkan oleh ketaatan. Dengan demikian para anggota mampu menepati ikrar religius mereka dengan aman dan mengamalkannya dengan setia, dan melangkah maju di jalan cinta kasih dengan hati gembira[139]].

Ditinjau dari sudut susunan ilahi dan hirarkis Gereja, status religius itu bukan jalan tengah antara perihidup para imam dan kaum awam. Tetapi dari kedua golongan itu ada sejumlah orang beriman kristiani, yang dipanggil oleh Allah untuk menerima kurnia istimewa dalam kehidupan Gereja, dan untuk dengan cara masing-masing menyumbangkan jasa mereka bagi misi keselamatan Gereja [140].

44. (Makna dan arti hidup religius)

Dengan kaul-kaul atau ikatan suci lainnya yang dengan caranya yang khas menyerupai kaul, orang beriman kristiani mewajibkan diri untuk hidup menurut tiga nasehat Injil tersebut. Ia mengabdikan diri seutuhnya kepada Allah yang dicintainya mengatasi segala sesuatu. Dengan demikian ia terikat untuk mengabdi Allah serta meluhurkan-Nya karena alasan yang baru dan istimewa. Karena Baptis ia telah mati bagi dosa dan dikuduskan kepada Allah. Tetapi supaya dapat memperoleh buah-buah rahmat Baptis yang lebih melimpah, ia menghendaki untuk dengan mengikrarkan nasehat-nasehat Injil dalam Gereja dibebaskan dari rintangan-rintangan, yang mungkin menjauhkannya dari cinta kasih yang berkobar dan dari kesempurnaan bakti kepada Allah, dan secara lebih erat ia disucikan untuk mengabdi Allah [141]. Adapun pengabdian akan makin sempurna, bila dengan ikatan yang lebih kuat dan tetap makin jelas dilambangkan Kristus, yang dengan ikatan tak terputuskan bersatu dengan Gereja mempelai-Nya.

Nasehat-nasehat Injil, karena mendorong mereka yang mengikrarkannya kepada cinta kasih [142], secara istimewa menghubungkan mereka itu dengan Gereja dan misterinya. Maka dari itu hidup rohani mereka juga harus dibaktikan kepada kesejahteraan seluruh Gereja. Dari situ muncullah tugas, untuk – sekadar tenaga dan menurut bentuk khas panggilannya- entah dengan doa atau dengan karya-kegiatan, berjerih-payah guna mengakarkan dan mengukuhkan Kerajaan Kristus di hati orang-orang, dan untuk memperluasnya ke segala penjuru dunia. Oleh karena itu Gereja melindungi dan memajukan corak khas pelbagai tarekat religius.

Maka pengikraran nasehat-nasehat Injil merupakan tanda, yang dapat dan harus menarik secara efektif semua anggota Gereja, untuk menunaikan tugas-tugas panggilan kristiani dengan tekun. Sebab umat Allah tidak mempunyai kediaman tetap di sini, melainkan mencari kediaman yang akan datang. Maka status religius, yang lebih membebaskan para anggotanya dari keprihatinan-keprihatinan duniawi, juga lebih jelas memperlihatkan kepada semua orang beriman harta sorgawi yang sudah hadir di dunia ini, memberi kesaksian akan hidup baru dan kekal yang diperoleh berkat penebusan Kristus, dan mewartakan kebangkitan yang akan datang serta kemuliaan Kerajaan sorgawi. Corak hidup, yang dikenakan oleh Putera Allah ketika Ia memasuki dunia ini untuk melaksanakan kehendak Bapa, dan yang dikemukakan-Nya kepada para murid yang mengikuti-Nya, yang diteladan dari lebih dekat oleh status religius, dan senantiasa dihadirkan dalam Gereja. Akhirnya status itu juga secara istimewa menampilkan keunggulan Kerajaan Allah melampaui segalanya yang serba duniawi, dan menampakkan betapa pentingnya Kerajaan itu. Selain itu juga memperlihatkan kepada semua orang keagungan mahabesar kekuatan Kristus yang meraja dan daya Roh Kudus yang tak terbatas, yang berkarya secara mengagumkan dalam Gereja.

Jadi meskipun status yang terwujudkan dengan pengikraran nasehat-nasehat Injil itu tidak termasuk susunan hirarkis Gereja, namun tidak dapat diceraikan dari kehidupan dan kesucian Gereja.

45. (Hubungan para religius dengan Hirarki)

Tugas Hirarki Gereja yakni menggembalakan umat Allah dan membimbingnya ke ladang yang berumput lebat (Lih. Ye 34:14). Maka Hirarki juga harus secara bijaksana mengatur dengan undang-undangnya pelaksanaan nasehat-nasehat Injil, yang secara istimewa mendukung penyempurnaan cinta kasih akan Allah dan terhadap sesama [143]. Dengan penuh perhatian mengikuti dorongan Roh Kudus, Hirarki menerima pedoman-pedoman hidup, yang diajukan oleh tokoh-tokoh religius pria maupun wanita, dan setelah dibubuhi ketentuan-ketentuan lebih rinci, mengesahkannya dengan resmi. Tarekat-tarekat yang telah didirikan di mana-mana untuk membangun Tubuh Kristus, didampingi dengan pengawasan dan perlindungan kewibawaannya, supaya berkembang dan subur berbuah menurut semangat para pendirinya.

Namun supaya kebutuhan-kebutuhan seluruh kawanan Tuhan ditanggapi secara lebih baik, Imam Agung, berdasarkan kedudukannya sebagai kepala seluruh Gereja, demi kepentingan bersama dapat menarik setiap lembaga kesempurnaan untuk masing-masing anggotanya dari lingkup kuasa para Uskup setempat, dan membawahkan mereka hanya kepada dirinya [144]. Begitu juga mereka dapat dibiarkan atau diserahkan dibawah kewenangan patriarkat mereka sendiri. Dalam menunaikan tugas terhadap Gereja menurut corak khas hidup mereka, para anggota tarekat wajib menunjukkan sikap hormat dan taat menurut hukum Gereja kepada para Uskup, demi kewibawaan pastoral mereka di Gereja-Gereja khusus, serta demi kesatuan dan kerukunan yang diperlukan dalam karya kerasulan [145].

Adapun dengan pengesahannya Gereja tidak hanya mengangkat ikrar religius kepada martabat status kanonik, melainkan juga menampilkannya sebagai status yang ditakdirkan kepada Allah dalam upacara Liturgi. Sebab dengan kewibawaan yang oleh Allah diserahkan kepadanya Gereja menerima kaul-kaul yang diikrarkan, dengan doanya yang resmi memohonkan bantuan dan rahmat Allah bagi mereka yang mengikrarkannya, mempercayakan mereka kepada Allah, dan memberi mereka berkat rohani, sambil menyatukan persembahan diri mereka dengan korban Ekaristi.

46. (Penghargaan terhadap hidup religius)

Hendaklah para religius sungguh-sungguh berusaha, supaya melalui mereka Gereja benar-benar makin hari makin jelas menampilkan Kristus kepada kaum beriman maupun tidak beriman, entah bila ia sedang berdoa di atas bukit, entah bila sedang mewartakan Kerajaan Allah kepada rakyat, entah bila Ia sedang menyembuhkan mereka yang sakit dan terluka, serta mempertobatkan kaum pendosa kepada hidup yang baik, atau sedang memberkati kanak-kanak dan berbuat baik terhadap semua orang, senantiasa dalam kepatuhan kepada kehendak bapa yang mengutus-Nya [146].

Akhirnya hendaklah semua orang menginsyafi, bahwa mengikrarkan nasehat-nasehat Injil memang berarti mengorbankan hal-hal yang pantas dinilai tinggi, namun tidak merintangi kemajuan pribadi manusia yang sejati, melainkan pada hakikatnya sangat mendukungnya. Sebab seperti nampak jelas pada teladan sekian banyak pendiri yang kudus – nasehat-nasehat itu, bila diterima secara sukarela menurut panggilan pribadi masing-masing, sangat mendukung pemurnian hati dan kebebasan rohani, tiada hentinya membangkitkan semangat cinta kasih, dan terutama mampu menjadikan hidup orang kristen lebih serupa dengan corak hidup dalam keperawanan dan kemiskinan, yang telah dipilih oleh Kristus Tuhan sendiri, dan yang telah dihayati penuh semangat oleh Bunda-Nya yang tetap perawan. Jangan pula orang mengira, bahwa para religius karena serah diri mereka atau terasingkan dari orang-orang, atau tidak berguna lagi bagi masyarakat duniawi. Sebab meskipun ada kalanya mereka itu tidak langsung berhubungan dengan sesama, namun secara lebih mendalam mereka mengenangkan sesama dalam kasih mesra Kristus, dan secara rohani bekerja sama dengan sesama, supaya pembangunan masyarakat duniawi selalu bertumpu pada Tuhan dan diarahkan kepada-Nya, sehingga para pembangunnya jangan bekerja dengan sia-sia [147].

Oleh sebab itu Konsili suci akhirnya meneguhkan dan memuji semua pria dan wanita, para Bruder dan Suster, yang dalam biara-biara, atau di sekolah-sekolah dan rumah sakit, atau di daerah-daerah misi, dengan kesetiaan yang andal dan kerendahan hati, ikut merias Mempelai Kristus dalam serah diri kepada Allah seperti telah diuraikan, dan berbakti kepada semua orang dengan kebesaran hati, dalam pengabdian yang bermacam ragam.

47. (Penutup)

Maka dari itu hendaklah setiap orang yang dipanggil untuk mengikrarkan nasehat-nasehat Injil sungguh-sungguh berusaha, supaya ia bertahan dan semakin maju dalam panggilan yang diterimanya dari Allah, demi makin suburnya kesudian Gereja, supaya makin dimuliakanlah Tritunggal yang satu tak terbagi, yang dalam Kristus dan dengan perantaraan Kristus menjadi sumber dan asal segala kesucian.

BAB TUJUH – SIFAT ESKATOLOGIS GEREJA MUSAFIR DAN PERSATUANNYA DENGAN GEREJA DI SORGA

48. (Pendahuluan)

Dalam Yesus Kristus kita semua dipanggil kepada Gereja, dan disitu kita memperoleh kesucian berkat rahmat Allah. Gereja itu baru mencapai kepenuhannya dalam kemuliaan di sorga, bila akan tiba saatnya segala-sesuatu diperbaharui (Kis 3:21), dan bila bersama dengan umat manusia dunia semesta pun, yang berhubungan erat secara dengan manusia dan bergerak ke arah tujuannya melalui manusia, akan diperbaharui secara sempurna dalam Kristus (lih. Ef 1:10; Kol 1:20; 2Ptr 3:10-13).

Adapun Kristus, yang ditinggikan dari bumi, menarik semua orang kepada diri-Nya (lih. Yoh. 12:32). Sesudah bangkit dari kematian (lih. Rom 6:9) Ia mengutus Roh-Nya yang menghidupkan ke dalam hati para murid-Nya, dan melalui Roh itu Ia menjadikan Tubuh-Nya, yakni Gereja, sakramen keselamatan bagi semua orang. Ia duduk di sisi kanan Bapa, namun tiada hentinya berkarya di dunia, untuk mengantar orang-orang kepada Gereja, dan melalui Gereja menyatukan mereka lebih erat dengan diri-Nya; lagipula untuk memberi mereka santapan Tubuh dan Darah-Nya sendiri, serta dengan demikian mengikut-sertakan mereka dalam kehidupan-Nya yang mulia. Jadi pembaharuan, janji yang kita dambakan, telah mulai dalam Kristus, digerakkan dengan perutusan Roh Kudus, dan karena Roh itu berlangsung terus dalam Gereja. Berkat iman kita di situ menerima pengertian tentang makna hidup kita yang fana, sementara karya yang oleh Bapa dipercayakan kepada kita di dunia kita selesaikan dengan baik dalam harapan akan kebahagiaan di masa mendatang, dan kita mengerjakan keselamatan kita (lih. Flp 2:12).

Jadi sudah tibalah bagi kita akhir zaman (lih. 1Kor 10:11). Pembaharuan dunia telah ditetapkan, tak dapat dibatalkan, dan secara nyata mulai terlaksana di dunia ini. Sebab sejak di dunia ini Gereja ditandai kesucian yang sesungguhnya meskipun tidak sempurna. Tetapi sampai nanti terwujudkan langit baru dan bumi baru, yang diwarnai keadilan (lih. 2Ptr 3:13), Gereja yang tengah mengembara, dalam sakramen-sakramen serta lembaga-lembaganya yang termasuk zaman ini, mengemban citra zaman sekarang yang akan lalu. Gereja berada di tengah alam tercipta, yang hingga kini berkeluh-kesah dan menanggung sakit bersalin, serta merindukan saat anak-anak Allah dinyatakan (lih. Rom 8:19-22).

Jadi kita, yang bersatu dengan kristus dalam Gereja, dan ditandai dengan Roh Kudus yakni “jaminan warisan kita” (Ef 1:14), disebut anak-anak Allah dan memang demikian adanya (lih. 1Yoh 3:2). Namun kita belum tampil bersama Kristus dalam kemuliaan (lih. Kol 3:4), saatnya kita akan menyerupai Allah, karena kita akan memandang Dia sebagaimana adanya (lih. 1Yoh 3:2). Maka “selama mendiami tubuh ini, kita masih jauh dari Tuhan” (2Kor 5:6); dan kita, yang membawa kurnia-sulung Roh, berkeluh-kesah dalam hati (lih. Rom 8:23) serta ingin bersama dengan kristus (lih. Flp 1:23). Namun oleh cinta itu juga kita di desak, untuk lebih penuh hidup bagi Dia, yang telah wafat dan bangkit bagi kita (lih. 2Kor 5:15). Maka kita berusaha untuk dalam segalanya berkenan kepada Tuhan (lih. 2Kor 5:9). Dan kita kenakan perlengkapan senjata Allah, supaya kita mampu bertahan menentang tipu muslihat iblis serta mengadakan perlawanan pada hari yang jahat (lih. Ef 6:11-13). Tetapi karena kita tidak mengetahui hari maupun jamnya, atas anjuran Tuhan kita wajib berjaga terus-menerus, agar setelah mengakhiri perjalanan hidup kita di dunia hanya satu kali saja (lih. Ibr 9:27), kita bersama dengan-Nya memasuki pesta pernikahan, dan pantas digolongkan pada mereka yang diberkati (lih. Mat 25: 31-46), dan supaya janganlah kita seperti hamba yang jahat dan malas (lih. Mat 25:26) diperintahkan enyah ke dalam api yang kekal (lih. Mat 25:41), ke dalam kegelapan di luar, di tempat “ratapan dan kertakan gigi” (Mat 22:13 dan 25:30). Sebab, sebelum memerintah bersama Kristus dalam kemuliaan-Nya, kita semua akan menghadapi “takhta pengadilan Kristus, supaya masing-masing menerima ganjaran bagi apa yang dijalankannya dalam hidup ini, entah itu baik atau jahat” (2Kor 5:10). Dan pada akhir zaman “mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk kehidupan kekal, sedangkan mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (Yoh 5:29); lih. Mat 25:46). Maka dari itu, mengingat bahwa “penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita kelak” (Rom 8:18; lih. 2Tim 2:11-12), dalam keteguhan iman kita mendambakan “pengharapan yang membahagiakan serta pernyataan kemuliaan Allah dan Penyelamat kita yang mahaagung, Yesus Kristus” (Tit 2:13), “yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga menyerupai Tubuh-Nya yang mulia” (Flp 3:21), dan yang akan datang “untuk dimuliakan di antara para kudus-Nya, dan untuk dikagumi oleh semua orang yang beriman” (2Tes 1:10).

49. (Persekutuan antara Gereja di sorga dan Gereja di dunia)

Jadi hingga saat ini Tuhan datang dalam keagungan-Nya beserta semua malaikat (lih Mat 25:31), dan saatnya segala sesuatu takluk kepada-Nya sesudah maut dihancurkan (lih. 1Kor 15:26-27), ada diantara para murid-Nya yang masih mengembara di dunia, dan ada yang telah meninggal dan mengalami penyucian, ada pula yang menikmati kemuliaan sambil memandang “dengan jelas Allah Tritunggal sendiri sebagaimana ada-Nya” [148]. Tetapi kita semua, kendati pada taraf dan dengan cara yang berbeda, saling berhubungan dalam cinta kasih yang sama terhadap Allah dan sesama, dan melambungkan madah pujian yang sama kehadirat Allah kita. Sebab semua orang, yang menjadi milik Kristus dan didiami oleh Roh-Nya, berpadu menjadi satu Gereja, dan saling erat berhubungan dalam Dia (lih. Ef 4:16). Jadi persatuan mereka yang sedang dalam perjalanan dengan para saudara yang sudah beristirahat dalam damai kristus, sama sekali tidak terputus. Bahkan menurut iman Gereja yang abadi diteguhkan karena saling berbagi harta rohani [149]. Sebab karena para penghuni sorga bersatu lebih erat dengan kristus, mereka lebih meneguhkan seluruh Gereja dalam kesuciannya; mereka menambah keagungan ibadat kepada Allah, yang dilaksanakan oleh Gereja di dunia; dan dengan pelabagi cara mereka membawa sumbangan bagi penyempurnaan pembangunannya (lih. 1Kor 12:12-27) [150]. Sebab mereka, yang telah ditampung di tanah air dan menetap pada Tuhan (lih. 2Kor 5:8), karena Dia, bersama Dia dan dalam Dia tidak pernah berhenti menjadi pengantara kita di hadirat Bapa [151], sambil mempersembahkan pahala-pahala, yang telah mereka peroleh di dunia, melalui pengantara tunggal antara Allah dan manusia, yakni kristus Yesus (lih. 1Tim 2:5), sambil melayani Tuhan dalam segalanya, dan melengkapi Tubuh-Nya, yakni Gereja (lih. Kol 1:24) [152]. Demikianlah kelemahan kita amat banyak dibantu oleh perhatian mereka sebagai saudara.

50. (Hubungan antara Gereja di dunia dan gereja di sorga)

Gereja kaum musafir menyadari sepenuhnya persekutuan dalam Tubuh mistik Kristus itu. Sejak masa pertama agama kristiani Gereja dengan sangat khidmat merayakan kenangan mereka yang telah meninggal [153]. Dan karena “inilah suatu pikiran yang murshid dan saleh: mendoakan mereka yang meninggal supaya dilepaskan dari dosa-dosa mereka” (2Mak 12:46), maka Gereja juga mempersembahkan korban-korban silih bagi mereka. Adapun Gereja selalu percaya, bahwa Rasul-Rasul dan para martir Kristus, yang dengan menumpahkan darah memberi kesaksian iman dan cinta kasih yang amat luhur, dalam Kristus berhubungan lebih erat dengan kita. Dengan bakti yang istimewa Gereja menghormati mereka bersama dengan Santa Perawan Maria dan para Malaikat kudus [154], serta dengan khidmat memohon bantuan perantaraan mereka. Pada golongan mereka segera bergabunglah orang-orang lain, yang lebih dari dekat meneladan keperawanan dan kemiskinan Kristus [155]; lalu akhirnya kelompok lain lagi, yang – karena mereka dengan cemerlang mengamalkan keutamaan-keutamaan kristiani [156] serta menampilkan kurnia-kurnia ilahi – mengundang kaum beriman untuk berbakti dengan takzim dan meneladan mereka [157].

Sebab sementara merenungkan hidup mereka yang dengan setia mengikuti Kristus, kita mendapat dorongan baru untuk mencari kota yang akan datang (lih. Ibr 13:14 dan 11:10). Sekaligus kita ditunjukkan jalan yang sangat aman, untuk di tengah situasi dunia yang silih berganti, sesuai dengan kedudukan dan kondisi masing-masing, dan dapat mencapai persatuan yang sempurna dengan Kristus atau kesucian [158]. Dalam hidup mereka yang sama-sama manusia seperti kita, tetapi secara lebih sempurna diubah menjadi serupa dengan citra Kristus (lih. 2Kor 3:18), Allah secara hidup-hidup menampakkan kehadiran serta wajah-Nya. Dalam diri mereka Ia menyapa kita, dan menyampaikan kepada kita tanda Kerajaan-Nya [159]. Kita yang mempunyai banyak saksi ibarat awan yang meliputi kita (lih. Ibr 12:1), dan yang menghadapi kesaksian sejelas itu tentang kebenaran Injil, kuat-kuat tertarik kepadanya.

Namun kita merayakan kenangan para penghuni sorga bukan hanya karena teladan mereka. Melainkan lebih supaya persatuan segenap Gereja dalam Roh diteguhkan dengan mengamalkan cinta kasih persaudaraan (lih. Ef 4:1-6). Sebab seperti persekutuan kristiani antara para musafir mengantarkan kita untuk mendekati Kristus, begitu pula untuk keikutsertaan dengan para Kudus menghubungkan kita dengan kristus, yang bagaikan Sumber dan Kepala mengalirkan segala rahmat dan kehidupan Umat Allah sendiri [160]. Jadi memang sungguh sepantasnya, bahwa kita mengasihi para sahabat serta sesama ahli waris Yesus Kristus itu, serta-merta saudara-saudara dan penderma-penderma kita yang ulung. Sudah selayaknya pula kita bersyukur kepada Allah atas mereka [161]. Sepantasnya juga “kita dengan rendah hati berseru kepada mereka, dan mempercayakan diri kepada doa-doa, bantuan serta pertolongan mereka, untuk memperoleh kurnia-kurnia Allah dengan perantaraan Putera-Nya Yesus Kristus Tuhan kita, satu-satunya Penebus dan Penyelamat kita” [162]. Sebab segala kesaksian cinta kasih kita yang sejati terhadap para penghuni sorga pada hakekatnya tertujukan kepada Kristus dan bermuara pada Dia, “mahkota semua para Kudus” [163], serta dengan perantaraan-Nya mencapai Allah, yang mengagumkan dalam para Kudus-Nya, dan diagungkan dalam diri mereka [164].

Akan tetapi terutama dalam Liturgi suci secara paling luhur persatuan kita dengan Gereja di sorga diwujudkan dengan nyata. Di situlah kekuatan Roh Kudus melalui perlambangan sakramen berkarya pada diri kita. Dalam Liturgi kita bersama bergembira merayakan dan memuji keagungan Allah [165]. Kita semua, yang dalam darah Kristus ditebus dari setiap suku dan bahasa dan kaum bangsa (lih. Why 5:9), serta dihimpun ke dalam satu Gereja, dengan satu madah pujian meluhurkan Allah Tritunggal. Jadi sambil merayakan korban Ekaristi kita seerat mungkin digabungkan dengan ibadat Gereja di sorga, sementara kita berada dalam satu persekutuan, dan merayakan kenangan terutama S. Maria yang mulia dan tetap Perawan, pun pula S. Josef, para Rasul serta para martir yang suci, dan semua para Kudus [166].

51. (Beberapa pedoman pastoral)

Itulah iman yang layak kita hormati, pusaka para leluhur kita: iman akan persekutuan hidup dengan para saudara yang sudah mulai di sorga, atau sesudah meninggal masih mengalami pentahiran. Konsili suci ini penuh khidmat menerima iman itu, dan menyajikan lagi ketetapan-ketetapan Konsili-konsili suci Nisea II [167], Florensia [168] dan Trente [169]. Namun sekaligus Konsili dalam keprihatinan pastoralnya mendorong semua pihak yang bersangkutan, supaya di sana-sini bila terjadi penyalahgunaan, penyelewengan atau penyimpangan, mereka berusaha menyangkal atau membetulkannya, dan membaharui segalanya demi pujian yang lebih penuh kepada Kristus dan Allah. Maka hendaklah mereka mengajarkan kepada Umat beriman, bahwa ibadat yang sejati kepada para kudus bukan pertama-tama diwujudkan dalam banyaknya perbuatan lahiriah, melainkan terutama dalam besarnya cinta kasih kita yang disertai tindakan nyata. Demikianlah, supaya kita dan gereja bertambah sejahtera, kita mencari “teladan melalui pergaulan dengan para Kudus, kebahagiaan yang sama melalui persekutuan dengan mereka, dan bantuan melalui pengantaraan mereka” [170]. Di lain pihak hendaklah mereka ajarkan kepada kaum beriman, bahwa hubungan kita dengan penghuni sorga itu – asal ditinjau dalam terang iman yang lebih penuh – sama sekali tidak melemahkan ibadat sujud, yang dalam Roh kita persembahkan kepada Allah Bapa melalui Kristus, melainkan justru memperkaya secara limpah [171].

Sebab kita semua anak-anak Allah, dan merupakan satu keluarga dalam Kristus (lih. Ibr 3:6). Sementara kita saling mencintai dan serentak memuji Tritunggal Mahakudus, dan dengan demikian berhubungan seorang dengan yang lain, kita memenuhi panggilan Gereja yang terdalam, dan sekarang pun sudah mulai menikmati Liturgi dalam kemuliaan yang sempurna [172]. Bila Kristus kelak menampakkan Diri, dan mereka yang mati akan bangkit mulia, kemuliaan Allah akan menyinari Kota Surgawi, dan Anak Dombalah lampunya (lih. Why 21:24). Pada saat itulah seluruh gereja para Kudus dalam kebahagiaan cinta kasih yang terluhur akan bersujud menyembah Allah dan “Anak Domba yang telah di sembelih” (Why 5:12). Mereka akan serentak berseru: “Bagi Dia yang duduk di takhta dan bagi Anak Domba: puji-pujian, dan hormat, dan kemuliaan, dan kuasa sampai selama-lamanya” (Why 5:13-14).

BAB DELAPAN – SANTA PERAWAN MARIA BUNDA ALLAH DALAM MISTERI KRISTUS DAN GEREJA

I. PENDAHULUAN

52. (Santa Perawan dalam misteri kristus)

Ketika Allah yang maha baik dan maha bijaksana hendak melaksanakan penebusan dunia, “setelah genap waktunya, Ia mengutus Putera-Nya, yang lahir dari seorang wanita – supaya kita diterima menjadi anak” (Gal 4:4-5). “Untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita Ia turun dari sorga, dan Ia menjadi Daging oleh Roh Kudus dari perawan Maria [173]. Misteri ilahi keselamatan itu diwahyukan kepada kita dan tetap berlangsung dalam Gereja, yang oleh Tuhan dijadikan Tubuh-Nya. Di situ kaum beriman, dalam persatuan dengan Kristus Kepala, dan dalam persekutuan dalam semua para Kudus-Nya, wajib pula merayakan kenangan “pertama-tama Maria yang mulia dan tetap Perawan, Bunda Allah serta Tuhan kita Yesus Kristus” [174].

53. (Santa Perawan dan Gereja)

Sebab perawan Maria, yang sesudah warta Malaikat menerima Sabda Allah dalam hati maupun tubuhnya, serta memberikan Hidup kepada dunia, diakui dan dihormati sebagai Bunda Allah dan penebus yang sesungguhnya. Karena pahala putera-Nya ia ditebus secara lebih unggul, serta dipersatukan dengan-Nya dalam ikatan yang erat dan tidak terputuskan. Ia dianugerahi kurnia serta martabat yang amat luhur, yakni menjadi Bunda Putera Allah, maka juga menjadi Puteri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus. Karena anugerah rahmat yang sangat istimewa itu ia jauh lebih unggul dari semua makhluk lainnya, baik di sorga maupun di bumi. Namun sebagai keturunan Adam Ia termasuk golongan semua orang yang harus diselamatkan. Bahkan “ia memang Bunda para anggota Kristus. Karena dengan cinta kasih ia menyumbangkan kerjasamanya, supaya dalam Gereja lahirlah kaum beriman, yang menjadi anggota-anggota Kepala itu.” [175]. Oleh karena itu ia menerima salam sebagai anggota Gereja yang serba unggul dan sangat istimewa, pun juga sebagai pola-teladannya yang mengagumkan dalam iman dan cinta kasih. Menganut bimbingan Roh Kudus Gereja katolik menghadapinya penuh rasa kasih-sayang sebagai bundanya yang tercinta.

54. (Maksud Konsili)

Maka sementara menguraikan ajaran tentang Gereja, tempat Penebus ilahi melaksanakan penyelamatan, Konsili suci hendak menjelaskan dengan cermat baik peran Santa Perawan dalam misteri Sabda yang menjelma serta Tubuh mistik-Nya, maupun tugas kewajiban mereka yang sudah ditebus terhadap Bunda Allah, Bunda kristus dan Bunda orang-orang, terutama yang beriman. Namun Konsili tidak bermaksud menyajikan ajaran yang lengkap tentang Maria, atau memutuskan soal-soal yang kendati jerih payah para teolog belum sepenuhnya menjadi jelas. Oleh karena itu tetap berlakulah pandangan-pandangan, yang dalam aliran-aliran katolik dikemukakan secara bebas tentang Maria, yang dalam Gereja kudus menduduki tempat paling luhur sesudah Kristus dan paling dekat dengan kita [176].

II. PERAN SERTA PERAWAN DALAM TATA KESELAMATAN

55. (Bunda Almasih dalam Perjanjian Lama)

Kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru, begitu pula Tradisi yang terhormat, memperlihatkan peran Bunda Penyelamat dalam tata keselamatan dengan cara yang semakin jelas, dan seperti menyajikannya untuk kita renungkan. Ada pun Kitab-kitab Perjanjian Lama melukiskan sejarah keselamatan, yang lambat-laun menyiapkan kedatangan Kristus di dunia. Naskah-naskah kuno itu, sebagaimana dibaca dalam Gereja dan dimengerti dalam terang perwahyuan lebih lanjut yang penuh, langkah-demi langkah makin jelas mengutarakan citra seorang wanita, Bunda Penebus. Dalam terang itu ia sudah dibayangkan secara profetis dalam janji yang diberikan kepada leluhur pertama yang jatuh berdosa, Ia adalah Perawan yang mengandung dan melahirkan seorang Anak laki- laki, yang akan diberi nama Imanuel (lih. Yes 7:14; bdk. Mi 5:2-3; Mat 1:22-23). Dialah yang unggul di tengah umat Tuhan yang rendah dan miskin, yang penuh kepercayaan mendambakan serta menerima keselamatan dari pada-Nya. Akhirnya ketika muncullah ia, Puteri Sion yang amat mulia, sesudah pemenuhan janji lama dinanti-nantikan, genaplah masanya. Mulailah tata keselamatan yang baru, ketika Putera Allah mengenakan kodrat manusia dari padanya, untuk membebaskan manusia dari dosa melalui rahasia-rahasia hidup-Nya dalam daging.

56. (Maria menerima warta gembira)

Adapun Bapa yang penuh belaskasihan menghendaki, supaya penjelmaan Sabda didahului oleh persetujuan dari pihak dia, yang telah ditetapkan menjadi Bunda-Nya. Dengan demikian, seperti dulu wanita mendatangkan maut, sekarang pun wanitalah yang mendatangkan kehidupan. Itu secara amat istimewa berlaku tentang Bunda Yesus, yang telah melimpahkan kepada dunia Hidup sendiri yang membaharui segalanya, dan yang oleh Allah dianugerahkan kurnia-kurnia yang layak bagi tugas seluhur itu. Maka tidak mengherankan juga, bahwa di antara para Bapa suci menjadi lazim untuk menyebut Bunda Allah suci seutuhnya dan tidak terkena oleh cemar dosa manapun juga, bagaikan makhluk yang diciptakan dan dibentuk baru oleh Roh Kudus [177]. Perawan dari Nazaret itu sejak saat pertama dalam rahim dikurniai dengan semarak kesucian yang istimewa. Atas titah Allah ia diberi salam oleh Malaikat pembawa Warta dan disebut “penuh rahmat” (Luk 1:38). Demikianlah Maria Puteri Adam menyetujui sabda ilahi, dan menjadi Bunda Yesus. Dengan sepenuh hati yang tak terhambat oleh dosa mana pun ia memeluk kehendak Allah yang menyelamatkan, dan membaktikan diri seutuhnya sebagai hamba Tuhan kepada pribadi serta karya Putera-Nya, untuk di bawah Dia dan beserta Dia, berkat rahmat Allah yang mahakuasa, mengabdikan diri kepada misteri penebusan. Maka memang tepatlah pandangan para Bapa suci, bahwa Maria tidak secara pasif belaka digunakan oleh Allah, melainkan bekerja sama dengan penyelamatan umat manusia dengan iman serta kepatuhannya yang bebas. Sebab, seperti dikatakan oleh S. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia” [178]. Maka tidak sedikitlah para Bapa zaman kuno, yang dalam pewartaan mereka dengan rela hati meyatakan bersama Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya” [179]. Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup” [180]. Sering pula mereka menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria” [181].

57. (Santa Perawan dan masa kanak-kanak Yesus)

Adapun persatuan Bunda dengan Puteranya dalam karya penyelamatan itu terungkapkan sejak saat Kristus dikandung oleh Santa perawan hingga wafat-Nya. Pertama-tama, ketika Maria berangkat dan bergegas-gegas mengunjungi Elisabet, dan diberi ucapan salam sebagai yang terberkati oleh Elisabet karena  Maria beriman akan janji keselamatan dan sang  perintis [St. Yohanes Pembaptis] melonjak gembira dalam rahim ibunya (lih. Luk 1:41-45). Kesatuan ini juga dinyatakan pada hari kelahiran Tuhan Yesus, yang tidak mengurangi keutuhan keperawanan ibunya, melainkan menyucikannya ketika Sang Bunda Allah dengan penuh kegembiraan menunjukkan Puteranya yang sulung kepada para Gembala dan para Majus [182]. Ketika Maria mempersembahkan Yesus kepada Allah di kenisah, sesudah menyerahkan persembahan kaum miskin,  ia [Maria] mendengarkan Simeon yang sekaligus menyatakan, bahwa Puteranya akan menjadi tanda yang akan menimbulkan perbantahan dan bahwa suatu pedang akan menembus jiwa Bunda-Nya, supaya pikiran hati banyak orang menjadi nyata (lih. Luk 2:34-35). Ketika orang tua Yesus dengan sedih hati mencari Putera mereka yang hilang, mereka menemukan-Nya di kenisah sedang berada dalam perkara-perkara Bapa-Nya, dan mereka tidak memahami apa yang dikatakan oleh Putera mereka. Tetapi Bundanya menyimpan itu semua dalam hatinya dan merenungkannya (lih. Luk 2:41-51).

58. (Santa Perawan dan hidup Yesus di muka umum)

Dalam hidup Yesus di muka umum tampillah Bunda-Nya dengan penuh makna, pada permulaan, ketika pada pesta pernikahan di Kana yang di Galilea ia tergerak oleh belas kasihan, dan dengan perantaraannya mendorong Yesus Almasih untuk mengerjakan tanda-Nya yang pertama (lih. Yoh 2:1-11). Dalam pewartaan Yesus, ia [Maria] menerima sabda-Nya, ketika Puteranya mengagungkan Kerajaan di atas pemikiran dan ikatan daging serta darah, dan menyatakan berbahagialah mereka yang mendengar dan melakukan sabda Allah (lih. Mrk 3:35 dan paralelnya; Luk 11:27-28), seperti yang dilakukannya sendiri dengan setia (lih. Luk 2:19 dan 51). Demikianlah Santa Perawan juga melangkah maju dalam peziarahan iman. Dengan setia ia mempertahankan persatuannya dengan Puteranya hingga di salib, ketika ia sesuai dengan rencana Allah berdiri di dekatnya (lih. Yoh 19:25). Disitulah ia menanggung penderitaan yang dahsyat bersama dengan Puteranya yang tunggal. Dengan hati keibuannya ia menggabungkan diri dengan korban-Nya, yang penuh kasih menyetujui persembahan korban yang dilahirkannya. Dan akhirnya Yesus Kristus juga, menjelang wafat-Nya di kayu salib, ia dikurniakan kepada murid menjadi Bundanya dengan kata-kata ini: “Wanita, inilah anakmu” (lih. Yoh 19:26-27) [183].

59. (Santa Perawan sesudah Yesus naik ke sorga)

Allah tidak berkenan mewahyukan misteri keselamatan umat manusia secara resmi, sebelum mencurahkan Roh yang dijanjikan oleh Kristus. Maka kita saksikan para Rasul sebelum hari Pentakosta “bertekun sehati sejiwa dalam doa bersama beberapa wanita, dan Maria Bunda Yesus serat saudara-saudari-Nya” (Kis 1:14). Kita lihat Maria juga dengan doa-doanya memohon kurnia Roh, yang pada saat Warta Gembira dulu sudah menaunginya. Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal [184], sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat melalui kemuliaan di sorga beserta badan dan jiwanya [185]. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan (lih. Why 19:16), yang telah mengalahkan dosa dan maut [186].

III. SANTA PERAWAN DAN GEREJA

60. (Maria hamba Tuhan)

Pengantara kita hanya ada satu, menurut sabda Rasul: “Sebab Allah itu esa, dan esa pula pengantara antara Allah dan manusia, yakni manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua orang” (1Tim 2:5-6). Adapun peran keibuan Maria terhadap umat manusia sedikit pun tidak menyuramkan atau mengurangi pengantaraan Kristus yang tunggal itu, melainkan justru menunjukkan kekuatannya. Sebab segala pengaruh Santa Perawan yang menyelamatkan manusia tidak berasal dari suatu keharusan objektif, melainkan dari kebaikan ilahi, pun dari kelimpahan pahala Kristus. Pengaruh itu bertumpu pada pengantaraan-Nya, sama sekali tergantung dari padanya, dan menimba segala kekuatannya dari padanya. Pengaruh itu sama sekali tidak merintangi persatuan langsung kaum beriman dengan Kristus, melainkan justru mendukungnya.

61.

Sehubungan dengan penjelmaan Sabda ilahi Santa Perawan sejak kekal telah ditetapkan untuk menjadi Bunda Allah. Berdasarkan rencana penyelenggaraan ilahi ia di dunia ini menjadi Bunda Penebus, dan mengatasi semua orang lain dan dengan cara yang istimewa menjadi sang pendamping yang istimewa dan hamba Tuhan yang rendah hati. Dengan mengandung Kristus, melahirkan-Nya, membesarkan-Nya, menghadapkan-Nya kepada Bapa di kenisah, serta dengan ikut menderita dengan Puteranya yang wafat di kayu salib, ia secara sungguh istimewa bekerja sama dengan karya juru selamat, dengan ketaatannya, iman, pengharapan serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk membaharui hidup adikodrati jiwa-jiwa. Oleh karena itu dalam tata rahmat ia menjadi Bunda kita.

62.

Keibuan Maria dalam tatanan rahmat ini dimulai dengan persetujuannya yang ia berikan di dalam iman pada saat anunsiasi (saat menerima kabar gembira dari malaikat) dan yang dipertahankannya tanpa goyah di kaki salib-Nya, dan berakhir sampai penggenapan kekal dari semua orang terpilih. Setelah diangkat ke Surga, ia tidak mengesampingkan tugas penyelamatan, tetapi dengan doa syafaatnya yang tak terputus, terus menerus membawa bagi kita karunia- karunia keselamatan kekal. Dengan cinta kasih keibuannya ia memperhatikan saudara-saudara Puteranya, yang masih dalam peziarahan dan menghadapi bahaya-bahaya serta kesukaran-kesukaran, sampai mereka mencapai tanah air surgawi yang penuh kebahagiaan. Oleh karena itu dalam gereja Santa Perawan disapa dengan gelar Pembela, Pembantu, Penolong, Perantara [188]. Akan tetapi itu diartikan sedemikian rupa, sehingga tidak mengurangi pun tidak menambah martabat serta daya guna Kristus satu-satunya Pengantara [189].

Sebab tiada makhluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah terpancarkan secara nyata kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dengan cara yang berbeda-beda, begitu pula satu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada mereka aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber.

Adapun Gereja tanpa ragu-ragu mengakui, bahwa Maria memainkan peran sekunder yang berada di bawah peran Kristus ini. Gereja mengetahuinya melalui pengalaman tentangnya yang tiada henti dan menganjurkan kepada kaum beriman, supaya dengan ditopang oleh perlindungan Bunda ini mereka lebih erat menyatukan diri dengan Sang Pengantara dan Penyelamat.

63. (Maria pola Gereja)

Karena kurnia serta peran keibuannya yang ilahi, yang menyatukannya dengan Puteranya Sang Penebus, pun pula karena segala rahmat serta tugas-tugasnya, Santa Perawan juga erat berhubungan dengan Gereja. Seperti telah diajarkan oleh St. Ambrosius, Bunda Allah itu pola Gereja, yakni dalam hal iman, cinta kasih dan persatuan sempurna dengan Kristus [190]. Sebab dalam misteri Gereja, yang tepat juga disebut Bunda dan perawan, Santa Perawan Maria mempunyai tempat utama, serta secara ulung dan istimewa memberi teladan perawan maupun ibu [191]. Sebab dalam iman dan ketaatan ia melahirkan Putera Bapa sendiri di dunia, dan itu tanpa mengenal pria, dalam naungan Roh Kudus, sebagai Hawa yang baru, bukan karena mempercayai ular yang kuno itu, melainkan karena percaya akan utusan Allah, dengan iman yang tak tercemar oleh kebimbangan. Ia telah melahirkan Putera, yang oleh Allah dijadikan yang sulung di antara banyak saudara (Rom 8:29), yakni Umat beriman. Maria bekerja sama dengan cinta kasih keibuannya untuk melahirkan dan mendidik mereka.

64.

Adapun Gereja sendiri – dengan merenungkan kesucian Santa Perawan yang penuh rahasia serta meneladan cinta kasihnya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dengan patuh, dengan menerima sabda Allah dengan setia pula – menjadi ibu juga. Sebab melalui pewartaan dan baptis, Gereja melahirkan bagi hidup baru yang kekal-abadi putera-puteri yang dikandungnya dari Roh Kudus dan lahir dari Allah. Gereja pun perawan, yang dengan utuh murni menjaga kesetiaan yang dijanjikannya kepada Sang Mempelai. Dan sambil mencontoh Bunda Tuhannya, Gereja dengan kekuatan Roh Kudus secara perawan mempertahankan keutuhan imannya, keteguhan harapannya, dan ketulusan cinta kasihnya [192].

65. (Keutamaan-keutamaan Maria, pola bagi Gereja)

Namun sementara dalam diri Santa perawan Gereja telah mencapai kesempurnaannya yang tanpa cacat atau kerut (lih. Ef 5:27), kaum beriman Kristiani sedang berusaha mengalahkan dosa dan mengembangkan kesuciannya. Maka mereka mengangkat pandangannya ke arah Maria, yang bercahaya sebagai pola keutamaan, menyinari segenap jemaat para terpilih. Penuh khidmat Gereja mengenangkan Maria, serta merenungkannya dalam terang Sabda yang menjadi manusia, dan dengan demikian ia penuh hormat makin mendalam memasuki sejarah keselamatan, dan dengan cara tertentu merangkum serta memantulkan pokok-pokok iman yang terluhur dalam dirinya. Sementara ia diwartakan dan dihormati, ia mengundang Umat beriman untuk mendekati Puteranya serta korban-Nya, pun cinta kasih Bapa. Sedangkan Gereja sambil mencari kemuliaan Kristus makin menyerupai Polanya yang amat mulia. Gereja terus menerus maju dalam iman, harapan dan cinta kasih, serta dalam segalanya mencari dan melaksanakan kehendak Allah. Maka tepatlah, bahwa juga dalam karya kerasulannya Gereja memandang Maria yang melahirkan Kristus; Dia yang dikandung dari Roh Kudus serta lahir dari Perawan, supaya melalui Gereja lahir dan berkembang juga dalam hati kaum beriman. Dalam hidupnya Santa Perawan menjadi teladan cinta kasih keibuan, yang juga harus menjiwai siapa saja yang tergabung dalam misi kerasulan Gereja demi kelahiran baru sesama mereka.

IV. KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN DALAM GEREJA

66. (Makna dan dasar bakti kepada Santa Perawan)

Berkat rahmat Allah Maria diangkat di bawah Puteranya, diatas semua malaikat dan manusia, sebagai Bunda Allah yang tersuci, yang hadir pada misteri-misteri Kristus; dan tepatlah bahwa ia dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang istimewa. Memang sejak zaman kuno Santa Perawan dihormati dengan gelar “Bunda Allah”; dan dalam segala bahaya serta kebutuhan mereka Umat beriman sambil berdoa mencari perlindungannya [193]. Terutama sejak Konsili di Efesus kebaktian Umat Allah terhadap Maria meningkat secara mengagumkan, dalam penghormatan serta cinta kasih, dengan menyerukan namanya dan mencontoh teladannya, menurut ungkapan profetisnya sendiri: “Segala keturunan akan menyebutku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan karya-karya besar padaku” (Luk 1:48). Meskipun kebaktian itu, seperti selalu dijalankan dalam Gereja, memang bersifat istimewa, namun secara hakiki berbeda dengan bakti sembah sujud, yang dipersembahkan kepada Sabda yang menjelma seperti juga kepada Bapa dan Roh Kudus, lagi pula sangat mendukungnya. Sebab ada pelbagai ungkapan sikap bakti terhadap Bunda Allah, yang dalam batas-batas ajaran yang sehat serta benar, menurut situasi semasa dan setempat serta sesuai dengan tabiat dan watak-perangai kaum beriman, telah disetujui oleh Gereja. Dengan ungkapan-ungkapan itu, bila Bunda dihormati, Puteranya pun – segala sesuatu diciptakan untuk Dia (lih. Kol 1:15-16), dan Bapa yang kekal menghendaki agar seluruh kepenuhan-Nya diam dalam Dia (Kol :19), – dikenal, dicintai dan dimuliakan sebagaimana harusnya, serta perintah-perintah-Nya dilaksanakan.

67. (Semangat mewartakan sabda dan kebangkitan kepada S. Perawan)

Ajaran Katolik itu oleh Konsili suci disampaikan sungguh-sungguh. Serta-merta Konsili suci mendorong semua putera Gereja, supaya mereka dengan rela hati mendukung kebaktian kepada Santa perawan, terutama yang bersifat liturgis. Juga supaya mereka sungguh menghargai praktik-praktik dan pengamalan bakti kepadanya, yang di sepanjang zaman oleh dianjurkan oleh wewenang mengajar Gereja; pun juga supaya mereka dengan khidmat mempertahankan apa yang di masa lampau telah ditetapkan mengenai penghormatan patung-patung Kristus, Santa Perawan dan para Kudus [194]. Kepada para teolog serta pewarta sabda Allah Gereja menganjurkan dengan sangat, supaya dalam memandang martabat Bunda Allah yang istimewa mereka pun, dengan sungguh-sungguh mencegah segala ungkapan berlebihan yang palsu seperti juga kepicikan sikap batin [195]. Hendaklah mereka mempelajari Kitab suci, ajaran para Bapa dan Pujangga suci serta liturgi-liturgi Gereja di bawah bimbingan Wewenang mengajar Gereja, dan dengan cermat menjelaskan tugas-tugas serta kurnia-kurnia istimewa Santa Perawan, yang senantiasa tertujukan pada Kristus, sumber segala kebenaran, kesucian dan kesalehan. Hendaknya mereka dengan sungguh-sungguh mencegah apa-apa saja, yang dalam kata-kata atau perbuatan dapat menyesatkan para saudara terpisah atau siapa saja selain mereka mengenai ajaran Gereja yang benar. Selanjutnya hendaklah kaum beriman mengingat, bahwa bakti yang sejati tidak terdiri dari perasaan yang mandul dan bersifat sementara, tidak pula dalam sikap mudah percaya tanpa dasar. Bakti itu bersumber pada iman yang sejati, yang mengajak kita untuk mengakui keunggulan Bunda Allah, dan mendorong kita untuk sebagai putera-puteranya mencintai Bunda kita dan meneladan keutamaan-keutamaannya.

V. MARIA, TANDA HARAPAN YANG PASTI DAN PENGHIBURAN BAGI UMAT ALLAH YANG MENGEMBARA DI DUNIA

68.

Sementara itu, seperti halnya Bunda Yesus yang telah dimuliakan di Surga dengan badan dan jiwanya, adalah gambaran dan permulaan Gereja yang harus mencapai kesempurnaannya di masa yang akan datang, begitu pula di dunia ini ia [Maria] menyinari Umat Allah yang sedang mengembara sebagai tanda harapan yang pasti dan penghiburan, sampai tibalah hari Tuhan (lih. 2Ptr 3:10).

69.

Bagi Konsili suci ini merupakan kegembiraan dan penghiburan yang besar, bahwa juga dikalangan para saudara yang terpisah ada yang menghormati Bunda Tuhan dan Penyelamat sebagaimana harusnya, khususnya dalam Gereja-Gereja Timur, yang dengan semangat berkobar dan jiwa bakti yang tulus merayakan ibadat kepada Bunda Allah yang tetap Perawan [196]. Hendaklah segenap Umat kristiani sepenuh hati menyampaikan doa-permohonan kepada Bunda Allah dan Bunda umat manusia, supaya dia, yang dengan doa-doanya menyertai Gereja pada awal-mula, sekarang pun di sorga – dalam kemuliaannya melampaui semua para suci dan para malaikat, dalam persekutuan para kudus – menjadi pengantara pada Puteranya, sampai semua keluarga bangsa-bangsa, entah yang ditandai dengan nama kristiani, entah yang belum mengenal Sang Penyelamat, dapat dihimpun bersama dengan kebahagiaan dalam damai dan kerukunan menjadi satu Umat Allah, demi kemuliaan Tritunggal yang Mahakudus dan Esa yang tak terbagi.

Semua dan masing-masing pokok yang telah diuraikan dalam Konstitusi dogmatis ini berkenan kepada para Bapa. Dan Kami, atas kuasa Rasuli yang oleh Kristus diserahkan kepada Kami, dalam Roh Kudus menyetujui, memutuskan dan menetapkan itu semua bersama dengan para Bapa yang terhormat, lagi pula memerintahkan, agar segala sesuatu yang dengan demikian telah ditetapkan dalam Konsili, dimaklumkan secara resmi demi kemuliaan Allah.

Roma, di gereja Santo Petrus, tanggal 21 bulan November tahun 1964.

Saya PAULUS
Uskup Gereja Katolik
(Menyusul tanda tangan para Bapa Konsili)

DARI RISALAH KONSILI EKUMENIS VATIKAN II

PENGUMUMAN

Oleh Sekretaris Jenderal Konsili

Pada Sidang Umum ke-125, tanggal 16 November 1964.1

(1. Kadar teologis Konstitusi “De Ecclesia”)

Ditanyakan manakah seharusnya kualifikasi teologis ajaran, yang dipaparkan dalam Skema “de Ecclesia” dan yang diajukan untuk pemungutan suara.

Komisi untuk Ajaran menjawab pertanyaan itu dalam membahas “Modi” (amandemen-amandemen) mengenai bab III Skema “De Ecclesia“, sebagai berikut:

“Dengan sendirinya sudah jelaslah, bahwa teks Konsili selalu harus ditafsirkan menurut peraturan-peraturan umum, yang diketahui oleh siapa pun”.

Pada kesempatan itu Konstitusi untuk Ajaran mengacu kepada Pernyataan pada tgl. 6 maret 1964, yang teksnya kami kutib di sini:

“Mengingat kebiasaan Konsili-Konsili serta tujuan pastoral Konsili sekarang ini, Konsili ini hanyalah mendefinisikan perkara-perkara iman dan kesusilaan yang harus dipegang teguh oleh Gereja, dan yang oleh Konsili sendiri secara eksplisit dinyatakan sebagai perkara iman dan kesusilaan”.

“Sedangkan hal-hal lain, yang dikemukakan oleh Konsili sebagai ajaran Magisterium Tertinggi Gereja, harus diterima dan dimengerti oleh semua dan setiap orang beriman, menurut maksud Konsili sendiri, yang menjadi nyata baik dari bahan yang diuraikan, maupun dari cara merumuskannya, menurut norma-norma penafsiran teologis”.

(2. Arti kolegialitas).2

Oleh kewibawaan tertinggi kemudian telah disampaikan kepada para Bapa Konsili Catatan penjelasan Pendahuluan pada “Modi” 3 tentang bab III Skema “de Ecclesia“. Ajaran, yang diuraikan dalam bab III itu harus dijelaskan dan dimengerti menurut maksud catatan itu.

CATATAN PENJELASAN PENDAHULUAN

“Komisi memutuskan untuk mengawali pembahasan amandemen-amandemen dengan catatan-catatan umum berikut:

1. “Collegium” (“Dewan”) tidak diartikan secara yuridis melulu, yakni dalam arti kelompok yang terdiri dari anggota-anggota yang sederajat, seolah-olah mereka mendelegasikan kekuasaan mereka kepada ketua, melainkan dalam arti kelompok yang tetap, yang struktur maupun kewibawaannya harus dijabarkan dari Perwahyuan. Oleh karena itu dari Jawaban terhadap Modus 12 secara eksplisit dikatakan tentang “Dua belas”, bahwa Tuhan menetapkan mereka “bagaikan Dewan atau kelompok yang tetap” (ad modum collegii seu coetus stabilis 4). Bdk. Juga Modus 53, c.berdasarkan itu pula, tentang Dewan para Uskup acap kali dipakai juga istilah “Ordo” (Tingkat) atau “Corpus” (Badan). Kesejajaran antara Petrus serta para Rasul lainnya di satu pihak, dan Imam Agung Tertinggi serta para Uskup di lain pihak, tidak berarti penerusan kekuasaan luar biasa para Rasul kepada para pengganti mereka; jadi juga tidak berarti – seperti sudah jelas – kesetaraan (“aequalitas”) antara Kepala dan anggota Dewan, melainkan melulu keserupaan, kemiripan (“proportionalitas“) antara relasi pertama (Petrus – para Rasul) dan relasi kedua (Paus – para Uskup). Maka Komisi memutuskan untuk menulis dalam artikel 22: bukan “eadem” melainkan “pari ratione“. Bdk. Modus 57.

2. Seseorang menjadi anggota Dewan berdasarkan pentakdisan menjadi Uskup dan persekutuan hirarkis dengan Kepala maupun para anggota Dewan. Bdk. Art 22, pada akhir § 1.

Dalam pentakdisan diberikan partisipasi antologis dalam tugas-tugas (“munera”) kudus, seperti jelas sekali ternyata dari Tradisi, juga Tradisi Liturgi. Dengan sengaja digunakan istilah “munerum” (tugas-tugas), bukan “potestatu” (kekuasaan), karena istilah terakhir itu dapat dimengerti sebagai kekuasaan yang langsung siap untuk bertindak. Tetapi supaya ada kekuasaan yang sia langsung bertindak itu, masih juga diperlukan penentuan kanonik atau yuridis oleh kewibawaan hirarkis. Penentuan kekuasaan itu dapat berupa penyerahan fungsi khusus atau pengangkatan bawahan untuk suatu fungsi, dan diberikan menurut norma-norma yang disetujui oleh Kewibawaan tertinggi. Norma lebih lanjut seperti itu pada hakekatnya diperlukan, karena yang dimaksudkan ialah fungsi-fungsi yang harus dijalankan oleh pelbagai subjek, yang atas kehendak Kristus bekerja sama dengan hirarkis. Sudah jelaslah, bahwa “persekutuan” itu berlangsung dalam kehidupan Gereja menurut situasi zaman, sebelum bagaikan “dibukukan” dalam hukum.

Oleh karena itu dikatakan secara eksplisit, bahwa diperlukan persekutuan Hirarkis dengan Kepala serta anggota Gereja. Persekutuan ialah pengertian, yang dalam Gereja kuno (seperti sekarang pula, terutama di Timur) dianggap sangat penting. Yang dimaksudkan bukanlah suatu perasaan yang kabur, melainkan suatu kenyataan organis, yang memerlukan bentuk yuridis pun sekaligus dijiwai oleh cinta kasih. Maka Komisi, praktis dengan kesepakatan bulat, memutuskan: harus ditulis “dalam persekutuan hirarkis“. Bdk. Modus 40, pun juga apa yang dikatakan tentang “misi kanonik”, dalam art. 24.

Dokumen-dokumen para paus pada masa akhir ini tentang yurisdiksi para Uskup harus ditafsirkan dalam arti penentuan kekuasaan yang masih perlu itu.

3. Tentang Dewan (“Collegium”), yang tidak dapat tanpa Kepala, dikatakan: “merupakan subyek kuasa tertinggi dan penuh terhadap seluruh Gereja”. Hal itu perlu disetujui, supaya kepenuhan kekuasaan paus jangan dipertanyakan. Sebab Dewan harus selalu mencakup Kepalanya, yang di dalam Dewan itu tetap menjalankan tugasnya seutuhnya selaku Wakil Kristus dan Gembala Gereja semesta. Dengan kata lain pembedaan bukan antara Paus (di satu pihak) dan para Uskup secara kolektif (di pihak lainnya), melainkan antara Paus dipandang tersendiri dan paus bersama para Uskup. Karena Paus ialah Kepala Dewan, maka dia seorang diri dapat menjalankan berbagai tindakan, yang sama sekali tidak dapat dijalankan oleh para Uskup; misalnya: mengundang Dewan untuk berkumpul dan memimpinnya, menyetujui norma-norma untuk bertindak, dan lain-lain. Bdk. Modus 81. Terserah kepada kebijakan Paus, yang diserahi reksa pastoral terhadap seluruh kawanan kristus, untuk – sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan gereja yang silih silih-berganti di sepanjang sejarah, – menentukan cara reksa pastoral itu seyogyanya dijalankan, entah secara pribadi, entah secara kolegial. Paus mengambil langkah untuk mengatur, mendorong, menyetujui pelaksanaan kolegial, demi kesejahteraan Gereja, menurut kebijaksanaannya.

4. Sebagai Gembala Tertinggi Gereja paus setiap saat dapat menjalankan kekuasaannya, kapan saja berkenan kepadanya, bila itu diperlukan oleh tugasnya. Sedangkan Dewan para Uskup, walaupun senantiasa ada, tidak dengan sendirinya terus menerus bertindak secara kolegial dalam arti yang sempit, sebagaimana ternyata juga dari Tradisi Gereja. Dengan kata lain, Dewan tidak selalu “dalam keadaan bertindak sepenuhnya”, bahkan hanya saat-saat tertentu saja menjalankan tindakan kolegial dalam arti yang sempit, itu pun hanya atas persetujuan Kepala. Dikatakan “atas persetujuan Kepala“, supaya jangan ada yang berfikir tentang sifat tergantung bagaikan dari seseorang yang berada di luar Dewan. Istilah “persetujuan” justru menunjukkan adanya persekutuan antara Kepada dan para anggota, dan mencakup perlunya tindakan yang termasuk kompetensi kepala. Hal itu secara eksplisit ditegaskan dalam artikel 22 § 2, dan di sana dijelaskan juga, menjelang akhir artikel. Rumus negatif “hanya” mencakup semua kasus. Maka jelaslah, bahwa norma-norma yang telah disetujui oleh Kewibawaan tertinggi selalu harus diindahkan. Bdk. Modus 84.

Semuanya itu menyatakan, bahwa yang menjadi pokok yakni: hubungan para Uskup dengan Kepala mereka, dan tidak pernah dimaksudkan: kegiatan para Uskup tanpa tergantung dari Paus. Dalam kasus terakhir ini, karena Kepala tidak mengadakan tindakan, para Uskup juga tidak dapat bertindak sebagai Dewan, seperti jelas pula dari pengertian “Dewan” (“Collegium”). Persekutuan hirarkis semua para Uskup dengan Paus dalam Tradisi jelas sudah lazim.

NB. Tanpa persekutuan hirarkis itu mustahil dijalankan tugas sakramental-ontologis, yang harus dibedakan dari aspek kanonik-yuridis. Akan tetapi Komisi untuk Ajaran berpandangan: bahwa soal-soal sekitar “liseitas” (halalnya) atau “validitas” (sahnya) tindakan disini tidak usah dibahas, melainkan diserahkan kepada perdebatan para teolog, khususnya melalui kekuasaan, yang di facto dijalankan dalam Gereja-Gereja Timur yang terpisah; mengenai penjelasan hal terakhir itu terdapat pelbagai pendapat.

+ PERICLES FELICI

Uskup Agung tituler Samosata,

Sekretaris Jenderal,

Konsili Ekumenis Vatikan II.


[1]Lih S. SIPRIANUS, Surat 64, 4: PL. 3,1017; CSEL (Hartel), III B, hlm.720. – S. SIPRIANUS dari Poiteirs, Komentar pada Mat 23:6: PL. 9,1047. – S.AGUSTINUS, di pelbagai karyanya. – S. SIRILUS dari Iskandaria, Tentang Kej, 2:10: PG. 69,110A.

[2] Lih S. GREGORIUS AGUNG, Homili tentang Injil, 19,1: PL 76,1154B. – S. AGUSTINUS, Kotbah 341,9,11: PL 39,1499 dsl. – S. YOHANES dari Damsyik, Melawan para pengrusak Ikon 11: PG 96, 1357.

[3] Lih S. IRENEUS, Melawan bidaah-bidaah III,24,1: PG 7,966B; HARVEY 2,131; SAGNARD, Source Chr.,hlm. 398.

[4] Lih S. SIPRIANUS, Tentang doa Bapa Kami, 23: PL 4,553; HARTEL,, IIIA, HLM. 285, – S. AGUSTINUS, Kotbah 71, 20, 33: PL 38, 463 dsl. – S. YOHANES dari Damsyik, Melawan para Pengrusak Ikon 12 : PG 96,1358D

[5] Lih ORIGENES, Komentar pada Mat 16:21: PG 13,1443C. – TERTULIANUS, Melawan Marcion 3,7: PL 2,357C; CSEL 47,3 hlm. 386. – Untuk dokumen-dokumen liturgi, lih Sacramentarium Gregorianum: PL 78,160B; atas C. MOHLBERG, Liber Sacramentorum Roma nae Ecclesiae, Roma 1960, hlm. 111, XC: “Allah, yang dari segala perpaduan para kudus membangun kediaman kekal bagi-Mu -” Madah Urbs Jerusalem beata (Kota Yerusalem yang bahagia) dalam brevir monastik, dan Coelestis Urbs (Kota Sorgawi) dalam brevir Romawi.

[6] Lih. S. TOMAS, Summa Theol. III, Soal 62, art. 5,ad 1.

[7] Lih. PIUS XII, Ensiklik MyStici Corporis, 29 Juni 1943: AAS 35 (1943) hlm. 208.

[8] Lih. LEO XIII, Ensiklik Illud, 9 Mmey 1897: AAS 29 (1896-1897) hllm.650. PIUS XII, Ensiklik MyStici Corporis : AAS 35 (1943) hlm. 219-220, DENZ. 2288 (3808). S. AGUSTINUS, Kotbah 268, 2 PL 38, 1232 dan lain-lain. S. Yoh. CRISOSTOMUS, Tentang Ef, Homili 9,3: 2 PG 62,, 72. DIDIMUS dari Iskandaria, Tentang Tritunggal 2,1:: PG 39,449 dsl.D. TOMAS, Tentang Kol 1:18, pelaj.5.2 terb. MARIETTI II no.46:”Seperti satu Tubuh terwujudkan dari kesatuan jiwa, begitu pula Gereja dari kesatuan Roh-“.

[9] Lih. LEO XIII Ensiklik Sapientiae christianae, 10 Januari 1890: AAS 22 (1889-90)hlm. 392; Ensiklik Satis coknitum, 29 Juni 1896: AAS 28 (1895-96))hlm. 710 dan 724 dsl. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis: AAS 35 (1943)hlm.199-200.

[10] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis, hlm.22 dsl.; ensiklik Humani generis, 12 Agustus 1950: AAS 42 (1950) hlm.571.

[11] Lih. LEO XIII, Ensiklik Satis coknitum, AAS 28 (1895-96) hlm. 713.

[12] Lih. Syahadat para Rasul, DENZ. 6-9 (10-30); Syahadat Nicea-Konstantinopel, DENZ. 86 (150); bandingkan dengan Pengakuan iman konsili Trente, DENZ. 994 dan 999 (1862 dan 1868).

[13] Disebut “Gereja kudus (katolik apostolik) Romawi “dalam Pengakuan iman konsili Trente dan oleh Konsili Vatikan I, Konstitusi dogmatis Dei Filius tentang iman katolik, DENZ. 1782 (3001).

[14] S. AGUSTINUS, Tentang Kota Allah, XVIII, 51, 2.2 PL 41,614.

[15] Lih. S. SIPRIANUS, Surat 69,6: PL 3,1142; HARTEL 3B, hlm. 754; “Sakramen kesatuan yang tak terceraikan”.

[16] Lih. PIUS VII, Amanat Magnificate Dominum, 2 November 1954; AAS 46 (1954) hlm 669; Ensiklik Mediator Dei, 20 November 1947: AAS 39 (1947) hlm. 555

[17] Lih. PIUS XI, Ensiklik Miserentissimus Redemptor, 8 Mei 1928: AAS 20 (1928) hlm. 17 dsl. PIUS XII, Amanat nous avez, 22 September 1956: AAS 48 (1956) hlm. 714.

[18] Lih. S. TOMAS, Summa Theol. III. Soal 63, art. 2.

[19] Lih. S. SIRILUS dari Yerusalem, katekese 17 tentang Roh Kudus, II, 35-37: PG 33, 1009-1012. NIK. KABASILAS, Tentang hidup dalam kristus, buku III, tentang manfaat krisma: PG 150,569-580. S. TOMAS, Summa Theol. III, soal 65 art. 3, dan soal 72 art. 1 dan 5.

[20] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mediator Dei, 20 November 1947; AAS 39 (1947) khususnya hlm. 552 dsl.

[21] 1Kor 7:7: “Setiap orang menerima dari Allah kurnianya yang khas, yang seorang kurnia ini, yang lain kurnia itu.” Lih. S. AGUSTINUS, Tentang kurnia ketabahan 14, 37: PL 45,1015 dsl.: “Bukan pengendalian diri saja kurnia Allah, melainkan juga kemurnian suami-isteri.”

[22] S. AGUSTINUS, Tentang predestinasi para kudus, 14,27:PL 44, 980.

[23] S. YOH. KRISOSTOMUS, Tentang Yoh., Homili 65,1:PG 59,361.

[24] Lih. S. IRENEUS, Melawan bidaah-bidaah, III, 16,6; III, 22,-3: PG 7,925C-926A dan 955C-958A; HARVEY 2,87 dsl. Dan 120-123; SAGNARD, terb. Sources Chrtiennes, hlm. 290-292 dan 372 dsl.

[25] Lih. S. IGNASIUS martir, Surat kepada umat di Roma, Pendahuluan: terb. FUNK, 1,252.

[26] Lih. S. AGUSTINUS, Tentang babtis melawan Donatus, V,28,39: PL 43,197: “Pasti sudah jelas, bahwa bila dikatakan: di dalam dan di luar Gereja, itu harus diartikan : dengan hatinya, dan bukan dengan badannya.” Lihat dalam karya tulis yang sama, III, 19, 26: kolom 152; V, 18,24: kolom 189; Tentang Yoh, uraian 61,2:PL 35, 1800; pun sering dilain tempat.

[27] Luk 12:48: “Barang siapa menerima banyak, dari padanya akan dituntut banyak pula.” Lih. Mat 5:19-20; 7:2-22; 25:4-46; Yak 2:14.

[28] Lih. LEO XIII, Surat apostolik Praeclara gratulationis, 20 Juni 1894: ASS 26 (1893-94) hlm. 707.

[29] Lih. LEO XIII, Ensiklik Satis cognitum, 29 juni 1896: ASS 28 (1895-96)hlm. 738. Ensiklik Caritatis studium, 25 Juli 1898: ASS 3 (1898-99) hlm. 11. PIUS XII, Amanat radio Nell’alba, 24 Desember 1941: AAS 34 (1942) hlm. 41.

[30] Lih. PIUS XI, Ensiklik Rerum Orientalium, 8 September 1928: AAS 20 (1928) hlm. 287. PIUS XII, Ensiklik Orientalis Ecclesiae, 9 April 1944: AAS 36 (1944) hlm. 137.

[31] Lih. Instruksi Kongregasi S. OFFICII, 20 Desember 1949: AAS 42 (1950) hlm. 142.

[32] Bdk. S. THOMAS, Summa Theol. III, soal 8, art. 3 ad 1.

[33] Lih. Surat Kongegrasi S.OFFICII kepada Uskup Agung Boston, DENZ, 3869-72

[34] Lih. EUSEBIUS dari Sesarea, Persiapan Injil, 1,1: PG 21, 28AB.

[35] Lih. BENEDIKTUS XV, Surat apostolik Maximum illud: AAS 1 (1919)hlm. 440, terutama hlm. Dsl. PIUS XI, Ensiklik Rerum Ecclesiae: AAS 18 (1926) hlm. 68-69. PIUS XII, Ensiklik Fidei Donum, 2 April 1957: AAS 49 (1957) hlm. 236-237).

[36] Lih Didache (Pengajaran) 14: terb. FUNK, 1, 32. S. YUSTINUS, Dialog 41: PG 6,564. S. IRENEUS, Melawan bidaah-bidaah, IV, 17,5: PG 7,1023; HARVEY 2, hlm. 199 dsl. KONSILI TRENTE, Sidang 22, bab 1: DENZ. 939 (1742).

[37] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis tentang Gereja Kristus Pastor Aeternus: DENZ. 1821 (3050 DSL.).

[38] Lih. KONSILI FLORENSIA, Dekrit untuk umat Yunani: DENZ. 694 (1307) dan KONSILI VATIKAN I, di tempat yang sama: DENZ. 1826 (3059).

[39] Lih. S. Gregorius, Kitab sakramen-sakramen, Prefasi pada hari raya S. Matias dan S. Tomas: PL 78,51 dan 152; lih. Kodeks Vatikan latin 3548, hlm. 18. S. HILARIUS, Tentang Mzm 67:10: PL 9,450; CSEL 22, hlm. 286. S. HIRONIMUS, Melawan Yovin. 1, 26: PL 23,247A. S. AGUSTINUS, Tentang Mzm 86:4: PL 37,1103. S. GREGORIUS AGUNG, Mor. Tentang Ayub, XXVIII, V:PL 76,455-456. PRIMASIUS, Komentar pada Why V: PL 68,924BC. PASKASIUS RADBERTUS, Tentang Mat, jil. VIII, bab 16: PL 120,561C. Lih. Leo XIII, Surat Et sane, 17 Desember 1888: AAS 21(1888) hlm. 321.

[40] Lih. Kis 6:2-6; 11:30; 13:1; 14:23; 20:17; 1Tes 5:12-13; Flp 1:1; Kol 4:11 dan di berbagai tempat.

[41] Lih. Kis 20:25-27; 2Tim 4:6 dsl. Bdk. 1Tim 5:22; 2Tim 2:2; Tit 1:5; S. KLEMENS dari roma, Surat kepada umat di Korintus 44,2: terb. FUNK, I, hlm. 156.

[42] Lih. S. KLEMENS dari Roma, Surat kepada umat di Korintus 44,3: terb. FUNK, I, hlm. 154 dsl.

[43] Lih. TERTULIANUS, Melawan kaun bidaah 32: PL 2,52 dsl. S. IGNASIUS Martir, di pelbagai tempat.

[44] Lih. TERTULIANUS, Melawan kaun bidaah 32: PL 2,53.

[45] Lih. S. IRENEUS, Melawan bidaah-bidaah III,3,1: PG 7,848A; HARVEY 2,8; SAGNARD, hlm. 100 dsl.: dinyatakan.

[46] Lih. S. IRENEUS, Melawan bidaah-bidaah III,2,2: PG 7,847; HARVEY 2,7; SAGNARD, hlm. 100: dipelihara, juga IV,26,2: kolom 1053; HARVEY 2,236, juga IV,33,8: kolom 1077; HARVEY 2,262.

[47] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Filadelfia, Pendahuluan: terb. FUNK, I, hlm. 264.

[48] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Filadelfia 1,1; kepada umat di Magnesia 6,1: terb. FUNK, I, hlm. 264 dan 234.

[49] S. KLEMENS dari roma, Surat kepada umat di Korintus, 42, 3-4; 44,3-4; 57,1-2; terb. FUNK, I, 152, 156, 171 dsl. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Filadelfia 2; kepada umat di Smirna 8; kepad umat di Magnesia 3; kepada umat di Tralles 7; terb. FUNK, I, hlm. 265 dsl.; 282; 232; 256 dsl. Dll.; S. YUSTINUS, Apologia 1,65: PG 6,428; S. SIPRIANUS, seringkali disurat-suratnya.

[50] Lihat LEO XIII, Ensiklik Satis cognitum, 29 Juni 1896: ASS 28 (1895-96) hlm. 732.

[51] Lih. KONSILI TRENTE, Tentang sakramen tahbisan, bab 4: DENZ. 960 (1768); KONSILI VATIKAN I, Konstitusi tentang Gereja Kristus Pastor Aeternus, bab 3: DENZ. 1828 (3061). PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis, 29 Juni 1943: AAS 35 (1943) hlm. 209 dan 212. Kitab Hukum Kanonik (lama), kanon 329 par. 1.

[52] Lih. LEO XIII, Surat Et sane, 17 Desember 1888, ASS 21 (1888) hlm. 321 dsl.

[53] Lih. S. LEO AGUNG, Kotbah 5,3: PL 54,154.

[54] KONSILI TRENTE, Sidang 23, bab 3, mengutip 2Tim 1:6-7, untuk membuktikan, bahwa tahbisan itu sakramen yang sesungguhnya: DENZ. 959 (1766(.

[55] Menurut tradisi para Rasul, 3: terb. BOTTE, Sources chrtiennes, hlm. 27-30, kepada Uskup diserahkan primat imamat. Lih. Buku upacara Leonian tentang Sakramen-Sakramen; terb. C. MOHLBERG, Sacramentarium Veronense, Roma 1955, hlm. 119: “Kepada pelayanan imamat yang tertinggi – Laksanakanlah dalam diri para imammu keutuhan rahasia-Mu” – IDEM, Kitab Sakramen-Sakramen Gereja di Roma, Roma 1960, hlm. 121-122: Kurniakanlah kepada mereka, ya Tuhan, takhta keuskupan untuk membimbing Gerejamu serta segenap rakyat. Lih. PL 78,224.

[56] Lih. Tradisi para rasul, 2: terb. BOTTE, hlm. 27.

[57] KONSILI TRENTE, Sidang 23, bab 4, mengajarkan bahwa sakramen tahbisan memberikan meterai yang tidak terhapus: DENZ. 960 (1767). Lih. YOHANES XXIII, Amanat lubilate Deo, o8 Mei 1960: AAS 52 (1960) hlm. 446. PAULUS VI, Homili di basilika Vatikan, 20 Oktober 1963: AAS 55 (1963) hlm. 1014.

[58] S. SIPRIANUS, Surat 63,14: PL 4,386; HARTEL, iii b, HLM. 713: “Imam benar-benar mewakili Kristus”. S. YOH. KRISOSTOMUS, Tentang 2Tim, Homili 2,4: PG 62,612: Imam itu symbolon (lambang) Kristus. S. AMBROSIUS, Tentang Mzm 38:25-26: PL 14,1051-52; CSEL 64,203-204. AMBROSIASTER, Tentang 1Tim 5:19: PL 17,479 C dan Tentang Ef 4:11-12: kolom 387 C. TEODORUS dari Mopsuesta, Homili-Katek. XV,21 dan 24: terb. TONNEAU, hlm. 497 dan 503. HESIKIUS dari Yerusalem, Tentang kitab Imamat, buku 2,9,23: PG 93,894B.

[59] Lih. EUSEBIUS, Sejarah Gereja, V, 24,10: GCS II, 1, hlm. 495; terb. BARDY, Sourses Chrtiennes II, hlm. 69. DIONISIUS, pada EUSEBIUS, Sej. Gereja VII,5,2: GCS II,2, hlm. 638 dsl.; BARDY, II, hlm. 168 dsl.

[60] Lih. Tentang konsili-konsili di zaman kuno, EUSEBIUS, Sej. Ger. V,23-24, GCS II, 1, hlm. 488 dsl.;BARDY,II, hlm. 66 dsl, dan di pelbagai tempat. KONSILI NISEA, kanon 5: conc. Oec. Decr., hlm. 7.

[61] Lih. TERTULIANUS, Tentang Puasa, 13:PL 2, 972B; CSEL 20, hlm. 292 baris 13-16.

[62] Lih. S. SIPRIANUS, Surat 56,3: HARTEL, III B, hlm. 650; BA-YARI, hlm. 154.

[63] Lih. Risalah resmi ZINELLI, dalam KONSILI VATIKAN I: MANSI 52,11092C.

[64] Lih. KONSILI VATIKAN I, Skema Konstitusi dogmatis II tentang Gereja Kristus, bab 4: MANSI 53,310. Lih. Risalah KLEUTGEN tentang skema yang ditinjau kembali: MANSI 53,321B-322B dan penjelasan ZINELLI: MANSI 52,110A. Lih. Juga S. LEO AGUNG, Kotbah 4,3: PL 54,151A.

[65] Lih. Kitab Hukum Kanonik (lama), kanon 222 dan 227.

[66] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis Pastor Aeternus: DENZ. 1821 (3050 dsl.).

[67] Lih. S. SIPRIANUS, Surat 66,8: HARTEL III, 2, hlm. 733: “Uskup dalam Gereja dan Gereja dalam Uskup”.

[68] Lih. S. SIPRIANUS, Surat 55, 24: HARTEL , hlm. 624, baris 13: “Satu Gereja, tersebar diseluruh dunia, dan terbagi menjadi banyak anggota”. Surat 36,4: HARTEL, hlm. 575, baris 20-21.

[69] Lih. PIUS XII, Ensiklik Fidei Donum, 21 April 1957: AAS 49 (1957) hlm. 237.

[70] Lih. S. HILARIUS dari Poitiers, Tentang Mzm 14:3: PL 9,206; CSEL 22, hlm. 86. S. GREGORIUS AGUNG, Moral. IV,7,12: PL 75,643C. Pseudo BASILIUS, Tentang Yes 15,296: PG 30,637C.

[71] Lih. S. COLESTINUS, Surat 18,1-2, kepada Konsili di Efese: PL 50,505 AB; SCHWARTZ, Acta Conc. Oec. 1,1,1, hlm. 22. Lih. BENEDIKTUS XV, Surat apostolik Maximum illud: AAS 11 (1919) hlm. 440. PIUS XI, Ensiklik Fidei Donum, di tempat yang sama.

[72] LEO XIII, Ensiklik Grande munus, 30 September 1880: ASS 13 (1880) hlm. 145. Lih. Kitab Hukum Kanonik (lama), kanon 1327; kanon 1350 par. 2.

[73] Lih. LEO XIII, Ensiklik Grande munus, 30 September 1880: ASS 13 (1880) hlm. 145. Lih. Kitab Hukum Kanonik (lama), kanon 1350 par. 2.

[74] Tentang hak-hak Takhta-takhta patriarkal, lih. KONSILI NISEA, kanon 6 tentang Iskandaria dan Antiokia, dan kanon 7 tentang Yerusalem: Conc. Oec. Decr. Hlm. 8. KONSILI LATERAN IV, tahun 1215, Konstitusi V: Tentang martabat para Baterik: hlm. 212. KONSILI FERRARA-FLORENSIA, hlm. 504.

[75] Lih. Kitab Hukum Kanonik untuk Gereja-Gereja Timur, kanon 216-314: tentang para Batrik; kanon 324-339: Tentang para Uskup Agung yang lebih tinggi derajdnya; kanon 362-391: tentang para pejabat lainnya; khususnya kanon 238 par.3; 216; 240; 251; 255: tentang pengangkatan para Uskup oleh baterik.

[76] Lih. KONSILI TRENTE, Ketetapan tentang Pembaharuan, sidang V, bab 2 no. 9, dan sidang XXIV, kanon 4; Conc. Oec. Decr., hlm. 645 dan 739

[77] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis Dei Filius, 3: DENZ, 1792 (3001). Lih. Catatan yang dibutuhkan pada Skema I “tentang Gereja” (dikutib dari S. ROBERTUS BELLARMINUS): MANSI 51, 579C; Juga Skema Konstitusi II “tentang Gereja kristus yang telah di revisi, beserta komentar KLEUTGEN: MANSI 53, 313AB. PIUS IX, Surat Tuas Libenter: DENZ. 1683 (2879).

[78] Lih. Kitab Hukum Kanonik (lama), kanon 1322-1323).

[79] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis Pastor Aeternus: DENZ 1839 (3074).

[80] Lih. Penjelasan GASSER dalam KONSILI VATIKAN I: MANSI 52, 1213 AC.

[81] Lih. GASSER, di tempat itu juga: MANSI 1214A.

[82] Lih. GASSER, di tempat itu juga: MANSI 1215CD, 1216-1217A.

[83] Lih. GASSER, di tempat itu juga: MANSI 1213.

[84] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis Pastor Aeternus, 4: DENZ. 1836 (3070).

[85] Doa tahbisan Uskup menurut tata-upacara (ritus) bizantin: Euchologion to mega, Roma 1873, hlm. 139.

[86] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Smirna, 8,1: terb. FUNK, I, hlm. 282.

[87] Lih. Kis 8:1; 14:22-23; 20:17, dan di berbagai tempat lainnya.

[88] Doa mozarabis: PL 96,759B.

[89] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Smirna 8,1: terb. FUNK, I, hlm. 282.

[90] S. TOMAS, Summa Theol. III, soal 73, art. 3.

[91] Lih. S. AGUSTINUS, Melawan faustus, 12, 20: PL 42, 265; Kotbah 57,7: PL 38, 389, dan lain-lain.

[92] S. LEO AGUNG, Kotbah 63,7: PL 54, 357C.

[93] Lih. Tradisi para rasul menurut Hipolitus, 2,3: terb. BOTTE, hlm. 26-30.

[94] Lih. “teks penyelidikan” pada awal tahbisan Uskup, dan Doa pada akhir Misa tahbisan itu, sesudah Te Deum.

[95] BENEDIKTUS XIV, Breve Romana Ecclesia, 5 Oktober 1752, par. 1: Bullarium Benedicti XIV, jilid IV, Roma 1758, 21: “Uskup membawa citra Kristus, dan melaksanakan tugas-Nya”. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis, AAS 35 (1943) hlm. 211: “Mereka menggembalakan dan membimbing kawanan yang diserahkan kepada mereka masing-masing atas nama Kristus”.

[96] Lih. LEO XIII, Ensiklik Satis Cognitum, 29 Juni 1896: ASS 28 (1895-96) hlm. 732. IDEM, Surat Officio sanctissimo, 22 Desember 1887: ASS 20 (1887) hlm. 264. PIUS IX, Surat apostolik kepada para Uskup di Jerman, 12 Maret 1875, dan amanat Konsistori, 15 Maret 1875: DENZ 3112-3117, hanya dalam terbitan baru.

[97] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi Dogmatis Pastor Aeternus, 3: DENZ. 1828 (3061). Lih. Risalah ZINELLI: MANSI 52, 1114D.

[98] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Efesus 5,1: terb. FUNK, I, hlm. 216.

[99] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Efesus 5,1: terb. FUNK, I, hlm. 218.

[100] Lih. KONSILI TRENTE, Tentang sakramen Tahbisan, bab 2: DENZ. 958 (1765), dan kanon 6: DENZ. 966 (1776)

[101] Lih. INOSENSIUS I, Surat kepada Desensius: PL 20,554A; MANSI 3,1029; DENZ. 98 (215): “Meskipun para imam itu imam tingkat dua, namun tidak menerima puncak imamat”. S. SIPRIANUS, Surat 61,3: terb. HARTEL, HLM. 696.

[102] Lih. KONSILI TRENTE, Tentang sakramen Tahbisan, DENZ. 956a-968 (1763-1778), dan khususnya kanon 7: DENZ. 967 (1777). PIUS XII, Konstitusi apostolik Sacramentum Ordinis: DENZ. 2301 (3857-61).

[103] Lih. INOSENSIUS I, Surat kepada Desensius. S. GREGORIUS dari Nazianze, Apologia II,22: PG 35,432B. Pseudo-DIONISIUS, Gereja Hie, 1,2: PG 3,372D.

[104] Lih. KONSILI TRENTE, Sidang 22: DENZ. 940 (1743). PIUS XII, Ensiklik Mediator Dei, 20 November 1947: AAS 39 (1947) hlm. 553: DENZ. 2300 (3850).

[105] Lih. KONSILI TRENTE, Sidang 22: DENZ. 940 (1739-40). KONSILI VATI8KAN II, Konstitusi tentang Liturgi suci, Sacrosanctum Concilium, n. 7 dan no. 47, AAS 56 (1964) hlm. 100 dan 113.

[106] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mediator Dei, no. 67.

[107] Lih. S. SIPRIANUS, Surat 11,3: PL 4,242B; HARTEL, II,2, hlm. 497.

[108] Lih. Pontificale Romanum, tentang Tahbisan imam, pada pengenaan pakaian Misa.

[109] Lih. Pontificale Romanum, tentang Tahbisan imam, pendahuluan

[110] Lih. S. INNASIUS Martir, Surat kepada umat di Filadelfia, 4: terb. FUNK, I, hlm. 266. S. KORNELIUS I, S. SIPRIANUS, Surat 48,2: HARTEL, III, 2, HLM. 610.

[111] “Ketetapan-ketetapan Gereja di Mesir”, III, 2: terb. FUNK, Didascalia (pengajaran), II, hlm. 103. Statuta Eccl. Ant. 37-41: MANSI 3,954.

[112] S. POLIKARPUS, Surat kepada Fil. 5,2: terb. FUNK, I, hlm. 300: Dikatakan bahwa Kristus “telah menjadi pelayan semua orang”. Lih. Didache (pengajaran), 15,1: FUNK, I, hlm. 32. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Tralles, 2, 3: FUNK, I, hlm. 242. “Ketetapan-ketetapan para Rasul”, 8, 28, 4: terb. FUNK, Didascalia, I, hlm. 530.

[113] S. AGUSTINUS, Kotbah 340,1: PL 38, 1483.

[114] Lih. PIUS XI, Ensiklik Quadragesimo anno, 15 Mei 1931: AAS 23 (1931) hlm. 221 dsl. PIUS XII, Amanat De quelle consolation, 14 Oktober 1951: AAS 43 (1951) hlm. 790 dsl.

[115] Lih. PIUS XII, Amanat Six ans se sont coules, 5 Oktober 1957: AAS 49 (1957) hlm. 927.

[116] Dari Prefasi hari raya Kristus Raja.

[117] Lih. LEO XIII, Ensiklik Immortale Dei, 1 November 1885: AAS 18 (1885) hlm. 166 dsl. IDEM, Ensiklik Sapientiae Christiance, 10 Januari 1890: AAS 22 (1889-90) hlm. 397 dsl. PIUS XII, Amanat Alla vostra filiale, 23 Maret 1958: AAS 50 (1958) hlm. 220: “sifat keawaman yang sah dan sehat pada negara”.

[118] Kitab Hukum Kanonik (lama), kanon 682.

[119] Lih. PIUS XII, Amanat De quelleconsolation, 14 oktober 1951: AAS 43 (1951) hlm. 789: “Dalam pertempuran-pertempuran yang menentukan ada kalanya dari baris depanlah muncul prakarsa-prakarsa yang paling mengena -” IDEM, Amanat L’importance de la presse catholique, 17 Februari 1950: AAS 42 (1950) hlm. 256.

[120] Lih. 1Tes 5:19 dan 1Yoh 4:1

[121] Surat kepada Diognetus, 6: terb. FUNK, I, hlm. 400. Lihat S. YOH. KRISOSTOMUS, Tentang Mat, Homili 46 (47) 2: PG 58,478, Tentang ragi dalam adonan.

[122] Misal Romawi, “Kemuliaan kepada Allah di sorga”. Lih. Luk 1:35; Mrk 1:24; Luk 4:34; Yoh 6:69: “Yang Kudus dari Allah”; Kis 3:14; 4:27 dan 30; Ibr 7:26; 1Yoh 2:20; Why 3:7.

[123] Lih. ORIGENES, Komentar pada Rom 7:7 PG 14,1122B. Pseudo MAKARIUS, Tentang Doa 11 : PG 34,861AB. S. TOMAS, Summa Theol. II-II, soal 184, art. 3.

[124] Lih. S. AGUSTINUS, Penarikan Kembali, II, 18: PL 32,637 dsl. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis, 29 Juni 1943: AAS 35 (1943) hlm. 225.

[125] Lih. PIUS XI, Ensiklik Rerum omnium, 26 januari 1923: AAS 15 (1923) hlm. 50 dan 59-60. Ensiklik Casti Connubii, 31 Desember 1930: AAS 22 (1930) hlm. 548. PIUS XII, Konstitusi apostolis Provida Mater, 2 Februari 1947: AAS 39 (1947) hlm. 117. Amanat Annus sacer, 8 Desember 1950: AAS 43 (1951) hlm. 27-28. Amanat Nel darvi, Juli 1956: AAS 48 (1956) hlm. 574 dsl.

[126] Lih. S. TOMAS, Summa Theol, II-II, soal 184, art. 5 dan 6. Tentang kesempurnaan hidup rohani, bab 18. ORIGENES, Tentang Yesaya, Homili 6,1: PG 13,239.

[127] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Magnesia, 13,1: terb. FUNK, I, hlm. 241.

[128] Lih. S. PIUS X, Amanat Haerent animo, 4 Agustus 1908: ASS 41 (1908) hlm. 560 dsl. Kitab Hukum Kanonik (lama) kanon 124. PIUS XI, Ensiklik Ad catholic sacerdotii, 20 Desember 1935: AAS 28 (1936) hlm. 22 dsl.

[129] Tata-laksana Tahbisan Imam, dalam kotbah pada awal upacara.

[130] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Tralles 2,3: terb. FUNK, I, hlm. 244.

[131] PIUS XII, Amanat Sous la maternelle protection, 9 Desember 1957: AAS 50 (1958) hlm. 36.

[132] PIUS XI, Ensiklik Casti Connubii, 31 Desember 1930: AAS 22 (1930)hlm. 548 dsl. Lih. S. YOH. KRISOSTOMUS, Tentang Ef, Homili 20,2: PG 62,136 dsl.

[133] Lih. S. AGUSTINUS, Enchriridion (kamus) 121,32: PL 40,288. S. TOMAS, Summa Theol, II-II, soal 184, art. 1. PIUS XII, Amanat apostolik Mentinostrae, 23 September 1950: AAS 42 (1950) hlm. 660.

[134] Tentang nasehat-nasehat itu pada umumnya, Lih. ORIGENES, Komentar Rom X, 14: PG 14,1275B. S. AGUSTINUS, Tentang keperawanan suci, 15,15: PL 40,403. S. TOMAS, Summa Theol, I-II, soal 100, art. 2 C (pada akhir); II-II, soal 44, art. 4, ad 3.

[135] Tentang keunggulan keperawanan suci, lih. TERTULIANUS, Anjuran tentang kemurnian, 10: PL 2,225C. S. SIPRIANUS, tentang para perawan 3 dan 22: PL 4,443B dan 461A dsl. S. ATANASIUS (?), Tentang para perawan: PG 28,252 dsl. S. YOH KRISOSTOMUS, Tentang para perawan: PG 48,533 dsl.

[136] Tentang kemiskinan rohani, lih. Mat 5:3 dan 19:21; Mrk 10:21; Luk 18:22; tentang ketaatan terdapat contoh Kristus dalam Yoh 4:34 dan 6:38; Flp 2:8-10; Ibr 10:5-7. Banyak sekali teladan dikemukakan oleh para Bapa Gereja dan para pendiri tarekat.

[137] Tentang pelaksanaan nyata nasehat-nasehat, yang tidak di haruskan kepada semua orang, lih. S. YOH KRISOSTOMUS, Tentang Mat, Homili 7,7: PG 57,81 dsl. S. AMBROSIUS, Tentang para janda, 3,23: PL 16,241 dsl.

[138] Lih. ROSWEYDUS, Vitae Patrium (riwayat hidup para Bapa), Antwerpen 1628. Apophtegmata Patrum : PG 65. PALLADIUS, Historia Lausiaca: PG 34,995 dsl.: terb. C. BUTLER, Cambridge 1898 (1904). PIUS XI, Konstitusi apostolik Umbratilem, 8 Juli 1924: AAS 16 (1924) hlm. 386-387. PIUS XII, Amanat Nous sommes heureux, 11 April 1958: AAS 50 (1958) hlm. 283.

[139] PAULUS VI, Amanat Magno Gaudio, 23 Mei 1964: AAS 56 (1964) hlm. 566.

[140] Lih. Kitab Hukum Kanonik (Lama), kanon 487 dan 488,4. PIUS XII, Amanat Annus sacer, 8 Desember 1950: AAS 43 (1951) hlm. 27 dsl. PIUS XII, Konstitusi apostolik Provida Mater, 2 Februari 1947: AAS 39 (1947) hlm. 120 dsl.

[141] PAULUS VI, Amanat Magno Gaudio: AAS 56 (1964) hlm. 567.

[142] Lih. S. TOMAS, Summa Theol. I-II, soal 184 art. 3 dan soal 188 art. 2. S. BONAVENTURA, karya-tulis XI, Pembelaan kaum miskin, bab 3,3: terb. Quaracci, jilid 8, 1898, hlm. 245 a.

[143] Lih. KONSILI VATIKAN I, Skema tentang Gereja kristus, bab XV dan catatan 48: MANSI 51,549 dsl. Dan 619 dsl. LEO XIII, Surat Au milieu des consolations, 23 Desember 1900: AAS 33 (1900-01) hlm. 361. PIUS XII, Konstitusi apostolik Provida Mater: AAS 39 (1947) hlm. 114 dsl.

[144] Lih. LEO XIII, Konstitusi Romanos Pontifices, 8 Mei 1881: AAS 48 (1880-81) hlm. 483. PIUS XII, Amanat Annus sacer, 8 Desember 1950: AAS 48 (1951) hlm. 28 dsl.

[145] Lih. PIUS XII, Amanat Annus sacer: AAS 43 (1951) hlm. 28. PIUS XII, Konstitusi apostolik Sedes Sapientiae, 31 Mei 1959: AAS 48 (1956) hlm. 355. PAULUS VI, Amanat Mgno gaudio: AAS 56 (1964) hlm. 570-571.

[146] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis, 29 Juni 1943: AAS 35 (1943) hlm. 214 dsl.

[147] Lih. PIUS XII, Amanat Annus sacer: AAS 43 (1951) hlm.30. Amanat Sous la meternelle protection, 9 Desember 1957: AAS 50 (1958) hlm. 39 dsl.

[148] KONSILI FLORENSIA, Dekrit untuk umat Yunani: DENZ. 693 (1305).

[149] Selain dokumen-dokumen yang lebih kuno melawan setiap bentuk memanggil roh-roh, sejak ALEKSANDER IV, 27 September 1258, lih. Surat edaran Kongregasi S. OFFICII, Tentang penyalahgunaan magnetisme: 4 Agustus 1856: AAS (1865 hlm. 177-178, DENZ. 1653-1654 (2823-2825); jawaban Kongregasi S. OFFICII, 24 April 1917: AAS 9 (1917) hlm. 268, DENZ. 2182 (3642).

[150] Lih. Penjelasan sintetis ajaran paulus ini dalam: PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis: AAS 35 (1943) hlm. 200 dan di pelbagai temapt lainnya.

[151] Lih., antara lain, S. AGUSTINUS, Uraian tentang Mzm 85,24: PL 37,1099. S. HIRONIMUS, Kitab melawan Vigilansius, 6: PL 23,344. S. TOMAS, pada kitab IV Sententiae, dist. 45, soal 3, art. 2. S. BONAVENTURA, pada kitab IV Sententiae, dist. 45, soal 3, art. 2, dan lain-lain.

[152] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis: AAS 35 (1943) hlm. 245.

[153] Lih. banyak tulisan dalam katakombe-katakombe di roma.

[154] Lih. GELASIUS I, Surat ketetapan tentang kitab-kitab yang harus diterima, 3: PL 59,160, DENZ. 165 (353).

[155] Lih. S. METODIUS, Symposium, VII,3: GCS (Bonwetsch), hlm. 74.

[156] Lih. BENEDIKTUS XV, Dekrit pengakuan Keutamaan-keutamaan dalam proses beatifikasi dan kanonisasi hamba Allah Yohanes Nepomusesnus Neumann: AAS 14 (1922) hlm. 23. Berbagai amanat PIUS XI tentang para Kudus: “Inviti all eroismo: Discorsi -” jilid I-III, Roma 1941-1942, di pelbagai temapat, PIUS XII, Discorsi e Radiomessaggi (amanat-amanat dan pidato-pidato radio), jilid X, 1949, hlm. 37-43.

[157] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mediator Dei: AAS 39 (1947) hlm. 581.

[158] Lih. Ibr 13:7; Pkh 44-50; Ibr 11:3-40; Lih. juga PIUS XII, Ensiklik Mediator Dei: AAS 39 (1947), hlm. 582-583.

[159] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi tentang Iman Katolik, bab 3: DENZ. 1794 (3013).

[160] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis: AAS 35 (1943) hlm. 216.

[161] Tentang rasa terima kasih terhadap para Kudus sendiri, lih. E. DIEHL, Inscriptiones latinae christianae veteres (tulisan-tulisan latin kristiani kuno) I, 1925, no. 2008, 2382, dan ditempat-tempat lain.

[162] KONSILI TRENTE, Sidang 25: Tentang doa kepada para Kudus: DENZ. 984 (1821).

[163] Brevir Romawi, antifon pembukaan pada hari raya Semua Orang Kudus.

[164] Lih. misalnya 2Tes 1:10.

[165] KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi, bab 5, art. 104.

[166] Doa Syukur Agung Misa Romawi.

[167] KONSILI NISEA II, Actio VII: DENZ. 302 (600).

[168] KONSILI FLORENSIA, Dekrit untuk umat Yunani: DENZ. 693 (1304).

[169] KONSILI TRENTE, Sidang 25, tentang seruan dan penghormatan terhadap para Kudus, relikwi-relikwi (peninggalan) mereka, dan tentang patung-patung suci: DENZ. 984-988 (1821-1824); Sidang 25, Dekrit tantang Api Penyucian: DENZ. 983 (1820); Sidang 6, Dekrit tentang Pembenaran pendosa, kanon 30: DENZ. 840 (1580).

[170] Misal Romawi, dari Prefasi para Kudus yang diizinkan untuk keuskupan-keuskupan di Perancis.

[171] Lih. S. PETRUS KANISIUS, Catechismus Maior seu Summa Doctrinae christianae (Katekismus Besar atau Rangkuman Ajaran Kristiani), bab III (terb. Kristis F. Streicher), bagian I, hlm. 15-16, no. 44, dan hlm. 100-101, no. 49.

[172] Lih. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi, bab 1, art. 8.

[173] Syahadat iman dalam Misa Romawi: Syahadat Konstantinopel: MANSI 3,566. Lih. KONSILI EFESUS, dalam MANSI 4,1130 (juga 2,665 dan 4,1071). KONSILI KALSEDON, dalam MANSI 7,111-116. KONSILI KONSTANTINOPEL II, dalam MANSI 9,375-396.

[174] Doa Syukur Agung Misa Romawi.

[175] S. AGUSTINUS, Tentang Keperawanan suci, 6: PL 40,399.

[176] Lih. PAULUS VI, Amanat dalam konsili, tanggal 4 Desember 1963: AAS 56 (1964) hlm. 37.

[177] Lih. S. GERMANUS dari Konstantinopel, homili pada hari raya Warta gembira kepada Bunda Allah: PG 98,328A; Homili pada hari Meninggalnya S. Maria 2: kolom 357. ANASTASIUS dari Antiokia, Kotbah 2 tentang Warta gembira, 2: PG 89,1377AB; Kotbah 3,2: kolom 1388C. S. ANDREAS dari Kreta, Madah pada hari kelahiran S. Perawan 1: kolom 812A; Homili pada hari raya Meninggalnya S. Maria 1: kol. 1068C. S. SOFRONIUS, Amanat 2 pada hari raya Warta gembira, 18: PG 87 (3),3237BD.

[178] Lih. S. IRENEUS, Melawan bidaah-bidaah III, 22,4: PG 7,959A; HARVEY 2,123.

[179] S. IRENEUS, di tempat yang sama: HARVEY 2,124.

[180] S. EPIFANIUS, Melawan bidaah, 78,18: PG 42,728CD-729AB.

[181] S. HIRONIMUS, Surat 22,21: PL 22,408. Lih. S. AGUSTINUS, Kotbah 51,2,3: PL 38,335; Kotbah 232,2: kolom 1108. S. SIRILUS dari yerusalem, Katekese 12,15: PG 33,741 AB. S. YOHANES dari Damsyik, Homili 2 pada hari raya Meninggalnya S. P. Maria, 3: PG 96,728.

[182] Lih. KONSILI LATERAN tahun 649, kanon 3: MANSI 10,1151. S. LEO AGUNG, surat kepada Flavianus: PL 54,759. KONSILI KALSEDON: MANSI 7,462. S. AMBROSIUS, tentang pendidikan para perawan: PL 16,320.

[183] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis, 29 Juni 1943: AAS 35 (1943) 247-248.

[184] Lih. PIUS IX, Bulla Ineffabilis, 8 Desember 1854: Acta Pii IX, I, I, 616: DENZ. 1641 (2803).

[185] Lih. PIUS XII, Konstitusi apostolik Munificentissimus, 1 November 1950: AAS 42 (1950); DENZ. 2333 (3903). Lih. S. YOHANES dari Damsyik, Pada hari raya Meninggalnya Bunda Allah, Homili 2 dan 3: PG 96,721-761, khususnya kolom 728B. S. GERMANUS dari Konstantinopel, pada hari raya meninggalnya Santa Bunda Allah, Kotbah 1: PG 98 (6),340-348; Kotbah 3: kolom 361. S. MODESTUS dari Yerusalem, Pada hari raya meninggalnya Santa Bunda Allah: PG 86 (2), 3277-3312.

[186] Lih. PIUS XII, Ensiklik Ad coeli Reginam, 11 Oktober 1954: AAS 46 (1954) hlm. 633-636: DENZ. 3913 dsl.

[187] Lih. KLUTGEN, Naskah yang diperbaharui tentang Misteri Sabda ilahi, bab IV, MANSI 53,290. Lih juga S. ANDREAS dari Kreta, Pda hari kelahiran Maria, Kotbah 4: PG 97,865A. S. GERMANIUS dari Konstantinopel, Pada Warta gembira Bunda Allah: PG 98, 321BC; Pada meninggalnya Bunda Allah, III: kolom 361D. S. YOHANES dari Damsyik, Pada hari meninggalnya Santa Perawan Maria, Homili 1,8: PG 96,712BC-713A.

[188] Lih. LEO XIII, Ensiklik Adiutricem populi, 5 September 1895: AAS 15 (1895-96) hlm. 303. S. PIUS X, Ensiklik Ed diem illum, 2 Februari 1904: Acta, I, hlm. 154: DENZ. 1978A (3370). PIUS XI, Ensiklik Miserentissimus, 8 Mei 1928: AAS 20 (1928) hlm. 178. PIUS XII, Amanat radio, 13 Mei 1946: AAS 38 (1946) hlm. 266.

[189] S. AMBROSIUS, Surat 63: PL 16,1218.

[190] S. AMBROSIUS, Penjelasan tantng Lukas II, 7: PL 15,1555.

[191] Lih. Pseudo-PETRUS DAMIANUS, Kotbah 63: PL 144,861AB. GODEFRIDUS dari S. VIKTOR, pada hari kelahiran Santa Maria, manuskrip Paris, Mazarine, 1002, lembar 109 r. GERHOHUS REICH, De gloria et honore filii hominis (tentang kemuliaan dan kehormatan Putera manusia), 10: PL 194,1105AB.

[192] S. AMBROSIUS, di tempat yang sama, dan dalam penjelasan Luk X, 24-25: PL 15,1810. S. AGUSTINUS, tentang Yoh. Traktat 13,12: PL 35,1499. Lih. Kotbah 191,2,3: PL 38, 1010, dan lain-lain. Lih. juga BEDA terhormat, Tentang Luk Penjelasan I, bab 2: PL 92,330. ISAAK DE STELLA, Kotbah 51: PL 194,1863A.

[193] Doa Di bawah perlindunganmu.

[194] KONSILI NISEA II, tahun 787: MANSI 13,378-379; DENZ. 302 (600-601). KONSILI TRENTE, Sidang 25: MANSI 33,171-172.

[195] Lih. PIUS XII, Amanat radio, 24 Oktober 1954: AAS 46 (1954), hlm. 679. Ensiklik Ad coeli Reginam, 11 Oktober 1954: AAS 46 (1954) hlm. 637.

[196] Lih. PIUS XI, Ensiklik Ecclesiam Dei, 12 November 1923: AAS 15 (1923) hlm. 581. PIUS XII, Ensiklik Fulgens corona, 8 September 1953: AAS 45 (1953) hlm. 590-591.

1 Dua catatan yang di kutib dari Risalah Konsili ini disampaikan kepada para Bapa Konsili untuk menjelaskan suara yang mereka berikan. Keduanya penting untuk menafsirkan Konstitusi ini. Paus Paulus VI menggarisbawahinya dalam amanat beliau kepada para Bapa Konsili menjelang penutupan Sidang III Konsili, pada tanggal 21 November 1964, pada saat beliau secara resmi mengumumkan Konstitusi tentang Gereja, mengenai ajaran tentang martabat Uskup: “- sambil mengindahkan penjelasan-penjelasan yang diberikan baik untuk penafsiran yang harus diberikan kepada istilah-istilah yang digunakan, maupun untuk kualifikasi teologis yang oleh Konsili mau diberikan kepada ajaran yang diuraikan, kami tidak ragu-ragu, berkat pertolongan Allah, untuk secara resmi mengumumkan Konstitusi tentang Gereja” (Doct. Cath. LXI, tgl. 6 Desember 1964, kolom 1589).

2 Kewibawaan tertinggi, yang telah meminta, supaya pembahasan amandemen-amandemen naskah “de Ecclesia” didahului dengan penjelasan pendahuluan, jelas ialah paus Pulus VI sendiri.

3 “Modi” ialah amandemen-amandemen yang diajukan oleh para Bapa Konsili kepada Komisi untuk Ajaran.

4 Lih. Konsili dogmatis tentang gereja, art. 19.