Home Blog Page 85

Sing Ditandur, Sing Diunduh (Yang Ditanam, Yang Dituai)

0

Rabu Malam, tanggal 12 Februari 2014, merupakan sejarah baru dalam pelayananku. Aku menyetir mobilku menuju lingkungan baru, yaitu Lingkungan Santo Mikael, Legok, Paroki Santa Odilia – Tangerang. Wajah-wajah lugu dan sederhana menyambut kedatanganku dengan rasa rindu. Kerinduan untuk berkumpul dalam doa bersama memang merupakan energi yang mempersatukan kalbu. Kebersamaan dalam kasih membuat Misa malam itu, yang beratapkan langit, penuh dengan keceriaan dari sekitar sembilan puluh umat yang hadir. Kelelahanku dalam perjalanan selama satu jam dengan melewati jalan-jalan tikus sirna seketika ketika melihat kegembiraan dan antusias mereka.

Ketika sedang berjabatan tangan dengan umat, seorang anak berusia tujuh tahun, kelas satu Sekolah Dasar, tiba-tiba menyodorkan secarik kertas kepadaku. Ia mengatakan : “Romo, doakan mamaku yang ulang tahun hari ini”. Aku terkejut karena ternyata kertas itu berisi intensi Misa yang ditulis dengan tangannya sendiri, tulisan tangan anak-anak. : “Ujud doa untuk mamanya Ega, agar selalu sehat, tambah sabar dengan bertambah usia”. Semua umat tertawa bangga atas perbuatan tak terbayangkan dari anak itu ketika mendengarkan intensinya aku bacakan. Mamanya mengatakan kepadaku : “Sebenarnya aku menasihatinya untuk tidak ikut Misa karena besok ada ulangan sekolah. Anakku tetap ingin ikut Ekaristi karena mau berjumpa Romo. Ternyata ia memberikan hadiah yang sangat mengejutkan untuk ulang tahunku yang ketigapuluh lima, yaitu doa yang sangat tulus. Aku sangat terharu dan tak akan pernah melupakan peristiwa ini seumur hidupku”. Aku tersenyum karena di dalam kertas itu ada uang coin Rp 500,- dari anak itu.

Kepedulian anak tersebut ternyata dihayati oleh umat sebagai suara dari surga untuk mewujudnyatakan tahun pelayanan. Umat bersepakat untuk melakukan pelayanan kasih, dengan gerakan bersama uang surga, Rp. 500,- per hari dan per keluarga. Gerakan uang surga ini memang merupakan gerakan seluruh umat Paroki Santa Odilia – Tangerang. Hasil dari uang surga ini akan dikumpulkan setiap bulan, didoakan, dan dibagikan kepada warga lingkungan sendiri dan masyarakat sekitar mereka (non katolik) yang paling membutuhkan. Mereka memberikan bukan dari kelimpahan, tetapi dari kekurangan mereka karena mereka sebagian besar bekerja sebagai buruh pabrik. Seorang ibu menjawab dengan tegas ketika aku bertanya mengapa ia rela mempersembahkan uang itu : “Ingkang dipun tandur injih punika ingkang badhe dipun unduh ‘Apa yang ditanam, itulah yang akan dituai’. Bilih nandur kasaenan, badhe ngunduh berkah saking Dalem Gusti, injih punika ayem ing manah ‘Bila kita menanam kebaikan, kita akan menuai berkat dari Tuhan, yaitu damai di hati’. Mila kula injih badhe maringi tulada kagem anak kula, awit saking alit supados gadah manah ingkang mulya ‘Karena itu, saya juga ingin memberikan teladan kepada anak saya sejak kecil, supaya mempunyai hati yang mulia’.

Pesan : Di dalam diri anak terhampar kotbah tentang cinta. Cinta tak akan pernah dapat dijelaskan dengan ribuan kata, tetapi dapat dirasakan dengan perbuatan : “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran “ (1 Yohanes 3:18). Cinta itu bukan apa yang terpikirkan dalam otak, tapi cinta adalah apa yang dirasakan oleh hati sehingga menggetarkan jiwa.

Tuhan Memberkati.

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Dipanggil untuk melayani

0

Permenungan Tahun Pelayanan dan PDDP 2014
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Pada suatu hari, ada beberapa kelompok orang katolik berdiri di depan pintu gerbang surga. Mereka rupanya sedang bertengkar karena meributkan “siapa yang mempunyai hak untuk masuk surga lebih dahulu”. Kelompok itu ternyata kelompok para pastor, para ilmuwan, dan para dermawan dari Keuskupan Agung Jakarta.

Keributan itu begitu seru sampai terdengar di telinga malaikat. Malaikat itu pun mendatangi mereka untuk membantu menyelesaikan masalah mereka. Malaikat itu berkata : “Aku tahu apa yang kalian ributkan. Sekarang katakan alasan kalian mengapa kalian merasa mempunyai hak untuk masuk surga lebih dahulu”.

Kelompok para pastor : “Hai malaikat, tentu kami, para pastor ini, memiliki hak yang pertama memasuki surga. Berdasarkan data sudah jelas bahwa perkembangan umat di Keuskupan Agung Jakarta yang sampai berjumlah lebih dari 400.000, yang tergabung dalam 63 paroki dan berada dalam 8 dekenat, tentu merupakan hasil jerih payah pelayanan kami yang tanpa lelah”.

Kelompok ilmuwan : “Tuhan pasti sangat berkenan dengan ilmu-ilmu yang kami kembangkan dan bermanfaat bagi banyak orang. Tanpa ilmu-ilmu yang kami kembangkan banyak orang akan sengsara. Tanpa ilmu-ilmu yang bermanfaat dari kami, pasti kota Jakarta sudah terendam air. Banyak warga akan meninggal dalam umur muda”. Karena itu, jelaslah kami, para ilmuwan, mempunyai hak istimewa, untuk masuk surga lebih dahulu.”

Kelompok para dermawan: “He… he…. he…. kami, para dermawan, tentu yang mempunyai tiket pertama masuk surga. Alasannya : Tanpa sumbangan kami, Agama Katolik tidak mungkin berkembang. Bayangkan tanpa kolekte dari kami, mana mungkin Gereja bisa hidup. Tanpa sumbangan dari kami, mana mungkin gereja-gereja dibangun. Demikian juga, ilmu pengetahuan tidak akan berkembang tanpa donasi kami. Kami, para dermawan, ini selalu dicari ketika para pastor mau membuat kegiatan rohani dan para ilmuwan ingin mengembangkan sesuatu demi kebaikan sesama dan lingkungan.”

Malaikat itu manggut-manggut : “Wooo, kalian memang semua hebat karena membangun wajah Keuskupan Agung Jakarta yang semakin beriman, semakin bersaudara, dan semakin berbelarasa. Kalian, para pastor, telah mengembangkan iman. Kalian, para ilmuwan, telah mengembangkan persaudaraan dengan seluruh ciptaaan melalui ilmu-ilmu kalian. Kalian, para dermawan, telah berbuat kasih sehingga hidup manusia lebih baik. Ngomong-ngomong, siapa yang mengajari kalian bisa berbuat sedemikian baik?”

Ketiga kelompok itu menjawab : “Ibu kami, yang tak henti-hentinya mengajari kami agar bisa menjadi orang yang berguna, baik, dan murah hati”.

Kemudian malaikat itu mendatangi sekelompok ibu-ibu yang sejak tadi diam saja. Malaikat itu bertanya : “Hai, kalian dari kelompok apa ? Mengapa kalian tidak ikut berebutan masuk surga lebih dahulu ?”.

Ibu-ibu itu menjawab : “Kami ini adalah kelompok para ibu dari Keuskupan Agung Jakarta. Kami sudah bahagia melihat anak-anak kami berhasil dan berguna bagi sesamanya. Kami rela dan tulus, biar anak-anak kamilah yang masuk surga lebih dahulu daripada kami”.

Malaikat berkata : “Hai, ibu-ibu dari Keuskupan Agung Jakarta, kerelaan dan ketulusan hati kalian lebih dari segala jasa apapun. Kalian, telah membangun semangat gembala baik dan pelayanan yang murah hati. Karena itu, kalianlah yang mempunyai hak masuk surga yang pertama”.

Kesimpulan : “Kita dipanggil sebagai persekutuan “Communio”, untuk melayani dengan ketulusan hati sebagai ungkapan iman dan persaudaraan. Semangat yang kita hidupi adalah Gembala baik dan murah hati”.

Ayat emas : Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah (1 Yohanes 4:7).

Tuhan Memberkati

Mengapa kita berpantang dan berpuasa?

78

“What are you going to give up this Lent?”

Di Amerika ini, ada pertanyaan umum menjelang masa Prapaska. Dalam pembicaraan sehari- hari antar teman, seseorang dapat bertanya, “What are you going to give up this Lent?” (“Kamu mau pantang apa dalam Masa Prapaska ini?”). Ya, seharusnya pertanyaan ini timbul di hati kita sebelum kita memulai masa Prapaska, jika kita ingin membuat Masa Prapaska ini suatu kesempatan kita untuk bertumbuh secara rohani. Inilah kesempatan bagi kita untuk merenungkan, hal apa yang paling kita sukai, yang dapat kita ‘korbankan’ demi menyatakan kasih kepada Tuhan, yang lebih dahulu mengasihi kita. Hal yang disukai bisa berbeda antara orang yang satu dengan yang lain, dan karena itu, yang paling dapat merasakan efeknya adalah orang yang bersangkutan. Ada keluarga teman saya yang senengnya menonton TV, kemudian mereka memutuskan untuk mengurangi nonton TV sehingga hanya 1 kali seminggu, hari Sabtu. Waktu yang tadinya dipakai untuk nonton TV dipergunakan untuk berkumpul dan berdoa bersama. Ada pula keluarga yang suka makan di restoran. Maka mereka pantang makan di restoran di Masa Prapaska, supaya uang yang biasanya dipakai untuk makan di restoran itu dapat disumbangkan ke panti asuhan. Tahun lalu, di samping pantang daging,  suami saya memilih pantang kopi, dan saya pantang sambal. Minggu pertama sangat berat buat suami saya, yang sudah bertahun-tahun terbiasa minum kopi minimal 3 gelas sehari. Awalnya, kepalanya pusing dan selalu mengantuk, namun toh akhirnya bisa juga. Lalu saya, dengan pantang sambal maka makan apapun rasanya kurang pas di lidah saya. Tapi hal ini mengajarkan saya supaya tidak lekas komplain. Sebab ini bukan apa-apa jika dibandingkan dengan pengorbanan Yesus di kayu salib.

Memang, kita dapat menemukan banyak jenis pantang, dan mungkin pula kita dapat memilih yang  sedikit lebih sulit, yang melibatkan penguasaan diri. Contohnya, pantang membicarakan kekurangan orang lain, pantang membicarakan kelebihan diri sendiri,  pantang mengeluh/ komplain, pantang berprasangka negatif atau pantang marah bagi orang yang lekas emosi. Selanjutnya kita diajak untuk lebih mengarahkan hati kepada Tuhan dan berusaha menyenangkan hati-Nya dengan pikiran dan perbuatan kita.  Ini adalah contoh yang paling sederhana dari ucapan, “Aku mau mati terhadap diri sendiri dan hidup bagi Tuhan” (lih. Rom 6:8). Jadi pantang dan puasa bukan sekedar tidak makan daging atau tidak jajan, tetapi selebihnya tak ada yang berubah dalam hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Kita diundang untuk melihat ke dalam diri kita, untuk melihat kebiasaan apakah yang selama ini menghalangi kita untuk lebih dekat kepada Tuhan. Mari, pada masa Prapaska ini, kita membuat suatu usaha nyata untuk mengambil ‘penghalang’ tersebut dalam hidup kita. Dan dengan demikian, kita dapat mengalami hubungan yang lebih baik dengan Tuhan.

Buat apa berpantang dan berpuasa

Setiap masa Prapaska, kita diajak oleh Gereja untuk bersama-sama berpantang dan berpuasa. Puasa dan pantang yang disyaratkan oleh Gereja Katolik sebenarnya tidak berat, sehingga sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukannya. Namun, meskipun kita melakukannya, tahukah kita arti pantang dan puasa tersebut bagi kita umat Katolik?

Bagi kita orang Katolik, puasa dan pantang artinya adalah tanda pertobatan, tanda penyangkalan diri, dan tanda kita mempersatukan sedikit pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib sebagai silih dosa kita dan demi mendoakan keselamatan dunia. Jika pantang dan puasa dilakukan dengan hati tulus maka keduanya dapat menghantar kita bertumbuh dalam kekudusan. Kekudusan ini yang dapat berbicara lebih lantang dari pada khotbah yang berapi-api sekalipun, dan dengan kekudusan inilah kita mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Allah begitu mengasihi dan menghargai kita, sehingga kita diajak oleh-Nya untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan ini. Caranya, dengan bertobat, berdoa dan melakukan perbuatan kasih, dan sesungguhnya inilah yang bersama-sama kita lakukan dalam kesatuan dengan Gereja pada masa Prapaska.

Jangan kita lupa bahwa  masa puasa selama 40 hari ini adalah karena mengikuti teladan Yesus, yang juga berpuasa selama 40 hari 40 malam, sebelum memulai tugas karya penyelamatan-Nya (lih. Mat 4: 1-11; Luk 4:1-13). Yesus berpuasa di padang gurun dan pada saat berpuasa itu Ia digoda oleh Iblis. Yesus mengalahkan godaan tersebut dengan bersandar pada Sabda Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci. Maka, kitapun hendaknya bersandar pada Sabda Tuhan untuk mengalahkan godaan pada saat kita berpuasa. Dengan doa dan merenungkan Sabda Tuhan, kita akan semakin menghayati makna puasa dan pantang pada Masa Prapaska ini.

Puasa dan pantang tak terlepas dari doa dan amal kasih

Jadi puasa dan pantang bagi kita tak pernah terlepas dari doa dan amal kasih. Dalam masa Prapaska, puasa, pantang dan doa disertai juga dengan perbuatan amal kasih bersama-sama dengan anggota Gereja yang lain. Dengan demikian, pantang dan puasa bagi kita orang Katolik merupakan latihan rohani yang mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama, dan bukan untuk hal lain, seperti semata-mata ‘menyiksa badan’, diit/ supaya kurus, menghemat, dll. Janganlah kita lupa, tujuan utama puasa dan pantang adalah supaya kita dapat lebih menghayati kasih Tuhan yang kita terima dan kasih kepada Tuhan. Kita diajak untuk merenungkan sengsara Kristus demi menyelamatkan kita, dan selanjutnya kita diajak untuk menyatakan kasih kita kepada Kristus, dengan mendekatkan diri kepada-Nya dan sesama.

Dengan puasa kita mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah

Dengan mendekatkan dan menyatukan diri dengan Tuhan, maka kehendak-Nya menjadi kehendak kita. Dan karena kehendak Tuhan yang terutama adalah keselamatan dunia, maka melalui puasa dan pantang, kita diundang Tuhan untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan dunia, yaitu dengan berdoa dan menyatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib. Kita pun dapat mendoakan keselamatan dunia dengan mulai mendoakan bagi keselamatan orang-orang yang terdekat dengan kita: orang tua, suami/ istri, anak-anak, saudara, teman, dan juga kepada para imam dan pemimpin Gereja. Kemudian kita dapat pula berdoa bagi para pemimpin negara, para umat beriman, ataupun mereka yang belum mengenal Kristus.

Puasa dan Pantang menurut Ketentuan Gereja Katolik

Berikut ini mari kita lihat ketentuan tobat dengan puasa dan pantang, menurut Kitab Hukum Gereja Katolik:

  1. Kan. 1249 – Semua orang beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi; tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, dimana umat beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk doa, menjalankan karya kesalehan dan amal-kasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang, menurut norma kanon-kanon berikut.

  2. Kan. 1250 – Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan juga masa prapaskah.

  3. Kan. 1251Pantang makan daging atau makanan lain menurut ketentuan Konferensi para Uskup hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya; sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati Sengsara dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus.

  4. Kan. 1252 – Peraturan pantang mengikat mereka yang telah berumur genap empat belas tahun; sedangkan peraturan puasa mengikat semua yang berusia dewasa sampai awal tahun ke enampuluh; namun para gembala jiwa dan orangtua hendaknya berusaha agar juga mereka, yang karena usianya masih kurang tidak terikat wajib puasa dan pantang, dibina ke arah cita-rasa tobat yang sejati.

  5. Kan. 1253 – Konferensi para Uskup dapat menentukan dengan lebih rinci pelaksanaan puasa dan pantang; dan juga dapat mengganti-kan seluruhnya atau sebagian wajib puasa dan pantang itu dengan bentuk-bentuk tobat lain, terutama dengan karya amal-kasih serta latihan-latihan rohani.

Memang sesuai dari yang kita ketahui, ketentuan dari Konferensi para Uskup di Indonesia menetapkan selanjutnya :

  1. Hari Puasa dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Hari Pantang dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat selama Masa Prapaska sampai dengan Jumat Agung.

  2. Yang wajib berpuasa ialah semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60. Yang wajib berpantang ialah semua orang Katolik yang berusia genap 14 tahun ke atas.

  3. Puasa (dalam arti yuridis) berarti makan kenyang hanya sekali sehari. Pantang (dalam arti yuridis) berarti memilih pantang daging, atau ikan atau garam, atau jajan atau rokok. Bila dikehendaki masih bisa menambah sendiri puasa dan pantang secara pribadi, tanpa dibebani dengan dosa bila melanggarnya.

Maka penerapannya adalah sebagai berikut:

  1. Kita berpantang setiap hari Jumat sepanjang tahun (contoh: pantang daging, pantang rokok dll) kecuali jika hari Jumat itu jatuh pada hari raya, seperti dalam oktaf masa Natal dan oktaf masa Paskah. Penetapan pantang setiap Jumat ini adalah karena Gereja menentukan hari Jumat sepanjang tahun (kecuali yang jatuh di hari raya) adalah hari tobat. Namun, jika kita mau melakukan yang lebih, silakan berpantang, setiap hari selama Masa Prapaska.

  2. Jika kita berpantang, pilihlah makanan/ minuman yang paling kita sukai. Pantang daging adalah contohnya, atau yang lebih sukar mungkin pantang garam. Tapi ini bisa juga berarti pantang minum kopi bagi orang yang suka sekali kopi, dan pantang sambal bagi mereka yang sangat suka sambal, pantang rokok bagi mereka yang merokok, pantang jajan bagi mereka yang suka jajan. Jadi jika kita pada dasarnya tidak suka jajan, jangan memilih pantang jajan, sebab itu tidak ada artinya.

  3. Pantang tidak terbatas hanya makanan, namun pantang makanan dapat dianggap sebagai hal yang paling mendasar dan dapat dilakukan oleh semua orang. Namun jika satu dan lain hal tidak dapat dilakukan, terdapat pilihan lain, seperti pantang kebiasaan yang paling mengikat, seperti pantang nonton TV, pantang ’shopping’, pantang ke bioskop, pantang ‘gossip’, pantang main ‘game’ dll. Jika memungkinkan tentu kita dapat melakukan gabungan antara pantang makanan/ minuman dan pantang kebiasaan ini.

  4. Puasa minimal dalam setahun adalah Hari Rabu Abu dan Jumat Agung, namun bagi yang dapat melakukan lebih, silakan juga berpuasa dalam ketujuh hari Jumat dalam masa Prapaska, (atau bahkan setiap hari dalam masa Prapaska).

  5. Waktu berpuasa, kita makan kenyang satu kali, dapat dipilih sendiri pagi, siang atau malam. Harap dibedakan makan kenyang dengan makan sekenyang-kenyangnya. Karena maksud berpantang juga adalah untuk melatih pengendalian diri, maka jika kita berbuka puasa/ pada saat makan kenyang, kita juga tetap makan seperti biasa, tidak berlebihan. Juga makan kenyang satu kali sehari bukan berarti kita boleh makan snack/ cemilan berkali-kali sehari. Ingatlah tolok ukurnya adalah pengendalian diri dan keinginan untuk turut merasakan sedikit penderitaan Yesus, dan mempersatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib demi keselamatan dunia.

  6. Maka pada saat kita berpuasa, kita dapat mendoakan untuk pertobatan seseorang, atau mohon pengampunan atas dosa kita. Doa-doa seperti inilah yang sebaiknya mendahului puasa, kita ucapkan di tengah-tengah kita berpuasa, terutama saat kita merasa haus/ lapar, dan doa ini pula yang menutup puasa kita/ sesaat sebelum kita makan. Di sela-sela kesibukan sehari-hari kita dapat mengucapkan doa sederhana, “Ampunilah aku, ya Tuhan. Aku mengasihi-Mu, Tuhan Yesus. Mohon selamatkanlah …..” (sebutkan nama orang yang kita kasihi)

  7. Karena yang ditetapkan di sini adalah syarat minimal, maka kita sendiri boleh menambahkannya sesuai dengan kekuatan kita. Jadi boleh saja kita berpuasa dari pagi sampai siang, atau sampai sore, atau bagi yang memang dapat melakukannya, sampai satu hari penuh. Juga tidak menjadi masalah, puasa sama sekali tidak makan dan minum atau minum sedikit air. Diperlukan kebijaksanaan sendiri (prudence) untuk memutuskan hal ini, yaitu seberapa banyak kita mau menyatakan kasih kita kepada Yesus dengan berpuasa, dan seberapa jauh itu memungkinkan dengan kondisi tubuh kita. Walaupun tentu, jika kita terlalu banyak ‘excuse’ ya berarti kita perlu mempertanyakan kembali, sejauh mana kita mengasihi Yesus dan mau sedikit berkorban demi mendoakan keselamatan dunia.

Tidak terbatas Pantang dan Puasa dan derma/amal

Dalam masa Prapaska ini, dapat pula kita melakukan sesuatu yang baik yang belum secara konsisten kita lakukan. Misal, bangun lebih pagi setiap hari untuk berdoa, misal dari yang biasanya 5 menit, usahakan jadi 10 menit; atau dari yang biasanya 10 menit, usahakan jadi 20 menit, atau yang 30 menit jadi 1 jam. Memulai hari dengan berdoa dan merenungkan Sabda Tuhan adalah sesuatu yang perlu kita usahakan setiap hari.

Mengikuti Misa Harian (di samping Misa hari Minggu, tentu saja) adalah sesuatu yang dapat pula kita lakukan, jika itu memang memungkinkan dalam situasi kita. Jangan terlalu cepat mengatakan tidak mungkin, jika belum pernah mencoba. Apalagi jika kita tidak mencobanya karena malas bangun pagi. Mengikuti Misa dan menyambut Kristus dalam Ekaristi adalah bukti yang nyata bahwa kita sungguh menghargai apa yang telah dilakukan-Nya bagi kita di kayu salib demi keselamatan kita. Kita dapat pula meluangkan waktu untuk doa Adorasi, di hadapan Sakramen Maha Kudus, jika memang ada kapel Adorasi di paroki/ di kota tempat kita tinggal. Atau kita dapat mulai berdoa Rosario setiap hari. Atau mulai dengan setia meluangkan waktu untuk mempelajari Kitab Suci dan Katekismus Gereja Katolik. Atau mengikuti Ibadat Jalan Salib di gereja, atau jika tidak mungkin, melakukannya bersama dengan keluarga di rumah.

Dalam relasi kita dengan sesama, juga tidak terbatas dengan ‘asal sudah nyumbang, maka sudah beres’. Dengan merenungkan sengsara Tuhan Yesus, maka kita diajak untuk lebih peka terhadap sikap kita terhadap sesama yang kurang beruntung. Misalnya, yang paling dekat adalah pembantu rumah tangga dan supir. Pernahkah kita memberi kesempatan pada mereka untuk beristirahat, misalnya memberi mereka libur? Libur di sini tidak termasuk hanya pada libur Lebaran, dst, tetapi libur/ istirahat agar mereka juga dapat berekreasi dan melepas lelah. Atau apakah kita menjalin persahabatan dengan sesama anggota Paroki yang berkekurangan?

Wah, banyak sekali sesungguhnya yang dapat kita lakukan, jika kita sungguh ingin bertumbuh di dalam iman. Namun seungguhnya, mulailah saja dengan langkah kecil dan sederhana. St. Theresia dari Liseux pernah mengatakan tipsnya, yaitu, “Lakukanlah perbuatan-perbuatan yang kecil dan sederhana, namun dengan kasih yang besar.”

Penutup

Maka untuk menjawab pertanyaan awal, “Mau pantang apa aku pada Masa Prapaska ini?”, kita perlu kembali melihat ke dalam hati kita masing-masing. Pasti jika kita mau jujur, akan selalu ada yang dapat kita lakukan. Mengurangi nonton TV, mengurangi ngemil/ jajan, mengurangi nonton bioskop, tidak main game di internet, dll hanya contoh saja, namun itu belum lengkap, jika kita tidak menggunakan waktu tersebut, untuk hal-hal lain yang lebih mendukung perbuatan kasih kita kepada Tuhan dan sesama.

Ya, dengan Rabu Abu, kita diingatkan bahwa hidup kita di dunia ini hanyalah sementara, maka mari kita mempersiapkan diri bagi kehidupan kita yang sesungguhnya di surga kelak. Kita hanya dapat masuk surga dan memandang Tuhan hanya jika kita memiliki kekudusan itu (lih. Ibr 12:14), maka sudah saatnya kita bertanya pada diri sendiri: sudahkah aku hidup kudus? Masa pertobatan adalah masa rahmat yang Tuhan berikan pada kita, untuk mengatur kembali fokus kehidupan kita. Apakah yang menjadi pusat kegiatanku sehari-hari: aku atau Tuhan? Jika kita masih banyak menemukan ‘aku’ sebagai pusatnya, mungkin sudah saatnya kita mulai mengubahnya….

Mengapa Disebut “Rabu Abu”?

19

Rabu Abu adalah hari pertama Masa Prapaska, yang menandai bahwa kita memasuki masa tobat 40 hari sebelum Paska. Angka “40″ selalu mempunyai makna rohani sebagai lamanya persiapan. Misalnya, Musa berpuasa 40 hari lamanya sebelum menerima Sepuluh Perintah Allah (lih. Kel 34:28), demikian pula Nabi Elia (lih. 1 raj 19:8). Tuhan Yesus sendiri juga berpuasa selama 40 hari 40 malam di padang gurun sebelum memulai pewartaan-Nya (lih. Mat 4:2).

1. Mengapa hari Rabu?

Nah, Gereja Katolik menerapkan puasa ini selama 6 hari dalam seminggu (hari Minggu tidak dihitung, karena hari Minggu dianggap sebagai peringatan Kebangkitan Yesus), maka masa Puasa berlangsung selama 6 minggu ditambah 4 hari, sehingga genap 40 hari. Dengan demikian, hari pertama puasa jatuh pada hari Rabu. (Paskah terjadi hari Minggu, dikurangi 36 hari (6 minggu), lalu dikurangi lagi 4 hari, dihitung mundur, jatuh pada hari Rabu).

Jadi penentuan awal masa Prapaska pada hari Rabu disebabkan karena penghitungan 40 hari sebelum hari Minggu Paska, tanpa menghitung hari Minggu.

2. Mengapa Rabu “Abu”?

Abu adalah tanda pertobatan. Kitab Suci mengisahkan abu sebagai tanda pertobatan, misalnya pada pertobatan Niniwe (lih. Yun 3:6). Di atas semua itu, kita diingatkan bahwa kita ini diciptakan dari debu tanah (Lih. Kej 2:7), dan suatu saat nanti kita akan mati dan kembali menjadi debu. Olah karena itu, pada saat menerima abu di gereja, kita mendengar ucapan dari Romo, “Bertobatlah, dan percayalah kepada Injil” atau, “Kamu adalah debu dan akan kembali menjadi debu” (you are dust, and to dust you shall return).”

3. Tradisi Ambrosian

Namun demikian, ada tradisi Ambrosian yang diterapkan di beberapa keuskupan di Italia, yang menghitung Masa Prapaskah selama 6 minggu, termasuk hari Minggunya, di mana kemudian hari Jumat Agung dan Sabtu Sucinya tidak diadakan perayaan Ekaristi, demi merayakan dengan lebih khidmat Perayaan Paskah. Tentang hal ini sudah pernah diulas di sini, silakan klik.

Apa gunanya berziarah ke Holy Land?

1

Ada banyak orang yang berpandangan bahwa karena Allah hadir di mana-mana, maka tak ada gunanya berziarah ke tempat-tempat khusus, juga termasuk tidak ada gunanya berziarah ke Holy Land/ Yerusalem. Benarkah demikian?

Memang Tuhan Maha Hadir (omnipresent), maka Ia hadir di manapun, dan dapat disembah di tempat manapun. Namun juga, Allah menyatakan diri-Nya secara khusus di tempat-tempat tertentu. Maka walaupun tidak diharuskan oleh Gereja, namun adalah sesuatu yang baik (tentu kalau keadaan memungkinkan), jika kita mengunjungi tempat-tempat khusus tersebut, dengan maksud untuk menumbuhkan hasrat untuk mengenang kasih Tuhan dan apa yang telah dilakukan Tuhan kepada kita, dan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Kebiasaan untuk mendirikan suatu tanda/ tugu untuk memperingati kebaikan Tuhan itu telah dicatat dalam kitab Kejadian, seperti halnya yang dilakukan oleh Yakub di Betel (lih. Kej 28:18-19). Namun contoh yang terbesar dalam Perjanjian Lama akan kenangan kehadiran Allah adalah bait Allah di Yerusalem. Bait Allah di Yerusalem ini kemudian menjadi tempat ziarah, dan dikunjungi oleh umat Allah. Bahkan dalam Perjanjian Lama, kunjungan ziarah ke bait Allah ini disyaratkan sebagai kewajiban umat, yang harus dilakukan selama tiga kali dalam setahun, untuk merayakan perayaan Paskah/ hari Raya roti tak beragi (Pesach), musim menuai/ Pentakosta (Shavuot) dan pengumpulan hasil di akhir tahun/ hari raya tabernakel (Sukkot) (lih. Kel 23:14-17).

Memang kita tidak terikat lagi oleh hukum Perjanjian Lama, namun kodrat manusia yang membutuhkan tanda dan bahwa tanda kehadiran Allah dapat membangun imannya, tetap tidak berubah. Dorongan untuk melakukan ziarah dalam Perjanjian Lama, tetap mendorong umat di zaman sekarang untuk melakukannya. Motivasinya tentu bukan untuk memenuhi ketentuan hukum taurat, tetapi demi menyatakan kasih kita kepada Tuhan. Kasih kita kepada Tuhan Yesus, mendorong kita untuk mengenang Dia, dan menjadikan kenangan itu menjadi hidup dalam kehidupan kita. Hal ini antara lain dicapai dengan mengunjungi tempat-tempat yang pernah menjadi tempat kediaman Yesus, atau yang pernah dikunjungi-Nya ataupun dilewati-Nya, pada saat Yesus hidup di dunia untuk menebus dosa-dosa kita. Kunjungan ke tempat-tempat itu akan membangkitkan kesadaran dalam hati kita akan besarnya kasih Kristus Sang Putera Allah, yang mau merendahkan diri sedemikian rupa, mengosongkan diri-Nya, demi menyelamatkan umat manusia.

Maka agar dapat menjadikan ziarah ini berguna bagi pertumbuhan rohani, diperlukan persiapan lahir batin sebelum dan pada suatu melakukan ziarah. Persiapan ini antara lain adalah:

1. Membaca dan merenungkan sabda Allah dan juga catatan historis yang terkait dengan tempat-tempat yang akan dikunjungi. Misalnya, membaca kisah kelahiran Yesus, dan sejarah dibangunnya gereja di Betlehem, agar kita dapat semakin menghayati peristiwa kelahiran Yesus bagi kita. Hal yang sama juga dapat dilakukan sebelum kunjungan ke tempat-tempat lainnya, misalnya sebelum mengunjungi Galilea, sungai Yordan, ataupun bukit Golgota dan kubur Yesus (Holy Sepulchre).

2. Melakukan persiapan batin dengan doa-doa, dapat melalui doa novena, dan juga sakramen Tobat sebelum melakukan ziarah. Silakan mempersiapkan teks doa-doa sehubungan dengan tempat ziarah yang akan dikunjungi.

3. Pada saat kunjungan, dapat dibacakan teks Kitab Suci yang terkait dengan tempat-tempat itu, dan kemudian didaraskan doa-doa dengan khidmat di tempat -tempat tersebut, sebagai ungkapan devosi, misalnya: 1) mendoakan doa Angelus (PS 15), di gereja Annunciation (tempat Maria menerima Kabar Gembira); 2) mendaraskan doa Aku percaya/ memperbaharui janji baptis, di sungai Yordan, 3) mendaraskan pembaharuan janji perkawinan, di gereja Kana; 4) melakukan Jalan Salib, di via Dolorosa (jalan yang dilalui Yesus saat memanggul salib-Nya); 5) mendaraskan doa “Lihatlah kepadaku, Tuhan Yesus yang baik dan lemah lembut” di hadapan salib Yesus, silakan klik, ataupun doa Anima Christi, (PS 212) di gereja Holy Sepulchre; 6) mendaraskan doa Regina Caeli (PS 16) di kubur Yesus yang terbuka di Holy Sepulchre; 7) mendoakan Paus dan intensi Paus di batu karang Petrus di Filipi ataupun di Mensa Christi church/ gereja keutamaan Petrus, dst.; 8) mendoakan Veni Creator/Datanglah Roh Kudus (PS 565), di ruang Cenacle/Upper Room, (tempat Perjamuan Terakhir, dan turunnya Roh Kudus pada saat Pentakosta).

4. Sedapat mungkin ikutilah kelompok ziarah yang mempunyai pastor/ imam pembimbing, agar selama ziarah, dapat diadakan perayaan Ekaristi setiap hari, dan dapat diperoleh bimbingan rohani melalui khotbah/ homili, ataupun renungan.

5. Akhirnya yang perlu diperhatikan adalah hal-hal teknis lainnya, seperti jangan lupa membawa Kitab Suci, Rosario dan buku-buku doa. Pakailah sepatu dan pakaian yang nyaman namun sopan, sesuai dengan musimnya (jika musim dingin, bawalah pakaian yang cukup hangat). Bawalah obat-obatan yang disyaratkan dokter, dan persediaan obat-obat praktis. Semoga dengan persiapan yang baik juga dalam hal-hal praktis ini, maka ziarah tidak terganggu.

Kunci kebahagiaan: Jangan kuatir!

0

[Hari Minggu Pekan Biasa ke-VIII: Yes 49:14-15; Mzm 62:2-9; 1Kor 4:1-5; Mat 6: 24-34]

Umumnya orang hidup ingin bahagia. Bukankah begitu? Walaupun jalan yang ditempuh setiap orang tidak sama, tetapi setiap dari kita sama- sama menjalani hidup untuk berusaha mencapai kebahagiaan itu. Hari ini bacaan Kitab Suci mengingatkan kita akan salah satu kuncinya. Yaitu, dua kata saja: Jangan kuatir. Tuhan Yesus mengingatkan kita agar kita jangan kuatir akan hari esok, sebab hari esok mempunyai kesusahannya sendiri (Mat 6:34). Tentang hal ini, nampaknya kita perlu belajar dari anak-anak kecil. Atau kita dapat mengingat kembali saat kita masih kanak-kanak dulu. Umumnya, anak-anak selalu ceria, mudah tertawa dan mudah tertidur, mungkin karena tidak punya terlalu banyak pikiran. Sayangnya, semakin bertambahnya umur, keceriaan dan tawa bisa berkurang, dan sejumlah orang mulai dapat mengalami susah tidur. Rupanya, semakin dewasa, orang cenderung mengkhawatirkan banyak hal, sehingga berkuranglah keceriaan dan damai sejahtera yang seharusnya dialami setiap hari. Mungkin itulah sebabnya, ada banyak sekali kata ‘jangan takut’ atau ‘jangan kuatir’ ditulis dalam Kitab Suci. Konon jumlahnya ada 365 kali, untuk mengingatkan kita setiap hari dalam setiap tahun, yaitu agar kita tidak lekas takut dan kuatir akan apapun dalam hidup ini.

Apakah mungkin kita bisa hidup tanpa merasa takut? Sabda Tuhan mengajak kita untuk merenungkan bahwa, “Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan….” (1Yoh 4:18) Dan kasih yang sempurna itu datang dari Allah, namun mungkin sampai seumur hidup-pun, kita tak akan mampu memahami dalamnya kasih Allah itu kepada kita. Hari ini, Tuhan mengingatkan kita, walau dalam keadaan terburuk sekalipun, yaitu kalau sampai ibu kandung kita melupakan kita, Tuhan tetap tidak akan pernah melupakan kita (lih. Yes 49:14-15). Allah selalu menyertai kita setiap hari, dan tidak pernah meninggalkan kita, walaupun mata jasmani kita tidak melihat Dia. Ia adalah gunung batu kekuatan dan tempat perlindungan kita (Mzm 62:7,9). Ia menjaga dan memelihara kita tiap-tiap hari. Betapa kita perlu mengingatkan diri kita sendiri akan hal ini, yaitu bahwa Allah kita adalah Tuhan yang setia, dan peduli akan segala persoalan kita. Sebab di mata Tuhan, kita jauh lebih berharga daripada burung di langit maupun bunga di ladang. Maka, jika burung-burung dan bunga-bunga itu semuanya diperhatikan dan didandani oleh Tuhan, terlebih lagi kita anak-anak-Nya. Tuhan pasti akan memelihara kita. St. Fransiskus dari Sales mengatakan demikian, “Jika engkau mulai kuatir, katakanlah kepada dirimu sendiri, bahwa Tuhan yang telah menjagaku di hari kemarin, sedang menjagaku hari ini, dan akan tetap menjagaku di hari esok.”

Perkataan St. Fransiskus ini mengajak kita untuk memusatkan perhatian kepada apa yang kita alami hari ini. Sebab hari kemarin sudah berlalu, dan hari esok kita belum tahu, namun saat ini, ya, sekarang, ini adalah saat kita menyadari campur tangan Tuhan dalam hidup kita, dan mensyukurinya. Tuhan mengetahui apa yang kita perlukan. Dan Ia akan memberikan kepada kita apa yang terbaik seturut kehendak-Nya.  Bagian kita adalah mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya terlebih dulu, maka segala hal yang lain, akan ditambahkan kepada kita (lih. Mat 6:33). Pertanyaannya sekarang ialah, sudahkah kita mencari Kerajaan Allah? Maukah kita melayani Dia dan mempercayakan seluruh hidup kita kepada-Nya? Pengalaman bangsa Israel di padang gurun (Kel 16), mengajarkan kepada kita untuk selalu percaya kepada penyelenggaraan Tuhan. St. Fransiskus berkata tentang hal ini demikian: “Marilah kita melayani Tuhan dengan segenap hati, sepanjang hidup kita. Mari, janganlah kita mempersoalkan, lebih daripada bahwa ada hari esok, yang tentangnya kita tak usah terlalu kuatir. Biarlah perhatian kita lebih terarah kepada kebaikan yang dapat kita perbuat hari ini. ‘Hari esok’ akan segera menjadi ‘hari ini’, dan lalu kita akan memberikan perhatian kepadanya. Mari mengumpulkan ‘manna’ untuk hari ini saja, dan tidak lebih. Kita tak seharusnya meragukan bahwa Tuhan akan mengirimkan lagi hujan manna di hari esok, dan di hari berikutnya, dan terus, sepanjang hari-hari kita sampai peziarahan kita di dunia ini berakhir….” Sebab Tuhan tidak pernah meninggalkan kita.

Janganlah kuatir, hai jiwaku, sebab Tuhan yang Maha memelihara kini sedang menopangmu dan akan terus menjagamu.”

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab