Home Blog Page 33

Tuhan Yesus, Engkaulah Rajaku!

0
Sumber gambar: http://fssp.com/press/wp-content/uploads/2014/10/Christ-the-King-Gallego-1492.jpg

[Hari Raya Kristus Raja: Dan 7:13-14; Mzm 93:1-5; Why 1:5-8; Yoh 18:33-37]

Belakangan ini ramai diberitakan rupa-rupa kejahatan manusia yang membuat kita terpana. Penembakan oleh para teroris, pembunuhan dengan penganiayaan yang kejam, korupsi para elit, penyimpangan seksual yang dilegalkan, … dan seterusnya, seolah berlomba-lomba meyakinkan kita akan betapa ‘rusaknya’ dunia. Nampaknya hal-hal tersebut telah menjadi bagian dari dunia, terutama di abad-abad belakangan ini. Itulah sebabnya Paus Pius XI menuliskan surat ensikliknya Quas Primas di tahun 1925, saat pertama kalinya ia menetapkan Perayaan Kristus Raja untuk menutup kalender liturgi Gereja. Di awal suratnya, Paus mengatakan, “…. bermacam kejahatan di dunia berhubungan dengan kenyataan bahwa kebanyakan orang telah menolak atau mengesampingkan Yesus Kristus dan hukum-Nya yang kudus dari kehidupan mereka; sehingga Ia dan hukum-Nya tidak mendapat tempat, baik di kehidupan pribadi maupun politik. Dan kami katakan lebih lanjut, bahwa sepanjang orang-orang secara pribadi atau sebagai negara menolak untuk tunduk kepada ketentuan Penyelamat kita, tak akan ada kemungkinan penuh harap yang sesungguhnya untuk damai sejahtera yang bertahan lama di antara bangsa-bangsa….” (Quas Primas 1). Dengan peringatan Hari Raya Kristus Raja yang dirayakan setiap tahun di ujung akhir kalender liturgi, kita diingatkan akan kemuliaan Kristus yang menjadi tujuan akhir kehidupan kita sebagai umat beriman. Dan bahwa kita pun dapat mengambil bagian dalam kemuliaan-Nya itu, jika kita mau membiarkan diri kita dipimpin olehNya dan menaati perintah-perintah-Nya semasa kita hidup di dunia.

Tidak menjadi soal bahwa perayaan Kristus Raja baru dimasukkan dalam kalender liturgi di tahun 1925, tepat 16 abad setelah Konsili Nicea di tahun 325. Sebab perayaan tersebut hanya meneguhkan kembali Syahadat Nicea, bahwa Kristus adalah Putra Allah yang tunggal, sehakikat dengan Allah Bapa, dan bahwa “kerajaan-Nya takkan berakhir.” Selain itu, sebutan Kristus sebagai Raja bukanlah ajaran baru. Kitab Suci tak pernah kekurangan ayat dalam menyatakan bahwa Kristus adalah Raja. Kitab-kitab para nabi Perjanjian Lama menubuatkannya (Bil 24:19, Yes 9:6-7; Yer 23:5, Dan 2:44; 7:13-14; Za 9:9), dan kitab Mazmur menggambarkannya (Mzm 2; Mzm 45; Mzm 72). Kitab Perjanjian Baru bahkan dengan lebih jelas menyatakannya. Malaikat Tuhan yang memberi kabar gembira kepada Bunda Maria telah mengatakannya (lih. Luk 1:32-33). Dan Tuhan Yesus sendiri memberitahukan tentang hal tersebut dalam perikop tentang Penghakiman terakhir (Mat 25:31-40); dalam jawaban-Nya kepada Pilatus (Yoh 18:37); dalam pesan terakhir-Nya kepada para murid-Nya sebelum Ia naik ke Surga (Mat 28:18).

Apakah artinya menjadikan Kristus sebagai Raja dalam kehidupan kita? Demikianlah penjelasan Paus Pius XI, “Ia [Kristus] harus memerintah di pikiran kita, yang semestinya setuju dengan kepatuhan sempurna dan kepercayaan yang teguh kepada kebenaran-kebenaran yang diwahyukan dan kepada ajaran-ajaran Kristus. Ia harus memerintah di kehendak kita, yang semestinya menaati hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Allah. Ia harus memerintah di hati kita, yang harus membuang keinginan-keinginan kodrati dan mengasihi Allah di atas segalanya, dan berpaut kepada-Nya saja. Ia harus memerintah di tubuh kita dan anggota-anggotanya, yang harus melayani sebagai alat bagi pengudusan jiwa kita dari dalam—atau meminjam perkataan Rasul Paulus—sebagai ‘senjata-senjata kebenaran’ (Rm 6:13)” (Quas Primas, 33). Sejujurnya, tak mudah menjadikan Kristus sebagai Raja di dalam diri dan hidup kita sepenuhnya. Karena kita mempunyai kecenderungan untuk menjadi raja di dalam diri sendiri. Kenyataannya, lebih mudah memikirkan kepentingan dan kehendak sendiri daripada kepentingan dan kehendak Kristus. Atau lebih tepatnya, adalah suatu perjuangan sampai kita dapat selalu menyesuaikan kehendak kita dengan kehendak Kristus. Aku jadi bertanya kepada diriku sendiri, seberapa sering aku mengingat Kristus dalam keseharianku, menyapa dan menghormati-Nya dan berjuang untuk menyenangkan hati-Nya dengan perkataan dan perbuatanku? Di Hari Raya Kristus Raja ini, Gereja mengingatkan kita untuk menerapkan dalam hidup sehari-hari, bahwa Kristus adalah sungguh Tuhan dan Raja kita. Gereja bahkan memberikan indulgensi penuh kepada umat yang pada hari ini mendaraskan secara publik, doa Iesu dulcissime, Redemptor, tentu jika syarat-syarat lainnya terpenuhi (menerima sakramen Ekaristi, berdoa bagi intensi Bapa Paus,  mengaku dosa dalam sakramen Tobat, dan tidak mempunyai keterikatan terhadap dosa bahkan dosa ringan sekalipun). Semoga dengan mendaraskan doa ini, kitapun turut berusaha mewujudkannya.

Mari bersama-sama kita mendaraskan doa Iesu dulcissime Redemptor:

“Yesus yang mahabaik, Penebus umat manusia,
pandanglah kami yang tersungkur di hadapan-Mu.
Kami adalah milik-Mu, dan kami berharap
untuk terus menjadi milik-Mu.
Tetapi untuk lebih teguh bersatu denganMu,
lihatlah kepada setiap kami yang hari ini menyerahkan diri
kepada Hati-Mu yang Mahakudus.
Memang banyak orang belum mengenal Engkau;
banyak juga yang dengan merendahkan perintah-perintah-Mu,
telah menolak Engkau.
Yesus yang sangat berbelas kasih, kasihanilah mereka semua,
dan tariklah mereka kepada Hati Kudus-Mu.
Jadilah Raja, ya Tuhan,
tidak hanya bagi umat beriman
yang tidak pernah meninggalkan Engkau,
tetapi juga bagi anak-anak yang hilang,
yang telah meninggalkan Engkau;
tolonglah agar mereka dapat secepatnya kembali
ke rumah Bapa mereka,
jika tidak, mereka mati karena kemalangan dan kelaparan.
Jadilah Raja bagi mereka
yang terperdaya oleh pendapat-pendapat yang salah,
atau mereka yang karena perselisihan menjauhkan diri,
dan panggillah mereka kembali
kepada pelabuhan kebenaran dan kesatuan iman,
sehingga segera mereka menjadi satu kawanan
dengan satu Gembala.
Berilah, ya Tuhan, kepada Gereja-Mu,
jaminan kemerdekaan dan terbebas dari bahaya;
berilah keteraturan yang damai kepada semua bangsa;
buatlah dunia bergema dari kutub ke kutub
dengan satu seruan, pujian kepada Hati Ilahi
yang mengerjakan keselamatan kami:
Kemuliaan dan hormat bagiNya selamanya. Amin.”

[Diterjemahkan dari Manual of Indulgences, p. 44, doa Iesu dulcissime, Redemptor.]

Pertolongan Tuhan Tidak Pernah Terlambat (Bagian 2)

0

Bantu aku Tuhan Yesus, untuk memikul salib kecilku ini sebagai silih atas dosa-dosaku.

Tulisan ini adalah tulisan ke-dua saya dalam situs katolisitas (dari editor: tulisan Widi yang pertama berjudul “Kasih setia Tuhan tak pernah terlambat – silakan klik). Sungguh sebuah kesempatan dan Puji Tuhan seluas-luasnya bagi seluruh karya-Nya dalam hidup saya hingga saat ini. Terima kasih untuk dukungan tim Katolisitas sehingga akhirnya saya memberanikan diri menuliskan bagian ke-dua dari kesaksian hidup saya ini. Terima kasih Bu Inggrid, Pak Stef, Mba Uti juga semua tim Katolisitas. Tuhan pasti memberkati kalian semua.

Puncak karir dan ajakan Tuhan untuk hidup menghayati sengsara-Nya.

Setelah selesai menimba pengalaman dari perusahaan telekomunikasi selama tahun 2008-2010, Tuhan menuntunku untuk berkarya di sebuah kantor majalah wanita di ibukota. Lokasi pekerjaan baru ini tidak jauh dari kantor yang lama. Pekerjaan baru ini menantangku. Bukan karena aku harus beradaptasi lagi, namun karena harus melayani staf dan karyawan yang hampir semuanya adalah wanita muda dan ibu-ibu muda. Oh Tuhan apakah Engkau ingin mendidikku untuk memahami wanita? Mempersiapkan aku untuk menjalin sebuah bahtera keluarga?

Pekerjaan di kantor baru ini tidak berbeda dengan yang lama. Masih di seputar dunia teknologi informasi (IT). Rutinitas lembur, overtime dan shift malam berkali-kali kulakukan. Hingga menjelang awal tahun 2012 tubuhku mulai limbung, aku mulai sering sakit dan tidak teratur makan. Mungkin tekanan kerja dan siklus tidur yang tidak teratur membuatku jatuh berkali-kali dalam kondisi sakit.
Puncaknya menjelang Idul Fitri 2012, di awal bulan Juli 2012 badanku lunglai sekali. Untuk berjalan pun susah. Nafas serasa mau habis. Aku periksakan ke dokter kantor dan dirujuk ke RS Carolus. Indikasi awal adalah penurunan fungsi ginjal.

Shock dan kaget bercampur marah dan sedih langsung menghinggapi hati dan kepalaku. Mana mungkin aku sakit ginjal? Mabok tidak, narkoba tidak, sex bebas tidak, minum air putih malah menjadi hobi setiap hari, diabetes tidak, tekanan darah tinggi juga tidak. Ah.. Tuhan bercanda nih… Aku sudah sering ikut pelayanan di Theresia, berusaha rutin mengikuti Misa harian di katedral. Kenapa bisa ya?

Pikiran yang berkecamuk itu terus menghantui dan membayangi setiap hariku selama bulan Juli 2012. Sampai pada akhir bulan Juli, sebuah mimpi meneguhkanku. Entah itu benar atau hanya khayalanku yang sedang stres dan banyak pikiran, tiba tiba dalam mimpi, Bunda Maria memelukku, menepuk pundaku dan memandangku dengan senyum optimis. Aku tidak tahu apa maknanya. Aku hanya bisa membawanya dalam doa dan Novena Hati Kudus favoritku.

Sejak hidup di ibukota, jarang sekali aku bisa menyelesaikan doa Rosario seperti ibuku yang sangat tekun di Jogja. Selalu saja ada godaan. Hanya frasa “Hati Kudus Tuhan Yesus, kasihanilah kami” yang menjadi favoritku setiap hari. Kudaraskan frasa itu di setiap aktifitas kerjaku. Nyaman sekali rasanya ketika bisa mengulang-ulang frasa itu.

Sejak mimpi itu, aku berusaha mencari maknanya dan membawanya dalam doa. Berkali-kali kuusahakan hadir dalam Misa harian sore di katedral. Sepulang kerja, berjibaku dengan kemacetan ibukota, kukendarai sepeda motorku menuju katedral. Nyaman sekali rasanya mengalami suasana hening di sana. Mendengarkan sabda-Nya, lantas mengucap doa, bertanya, “Apa maksud-Mu Tuhan? Peristiwa apa yang akan aku lalui? Sanggupkah aku? Bantu aku Tuhan untuk mengerti petunjuk-petunjukMu.

Berkali-kali cek medis kulakukan. Terakhir di bulan Agustus awal, badanku semakin lunglai. Habis tenaga. Masih ingat waktu itu temanku, rekan kerjaku Mbak Jovita namanya, menawarkanku makan malam di dekat kostnya hanya agar aku bisa makan enak. Karena memang rasanya sangat tidak enak makan. Makan apa pun rasanya ingin muntah.

Dokter di RS Carolus berkata, bahwa kemungkinan terburuk aku harus cuci darah, namun dengan diet protein yang ketat dan pengobatan yang bagus, bisa dicegah untuk tidak sampai ke tahap cuci darah. Kuturuti apa pun nasehatnya. Aku berobat ke rumah sakit itu. Tanpa sepengetahuan dokter kantorku.

Puncaknya adalah menjelang selesainya bulan puasa, Agustus 2012. Aku drop. Sepulang kerja dari visit pekerjaan ke Tangerang, aku muntah-muntah hebat. Atasanku pun tahu. Aku pucat. Kebiruan malah. Jalan sempoyongan. Hanya satu dalam batinku. Aku tidak mau jatuh dan drop di ibukota. Aku harus pulang. Aku harus bersama ibuku disampingku.

Awal libur lebaran, aku nekat untuk pulang. Aku relay perjalananku. Karena susahnya mendapat tiket pesawat langsung dari Jakarta ke Jogja, aku menaiki travel Jakarta-Bandung. Sampai di Bandung, kulanjutkan dengan pesawat turboprop (baling-baling) dengan biaya berapa pun. Aku ingin segera sampai dan bertemu bundaku.

Kumulai salib kecil baruku ini. Tuhan tolonglah aku.

Sesampainya di Jogja, aku sudah tidak kuat. Tepat tanggal 20 Agustus 2012, aku dilarikan ke IGD RS Panti Rapih, Jogja. Vonis opname dan observasi dokter dilanjutkan di sana. Dan memang benar. Kondisiku semakin kronis. Dari gagal ginjal stage I menjadi stage V. Dan harus cuci darah.

Oh Tuhan… inikah peristiwa yang Kau maksud?

Inikah yang Bunda Maria coba teguhkan hatiku? Sedemikian berat dan besarnya sakit ini. Apakah aku sanggup Tuhan? Bunda Maria, bagaimana ini? Tidakkah engkau mendengarkan doaku, banyak rencana yang sudah kususun dalam tahun-tahun ini. Bertunangan, mempunyai rumah di Jogja, dan mempersiapkan pernikahanku. Kenapa ini harus terjadi?

Aku ndak sanggup Tuhan… Aku ndak kuat. Aku ingin mati saja. Itu yang aku teriakkan di awal-awal mendengar vonis cuci darah. Protes, penolakan, amarah, bahkan dendam. Entah dendam kepada siapa. Begitu sangat terasa.

Namun Tuhan tidak begitu saja membiarkan aku berjalan sendirian. Dalam kondisi yang demikian terpuruknya, lagi-lagi ibuku adalah salah satu sosok Bunda Maria yang hidup. Beliau berdoa tidak putus-putusnya. Bahkan hingga saat ini. Agar aku sembuh. Aku kuat melalui semua ini. Di masa-masa awal cuci darah, beliau hanya bisa pergi ke kapel di rumah sakit untuk menangis sambil membawa rosario kesayangannya. Sedangkan adikku, seperti tidak kenal lelah, menyiapkan segala keperluan transfusi darah, obat, dan urusan administrasi rumah sakit lainnya.

Tuhan tidak pernah terlambat. Pun dalam kondisi yang di dalam mata manusia itu sudah terlambat. Dia menghadirkan sosok-sosok teman dan sahabat yang membantuku. Silih berganti begitu luar biasanya Dia mengirim malaikat-malaikat baik di awal-awal vonis cuci darahku. Dalam kondisi masih terbaring opname, Tuhan tidak tinggal diam. Dia hadirkan teman-teman luar biasa banyaknya terutama terasa sekali ketika aku membutuhkan transfusi darah.

Sungguh luar biasa. Tuhan tidak pernah kekurangan akal. Dia gerakkan seluruh hati temanku, bahkan teman TK-ku pun, hadir menemaniku, berusaha ke sana ke mari membantuku mencari donor darah. Tidak terkecuali dukungan finansial dan moril dari teman-teman di kantor Jakarta, yang mengalir terus-menerus.

Selama opname di rumah sakit, aku tidak pernah kekurangan kasih dari sahabat dan rekan-rekan. Luar biasa. Tuhan boleh ambil ginjalku, namun, Dia beri aku sahabat banyak sekali. Mereka hadir membantu. Saat itu hanya rasa haru bercampur marah dan sedih melihat kondisiku. Kenapa Tuhan, Engkau pilih aku. Bukan mereka atau dia? Why me?

Cuci darah, perjuangan finansial, dan hilangnya rencana tunangan

Bersyukur, Tuhan masih peduli. Masih mendekapku. Dia masih beri aku kesempatan untuk hidup. Biaya cuci darah tidaklah sedikit. Di awal-awal cuci darah, asuransi swasta memang masih mengcoverku. Juga dukungan finansial dari teman-teman dan kerabat. Namun seiring dengan bergulirnya waktu, perlahan tapi pasti, beban finansial mulai terasa.

Perjuangan pun dimulai. Dari Jamkesmas, Jamkesda, pindah KTP, surat keterangan tidak mampu semua dilakukan. Hanya demi bisa cuci darah di RS Panti Rapih. Rumah sakit yang aku sudah merasa nyaman dan aku pilih, selain karena catatan medisku di sana, juga karena aku merasa selalu dekat dengan dukungan doa dan karya dari Suster CB (Carolus Borromeus-red) setiap hari.

Luar biasa. Tuhan pun tidak tinggal diam rupanya. Setelah berjuang ke sana ke mari, Jamkesda Kota Jogja pun kurasakan. Luar biasa.. Benar-benar luar biasa. Ini rasanya berserah total kepadaNya. Tanpa jaminan apa pun. Tanpa kepastian apa pun. Namun Dia pasti tidak akan meninggalkan kita, umat-Nya yang terus berdoa meminta, mengetuk pintu-Nya.

Dalam kondisi serba pontang-panting dan tidak pasti tersebut, kekasihku entah bagaimana, aku merasakan ia berubah. Dia tidak lagi seperti dulu. Entah mengapa, namun aku merasa terlalu jauh. Hatiku terasa sudah terlalu jauh. Beberapa kali perjumpaan kami, aku sudah tidak merasakan ‘klik’ di hatinya. Fokusnya sudah berubah. Hufff, ada apa lagi ini Tuhan? Apakah Engkau tidak rela aku bertunangan dengannya? Atau Engkau mau aku fokus terlebih dahulu dalam misi sakit gagal ginjalku ini?

Rasa berkecamuk dan tidak enak mulai bergelora lagi, kali ini bukan karena sakitku, namun karena rasa penolakan dan ditinggalkan oleh kekasihku. Ada rasa sedih, kecewa, merasa tidak berguna, dan tidak bisa apa-apa. Tuhan amat kejam rasanya waktu itu. Aku sudah seperti ini, kenapa Engkau beri lagi Tuhan?

Akhir 2013 kami sudah jarang berkomunikasi lagi. Aku memilih untuk mundur. Diam. Berkonsentasi pada sakitku. Mengelola rasa jenuh, penat, dan sedihku. Memilih untuk berkelana ke tempat tempat hening, Ganjuran, Sendang Sono, Ambarawa, menjadi tujuan langkahku. Aku merasa diteguhkan. Pelan namun pasti, Tuhan membimbingku untuk lebih tabah. Lebih sumeleh. Lebih nrimo. Lebih ikhlas.

Hanya ibu dan adikku yang setia menemaniku. Yang terus mendukungku. Merekalah pejuang sejatiku. Dalam keseharian hidupku, Tuhan hadir melalui senyum wajah mereka. Aku sangat berterima kasih, hadir dalam sebuah keluarga yang baik, harmonis, dan tangguh dalam iman akan Yesus. Tuhan juga tunjukkan kasih-Nya melalui sahabat sahabatku. Hilir mudik mereka hadir menghibur. Menemani dalam cuci darah, juga dalam kunjungan ke rumahku. Bantuan moril, finansial, juga dukungan sarana dan senyum. Luar biasa.

Tuhan ingin aku benar-benar setia

Di medio awal 2014, Tuhan mengujiku lagi. Ada infeksi dan abses di punggungku. Gejala awalnya aku tidak bisa berjalan dan kaki kiri seperti linu dan sakit ketika digerakkan. Berbagai cara dilakukan. Pijat, terapi, refleksi, bahkan fisioterapi kulakukan. Namun tidak ada hasilnya.

Tuhan, apa lagi ini? Aku sudah habis-habisan cuci darah, ditinggal kekasih, juga habis finansial dan karir. Kenapa Engkau masih hendak memberikan cobaan lagi? Tidak cukupkah? Pertanyaan itu menggelora dalam doa malamku. Dalam doa di setiap Ekaristi dan dalam setiap perenungan malamku. Ah.. aku capek Tuhan… Ini tidak segera selesai, Kau beri yang lain. Tolong Tuhan… beri aku waktu untuk rehat sejenak.. mengelola hidupku kembali.

Pertengahan 2014, dokter memvonisku untuk segera operasi karena absesku semakin besar dan merusak jaringan sekitarnya. Indikasi awal adalah infeksi dan isi dari abses adalah nanah. Aku pun panik. Terbayang akan operasi besar, bius total dan resiko pendarahan setelah operasi. Karena aku rutin cuci darah, maka obat-obatan anti pembekuan darah rutin aku terima selama cuci darah.

Setelah berdiskusi dengan ibu dan adik, aku pun siap. Dokter menerangkan kondisi terburuk pasca operasi yaitu tidak sadarkan diri berkepanjangan karena tingginya kreatinin dan ureum pada pasien gagal ginjal, juga pendarahan pasca operasi karena bertemunya dengan obat anti pembekuan darah setiap kali cuci darah. Dengan berat hati, namun mantap dan pasrah seutuhnya, aku siap. Aku tanda tangani surat pernyataan itu. Aku siap, pun ketika nanti Tuhan memanggilku dalam proses operasiku nanti. Hanya ibu dan adik yang tampaknya tidak siap melepasku masuk dalam ruangan operasi. Terlihat guratan sedih, tidak ikhlas dan pedih yang mendalam melihat putera satu-satunya dibawa masuk ke ruang operasi. Doakan aku ya Ibu.. Adek. maafkan Widi kalau banyak salah dan kurang selama ini. Itu kata-kata yang terakhir aku ucapkan kepada mereka sebelum masuk ruang operasi.

Operasi pun berlalu, aku terbangun lebih lama dari yang diprediksi dokter. Sadar namun tidak sepenuhnya karena beberapa bagian tubuhku tidak terasa dan tidak dapat digerakkan. Terutama kaki kiri dan tangan. Aku pasrah. Ibu gembira menyambutku keluar dari kamar operasi. Sungguh, Tuhan ajaib. Pertolongan-Nya tidak pernah terlambat. Dalam tangan-Nya, semua berjalan sesuai rencana-Nya. Kadang manusia teramat khawatir, berkeluh kesah, tidak sepenuhnya menyerahkan pada penyelenggaraan-Nya. Padahal, rencana-Nya jauh lebih sempurna. Dia tahu apa yang kita butuhkan, apa yang kita paling butuhkan. Bukan kita inginkan.

Pemulihan pasca operasi juga bukan sebuah hal yang mudah. Ibu yang lagi-lagi benar-benar menghadirkan kasih Tuhan sebenarnya. Dengan setia, beliau membersihkan luka, merawat perbanku, terkadang membimbingku untuk mandi, untuk membersihkan badan. Luar biasa. Tuhan hadirkan ibu yang begitu tulus mengasihiku. Begitu kuat. Bunda Maria sendirilah sebenarnya yang merawatku saat itu. Mimpi saat sebelum sakit dahulu, mungkin ini artinya. Bunda akan selalu menguatkan aku, akan selalu hadir dalam apa pun kondisiku. Benar. Dan itu terjadi. Terima kasih Bunda Maria. Engkau teladan sejati dalam pelayanan dan kasih.

Pasca operasi, berkali-kali HB (haemoglobin)ku turun, karena masih adanya rembesan pasca luka operasi, juga reaksi dengan heparin (obat anti pembekuan darah) setiap kali dilakukan cuci darah. Seminggu dua kali. Dan itu terakumulasi hingga puncaknya, pada pertengahan 2014. Menjelang pemilu presiden, HBku drop hingga titik 3.8. Tidak bisa melakukan apa pun. Hanya terbaring lemah. Bahkan menggerakkan kedua tangan pun tidak sanggup. Sonde (pemberian makanan dari selang) pun aku sempat rasakan.

Namun, Tuhan lagi-lagi menguatkanku. Melalui semua itu, dihadirkanNya orang-orang dan sahabat yang tidak henti-hentinya membantuku. Mensuport aku dan keluargaku. Baik itu finansial, motivasi, pendampingan psikologi, juga sarana dan prasarana. Banyak yang aku bahkan tidak bisa menghitung lagi hingga saat ini. Terima kasih Tuhan. Hanya itu yang aku bisa ucapkan.

Memasuki tahun 2015 ini, begitu luar biasanya Tuhan membimbingku. Perlahan demi perlahan, Dia ingin menuntunku untuk bangkit. DihadirkanNya orang-orang yang membantuku untuk mewujudkan usahaku sendiri di Jogja. Sedikit demi sedikit, walaupun belum besar Dia membantuku memulai usaha sendiri. Sambil terus cuci darah dan melayaniNya dalam hidup doa dan novena setiap hari.

Peneguhan dalam Spiritualitas Ignatian

Tuhan tampaknya tidak ingin aku jatuh berkali-kali. Dia menuntunku untuk benar-benar hanya Dia sajalah harapanku. Tidak lain. Dia membimbingku untuk belajar bagaimana mengelola iman, keyakinan, dan harapan. Menaruh harapan hanya padaNya.

Tahun 2015 ini juga sebagai tahun Latihan Rohani-ku. Aku diperkenalkan dengan komunitas Magis Jogja. Sebuah komunitas di mana kita menghidupi spiritualitas ignatian. Bersumber dari Santo Ignatius Loyola, pendiri Serikat Jesus, dengan Latihan Rohaninya. Tuhan tampaknya ingin menyiapkan aku untuk sungguh-sungguh memaknai penyakit dan penderitaanku ini bukan hanya sebagai sakit medis belaka, namun sebagai rahmat. Rahmat untuk semakin dekat dan pasrah padaNya. Semakin menghayati panggilan hidup untuk melayaniNya dalam sepenggal hidup selanjutnya dengan cuci darah ini. Dalam komunitas ini, hingga saat ini aku masih belajar, bagaimana menemukan rahmat-Nya setiap hari, dalam setiap aktifitas hidupku, dalam setiap momen-momen cuci darahku.

Terima kasih Tuhan, Engkau luar biasa. Pertolongan-Mu tidak pernah terlambat. Juga tidak pernah terlalu terburu-buru. Banyak hal yang harus aku siapkan untuk benar-benar mengikutiMu. Terkadang Engkau mendidikku dengan keras, dengan tamparan penderitaan, juga dengan sentuhan lembut sahabat, sapaan hangat teman dan relasi.

Tuhan, aku serahkan seluruh sisa hidupku dengan cuci darah ini kepadaMu. Pakailah seluruh sisa hidupku hanya untuk kemuliaan-Mu. Jadikan aku siap, jadikan aku tangguh mewartakan bahwa Engkau, benar-benar luar biasa. Engkau benar-benar ada. Engkau benar-benar mencintai manusia seutuhnya.

Sapaan-sapaan-Mu dalam penderitaanku dari tahun 2012 hingga saat ini semoga menguatkanku untuk meneruskan memanggul salib kecilku ini, sambil mewartakan kasih-Mu pada sesamaku.

Terimakasih Ibu, luar biasa pengorbananmu, kasihmu, teladan kesetiaanmu melalui doa Rosario, kepercayaanmu padaNya. Terimakasih atas seluruh karya dan suport yang hadir dalam wajah rentamu itu. Juga adek dan seluruh sahabat. Semoga seluruh karya, dukungan dan pengabdianmu Tuhan berikan yang lebih baik.

Teriring doa dan kasih dalam keheningan tengah malam, 10 November 2015 01.05 WIB. Perum Bumi Mandiri Wirokerten No. E2 Banguntapan Bantul.

Benedictus Widi Handoyo

Akhir dunia: membuat takut atau rindu?

0
Sumber gambar: http://www.praise-and-worship.com/images/550xNxjesus-second-coming.jpg.pagespeed.ic.L-LabynhLy.jpg

[Hari Minggu Biasa ke XXXIII: Dan 12:1-3;  Mzm 16:5-11; Ibr 10:11-18; Mrk 13:24-32 ]

“Sebab Aku mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan… Apabila kamu berseru… maka Aku akan mendengarkan kamu…..” demikianlah petikan Antifon Pembuka hari ini, yang diambil dari kitab Yeremia (lih. Yer 29:11,12,14). Firman Tuhan ini mengingatkan kita akan rencana Allah untuk membawa kita kepada tujuan akhir kehidupan di Surga yang penuh kebahagiaan. Untuk itu, Allah Bapa telah mengutus Kristus Putera-Nya. Dan Kristus telah menyelesaikan misi penyelamatan yang diterima-Nya dari Allah Bapa. Namun kesempurnaan rancangan Allah memang baru sepenuhnya tergenapi di akhir zaman kelak, saat Allah ditinggikan, dan kepada Yesus Putera-Nya diberikan “nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:9-11) Sungguh menakjubkan saat itu, ketika kita berlutut menyembah Tuhan bersama dengan berlaksa-laksa umat manusia, yang tak terhitung banyaknya…. “Alleluia…  Terpujilah Yesus Kristus Tuhan!” Maka seharusnya kita menantikan dengan rindu, saat Kristus datang kembali ke dunia dengan kemuliaan-Nya di akhir zaman. Tapi apakah kita benar-benar merindukan kedatangan-Nya … atau malah takut membayangkannya… nah, itulah yang menjadi persoalannya.

“Kitab Suci memberitahu kita bahwa ada dua kedatangan Putera Allah: pertama, ketika Ia mengambil rupa manusia demi keselamatan kita, dalam rahim seorang perawan; dan kedua, ketika Ia datang kembali di akhir dunia untuk mengadili semua manusia. Yang kedua ini disebut dalam Kitab Suci sebagai Hari Tuhan” (Katekismus Konsili Trente, I,8,2). Walaupun saat kedatangan-Nya yang pertama ke dunia, Yesus tidak menampakkan kebesaran-Nya; di kedatangan-Nya yang kedua, langit dan bumi akan menampakkannya. Yesus menyatakan bahwa saat itu “Matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit dan kuasa-kuasa langit akan goncang…” (Mrk 13:24). Pada saat itu Ia akan mengumpulkan semua orang, akan mengadili mereka dan menyatakan keadilan-Nya. Ia akan menyatakan kemuliaan-Nya kepada para hamba yang setia, maupun juga kepada mereka yang telah menolak dan menganiaya-Nya serta menganiaya para murid-Nya. Di saat itu kebenaran dan kebaikan akan memperoleh penghargaan; sedangkan kesalahan dan kejahatan memperoleh hukuman. Nabi Daniel telah menubuatkan saat itu, di mana sejumlah orang akan memperoleh hidup kekal, sedangkan sebagian yang lain memperoleh kengerian kekal. Namun bagi orang-orang benar tak ada yang harus ditakutkan, sebab “orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan orang-orang yang menuntun banyak orang kepada kebenaran akan bersinar seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya” (lih. Dan 12:3). Ayat ini mendorong kita agar dalam hidup sehari-hari berjuang  untuk melakukan apa yang baik dan benar, dan membawa serta orang-orang di sekitar kita untuk mengenal Kristus dan kebenaran-Nya. Sebab Allah telah mempersiapkan upah bagi mereka yang melakukannya sampai akhir. Mereka akan bercahaya dalam terang Tuhan untuk selamanya! Ini merupakan penghiburan yang mendatangkan sukacita bagi kita dalam menantikan Hari Tuhan itu, yaitu saat kedatangan-Nya kembali dalam terang kemuliaan-Nya.

Tuhan Yesus yang kita nantikan itu adalah sungguh Allah yang telah mengambil rupa manusia. Oleh sebab itu, meskipun Yesus mengatakan bahwa tentang Hari dan saat itu, “tak seorang pun yang tahu…. dan bahkan Anak pun tidak, hanya Bapa saja” (Mrk 13:32); Ia sebenarnya mau mengatakan bahwa Ia tidak mengetahuinya dari kapasitas-Nya sebagai manusia. Paham yang mengajarkan bahwa Yesus tidak tahu akan hari dan saatnya akhir dunia dikenal dengan ajaran sesat Agnoetae di abad ke-6. Sayangnya kini paham serupa muncul kembali di kalangan sejumlah umat Kristen. Dengan menganggap Yesus tidak tahu hari dan saatnya, mereka secara tak langsung memandang Yesus tak sehakikat dengan Bapa, dan malah menentang apa yang dinyatakan dalam Kredo, “Aku percaya akan Yesus Kristus…. Putra Allah yang tunggal. Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad… Ia… sehakikat dengan Bapa…” Menanggapi paham ini, Paus St. Gregorius Agung telah menjelaskan, “Allah Putera yang Mahatahu mengatakan bahwa Ia tidak tahu harinya [akhir zaman], yang menyebabkan Ia tidak menyatakannya, bukan disebabkan oleh karena Ia sendiri tidak tahu, tetapi karena Ia tidak mengizinkan hal tersebut diketahui sama sekali…. Putera Tunggal Allah yang menjadi manusia sempurna bagi kita, sungguh mengetahui hari dan saatnya Penghakiman Terakhir di dalam diriNya sebagai manusia, namun demikian Ia tidak mengetahui hal itu dari kapasitasnya sebagai manusia…. Sebab untuk maksud apa bahwa Ia yang menyatakan DiriNya sebagai Kebijaksanaan Allah yang menjelma, jika ada sesuatu yang tidak diketahui olehNya sebagai Sang Kebijaksanaan Allah? … Juga tertulis bahwa, …. Allah Bapa menyerahkan segala sesuatu ke dalam tanganNya [Yesus Kristus di ayat Yoh 13:3]. Jika disebutkan segala sesuatu, tentu termasuk hari dan saat Penghakiman Terakhir. Siapa yang begitu naif untuk mengatakan bahwa Allah Putera menerima di dalam tangan-Nya sesuatu yang tidak diketahui olehNya?” (Denz 248).

Demikianlah, jika kita sungguh mengimani bahwa Yesus adalah Putera Allah yang sehakikat dengan Allah Bapa, sudah selayaknya kita memahami ayat Mrk 13:32 ini seturut penjelasan Paus St. Gregorius ini. Tentu Kristus mengetahui tentang hari dan saat akhir zaman. Namun Dia tidak mengetahuinya dari kodrat-Nya sebagai manusia, dan bahwa saat berkhotbah tentang akhir zaman tersebut Ia tidak mau Hari-Nya diketahui. Sungguh, bukan bagian kita untuk mencari tahu kapan Hari dan saatnya Kristus akan datang kembali. Yesus sudah berkata, bahwa tak seorang pun yang mengetahuinya. Namun demikian, dalam sejarah, juga bahkan sampai sekarang, kita sering mendengar ada banyak orang yang meramalkannya. Injil hari ini mengingatkan agar kita tidak lekas terpengaruh akan berbagai ramalan akhir zaman. Yang lebih penting adalah agar kita “berhati-hati dan berjaga-jaga” (Mrk 13:33), sebab kita tidak tahu kapankah waktunya tiba. Sikap ini membuat kita bertumbuh dalam kerendahan hati, dan memusatkan hati untuk melakukan hal-hal yang perlu kita lakukan, dan bukannya menyibukkan diri menghitung hari yang bahkan tidak mungkin kita ketahui, menurut firman Tuhan. Bahkan hari terakhir kita hidup di dunia pun kita tidak tahu, apalagi hari akhir seluruh dunia! Ya, Tuhan arahkanlah hatiku kepada perkara-perkara yang sederhana! (Rm 12:16)

Menjelang akhir tahun liturgi, mari kita berefleksi. Bahwa jika kita sungguh mengasihi Tuhan dan hidup seturut dengan kehendak-Nya, bukankah selayaknya kita bergembira jika Ia datang? Jika ada rasa takut, maka besar kemungkinan itu karena kita tahu kita belum hidup sepenuhnya melakukan kehendak-Nya. Kembalilah, hai jiwaku, dalam tobat yang sejati, sehingga dapat kau serukan dengan segenap hati,  “Datanglah Tuhan Yesus!” Sebab kita tak akan pernah dapat dipuaskan oleh segala yang berasal dari dunia ini. Hati kita mendambakan karunia mendatang yang telah dipersiapkan Tuhan, yang lebih tinggi melampaui apa pun di dunia ini. Kita merindukan Tuhan, sebab kita telah diciptakan untuk Dia. “Ya Tuhan, datanglah, aku rindu melihat wajah-Mu…., Vultum tuum, Domine, requiram.”

Refleksi Menjelang Tahun Kerahiman: Senyuman Kerahiman

0

Tuhan,

Senyuman sekarang sangat mahal,

seperti harga kebutuhan hidup

yang semakin hari semakin meroket,

yang tak terjangkau tangan manusia biasa.

Senyuman semakin sulit ditemui.

Semua asyik dengan dirinya sendiri.

Jari-jari kanan dan kiri menari-nari di android,

sambil tersenyum sendiri.

Manusia bisa tersenyum dengan barang mati,

tetapi tiada interaksi dengan sesama di sekitar kehidupan ini.

Manusia sudah menjadi seperti mannequin, patung pemajang pakaian,

cantik dan indah karena penampilan, tetapi tanpa jiwa.

Manusia dingin tanpa hati.

Tuhan,

Ijinkan aku memandang luka-luka-Mu sebagai refleksi,

untuk menyembuhkan kebekuan hati.

Mahkota duri di kepala-Mu,

melambangkan luka di pikiran,

karena dosa–dosa lahir dari pikiran.

Engkau menginginkan pikiran,

terisi belas kasihan, jauh dari pikiran jahat,

yang akan membawa kebencian.

Engkau menginginkan aku berpikir baik tentang sesamaku,

sebagai awal bersemayamnya kasih.

Luka di tangan kanan-Mu,

melambangkan luka-luka manusia

yang ditanggungnya akibat pencurian, tamparan

dan pukulan karena kemarahan atau kebencian.

Luka di tangan kiri-Mu,

melambangkan luka orang-orang kecil

karena dianggap tidak penting sehingga tidak dipedulikan,

ketika berteriak minta tolong.

Luka di kedua kaki-Mu,

melambangkan hilangnya keselamatan,

dari mereka yang meninggalkan Gereja dan ajaran-Mu.

Itu terjadi karena kefrustasian terhadap kehidupan

dan tiada teladan dari sesama pengikut Tuhan.

Kematian-Mu di Salib,

menyatukan diri-Mu dengan semua orang yang menghadapi jalan buntu.

Luka di lambung-Mu yang mengalirkan darah dan air,

melambangkan bangkitnya daya kehidupan yang telah hilang.

Daya kehidupan itu kini nyata dalam senyuman.

Senyuman adalah harta termahal

yang dapat kita bagikan dengan sangat mudah.

Senyuman itu menyehatkan,

senyuman itu adalah ibadah.

Senyuman adalah satu-satunya persembahan yang dapat diberikan kepada sesama

di saat kesukaran.

Senyuman menggugah yang tertidur.

dan menguatkan yang loyo.

Darah dan Air, yang telah memancar dari hati Yesus sebagai sumber Kerahiman bagi kami,

Engkaulah andalanku.

Tuhan Memberkati

Oleh Pst Felix Supranto, SS.CC

Semuanya Akan Berlalu

0

Sharing pelayanan oleh Pst Felix Supranto, SS.CC

Setelah selesai merayakan Ekaristi untuk orang-orang sakit pada tanggal 14 Oktober 2015 malam, aku ingin beristirahat. Sebelum tidur, aku membuka handphone untuk melihat SMS yang ada. Ternyata memang ada SMS dari seorang ibu, umat parokiku, seperti yang telah aku duga. SMS itu ditulisnya pada pukul 23.21 dengan permohonan agar aku memberikan Sakramen Perminyakan Suci kepada mama mertuanya. Mamanya itu mengalami pendarahan yang parah akibat penyakit diabetes yang telah menggerogoti organ-organ penting dalam tubuhnya. Isi SMSnya: “Malam romo, maaf saya mengganggu, boleh saya minta Sakramen Perminyakan untuk Oma? Kabari saya ya Romo”.

Tanpa menunggu waktu, aku membawa mobilku melaju ke tempat yang aku tuju. Perjalanan di tengah malam dan gelap membuatku tidak mudah menemukan rumah itu. Aku mengandalkan GPS. GPS itu mengarahkan aku melewati jalan yang semakin lama semakin sempit dan berakhir di jalan buntu. Aku turun dari mobilku untuk melihat keadaan. Aku terkejut ternyata aku berada di lokasi pemakaman. Aku sembunyikan rasa takutku karena malu dengan kosterku yang menemaniku “Romo kok takut…, gengsi dong”. Aku berusaha memutar mobilku, tetapi mobil itu tidak bisa maju dan tidak bisa mundur. Aku pun menyerah. Aku turun dari mobil dan duduk di dekat sebuah nisan. Aku memegang rosario erat-erat sebagai senjata untuk menenangkan jiwaku. Dalam hatiku, aku berkata: “Malam ini aku menjadi juru kunci/penjaga makam”. Ketika mendengar suara daun-daun yang bergesekan, aku semakin kencang memegang rosario itu. Kosterku tiba-tiba menyentuh pundakku yang membuatku terkejut karena aku pikir itu hantu. Koster itu bertanya kepadaku: “Romo, takut sekali ya, kok memegang erat sekali rosario itu ”. Aku menjawabnya: “Tidak, aku tidak takut. Aku sedang berdoa dengan sungguh-sungguh untuk arwah-arwah yang jenasahnya dimakamkan di sini”.

Tidak lama kemudian, aku ingat sebuah lampu “baterai” yang senantiasa aku bawa dalam jok belakang mobilku. Dengan lampu itu, aku menemukan jalan keluar dari pemakaman. Aku tidak langsung ke rumah Oma, tetapi kembali ke pastoran. Aku meminta suami dari ibu itu untuk menjemputku karena perasaan “shock” atas peristiwa itu belum dapat aku atasi.

Ketika aku sampai di rumah itu, oma itu tersenyum kepadaku. Senyuman oma itu memaknai peristiwa yang baru aku alami sebagai sebuah kebijaksanaan di dalam kehidupan. Aku bertanya kepada oma itu: “Oma kok kelihatan tetap bergembira walaupun baru saja mengalami pendarahan yang hebat”. Ia menjawabku: “Aku tetap bergembira karena aku tahu bahwa semuanya akan berlalu. Aku sudah tua dan tentu telah mengalami banyak hal tentang itu. Aku telah mengalami pujian dan makian. Aku pernah hidup kekurangan dan kecukupan. Aku yakin sakitku pun pasti akan berlalu. Tidak ada yang kekal di dalam dunia ini, selain iman akan cinta Tuhan. Iman tidak menjamin kehidupanku senantiasa di dalam kelimpahan dan tertawa, tetapi membuatku dapat merasakan kelembutan cinta-Nya di tengah derita yang mendera. Cinta-Nya itu membuatku tetap tersenyum karena akan menghantarkan aku ke tempat yang sangat indah pada saat aku nanti dipanggilNya. Kerinduanku akan tempat kekal nan indah itu membuatku tetap tersenyum”.

Pesan yang dapat kita renungkan: Sadarilah bahwa semuanya akan berlalu. Tiada yang permanen di dalam dunia, selain cinta Tuhan yang mengiringi kehidupan. Imanilah cinta Tuhan, yang tak akan pernah berlalu ditelan waktu, maka kehidupan kita akan bahagia. Jangan tuliskan cinta Tuhan itu di pasir karena ombak akan menghanyutkannya. Jangan tuliskan cinta Tuhan itu di langit karena awan akan menyapunya. Tuliskan cinta Tuhan itu di dalam jiwa karena tidak ada sesuatu yang dapat menghapusnya. Cinta Tuhan di dalam jiwa itu akan menjadi cahaya kekal di tengah gelapnya dunia, untuk menghantar kita menuju Allah Bapa, Sang Sumber Kebahagiaan: “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Matius 24:35).

Tuhan Memberkati

Persiapan Menjelang Tahun Kerahiman. Jadikan aku pembawa kerahiman-MU

0

Tuhan,

Segalanya sudah carut marut,

Akibat sayatan setan pembawa maut.

Pisau keangkuhan terkalung.

Rasa kasing sayang pun telah hilang dalam hidup.

Banyak orang tak takut lagi akan neraka.

Kemenangan dunia menjadi segalanya.

Pikiran pun penuh dengan kemelut.

Wajah semakin kerut,

Bibir semakin cemberut,

Hidup semakin kecut.

Tuhan,

Engkau tidak membiarkan luka tak terbalut,

yang membuat sakitnya berlanjut.

Engkau mengalirkan kerahiman-Mu,

sebagi obat mujarab,

yang mengatasi maut.

Kerahiman-Mu tercurah melalui

bejana-bejana kerahiman-Mu, yang telah mengalami

cinta-Mu yang tak terhingga.

Maka, aku mohon kepadaMu:

Jadikan aku mata-Mu,

yang melihat kedalaman hati sesamaku

sehingga tidak mudah mengadilinya,

tetapi memandangnya dengan kasih sayang.

Jadikan aku telinga-Mu,

yang tidak cuek dengan keadaan.

Jadikan aku mulut-Mu,

yang mengampuni, meneguhkan, dan mendoakan sesamaku.

Jadikan aku tangan-Mu,

yang selalu berbuat baik,

dan

menerima tugas seberat apapun dengan kerelaan.

Jadikan aku hati-Mu,

yang peka terhadap penderitaan sesamaku,

walau mereka mungkin menyalahgunakan kebaikanku.

Jadikan aku kaki-Mu,

yang bergegas menolong sesamaku tanpa lelah.

Istirahatku sesungguhnya adalah melayani sesamaku.

Melayani sesama adalah sukacitaku.

Dengan demikian, kerahiman-Mu semakin luas

melingkupi sesamaku sehingga

mereka akhirnya berlutut kepadaMu,

Allah, Penyayang dan penuh Kerahiman.

Di sanalah kedamaian bersemayan dalam jiwa,

karena bersandar pada belas kasihan-Mu yang tak terhingga.

Amin

Oleh Pst Felix Supranto, SS.CC

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab