Pertanyaan:
Dear Katolisitas;
Saya sedang baca-baca dan lagi bingung tentang 7 dosa pokok. Dalam buku Kompendium Katekismus no.398 terbitan Kanisius terdiri dari: kesombongan, iri hati, hawa nafsu, kemarahan, keserakahan, keceburuan, kemalasan. Sedangkan dlm CCC no.1866 bhs. Inggris terdiri dari: pride, avarice, envy, wrath, lust, gluttony, sloth or acedia. Kelihatannya ada beda dimana versi Indonesia ada “kecemburuan” dan “iri hati” yang mirip, tetapi tidak ada “gluttony”.
Penjelasan “gluttony” yg saya dapat adalah: over-indulgence, over consumption of anything to the point of waste. Dan dibedakan dari pengertian “avarice” yg diartikan “greed” = “keserakahan” yaitu: excessive pursuit of wealth, status, power for personal gain. Tampaknya pengertian “envy” cukup untuk “iri-hati” dan “kecemburuan”. Dan apakah “sloth or acedia” lebih sesuai diartikan “kemalasan atau ketidak-pedulian”? Mohon pencerahan. Semoga Tuhan selalu memberkati Katolisitas. – Fxe
Jawaban:
Shalom Fxe,
Terima kasih atas kejelian anda dalam melihat tujuh dosa pokok di Katekismus Gereja Katolik (KGK) maupun di Kompendium Katekismus Gereja Katolik (KKGK). Kalau kita bandingkan antara CCC (Catechism of the Catholic Church) dan CCCC (Compendium Catechism of the Catholic Church) dalam bahasa Inggris dituliskan sebagai berikut [penekanan dan penomoran dari saya]:
CCC,1866: Vices can be classified according to the virtues they oppose, or also be linked to the capital sins which Christian experience has distinguished, following St. John Cassian and St. Gregory the Great. They are called “capital” because they engender other sins, other vices. They are (1) pride, (2) avarice, (3) envy, (4) wrath, (5) lust, (6) gluttony, (7) and sloth or acedia.
CCCC, 398: Vices are the opposite of virtues. They are perverse habits which darken the conscience and incline one to evil. The vices can be linked to the seven so-called capital sins which are: (1) pride, (2) avarice, (3) envy, (4) anger, (5) lust, (6) gluttony, (7) and sloth or acedia.
KGK, 1866: Kebiasaan buruk dapat digolongkan menurut kebajikan yang merupakan lawannya, atau juga dapat dihubungkan dengan dosa-dosa pokok yang dibedakan dalam pengalaman Kristen menurut ajaran santo Yohanes Kasianus dan santo Gregorius Agung Bdk. mor 31,45.. Mereka dinamakan dosa-dosa pokok, karena mengakibatkan dosa-dosa lain dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang lain. Dosa-dosa pokok adalah (1) kesombongan, (2) ketamakan, (3) kedengkian, (4) kemurkaan, (5) percabulan, (6) kerakusan, (7) kelambanan atau kejemuan [acedia].
KKGK, 398: Kebiasaan buruk merupakan lawan dari keutamaan. Kebiasaan buruk adalah kebiasaan yang melenceng dari kebaikan yang mengaburkan suara hati dan membuat seseorang cenderung melakukan hal buruk. Kebiasaan buruk ini dapat dikaitkan dengan yang disebut tujuh dosa pokok, yaitu: (1) kesombongan, (3) iri hati, (5) hawa nafsu, (4) kemarahan, (2) keserakahan, (?) kecemburuan, (7) kemalasan.
Kalau kita membandingkan CCC dan CCCC, tujuh dosa pokok memang sudah sesuai. CCC dan KGK juga tidak memberikan perbedaan. Jadi, yang memang tidak sesuai atau terjadi kesalahan adalah pada terjemahan Kompendium Katekismus Gereja Katolik (KKGK), dimana (1) gluttony tidak diterjemahkan sebagai kerakusan dan (2) kecemburuan dan iri hati mempunyai arti yang merujuk pada kata envy. Dengan demikian, kata kecemburuan seharusnya diganti dengan kata “kerakusan”. Semoga penerbit Kanisius dapat memperbaikinya.
Tentang sloth atau acedia: Kata ini mungkin dapat diterjemahkan sebagai kemalasan atau ketidak-pedulian. Bandingkan dengan KGK, 1866, yang menterjemahkan kata ini sebagai kelambanan atau kejemuan. Terjemahan lamban sebenarnya juga perlu dipertanyakan, karena orang yang lamban belum tentu malas. Maksud dari dosa ini adalah ketidak-pedulian atau kemalasan akan hal-hal yang bersifat spiritual. Jadi kemalasan ini bukan mengacu pada kemalasan melakukan aktifitas olahraga, atau kemalasan untuk makan, namun mengacu kepada kemalasan untuk mencari hal-hal yang berhubungan dengan tujuan akhir, hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan atau hal-hal yang berkaitan dengan kebenaran hakiki yang membawa orang pada tujuan akhir. Dosa ini akhirnya dapat membuat seseorang antipati terhadap kebenaran obyektif dan akhirnya seseorang hanya terobsesi untuk mencari kesenangan yang bersifat material. Dalam bahasa modern, Victor Frankl mengatakannya sebagai “existential vacuum“, di mana seseorang antipati terhadap kebaikan-kebaikan spiritual. Semoga jawaban ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Sangat baik jika koreksi seperti ini juga diteruskan ke penyusun KGK dan KKGK dengan harapan diperbaiki pada terbitan berikutnya karena buku-buku ini menjadi pegangan umat dalam hal katekese. Setahu saya, buku KKGK diterbitkan oleh dua penerbit: Dioma dan Kanisius. Terima kasih Katolisitas atas penjelasannya.
erwin.
Dear Katolisitas;
Saya sedang baca-baca dan lagi bingung tentang 7 dosa pokok. Dalam buku Kompendium Katekismus no.398 terbitan Kanisius terdiri dari: kesombongan, iri hati, hawa nafsu, kemarahan, keserakahan, keceburuan, kemalasan. Sedangkan dlm CCC no.1866 bhs. Inggris terdiri dari: pride, avarice, envy, wrath, lust, gluttony, sloth or acedia. Kelihatannya ada beda dimana versi Indonesia ada “kecemburuan” dan “iri hati” yang mirip, tetapi tidak ada “gluttony”.
Penjelasan “gluttony” yg saya dapat adalah: over-indulgence, over consumption of anything to the point of waste. Dan dibedakan dari pengertian “avarice” yg diartikan “greed” = “keserakahan” yaitu: excessive pursuit of wealth, status, power for personal gain. Tampaknya pengertian “envy” cukup untuk “iri-hati” dan “kecemburuan”. Dan apakah “sloth or acedia” lebih sesuai diartikan “kemalasan atau ketidak-pedulian”? Mohon pencerahan. Semoga Tuhan selalu memberkati Katolisitas.
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]
Comments are closed.