Home Blog Page 65

Perhiasan Termulia

0

“Urapilah Hati, Pikiran, dan Mulutku, Ya Tuhan” merupakan inti dari tema retret bagi seratus tiga puluh Para Pemandu Umat Lingkungan (PPUL) Paroki Santa Monika- Serpong. Aku mendampingi retret itu dari tanggal 30 sampai dengan 31 Agustus 2014. Para Pemandu Umat Lingkungan ini adalah istimewa. Mereka istimewa karena dipanggil Tuhan untuk menyampaikan Firman-Nya dengan menterjemahkannya dalam bahasa sehari-hari sehingga dapat dimengerti. Nabi Yeremia menjadi modelnya. Tuhan mengurapi hati, pikiran, dan mata mereka dengan penyembahan salib sebagai tanda penyertaan-Nya. Penyertaan Tuhan diyakini akan menyentuh kekurangan mereka, yaitu yang berat lidah menjadi fasih berbicara dan yang minder karena belum berpengalaman (digambarkan dengan masih muda) menjadi bijaksana (digambarkan dengan menjadi dewasa). Pengurapan Tuhan juga dipercayai akan menjadikan hati peka terhadap hamparan Firman di depan mata sehingga mata mampu menangkap Sabda Tuhan itu dalam segala hal yang mereka jumpai. Mereka akhirnya bisa menyampaikan Firman Tuhan dalam bahasa sederhana, mudah diterima, dan menguatkan jiwa. Kemampuan ini nampak dalam sebuah renungan yang mereka buat selama dua puluh lima menit berdasarkan dari apa yang mereka temui. Sungguh luar biasa bahwa mereka bisa merumuskan refleksi teologis (merumuskan tentang Tuhan) yang menarik, seperti Tuhan adalah Tukang Sapu, yaitu Tuhan yang setia membersihkan hati kita, Tuhan adalah Pohon Beringin sebagai Tuhan adalah Sang Pengayom, dan Tuhan adalah Kran Air sebagai Tuhan, Sang Pemberi Berkat.

Puncak dari pengalaman tentang kehadiran Firman Tuhan di sekitar kehidupan adalah semangat dan ketabahan dari seorang peserta. Ia adalah seorang kakek yang berusia tujuh puluh dua tahun. Ia harus merawat istrinya yang harus menjalani cuci darah setiap lima jam dalam sehari. Dalam usia yang seharusnya sudah menikmati masa tuanya, ia harus tetap bekerja untuk memenuhi biaya pengobatan istrinya. Hal ini sudah dilakukannya selama bertahun-tahun. Ia sangat merindukan retret ini untuk menimba kekuatan Tuhan sehingga ia meminta adik iparnya untuk menjaga istrinya. Doa dari para peserta retret untuknya mengalirkan kekuatan ilahi dalam jiwanya sehingga ia berkata:“Di dalam salib Tuhan, aku tidak akan pernah menyerah dengan kelelahan dan kesulitan dalam merawat istriku yang tak berdaya. Firman Tuhan dalam Roma 8:3 ‘Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?’ menguatkan imanku bahwa Tuhan senantiasa bersamaku dalam menjaga istriku yang sakit”. Setelah diam beberapa saat, ia melanjutkan sharingnya: “Istriku yang sakit merupakan undangan Tuhan bagiku untuk menikmati Firman-Nya. Firman-Nya selalu nyata dalam diri istriku yang terbaring lemah. Setiap hari Tuhan menyampaikan Firman-Nya yang baru melalui keadaan istriku. Firman-Nya memberikan kepada hatiku sukacita pada saat aku mendampingi istriku yang menderita. Senyuman “trimakasih” dari istriku merupakan ungkapan kebahagiaan Tuhan karena setetes cinta dari kedalaman hati. Aku senantiasa diingatkan akan usapan kasih dari Veronika atas wajah Tuhan Yesus yang lelah karena memanggul Salib menuju Golgota. Karena itu, aku senantiasa ingin membahagiakan istriku. Membahagiakan istriku yang sakit berarti membahagiakan Tuhan sendiri”. Sharing imannya mengingatkan kepadaku atas Firman Allah yang begitu indah: “Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya TUHAN, Allah semesta alam” (Yeremia 15:16).

Kehidupannya sebagai pesan Tuhan dapat aku rumuskan dalam sebuah bahasa yang puitis :

Istriku, engkau adalah orang yang paling aku cintai

Di setiap darah dalam tubuhmu yang dicuci, ada darah Kristus di salib.

Di setiap nafasmu yang tersengal-sengal, ada nafas Tuhan Yesus yang menahan derita di Golgota.

Di setiap gerakan tubuhmu yang berat, aku lihat Tuhan Yesus menggeliat untuk mengurangi kekakuan tubuh-Nya yang terpaku.

Ketika aku memandangmu, aku mensyukurimu sebagai perhiasan yang termulia.

Perhiasan yang termulia dari mahkota duri Tuhan yang tertancap di kepalamu.

Tancapan mahkota duri itu menyemburkan cahaya cinta dan pengorbananmu kepadaku.

Tetesan-tetesan darah di kepalamu berubah menjadi butir-butir berlian iman yang memancarkan kemilau indah

Engkau tak tergantikan oleh apapun dan siapapun.

Engkau tak terhapuskan dengan apapun.

Bersabarlah, kita akan meninggalkan kesuraman ini

dan bersama-sama bahagia menuju Sang Terang pada saatnya.

Kesimpulan yang dapat menjadi sebuah renungan : Mentari adalah bola besar yang bercahaya dan akan padam pada masanya. Namun, cinta tak akan pernah pudar walaupun bumi bergoncang. Cinta tak akan pernah gersang walaupun dunia kering kerontang karena kemarau yang panjang. Namun, cinta senantiasa hidup karena bersatu dengan cinta Tuhan. Kebersatuan cinta itu senantiasa memancar keluar sebagai Firman yang ingin ditangkap sebagai jalan dan terang kehidupan yang bahagia walaupun mungkin harus merasakan duri kehidupan: “Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! (Mazmur 34:39a).

Tuhan memberkati.

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Penjelasan mengenai Salam Malaikat menurut St. Thomas Aquinas

1

Berikut ini adalah terjemahan karya St. Thomas Aquinas, yang berjudul Expositio Salutationis angelicae (Penjelasan mengenai Salam Malaikat) dari Bahasa Latin ke Bahasa Indonesia. Karya ini mengandung sebuah katekesis yang sangat indah mengenai bagian pertama doa Salam Maria (mulai dari ‘Salam Maria penuh rahmat’ sampai ‘terpujilah buah tubuhmu Yesus’).

Pendahuluan

Salam tersebut mengandung tiga bagian. Sang Malaikat mengucapkan sebuah bagian, yang berbunyi salam Maria, penuh rahmat Tuhan sertamu, terpujilah engkau di antara wanita. Bagian lain diucapkan oleh Elisabet, bunda Yohanes Pembaptis, yang berbunyi terpujilah buah tubuhmu. Gereja menambahkan bagian ketiga, yang berbunyi Maria, karena Malaikat tidak mengucapkan “salam Maria,” melainkan “salam penuh rahmat.” Dan akan menjadi jelas bahwa nama ini—Maria—cocok dengan pernyataan Malaikat, menurut interpretasi [Gereja].

Artikel 1: Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu

Bisa dikatakan, mengenai bagian pertama ini, bahwa sejak dahulu kala penampakan para Malaikat kepada manusia merupakan sebuah peristiwa yang sangat besar. Oleh sebab itu, manusia menunjukkan hormatnya kepada para malaikat dan memuji mereka, karena para Malaikat layak menerima pujian yang sangat besar. Karenanya, tertulis—sebagai pujian bagi Abraham—bahwa ia menerima para Malaikat dengan ramah dan menunjukkan hormatnya kepada mereka. Akan tetapi, belum pernah terdengar bahwa ada Malaikat yang memberi hormat kepada manusia, sampai saat ketika Malaikat memberi salam kepada Perawan yang bahagia, mengatakan dengan penuh hormat salam. Masuk akal apabila sejak dahulu kala Malaikat tidak memberi hormat kepada manusia, melainkan manusialah yang memberi hormat kepada Malaikat, karena Malaikat lebih besar daripada manusia dalam tiga hal.

Pertama, dalam martabat: sudah sewajarnya demikian, karena Malaikat memiliki kodrat spiritual—Mazmur 103:4 berbuyi, “yang membuat angin sebagai suruhan-suruhan-Mu”. Sebaliknya manusia, secara kodrati, dapat musnah; karenanya, Abraham berkata (Kejadian 18:27), “aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu”. Tidaklah layak bahwa makhluk [ciptaan] spiritual yang tidak dapat musnah menunjukkan hormat kepada manusia yang jelasnya merupakan makhluk yang dapat musnah.

Kedua, dalam kedekatannya kepada Allah. Malaikat adalah sahabat Allah yang melayani-Nya—Daniel 7:10 berbunyi, “seribu kali beribu-ribu melayani Dia, dan selaksa kali berlaksa-laksa berdiri di hadapan-Nya”. Sebaliknya, hampir dapat dikatakan bahwa manusia adalah orang asing yang terpisahkan dari Allah akibat dosa—Mazmur 55:8 berbunyi, “aku akan lari jauh-jauh”. Oleh karena itu, sudah selayaknya manusia menghormati Malaikat, yang adalah makhluk yang dekat dan pelayan raja.

Ketiga, [Malaikat] unggul oleh sebab kepenuhan terang rahmat ilahi [yang ia miliki]: sungguh para Malaikat mengambil bagian secara penuh dalam terang ilahi—Ayub 25:3 berbunyi, “Dapatkah dihitung pasukan-Nya? Dan siapakah yang tidak disinari terang-Nya?” Oleh karena itu, [Malaikat] selalu menampakkan dirinya dengan terang. Sebaliknya, manusia—meski mengambil bagian dalam terang rahmat yang sama—masih terus berada dalam kegelapan. Dengan demikian, sesungguhnya tidaklah pantas bahwa [Malaikat] menunjukkan hormat kepada manusia, sampai ditemukan seseorang dengan kodrat manusia yang melebihi para Malaikat dalam tiga hal tersebut. Dan ialah Sang Perawan yang Terpuji. Karenanya, untuk menunjukkan bahwa dalam tiga hal tersebut Sang Perawan melebihinya, Malaikat ingin memberikan hormat kepadanya: karenanya, Malaikat berkata, salam. Oleh sebab itu, Sang Perawan yang Terpuji melebihi Malaikat dalam tiga hal tersebut. Pertama, kepenuhan rahmat yang ada dalam Perawan yang Terpuji lebih besar dari rahmat yang ada dalam Malaikat manapun juga; untuk menjelaskan hal ini, Malaikat menunjukkan hormat kepadanya dengan berkata penuh rahmat, dan dengan demikian seakan-akan berkata, “saya menunjukkan hormat kepadamu, karena engkau melebihiku dalam kepenuhan rahmat.”

Dikatakan bahwa Sang Perawan yang Terpuji dipenuhi dengan rahmat dalam tiga hal. Pertama, berkaitan dengan jiwanya, yang memiliki segala kepenuhan rahmat. Karena rahmat Allah diberikan dengan dua tujuan, yakni, untuk berbuat baik dan menghindari kejahatan; dan Sang Perawan yang Terpuji memiliki rahmat yang sangat sempurna dalam dua hal tersebut. Oleh sebab itu, setelah Kristus, [Sang Perawan] menghindari semua dosa lebih baik dari orang kudus manapun juga. Karena terdapat dosa asal—dan darinya ia dimurnikan dalam kandungan;[1] dan ia juga dibebaskan dari dosa berat dan ringan. Oleh sebab itu, Kidung Agung 4:7 berbunyi, “Engkau cantik sekali, manisku, tak ada cacat cela padamu.” Agustinus, dalam Mengenai kodrat dan rahmat, [berkata]: “kecuali Santa Perawan Maria, apabila semua santo dan santa berada di sini [dan] ditanyakan kepada mereka apakah ada seorang di antara mereka yang tidak berdosa, semua akan berseru dengan satu suara: ‘Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.’ Santa Perawan [Maria] merupakan sebuah pengecualian; maksud saya, [mengenai Santa Perawan Maria,] demi kehormatan Tuhan, saya tidak ingin mempertanyakan sama sekali hal-hal yang berkaitan dengan dosa. Kita tahu bahwa terdapat rahmat yang lebih besar dalam [Santa Perawan] untuk mengalahkan segala dosa sampai-sampai ia layak mengandung dan melahirkan Ia yang jelasnya tidak memiliki dosa sama sekali.” Akan tetapi, Kristus melebihi Sang Perawan yang Terpuji dalam hal ini, karena Kristus dikandung dan dilahirkan tanpa dosa asal, sedangkan Sang Perawan yang Terpuji dikandung dalam dosa asal, tetapi dilahirkan tanpanya. Ia mempraktikkan semua kebajikan, sedangkan para kudus lainnya mempraktikkan kebajikan-kebajikan tertentu: orang kudus yang ini rendah hati, yang itu murni, yang lain berbelas kasih. Dengan demikian, mereka memberikan dirinya sebagai teladan dalam kebajikan-kebajikan tertentu, seperti Beato Nikolas yang memberikan teladan dalam belas-kasihan, dan sebagainya.

Namun, Sang Perawan yang Terpuji adalah teladan dalam semua kebajikan: di dalam dirinya kamu menemukan teladan dalam kerendahan-hati—Lukas 1:38, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan”, dan setelahnya, dalam ayat 48: “Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya”; [teladan] dalam kemurnian—“karena aku belum bersuami”, ayat 34; dan, jelasnya, [teladan] dalam segala kebajikan. Dengan demikian, [pertama,] Sang Perawan yang Terpuji dipenuhi dengan rahmat baik untuk berbuat baik maupun untuk menghindari kejahatan.]

Kedua, Sang Perawan yang Terpuji dipenuhi dengan rahmat berkaitan dengan kelimpahan jiwanya yang melebihi daging atau tubuhnya. Adalah baik bahwa para kudus memiliki rahmat yang sangat besar sehingga mereka dapat menguduskan jiwa mereka; akan tetapi, jiwa Sang Perawan yang Terpuji dipenuhi dengan rahmat sedemikian rupa sehingga rahmat tersebut mengalir ke dalam dagingnya, supaya ia dapat mengandung Putra Allah. Oleh karena itu, Hugo dari Santo Victor berkata, “karena di dalam hatinya berkobar secara khusus cinta Roh Kudus, ia melakukan hal-hal yang menakjubkan di dalam kedagingannya, sampai-sampai darinya lahir Allah dan manusia.” Lukas 1:35 berbunyi, “sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah”.

Ketiga, dalam kelimpahan [rahmatnya] yang memenuhi semua orang. Adalah sebuah kebesaran bahwa seorang kudus memiliki rahmat yang begitu besar sehingga rahmat tersebut cukup bagi keselamatan orang banyak; akan tetapi, adalah sebuah kebesaran yang tak terbandingkan ketika [seseorang] memiliki [rahmat] yang sedemikian besarnya sehingga [rahmat tersebut] cukup bagi keselamatan seluruh manusia di bumi: dan hal ini terwujud dalam diri Kristus dan dalam diri Perawan yang terpuji. Karena itu, dalam segala bahaya kamu dapat memperoleh keselamatan dari Sang Perawan yang Mulia. Oleh sebab itu, Kidung Agung 4:4 berbunyi, “Seribu perisai (dengan kata lain, obat melawan bahaya) tergantung padanya”. Selain itu, dalam semua karya kebajikan, kamu dapat memohon bantuan dari Sang Perawan; dan karenanya [Sang Perawan] berkata (Sirakh 24:18), “in me omnis spes vitae et virtutis [di dalam diriku terdapat segala pengharapan akan hidup dan kebajikan]”

Demikianlah [Santa Perawan Maria] dipenuhi dengan rahmat, dan melebihi para Malaikat dalam kepenuhan rahmatnya; dan oleh sebab itu layaklah ia dipanggil Maria, yang berarti bersinar dengan sendirinya—seperti yang dikatakan Yesaya 58:11, “Tuhan akan … memuaskan hatimu di tanah yang kering”—dan penerang bagi orang lain, bagi seluruh dunia; dan oleh karena itu [Maria] serupa dengan matahari dan bulan.

Kedua, [Maria] melebihi para Malaikat dalam kedekatannya dengan Allah. Oleh sebab itu Malaikat berkata kepadanya, “Tuhan sertamu“; seakan-akan ia berkata: saya menunjukkan hormat kepadamu karena engkau lebih dekat kepada Allah daripadaku, karena Tuhan sertamu. [Ketika mengatakan Tuhan, Malaikat bermaksud mengatakan] Bapa serta Putra—sesuatu yang tidak dimiliki Malaikat maupun makhluk ciptaan manapun juga. Lukas 1:35 berbunyi, “anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” Allah Putra [berada] dalam rahim. Yesaya 12:6 berbunyi, “Berserulah dan bersorak-sorailah, hai penduduk Sion, sebab Yang Mahakudus, Allah Israel, agung di tengah-tengahmu!” Tidaklah sama relasi Tuhan dengan Perawan yang Terpuji dan relasi-Nya dengan Malaikat; bagi [Perawan Maria] Ia adalah Putra, bagi Malaikat Ia adalah Tuhan. [Bagi] Allah Roh Kudus, [Maria] adalah bagaikan bait; oleh sebab itu dikatakan “bait Tuhan, tempat suci bagi Roh Kudus”, karena [Maria] mengandung dari Roh Kudus (Lukas 1:35): “Roh Kudus akan turun atasmu”. Dengan demikian, Perawan yang Terpuji lebih dekat dengan Allah daripada Malaikat: karena Allah Bapa, Allah Putra, Allah Roh Kudus—dengan kata lain, segenap Allah Tritunggal—bersertanya. Dan tentang Maria dilambungkan nyanyian yang berbunyi: “tempat peristirahatan bagi segenap Allah Tritunggal.” Sapaan “Tuhan sertamu” adalah perkataan yang paling mulia yang dapat ditujukan kepada seseorang. Pantaslah bahwa Malaikat menghormati Sang Perawan yang Terpuji, karena ia adalah Bunda Tuhan, dan karenanya adalah nyonya. Karenanya, ia secara tepat diberi nama Maria, yang dalam bahasa Siria berarti nyonya.

Ketiga, [Maria] melebihi para Malaikat dalam kemurnian, karena Perawan yang Terpuji tidak hanya murni, namun juga memperolehkan kemurnian bagi sesamanya. Ia sangatlah murni dalam kaitan dengan dosa, karena Sang Perawan tidak jatuh dalam dosa ringan maupun dosa berat. Demikian pula dalam kaitan dengan hukuman. Kepada manusia dijatuhkan tiga kutukan akibat dosa. [Kutukan] yang pertama diberikan kepada perempuan, yang akan mengandung dengan noda, menjalani masa kehamilannya dengan penuh kesulitan, dan melahirkan dalam kesakitan. Namun Perawan yang Terpuji kebal terhadap hal ini, karena ia mengandung tanpa noda, menjalani masa kehamilannya dengan nyaman, dan melahirkan Sang Juruselamat dengan penuh sukacita. Yesaya 35:2 berbunyi, “ia akan berbunga lebat, akan bersorak-sorak, ya bersorak-sorak dan bersorak-sorai”. [Kutukan] yang kedua diberikan kepada laki-laki, yang harus memperoleh roti dengan keringat di wajahnya. Perawan yang Terpuji kebal terhadap hal ini; seperti yang dikatakan sang Rasul (1 Korintus 7:[32]): para perawan tidak terbebani oleh perkara dunia ini, dan mereka memusatkan perhatiannya hanya pada Allah. [Kutukan] yang ketiga berlaku bagi laki-laki dan perempuan, yakni mereka akan kembali menjadi debu. Dan Perawan yang Terpuji kebal terhadap hal ini, karena [ia] diangkat ke surga dengan tubuhnya. Kita percaya bahwa setelah kematiannya, [Maria] dibangkitkan dan diangkat ke surga. Mazmur [132]:8 berbunyi, “Bangunlah, ya TUHAN, dan pergilah ke tempat perhentian-Mu, Engkau serta tabut kekuatan-Mu!

Artikel 2: Terpujilah engkau di antara wanita

Dengan demikian, [Maria] kebal terhadap segala kutukan, dan oleh sebab itu [ia] terpuji di antara wanita: ialah satu-satunya yang menjauhkan kutukan, membawa berkat, dan membuka pintu Firdaus; dan oleh sebab itu pantaslah diberikan kepadanya nama Maria, yang berarti bintang laut; karena bagaikan para pelaut diarahkan menuju pelabuhan oleh bintang laut, demikian pula orang-orang Kristen diarahkan oleh Maria menuju kemuliaan.

Artikel 3: Terpujilah buah tubuhmu

Terkadang seorang yang berdosa mencari di sebuah tempat suatu hal yang tidak dapat ditemukan di sana, namun orang yang benar menemukannya. Amsal 13:22 berbunyi, “kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar”. Karenanya, Hawa mencari buah, dan dalam buah tersebut ia tidak menemukan segala hal yang ia inginkan; [sebaliknya,] Perawan yang terpuji menemukan segala hal yang diinginkan Hawa dalam buahnya. Hawa menginginkan tiga hal dalam buahnya. Pertama, [ia mencari] hal yang dijanjikan secara palsu oleh Iblis, yakni mereka [Adam dan Hawa] akan tahu tentang yang baik dan yang jahat, seperti dewa-dewa. “[K]amu (kata si pembohong) akan menjadi seperti Allah,” seperti yang dikatakan dalam Kejadian 3:5. [Si Iblis] berbohong, karena ia adalah pembohong dan bapa segala kebohongan. Oleh sebab itu, Hawa, karena ia memakan buah tersebut, tidak menjadikan dirinya serupa dengan Allah, melainkan tidak serupa, karena dengan berdosa ia menjauhkan dirinya dari Allah keselamatannya dan diusir dari Firdaus. Akan tetapi, hal inilah yang ditemukan oleh Perawan yang Terpuji dan semua orang Kristen dalam buah tubuhnya: karena melalui Kristus kita dipersatukan dan dijadikan serupa dengan Allah. 1 Yohanes 3:2 berbunyi, “apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya”.

Kedua, dalam buahnya Hawa mendambakan kenikmatan, karena [buah tersebut] lezat untuk dimakan; akan tetapi hal tersebut tidak ditemukannya, karena langsung setelah memakannya ia sadar bahwa ia telanjang, dan ia menjadi gelisah. Namun, dalam buah Sang Perawan kita menemukan kelembutan dan keselamatan. Yohanes 6:[54] [berbunyi], “Barangsiapa makan daging-Ku …, ia mempunyai hidup yang kekal”.

Ketiga, buah Hawa tampak indah; akan tetapi lebih indah lagi buah Sang Perawan—para Malaikat pun rindu memandang-Nya. Mazmur [45]:3 berbunyi, “Engkau yang terelok di antara anak-anak manusia,” karena Ia adalah cahaya kemuliaan Bapa. Dengan demikian, Hawa tidak dapat menemukan dalam buahnya apa yang tidak dapat ditemukan oleh seorang pendosa dalam dosanya. Oleh sebab itu, kita harus mencari apa yang kita rindukan dalam buah sang Perawan. Buah ini dipuji oleh Allah, karena Allah memenuhi-Nya dengan segala rahmat yang dicurahkan kepada kita ketika bersembah sujud kepada-Nya—Efesus 1:3 berbunyi, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga”. [Buah ini dipuji] oleh para Malaikat—Wahyu 7:12 berbunyi, “puji-pujian dan kemuliaan, dan hikmat dan syukur, dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita”. [Buah ini dipuji] oleh para manusia—sang rasul [menulis dalam] Filipi 2:11, “segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa”; Mazmur [118]:26 [berbunyi], “Diberkatilah dia yang datang dalam nama Tuhan”. Dengan demikian, Sang Perawan adalah seseorang yang terpuji; akan tetapi lebih terpuji lagi buahnya.

Teks asli Expositio Salutationis angelicae

Prooemium

In salutatione ista continentur tria. Unam partem fecit Angelus, scilicet ave gratia plena, dominus tecum, benedicta tu in mulieribus. Aliam partem fecit Elisabeth, mater Ioannis Baptistae, scilicet benedictus fructus ventris tui. Tertiam partem addidit Ecclesia, scilicet Maria: nam Angelus non dixit, ave Maria, sed ave, gratia plena. Et hoc nomen, scilicet Maria, secundum suam interpretationem convenit dictis Angeli, sicut patebit.

Articulus 1: Ave Maria gratia plena, dominus tecum

Est ergo circa primum considerandum, quod antiquitus erat valde magnum quod Angeli apparerent hominibus; vel quod homines facerent eis reverentiam, habebant pro maxima laude. Unde et ad laudem Abrahae scribitur, quod recepit Angelos hospitio, et quod exhibuit eis reverentiam. Quod autem Angelus faceret homini reverentiam, nunquam fuit auditum, nisi postquam salutavit beatam virginem, reverenter dicens, ave. Quod autem antiquitus non reverebatur hominem Angelus, sed homo Angelum, ratio est, quia Angelus erat maior homine; et hoc quantum ad tria.

Primo quantum ad dignitatem: ratio est, Angelus est naturae spiritualis. Psal. CIII, 4: qui facit Angelos suos spiritus; homo vero est naturae corruptibilis: unde dicebat Abraham (Gen. XVIII, 27): loquar ad dominum meum, cum sim pulvis et cinis. Non ergo erat decens ut spiritualis et incorruptibilis creatura reverentiam exhiberet corruptibili, scilicet homini.

Secundo quantum ad familiaritatem ad Deum. Nam Angelus est Deo familiaris, utpote assistens. Dan. VII, 10: millia millium ministrabant ei, et decies millies centena millia assistebant ei. Homo vero est quasi extraneus, et elongatus a Deo per peccatum. Psal. LIV, 8: elongavi fugiens. Ideo conveniens est ut homo revereatur Angelum, utpote propinquum et familiarem regis.

Tertio praeeminebat propter plenitudinem splendoris gratiae divinae: Angeli enim participant ipsum lumen divinum in summa plenitudine. Iob. XXV, 3: nunquid est numerus militum eius, et super quem non surget lumen eius? Et ideo semper apparet cum lumine. Sed homines, etsi aliquid participent de ipso lumine gratiae, parum tamen, et in obscuritate quadam. Non ergo decens erat ut homini reverentiam exhiberet, quousque aliquis inveniretur in humana natura qui in his tribus excederet Angelos. Et haec fuit beata virgo. Et ideo ad designandum quod in his tribus excedebat eum, voluit ei Angelus reverentiam exhibere: unde dixit, ave. Unde beata virgo excessit Angelos in iis tribus. Et primo in plenitudine gratiae, quae magis est in beata virgine quam in aliquo Angelo; et ideo ad insinuandum hoc, Angelus ei reverentiam exhibuit, dicens, gratia plena, quasi diceret: ideo exhibeo tibi reverentiam, quia me excellis in plenitudine gratiae.

Dicitur autem beata virgo plena gratia quantum ad tria. Primo quantum ad animam, in qua habuit omnem plenitudinem gratiae. Nam gratia Dei datur ad duo: scilicet ad bonum operandum, et ad vitandum malum; et quantum ad ista duo perfectissimam gratiam habuit beata virgo. Nam ipsa omne peccatum vitavit magis quam aliquis sanctus post Christum. Peccatum enim aut est originale, et de isto fuit mundata in utero; aut mortale aut veniale, et de istis libera fuit. Unde Cant. IV, 7: tota pulchra es, amica mea, et macula non est in te. Augustinus in libro de natura et gratia: excepta sancta virgine Maria, si omnes sancti et sanctae cum hic viverent, interrogati fuissent utrum sine peccato essent, omnes una voce clamassent: si dixerimus quia peccatum non habemus, ipsi nos seducimus, et veritas in nobis non est. Excepta, inquam, hac sancta virgine, de qua propter honorem domini, cum de peccato agitur, nullam prorsus volo quaestionem habere. Scimus enim quod ei plus gratiae collatum fuerit ad peccatum ex omni parte vincendum quae illum concipere et parere meruit quem constat nullum habuisse peccatum. Sed Christus excellit beatam virginem in hoc quod sine originali conceptus et natus est. Beata autem virgo in originali est concepta, sed non nata. Ipsa etiam omnium virtutum opera exercuit, alii autem sancti specialia quaedam: quia alius humilis, alius castus, alius misericors; et ideo ipsi dantur in exemplum specialium virtutum, sicut beatus Nicolaus in exemplum misericordiae et cetera.

Sed beata virgo in exemplum omnium virtutum: quia in ea reperis exemplum humilitatis: Luc. I, 38: ecce ancilla domini, et post, vers. 48: respexit humilitatem ancillae suae, castitatis, quoniam virum non cognosco, vers. 34, et omnium virtutum; ut satis patet. Sic ergo plena est gratia beata virgo et quantum ad boni operationem, et quantum ad mali vitationem.

Secundo plena fuit gratia quantum ad redundantiam animae ad carnem vel corpus. Nam magnum est in sanctis habere tantum de gratia quod sanctificet animam; sed anima beatae virginis ita fuit plena quod ex ea refudit gratiam in carnem, ut de ipsa conciperet filium Dei. Et ideo dicit Hugo de s. Victore: quia in corde eius amor spiritus sancti singulariter ardebat, ideo in carne eius mirabilia faciebat, intantum quod de ea nasceretur Deus et homo. Luc. I, 35: quod enim nascetur ex te sanctum, vocabitur filius Dei.

Tertio quantum ad refusionem in omnes homines. Magnum enim est in quolibet sancto, quando habet tantum de gratia quod sufficit ad salutem multorum; sed quando haberet tantum quod sufficeret ad salutem omnium hominum de mundo, hoc esset maximum: et hoc est in Christo, et in beata virgine. Nam in omni periculo potes salutem obtinere ab ipsa virgine gloriosa. Unde Cant. IV, 4: mille clypei, (idest remedia contra pericula), pendent ex ea. Item in omni opere virtutis potes eam habere in adiutorium; et ideo dicit ipsa, Eccli. XXIV, 25: in me omnis spes vitae et virtutis.

Sic ergo plena est gratia, et excedit Angelos in plenitudine gratiae; et propter hoc convenienter vocatur Maria quae interpretatur illuminata in se; unde Isai. LVIII, 11: implebit splendoribus animam tuam; et illuminatrix in alios, quantum ad totum mundum; et ideo assimilatur soli et lunae.

Secundo excellit Angelos in familiaritate divina. Et ideo hoc designans Angelus dixit: dominus tecum; quasi dicat: ideo exhibeo tibi reverentiam, quia tu familiarior es Deo quam ego, nam dominus est tecum. Dominus, inquit, pater cum eodem filio; quod nullus Angelus, nec aliqua creatura habuit. Luc. I, XXXV: quod enim nascetur ex te sanctum, vocabitur filius Dei. Dominus filius in utero. Isai. XII, 6: exulta et lauda habitatio Sion, quia magnus in medio tui sanctus Israel. Aliter est ergo dominus cum beata virgine quam cum Angelo; quia cum ea ut filius, cum Angelo ut dominus. Dominus spiritus sanctus, sicut in templo; unde dicitur: templum domini, sacrarium spiritus sancti, quia concepit ex spiritu sancto: Luc. I, 35: spiritus sanctus superveniet in te. Sic ergo familiarior cum Deo est beata virgo quam Angelus: quia cum ipsa dominus pater, dominus filius, dominus spiritus sanctus, scilicet tota Trinitas. Et ideo cantatur de ea: totius Trinitatis nobile triclinium. Hoc autem verbum, dominus tecum, est nobilius verbum quod sibi dici possit. Merito ergo Angelus reveretur beatam virginem, quia mater domini, et ideo domina est. Unde convenit ei hoc nomen Maria, quod Syra lingua interpretatur domina.

Tertio excedit Angelos quantum ad puritatem: quia beata virgo non solum erat pura in se, sed etiam procuravit puritatem aliis. Ipsa enim purissima fuit et quantum ad culpam, quia ipsa virgo nec mortale nec veniale peccatum incurrit. Item quantum ad poenam. Tres enim maledictiones datae sunt hominibus propter peccatum. Prima data est mulieri, scilicet quod cum corruptione conciperet, cum gravamine portaret, et in dolore pareret. Sed ab hac immunis fuit beata virgo: quia sine corruptione concepit, in solatio portavit, et in gaudio peperit salvatorem. Isai. XXXV, 2: germinans germinabit exultabunda et laudans. Secunda data est homini, scilicet quod in sudore vultus vesceretur pane suo. Ab hac immunis fuit beata virgo: quia, ut dicit apostolus, I Cor. VII, virgines solutae sunt a cura huius mundi, et soli Deo vacant. Tertia fuit communis viris et mulieribus, scilicet ut in pulverem reverterentur. Et ab hac immunis fuit beata virgo, quia cum corpore assumpta est in caelum. Credimus enim quod post mortem resuscitata fuerit, et portata in caelum. Psal. CXXXI, 8: surge, domine, in requiem tuam; tu, et arca sanctificationis tuae.

Articulus 3: Benedictus fructus ventris tui

Peccator aliquando quaerit in aliquo quod non potest consequi, sed consequitur illud iustus. Prov. XIII, 22: custoditur iusto substantia peccatoris. Sic Eva quaesivit fructum, et in illo non invenit omnia quae desideravit; beata autem virgo in fructu suo invenit omnia quae desideravit Eva. Nam Eva in fructu suo tria desideravit. Primo id quod falso promisit ei Diabolus, scilicet quod essent sicut dii, scientes bonum et malum. Eritis (inquit ille mendax) sicut dii, sicut dicitur Gen. III, 5. Et mentitus est, quia mendax est, et pater eius. Nam Eva propter esum fructus non est facta similis Deo, sed dissimilis: quia peccando recessit a Deo salutari suo, unde et expulsa est de Paradiso. Sed hoc invenit beata virgo et omnes Christiani in fructu ventris sui: quia per Christum coniungimur et assimilamur Deo. I Ioan. III, 2: cum apparuerit, similes ei erimus, quoniam videbimus eum sicuti est.

Secundo in fructu suo Eva desideravit delectationem, quia bonus ad edendum; sed non invenit, quia statim cognovit se nudam, et habuit dolorem. Sed in fructu virginis suavitatem invenimus et salutem. Ioan. VI, 55: qui manducat meam carnem, habet vitam aeternam.

Tertio fructus Evae erat pulcher aspectu; sed pulchrior fructus virginis, in quem desiderant Angeli prospicere. Psal. XLIV, 3: speciosus forma prae filiis hominum: et hoc est, quia est splendor paternae gloriae. Non ergo potuit invenire Eva in fructu suo quod nec quilibet peccator in peccatis. Et ideo quae desideramus, quaeramus in fructu virginis. Est autem hic fructus benedictus a Deo, quia sic replevit eum omni gratia quod pervenit ad nos exhibendo ei reverentiam: Ephes. I, 3: benedictus Deus et pater domini nostri Iesu Christi, qui benedixit nos in omni benedictione spirituali in Christo: ab Angelis: Apoc. VII, 12: benedictio et claritas et sapientia et gratiarum actio, honor et virtus et fortitudo Deo nostro; ab hominibus: apostolus, Phil. II, 11: omnis lingua confiteatur, quia dominus Iesus Christus in gloria est Dei patris. Psal. CXVII, 26: benedictus qui venit in nomine domini. Sic ergo est virgo benedicta; sed et magis benedictus fructus eius.

[1] [Teks halaman ketiga, baris ketujuh.] St. Tomas berkata bahwa Maria dibersihkan dari dosa asal dalam rahim, ketimbang dikandung tanpa dosa asal. Ia menulis jauh sebelum dogma Maria dikandung tanpa noda dosa ditetapkan pada tahun 1854 dan, berbeda dari Duns Scotus, ia tidak menganggap bahwa hal tersebut adalah kebenaran iman.

Mengapa Ular yang Dijadikan Lambang oleh Tuhan? (lih. Yoh 3:14, Bil 21:8-9)

1

Berikut ini adalah penjelasan dari St. Agustinus tentang ayat Yoh 3:14, (yang mengacu kepada Bil 21:8-9) tersebut:

“Banyak orang meninggal di padang gurun karena serangan ular, maka Musa, oleh perintah Tuhan, meninggikan sebuah ular tembaga dan mereka yang memandang kepada ular itu langsung disembuhkan. Ular yang ditinggikan itu [melambangkan] kematian Kristus. Penyebab itu, oleh cara tertentu, diterapkan sebagai akibat. Ular itu adalah penyebab kematian, dalam arti ia mempengaruhi manusia agar jatuh dalam dosa, dan karena itu ia [ular itu] memperoleh kematian. Namun demikian, Tuhan kita, tidak memperoleh dosa, yaitu racun dari ular itu, ke dalam tubuh-Nya, tetapi [Ia memperoleh] kematian; supaya dalam keserupaan dengan tubuh yang berdosa, dapat ada penghukuman tanpa dosa, yang oleh karena itu, tubuh yang berdosa dapat dibebaskan, baik dari hukuman, maupun dari dosa.

Seperti terdahulu, ia yang melihat kepada ular yang ditinggikan itu, disembuhkan dari racunnya dan diselamatkan dari kematian; demikianlah kini ia yang diubah menjadi serupa dengan kematian Kristus oleh iman dan rahmat Baptisan, dibebaskan, baik dari dosa oleh justifikasi (pembenaran), maupun dari kematian oleh kebangkitan. Sebagaimana Yesus sendiri berkata; bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya tidak akan binasa, tetapi memperoleh hidup yang kekal. Maka, bukankah perlu bahwa seorang anak dijadikan serupa oleh Baptisan dengan kematian Kristus, karena ia telah dinodai oleh gigitan beracun dari ular itu?”

Dengan penjelasan ini kita mengetahui bahwa lambang ular digunakan agar kita dapat melihat hubungan antara penyebab dan akibat. Yaitu bahwa perbuatan jahat yang dilakukan sang ular dan membawa akibat, dalam hal ini kematian (maut). Tuhan Yesus yang diutus Allah Bapa untuk melepaskan manusia dari kuasa maut, mengambil akibat itu, yaitu maut, bagi tubuh-Nya, meskipun Ia tidak berdosa, agar tubuh manusia yang berdosa dapat dibebaskan baik dari hukuman maupun dari dosa.

Undangan yang Membutuhkan Jawaban

3

[Hari Minggu Biasa XXVIII: Yes 25:6-10; Mzm 23:1-6; Flp 4:12-20; Mat 22:1-14]

Pernahkah Anda mempersiapkan sebuah pesta, katakanlah pesta ulang tahun anak Anda, namun semua orang yang sudah diundang akhirnya tidak datang? Jika pernah, mungkin Anda kurang lebih dapat memahami bagaimana perasaan sang raja yang dikisahkan dalam Injil hari ini. Kerajaan Allah diumpamakan sebagai seorang raja yang mengadakan pesta perkawinan untuk anaknya. Menurut kebiasaan pada saat itu, raja telah mengirim para pelayannya untuk mengingatkan para tamu yang telah diundang, bahwa segalanya telah siap. Raja menantikan kedatangan mereka. Tetapi di luar dugaan raja, semua tamu tidak datang. Kemudian raja mengirim lebih banyak pelayan untuk menyatakan kepada para undangan tentang kesiapan pesta itu, namun ternyata yang diundang cuek saja. Ada yang memilih untuk pergi ke ladang, atau mengurus bisnisnya  dan ada yang bahkan menganiaya dan membunuh para pelayan yang diutus oleh sang raja. Bukankah sang raja ini adalah gambaran dari Tuhan sendiri, yang menawarkan hal-hal yang baik kepada kita, namun kerap kali kita kurang menghargainya dengan sungguh?

Orang-orang yang menolak datang ini mewakili mereka yang tenggelam dalam kegiatan mereka sehari-hari. Mungkin mereka berpikir bahwa mereka tidak butuh Tuhan. O, semoga bukan kita sendiri yang termasuk dalam bilangan orang-orang ini! Disadari atau tidak, kita semua dipanggil oleh Tuhan untuk masuk dalam rencana keselamatan-Nya, yang sering dalam Kitab Suci sering digambarkan sebagai perjamuan. Tuhan selalu mengulangi kerinduan-Nya untuk bercakap-cakap dengan kita dengan penuh kasih. Sejauh ini apakah tanggapan kita terhadap ribuan undangan yang kita terima dari Tuhan? Bagaimana kehidupan doa kita? Apakah kita memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan? Apakah kita mengajukan banyak dalih karena enggan memilih jalan hidup yang menuntut banyak pengorbanan dan dedikasi? Apakah kita punya rasa tanggung jawab untuk turut menyampaikan undangan Tuhan kepada sesama? Apakah kita mempunyai perhatian kepada keselamatan sesama? Sebab bermacam dalih dapat juga kita sampaikan, sama seperti para tamu itu,  yang menolak undangan sang raja. Sebab ada banyak orang yang lebih tertarik kepada hal-hal duniawi daripada hal-hal yang surgawi; yang lebih condong memilih kesenangan dunia yang sifatnya sementara, daripada mengejar keselamatan kekal.

Tetapi Tuhan tidak undur dari kehendak-Nya agar rumah-Nya terisi. “Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu…” (Mat 22:9-10). Panggilan kepada mereka yang ada di persimpangan jalan diartikan sebagai panggilan kepada semua orang, dari setiap suku, keadaan dan masa. Tuhan berkehendak menyelamatkan semua manusia, dan menantikan jawaban dari setiap jiwa, akan tawaran keselamatan-Nya itu. Ia mengundang setiap orang untuk masuk ke dalam kehidupan ilahi-Nya dan bertumbuh dalam kekudusan. Ia memanggil kita untuk menjadi murid-murid- Nya dan agar kita mempunyai perhatian terhadap keselamatan sesama kita; seperti halnya para pelayan itu yang mengumpulkan orang- orang di persimpangan jalan, untuk dibawa kepada Tuhan. Dan agar setelah itu, kita masuk ke tempat perjamuan dengan pakaian pesta, yang menurut para Bapa Gereja melambangkan perbuatan-perbuatan kasih. Demikianlah, kita semua dipanggil oleh Tuhan untuk masuk ke dalam perjamuan-Nya di Surga (lih. Yes 25:6), bagai domba dituntun menuju suatu padang rumput yang hijau dan air yang tenang (lih. Mzm 23:1-2). Walaupun untuk mencapainya kita bisa saja mengalami  berbagai keadaan, baik kekurangan ataupun kelimpahan, namun satu hal yang pasti, jika kita mengandalkan Tuhan maka segala perkara dapat kita tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada kita (lih. Flp 4:13).

Marilah kita mendaraskan doa yang diajarkan oleh St. Agustinus, “Bantulah kami, Tuhan, untuk membuang dalih-dalih kami yang sia-sia. Kami mau datang ke perjamuan-Mu…. Jangan biarkan keangkuhan kami atau sensualitas atau keterikatan- keterikatan tertentu…. menghalangi jalan kami untuk hadir di perjamuan itu…. Pada akhirnya, siapakah yang akan ada di sana? Para pengemis, penderita sakit, penyandang cacat dan tuna netra… Kami akan datang sebagai orang miskin… Kami telah diundang oleh Ia yang kaya, yang telah menjadi miskin demi kami… Kami akan datang sebagai orang sakit, sebab kami membutuhkan Tabib ilahi untuk menyembuhkan penyakit kami. Kami akan datang sebagai orang timpang, dan kami berkata, “Teguhkanlah langkahku oleh janji-Mu…” (Mzm 119:133). Kami akan datang sebagai orang buta dan memohon, “Buatlah mataku bercahaya, supaya jangan aku tertidur dan mati” (Mzm 13:4, St. Augustine,   112,8)

Bunda Maria, Bunda Kerahiman, Doakanlah Keluarga Kami!

1

Kerahiman: adakah kebajikan ini dalam keluarga kita?

Dewasa ini, sudah bukan rahasia lagi, jika ada banyak keluarga yang retak, bahkan yang kemudian berpisah. Kita mungkin tidak perlu jauh-jauh untuk mencari contohnya, sebab bisa jadi itu terjadi dalam lingkaran kerabat kita, bahkan keluarga kita sendiri. Mengapa dan bagaimana hal itu dapat terjadi, tidaklah sama antara suatu keluarga dengan yang lainnya. Tetapi ada satu akar yang sama yang menjadi penyebabnya, yaitu ketika tidak ada lagi kerahiman, atau belas kasih sejati, yang dihidupi dalam keluarga tersebut. Kerahiman atau belas kasih merupakan sifat Allah yang paling utama, sebab Allah menyatakan diri-Nya sebagai Kasih (1Yoh 4:8). Tanpa melibatkan Allah, yang adalah Kasih yang mempersatukan ini, keluarga Kristiani akan kehilangan arah dan pedoman, sehingga tatkala ada masalah ataupun perselisihan antara anggota- anggotanya, masing-masing pihak akan cenderung memusatkan perhatian kepada kepentingan dan kehendaknya sendiri, dan bukan kepada kebaikan bersama.

Kerahiman Ilahi, itulah yang perlu kita mohon bagi keluarga kita. Agar dengan bersandar kepada kerahiman Allah, kita dimampukan untuk menghidupi dan menerapkan sifat kerahiman itu di dalam keluarga kita. Dalam hal inilah menjadi pas, jika kita melihat teladan Bunda Maria, yang telah terlebih dahulu menghidupinya dan menerapkannya dalam Keluarga Kudus di Nazaret, dan yang hingga kini terus mengambil bagian dalam mewujudkan rencana Sang Kerahiman Ilahi itu dalam sejarah umat manusia. Peran Bunda Maria ini khusus dan istimewa, justru karena Tuhan Yesus menghendakinya demikian. Ia menghendaki agar Bunda Maria, Bunda-Nya menjadi Bunda Kerahiman bagi kita semua, agar kita dapat belajar bahwa sifat kerahiman itu, bukan hanya milik Allah sendiri, namun juga dapat menjadi milik kita manusia. Sebab dengan menerapkan sifat kerahiman itu dalam hidup kita, kita diubah sedikit demi sedikit untuk menjadi semakin menampakkan Allah Sang Kerahiman, dalam diri kita. Bunda Maria adalah manusia pertama yang telah menjadikan kerahiman Allah itu sebagai kesatuan yang tak terpisahkan dalam hidupnya sendiri, dan karena itu, marilah kita mengikuti teladannya.

Mengapa Maria disebut Bunda Kerahiman?

Mungkin jawaban sederhananya adalah: karena Bunda Maria menyatakannya demikian kepada sejumlah orang pilihan, yang oleh izin Allah, menerima wahyu pribadi, untuk meneguhkan secara eksplisit apa yang dikehendaki Allah untuk dipahami oleh umat-Nya, berkenaan dengan prinsip ajaran yang telah disampaikan oleh Wahyu Allah dalam Kitab Suci. Yaitu bahwa sifat Allah yang terutama adalah belas kasih dan Allah menghendaki agar kita, sebagai murid Kristus, untuk juga berbelas kasih. Untuk maksud itulah Allah memberikan contoh yang sempurna, yaitu Bunda Maria.

Dalam buku hariannya, St. Faustina menuliskan pengalaman rohaninya, saat mendoakan doa novena bagi intensi bapa pengakuannya. Di akhir doa novena itu, saat ia mendaraskan doa Salam, ya Ratu, ia melihat Bunda Maria menampakkan diri kepadanya dengan menggendong Kanak-kanak Yesus, sambil berkata, “Aku bukan hanya Ratu Surga, tetapi juga Bunda Kerahiman dan juga Bunda-mu.”1 Perkataan ini serupa dengan apa yang pernah disampaikan oleh Bunda Maria kepada St. Brigita dari Swedia di abad ke-14, “Akulah Ratu Surga dan Bunda Kerahiman; akulah kesukaan bagi orang-orang benar, dan pintu yang melaluinya para pendosa akan dibawa kepada Tuhan.”2 Perlindungan Bunda Maria sebagai ibu orang beriman, dan Bunda Kerahiman juga kembali dinyatakan oleh Bunda Maria, kepada St. Juan Diego dari Guadalupe di abad ke-16, dan kepada St. Bernadette Soubirous di abad ke-19. Maka, walau istilah Bunda Kerahiman mungkin dianggap baru oleh sejumlah orang, namun sebenarnya telah sejak abad awal, Gereja memohon kepada Bunda Maria, untuk memberikan perlindungannya dengan doa-doa syafaatnya. Doa tersebut dikenal dengan sebutan Sub Tuum Praesidium, yang berbunyi:

“Di bawah kerahimanmu kami berlindung, O Bunda Tuhan. Jangan menolak permohonan kami dalam kesesakan, tetapi bebaskanlah kami dari mara bahaya, [o engkau] yang suci dan terberkati.”3

Dr. Robert Stackpole, direktur The John Paul II Institute of Divine Mercy, menjelaskan bahwa ada 4 alasan mengapa Bunda Maria disebut sebagai Bunda Kerahiman, yaitu4:

  1. Sebab Bunda Maria yang dikandung tidak bernoda dosa, diciptakan oleh Sang Kerahiman Ilahi untuk turut melakukan karya Kerahiman Allah.
  2. Sebab Allah telah memilihnya untuk menjadi Ibu Yesus, Sang Kerahiman Ilahi, dan Bunda Maria-lah yang telah melahirkan Yesus itu di dunia.
  3. Sebab Bunda Maria melaksanakan karya kerahiman Allah, dengan menunjukkan bagaimana caranya untuk menjadi murid Kristus yang sejati.
  4. Sebab Bunda Maria senantiasa menjadi pendoa syafaat bagi kita, yang membawa permohonan- permohonan kita kepada Allah.

Bunda Maria diciptakan tiada bernoda untuk turut melakukan karya kerahiman Allah

Injil mengajarkan kepada kita, bagaimana Allah sendiri telah memilih Bunda Maria, dan memenuhinya dengan rahmat-Nya. “Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu”, yang kita doakan dalam doa Salam Maria, diambil dari salam yang disampaikan oleh malaikat utusan Tuhan kepada Bunda Maria, saat memberikan Kabar Gembira kepadanya. “Hail Mary, full of grace, the Lord is with you”, diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh LAI menjadi, “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (lih. Luk 1:28). Namun di sini kita menangkap intinya, yaitu Allah memberi salam penghormatan kepadanya, dan menyebutnya sebagai seseorang yang dikaruniai dengan rahmat Allah, dan yang disertai oleh Allah sendiri. Salam semacam ini tidak pernah disampaikan Allah kepada siapapun yang lain. Kepenuhan rahmat Allah yang dalam diri Bunda Maria juga merupakan kekhususan baginya, yang diberikan Allah sehubungan dengan tugas istimewa yang dipercayakan kepadanya, yaitu untuk menjadi Bunda Kristus yang adalah Allah, dan karena itu, Maria disebut sebagai Bunda Allah.

Karena keistimewaan ini, maka apapun dalam diri Bunda Maria, memang adalah ciptaan Sang Kerahiman Ilahi, dan diperuntukkan bagi karya Kerahiman Ilahi. Tak ada mahluk ciptaan yang lain, yang dengan sempurna menyatakan kerahiman Allah, selain daripada Bunda Maria yang dikandung tanpa noda. Sebab kerahiman Allah yang tiada terbatas itulah yang memungkinkan Bunda Maria menerima rahmat pengudusan yang sempurna, bahkan sejak terbentuk dalam rahim ibunya, agar ia sungguh-sungguh layak mengemban tugas sebagai Bunda Putera Allah yang kudus. Bunda Maria kemudian menanggapi rahmat Allah yang sungguh luar biasa ini, dengan kesediaannya untuk taat dan melaksanakan kehendak Allah di sepanjang hidupnya. Ketaatan Bunda Maria kepada Allah inilah yang menjadikannya kudus. Bunda Maria menggenapi secara sempurna apa yang diajarkan oleh Rasul Petrus, bahkan sebelum Rasul Petrus mengajarkan hal ini kepada Gereja:

“Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangalah turuti hawa nafsu yang menguasai kamu… tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku adalah kudus.” (1Ptr 1:14-16)

Maka kekudusan Bunda Maria, tidak dimaksudkan oleh Allah untuk menjadi kebaikan bagi Bunda Maria itu sendiri, ataupun sebagai semacam persyaratan baginya untuk menjadi ibu bagi Tuhan Yesus. Allah berkehendak agar kekudusan Bunda Maria itu menjadi teladan bagi kita, agar kitapun dapat, seperti Bunda Maria, bertumbuh menjadi kudus. Dengan kekudusan inilah, kita dapat turut mengambil bagian dalam rencana kerahiman Allah, yaitu untuk membawa sebanyak mungkin orang kepada keselamatan kekal.

Kini marilah kita melihat ke dalam diri kita masing-masing dan terutama di dalam keluarga kita: Apakah kita telah menjadi orang yang taat akan perintah Allah? Apakah yang telah kita lakukan untuk bertumbuh dalam kekudusan? Apakah kita telah menjadi orang yang berbelas kasih kepada orang lain, terutama kepada anggota- anggota keluarga kita? Apakah kita telah mengikuti teladan kerahiman Allah, dengan mengampuni semua orang yang telah menyakiti hati kita? Sebab kerahiman Allah bukanlah sesuatu yang dimaksudkan Allah untuk kita terima bagi diri kita sendiri, melainkan juga untuk kita bagikan kepada sesama kita, terutama mereka yang kecil, lemah, tersingkir dan terlupakan. Dan bukannya tidak mungkin orang-orang ini ada dalam keluarga kita. Sejauh mana kita telah memberikan perhatian kasih kepada anak-anak kita, bahkan sejak mereka ada di dalam kandungan? Sejauh mana kita telah memberikan kasih dan perhatian kepada anak-anak kita, dan juga kepada orang tua kita, terutama jika mereka telah lanjut usia dan sakit-sakitan? Apakah kita telah memperlakukan pasangan kita, baik suami maupun istri, dengan kelemahlembutan? Bagaimanakah kita memperlakukan setiap anggota dalam rumah tangga kita, termasuk para pembantu rumah tangga, supir maupun satpam? Adakah kita telah memperlakukan mereka dengan layak? Sebab belas kasih yang kita nyatakan kepada sesama kitalah, yang menjadi bukti apakah kita sungguh telah mengasihi Tuhan. Rasul Yohanes menuliskan dalam suratnya:

“Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” (1 Yoh 4:20).

Allah telah memilih Bunda Maria untuk menjadi ibu yang melahirkan Yesus, Sang Kerahiman Ilahi

Di tanggal 20 Oktober 2014 ini, kita rakyat Indonesia resmi memiliki Presiden dan Wakil Presiden yang baru. Ibunda Bp. Joko Widodo, tentu layak untuk disebut ibunda Presiden, sebab anaknya adalah Presiden RI. Demikianlah juga, karena Tuhan kita Yesus Kristus adalah Sang Kerahiman Ilahi, maka Bunda-Nya, Bunda Maria, layak disebut sebagai Bunda Kerahiman. Melalui Bunda Maria-lah Kristus Sang Kerahiman Ilahi dapat lahir ke dunia, dan mengambil rupa manusia. Melalui Bunda Maria-lah, Kerahiman Allah yang tidak kelihatan itu menjadi kelihatan dan hadir di tengah- tengah umat-Nya.

Peran Bunda Maria yang sangat istimewa dan hanya satu-satunya ini dalam sejarah keselamatan umat manusia, tidak meniadakan peran setiap kita, yang juga dipercaya oleh Allah untuk turut mengambil bagian dalam menghadirkan kerahiman Allah di tengah umat-Nya. Setelah kenaikan-Nya ke Surga, kehadiran Kristus di tengah Gereja dinyatakan dalam sakramen Ekaristi kudus, yang tiap-tiap hari dirayakan oleh Gereja dalam perayaan Ekaristi. Kita sebagai anggota Gereja dipanggil oleh Allah untuk mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi, agar setelah menerima Kristus yang sungguh hadir secara nyata di dalam Ekaristi itu , kitapun dapat membagikan Kristus kepada sesama kita. Sebagaimana Bunda Maria telah menghadirkan Kristus ke dunia, kitapun dipanggil oleh Allah untuk menghadirkan Kristus ke dunia di sekitar kita, entah di rumah, di sekolah, di tempat kerja, maupun di mana saja.

Maka bagi keluarga kita, pertanyaannya adalah, apakah kita telah bersama-sama dengan keluarga kita, menghadiri dan mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi kudus? Sebab sakramen Ekaristi adalah sakramen cinta kasih dan sakramen pemersatu yang dikehendaki Allah sebagai sarana untuk mempersatukan seluruh anggota keluarga kita. Dengan mengambil bagian dalam Ekaristi kudus, pasangan suami istri memperbaharui kembali janji perkawinan mereka. Sebab dalam Ekaristilah, Gereja sebagai Tubuh Kristus merayakan dan menyatakan kesatuannya dengan Kristus sebagai Kepalanya. Suami istri yang telah dipersatukan oleh Kristus dalam sakramen Perkawinan, mengambil bagian dalam kesatuan Kristus dengan Gereja-Nya ini. Mengingat begitu dalamnya makna Ekaristi bagi kesatuan suami istri, maka marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing, sejauh mana kita telah melakukan hal ini? Apakah sebagai suami istri kita telah hadir dalam perayaan Ekaristi dan bersama-sama memperbaharui janji perkawinan setiap kali menyambut Kristus dalam Komuni kudus? Apakah ketika mengalami pergumulan ataupun permasalahan dalam perkawinan ataupun keluarga kita, kita menimba kekuatan dari Kristus dalam Ekaristi? Apakah kita telah dengan sungguh-sungguh turut mempersiapkan anak-anak kita untuk menerima Komuni Pertama dengan penuh rasa syukur? Sejauh mana kita sendiri menghayati makna Ekaristi, sehingga kita dapat membagikan penghayatan kita kepada pasangan kita, suami ataupun istri, dan kepada anak-anak kita?

Bunda Maria melaksanakan karya kerahiman Allah dengan menjadi teladan murid Kristus yang sejati

Sebagai Bunda Kerahiman, Bunda Maria mengajarkan kepada St. Faustina demikian, “Aku menghendaki, anak-ku yang terkasih, agar engkau melaksanakan tiga kebajikan ini yang sangat berharga bagiku- dan yang sangat berkenan kepada Allah. Yang pertama adalah kerendahan hati, kerendahan hati dan sekali lagi, kerendahan hati; yang kedua adalah kemurnian; dan yang ketiga adalah kasih akan Tuhan.”5 Dengan kata lain, Bunda Maria mendorong kita, agar menumbuhkan ketiga kebajikan ini dalam kehidupan kita, agar kita dapat bertumbuh di dalam kekudusan. Kepada kekudusan itulah kita semua dipanggil, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci (lih. Im 19:2; Mat 5:48; 1Tes 4:3). Panggilan untuk hidup kudus inilah yang diserukan kembali oleh Konsili Vatikan II, sebagaimana tertulis dalam Lumen Gentium.6 Demikianlah, Gereja mengajarkan bahwa kekudusan dimaksudkan untuk semua orang, tidak saja untuk para religius; namun juga untuk kita kaum awam, baik yang lajang maupun yang hidup berkeluarga. Dan untuk mencapai kekudusan ini, kita harus memulai dari langkah pertama, yaitu kerendahan hati.

Kerendahan hati

Mengapa kerendahan hati? Kerendahan hati adalah dasar dari semua kebajikan yang lain, sebab tanpa kerendahan hati, kita tidak dapat sungguh-sungguh memiliki kebajikan-kebajikan yang lain.7 Kerendahan hati juga disebut sebagai ‘ibu’ dari semua kebajikan, sebab ia melahirkan ketaatan, takut akan Tuhan, dan penghormatan kepada-Nya, kesabaran, kesederhanaan, kelemah-lembutan dan damai sejahtera.8 Tuhan Yesus sendiri menghendaki agar kita belajar daripada-Nya untuk menjadi lemahlembut dan rendah hati (Mat 11:29).

Kerendahan hati atau humility berasal dari kata humus (Latin), artinya tanah/ bumi.9 Jadi, kerendahan hati maksudnya adalah menempatkan diri ‘membumi’ ke tanah. St. Thomas Aquinas mengatakan, bahwa pengenalan akan diri sendiri bermula pada kesadaran bahwa segala yang baik pada kita datang dari Allah dan milik Allah, sedangkan segala yang jahat pada kita timbul dari kita sendiri.10 Kesadaran akan hal ini membawa kita pada kebenaran: yaitu bahwa kita ini bukan apa-apa, dan Allah adalah segalanya. Di mata Tuhan kita ini pendosa, tetapi sangat dikasihi oleh-Nya. Kerendahan hati inilah, kata St. Thomas, adalah dasar dari ‘rumah rohani’ kita.11

Selain itu, kerendahan hati adalah lawan dari kesombongan yang menjadi dosa pertama dari manusia pertama. Kesombongan adalah sikap ‘menolak’ untuk taat kepada Allah, seperti kita lihat pada kisah Adam dan Hawa (Kej 2:8-3:14). Demikianlah, rencana keselamatan Allah untuk menebus dosa umat manusia itu, diwujudkan awalnya dengan kerendahan hati; dalam hal ini, oleh kerendahan hati Kristus- sebagai Adam yang baru; dan kerendahan hati Bunda Maria- sebagai Hawa yang baru. Kristus rela mengosongkan diri-Nya, dengan mengambil rupa manusia, untuk kemudian menanggung hukuman yang paling hina sebagai seorang hamba (lih. Flp 2:5-11). Surat kepada jemaat Ibrani menuliskan tentang perkataan Kristus kepada Bapa-Nya ketika Ia masuk ke dalam dunia, yang menunjukkan ketaatan-Nya kepada Allah Bapa:

“Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki -tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku-. Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan. Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.” (Ibr 10:5-7)

Demikian pula, Bunda Maria menunjukkan ketaatannya kepada kehendak Bapa, ketika ia berkata kepada malaikat itu yang menyampaikan Kabar Gembira kepadanya, bahwa ia akan mengandung Sang Putera Allah:
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38)

Maka, selain Kristus, Bunda Maria adalah contoh yang sempurna tentang kerendahan hati dan kesempurnaan kasih. Bunda Maria menyadari bahwa ia dikaruniai oleh rahmat yang istimewa dengan menjadi Bunda Allah yang Mahatinggi, namun ia tetap rendah hati, dengan menganggap dirinya sebagai hamba Allah, yang siap melakukan kehendak-Nya. Kerendahan hatinya inilah yang mendorong Bunda Maria untuk mengutamakan kebutuhan Elisabet saudaranya, daripada memikirkan pergumulannya sendiri. Bunda Maria senantiasa mensyukuri rahmat Allah yang diterimanya, dan merenungkannya di dalam hatinya (lih. Luk 2:19, 51). Bunda Maria tidak meninggikan diri dan menuntut keistimewaan karena telah dipilih Allah menjadi ibu Putera-Nya. Bunda Maria tidak mengeluh ketika tidak memperoleh tempat penginapan dan karena itu harus melahirkan di kandang hewan yang hina. Ia tetap memenuhi ketentuan yang disyaratkan tentang pentahiran menurut hukum Taurat Musa, dan dengan demikian tidak menonjolkan dirinya sebagai seseorang yang telah dikuduskan oleh Tuhan (lih Luk 2:22; Im 12:3-8). Dengan kerendahan hatinya, Bunda Maria melaksanakan perannya untuk membesarkan Tuhan Yesus, dalam kemiskinan dan kesederhanaan, namun dengan rasa syukur dan pujian kepada Tuhan, sebagaimana dikidungkannya dalam Magnificat (Luk 1:46-56). Demikianlah, Bunda Maria menunjukkan bahwa kerendahan hati membantu kita untuk melihat segalanya dengan kaca mata Tuhan. Kita melihat diri kita yang sesungguhnya, tidak melebih-lebihkan hal positif yang ada pada kita, namun juga tidak mengingkari bahwa semua yang baik pada diri kita adalah pemberian Tuhan, sehingga sepantasnya dipergunakan untuk kemuliaan Tuhan (1Tim 1:17).

St. Theresia Kanak- kanak Yesus menyatakan bahwa penghinaan adalah ‘rahasia bagi kekudusan’.12 Maksudnya ialah, kesediaan untuk menerima kesalahan adalah sangat penting, agar kita dapat bertumbuh dalam kerendahan hati. Untuk memperbaiki kesalahan, pertama-tama kita harus mengetahui dan mengakuinya terlebih dahulu. Untuk itu, kita perlu diberitahu, entah oleh Tuhan sendiri, atau melalui orang lain. Hal ini dapat mempermalukan kita, tetapi kita perlu menerimanya dengan lapang. Sebab, jika proses ini kita terima dengan semangat Kristiani, kita dapat dengan pasti menjadi rendah hati.13 Hal teguran atas dasar kasih ini, paling tulus diterapkan dalam keluarga. Sebab dalam keluargalah kita dapat yakin bahwa jika kita ditegur, tentulah itu dilakukan atas dasar kasih dan untuk kebaikan diri kita sendiri. Dalam hal ini, orang tua memiliki kewajiban atau tanggung jawab untuk menegur anak-anak atas dasar kasih, jika mereka telah berlaku menyimpang dari jalan Tuhan. Demikian pula suami dan istri perlu saling menegur jika salah satu menjauh dari Tuhan. Bahkan, anak-anak-pun sesungguhnya dapat dengan cara mereka sendiri mengingatkan orang tua, jika mereka melakukan sesuatu yang salah di hadapan Tuhan. Di sinilah perlu sikap kerendahan hati dari pihak yang ditegur, agar dapat menerimanya dengan hati lapang, dan juga dari pihak yang menegur, agar motivasinya bukan untuk menonjolkan diri; namun semua mengusahakan kebaikan bagi sesama anggota keluarga.

Kebajikan kerendahan hati sungguh nyata diperlukan dalam keluarga. Sebab kerendahan hati ini-lah yang memampukan kita untuk terus bersyukur kepada Tuhan, dalam keadaan apapun. Jika kerendahan hati telah dihidupi di dalam keluarga, maka setiap anggotanya akan berusaha untuk tidak mementingkan diri sendiri, mau melayani dan memperhatikan kebutuhan sesama anggota yang lain tanpa diminta. Kerendahan hati yang membuat kita sadar bahwa segala yang baik pada diri kita adalah karunia pemberian Allah, akan mendorong kita untuk mempergunakannya untuk kemuliaan Tuhan. Dan tujuan yang satu dan sama ini akan mempersatukan seluruh anggota keluarga!

Kemurnian

Tuhan Yesus bersabda, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” (Mat 5:8). Maka kesucian dan kemurnian hati, merupakan syarat bagi kita untuk memandang Allah di Surga. Di tengah dunia sekitar kita yang semakin menekankan hal-hal yang sensual, Bunda Maria mengingatkan kita akan pentingnya kebajikan kemurnian. Kemurnian yang dimaksud di sini adalah integrasi seksualitas di dalam diri manusia, yang menuju kepada kesatuan yang tak terpisahkan antara tubuh dan jiwa. Karena perwujudan kasih kita kepada Tuhan dan sesama melibatkan tubuh dan jiwa kita, maka di sinilah kebajikan kemurnian menjadi tidak terpisahkan dengan perwujudan kasih yang sejati.

Kita semua yang telah dibaptis dipanggil untuk menjaga kemurnian tubuh kita, sebab melalui Baptisan, tubuh kita menjadi bait Allah, tempat kediaman Allah sendiri:

“Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1Kor 6:19-20; lih. 1Kor 3:16).

Bunda Maria, menjadi teladan bagi kita dalam hal kemurnian, karena ia sungguh adalah seorang yang murni, baik tubuh dan jiwanya. Bunda Maria dikandung tidak bernoda, dan tidak berdosa sepanjang hidupnya.14 Ia adalah seorang yang tetap perawan, baik sebelum, pada saat dan setelah melahirkan Tuhan kita Yesus Kristus.15 Ia menjaga keutuhan tubuh dan jiwanya, demi kasihnya kepada Allah yang telah memilihnya menjadi ibu bagi Kristus Putera-Nya. Dengan kemurnian hatinya, Bunda Maria mengikuti teladan Kristus yang juga telah menyerahkan Tubuh dan Jiwa-Nya seluruhnya demi melaksanakan kehendak Allah.

Kita pun dipanggil untuk menjadi seperti Kristus dan Bunda Maria, dengan mempersembahkan tubuh kita untuk melakukan kehendak Allah dan memuliakan Dia. Dalam hal ini, kita perlu untuk selalu menimba kekuatan dari Kristus, yang telah terlebih dahulu mempersembahkan diri-Nya di kayu salib. Dengan merenungkan Kristus yang tersalib itu, sebelum mencapai kemuliaan kebangkitan-Nya, kita dikuatkan juga untuk menyalibkan keinginan tubuh yang tidak teratur, agar kita dapat bangkit dalam kehidupan bersama Yesus dan di dalam Yesus, untuk menggunakan tubuh kita sesuai dengan keinginan jiwa kita untuk melaksanakan kehendak Allah. Maka tak terpisahkan dari kemurnian tubuh adalah kemurnian jiwa, yang ditandai dengan kemurnian hati nurani untuk melaksanakan apa yang baik dan benar, sesuai dengan kehendak Allah. Kemurnian hati ini, sangatlah penting untuk kita jaga dan junjung tinggi, sebab jika kita mengabaikannya, maka iman kita menjadi taruhannya. Sebab demikianlah yang diajarkan oleh Rasul Paulus, “Beberapa orang telah menolak hati nurani-nya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka” (1Tim 1:19).

Dalam keluarga, kemurnian tubuh dan jiwa diuji, justru karena dalam keluargalah kasih sejati dinyatakan. Suami istri dipanggil untuk menjaga kemurnian tubuh dan jiwa dengan mewujudkan kesetiaan satu sama lain dalam menjaga kesucian hubungan seksual suami istri, yang mengarah kepada kesatuan kasih yang total, tanpa syarat dan mengarah kepada kehidupan. Kemurnian tubuh dan jiwa juga menjadi perjuangan bagi anak- anak ataupun kaum muda, di tengah godaan zaman ini yang cenderung mengabaikannya. Di sini pentinglah pengarahan dan pendampingan dari para orang tua kepada anak-anak mereka, agar anak-anak dapat memahami dan menjunjung tinggi kemurnian demi menjaga iman yang menghantar mereka kepada keselamatan kekal.

Kasih akan Allah

Walaupun disebutkan di urutan ketiga, tidak berarti bahwa kasih akan Allah itu kurang penting jika dibandingkan dengan kebajikan kerendahan hati dan kemurnian. Sebaliknya, kasih akan Allah inilah yang menjadi jiwa dari segala kebajikan. Kasih akan Allah menjadi hal utama untuk dimiliki, agar kita dapat menerapkan kerendahan hati dan kemurnian yang sejati dalam hidup kita. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan kepada kita, betapa kita harus mengasihi Tuhan, sebab dengan demikian kitapun dapat mengasihi sesama. Pada kedua hukum kasih inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi:

“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.” (Mrk 12:30, lih. Mat 22:37-40)

Bunda Maria, menjadi teladan bagi kita untuk mengasihi Allah. Tiada seorangpun yang memiliki hubungan kasih dengan Tuhan Yesus yang lebih erat daripada kasih Bunda-Nya, Maria, kepada-Nya. Bunda Maria telah mengandung, melahirkan, membesarkan, dan menyertai Kristus, bahkan sampai di bawah kaki salib-Nya, saat hampir semua murid-Nya meninggalkan Dia. Kasih akan Allah, mendorong Bunda Maria untuk tetap taat setia akan kehendak Allah sampai akhir hidupnya di dunia. Oleh rahmat Allah, Bunda Maria diangkat ke Surga, tubuh dan jiwanya; dan ini menjadi penggenapan janji Allah akan kebangkitan badan bagi umat Kristen.16

Perintah Allah agar kita mengasihi Dia dan sesama, berkaitan erat dengan hakekat Allah yang adalah kasih (1Yoh 4:8), dan bahwa Allah menghendaki kita menjadi serupa dengan Dia (lih. Mat 5:48). Demikianlah kepada St. Faustina, Tuhan Yesus menegaskan kembali bahwa sifat Allah yang paling utama, adalah belas kasih-Nya, dan Allah menghendaki agar belas kasih-Nya itu diwartakan kepada semua orang, agar mereka, terutama para pendosa dapat kembali kepada-Nya. “Wartakanlah, bahwa Belas kasih adalah sifat Allah yang terbesar. Semua karya tangan-Ku dimahkotai dengan belas kasih.” 17

Sejalan dengan kehendak Kristus ini, keluarga perlu menumbuhkan kebajikan kasih akan Allah ini. Dalam keluargalah, seseorang belajar untuk mengasihi Allah, dan juga untuk menyatakannya dengan mengasihi setiap anggota keluarga. Di dalam keluarga-lah, kita belajar berdoa, berdoa bersama dan bersama menerima sakramen-sakramen Gereja. Dalam keluarga kita bertumbuh dalam iman dan kasih; dalam kekudusan dan pengorbanan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Kristus bagi kita. Dalam keluarga kita belajar untuk memaafkan dan memberi maaf, bekerja dengan suka cita, dan memberikan diri kita kepada sesama,18 demi kasih dan pengabdian kita kepada Allah yang telah memberkati dan mempersatukan kita dengan keluarga kita.

Bunda Maria menjadi pendoa syafaat bagi kita yang membawa permohonan- permohonan kita kepada Allah

Akhirnya, Bunda Maria layak disebut sebagai Bunda Kerahiman, sebab ia sendiri berbelas kasih ataupun menyatakan kerahiman kepada kita, yang telah diberikan Kristus agar menjadi anak-anaknya juga (lih. Yoh 19:26-27). Kristus menghendaki agar Bunda Maria dapat terus menyertai kita dalam kehidupan kita, sebagaimana ia telah menyertai Kristus sampai wafat-Nya di kayu salib. Setelah diangkat ke Surga, Bunda Maria tetap menyertai kita sebagai ibu rohani bagi kita. Ia melanjutkan tugas perantaraannya untuk mendukung Pengantaraan Yesus, dengan terus menjadi pendoa syafaat bagi kita yang masih berziarah di dunia ini.19 Demikianlah maka kita dapat selalu menyampaikan doa-doa kita kepada Tuhan Yesus melalui perantaraan Bunda Maria. Kepekaan Bunda Maria akan kebutuhan kita, sebagaimana yang dilakukannya kepada pasangan suami istri di Kana (lih. Yoh 2:1-11), itu juga dilakukannya kepada kita. Bunda Maria selalu membawa kita kepada Kristus Puteranya, dan meminta kita melakukan segala yang diperintahkan Kristus kepada kita (lih. Yoh 2:5).

Menyadari akan peran Bunda Maria yang mengambil bagian dalam rencana kerahiman Allah bagi manusia, kita dapat atau bahkan sudah sepantasnya menyambut anugerah ini, dengan menyerahkan keluarga kita ke dalam penyertaan doa-doa syafaatnya. Kita tidak perlu ragu berdoa bersama Bunda Maria dan memohon dukungan doanya, sebab untuk itulah ia diberikan oleh Kristus kepada kita. Kita dapat melakukannya dengan berdoa rosario bersama keluarga, berdoa Angelus, ataupun berdoa menyerahkan keluarga kita kepada penyertaan Bunda Maria. Berikut ini adalah contoh doa penyerahan tersebut:

Doa Penyerahan Keluarga kepada Perlindungan Bunda Maria

Kepala Keluarga:

O, Hati Maria yang tak bernoda, tempat perlindungan bagi orang berdosa, kami menyerahkan keluarga kami kepadamu. Di zaman pergumulan rohani yang dahsyat ini, antara kebenaran dan tipu daya, antara nilai-nilai keluarga yang murni dan pembolehan segala macam hal yang menyesatkan, kami memohon agar engkau menerima kami semua di dalam jubah perlindunganmu, dan bimbinglah kami kepada Hati Kudus Puteramu, Tuhan Yesus Kristus.

Dengan menyerahkan diri kami kepadamu, kami menerima engkau sebagai Bunda dan Teladan kami. Kami sekeluarga membuka hati kami bagimu, agar kami menerima dengan limpah, buah dari penyerahan diri kami ini, yaitu persekutuan yang penuh dengan Hati Kudus Yesus. Kami sekeluarga menerima engkau dalam rumah kami, di hati kami dan keluarga kami. Kami mengundang engkau untuk mengambil bagian dalam hidup kami sepenuhnya, dalam suka dan duka kami. Kami mempercayakan diri kami ke dalam perlindungan keibuan-mu, kepada doa syafaatmu, dan kepada bimbinganmu, sebab engkaulah jalan yang pasti dan sempurna, yang menghantar kami kepada Kristus.

Anggota keluarga:

Bunda Maria, Bunda Kristus yang memahami dengan sempurna segala isi Hati-Nya, Pikiran dan Sifat-Nya, kami memohon kepadamu agar membentuk kami dan mengajarkan kami agar menjadi seperti Yesus, sehingga kami dapat menjadi gambaran yang hidup akan Kristus di dalam keluarga kami, di Gereja maupun di dunia ini.

Engkau yang adalah Sang Perawan Suci dan Bunda kami, limpahkanlah kepada keluarga kami, roh kemurnian hati, pikiran dan tubuh. Semoga kami semua hidup dalam kemurnian menurut status hidup kami dan semoga kebajikan kesederhanaan mencegah masuknya segala bentuk ketidakmurnian, perendahan atau manipulasi tubuh, ke dalam keluarga kami.

Engkau yang adalah Ibu Rohani kami, bantulah kami bertumbuh dalam hidup rahmat, untuk hidup sepenuhnya di dalam kehidupan ilahi, yang telah kami terima saat kami dibaptis. Pimpinlah kami ke jalan kekudusan dan jangan biarkan kami jatuh ke dalam dosa berat ataupun menyia-nyiakan rahmat yang telah diperoleh Kristus bagi kami melalui kurban Salib-Nya.

Engkau yang adalah Teladan bagi jiwa kami, ajarlah kami menjadi penurut seperti engkau, agar dapat menerima dengan taat dan rasa syukur, semua Kebenaran yang diajarkan oleh Putera-Mu melalui Gereja dan melalui Magisterium Gereja.

Engkau yang adalah Pendoa syafaat di hadapan Putera-mu, pandanglah dengan matamu yang penuh kasih, semua anggota keluarga kami, dan bahkan meskipun kami tidak menyadari apa yang kami butuhkan sendiri, bawalah kami mendekat kepada Putera-mu, dan mohonlah kepada-Nya, seperti di Kana, bagi mukjizat air menjadi anggur bilamana keluarga kami kekurangan anggur cinta kasih.

Engkau yang secara khusus mengambil bagian dalam kurban Kristus yang menyelamatkan, bimbinglah keluarga ini dalam kesetiaan di hadapan Salib Kristus. Di saat penderitaan, semoga kami tidak mencari kepentingan diri kami sendiri, tetapi lebih memilih untuk menemani yang menderita. Di saat kekeringan dan kesendirian, semoga kami setia memegang janji kami kepada-Mu, dan semoga kami menjalani pengorbanan dan pergumulan hidup kami dalam kesatuan dengan Puteramu Kristus yang disalibkan.

Kepala Keluarga:

Dengan kesatuan Hati Maria yang tak bernoda dan Hati Kudus Yesus, kami mohon agar keluarga kami, yang hari ini diserahkan kepada Kedua Hati ini, dapat hidup dalam kasih, damai, kemurahan hati, kesetiaan, suka cita dan kesatuan. Semoga keluarga kami menjadi tempat tinggal yang suci, di mana setiap anggotanya berdoa bersama, dan berkomunikasi satu dengan lainnya dalam suka cita dan semangat; di mana suami dan istri saling menghormati satu sama lain; di mana anak-anak -baik yang masih kecil maupun remaja- mengasihi, menghormati dan manaati orang tua mereka; di mana kami orang tua melaksanakan dengan penuh tanggung jawab, tugas untuk mengasihi, membentuk, membimbing dan mengajar anak-anak kami, sehingga mereka dapat bertumbuh di dalam rahmat di hadapan Tuhan dan manusia. Kami mohon agar dengan penyerahan diri kami ini, keluarga kami dapat dilindungi dari segala yang jahat, baik secara rohani maupun jasmani. Semoga Hati-mu yang tiada bernoda memimpin di rumah ini, sehingga Tuhan Yesus Kristus dapat semakin kami kasihi, kami dengar, dan kami taati dalam keluarga kami.

Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami, Amin.

Selain menyerahkan keluarga kita ke dalam perlindungan doa-doa Bunda Maria, kitapun dapat berdoa bersamanya untuk memohon pencurahan Roh Kudus dan pertobatan dunia. Sebagaimana Bunda Maria hadir di tengah para Rasul untuk memohon turunnya Roh Kudus (lih. Kis 2:14), iapun hadir di tengah keluarga kita dan turut mendoakan agar Roh Kudus menaungi keluarga kita. Roh Kudus inilah yang mendorong kita untuk memiliki kerinduan yang besar untuk mendoakan pertobatan sesama, terutama orang-orang yang kita kasihi, tanpa mengabaikan pertobatan diri kita sendiri. Kristus sendiri menyatakan kepada St. Faustina, “Doa yang paling menyenangkan hati-Ku adalah doa bagi pertobatan orang-orang berdosa. Ketahuilah, anak-Ku, bahwa doa ini selalu didengarkan dan dijawab.” 20 Demikianlah, kita mengetahui bahwa doa Koronka Kerahiman Ilahi adalah doa yang berkenan di hadapan Tuhan, sebab dalam doa tersebut kita memohon belas kasih Allah bagi dunia, “Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia…”

Bunda Maria, doakanlah kami!

Begitu besarlah kasih Yesus Sang Kerahiman Ilahi, kepada kita, karena Ia telah memberikan Maria Ibu-Nya untuk menjadi Ibu bagi kita juga, agar Bunda Maria, yang telah terlebih dahulu menerima Kerahiman Allah, dapat juga menyalurkan kerahiman itu kepada kita. Dengan melihat teladan Bunda Maria, kitapun dipanggil untuk menyalurkan belas kasih dan kerahiman Allah kepada sesama, terutama kepada setiap anggota keluarga kita. Seperti halnya Bunda Maria, yang oleh karena Kerahiman Ilahi, telah dijadikan kudus tak bernoda sejak di dalam kandungan sampai akhir hidupnya, kitapun dipanggil untuk hidup dalam kekudusan, dan dengan demikian turut mengambil bagian dalam karya Kerahiman Allah. Dalam perjuangan kita mengejar kekudusan itu, kita dapat selalu melihat kepada teladan Bunda Maria, yang dapat membantu kita menjadi orang-orang yang berbelas kasih. Ia menjadi contoh bagi kita dalam hal kerendahan hati, kemurnian dan kasih akan Allah; ketiga kebajikan yang sangat penting untuk dipupuk dalam keluarga kita, agar kesatuan kasih dalam keluarga kita tetap terjaga. Akhirnya, baiklah untuk kita ingat bahwa Tuhan Yesus dan Bunda Maria tidak pernah meninggalkan kita. Bunda Maria menjadi pendoa syafaat bagi kita di hadapan Tuhan Yesus. Oleh kerahiman Tuhan Yesus-lah, kita beroleh pengharapan yang teguh, bahwa Ia akan selalu menjadi tempat perlindungan bagi kita asalkan kita mau bertobat dan mengandalkan Dia, di sepanjang hidup kita. “Tuhan Yesus, Engkaulah Andalanku. Bunda Maria, Engkaulah Teladanku, doakanlah kami!”

Catatan kaki:

1 Diary of St. Faustina, 330

2 Rev. 1.6, c.10

3 Sub Tuum Praesidium, dari Rylands Papyrus, Mesir, abad ke- 3

4 Sumber: http://www.ncregister.com/daily-news/mary-mother-of-mercy-intercede-for-us

5 Diary of St. Faustina, 1415

6 Lih. Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja, Lumen Gentium, Bab V: Panggilan Umum untuk Kekudusan dalam Gereja

7 Lihat St. Alphosus Liguori, The Glories of Mary, vol.2, p.150, “Humility, says St Bernard, ‘is the foundation and guardian of the virtues’ …for without it, no other virtue can exist in the soul.

8 Terjemahan dari tulisan St. Thomas of Villanova, “Spiritual Diary”, oleh Sacramelli, seperti dikutip oleh William A. Kaschmitter, MM, The Spirituality of the Catholic Church, (Lumen Christi Press, Texas), pp. 35-36.

9 Cassel’s, Latin and English Dictionary, p. 106

10 Lihat Reverend Adolphe Tanquerey, S.S., D.D., The Spiritual Life- A Treatise on Ascetical and Mystical Theology, (Society of St. John the Evangelist, Desclee & Co Publishers, Belgium) 1128, p. 531

11 St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae II-II, Q. 161, a.5 ad 2.

12 Vernon Johnson, Spiritual Childhood, A Study of St. Teresa’s Teaching, (Shed & Ward, London), p. 66

13 Fr. Cajetan Mary da Bergamo, Humility of Heart, 63 p.80: ‘humiliation is the surest means of acquiring and practicing humility’

14 Katekismus Gereja Katolik 508 (bdk. KGK 491, 492, 493):

KGK 508 – Dari antara turunan Hawa, Allah memilih perawan Maria menjadi bunda Anak-Nya. “Penuh rahmat” ia adalah “buah penebusan termulia” (SC 103). Sejak saat pertama perkandungannya ia dibebaskan seluruhnya dari noda dosa asal dan sepanjang hidupya ia bebas dari setiap dosa pribadi.

15 Konsili Konstantinopel II (553) dan Sinode Lateran (649), menyatakan: “Maria adalah Perawan, sebelum pada saat dan sesudah kelahiran Yesus Kristus (De fide). Konsili Konstantinopel II (553) menyebutkan Bunda Maria sebagai, “kudus, mulia, dan tetap-Perawan Maria”. Sinode Lateran (649) di bawah Paus Martin I mengatakan: “Ia [Maria] mengandung tanpa benih laki-laki, [melainkan]dari Roh Kudus, melahirkan tanpa merusak keperawanannya, dan keperawanannya tetap tidak terganggu setelah melahirkan.” (D256)
KGK 499 – Pengertian imannya yang lebih dalam tentang keibuan Maria yang perawan, menghantar Gereja kepada pengakuan bahwa Maria dengan sesungguhnya tetap perawan Bdk. DS 427., juga pada waktu kelahiran Putera Allah yang menjadi manusia Bdk. DS 291; 294, 442; 503; 571; 1880.. Oleh kelahiran-Nya “Puteranya tidak mengurangi keutuhan keperawanannya, melainkan justru menyucikannya” (LG 57). Liturgi Gereja menghormati Maria sebagai “yang selalu perawan” [Aeiparthenos] Bdk. LG 52.

16 KGK 966 “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut” (LG 59, Bdk. Pengumuman dogma mengenai Maria diangkat ke surga oleh Paus Pius XII, 1950: DS 3903). Terangkatnya Perawan tersuci adalah satu keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan Puteranya dan satu antisipasi dari kebangkitan warga-warga Kristen yang lain.

“Pada waktu persalinan engkau tetap mempertahankan keperawananmu, pada waktu meninggal, engkau tidak meninggalkan dunia ini, ya Bunda Allah. Engkau telah kembali ke sumber kehidupan, engkau yang telah menerima Allah yang hidup dan yang akan membebaskan jiwa-jiwa kami dari kematian dengan doa-doamu” (Liturgi Bisantin, pada Pesta Kematian Maria 15 Agustus).

17 Diary of St. Faustina, 301

18 KGK 1657 – Disini dilaksanakan imamat yang diterima melalui Pembaptisan, yaitu imamat bapa keluarga, ibu, anak-anak, semua anggota keluarga atas cara yang paling indah “dalam menyambut Sakramen-sakramen, dalam berdoa dan bersyukur, dengan memberi kesaksian hidup suci, dengan pengingkaran diri serta cinta kasih yang aktif” (LG 10). Dengan demikian keluarga adalah sekolah kehidupan Kristen yang pertama dan “suatu pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan” (GS 52,1). Di sini orang belajar ketabahan dan kegembiraan dalam pekerjaan, cinta saudara sekandung, pengampunan dengan jiwa besar, malahan berkali-kali dan terutama pengabdian kepada Allah dalam doa dan dalam penyerahan hidup.

19 KGK 969 – “Adapun dalam tata rahmat itu peran Maria sebagai Bunda tiada hentinya terus berlangsung, sejak persetujuan yang dengan setia diberikannya pada saat Warta Gembira, dan yang tanpa ragu-ragu dipertahankannya di bawah salib, hingga penyempurnaan kekal semua para terpilih. Sebab sesudah diangkat ke surga, ia tidak meninggalkan peran yang membawa keselamatan itu, melainkan dengan aneka perantaraannya ia terus-menerus memperolehkan bagi kita karunia-karunia yang menghantar kepada keselamatan kekal… Oleh karena itu di dalam Gereja santa Perawan disapa dengan gelar: pengacara, pembantu, penolong, dan perantara” (LG 62).

20 Diary of St. Faustina, 1397

Sudahkah Kuhasilkan Buah Yang Manis?

0

[Hari Minggu Biasa XXVII: Yes 5:1-7; Mzm 80:9-20; Flp 4:6-9; Mat 21:33-43]

Dari bacaan Kitab Suci hari ini, kita dapat melihat salah satu contoh kaitan antara suatu perikop dalam Perjanjian Lama dengan perikop lainnya dalam Perjanjian Baru. Kisah dalam kitab Yesaya dalam bacaan pertama merupakan gambaran samar-samar dari penggenapannya dalam Injil Matius. Perumpamaan itu mengisahkan tentang bangsa Israel, yang menjadi kebun anggur Tuhan. Kisah yang diceritakan di sana adalah segala yang telah dilakukan oleh sang pemilik kebun anggur, agar kebun itu menghasikan buah yang baik, namun ternyata buah yang dihasilkan adalah buah yang asam (Yes 5:4). Sedangkan dalam Injil, yang dipersalahkan bukanlah hasil kebun, tetapi para penggarap kebun itu. Menurut St. Yohanes Krisostomus, melalui perumpamaan ini Tuhan Yesus mengajarkan tentang penyelenggaraan Tuhan yang selalu menyertai bangsa Isreal sejak awal mula, dan tak ada sesuatupun yang dihilangkan oleh Tuhan demi mendorong mereka kepada keselamatan. Dan meskipun bangsa itu telah membunuh para nabi-Nya dengan sangat kejam, Allah tetap tidak berpaling dari mereka; malah sebaliknya mengutus Putera Tunggal-Nya sendiri, yang harus menderita di tangan mereka dengan penghinaan yang tak terkatakan dan penganiayaan yang demikian kejam, hingga Ia wafat di kayu salib (Hom. lxix.).

Walaupun kebun anggur memang dapat diinterpretasikan secara literal sebagai bangsa Israel, namun kebun tersebut juga dapat diartikan secara lebih luas sebagai misteri Kerajaan Allah dalam Kitab Suci. Pengertian ini diajarkan oleh Origen, salah seorang bapa Gereja di awal abad ke-3. Selanjutnya, ia mengajarkan bahwa kehidupan manusia yang tak bercela adalah buah dari kebun itu yang diharapkan oleh Sang Pemiliknya. Perkataan Kitab Suci adalah pagar yang didirikan di sekeliling kebun, yang memungkinkan dihasilkannya buah dari kebun itu. Kedalaman makna sabda Tuhan adalah tempat pemerasan anggur, yang melaluinya diperoleh kebaikan dari pembelajaran ajaran sabda-Nya itu. Menara jaga yang dibangun di sana adalah sabda tentang Allah sendiri dan mengenai rencana keselamatan-Nya yang digenapi di dalam Kristus. Sedangkan para penggarap kebun adalah orang-orang sebelum zaman kita, baik imam maupun awam yang dipercayakan untuk mengolah kebun, yaitu untuk melaksanakan ajaran Tuhan. Waktu panen dapat diartikan dalam hubungannya dengan perorangan ataupun bangsa, secara khusus bangsa Israel. Dalam kaitannya dengan hidup perorangan, musim pertama adalah masa kecil, masa bertunas adalah masa pertumbuhan. Pertumbuhan jiwa seorang manusia menunjukkan pertumbuhan kebun anggur itu, yaitu sabda Tuhan dalam dirinya, yang setelah berkembang, menghasilkan buah yang matang, yaitu kasih, suka cita, damai sejahtera, dst. Para penggarap yang membunuh anak sang pemilik adalah orang-orang Yahudi yang walaupun telah mengenal Kristus, namun akhirnya menyalibkan Dia. Dalam perikop itu Yesus bertanya kepada kaum tua-tua Yahudi akan akhir dari perumpamaan itu, bukan karena Kristus tidak mengetahui akhirnya, tetapi karena Kristus menghendaki agar jawaban mereka sendirilah yang menjadi hakim bagi mereka. Tanpa menyadarinya, para tua-tua Yahudi itu bernubuat menentang diri mereka sendiri, bahwa sabda Allah itu akan diambil dari mereka dan diberikan kepada bangsa-bangsa lain, yang akan memberikan buahnya pada waktunya. Sebab sabda Allah diberikan kepada mereka yang dapat menghasilkan buahnya; dan Kerajaan Allah diberikan kepada mereka yang telah mengalahkan dosa.

Maka bacaan Kitab Suci hari ini, mengingatkan kita, agar kita dapat menjadi para penggarap kebun anggur yang dapat menghasilkan buah yang manis bagi sang pemilik kebun anggur, yaitu Tuhan. Buah yang manis, itulah diharapkan oleh Tuhan dari kita, setelah kita menerima kepercayaan dari-Nya, untuk menggarap kebun anggur-Nya. Rasul Paulus mengajarkan kepada kita, apakah itu buah yang manis yang diharapkan oleh Allah. “… Semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. ” (Flp 4:8,9).

Marilah kita menilik ke dalam hati kita, agar kita dapat melihat, sejauh mana kita telah memikirkan semua yang benar, mulia, adil, suci dan baik? Sejauh mana kita telah melakukan apa yang telah kita terima sebagai ajaran iman kita? “Ya, Bapa, kami bersyukur bahwa Engkau begitu mengasihi kami, sehingga telah mengutus Putera-Mu Yesus untuk menyelamatkan kami. Pimpinlah kami agar dapat menjadi penggarap kebun anggur-Mu, agar kami dapat menghasilkan buah yang manis, yang berkenan bagi-Mu…”

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab