Home Blog Page 93

Pelukan Kasih

0

Terik matahari sangat hebat di Oasis Lestari pada tanggal 21 November 2013 saat aku siap merayakan Ekaristi untuk mengkremasi seorang Bapak yang tak pernah aku prediksi. Ketika aku turun dari mobil, seorang ibu setengah baya menyapaku: “Romo, pasti kaget siapa yang meninggal ini. Ia adalah suamiku. Romo mengenalnya pada peringatan seratus hari arwah abangku satu bulan silam. Romo sempat mengobrol di luar dengannya. Ciri khasnya adalah ia selalu mengenakan topi ke mana saja ia pergi”.

Hatiku termangu mengingat waktu bertemu dengannya tanggal 20 September yang lalu. Tak kusangka bahwa pertemuan itu merupakan perjumpaan yang tak terulang. Perjumpaan yang mewariskan pesan indah bagaimana manusia itu seharusnya hidup. Ia mensharingkan ungkapan hatinya: “Romo, aku sangat mencintai istri dan ketiga anakku. Ingin hati mengungkapkannya dengan tindakan romantis seperti manusia masa kini, tetapi malu dengan seumur tua ini. Akan tetapi, aku yakin mereka merasakan kasihku walaupun tidak selalu terungkap dengan kelembutan dan kemesraan. Aku bangga dengan istriku yang kuat dan tabah dalam segala situasi. Aku juga bahagia melihat ketiga anakku telah mentas (mandiri). Itulah perutusanku dari Tuhan, yaitu menjadi seorang suami dan ayah yang mengasihi dan bertanggung jawab”.

Kerinduan hatinya terkabulkan pada hari Senin, tanggal 16 November 2013. Istrinya menjamah badannya yang dingin. Ia meminta dipeluk oleh istrinya. Ia memohon istrinya meletakkan kepalanya di dadanya. Ia kemudian meninggal dunia pada usia enampuluh tiga tahun. Istrinya mengatakan bahwa kasih memang abadi: “Ia datang kepadaku untuk menawarkan kasih. Aku menerimanya dengan kasih. Ia kini pulang ke rumah Bapa dengan pelukan kasih”. Dengan berlinang air mata, ia meneruskan ungkapan jiwanya: “Berkat pelukan kasihnya, aku mengerti satu hal bahwa aku begitu berharga baginya. Aku bahagia karena kasih menepis air mata. Kasihnya senantiasa mengisi hatiku ketika terasa hampa”.

Karena merasakan kasih ayahnya yang begitu besar, anak lelakinya yang mewakili keluarga tidak bisa menyelesaikan ucapan “terima kasih” sebelum peti masuk dalam kremasi. Deraian air matanya membuatnya tidak mampu mengucapkan kata lagi. Intinya: “Terima kasih ayah atas kasihmu. Engkau adalah ayah yang bertanggung jawab. Kadang-kadang engkau memang keras, tetapi itu karena kasih agar kami hidup lurus”.

Pesan dalam sharing iman ini: Pelukan kasih menyapa hati. Ia hadir pada saat kita merindukan kehangatannya. Ia menyembuhkan luka. Ia menenangkan jiwa yang sedang dilanda emosi yang membara. Ia menanamkan semangat untuk meraih impian di masa depan. Lebih dari semuanya, pelukan kasih membuat hidup berharga dan bermakna.

Kini kita semakin mengerti Sabda Allah ini: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan, dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih” (1 Korintus 13:13).
Tuhan Memberkati

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Kuasa Pemulihan dan Penyembuhan Tuhan (KRK di Bandung)

0

Hari Kamis, 28 November 2013 pukul 17.00, Gedung Graha Tirta – Bandung dipenuhi lebih dari dua ribu umat. Mereka datang dari berbagai paroki di Keuskupan Bandung untuk mengalami kuasa pemulihan dan penyembuhan Tuhan dalam Kebangunan Rohani Katolik. KRK ini diadakan oleh Badan Pelayanan Pembaharuan Karismatik Keuskupan Bandung.

Iman akan mukjizat Tuhan diterjemahkan dalam tarian indah yang penuh makna dengan terus-menerus menyanyikan lagu “Hosanna In the Highest”. Dalam iringan malaikat, baju-baju hitam terlepas yang menyimbolkan runtuhnya kuasa kegelapan dan disembuhkannya berbagai penyakit. Pemulihan pasti terjadi karena kasih Allah.

Setelah upacara penyembahan, aku memberikan homili : “ Ketika kita menyembah Tuhan, kuasa Allah bekerja. Hati kita dipulihkan. Tubuh kita disembuhkan”. Setelah homili, aku mengangkat doa mohon kesembuhan bersama tujuh imam, yaitu Pastor Helman Pr (Moderator BPPK Keuskupan Bandung), Pastor Christ Purba SJ (Moderator BPPK Keuskupan Agung Jakarta), Pastor Hendra OSC, Pastor Yoakim OSC (Teman sekelas), Pastor Santo OSC, Pastor Sutiman OSC, Pastor Surono OSC. Umat mengangkat tangan menyanyikan lagu “Kurasakan Kasih-Mu Tuhan” bersama tim pujian yang luar biasa.

Para pastor kemudian mendoakan satu persatu umat yang hadir. Ada pengalaman yang baru pertama aku dapati dalam mendoakan ini. Seorang gadis datang dan mohon : “Romo, tolong lepaskan aku karena aku telah menyembah Lucifer selama sepuluh tahun”. Aku terkejut karena Lucifer adalah kepala setan. Aku tompangkan tanganku di atas kepalanya dan ia jatuh di lantai. Karena sudah selama satu jam lebih ia tidak bangun, beberapa bapak mencoba mengangkat badannya. Akan tetapi, mereka tidak ada yang kuat membawa tubuhnya karena ia memberontak sangat keras dan memukuli yang mendekat dengan kekuatan yang luar biasa di luar dirinya sebagai wanita. Hal ini mengingatkanku akan peristiwa seorang kerasukan roh jahat dari pekuburan di Gerasa yang menemui Tuhan Yesus Kristus : “Orang itu diam di sana dan tidak ada seorangpun lagi yang sanggup mengikatnya, sekalipun dengan rantai” (Lukas 5:4). Aku katakan kepada mereka : “Biarkan dahulu, nanti aku tangani setelah selesai mendoakan semuanya”. Sebelum mendoakan para panitia, saya memerciki dia dengan air suci dan garam yang aku berkati. Kemudian aku tempelkan salib rosario di dahi dan mulutnya. Aku pegang tangannya dan ia berdiri dengan masih agak lemas. Ia kemudian meneteskan air mata. Aku katakan : “Engkau telah kembali menjadi anak Allah”. Ia menganggukkan kepalanya sambil berkata : “Aku lebih bahagia menyembah Tuhan Yesus daripada setan”. Ia mengangkat tangannya sambil menyanyikan : “Halleluya”. Ia telah dilepaskan dari kuasa kegelapan. Aku pun mensyukuri atas rahmat imamat yang telah diberikan Tuhan kepadaku.

Kebangunan rohani ini selesai pukul 21.00. Umat pulang dengan hati bersukacita. Jamahan Tuhan pasti terasakan. Setiap orang tentu mengalami kebaikan Tuhan, terutama imannya disegarkan.

Tuhan Memberkati

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Indahnya Penyembuhan Tuhan (Kesaksian Perjuangan Melawan Kanker)

0

Lampu—lampu berkelip di perumahan Citra Dua – Cengkareng mengingatkan akan keindahan surga yang menjadi tujuan kehidupan makhluk yang bertuhan. Saat itu, tanggal 05 November 2013, umat Lingkungan Yohanes Pembaptis mengadakan Misa untuk mendoakan arwah-arwah orang-orang tercinta.

Ketika aku memandang sepasang suami dan istri, yaitu Andreas Faizal Tjokro dan Pita, bersama anak-anaknya, aku kaget. Aku sangat mengenalnya karena beliau adalah wakil koordinator PDKK Paroki Trinitas – Cengkareng dan juga ketua wilayah 28 Paroki tersebut. Badannya kurus dan wajahnya menghitam. Dia baru saja menyelesaikan proses radiotherapy dan kemotherapy. Aku ingat bahwa sebelum menjalani pengobatan kankernya, istrinya meminta aku mendoakan suaminya itu. Bapak Faizal mengatakan : “Romo, aku datang karena ingin bertemu Romo. Aku ingin memberikan kesaksian akan kebaikan Tuhan yang tak terhingga”. Wajahnya nampak tidak down, bahkan tetap menunjukkan sukacita iman walaupun kanker pernah menderanya dan penanganan telah dijalaninya. Kata-katanya yang indah : “Di dalam sakitnya, justru mukjizat Tuhan sangat terasakan. Kuncinya adalah tetap setia melayani Dia walaupun penyakit mengancam jiwanya”.

Mukjizat Tuhan diimani sejak ia merasakan kepalanya sakit luar biasa pada bulan Februari 2013. Dokter syaraf menyarankan untuk melakukan MRI dan cek darah untuk mengetahui penyebabnya. Ia memutuskan hanya meminta obat anti sakit saja dahulu karena pada tanggal 28 Februari 2013 ia bersama istrinya, Pita, dengan teman-teman Shekinah mengadakan ziarah ke tanah suci, Holly Land, dalam rangka pesta perak SEP Shekinah. Obat itu membantunya ketika sakitnya kambuh. Pada hari kedua ziarah, ia mengalami mukjizat Tuhan semakin nyata setelah didoakan dalam Kebangunan Rohani Katolik (KRK). Ia tidak mengalami kesakitan lagi sampai ziarah selesai.
Setelah pulang dari ziarah, ia memutuskan melakukan biopsi di Pinang –Malaysia seperti anjuran dokter karena pembengkakan di leher tetap masih besar walaupun ia tidak merasakan sakit lagi. Hasil dari biopsi yang ia terima pada awal bulan April mengagetkannya. Ia divonis mengidap kanker rongga mulut (nasopharynx carcinoma) stadium empat. Ia sempat shock dan tidak lagi mampu berdoa seperti biasa. Dukungan doa dari teman-teman sekomunitas, guru-guru SEP Shekinah, uskup, para pastor, dan teman-teman sekolahnya memberikan kepadanya kelegaan. Ia mengalami kekuatan dan urapan baru. Kekuatan Roh Kudus melingkupinya. Ketika berdoa malam, ia sungguh bisa menerima keadaannya dan berserah kepada Tuhan Yesus. Ia berbicara kepada Tuhan: “Tuhan, aku tidak tahu harus melakukan apa untuk menghadapi kanker ini. Aku mohon kepadaMu, Tuhan, untuk memberikan petunjuk melalui suara Roh Kudus-Mu agar aku boleh mengambil segala keputusan sesuai dengan rencana-Mu. Aku berserah kepadamu. Aku percaya ini boleh aku alami agar aku dapat lebih dekat lagi dengan Engkau”. Penyerahan kepada Tuhan membuahkan hasil yang mengagumkan. Hasil PET Scan menunjukkan bahwa kanker hanya ada di sekitar dinding tenggorokan dan belum menyebar sama sekali. Stadiumnya pun menurun menjadi stadium tiga.

Petunjuk Tuhan lebih lanjut diberikan kepadanya melalui orang-orang yang ia layani sambil menunggu pengobatan radiotherapy sebanyak tiga puluh tiga kali dan kemotherapy sebanyak enam kali pada tanggal 13 Mei 2013. Setiap minggu ia tetap menghantar komuni tiga orang oma. Ia memberikan kekuatan dan peneguhan dengan Firman Tuhan kepada seorang oma yang berusia enam puluh tahun yang kena kanker payudara dan baru saja menjalani kemotherapy yang pertama serta keadaannya lemah : “Ibu hendaknya untuk senantiasa berdoa, cukup dengan memanggil Yesus… Yesus… Yesus…. ketika merasa tidak berdaya”. Hal ini tidak mudah baginya karena ia juga akan menjalani hal yang sama. Ia sangat merasakan pelukan Tuhan Yesus yang memberikan kekuatan kepadanya untuk menjalani radiotherapy dan kemotherapy ketika seorang Bapak memeluknya sambil mengeluarkan air mata deras pada saat ia mendoakannya pada acara pencurahan Roh Kudus dalam retret pengutusan KEP Trinitas pada tanggal 11 Mei 2013. Peristiwa dan pelayanan ini memberikan kekuatan baginya ketika ia menjalani pengobatan. Katanya: “Tuhan Yesus memberikan apa yang aku butuhkan ketika aku tetap setia melayani Dia”.
Setelah menerima Sakramen Perminyakan Suci, ia didampingi istrinya tercinta dan mamanya pergi ke Singapore untuk menjalani radiotherapy dan kemotherapy selama dua bulan. Iman akan penyembuhan Tuhan menjadi kekuatannya. Ia dapat menyelesaikan semua proses radiotherapy dan kemotherapy yang begitu berat pada tanggal 25 September 2013. Walaupun berat badannya turun sampai 15 kg dan rambutnya rontok, ia tetap bahagia karena mengalami mukjizat Tuhan itu nyata. Setelah dilakukan pengecekan MRI, Ia dinyatakan telah bersih dari kanker. Puji Tuhan.

Ia merasakan berkat Tuhan dari penyakit ini. Pertama: relasi dengan istrinya semakin mantap. Kedua: pemulihan terjadi dalam keluarga. Ketiga: Mamanya tercinta mau untuk masuk Katolik setelah merasakan bagaimana perjuangannya bersama Tuhan Yesus melawan kanker. Ia sedang menjalani katekumen lansia dan akan dibaptis pada tanggal 7 Desember 2013 nanti. Ia mensyukuri berkat Tuhan di balik penyakit yang harus ia lalui: “Tuhan bukan hanya memberikan kesembuhan bagiku, tetapi menganugerahkan keselamatan bagi mamaku”. Ia menyimpulkan pengalaman imannya dalam sebuah kalimat: “Tuhan akan mengubah masalah yang mendera kita menjadi berkat istimewa ketika kita menyerahkannya kepada Tuhan, menanggungnya bersamaNya, dan tetap melayaniNya”.

Setelah sharing atas pengalaman iman dalam melalui penyakitnya, aku memberkati keluarganya sebagai ungkapan syukur atas kebaikan Tuhan bagi keluargnya. Ia menutup sharingnya dengan sebuah doa yang indah:

“Terima kasih Tuhan Yesus.
Aku sangat bersyukur boleh mengalami penyakit ini karena imanku semakin bertumbuh.
Aku akan terus menjadi saksi-Mu ke mana pun Engkau utus”.

Pesan dari sharing indah tesimpul dalam Mazmur 30:3: “TUHAN, Allahku, kepadaMu aku berteriak minta tolong, dan Engkau telah menyembuhkan aku”. Aku pun memuji Tuhan atas karya-Nya yang ajaib.

Tuhan Memberkati

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Surat Gembala Konferensi Waligereja Indonesia Tentang Narkoba

0

JADILAH PEMBELA KEHIDUPAN!
LAWANLAH PENYALAHGUNAAN NARKOBA!

Saudara-saudari terkasih dalam Tuhan,
1. Setelah mengadakan studi mengenai narkoba dengan tema “Komitmen dan Peran Nyata Gereja Katolik Indonesia dalam Menyikapi Masalah Narkoba”, kami para Uskup yang tergabung dalam Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengajak seluruh umat untuk membela dan mencintai kehidupan dengan memerangi narkoba. Hari studi tersebut kami adakan karena keprihatinan kami yang mendalam atas semakin luasnya penyalahgunaan narkoba di negeri kita ini. Penyalahgunaan narkoba merupakan kejahatan dan masalah sosial yang merusak sendi-sendi kehidupan baik bagi pengguna, keluarga maupun masyarakat. Terhadap kejahatan dan masalah sosial ini Gereja tidak boleh diam. Diteguhkan oleh sabda Tuhan, “Aku datang, agar mereka semua mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10b), kami mengajak seluruh umat melawan kejahatan sosial tersebut.

Penyalahgunaan Narkoba

2. Istilah “narkoba” merupakan kependekan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syarat pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Sedangkan bahan adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. (Catatan: pada saatnya akan diuraikan secara lebih lengkap dalam Nota Pastoral yang akan terbit kemudian).

3. Pada saat ini ancaman penyalahgunaan narkoba sudah sampai taraf yang sangat mengkhawatirkan dan menunjukkan peningkatan yang serius, bahkan telah berkembang menjadi kejahatan yang terkait dengan kejahatan lainnya. Juga karena penyebarannya yang hampir merata di seluruh Indonesia dengan tidak mengenal status, golongan, profesi, latar belakang, agama, suku, ras, penduduk desa maupun kota dan lain-lain. Semua orang bisa menjadi sasaran kejahatan penyalahgunaan narkoba.

4. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba adalah produsen, pengedar dan korban. Peranan mereka berbeda-beda, maka sikap kita dalam menghadapinya pun harus berbeda. Memproduksi narkoba secara tidak sah adalah kejahatan yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Mengedarkan narkoba secara ilegal juga merupakan kejahatan karena pengedar menebarkan bahaya bagi kehidupan sesama manusia. Korban adalah pihak yang harus diberi empati dan pertolongan, agar mampu keluar dari situasinya.

Akibat

5. Penyalahgunaan narkoba dapat mengakibatkan gangguan perilaku, emosi dan cara berpikir karena yang diserang oleh narkoba adalah susunan syaraf pusat. Kerusakan ini permanen atau bersifat tetap, tidak bisa disembuhkan dan hanya bisa dipulihkan. Karena itu, pengguna akan mengalami kerusakan fisik, psikis dan spiritual. Kerusakan fisik yang ditimbulkan oleh narkoba menjadikan pengguna rentan terhadap banyak penyakit dan kelemahan fisik lainnya, yang tidak bisa dipulihkan seperti semula. Kerusakan psikis menjadikan pengguna tidak mampu bernalar secara baik dan bertingkah laku secara wajar. Kerusakan spiritual menjadikan pengguna tidak mempunyai pegangan hidup, tidak otonom dalam menentukan pilihan moral, dan mudah dipermainkan oleh keinginan-keinginan untuk mengkonsumsi narkoba.

6. Narkoba merusak relasi antar anggota keluarga, kerukunan dan kebahagiaannya serta merusak ekonomi keluarga. Bila keluarga rusak, rusak pula masyarakat. Dalam masyarakat yang rusak itu tindak kejahatan meningkat, kekerasan dan kerusakan moral serta gangguan keamanan merajalela. Biaya penanggulangan dan rehabilitasi korban yang diperlukan sangat besar sehingga menggerogoti anggaran negara.

7. Penyalahgunaan narkoba adalah pelanggaran serius terhadap harkat dan martabat manusia. Narkoba merusak pribadi manusia yang diciptakan Allah menurut citra-Nya, “menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej. 1:27). Kita menyadari, bahwa manusia itu mempunyai hak dan kewajiban untuk memelihara, mengembangkan, mencintai, dan membela kehidupan yang adalah anugerah Allah.

Pencegahan

8. Berhadapan dengan penyalahgunaan narkoba ini, kita tidak bisa tinggal diam. Kita harus pro-aktif bergerak bersama warga masyarakat lainnya untuk mengatasi masalah ini. Sekuat mungkin kita harus mencegah penyalahgunaan narkoba, jangan sampai seorang pun jatuh menjadi korban narkoba. Dalam keluarga, para orangtua hendaknya sungguh-sungguh mencintai, mengenal dan memperhatikan anak secara cermat. Jangan sampai anak merasa tidak diperhatikan dan tidak dicintai oleh orangtuanya yang sibuk dengan urusan sendiri. Pengalaman tidak diperhatikan, kesepian karena kurang cintakasih dapat menjadi pintu masuk narkoba dalam hati dan pikiran anak, untuk mencoba obat-obat berbahaya itu. Di sekolah-sekolah (Kelompok Belajar, SD, SMP, SMA/SMK, dan Perguruan Tinggi) para guru dan dosen hendaknya memperhatikan secara teliti para peserta didik dan teman-teman pergaulan mereka, sehingga terlindung dari bahaya penyalahgunaan narkoba. Kerjasama terpadu antara orangtua dan guru sangat penting bagi kehidupan generasi muda agar terhindar dari bahaya narkoba. Di samping keluarga dan sekolah, lingkungan kerja dan komunitas-komunitas pergaulan harus memperhatikan bahaya narkoba ini.

Rehabilitasi

9. Terhadap korban penyalahgunaan narkoba harus kita usahakan, agar mereka dirawat sehingga pulih dan sehat kembali. Menjebloskan para korban narkoba ke dalam penjara bukan penyelesaian masalah narkoba. Pada umumnya mereka adalah korban dari para produsen dan pengedar narkoba. Sedangkan di dalam penjara, keadaan mereka semakin diperparah. Ada baiknya agar para korban narkoba tidak dihukum penjara melainkan diwajibkan menjalani terapi rehabilitasi. Mereka yang berada dalam penjara perlu mendapat perhatian dan kunjungan yang menyembuhkan. Sedangkan para produsen dan pengedar narkoba seharusnya dihukum berat. Untuk memulihkan korban perlu diadakan rumah rehabilitasi yang dikelola secara benar dan bertanggungjawab dengan pendampingan medis, psikologis dan rohani. Untuk itu Rumah Sakit Katolik hendaknya secara pro-aktif ambil bagian dalam menolong korban penyalahgunaan narkoba.

Saudara-saudari terkasih dalam Tuhan,
Marilah kita bergerak bersama menjadi pembela dan pencinta kehidupan dengan melawan penyalahgunaan narkoba melalui kerjasama terpadu. Gerakan anti narkoba harus kita mulai dari dalam Gereja sendiri dengan melibatkan pribadi-pribadi, keluarga, sekolah, kelompok, tim kerja serta komisi-komisi pada tingkat paroki, keuskupan maupun nasional menurut tugas dan tanggungjawabnya masing-masing. Kerjasama terpadu dengan pihak-pihak mana pun, baik pemerintah (misalnya dengan Badan Narkotika Nasional) maupun swasta, harus kita lakukan untuk memperkuat gerakan anti narkoba.

Korban penyalahgunaan narkoba adalah pribadi-pribadi yang telah kehilangan masa lalu dan masa kini maka jangan sampai mereka juga kehilangan masa depannya. Selamatkan korban dan pulihkan kembali martabatnya.

Seraya memohon bantuan Bunda Maria, ibu kehidupan, semoga tekad kita menjadi pembela kehidupan dengan memerangi penyalahgunaan narkoba dilindungi dan diberkati oleh Allah yang Mahakuasa dan Mahapenyayang. Amin.

Jakarta, 15 November 2013

KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA,

Mgr. Ignatius Suharyo Mgr. Johannes Pujasumarta
Ketua Sekretaris

Pesan Natal Bersama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Tahun 2013

0

“Datanglah, ya Raja Damai”
(Bdk. Yes. 9:5)

Saudara-saudari terkasih,
segenap umat Kristiani Indonesia,
Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.

1. Kita kembali merayakan Natal, peringatan kelahiran Yesus Kristus Sang Juruselamat dunia. Perayaan kedatangan-Nya selalu menghadirkan kehangatan dan pengharapan Natal bagi segenap umat manusia, khususnya bagi umat Kristiani di Indonesia. Dalam peringatan ini kita menghayati kembali peristiwa kelahiran Yesus Kristus yang diwartakan oleh para Malaikat dengan gegap gempita kepada para gembala di padang Efrata, komunitas sederhana dan terpinggirkan pada jamannya (bdk. Luk. 2:8-12). Selayaknya, penyampaian kabar gembira itu tetap menggema dalam kehidupan kita sampai saat ini, dalam keadaan apapun dan dalam situasi bagaimanapun.

Tema Natal bersama PGI dan KWI kali ini diilhami suatu ayat dalam Kitab Nabi Yesaya 9:5 “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita; seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang; Penasehat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”. Kekuatan pesan sang nabi tentang kedatangan Mesias dibuktikan dari empat gelar yang dijabarkan dalam nubuat tersebut, yaitu: 1). Mesias disebut “Penasihat ajaib”, karena Dia sendiri akan menjadi keajaiban adikodrati yang membawakan hikmat sempurna dan karenanya, menyingkapkan rencana keselamatan yang sempurna. 2). Dia digelari “Allah yang perkasa”, karena dalam Diri-Nya seluruh kepenuhan ke-Allah-an akan berdiam secara jasmaniah (bdk. Kol. 2:9, bdk. Yoh. 1:1.14). 3). Disebut “Bapa yang kekal” karena Mesias datang bukan hanya memperkenalkan Bapa Sorgawi, tetapi Ia sendiri akan bertindak terhadap umat-Nya secara kekal bagaikan seorang Bapa yang penuh dengan belas kasihan, melindungi dan memenuhi kebutuhan anak-anak-Nya (Bdk. Mzm. 103:3). 4). Raja Damai, karena pemerintahan-Nya akan membawa damai bagi umat manusia melalui pembebasan dari dosa dan kematian (bdk. Rm. 5:1; 8:2).

2. Seiring dengan semangat dan tema Natal tahun ini, kita menyadari bahwa Natal kali ini tetap masih kita rayakan dalam suasana keprihatinan untuk beberapa situasi dan kondisi bangsa kita. Kita bersyukur bahwa Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama. Namun, dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara, kita masih merasakan adanya tindakan-tindakan intoleran yang mengancam kerukunan, dengan dihembuskannya isu mayoritas dan minoritas di tengah-tengah masyarakat oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan kekuasaan. Tindakan intoleran ini secara sistematis hadir dalam berbagai bentuknya. Selain itu, di depan mata kita juga tampak perusakan alam melalui cara-cara hidup keseharian yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan seperti kurang peduli terhadap sampah, polusi, dan lingkungan hijau, maupun dalam bentuk eksploitasi besar-besaran terhadap alam melalui proyek-proyek yang merusak lingkungan.

Hal yang juga masih terus mencemaskan kita adalah kejahatan korupsi yang semakin menggurita. Usaha pemberantasan sudah dilakukan dengan tegas dan tak pandang bulu, tetapi tindakan korupsi yang meliputi perputaran uang dalam jumlah yang sangat besar masih terus terjadi. Hal lain yang juga memprihatinkan adalah lemahnya integritas para pemimpin bangsa. Bahkan dapat dikatakan bahwa integritas moral para pemimpin bangsa ini kian hari kian merosot. Disiplin, kinerja, komitmen dan keberpihakan kepada kepentingan rakyat digerus oleh kepentingan politik kekuasaan. Namun demikian, kita bersyukur karena Tuhan masih menghadirkan beberapa figur pemimpin yang patut dijadikan teladan. Kenyataan ini memberi secercah kesegaran di tengah dahaga dan kecewa rakyat atas realitas kepemimpinan yang ada di depan mata.

3. Karena itu, Gema tema Natal 2013 “Datanglah, Ya raja Damai” menjadi sangat relevan. Nubuat Nabi Yesaya sungguh memiliki kekuatan dalam ungkapannya. Seruan ini mengungkapkan sebuah doa permohonan dan sekaligus harapan akan datangnya sang pembawa damai dan penegak keadilan (bdk. “Penasihat Ajaib”).
Doa ini dikumandangkan berangkat dari kesadaran bahwa dalam situasi apapun, pada akhirnya “Allah yang perkasa, Bapa yang Kekal,” Dialah yang memiliki otoritas atas dunia ciptaan-Nya. Dengan demikian, semangat Natal adalah semangat merefleksikan kembali arti Kristus yang sudah lahir bagi kita, yang telah menyatakan karya keadilan dan perdamaian dunia, dan karenanya pada saat yang sama, umat berkomitmen untuk mewujudkan kembali karya itu, yaitu karya perdamaian di tengah konteks kita. Tema ini sekaligus mengacu pada pengharapan akan kehidupan kekal melalui kedatangan-Nya yang kedua kali sebagai Hakim yang Adil. Semangat tema ini sejalan dengan tekad Gereja-gereja sedunia yang ingin menegakkan keadilan, sebab kedamaian sejati tidak akan menjadi nyata tanpa penegakan keadilan.
Karena itu, dalam pesan Natal bersama kami tahun ini, kami hendak menggarisbawahi semangat kedatangan Kristus tersebut dengan sekali lagi mendorong Gereja-gereja dan seluruh umat Kristiani di Indonesia untuk tidak jemu-jemu menjadi agen-agen pembawa damai di mana pun berada dan berkarya. Hal itu dapat kita wujudkan antara lain dengan:

• Terus mendukung upaya-upaya penegakan keadilan, baik di lingkungan kita maupun dalam lingkup yang lebih luas. Hendaklah kita menjadi pribadi-pribadi yang adil dan bertanggung jawab, baik dalam lingkungan keluarga, pekerjaan, gereja, masyarakat dan di mana pun Allah mempercayakan diri kita berkarya. Penegakkan keadilan, niscaya diikuti oleh sikap hidup yang berintegritas, disiplin, jujur dan cinta damai.
• Terus memberi perhatian serius terhadap upaya-upaya pemeliharaan, pelestarian dan pemulihan lingkungan. Mulailah dari sikap diri yang peduli terhadap kebersihan dan keindahan alam di sekitar kita, penghematan pemakaian sumber daya yang tidak terbarukan, serta bersikap kritis terhadap berbagai bentuk kegiatan yang bertolak belakang dengan semangat pelestarian lingkungan. Dengan demikian kita juga berperan dalam memberikan keadilan dan perdamaian terhadap lingkungan serta generasi penerus kita.
• Semangat cinta damai dan hidup rukun menjadi dasar yang kokoh dan modal yang sangat penting untuk menghadapi agenda besar bangsa kita, yaitu Pemilu legislatif maupun Pemilu Presiden-Wakil Presiden tahun 2014 yang akan datang.

Saudara-saudara terkasih,
Marilah kita menyambut kedatangan-Nya sambil terus mendaraskan doa Santo Fransiskus dari Asisi ini:

Tuhan,
Jadikanlah aku pembawa damai,
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih
Bila terjadi penghinaan jadikanlah aku pembawa pengampunan

Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang,

Tuhan semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur,
memahami daripada dipahami, mencintai daripada dicintai,
Sebab dengan memberi aku menerima,
dengan mengampuni aku diampuni,
dengan mati suci aku bangkit lagi, untuk hidup selama-lamanya.
Amin

SELAMAT NATAL 2013 DAN TAHUN BARU 2014

Jakarta, 18 November 2013

Atas nama
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA
DI INDONESIA (PGI), KONFERENSI WALIGEREJA
INDONESIA (KWI),

Pdt. Dr. A.A. Yewangoe
Ketua Umum

Mgr. I. Suharyo
K e t u a

Pdt. Gomar Gultom
Sekretaris Umum

Mgr. J.M. Pujasumarta
Sekretaris Jendral

Mengapa Yesus disunat, kita tidak?

89

Ada pertanyaan yang menarik. Kalau Yesus disunat, mengapa kemudian sunat tidak menjadi keharusan bagi pengikut-Nya? Dari definisinya, sunat  (circumcisio) mengacu kepada ‘pemotongan’, yaitu secara khusus pada pemotongan kulit penis. Jika kita mempelajari tulisan ahli sejarah Herodotus maka kita ketahui bahwa bukan hanya bangsa Yahudi saja yang mengenal tradisi sunat ini, melainkan juga bangsa Mesir, Kolkian dan Etiopian, dan kemudian kita ketahui bahwa tradisi ini menjadi bagian dari tradisi kaum muslim.

Namun bagi kita, umat Kristiani, kitapun perlu mengetahui makna “sunat” ini, agar kita semakin dapat menghayati iman kita:

1. Sunat dalam Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama (PL), kita mengetahui sunat pertama kali disyaratkan oleh Allah kepada Abraham sebagai tanda perjanjian antara Allah dengan Abraham dan keturunannya, sehingga sunat dilakukan terhadap semua anak laki-laki pada saat anak tersebut berusia 8 hari (lih. Kej 17:11-12). Tradisi sunat ini dilanjutkan di jaman Nabi Musa (lih. Im 12:3, Kel 12:48), Yoshua (Yos 5:2) dan tradisi ini dilaksanakan seterusnya sampai pada jaman Yudas Makabe (167-160 BC) meskipun di tengah tekanan para penguasa (lih. 2 Mak 6:10); dan sampai juga ke jaman Yesus Kristus. Alkitab mencatat bahwa ketika Yesus genap berumur 8 hari, Bunda Maria dan St. Yusuf membawa-Nya ke Bait Allah untuk disunat dan diberi nama Yesus (lih. Luk 2:21).

2. Makna Yesus disunat

Maka kita melihat dengan obyektif di sini bahwa Yesus disunat karena pengaruh tradisi Yahudi, sebab Ia dilahirkan sebagai seorang Yahudi. Ia dilahirkan oleh seorang perempuan, dilahirkan dari yang takluk kepada hukum Taurat, untuk membebaskan mereka yang takluk kepada hukum Taurat, sehingga kita dapat diangkat menjadi anak-anak Allah.

St. Thomas dalam ST, III, q.37, a. 1 menjabarkan bahwa dengan disunat, Kristus ingin membuktikan bahwa Dia sungguh-sungguh mempunyai kodrat manusia. Alasan kedua adalah untuk memberikan persetujuan bahwa tanda perjanjian yang diberikan oleh Allah dalam Perjanjian Lama adalah sah. Kristus sebagai keturunan Abraham – yang telah menerima perintah Tuhan bahwa sunat adalah tanda perjanjian dan ungkapan iman (lih. Kej 17:10) – juga disunat. karena Kristus disunat, maka bangsa Yahudi tidak mempunyai alasan untuk tidak menerima Kristus. Kristus juga menunjukkan bahwa ketaatan untuk menjalankan perintah Tuhan sesungguhnya sangatlah penting, sehingga Dia disunat pada hari ke-delapan (lih. Luk 2:21; bdk. Im 12:3) Dengan mengambil dan menjalankan sunat, maka Kristus dapat membebaskan manusia dari hukum ini dan memberikan hukum yang lebih sempurna (lih. Gal 4:4-5) – yaitu sunat secara rohani. St. Athanasius dalam komentarnya tentang Luk 2:23, menuliskan hal ini dengan begitu indahnya, “Karena Anak Allah menjadi manusia, dan disunat di dalam daging, bukan untuk kepentingan diri-Nya sendiri, namun agar Dia dapat menjadikan kita [anak-anak] Allah melalui rahmat, dan agar kita dapat disunat secara rohani; dengan demikian, sekali lagi, untuk kepentingan kita Dia dipersembahkan kepada Allah, sehingga kita dapat belajar untuk mempersembahkan diri kita kepada Tuhan.” ((St. Athanasius, on Lk. 2:23; dikutip oleh St. Thomas dalam ST, III, q. 37, a. 3, ad 2.))

Sunat rohani, yang menandai kita menjadi anak-anak Allah melalui rahmat-Nya, terjadi pada saat Pembaptisan, di mana melaluinya kita “dilahirkan kembali dalam air dan Roh” (Yoh 3:5). Kelahiran kembali ini ditandai dengan “menanggalkan manusia lama berserta segala hawa nafsunya …dan mengenakan manusia baru di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.” (Ef 4:22-24). Maka inilah makna “sunat” yang baru, yang tidak lagi berupa penanggalan/ pemotongan kulit lahiriah, tetapi penanggalan hawa nafsu dan dosa dan mengenakan hidup yang baru di dalam Roh Kudus.

3. Yang ditekankan Yesus: sunat rohani

Jadi sebenarnya yang ingin ditekankan Yesus adalah dimensi spiritual dari “sunat” seperti yang sebelumnya telah diajarkan dalam PL, bahwa yang terlebih utama adalah sunat hati/ rohani (Ul 10:16 dan 30:6, Yer 4:4, 9:25-26). Seperti juga Yesus mengajarkan bahwa yang terpenting bukan apa yang terlihat dari luar, tetapi yang ada di dalam hati; bukan menerapkan hukum supaya terlihat baik dari luar, namun agar kita melakukan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan (lih. Mat 23:5, 23)

Maka Rasul Paulus mengajarkan:

“Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” (Rom 2:29).

“Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.” (Kol 2:12)

Maka di sini “sunat lahiriah” tidak menjadi hukum utama bagi seseorang untuk menjadi anggota bangsa pilihan Allah, tetapi “sunat rohaniah” yang adalah Pembaptisan berdasarkan iman akan Allah Tritunggal yang telah mengutus Yesus Kristus Putera-Nya untuk menyelamatkan manusia.

4. Para rasul mengikuti ajaran Yesus, juga mengajarkan sunat rohani

Para Rasul mengajarkan berdasarkan pengajaran Tuhan Yesus sendiri adalah: bahwa yang terpenting adalah sunat rohani, dan bukanlah sunat badani. Oleh sunat rohani, yaitu iman akan Yesus Kristus inilah, maka seseorang diselamatkan, dan bukan karena memenuhi hukum sunat lahiriah menurut hukum Taurat. Rasul Paulus mengajarkan:

“Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: “tidak ada seorangpun yang dibenarkan” oleh karena melakukan hukum Taurat.” (Gal 2:16)

5. Sunat menurut Bapa Gereja

Berikut ini beberapa kutipan ajaran Bapa Gereja abad-abad awal tentang sunat yang merupakan tanda akan penggenapannya dalam Baptisan, yang dilestarikan oleh Gereja Katolik:

1. St. Yustinus Martir (155)

“Karena itu, bejana pertobatan dan pengetahuan akan Tuhan ini yang ditetapkan karena pelanggaran umat Tuhan, sebagaimana diserukan oleh Nabi Yesaya, telah kita imani dan saksikan bahwa Baptisan yang diwartakan-Nya itulah saja yang dapat memurnikan orang-orang yang telah bertobat; dan ini adalah air kehidupan….. Sebab apakah gunanya baptisan itu [sunat] yang hanya membersihkan daging dan tubuh saja? Baptislah jiwa dari kemarahan dan dari dengki dan iri hati, dan dari kebencian; dan lihatlah! Tubuh menjadi murni…. Tapi kamu telah memahami segala sesuatunya secara jasmani, dan kamu pikir itu adalah kesalehan jika kamu berbuat demikian, sementara jiwamu dipenuhi dengan tipu daya dan singkatnya, dalam setiap kejahatan….” (Dialogue with Trypho, ch. 14).

“Dan Nabi Musa menyatakan bahwa Tuhan sendiri bersabda: “Sebab itu sunatlah hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk…” (Ul 10:16, lih. Im 26:40-41). Sebab sunat jasmani sejak Nabi Abraham, diberikan sebagai sebuah tanda; bahwa kamu dipisahkan dari bangsa-bangsa lain, dan dari kami; dan bahwa kamu sendiri dapat menderita menanggung apa yang sekarang secara adil kamu tanggung … dan bahwa tak seorangpun dari kamu dapat pergi ke Yerusalem…. * Semua ini terjadi atasmu dengan setimpal dan adil, sebab kamu telah menganiaya Sang Keadilan, dan para nabi-Nya sebelumnya; dan sekarang kamu menolak mereka yang berharap kepada-Nya dan di dalam Dia yang mengutus-Nya – yaitu Tuhan yang Mahabesar Pencipta segala sesuatu- dengan mengutuk di dalam sinagoga-sinagoga, mereka yang percaya kepada Kristus. Sebab kamu tidak punya kuasa untuk melukai kami … (Dialogue with Trypho, ch. 16).

Catatan *: Lihat Apology, I, 47. Orang-orang Yahudi -menurut Hadrian’s edict, dengan hukum melarang orang-orang Yahudi untuk memasuki Yerusalem, dengan ancaman hukuman mati. St. Yustinus melihat dalam hal sunat, hukuman bagi mereka sendiri.

“Maka basuhlah, dan menjadi bersihlah dan jauhkan segala kejahatan dari jiwamu, sebagaimana Tuhan menghendaki kamu dibasuh dalam bejana ini, dan disunatlah dengan sunat yang sejati. Sebab kami juga akan melakukan sunat jasmani dan Sabat, dan semua perayaan-perayaan, kalau seandainya kami tidak tahu alasan mangapa hal-hal itu diajarkan kepada kamu, yaitu karena pelanggaranmu dan ketegaran hatimu. Sebab jika kami dengan sabar menanggung semua hal yang dirancangkan terhadap kami oleh mereka yang jahat…, supaya bahkan di tengah-tengah kekejaman yang tak terkatakan, kematian dan penganiayaan, kami berdoa untuk belas kasihan kepada mereka yang menganiaya kami….mengapakah Trypho, bahwa kami tidak akan melakukan ritus-ritus itu yang tidak mencelakakan kami – yang kumaksud tentang sunat, Sabat dan berbagai perayaan Yahudi? (Dialogue with Trypho, ch. 18).

“Bahkan kamu yang disunat menurut daging, membutuhkan sunat kami [menurut rohani]; tetapi kami, yang telah memiliki hal yang kedua [sunat rohani], tidak membutuhkan hal yang pertama [sunat jasmani]. Sebab jika itu keharusan, seperti anggapanmu, Tuhan tak akan menciptakan Adam tidak disunat. Ia tak mungkin menghormati persembahan Habel yang tidak disunat saat mempersembahkan kurban, dan tak mungkin berkenan kepada Henokh yang tidak disunat… Lot yang tidak disunat diselamatkan dari Sodom dan Gomora…. Nuh, permulaan suku kita, meskipun tidak disunat, masuk ke dalam bahtera. Melkisedek, imam dari Yang Mahatinggi, tidak disunat… Maka untuk kamu sendiri sunat diperlukan; supaya bangsa tersebut menjadi bukan bangsa apapun; sebagaimana dikatakan oleh Nabi Hosea…. (Dialogue with Trypho, ch. 19).

2. Tertullian (160-220)

“Biarlah ia yang berusaha keras mempertahankan bahwa Sabat tetap harus dilakukan sebagai obat keselamatan dan sunat di hari kedelapan…. mengajarkan kita bahwa pada masa lalu, orang-orang benar melakukan hari Sabat dan sunat, dan karena itu mereka disebut ‘para sahabat Allah’. Sebab jika sunat memurnikan manusia, karena Tuhan menciptakan Adam tidak disunat, mengapa Ia tidak menyunatkan dia bahkan setelah ia berdosa, jika sunat itu memurnikan? … Maka, karena Tuhan pada mulanya menciptakan Adam tidak bersunat dan tidak melakukan Sabat, konsekuensinya keturunannya, Habel mempersembahkan kurban, yang tidak bersunat dan tidak melakukan Sabat, dipuji oleh-Nya (Kej 4:1-7, Ibr 11:4). Nuh juga tidak bersunat- ya, dan tidak melakukan Sabat- Tuhan membebaskan dari air bah. Sebab Henokh juga, orang yang paling benar, tidak bersunat dan tidak melakukan Sabat, ia diangkat dari dunia ini,  yang pertama tidak mengalami kematian sehingga, menjadi kandidat bagi kehidupan kekal, ia menunjukkan kepada kita bahwa kita juga dapat, tanpa menanggung beban hukum Musa, menyenangkan Tuhan” (An Answer to the Jews, 2 [A.D. 203]).

3. Eusebius dari Kaisarea (260-339)

“Mereka [para orang kudus pertama di Perjanjian Lama] tidak memperhatikan sunat jasmani, demikian juga kita [orang-orang Kristen]. Mereka tidak melakukan Sabat, demikian juga kita. Mereka juga tidak menghindari jenis-jenis makanan tertentu, maupun pembedaan-pembedaan lain yang dikeluarkan oleh Musa kepada keturunannya untuk dilakukan sebagai simbol-simbol; demikian juga umat Kristen di zaman ini melakukan hal-hal itu” (Church History 1:4:8 [A.D. 312]).

4. St. Yohanes Krisostomus (347-407)

“Ritus sunat dulu sangat dihormati menurut adat Yahudi …. Ini dipandang sebagai lebih mulia dari Sabat, sebagai yang tidak dihapuskan pada waktu tertentu. Ketika kemudian ini [sunat] tidak dilakukan lagi, terlebih lagi [tidak dilakukan] adalah hukum Sabat.” (Homilies on Philippians 10 [A.D. 402]).

5. St. Agustinus (354-430)

“Apakah ada di dalam ke sepuluh perintah Allah, selain penerapan hari Sabat, yang tidak harus ditaati oleh seorang Kristen…. Yang mana dari perintah-perintah ini [sepuluh perintah Allah], yang dikatakan orang bahwa umat Kristen tak harus melakukannya? Adalah mungkin untuk menegaskan bahwa bukanlah hukum yang tertulis di kedua loh batu yang dijabarkan oleh Rasul [Paulus] sebagai ‘hukum yang tertulis mematikan’ (2Kor 3:6), tetapi hukum sunat dan ritus-ritus sakral lainnya yang kini dihapuskan” (The Spirit and the Letter 24 [A.D. 412]).

6. Paus Gregorius I (540-604)

“Telah sampai ke telingaku bahwa orang-orang tertentu dengan semangat yang menyimpang telah menabur di antara kamu sesuatu yang salah dan bertentangan dengan iman yang kudus, sehingga melarang pekerjaan apapun yang dilakukan pada hari Sabat. Adakah yang lain yang dapat kukatakan selain menyebut orang-orang ini sebagai pengkhotbah Antikristus, yang ketika ia datang akan menyebabkan hari Sabat seperti hari Tuhan, untuk dijadikan hari yang bebas dari semua pekerjaan…. Sebab inilah yang dikatakan nabi, “Apabila kamu sungguh-sungguh mendengarkan Aku, demikianlah firman TUHAN, dan tidak membawa masuk barang-barang melalui pintu-pintu gerbang kota ini pada hari Sabat, tetapi menguduskan hari Sabat dan tidak melakukan sesuatu pekerjaan pada hari itu…” (Yer 17:24) dapat dipegang sepanjang itu sesuai dengan hukum untuk dilakukan menurut hukum yang tertulis. Tetapi setelah rahmat Tuhan yang Mahakuasa itu, Tuhan kita Yesus Kristus, telah muncul, perintah-perintah hukum yang telah dikatakan secara figuratif tidak dapat dilaksanakan menurut hukum yang tertulis. Sebab siapapun yang mengatakan bahwa ini adalah tentang Sabat yang harus dilaksanakan, ia harus perlu juga mengatakan bahwa kurban-kurban jasmani [kurban hewan-hewan] harus dipersembahkan. Ia harus juga mengatakan bahwa perintah tentang sunat jasmani adalah untuk dipertahankan. Tetapi biarlah ia mendengar apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus yang berkata menentang dia: “…jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu” (Gal 5:2).

5. Apakah yang diajarkan oleh Gereja Katolik?

Gereja Katolik, berpegang kepada Kitab Suci, mengajarkan bahwa hukum sunat jasmani dalam Perjanjian Lama merupakan tanda dan persiapan bagi penggenapannya dalam sunat rohani, yaitu Baptisan dalam Perjanjian Baru.

KGK 527  Penyunatan Yesus, pada hari kedelapan sesudah kelahiran-Nya Bdk. Luk 2:21., adalah suatu bukti bahwa Ia termasuk dalam keturunan Abraham dalam bangsa perjanjian, bahwa Ia takluk kepada hukum Bdk. Gal 4:4. dan ditugaskan untuk ibadah Israel, yang dalamnya Ia akan mengambil bagian sepanjang hidup-Nya. Ia adalah pratanda “penyunatan yang diberikan Kristus”: “Pembaptisan” (Kol 2:11-12).

KGK 1150 Tanda-tanda perjanjian. Bangsa terpilih menerima dari Allah tanda-tanda dan lambang-lambang khusus, yang menandakan kehidupan liturginya. Mereka bukan lagi hanya gambaran tentang peraturan dalam kosmos dan bukan lagi hanya isyarat-isyarat sosial, melainkan tanda-tanda perjanjian dan lambang karya agung Allah untuk umat-Nya. Penyunatan, pengurapan, dan penahbisan para raja dan para imam, peletakan tangan, persembahan, dan terutama Paska, termasuk tanda-tanda liturgis Perjanjian Lama ini. Gereja melihat di dalam tanda-tanda ini pratanda Sakramen-sakramen Perjanjian Baru.

Oleh karena itu, setelah digenapi dalam Baptisan, Gereja tidak lagi kembali kepada hukum yang lama. Hukum sunat jasmani itu tidak untuk dianggap batal ataupun tidak ada, sebaliknya, tetap diakui sebagai gambaran Baptisan, namun pelaksanaannya disempurnakan. Prinsip dasar sunat, yaitu untuk meninggalkan kedagingan manusia yang lama, tetap disyaratkan, namun perwujudannya tidak secara jasmani, tetapi secara rohani, sebagaimana sejak awal direncanakan Allah (lih. Ul 10:16). Setelah maksud sunat rohani tersebut, yaitu pertobatan, telah dipahami oleh umat-Nya, maka sunat jasmani tidak lagi disyaratkan. Keselamatan tidak diperoleh melalui sesuatu yang sifatnya jasmani semata, tetapi oleh sesuatu yang rohani. Sebab makna Baptisan itu tidak saja mencakup pertobatan, tetapi juga karunia kehidupan baru yang ilahi di dalam Kristus, yang menghantar kepada keselamatan kekal. Dan jika makna yang sempurna ini telah diperoleh di dalam Kristus, maka Gereja tidak dapat kembali ke makna samar-samar di zaman Perjanjian Lama saat penggenapannya di dalam Kristus belum terjadi. Hal yang serupa adalah pemaknaan Hari Tuhan, yang merupakan penggenapan makna hari Sabat pada Perjanjian Lama.

6.Jadi bagaimana sekarang, perlukah kita disunat?

“Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.” (1 Kor 7:19). Dengan mengetahui bahwa yang terpenting adalah sunat rohani, maka sekarang tidaklah menjadi penting, sunat atau tidak bersunat, asalkan kita melakukan hukum-hukum Allah terutama hukum kasih. Maka jika seseorang Katolik tidak disunat, itu disebabkan karena itu sudah bukan keharusan bagi kita sebagai pengikut Kristus, sebab keselamatan kita tidak diperoleh dari sunat/ hukum Taurat tetapi oleh iman akan Kristus Tuhan.

Dengan demikian, seperti telah disampaikan di atas, “sunat” dalam Perjanjian Lama adalah persiapan/ gambaran dari Pembaptisan di Perjanjian Baru. Yesus memperbaharui dan menggenapi hukum Taurat dengan memberikan hukum yang baru; Yesus tidak membatalkannya, namun menyempurnakannya dan memberikan arti yang lebih penuh terhadap apa yang ditentukan dalam hukum Taurat Musa. Bahwa kekudusan tidak hanya sesuatu yang terlihat dari luar namun lebih kepada apa yang ada di dalam hati. Dan kekudusan yang sejati inilah yang menghantar kita kepada keselamatan kekal.

Di sinilah kita melihat kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. St. Thomas Aquinas pernah mengajarkan tentang 3 jenis hukum yang ada dalam Perjanjian Lama, dan bagaimana Yesus menggenapinya dalam Perjanjian Baru. Silakan klik di siniuntuk membacanya, semoga anda dapat semakin melihat bahwa Yesus Kristus adalah penggenapan hukum Taurat; dan Ia menyempurnakan hukum itu di dalam Diri-Nya sendiri.

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab