Home Blog Page 90

Apa prinsip dasar untuk melakukan bisnis secara Kristiani?

7

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan prinsip dasar untuk melakukan bisnis/ ekonomi, yaitu:

1. Penghormatan terhadap martabat manusia, penguasaan diri, keadilan, solidaritas dan kemurahan hati.

KGK 2407    Di bidang ekonomi, hormat kepada martabat manusia menuntut kebajikan penguasaan diri, supaya mengendalikan ketergantungan kepada barang-barang dunia ini: kebajikan keadilan, supaya menjamin hak-hak sesama dan memberi kepadanya apa yang menjadi haknya; dan solidaritas sesuai dengan kaidah emas dan sikap suka memberi dari Tuhan, karena “Ia, sekalipun Ia kaya, telah menjadi miskin karena kamu, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (2 Kor 8:9).

2.  Janji dan kontrak yang telah disetujui harus dipenuhi; peraturan yang ditetapkan oleh pihak otoritas yang sah harus diikuti

KGK 2410    Janji dan kontrak harus dipenuhi dengan saksama, sejauh kewajiban yang telah disetujui itu adil secara moral. Kehidupan ekonomi dan masyarakat sebagian besarnya bergantung pada kesetiaan orang kepada kontrak yang dibuat antara badan-badan fisik atau moral: kontrak penjualan atau pembelian, kontrak sewa-menyewa, atau kontrak kerja. Tiap kontrak harus dibuat dan dilaksanakan dengan kehendak baik.

KGK 2429    Tiap orang berhak atas usaha ekonomi; tiap orang dapat dan harus mempergunakan talenta-talentanya, supaya dapat memberi sumbangan kepada kesejahteraan yang berguna bagi semua orang, dan supaya dapat menuai hasil-hasil yang adil dari jerih payahnya. Ia harus selalu memperhatikan agar berpegang pada peraturan-peraturan, yang otoritas sah telah tetapkan demi kesejahteraan umum (Bdk. CA 32; 34).

3. Kontrak disusun atas dasar keadilan dengan mempertimbangkan hak-hak pribadi yang terlibat.

KGK 2411    Kontrak-kontrak berada di bawah tuntutan keadilan komutatif, yang mengatur pertukaran antara pribadi-pribadi dengan memperhatikan hak-hak mereka dengan saksama. Keadilan komutatif wajib sifatnya. Ia menuntut bahwa orang melindungi hak-hak pribadi, membayar kembali utang, dan memegang teguh kewajiban-kewajiban yang telah diterima dengan sukarela. Tanpa keadilan komutatif, tidak mungkin ada suatu bentuk keadilan yang lain.Keadilan komutatif dibedakan dari keadilan legal, yang menyangkut kewajiban para warga negara terhadap persekutuan dan dari keadilan distributif yang mengatur, apa yang harus diberikan persekutuan kepada para warganya, sesuai dengan sumbangan dan kebutuhan mereka.

4. Barangsiapa yang telah mencuri milik orang lain, harus mengembalikannya.

KGK 2412    Demi keadilan komutatif, kewajiban untuk ganti rugi menuntut bahwa orang mengembalikan barang yang dicuri kepada pemiliknya. Yesus memuji Zakheus karena janjinya: “Sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang, akan kukembalikan empat kali lipat” (Luk 19:8). Siapa yang secara langsung atau tidak langsung mengambil milik orang lain, berkewajiban untuk mengembalikannya, atau membayarnya kembali dengan uang tunai atau dalam natura; demikian juga mengganti kerugian bunga atau manfaat yang pemilik sah dapat terima darinya. Siapa yang dengan salah satu cara telah mengambil keuntungan darinya dengan radar, umpamanya siapa yang menyuruhnya atau yang telah bekerja sama atau yang melindunginya, berkewajiban untuk ganti rugi sesuai dengan tanggung jawab dan keuntungannya.

5. Perkembangan ekonomi/produksi adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia, melayani keseluruhan manusia dan persekutuan manusia

KGK 2426    Pengembangan kehidupan ekonomi dan peningkatan produksi harus melayani kebutuhan manusia. Kehidupan ekonomi bukan hanya ada untuk melipatgandakan barang-barang produksi dan meningkatkan keuntungan atau kekuasaan; pada tempat pertama sekali ia harus melayani manusia: manusia seutuhnya dan seluruh persekutuan manusia. Kegiatan ekonomi harus – menurut metodenya sendiri – dilaksanakan dalam kerangka tata moral dan keadilan sosial sedemikian, sehingga ia sesuai dengan apa yang Allah maksudkan untuk manusia (Bdk. GS 64).

KGK 2429    Tiap orang berhak atas usaha ekonomi

6. Pekerjaan merupakan: 1) kewajiban untuk melanjutkan karya penciptaan Allah; 2) mengembangkan talenta dari Allah untuk memberikan sumbangan bagi kesejahteraan bersama; 3) kesempatan melatih kemampuan kodrati; 4) alat untuk memperoleh harta milik secukupnya untuk diri sendiri dan sesama; 5) sesuatu yang harus dapat diperoleh tanpa diskriminasi yang tak adil

KGK 2427    Karya manusia adalah tindakan langsung dari manusia yang diciptakan menurut citra Allah. Mereka ini dipanggil, supaya bersama-sama melanjutkan karya penciptaan, kalau mereka menguasai bumi (Bdk. Kej 1:28; GS 34; CA 31). Dengan demikian pekerjaan adalah satu kewajiban: “Jika seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2 Tes 3:10, Bdk. 1 Tes 4:11). Pekerjaan menghargai anugerah-anugerah dan talenta-talenta yang diterima dari Pencipta. Tetapi ia juga dapat menyelamatkan. Apabila manusia dalam persatuan dengan Yesus, Tukang dari Nasaret dan Yang Tersalib di Golgota, menerima jerih payah pekerjaan (Bdk. Kej 3:14-19), ia boleh dikatakan bekerja bersama dengan Putera Allah dalam karya penebusan-Nya. Ia membuktikan diri sebagai murid Kristus, kalau ia, dalam kegiatannya yang harus ia laksanakan hari demi hari, memikul salibnya (Bdk. LE 27). Pekerjaan dapat menjadi sarana pengudusan dan dapat meresapi kenyataan duniawi dengan semangat Kristus.

KGK 2428    Waktu bekerja, manusia melatih dan melaksanakan sebagian dari kemampuan kodratinya. Nilai utama dari pekerjaan itu datang dari manusia sendiri yang melaksanakannya dan untuk siapa pekerjaan itu ditentukan. Pekerjaan memang untuk manusia, dan bukan manusia untuk pekerjaan (Bdk. LE 6).Tiap orang harus dapat menghasilkan melalui pekerjaan itu harta milik secukupnya, supaya dapat memelihara diri sendiri dan orang-orangnya dan supaya ia dapat menyumbang bagi persekutuan manusia.

KGK 2429    Tiap orang berhak atas usaha ekonomi; tiap orang dapat dan harus mempergunakan talenta-talentanya, supaya dapat memberi sumbangan kepada kesejahteraan yang berguna bagi semua orang, dan supaya dapat menuai hasil-hasil yang adil dari jerih payahnya. Ia harus selalu memperhatikan agar berpegang pada peraturan-peraturan, yang otoritas sah telah tetapkan demi kesejahteraan umum (Bdk. CA 32; 34).

KGK 2433    Tanpa diskriminasi yang tidak adil, semua orang, pria dan wanita yang sehat dan yang cacat, pribumi dan pekerja asing harus bisa mendapat pekerjaan dan profesi (Bdk. LE 19; 22-23). Sesuai dengan situasi, masyarakat harus membantu para warga, supaya memperoleh pekerjaan dan tugas (Bdk. CA 48).

7. Konflik yang terjadi harus diupayakan diselesaikan dengan musyawarah dengan memperhatikan hak dan kewajiban tiap pihak; tidak diperkenankan menggunakan kekerasan

KGK 2430    Dalam kehidupan ekonomi tercakup beberapa kepentingan yang sering kali bertentangan. Dari situlah timbul konflik-konflik, yang mewarnainya (Bdk. LE 11). Orang harus berikhtiar supaya menyelesaikannya dengan jalan musyawarah, yang memperhatikan hak dan kewajiban dari tiap pelaku sosial: majikan, buruh, dan wakil-wakilnya, umpamanya serikat buruh, dan jika perlu petugas pemerintah.

KGK 2435    Pemogokan dapat dibenarkan secara moral, apabila ia merupakan satu cara yang tidak dapat dihindarkan, malahan satu cara yang perlu demi satu manfaat yang seimbang. Ia tidak dapat diterima secara moral, kalau ia dibarengi dengan kekerasan atau kalau bersama itu orang mengejar tujuan-tujuan yang tidak langsung berkaitan dengan persyaratan pekerjaan yang bertentangan dengan kesejahteraan umum.

8. Tugas negara: 1) menentukan norma yuridis dan politik; 2) menjamin keamanan agar proses ekonomi/ produksi dapat berjalan efektif; 3) mengawasi dan mengatur cara mewujudkan hak-hak manusia di bidang ekonomi

KGK 2431    Tanggung jawab negara. “Kegiatan ekonomi, terutama yang menyangkut ekonomi pasar, tidak dapat dikembangkan tanpa ketentuan-ketentuan hukum dan norma-norma yuridis maupun politik. Sebaliknya kegiatan itu mengandaikan jaminan yang sungguh andal terhadap kebebasan dan milik perorangan, begitu pula situasi moneter yang stabil dan pelayanan umum yang tepat guna. Maka dari itu, tugas utama negara ialah menjamin keamanan sehingga kaum pekerja maupun para produsen dapat menikmati hasil kerja mereka, dan dengan demikian didorong untuk bekerja secara efektif dan jujur … Selanjutnya negara wajib juga mengawasi dan mengatur cara-cara merealisasikan hak-hak manusia di bidang perekonomian. Tetapi dalam hal itu tanggung jawab utama tidak ada pada negara, tetapi pada warga perorangan dan pelbagai serikat serta kelompok, yang semuanya membentuk masyarakat” (CA 48).

9. Pengusaha/ majikan: 1) bertanggungjawab kepada masyarakat terhadap akibat perekonomian dan ekologi; 2) wajib memperhatikan kesejahteraan manusia; 3) tidak hanya cari untung

KGK 2432    Para majikan bertanggung jawab kepada masyarakat untuk akibat-akibat perekonomian dan ekologi (Bdk. CA 37) dari kegiatan mereka. Mereka berkewajiban supaya memperhatikan kesejahteraan manusia dan tidak hanya peningkatan keuntungan. Memang keuntungan itu penting. Keuntungan memungkinkan investasi yang menjamin masa depan perusahaan dan lapangan kerja.

10. Pekerjaan yang sah harus menghasilkan upah yang adil (berdasarkan kebutuhan dan prestasi), dan upah tak dapat ditahan/ ditangguhkan.

KGK 2434    Upah yang adil adalah buah pekerjaan yang sah. Tidak memberikannya atau menahannya adalah ketidakadilan yang sangat besar (Bdk. Im 19:13; Ul 24:14-15; Yak 5:4). Untuk memperhitungkan pembayaran yang adil, haruslah diperhatikan baik kebutuhan-kebutuhan maupun prestasi dari setiap orang. Pekerjaan harus “mendapat imbalannya sedemikian rupa, sehingga bagi manusia tersedialah kemungkinan untuk secara layak mengembangkan bagi dirinya maupun kaum kerabatnya kehidupan jasmani, sosial, budaya, dan rohani, dengan mempertimbangkan tugas serta produktivitas masing-masing, pun juga situasi perusahaan dan kesejahteraan umum” (GS 67,2). Persetujuan dari pihak yang bersangkutan saja tidak cukup untuk membenarkan secara moral tingginya upah.

Hal-hal yang tidak diperkenankan dalam melakukan bisnis/ usaha adalah:

1. Tidak diperkenankan mencuri/mencaplok harta milik orang lain, menipu, membayar upah dengan tidak adil atau menahan upah, menaikkan harga dengan menyalahgunakan ketidaktahuan atau kesusahan orang lain, spekulasi semena-mena, korupsi, tidak bekerja dengan baik, mencuri ataupun merusak milik umum, pengelakan pajak, pemalsuan cek, pemborosan, pelanggaran hukum moral.

KGK 2408    Perintah ketujuh melarang pencurian yang berarti mencaplok harta milik orang lain dengan melawan kehendak pemiliknya. Bukanlah pencurian, kalau orang dapat mengandaikan persetujuan pemilik, atau kalau penolakannya bertentangan dengan akal budi atau dengan peruntukan barang-barang untuk semua orang. Misalnya seandainya dalam keadaan darurat yang mendesak dan nyata, pencaplokan dan penggunaan harta milik orang lain itu merupakan jalan yang satu-satunya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar (sandang, pangan, papan, Bdk. GS 69,1).

KGK 2409    Mencaplok milik orang lain dengan cara yang bagaimanapun atau tetap memegangnya, juga apabila tidak bertentangan dengan ketentuan hukum masyarakat, merupakan pelanggaran melawan perintah ketujuh. Demikian pula berlaku kalau menyimpan dengan sengaja barang-barang pinjaman atau barang temuan, kalau menipu dalam perdagangan (Bdk. Ul 25:13-16), kalau membayar upah secara tidak adil (Bdk. Ul 24:14-15; Yak 5:4) dan menaikkan harga dengan menyalahgunakan ketidaktahuan atau keadaan susah orang lain (Bdk. Am 8:4-6). Demikian juga harus dikecam secara moral: spekulasi, yang olehnya orang menaikkan atau menurunkan harga secara semena-mena, agar mendapat keuntungan darinya dengan merugikan orang lain; korupsi, yang olehnya mereka menggoda orang yang bertanggung jawab, supaya menjatuhkan keputusan melawan hukum; pencaplokan dan penggunaan secara privat harta milik umum suatu perusahaan; pelaksanaan pekerjaan yang buruk, pengelakan pajak, pemalsuan cek dan rekening, pengeluaran dan pemborosan secara berlebihan. Merusak dengan sengaja harta milik privat atau umum, melanggar hukum moral dan menuntut ganti rugi.

KGK 2434    Upah yang adil adalah buah pekerjaan yang sah. Tidak memberikannya atau menahannya adalah ketidakadilan yang sangat besar (Bdk. Im 19:13; Ul 24:14-15; Yak 5:4)….

2. Tidak diperkenankan mengadakan taruhan yang tidak adil atau menipu dalam permainan.

KGK 2413    Main judi (umpamanya main kartu) atau taruhan sebenarnya tidak melanggar keadilan. Tetapi itu tidak dapat dibenarkan secara moral, kalau merugikan seseorang dalam apa, yang ia butuhkan untuk keperluan hidupnya dan keperluan hidup orang lain. Nafsu bermain dapat memperhamba pemain. Mengadakan taruhan yang tidak adil atau menipu dalam permainan adalah kesalahan besar, kecuali kalau kerugian itu begitu minim, sehingga yang dirugikan tidak terlalu menghiraukan sesuai dengan akal sehat.

3. Tidak diperkenankan melakukan usaha yang menyebabkan manusia diperhamba, diperkosa martabatnya atau haknya, dibeli atau dijual seperti benda.

KGK 2414    Perintah ketujuh melarang perbuatan atau usaha, yang karena salah satu alasan – egoisme, ideologi, nafsu – mengambil untung atau karena sikap totaliter menyebabkan, bahwa manusia diperhamba, diperkosa dalam martabat pribadinya atau dibeli, dijual, atau ditukar bagaikan benda. Adalah dosa melawan martabat manusia dan hak asasinya, dengan segala kekerasan memperlakukan mereka bagaikan barang keperluan sehari-hari atau menjadikan mereka sumber keuntungan. Santo Paulus menghimbau kepada seorang majikan Kristen, agar memperlakukan hambanya yang Kristen “bukan lagi sebagai hamba melainkan lebih daripada hamba yaitu sebagai saudara yang kekasih” (Flm 16).

 

Surat Gembala KWI Menyambut Pemilu Legislatif 2014

8

“JADILAH PEMILIH YANG CERDAS DENGAN BERPEGANG PADA HATI NURANI”.

Saudara-saudari, segenap umat Katolik Indonesia yang terkasih,
Bangsa kita sedang bersiap diri menyambut Pemilu legislatif untuk memilih DPR, DPD dan DPRD yang akan diselenggarakan tanggal 9 April 2014. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, Pemilu menjadi peristiwa penting dan strategis karena merupakan kesempatan memilih calon legislatif dan perwakilan daerah yang akan menjadi wakil rakyat.

Hak dan Panggilan Ikut Serta Pemilu
Warga negara yang telah memenuhi syarat berhak ikut menentukan siapa yang akan mengemban kedaulatan rakyat melalui Pemilu. Mereka yang terpilih akan menempati posisi yang menentukan arah dan kebijakan negeri ini menuju cita-cita bersama, yaitu kesejahteraaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, selain merupakan hak, ikut memilih dalam Pemilu merupakan panggilan sebagai warga negara. Dengan ikut memilih berarti Anda ambil bagian dalam menentukan arah perjalanan bangsa ke depan. Penting disadari bagi para pemilih untuk tidak saja datang dan memberikan suara, melainkan menentukan pilihannya dengan cerdas dan sesuai dengan hati nurani. Dengan demikian, pemilihan dilakukan tidak asal menggunakan hak pilih, apalagi sekedar ikut-ikutan. Siapa pun calon dan partai apa pun pilihan Anda, hendaknya dipilih dengan keyakinan bahwa calon tersebut dan partainya akan mewakili rakyat dengan berjuang bersama seluruh komponen masyarakat mewujudkan cita-cita bersama bangsa Indonesia. Pertanyaannya adalah calon legislatif macam apa yang mesti dipilih dan partai mana yang mesti menjadi pilihan kita.

Kriteria Calon Legislatif
Tidak mudah bagi Anda untuk menjatuhkan pilihan atas para calon legislatif. Selain karena banyak jumlahnya, mungkin juga tidak cukup Anda kenal karena tidak pernah bertemu muka. Para calon legislatif yang akan Anda pilih, harus dipastikan bahwa mereka itu memang orang baik, menghayati nilai-nilai agama dengan baik dan jujur, peduli terhadap sesama, berpihak kepada rakyat kecil, cinta damai dan anti kekerasan. Calon legislatif yang jelas-jelas berwawasan sempit, mementingkan kelompok, dikenal tidak jujur, korupsi dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kedudukan tidak layak dipilih. Hati-hatilah dengan sikap ramah-tamah dan kebaikan yang ditampilkan calon legislatif hanya ketika berkampanye, seperti membantu secara material atau memberi uang. Hendaklah Anda tidak terjebak atau ikut dalam politik uang yang dilakukan para caleg untuk mendapatkan dukungan suara. Perlulah Anda mencari informasi mengenai para calon yang tidak Anda kenal dengan pelbagai cara. Demi terjaga dan tegaknya bangsa ini, perlulah kita memperhitungkan calon legislatif yang mau berjuang untuk mengembangkan sikap toleran dalam kehidupan antar umat beragama dan peduli pada pelestarian lingkungan hidup. Pilihan kepada calon legislatif perempuan yang berkualitas untuk DPR, DPD dan DPRD merupakan salah satu tindakan nyata mengakui kesamaan martabat dalam kehidupan politik antara laki-laki dan perempuan, serta mendukung peran serta perempuan dalam menentukan kebijakan dan mengambil keputusan.

Kriteria Partai Politik
Kita bersyukur atas empat kesepakatan dasar dalam berbangsa dan bernegara yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika. Kita percaya bahwa hanya dengan mewujudkan keempat kesepakatan tersebut, bangsa ini akan mampu mewujudkan cita-citanya. Oleh karena itu, dalam memilih partai perlu memperhatikan sikap dan perjuangan mereka dalam menjaga keempat kesepakatan tersebut. Hal yang penting untuk menjadi pertimbangan kita adalah partai yang memiliki calon legislatif dengan kemampuan memadai dan wawasan kebangsaan yang benar. Partai yang memperjuangkan kepentingan kelompoknya apalagi tidak berwawasan kebangsaan, hendaknya tidak dipilih.

Pengawasan atas Jalannya Pemilu
Setiap warga negara diharapkan ikut memantau dan mengawasi proses dan jalannya Pemilu. Pengawasan itu bukan hanya pada saat penghitungan suara, melainkan selama proses Pemilu berlangsung demi terlaksananya Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil). Kita perlu mendorong dan memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok dalam masyarakat yang dengan cermat mengikuti dan mengkritisi proses jalannya Pemilu. Hendaknya Anda mengikuti secara cermat proses penghitungan suara, bahkan harus terus mengawasi pengumpulan suara dari tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) sampai ke tingkat kecamatan dan kabupaten agar tidak terjadi rekayasa dan kecurangan.

Pemilu yang Aman dan Damai
Amat penting bagi semua warga masyarakat untuk menjaga Pemilu berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, damai dan berkualitas. Jangan sampai terjadi kekerasan dalam bentuk apapun, baik secara terbuka maupun terselubung, karena bila sampai terjadi kekerasan maka damai dan rasa aman tidak akan mudah dipulihkan. Perlu tetap waspada terhadap usaha-usaha memecah belah atau mengadu domba yang dilakukan demi tercapainya suatu target politik. Bila ada sesuatu yang bisa menimbulkan kerawanan, khususnya dalam hal keamanan dan persatuan ini, partisipasi segenap warga masyarakat untuk menangkalnya sangat diharapkan.

Calon Legislatif
Para calon legislatif, kami hargai Anda karena tertarik dan terpanggil terjun dalam dunia politik. Keputusan Anda untuk mempersembahkan diri kepada Ibu Pertiwi melalui jalan itu akan menjadi kesempatan untuk berkontribusi secara berarti bahkan maksimal bagi tercapainya cita-cita bangsa Indonesia. Karena itu, tetaplah memegang nilai-nilai luhur kemanusiaan, serta tetap berjuang untuk kepentingan umum dengan integritas moral dan spiritualitas yang dalam. Anda dipanggil dan diutus menjadi garam dan terang!

Saudara-saudari terkasih,
Ikutlah memilih. Dengan demikian Anda ikut serta dalam menentukan masa depan bangsa. Sebagai umat beriman, marilah kita mengiringi proses pelaksanaan Pemilu dengan doa memohon berkat Tuhan, semoga Pemilu berlangsung dengan damai dan berkualitas serta menghasilkan wakil-wakil rakyat yang benar-benar memperhatikan rakyat dan berjuang untuk keutuhan Indonesia. Dengan demikian cita-cita bersama, yaitu kebaikan dan kesejahteraan bersama semakin mewujud nyata.

Semoga Bunda Maria, Ibu segala bangsa, senantiasa melindungi bangsa dan negara kita dengan doa-doanya.

Jakarta, Januari 2014

KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA

Mgr. Ignatius Suharyo Mgr. Johannes Pujasumarta
Ketua Sekretaris Jenderal

Sang Terang itu Memanggil Kita

0

[Hari Minggu Pekan Biasa ke-III: Yes 8:23-9:3; Mzm 27:1-14; 1Kor 1:10-13,17; Mat 4:12-23]

Sejak masa Natal sampai beberapa minggu ini kita merenungkan betapa Kristus yang adalah Sang Terang itu telah turun ke dunia. Kelahiran-Nya ditandai oleh bintang di Timur dan para majus dan para gembala sujud menyembah-Nya. Kemudian Kristus Sang Terang itu hidup secara tersembunyi di Nazareth, bersama dengan St. Yusuf dan Bunda Maria, untuk menguduskan kehidupan keluarga dan pekerjaan manusia. Setelah genap waktu-Nya, sekitar tiga puluh tahun kemudian, Kristus mengawali karya publik-Nya, setelah dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Melalui Pembaptisan itu Allah Bapa menyatakan Kristus sebagai Putera-Nya dan Yohanes menyatakan Kristus sebagai Sang Anak Domba Allah yang merupakan penggenapan nubuat para nabi.

Kini di awal karya publik-Nya, Yesus memanggil para nelayan untuk menjadi murid-murid-Nya. Sungguh suatu pilihan yang mungkin tak masuk hitungan, jika kita berpikir dari cara pandang manusia. Sebab kita manusia jika menjadi pemimpin cenderung memilih staf pembantu yang sudah pandai dan ahli. Namun cara pandang Kristus berbeda dengan cara pandang kita. Sebab Allah berkenan kepada mereka yang kecil, sederhana, dan lemah, karena di dalam kelemahan manusialah kuasa Tuhan menjadi sempurna (lih. 2Kor 12:9). Betapa ini nyata dicatat juga dalam Perjanjian Lama, saat Allah memilih nabi Musa dan nabi Yeremia, yang tak pandai bicara (Kel 4:10; Yer 1:6); demikian juga Gideon yang paling muda dari kaum yang terkecil (lih. Hak 6:15); atau Daud, anak bungsu Isai, yang menjadi gembala domba (1Sam 16:11). Demikianlah, Kristus juga memilih kaum miskin dan sederhana untuk menjadi sahabat-sahabat-Nya. Sungguh dalam kesederhanaan pikiran, para nelayan itu, Simon Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes, menerima panggilan Kristus untuk menjadi penjala manusia. Mereka segera meninggalkan jala dan perahu mereka untuk mengikuti Yesus (lih. Mat 4:20,22). Tindakan mereka ini mendorong banyak orang di sepanjang sejarah Gereja, yang melakukan hal serupa, yaitu meninggalkan segala sesuatu, untuk memberikan diri seutuhnya kepada Tuhan Yesus. Tindakan para murid itu selayaknya membuat kita merenung, bersegerakah kita mengikuti Tuhan Yesus seperti yang mereka lakukan? Sejauh mana kita mau meninggalkan kehidupan kita yang lama, ‘zona nyaman’ kita, untuk mengikuti Dia? Sudahkah kita menjadi miskin di hadapan Allah, sehingga siap menyambut-Nya untuk mengisi hati kita ?

Sungguh, Kristus Sang Terang dunia telah datang untuk menghalau kegelapan (lih. Yes 9:1), dan Sang Terang itu memanggil kita untuk turut memantulkan Terang-Nya. Seperti para murid itu, kitapun dipanggil untuk menjadi penjala manusia. Supaya melalui kita, orang-orang di sekitar kita dapat melihat terang Kristus dan datang kepada-Nya. Mungkin ada baiknya kita bertanya kepada diri kita sendiri, sejauh mana kita telah memantulkan Terang Kristus melalui perbuatan dan perkataan kita? Apakah kita sudah dengan giat melaksanakan tugas pekerjaan kita sehari-hari dan siap menolong mereka yang membutuhkan bantuan? Sejauh mana kita mempunyai kepekaan untuk menghibur yang berduka, menyapa yang kesepian dan memberi semangat kepada yang berputus asa? Sejauh mana kita mau mempelajari dan merenungkan ajaran iman kita tentang Sang Terang itu, agar hidup kita dipimpin olehnya dan kita dapat membagikannya kepada sesama?

Sungguh bacaan Injil hari ini menggugah hati kita agar kitapun bersedia mengikuti teladan para Rasul, yang memberikan diri mereka untuk menjadi perpanjangan tangan Kristus. Kristus rindu untuk menjangkau setiap jiwa, namun untuk itu Ia mengundang kita untuk berperan serta. “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” (Mat 4:19) Hai, jiwaku, apakah jawabmu, jika Tuhan Yesus berkata demikian kepadamu?

Tentang Kelahiran Yesus dan Hubungannya dengan Sensus Kirenius

4

Berikut ini adalah penjelasan yang kami terjemahkan dari buku karangan Paus Benediktus XVI dalam bukunya, “Yesus of Nazareth: The Infancy Narrative“, tentang bagaimana mendamaikan data bahwa Yesus dilahirkan di masa pemerintahan Raja Herodes (artinya sebelum Raja Herodes Agung wafat di tahun 4 BC), dan di masa sensus yang diadakan di saat Kirenius menjadi wali negeri di Syria (yang menurut catatan ahli sejarah abad pertama, Flavius Josephus, dalam Antiquities of the Jews, jatuh di tahun 6 AD):

“Masalah pertama dapat diselesaikan dengan mudah: sensus terjadi pada masa Raja Herodes yang Agung yang wafat di tahun 4 BC. Titik tolak dari perhitungan waktu- perhitungan waktu kelahiran Yesus- berasal dari perhitungan abbas Dionisius Exiguus (wafat 550 AD), yang jelas melakukan kesalahan penghitungan selama beberapa tahun. Maka, saat historis kelahiran Yesus harusnya ditempatkan beberapa tahun lebih awal.

Terdapat banyak debat tentang saat sensus diadakan. Menurut Flavius Josephus, yang kepadanya kita berhutang sumber hampir semua pengetahuan tentang sejarah sekitar zaman Yesus, sensus itu terjadi di tahun 6 AD. di bawah gubernur Kirenius (Quirinius) dan karena pada akhirnya itu adalah masalah keuangan, sensus itu mengakibatkan pemberontakan Yudas seorang Galilea (Kis 5:37). Menurut Josephus, hanya setelahnya, dan bukan sebelumnya, bahwa Kirenius menjadi aktif di kawasan Syria dan Yudea. Namun demikian, klaim ini tidaklah pasti. Sebab terdapat indikasi bahwa Kirenius telah menjadi pelayan Kaisar di Syria sejak tahun 9 BC (sebelum Masehi). Maka adalah sesuatu yang membawa titik terang, ketika para ahli seperti Alois Stoger memperkirakan bahwa ‘sensus populasi’ tersebut merupakan proses dalam keadaan saat itu yang berlangsung lama selama beberapa tahun. Lagipula, sensus itu diterapkan dalam dua tahap: yang pertama, adalah pendaftaran semua daerah dan kepemilikan properti dan lalu- di tahap kedua- penentuan tentang pembayaran yang disyaratkan. Tahap pertama terjadi pada saat kelahiran Yesus; sedangkan tahap kedua, yang sangat menyulitkan rakyat, adalah yang menyebabkan pemberontakan terjadi (lih. Stoger, Lukasevangelium, pp. 372f).

Sejumlah orang telah mengemukakan keberatan lebih lanjut bahwa hal tersebut tidak diperlukan, dalam sensus semacam ini, bahwa setiap orang harus mengadakan perjalanan untuk kembali ke tanah kelahirannya (lih. Luk 2:3). Tetapi kita juga mengetahui dari berbagai sumber bahwa mereka yang bersangkutan harus hadir menunjukkan diri mereka di tempat properti mereka. Oleh karena itu, kita dapat mengasumsikan bahwa Yusuf, dari keturunan Daud, mempunyai properti di Betlehem, sehingga ia harus pergi ke sana untuk pendaftaran pajak.

Tentang detail-detailnya, diskusi dapat berlangsung tanpa akhir. Adalah sangat sulit untuk memperoleh suatu pandangan kehidupan sehari-hari dari sebuah masyarakat yang demikian kompleks dan begitu jauh dari masyarakat kita sendiri seperti yang ada pada masyarakat di zaman kekaisaran Romawi. Namun demikian, kisah penjabaran Lukas tetaplah secara historis dapat dipercaya semuanya dengan sama: Lukas menjabarkan, sebagaimana dikatakan di pendahuluan Injilnya, “untuk membukukannya dengan teratur bagimu” (Luk 1:3). Ini nyatanya dilakukannya, dengan menggunakan sarana-sarana yang dapat diperolehnya. Apapun yang terjadi, ia berada di zaman yang lebih dekat kepada sumber-sumber dan kejadian-kejadian daripada kita, betapapun kita mengklaimnya demikian, meskipun dengan semua pengetahuan dari pembelajaran sejarah yang kita lakukan.”

Melihat fakta tersebut, yaitu bahwa: 1) kemungkinan terjadi dua tahap sensus yang dimulai sekitar tahun 9 BC saat Kirenius mulai bertugas di kekaisaran Siria, dan tahun 6 AD menurut tulisan sejarawan Josephus, 2) kelahiran Yesus adalah beberapa tahun sebelum wafat Raja Herodes di tahun 4 BC, dan juga 3) konjungsi planet Jupiter dan Saturnus yang terjadi di sekitar tahun 7-6BC yang mengakibatkan cahaya bintang yang terang di sekitar Betlehem, maka Paus memperkirakan tahun kelahiran Tuhan Yesus adalah sekitar tahun 7-6BC.

Apakah arti Gereja yang Apostolik?

1

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan maksud pernyataan ‘Gereja yang Apostolik’ sebagai berikut:

KGK 857    Gereja itu apostolik, karena ia didirikan atas para Rasul dalam tiga macam arti:

– ia tetap “dibangun atas dasar para Rasul dan para nabi” (Ef 2:20, Bdk. Why 21:14), atas saksi-saksi yang dipilih dan diutus oleh Kristus sendiri (Bdk. misalnya Mat 28:16-20; Kis 1:8, 1 Kor 9:1; 15:7-8; Gal 1:1);
– dengan bantuan Roh yang tinggal di dalamnya, ia menjaga ajaran (Bdk. Kis 2:42), warisan iman, serta pedoman-pedoman sehat para Rasul dan meneruskannya (Bdk. 2 Tim 1:13-14).
– ia tetap diajarkan, dikuduskan, dan dibimbing oleh para Rasul sampai pada saat kedatangan kembali Kristusdan justru oleh mereka yang mengganti para Rasul dalam tugasnya sebagai gembala: Dewan para Uskup, “yang dibantu para imam, dalam kesatuan dengan pengganti Petrus, gembala tertinggi Gereja” (AG 5).

“Engkaulah Gembala kekal yang tidak pernah meninggalkan kami, kawanan-Mu, tetapi selalu menjaga dan melindungi dengan perantaraan para Rasul-Mu. Engkau telah melantik para Rasul itu sebagai gembala yang memimpin kawanan-Mu, yaitu umat yang percaya kepada Putera-Mu” (MR, Prefasi Rasul).

KGK 858    Yesus adalah Yang diutus oleh Bapa. Pada awal karya-Nya “Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya,… Ia menetapkan dua belas orang, untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil” (Mrk 3:13-14). Oleh karena itu, mereka adalah “utusan-Nya” (Yunani “apostoloi”). Dalam diri mereka, Ia melanjutkan perutusan-Nya: “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian sekarang Aku mengutus kamu” (Yoh 20:21, Bdk. Yoh 13:20;17:18). Pelayanan para Rasul melanjutkan perutusan Kristus: “Barang siapa menyambut kamu, ia menyambut Aku”, demikian Ia berkata kepada keduabelasan (Mat 10:40, Bdk. Luk 10:16).

KGK 859    Yesus mengikut-sertakan para Rasul dalam perutusan yang diterima-Nya dari Bapa. Seperti Anak “tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri” (Yoh 5:19.30), tetapi menerima segala sesuatu dari Bapa, yang telah mengutus-Nya, demikian juga mereka yang diutus oleh Yesus tidak dapat berbuat apa-apa tanpa Dia (Bdk. Yoh 15:5), dari Siapa mereka menerima tugas misi dan kekuatan untuk melaksanakannya. Dengan demikian para Rasul Kristus mengetahui, bahwa mereka diberi kuasa oleh Allah sebagai “pelayan Perjanjian Baru” (2 Kor 3:6), “pelayan Allah” (2 Kor 6:4), “utusan dalam nama Kristus” (2 Kor 5:20), “pelayan Kristus… dan pengemban rahasia-rahasia Allah” (1 Kor 4:1).

KGK 860    Dalam tugas para Rasul ada satu bagian yang tidak dapat diserahkan: tugas sebagai saksi-saksi terpilih kebangkitan Tuhan dan dasar Gereja. Tetapi di dalamnya juga terletak sekaligus satu tugas yang dapat diserahkan. Kristus menjanjikan kepada mereka bahwa ia akan tinggal bersama mereka sampai akhir zaman (Bdk. Mat 28:20). Karena itu “perutusan ilahi yang dipercayakan Kristus kepada para Rasul itu, akan berlangsung sampai akhir zaman. Sebab Injil yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan asas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hierarkis itu para Rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka” (LG 20).

KGK 861    Para Rasul “tidak hanya mempunyai berbagai pembantu dalam pelayanan. Melainkan supaya perutusan yang dipercayakan kepada para Rasul dapat dilanjutkan sesudah mereka meninggal, mereka menyerahkan kepada para pembantu mereka yang terdekat – seakan-akan sebagai wasiat – tugas untuk menyempurnakan dan meneguhkan karya yang telah mereka mulai. Kepada mereka itu para Rasul berpesan, agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah. Jadi para Rasul mengangkat orang-orang seperti itu; dan kemudian memberi perintah, supaya bila mereka sendiri meninggal, orang-orang lain yang terbukti baik mengambil alih pelayanan mereka” (LG 20, Bdk. Klemens dari Roma, Kor. 42; 44).

KGK 862     “Seperti otoritas yang dipercayakan oleh Tuhan kepada Rasul Petrus sendiri, sebagai yang pertama dari antara para rasul, yang ditentukan untuk diteruskan kepada para penerusnya, adalah sesuatu yang bersifat tetap, demikian juga otoritas yang diterima oleh para Rasul yang lain, untuk menggembalakan Gereja, sebuah tugas yang ditentukan untuk dilaksanakan tanpa terputus oleh tahbisan suci para Uskup.” (LG 20,2) Demikianlah Gereja mengajarkan bahwa ‘para Uskup, oleh penentuan ilahi, telah menempati tempat para Rasul sebagai para gembala Gereja, sedemikian sehingga siapapun yang mendengarkan mereka mendengarkan Kristus dan siapapun yang menolak mereka menolak Kristus dan Ia yang mengutus Kristus.” (LG 20,2)

KGK 863    Seluruh Gereja bersifat apostolik dalam arti bahwa ia, melalui pengganti-pengganti santo Petrus dan para Rasul, tinggal bersatu dengan asalnya dalam persekutuan hidup dan iman. Seluruh Gereja juga apostolik dalam arti bahwa ia telah “diutus” ke seluruh dunia. Semua anggota Gereja mengambil bagian dalam perutusan ini, walaupun atas cara yang berbeda-beda. “Panggilan kristiani menurut hakikatnya merupakan panggilan untuk merasul juga.” “Kerasulan” ialah “setiap kegiatan Tubuh mistik” yang mengusahakan, agar “seluruh dunia sungguh-sungguh diarahkan kepada Kristus” (AA 2).

KGK 865        Gereja adalah satu, kudus, katolik, dan apostolik dalam identitasnya yang dalam dan terakhir, karena di dalamnya sudah ada “Kerajaan surga”, “Kerajaan Allah” (Bdk. Why 19:6). Di dalamnya Kerajaan itu akan disempurnakan pada akhir zaman. Ia telah datang dalam pribadi Kristus dan dalam hati mereka, yang telah menggabungkan diri dengan-Nya, ia tumbuh penuh rahasia sampai kepada kesempurnaan eskatologis. Pada waktu itu, semua manusia, yang ditebus oleh-Nya dan yang telah menjadi kudus di dalam-Nya dan tak bercela di hadirat Allah (Bdk.Ef 1:4), akan dikumpulkan sebagai Umat Allah satu-satunya, sebagai “mempelai Anak Domba” (Why 21:9), “Kota Suci Yerusalem yang turun dari surga, dari Allah, penuh dengan kemuliaan Allah” (Why 21:10-11). “Tembok kota itu mempunyai dua belas batu dasar dan di atasnya tertulis kedua belas nama dari kedua belas Rasul Anak Domba itu” (Why 21:14).

KGK 869    Gereja adalah apostolik: Ia telah dibangun atas dasar kuat: atas “kedua belas Rasul Anak Domba” (Why 21:14); ia tidak dapat dirobohkan (Bdk. Mat 16:18); ia tidak dapat salah dalam menyampaikan kebenaran; Kristus membimbingnya melalui Petrus dan para Rasul yang lain, yang ada dengannya dalam pengganti-penggantinya, Paus dan Dewan para Uskup.

KGK 870    “Satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik… berada dalam Gereja Katolik yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya, walaupun di luar persekutuan itu pun terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran” (LG 8).

Silly Gift

0

Aku masih bisa mengingat masa kecilku yang konyol. Ketika Hari Ibu, aku dan adik berpikir keras untuk bisa memberi ibuku sebuah hadiah. Kami tidak tahu apa yang bisa kami beri karena kami masih SD. Boro-boro punya tabungan, uang jajan yang sudah minim itu selalu kami pakai untuk membeli jajan, entah bakso sekolahan yang menggiurkan, mi kremes penuh MSG dan pengawet yang membuat jadi o’on tapi lezat, atau permen Jagoan Neon yang membuat lidah berwarna seperti habis minum cat air. Terinspirasi oleh kisah di sebuah majalah anak-anak, alias Bobo, kami akhirnya membuat kupon-kuponan dari sobekan kertas dengan tulisan “Kupon Pijat Gratis”.

Sambil malu-malu kucing, kami menyerahkan hadiah itu kepada bunda. Kami berkata bahwa ia boleh menggunakan kupon itu agar kami pijat bila lelah bekerja. Ketika kami berikan pada beliau, beliau hanya tertawa geli. Setelah dipikir-pikir lagi, hadiah tersebut terlihat konyol sekali. Apalagi, kalau aku mengingat-ingat kejadian itu di usiaku saat ini. Apalah artinya kertas dan coretan tangan carut-marut itu? Sama sekali tidak berharga. Tapi, ibuku menerimanya dengan senyum dan menyimpannya. Aku kecil dan adikku saat itu tersenyum puas karena merasa telah memberikan sesuatu untuk ibu.

Mungkin, begitulah maksud dari kata-kata St. Josemaria Escriva yang mengatakan bahwa betapa pemberian hidup seseorang terlihat kecil bila diberikan kepada Allah. Allah begitu agung, mulia, dan bahagia. Dalam kehidupan interiornya, Allah Tritunggal tidak membutuhkan apa-apa lagi. Sedikitpun pujian dariku tidak menambah kemuliaan-Nya. Sedikitpun persembahanku tidak menambah keagungan-Nya.

Sungguh, para bangsa bagaikan setitik air pada pinggir timba, bagaikan sebutir debu pada neraca. Sungguh, pulau-pulau tidak lebih berat dari tepung halus.
Semua hutan tidak cukup kayu bakarnya untuk kurban bakaran, dan segala margasatwa tidak cukup untuk persembahan. Di hadapan Tuhan, segala bangsa tidak berarti apa-apa, bagi Tuhan mereka hampa dan ketiadaan belaka
” (Yes 40 : 15-17).

Akan tetapi, seperti orangtuaku, Ia menyambut persembahanku yang konyol itu. Ia melihat cinta yang aku selipkan dalam persembahanku itu, sebagaimana ibuku menghargai pemberianku dan adikku yang sebenarnya tidak berarti. Penderitaan dan pengorbanan diri yang aku persembahkan, yang aku satukan dengan korban Kristus yang sempurna, Allah Bapa terima dengan senyum yang lebar. Sungguh, Allah menampakkan rupa-Nya dalam diri orangtuaku. Hanya saja, aku sebagai anak-anak dan remaja seringkali lamban dalam menangkap Rupa-Nya yang tersamar itu.

Memang, Ia menerima persembahan diriku dengan segala kekuranganku. Permasalahannya adalah apakah aku telah memberikan diriku secara total. Apakah aku telah benar-benar memberi diriku padaNya tanpa menahan diri? Bila persembahan diri manusia secara total saja sebenarnya adalah tidak berarti menambah kemuliaan Tuhan, apalagi pemberian yang tidak penuh. Apabila gulali sebenarnya tidak bernilai bagi seorang dewasa, apalagi Allah Mahakuasa, apalagi gulali yang dipintal dengan setengah hati? Akankah aku terus bersembunyi di balik kelemahanku dan tidak berusaha memberikan persembahan dengan lebih baik lagi?

Betapa pemberian hidup seseorang terlihat kecil bila diberikan pada Allah” – St. Josemaria Escriva

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab