Home Blog Page 192

Apakah Vasektomi Diperbolehkan untuk Keluarga Miskin?

15

Pertanyaan:

Syaloom….,
pada kesempatan ini, saya ingin bertanya tentang kasus-kasus perkawinan yang pernah saya temui, dan ini butuh sebuah pertimbangan moral yang sekiranya pas dengan kasus ini. Kasusnya seperti ini; dalam sebuah keluarga yang boleh dikatakan sebagai Pasangan Usia Subur (PUS) memiliki 8 orang anak. Keluarga ini hidup di bawah garis kemiskinan. Karena alasan ekonomi dan demi kesejaterahan keluarga ini, mereka (pasangan suami-isteri) memutuskan untuk mengikuti vasektomi. Nah, kasus inilah yang membuat saya menjadi bingung…..tolong ya ….
Fr. Christ Refileli

Jawaban:

Shalom Fr. Christ Refileli,

Terima kasih atas pertanyaannya apakah diperbolehkan mempergunakan kontrasepsi (dalam hal ini vasektomi) pada pasangan yang masih subur, hidup miskin dan telah mempunyai 8 anak. Memang kasus seperti ini, kita dihadapkan pada situasi yang sungguh sulit dan seringkali kita seolah-olah dihadapkan bahwa dogma dan doktrin dipandang menjadi sesuatu yang kaku dan “terlihat” kurang berperikemanusiaan. Mari kita menganalisa kasus ini, yang sebenarnya dapat dikatakan cukup ekstrem.

Secara prinsip, kita mengetahui bahwa Gereja Katolik melarang penggunaan kontrasepsi (Humanae Vitae, 14; Casti Connubi, 56), karena menghalangi salah satu aspek dari hakekat dari hubungan seksual, yaitu aspek keterbukaan terhadap kelahiran (procreation). Dengan kata lain, moral obyek (object moral) dari kontrasepsi sendiri adalah salah. Satu perbuatan baik dikatakan baik secara moral, harus baik dalam tiga hal, yang kalau kita kaitkan dengan kasus ini, maka dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) moral obyek: kontrasepsi, (2) keadaan: anak 8 dan hidup miskin; (3) tujuan (intensi): demi kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, tujuan untuk melakukan kontrasepsi adalah baik, yaitu demi kesejahteraan keluarga, apalagi didukung dengan keadaan mereka yang hidup dalam garis kemiskinan, masih dalam masa subur dan telah mempunyai 8 anak. Walaupun tujuan dan keadaan mereka menunjang untuk melakukan kontrasepsi, namun moral obyeknya adalah salah, karena melakukan vasektomi, yang merupakan kontrasepsi. Pertanyaan ini, mungkin dapat dibandingkan dengan pertanyaan apakah seseorang yang miskin dan mempunyai banyak anak dibenarkan mencuri untuk memberi makan anak-anaknya? Tentu saja keadaan dan maksud perbuatan ini mendukung, namun moral obyek-nya – dalam hal ini mencuri – tidak dapat dibenarkan.

Tentu saja, kita harus dapat melakukan pendekatan yang tepat dan memberikan solusi bagi orang-orang yang berada dalam kondisi yang sulit ini. Namun, pendekatan pastoral yang dilakukan tidak dapat mengorbankan doktrin, yang kita terima sebagai satu kebenaran. Sebaliknya pastoral harus berdasarkan dogma dan doktrin, sama seperti kasih harus berdasarkan kebenaran. Dengan demikian, kita harus menyampaikan kebenaran tentang hakikat perkawinan yang harus tetap terbuka pada kelahiran. Namun, karena kondisi mereka, maka sudah seharusnya mereka mempelajari KB Alamiah (KBA), yang salah satunya dapat menggunakan metode Creighton – silakan klik. Di satu sisi, kalau memang kita ingin membantu keluarga mereka, maka bantulah agar mereka dapat melakukan KBA, membantu meringankan biaya pendidikan, biaya kehidupan sehari-hari, mencarikan pekerjaan, dll. Pendek kata, kita dapat menawarkan bantuan yang lain, sehingga beban mereka menjadi lebih ringan tanpa mengorbankan kebenaran. Semoga jawaban singkat ini dapat berguna. Semoga Fr. Refileli dapat diberikan kebijaksanaan untuk membantu keluarga ini.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

Berdosakah Berhubungan Suami Istri Pada Saat Istri Menstruasi?

5

Pertanyaan:

Mohon bantuan nya
Kami sudah menikah 3 tahun lebih …dan sekarang istri saya mempunyai penyakit datang bulan sampai 3 bulan non stop,sehingga kami sering berhubungan suami istri saat istri datang bulan. Dosakah kami?
Salam – Jas

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaannya. Secara prinsip untuk menganalisa apakah melakukan hubungan suami istri pada saat istri sedang menstruasi harus dilihat dalam hubungannya dengan: (1) Dasar Kitab Suci dan moralitas; (2) Dasar ilmu pengetahuan, (3) kasus khusus.

1. Dasar Kitab Suci dan moralitas

Kita dapat melihat dasar-dasar yang diberikan oleh St. Thomas dalam supplement, q.64, a.3-4. Dikatakan dalam Imamat 20:18 “Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang perempuan yang bercemar kain, jadi ia menyingkapkan aurat perempuan itu dan membuka tutup lelerannya sedang perempuan itupun membiarkan tutup leleran darahnya itu disingkapkan, keduanya harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya.” dan Imamat 18:19 “Janganlah kauhampiri seorang perempuan pada waktu cemar kainnya yang menajiskan untuk menyingkapkan auratnya.” Dari sini, kita tahu bahwa jika hubungan seks terjadi dalam masa menstruasi, maka baik istri maupun suami berdosa. Namun, kita tahu bahwa ada 3 hukum dalam Perjanjian Lama, yaitu: (a) hukum seremonial ; (b) hukum yudisial; (c) hukum moral. Dalam hubungan dengan pertanyaan anda, maka peraturan untuk tidak berhubungan seks pada saat istri menstruasi adalah termasuk dalam hukum seremonial, yang tidak berlaku lagi karena telah diperbaharui di dalam Kristus. Dengan demikian, dari pertimbangan ini, hubungan seksual tersebut tidaklah berdosa.

2. Dasar ilmu pengetahuan

Namun, dalam konteks perkawinan, maka hubungan suami istri mempunyai dua tujuan, yaitu untuk menghasilkan keturunan dan mendekatkan suami istri dalam kasih. Jadi, kalau secara ilmu pengetahuan terbukti bahwa hubungan suami istri pada masa menstruasi dapat membahayakan anak yang terlahir – misal dapat cacat – maka perbuatan ini menjadi berdosa. Dalam hal ini, silakan ilmu pengetahuan membuktikan efek-efek negatif ini. Kalau memang secara ilmu pengetahuan dibuktikan bahwa tidak ada efek-efek negatif yang ditimbulkan, maka perbuatan tersebut tidaklah berdosa. Dalam konteks hubungan seksual untuk mendekatkan suami istri, maka untuk melakukan hubungan seksual pada masa menstruasi diperlukan persetujuan dari kedua belah pihak. Namun, jangan sampai juga penolakan dari salah satu pihak dapat menimbulkan dosa yang lebih besar, seperti perzinahan.

3. Kasus khusus

Dalam kasus yang anda ungkapkan – yaitu istri anda mengalami pendarahan terus selama 3 bulan -, maka St. Thomas mengatakan bahwa itu adalah kondisi yang tidak alami (unnatural). Tidaklah berdosa berhubungan dalam kondisi ini, baik untuk menghindari dosa yang lebih besar (perzinahan) maupun untuk semakin mendekatkan diri satu sama lain. Oleh karena itu diperlukan persetujuan dari anda dan istri anda.

Semoga prinsip-prinsip di atas dapat membantu.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

Seputar Kisah di Belakang Layar Katolisitas.org

45

I. Menjawab panggilan untuk mewartakan Kristus

Sebenarnya, kami hanya sepasang suami istri awam yang tadinya tidak tahu menahu tentang pewartaan lewat media internet. Ide membuat situs Katolik ini baru muncul pada tahun 2008 saat kami memasuki tahun kedua kuliah kami di bidang Teologi di Amerika Serikat. Saat itu memang kami bertanya kepada Tuhan, dan kepada diri kami sendiri, tentang apakah yang dapat kami lakukan untuk membagikan pengetahuan tentang iman Katolik yang kami peroleh dari studi kami. Lalu kami berdua berdoa, berdoa, dan berdoa. Jawaban itu muncul begitu saja, ketika setelah berdoa, Stef secara bersemangat berkata, “Mari kita membuat website Katolik”. Terperangah, saya bertanya, “Tahukah kamu caranya?” Jawabnya yakin, “Tidak!” Namun sambungnya, “Tapi saya bisa belajar membuatnya.” Dan demikianlah atas usaha tanya sana sini, dan belajar dari internet, lahirlah pada tanggal 31 Mei 2008, situs Katolik dengan nama Katolisitas.org, nama yang diusulkan oleh Rm. Mardiatmadja SJ. Kisah perjalanan hidup kami dapat dilihat di sini – silakan klik.

Sejak saat itu, mulailah kami mengisi situs yang sangat sederhana itu, dengan informasi tentang ajaran iman Katolik, mulai dari hal yang mendasar tentang keberadaan Tuhan, Kristus, Gereja, dan panggilan kepada semua orang untuk hidup kudus seturut dengan maksud Tuhan menciptakan manusia. Kami berusaha memasukkan sedikit demi sedikit informasi tentang ajaran Gereja Katolik, dengan harapan dapat memberikan pencerahan batin dan peneguhan iman. Sungguh, yang mendorong kami membuat situs ini adalah karena kami sadar akan begitu banyaknya kekayaan iman dan ajaran Gereja Katolik yang tidak atau belum diketahui atau dipahami dengan benar oleh umat Katolik sendiri.

II. Bagaimana Memulainya dan Mengelolanya?

Tak dapat dipungkiri bahwa karya kerasulan, apapun bentuknya, dimulai dengan rahmat Allah yang ditanggapi dengan rasa cinta akan Kristus dan Gereja-Nya. Cinta akan Kristus dan Gereja-Nya inilah yang senantiasa menjadi nyala api yang menyemangati setiap langkah pewartaan iman kita. Dari pemikiran ini, kami mempunyai visi dan misi sebagai berikut:

 

Visi: Menjadi sarana menyebarkan Kabar Gembira, yaitu  kasih Tuhan kepada semua umat manusia, yang digenapi di dalam Yesus Kristus dan Gereja-Nya, Gereja Katolik, dan ajaran- ajarannya, baik kepada umat Katolik, maupun non- Katolik; sehingga mereka dapat mengetahui dan mengasihi Kebenaran, serta dapat hidup di dalam kekudusan.

Misi: Memaparkan dan menjelaskan ajaran iman Katolik dengan evangelisasi dan ketekisasi yang setia kepada pengajaran Magisterium Gereja Katolik dengan bahasa yang mudah dimengerti, sehingga: (a) Lebih banyak orang dapat mengetahui bahwa kepenuhan kebenaran ada di dalam Gereja Katolik; (b) Mereka yang Katolik dapat memperdalam iman mereka dan mencintai Gereja Katolik; mereka yang telah meninggalkan Gereja Katolik dapat kembali kepada iman Katolik; dan mereka yang non-Katolik dapat mengenal iman Katolik; (c) Semakin banyak orang dapat mengetahui dan hidup sesuai dengan pesan utama Konsili Vatikan II, yaitu: panggilan kepada semua orang untuk hidup kudus.

Berdasarkan visi dan misi ini, maka kami berusa memikirkan langkah-langkah untuk mewujudkannya. Terdapat dua macam langkah sehubungan dengan pelaksanaan karya kerasulan ini. Pertama adalah langkah yang berhubungan dengan pondasi spiritual dan yang kedua adalah hal praktis pelaksanaan. Mari kita lihat dua hal ini secara lebih mendalam.

1. Pondasi spiritual

a. Berdoa dan menerima sakramen- sakramen, terutama Ekaristi dan Tobat.

Doa merupakan hal yang paling utama dalam karya kerasulan ini. Kami memulai pembentukan situs ini dengan doa dan sampai saat ini selalu mengiringi kegiatan kerasulan ini dengan doa. Kami memulai setiap hari dengan doa dan mengikuti Perayaan Ekaristi di pagi hari. Setiap pagi kami mempersembahkan seluruh kegiatan kami kepada Tuhan, memohon pimpinan-Nya dalam menulis artikel dan menjawab pertanyaan- pertanyaan yang masuk. Kami memohon campur tangan Tuhan dan bimbingan Roh Kudus agar kami dapat menyampaikan ajaran Gereja Katolik dengan benar, sesuai dengan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium; dan kami dapat menyampaikannya dengan kasih. Kami menggabungkan doa pujian kepada Tuhan dengan doa seluruh Gereja dalam doa brevier (Ibadat harian/ Liturgy of the Hour) di pagi dan sore hari. Doa Rosario dan Doa Kerahiman Ilahi juga merupakan kekuatan bagi kami setiap hari. Kami juga turut mendoakan intensi-intensi doa para pembaca yang masuk ke redaksi.

b. Membaca dan merenungkan Kitab Suci.

Tugas mewartakan Kristus ini juga memberikan konsekuensi logis, yaitu membaca dan merenungkan Kitab Suci setiap hari. Kami biasanya membaca dan merenungkan Kitab Suci di malam hari, yaitu bacaan harian yang akan dibacakan dalam Misa Kudus keesokan harinya. Kami juga membaca komentar-komentar dari Bapa Gereja mengenai ayat-ayat tersebut, dan juga menggali apa yang diajarkan oleh Gereja mengenai ayat tersebut, sehingga diharapkan dapat memperoleh arti yang lebih dalam.

c. Membaca Katekismus Gereja Katolik dan dokumen Gereja dan literatur Katolik lainnya.

Katekismus Gereja Katolik merupakan rangkuman ajaran Gereja Katolik yang sangat perlu dipahami umat Katolik, dimulai dari para katekisnya. Di samping itu literatur Katolik lainnya juga menjadi perhatian kami, seperti dokumen Konsili Vatikan II, surat- surat ensiklik Bapa Paus, tulisan para Bapa Gereja, secara khusus Summa Theology dari St. Thomas Aquinas  merupakan salah satu acuan bagi kami. Kami juga mengacu kepada ketentuan yang disebutkan dalam Kitab Hukum Kanonik, dan literatur tentang Liturgi, untuk menjawab ataupun menuliskan artikel-artikel sehubungan dengan topik yang bersangkutan.

d. Melibatkan diri dalam tugas rohani di luar aktivitas situs.

Menyadari bahwa aktivitas pewartaan melalui media tidak dapat menggantikan pewartaan yang melibatkan interaksi dengan sesama, maka kami juga menyediakan diri, dalam batas kemampuan kami untuk turut berpartisipasi dalm tugas pewartaaan baik di paroki maupun di luar paroki, dalam hal pendalaman Kitab Suci maupun pendalaman iman Katolik; baik untuk kaum dewasa maupun OMK.

2. Langkah-langkah praktis

Sedangkan langkah-langkah praktis yang kami lakukan untuk memulai karya kerasulan katolisitas.org adalah:

a. Dari segi teknis:

Sebelum membuat sebuah website, kami harus memutuskan terlebih dahulu apakah website ini akan berbentuk forum, blog dengan kemampuan memberikan komentar dari para pembaca, atau hanya berupa media sosial, seperti: facebook, twitter, dll. Berikut ini adalah beberapa pertimbangan sebelum kami memutuskan untuk membuat katolisitas.org seperti adanya saat ini:

1. Melalui media sosial: Dari sisi kepraktisan, tentu saja media sosial seperti facebook memberikan kemudahan untuk memulai satu situs dan untuk mewartakan kepada teman-teman. Media ini juga tidak memerlukan pemeliharaan sistem. Namun, di sisi lain, facebook tersebut tidak membawa branding dari situs katolisitas, karena senantiasa membawa nama facebook.com serta tidak terlalu baik dalam perhitungan google search. Namun, sekarang banyak tersedia program yang bisa menampilkan facebook maupun twitter di dalam situs yang bukan menggunakan sistem ini. Dengan kata lain, facebook dan twitter bukanlah yang utama, namun dimasukkan dalam situs utama katolisitas.org.

2. Melalui forum: Membuat sebuah forum yang mengetengahkan ajaran-ajaran Katolik adalah menjadi salah satu alternatif. Dengan mudah seseorang dapat membuat forum Katolik dengan program seperti: vBuletin, phpBB, SMF, dll. Namun yang sering dikeluhkan dalam website yang menggunakan forum adalah tampilan yang kurang menarik, meskipun sekarang mulai ada usaha untuk membuat tampilan forum menjadi lebih menarik. Walaupun memulai forum tidaklah rumit dan tampilan ini mempunyai kemampuan untuk ditampilkan secara baik dalam google search, namun yang sering menjadi tantangan dari sebuah forum adalah begitu banyaknya anggota yang berpartisipasi dalam diskusi. Di satu sisi, partisipasi ini adalah baik, karena anggota dapat belajar mengemukakan pendapat, namun di satu sisi, kalau diskusi tentang isu dengan kompleksitas yang cukup rumit, maka terlalu banyak yang mengemukakan pendapat dapat membuat diskusi menjadi tidak terarah. Apalagi kemampuan anggota dalam sebuah forum tidaklah sama, sehingga ada anggota yang dapat membangun diskusi, namun ada anggota yang justru menjadikan diskusi semakin rumit, sehingga sering membuat diskusi menjadi sulit diikuti. Keadaan ini dapat diatasi, jika semua komentar dimoderasi, yang berarti memerlukan komitmen dari moderator forum. Namun, dalam forum, semua orang mengharapkan agar tidak ada moderasi dari setiap komentar dan mengharapkan agar komentar pembaca dapat langsung ditampilkan. Agar forum dapat tertata dengan baik, maka diperlukan moderator yang benar-benar tahu apa yang didiskusikan dan tahu bagaimana memoderasi satu diskusi. Menimbang keterbatasan sumber daya, maka kami tidak mengambil sistem forum untuk katolisitas.org.

3. Membuat blog: Membuat blog adalah salah satu alternatif yang mudah, fleksible, dapat dirancang sehingga mempunyai tampilan yang memberikan kesan yang dalam dan juga terlihat profesional. Kita dapat memilih program untuk membuat blog, seperti: Joomla, Drupal, wordpress, dll. Setelah melalui beberapa pertimbangan teknis dan pertimbangan sumber daya yang ada, maka katolisitas.org akhirnya memilih menggunakan sistem wordpress. WordPress memungkinkan site dikembangkan secara profesional – baik dari sisi tampilan maupun sistem – tanpa perlu tenaga IT profesional. Sistem ini juga tidak memerlukan pemeliharaan situs secara istimewa, sehingga memungkinkan kami untuk berfokus pada menulis artikel dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk.

Ini adalah bagian dari artikel-artikel yang membahas satu topik secara lebih menyeluruh, dengan mengemukakan dasar-dasar dari Kitab Suci, Tradisi Suci maupun keputusan-keputusan dari Magisterium Gereja. Dalam setiap artikel, yang dibagi menurut kategori, setiap pengunjung dapat memberikan pesan, pertanyaan maupun dialog. Jadi dalam setiap artikel, dapat saja mempunyai diskusi yang cukup panjang.

Tanya jawab adalah artikel-artikel yang tidak terlalu panjang, yang dibagi menurut kategori, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pengunjung. Dalam tingkatan ini, juga dibuka diskusi maupun komentar sehubungan dengan tanya jawab tersebut.

Frequently Asked Questions, adalah artikel-artikel yang memberikan ringkasan tentang satu pertanyaan, yang dijawab dalam tiga sampai lima paragraf, dengan ringkasan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Tidak ada tanggapan atau pesan di dalam kategori ini.

Kesaksian iman ini adalah merupakan upaya untuk menunjukkan bagaimana Kristus yang kita imani sungguh hidup dalam kehidupan nyata. Iman Katolik bukan hanya sekedar teori, namun sungguh memberikan kekuatan dalam hidup. Dalam kolom ini tersaji kisah-kisah nyata perjalan iman dari beberapa orang.

Renungan adalah bagian di katolisitas yang memberikan satu permenungan singkat terhadap kejadian sehari-hari. Kami ingin menunjukkan bahwa dalam kehidupan dan kejadian yang kecil sehari-hari, kita dapat merefleksikan iman kita.

Tampilan katolisitas pada awalnya sebenarnya sangat sederhana, yang kemudian berkembang sejalan dengan berjalannya waktu. Dengan kata lain, penampilan memang penting untuk memberikan impresi yang baik, namun yang paling utama adalah isi dari website sendiri. Katolisitas telah mengupdate penampilan website sebanyak tiga kali, yang dapat dilihat sebagai berikut:

Penampilan Tanggal 31 Mei 2008

Penampilan mulai tanggal 30 November 2008

Penampilan mulai tanggal 31 Mei 2009 sampai 23 Januari 2012

Penampilan mulai tanggal 23 Januari 2012 sampai saat ini

b. Dari segi narasumber

Pada awalnya, hanya kami berdua yang menjadi nara sumber di katolisitas.org, dengan Rm. Mardiatmaja, SJ sebagai pembimbing situs. Sejalan dengan berjalannya waktu, ketika kami mulai kewalahan untuk menjawab pertanyaan sehubungan dengan Hukum Kanonik, tiba-tiba kami mendapatkan email dari Rm. Wanta, Pr, yang menyediakan diri membantu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan Hukum Gereja dan Perkawinan, karena beliau adalah Doktor di bidang Hukum Gereja dan Perkawinan. Puji Tuhan!

Ketika pertanyaan semakin banyak dan kami sungguh merasakan kebutuhan akan dukungan doa, Tuhan tidak kekurangan cara untuk membantu kami. Tiba-tiba Romo Kris, O.Carm dan timnya menawarkan membantu mendoakan karya kerasulan ini serta ujud- ujud doa dari para pembaca. Demikian, dalam waktu yang tepat, Tuhan telah mengirimkan orang-orang berikut ini, yang memang ahli di bidangnya untuk membantu karya kerasulan ini.

Berikut ini adalah perkembangan situs katolisitas.org:

  1. 31 Mei 2008: Website dengan nama katolisitas.org diluncurkan ke publik.
  2. 29 Juni 2008: Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ menjadi pastor pembimbing untuk www.katolisitas.org. Usulan nama “katolisitas” adalah dari Romo Mardi.
  3. 18 Desember 2008: Romo RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr, menjadi pembimbing website ini untuk masalah hukum Gereja dan perkawinan. Romo Wanta juga secara aktif menulis artikel dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pembaca.
  4. 1 Februari 2009: Romo Kris, O.Carm beserta dengan tim doanya, yang berjumlah delapan, menjadi pendoa untuk ujud-ujud doa di katolisitas.org. Pojok Doa dapat diakses di halaman pojok doa (silakan klik).
  5. 14 Februari 2009: dalam waktu sekitar 8,5 bulan, katolisitas.org telah menampilkan 1,000 pesan (komentar, pertanyaan, jawaban), baik dari umat Katolik, Kristen non-Katolik, kaum Muslim, dan juga yang lain. Terima kasih atas semua partisipasi dan doa dari para pengunjung setia katolisitas.org
  6. 31 Mei 2009: Ulang tahun pertama katolisitas.org. Dalam waktu satu tahun ini, katolisitas telah menampilkan 1,800 pesan (komentar, pertanyaan, jawaban). Terima kasih atas partisipasi dari semua pengunjung setia katolisitas.org. Salah satu professor kami di IPT- Ave Maria University, Dr. Lawrence Feingold, S.T.D.,  bersedia untuk menjadi pembimbing dalam hal teologi (theological advisor) untuk website ini. Kisah perjalanan imannya, dapat dilihat di artikel “Dari seorang atheis menjadi seorang katolik” (silakan klik). Katolisitas.org juga berganti penampilan, sehingga pembaca dapat melihat pengelompokan artikel dan tanya jawab dengan lebih terstruktur.
  7. 7 Juni 2009: Penulis tetap dan Penanggungjawab website Katolisitas, yaitu Stefanus Tay dan Ingrid Listiati Tay lulus, diwisuda, dan memperoleh gelar Master of Theological Studies dari the IPT (Institute for Pastoral Theology), Ave Maria University.
  8. 28 Juli 2009: Dr. David Twellman, D.Min., Th.M.,  menjadi penasehat di bidang Alkitab di website ini. Kisah perjalanan imannya dapat dilihat dalam wawancaranya dengan Marcus Grodi, the EWTN, dalam acara Journey Home.
  9. 25 Maret 2010:  Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD menjadi pembimbing website ini dalam bidang Sakramen dan Liturgi.
  10. 10.  1 Mei 2010: Caecilia Triastuti Djiwandono (Triastuti) bergabung dengan katolisitas,org. Uti akan membantu mengkoordinasikan rubrik Kesaksian Iman dan Sepercik Renungan.
  11. 7 Desember 2010: Temu Darat Katolisitas 1 dengan tema “Gereja Katolik kuno? Siapa Bilang?”, dengan sekitar 120 orang hadir dari berbagai paroki. Laporan lengkap tentang temu darat ini dapat dilihat di sini  – silakan klik.
  12. 16 Desember 2010: Romo Yohanes Dwi Harsanto, Pr. bergabung dalam tim katolisitas sebagai salah satu kontributor, baik dalam penulisan artikel, dan membantu tanya jawab sehubungan dengan artikel yang ditulisnya dan yang berhubungan dengan Orang Muda Katolik (OMK).
  13. 29 Januari 2011: Temu Darat Katolisitas 2 dengan tema “Pembinaan iman Katolik anak sejak usia dini di dalam keluarga, paroki dan sekolah”, yang laporannya dapat dilihat di sini – silakan klik.
  14. 9 Februari 2011: Romo Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF (Romo Agung) bergabung dalam tim katolisitas.org untuk membina rubrik keluarga.
  15. 9 Maret 2011: Romo F.X. Didik Bagiyowinadi,Pr bergabung dengan tim katolisitas.org untuk turut menjawab pertanyaan-pertanyaan sekitar Kitab Suci, katekese, dan juga teologis.
  16. 31 Mei 2011: Ulang tahun Katolisitas.org, dengan misa dipimpin oleh Vikjen KAJ, Romo F.X. Subagyo, Pr berkonselebrasi dengan Romo Wanta, Pr., serta dihadiri oleh sekitar 70 orang. Foto-foto dapat dilihat di sini – silakan klik.
  17. 1 Agustus 2011: Caecilia Triastuti Djiwandono (Triastuti) bergabung secara penuh dengan katolisitas,org. Uti akan membantu mengkoordinasikan rubrik Kesaksian Iman dan Sepercik Renungan serta melakukan pengkoordinasian dengan para Romo. Di samping itu, Uti akan membantu pengerjaan pengeditan untuk penyusunan buku, menerjemahkan sumber-sumber dari bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia.

Yang menjadi tantangan bagi kami adalah karena nara sumber di atas sebenarnya sungguh sibuk dengan begitu banyak kegiatan, sehingga kadang kala pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada mereka tidak dapat langsung dijawab, melainkan harus menunggu waktu di sela-sela kesibukan mereka.

3. Dari segi pendanaan:

Awalnya kami sendiri tidak pernah memikirkan pendanaan, karena kami mulai kerasulan ini dengan kerinduan untuk berbagi. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, ada pengunjung dan beberapa orang yang tergerak untuk membantu kerasulan ini secara finansial. Sungguh semua ini adalah rahmat dari Tuhan, yang memungkinkan kami untuk terus melanjutkan karya kerasulan ini.

III. Topik pembahasan di Katolisitas

Dapat dikatakan bahwa topik-topik pembahasan adalah berbanding lurus dengan apa yang ditanyakan oleh para pembaca katolisitas.org. Namun, secara prinsip, ada banyak artikel tentang bagaimana mempertanggungjawabkan iman Katolik. Silakan melihat bagan berikut ini:

IV. Siapa saja sasaran yang hendak dituju?

Pada saat kami memulai situs ini memang kami belum memperoleh bayangan bahwa situs ini akan dibaca oleh banyak orang. Sebab tujuan kami mula- mula hanya ingin sedikit membagikan tentang apa yang kami pelajari tentang iman Katolik kepada siapa saja yang ingin membaca. Jadi bukan jumlah orang yang menjadi target kami, tetapi isi dari situs ini sendiri. Namun sejalan dengan waktu dan dengan bertambahnya ragam topik yang ditampilkan di situs, kami melihat adanya kenaikan jumlah pembaca yang datang berkunjung ke situs katolisitas.org, yang datang dari kalangan dan kelompok umur yang berbeda- beda. Demikian pula, proses seleksi terjadi dengan sendirinya, yaitu yang rutin datang berkunjung adalah orang- orang yang memang mempunyai minat untuk mempelajari lebih lanjut tentang iman Katolik. Terlihat dari semakin banyak dan beragamnya pertanyaan yang masuk, dan tingkat kesulitannyapun semakin tinggi, sehingga tak mudah bagi kami untuk menjawabnya. Namun inilah tantangan kami. Harus diakui bahwa dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sesungguhnya kami juga turut belajar dan mendalami iman Katolik yang memang sangat kaya.

Dari segi klasifikasi pengunjung, pembaca yang terbanyak datang dari kalangan umat Katolik sendiri, namun banyak juga pembaca yang berasal dari kalangan Kristen non Katolik, dan bahkan non- Kristen. Kami memang tidak mensyaratkan bahwa yang boleh bertanya hanya pembaca yang Katolik, dan konsekuensinya, kami sedapat mungkin menjawab semua pertanyaan yang masuk, asalkan ditulis dengan sopan dengan niat untuk berdialog. Kami beranggapan bahwa semua penanya bermaksud baik, dan karenanya berusaha untuk tidak terbawa emosi, bahkan jika yang bertanya menggunakan kata- kata yang tajam. Sungguh, rahmat Allah-lah yang menjadi andalan kami dalam hal ini.

V. Beberapa Tanggapan Pembaca

Seperti yang umum terjadi, situs kami menerima banyak komentar, yang isinya bervariasi: mendukung maupun yang mempertanyakan dan kadang terdengar cukup kasar. Berikut ini kami tampilkan beberapa cuplikannya:

A. Komentar yang positif/ mendukung

1.    Komentar dari para imam

Fr. Marcellinus Tanto, 2008: Saya tinggal di Seminari Tinggi St. Paulus, Kentungan, dan masih dalam masa pendidikan di fakultas Teologi Sanata Dharma. Komentar saya: Situs ini bagus sekali. Saya terbantu dengan beberapa artikel di sini.

Fr. Yudhi O Carm, 2008: Saya mendukung karya kerasulan situs ini dengan doa- doa saya. Karya kerasulan seperti ini penting dan sangat diperlukan sekarang ini, sebab di dalam pelayanan saya di paroki, saya dapat merasakan kebutuhan yang besar untuk katekisasi umat.

Fr. Yustinus Pr, 2008: Tulisan- tulisan di situs ini sangat membantu kami dan pelayanan kaum muda yang saya lakukan.

Fr. Georgius Paulus, 2009: Terima kasih atas kerja keras dari mereka yang terlibat di dalam situs ini. Luar biasa! Saya bersyukur bahwa ada situs dengan kualitas seperti ini yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

Fr. Steven Lalu, 2009:
Dari Menado kami mengucapkan selamat dan salut kepada www.katolisitas.org Situs ini telah memberikan cerminan wajah Tuhan dan Gereja. Selamat dan tetaplah berkarya. Kami mendukungmu.

Rev. Msgr Gilbertus Engan (Vikjen Keuskupan Sabah), 2010: Saya sungguh beterima kasih atas Web Katolik ini sebab ia sangat membantu saya dalam pelayanan. Tuhan Yesus memberkati semua yang berusaha dengan gigih untuk menyediakannya.

2.    Komentar dari kaum awam Katolik:

Johanes Joy, 2008: Situs ini sangat mengesankan; artikel-artikelnya sangat bagus sebab mengacu kepada ajaran resmi Gereja Katolik.

Mey-mey Frank, 2008: Biasanya, saya tidak suka membaca, tetapi setelah membaca situs ini, saya tidak mau berhenti, meskipun sudah tengah malam. Artikel- artikelnya membuka mata hati saya, terutama tentang Bunda Maria.

Adrianus, 2008: Saya Katolik, tetapi tidak pernah benar- benar memahami iman saya… Tetapi sejak saya membaca situs ini, hati saya berubah. Saya sadar bahwa ada yang salah dalam hidup saya. Saya berkeinginan untuk mempelajari iman Katolik saya lagi.

Hari, 2008:  Saya baru menemukan situs ini, tapi saya terkesan dan terdorong untuk kembali kepada Tuhan.

Antonius Sapto Putro, 2008: Situs ini membantu saya mendalami iman Katolik saya. Melalui situs ini saya belajar membaca dan merenungkan Kitab Suci lagi. Sekarang, sebelum bekerja, saya membuka situs ini untuk menyegarkan jiwaku.

Yakobus Sudaryanto, 2009: Terima kasih atas penjelasan yang kuterima dari situs ini. Ada banyak pertanyaan yang ada di lubuk hati saya, yang terkubur dalam- dalam dan pertanyaan- pertanyaan ini membuatku gelisah. Tetapi setelah membaca artikel- artikel di sini dan merenungkannya, saya memperoleh apa yang saya rindukan selama ini, & kutemukan penjelasannya secara mendetail.

Henny, New Zealand, 2009: Congratulations! Setelah membaca beberapa artikel saya menjadi sangat kagum dan bersyukur kepada Tuhan, sebab akhirnya ada situs Katolik yang sangat orthodoks dan informatif, yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

Ignatius Michael, 2010: Saya sangat terbantu dengan adanya website ini yang sangat berguna memberikan penerangan yang benar kepada orang yang tertarik dan kritis dengan agama Katolik, Saya telah hampir satu tahun membaca artikel dan tanya jawab di website ini sampai akhirnya saya memutuskan untuk dibaptis sebagai seorang Katolik pada bulan Desember 2009.

Stefan Leks, 2010: Saya baru tahu dari putriku bahwa ada website yang begitu hebat. Syukur kepada Tuhan, terima kasih tak terhingga kepada yang menciptakannya dan menjawab sekian banyak pertanyaan yang bertubi-tubi datang kepada mereka. Semoga Anda sungguh dibimbing dan dilindungi Tuhan yang Maharahim.

Tarsisius Didik, 2011: Saya sangat berbahagia sekali bisa menemukan web katolisitas. Iman saya jadi bertumbuh dan berkembang dan tak ada keraguan sedikitpun akan iman Katolik saya. Saya jadi berani bersaksi dan saya juga tidak takut untuk berdiskusi atau berdebat dengan saudara-saudara yang beragama lain, siap menjadi saksi iman Katolik saya di manapun berada…….maju terus katolisitas…….

Albert Cendikiawan, 2011: Terima kasih telah mengasuh sebuah website yang demikian berarti bagi umat Gereja Katolik Indonesia. Karya Anda yang sistematis, rinci dan komprehensif menyajikan fakta iman dalam bahasa sederhana dan tanpa kebencian. Meski sulit dan melelahkan, pertahankanlah semangat dan usaha Anda dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

Suzana, 2011: Waahh bahagia sungguh saya menemukan situs ini. Saya menjadi katolik sejak bayi, namun ternyata setelah saya banyak membaca dari situs ini, waaaahh ternyata iman kekatolikan saya masih belum apa-apa. Banyak hal yang tadinya saya hanya memahami sedikit sekarang jadi lebih banyak tahu, yang tadinya tidak tahu sekarang menjadi tahu. Saya sangat bahagia sekali. Terima kasih banyak Bapak, Ibu & Romo-Romo Pengasuh situs ini, juga Roh Kudus yang telah membimbing saya menemukan berkat ini.

Arnoldus, 2011: Sungguh luar biasa bagi orang-orang yang mau melayani Tuhan dengan mendirikan website katolisitas.org ini, membuat saya semakin ingin tahu lebih mendalam tentang iman saya di Gereja Katolik. Saya tahu bahwa semua ini adalah untuk kemuliaan Tuhan Yesus. Dan di tengah-tengah dunia ini, saya semakin merasakan kehadiran Tuhan, salah satunya berkat membaca artikel-artikel di katolisitas.org ini. Terima kasih dan teruslah memberikan pengajaran bagi kami semua, sehingga semakin mengenal Yesus Tuhan.

Yosep Lamuji, 2012: Situs ini membuat saya rela begadang malam untuk membaca dan merenungkan misteri Gereja yang memperkaya dan meneguhkan saya dalam menjalani panggilan menjadi seorang pendidik di sekolah

Tony, 2012: Sejak mengenal situs ini, saya merasa sangat terbantu dalam memperdalam pemahaman ajaran iman Katolik. Sampai saat ini rasanya saya belum menemukan situs Katolik berbahasa Indonesia selain situs ini yang membahas secara mendalam (plus tanya jawab yg interaktif) tentang topik2 yg memang perlu dipahami oleh umat awam seperti saya. Terutama untuk mempertanggungjawabkan dan menjawab pertanyaan2 tentang ajaran iman Katolik yg sering diajukan oleh saudara2 muslim kita. Salut atas karya kerasulan anda semua!

Jusuf Sumarno, 2013: Katolisitas selalu dekat di hatiku. Sampai belain beli tablet agar selalu dekat katolisitas. Selamat ulang tahun yang ke-5. Semoga panjang umur, bahkan sampai anak anak kami besar nanti. Jadi saya berpesan agar tetap eksis. Bagi saya ini situs Katolik paling baik karena disertai tanya jawab yang sangat intens. Terbayang pengasuh kerja lembur untuk menulis artikel baru dan mencari jawaban penanya. Dari web ini juga bisa belajar banyak berdiskusi yang baik karena pengasuh menjawab setiap pertanyaan dan pernyataan dengan sangat bijak, rasional/masuk akal (tidak asal jawab). Juga belajar lemah lembut dan rendah hati…

Ara, 2013: Saat pertolongan penguatan iman bisa menjangkau browser di handphone seorang yang putus asa dan merasa tersesat dalam hidupnya, lalu menjadi secercah cahaya penuntun untuk ‘back to the track’, dan mungkin menjadi titik balik pada harapan2 hidupnya, saya rasa inilah satu bentuk nyata yg merangkum seluruh tugas pengutusan Allah. terima kasih telah menjangkau kami.

Viktorinus Alfred, 2013: Shalom, berkah dalem yang terkasih pengelola Katolisitas.org… Saya ingin mengucap terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pengelola karena telah menyajikan informasi yang amat akurat dalam hal pengajaran agama Katolik, khususnya mengenai seksualitas, kemurnian dll. Jujur, saya amat kesulitan sebelumnya dalam mencari informasi-informasi tersebut. Berkat katolisitas, saya bisa lebih memahami persoalan-persoalan seksualitas dan kemurnian tersebut serta menemukan tuntunan yang luar biasa bagaimana berprilaku yang sesuai dengan ajaran Katolik. Sekali lagi terimakasih katolisitas. Tuhan memberkati.

3. Komentar dari salah satu umat Islam

Hamba Allah, 2009: Saya sangat menghargai situs ini. Sejujurnya, ini adalah pertama kalinya saya menemukan situs Katolik yang dapat menjelaskan ajaran Gereja Katolik dengan bijaksana, dengan pengetahuan yang luas dalam menyampaikan pesannya dan tanpa mengatakan kata- kata kasar atau menghina agama- agama lain. Saya salut kepada anda, dan iman anda, meskipun saya adalah seorang muslim.

B. Komentar yang ‘frontal’

Walaupun kami menerima banyak komentar yang bernada positif/ mendukung, namun sebaliknya, kami juga tak jarang menerima komentar yang bernada sinis, menantang, meremehkan atau bahkan menghina. Kadang karena sangat kasar terpaksa tidak dapat kami tayangkan. Namun jika masih terlihat ada niatan berdiskusi, atau jika kami memandang berguna bagi pembaca yang lain, kami tetap dapat menayangkannya. Demikian contohnya:

1. Komentar dari beberapa umat muslim

Hamba Allah, 2009: Maaf, Yang saya pernah tau dari berbagai majalah, Bible itu hanya 20% perkataan Yesus, sisanya kebanyakan adalah perkataan Paulus, saya sebagai muslim pernah membaca salah satu ayat bible yg ‘kerangka’nya mirip di salah satu ayat AlQuran… dan saya masuk Islam, alasan kuatnya adalah, karena AlQuran dari zaman Nabi Muhammad sampe sekarang tidak berubah isinya setitikpun, karena kalau kebenaran mutlak itu pasti sifatnya akan statis, tidak akan berubah dan tetap, begitu pula Alquran,, klo bible kan tiap taun mengalami perubahan, bahkan ayat di bible yg mengharamkan babi, bisa jadi lenyap di dalam bible. Allah pernah berfirman dalam salah satu dalil Islam, bahwa Dia akan menjaga Alquran, itulah kebenarannya. Lalu apakah benar Yesus lahir tanggal 25 Desember? trus dari mana asal muasalnya Pohon Natal? Pohon Cemara? padahal di tempat kelahiran Yesus, sampe sekarang gak bisa ditemukan pohon cemara yg dapat tumbuh? ada yg bisa jawab?

Mantan Katolik, 2011: Selama saya di katolik belum pernah denger ayat bahwa Yesus berkata: “akulah tuhanmu maka sembahlah aku” Yesus itu dinobatkan sebagai tuhan oleh manusia bukan wahyu Allah, jangan salah mentafsir ayat. Dulu saya katolik tapi sekarang masuk Islam karena udah ragu dengan Katolik, masa ayat kitab bisa berubah- ubah sesuai tahun terbit, udah gitu banyak ayat cerita yang sama tapi beda surat beda isinya ketahuan kan boongnya.

2. Komentar dari umat Kristen non- Katolik:

Berikut ini adalah beberapa contoh komentar yang kami terima dari para pembaca yang Kristen non-Katolik. Ada yang tidak kami kutip seluruhnya, namun selengkapnya dapat dibaca di situs.

Sherly, 2011:

Salam dari Sydney, Australia. Saya adalah bekas pengikut agama Katolik yg sekarang pindah ke Kristen. Penyebabnya adalah dikarenakan krn pengajaran agama Katolik tdk benar2 berdasarkan alkitab, tetapi lebih berdasarkan hukum kanonisasi. Karena itu saya melihat banyak org2 Katolik yg berperilaku kasar dan berhati jahat. Saya mengerti karena mereka tidak pernah membaca alkitab, sebagaimana di agama Kristen, karena itu mereka tdk tahu bagaimana cara hidup Kristiani yg benar. Banyak sekali rekan2 Katolik di Sydney Australia yg pindah agama karena alasan yg sama….

Abraham Martinus, 2010: Shalom Stefanus, Saya bukan ingin berdiskusi tetapi saya hanya menyampaikan kebenaran firman Tuhan, karena itu perintah Tuhan sendiri. … Oke saya kasih doktrin mu yang yang bertentangan dengan firman Tuhan, salah satunya adalah maria sebagai mama nya Allah. padahal Dia adalah yang awal dan yang akhir, kalo mama artinya lebih awal dari Dia sendiri dan ini juga jelas salah, baca juga Gal 4:4-5 maria tuh perempuan yang takluk akan hukum taurat (BERDOSA) oleh sebab itu Yesus menebusnya atau menggantikan tempat kita dengan cara lahir dari perempuan berdosa diwakili oleh Maria (keturunan hawa yang jatuh dalam dosa asal) supaya kita diangkat menjadi anak bapa yang disurga. …. jadi dia sebagai bunda allah tuh pemikiran manusia aja yang melihat secara daging bukan secara roh. Kalo anda berpikir secara logika maka maria adalah istri Allah, sedangkan Allah tidak kawin, karena yang kawin adalah manusia. ratu surga yang kalian klaim sebagai maria tuh terlalu dipaksakan karena dalam perjanjian lama pun Allah menentang penyembahan ratu surga. iblis yang menyesatkan pemikiran kalian tuh dengan segala cara supaya anda menyembah figur ratu surga tetapi supaya tidak terkena firman Tuhan dia memakai figur Maria jadi seakan2 benar tetapi salah supaya tidak kena firman Tuhan tapi sayangnya Anak2 Tuhan yang benar tidak bisa ditipu. anda juga membuat tanda salib dengan bapa putra roh kudus. kan ga ada ibunya? jadi salah tuh maria bunda allah. Tuhan Yesus mengubahkan anda. Halleluya. Amen

Kevin, 2011: Doktrin yang sangat mengerikan !!! Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. (Luk 17:1)

Jane, 2011: Saudaraku, nubuat tentang perubahan hari Sabat dari hari Sabtu ke hari Minggu oleh Kaisar Konstantin (Kaisar Roma) pada tahun 321 dan diteruskan oleh gereja Katolik sampai kepada protestan terdapat dalam Daniel 7:25. Saudara tolong baca ya! Orang-orang kristen mula-mula beribadah pada hari sabat sampai dengan tahun 321 M. Dalam Daniel 7:25, merubah waktu artinya merubah hari Sabat dari hari Sabtu ke hari Minggu dan merubah hukum artinya merubah hukum ke-2 yaitu hukum yang melarang membuat+menyembah patung dalam katekismus katolik.

3. Komentar dari umat Katolik

Melihat banyak komentar dari pihak non- Katolik yang cukup keras, nampaknya beberapa pembaca Katolik juga ikut gerah. Beberapa komentar mereka, contohnya:

Komala, 2010: Saya pikir ini ruang diskusi juga seperti pandangan Kevin. Namun kog ternyata Kevin sendiri yang terdengar NYOLOT? katanya menghargai perbedaan pandangan tapi kog NYOLOT yach?? siapa yg tidak konsekuen??? Banyak orang yang sombong dan sering mengatakan apa yang berlawanan dengan perilaku nya. Orang2 seperti ini memang perlu di kasihani karena tidak memahami apa yang disampaikannya sendiri.

Tarsisius Didik, 2010: Maaf saudara Kevin, jangan pernah mempengaruhi kami dengan doktrin2 anda yang baru punya gereja kemarin sore, sudah 2000th lebih kami bersaksi keseluruh dunia sudah banyak martir2 kami yang mempertahankan imannya mati demi cintanya pada Kristus, Anda baru saja segitu sudah berkoar-koar seperti katak dalam tempurung. Kami tidak perlu doktrin2 yang sesat dari para reformer. Maaf dengan terpaksa saya mengikuti cara anda berdiskusi. Tuhan memberkati.

Selain itu ada juga komentar dari umat Katolik sendiri yang berkesan meragukan ajaran Magisterium. Berikut ini hanya salah satu cuplikan awalnya, yang mengawali diskusi yang panjang sesudahnya:

Wawan, 2011: Saya seorang Katolik yang sangat mencintai TRINITAS. Saya sangat surprised bahwa Gereja Katolik melarang Reiki. Saya termasuk salah satu dari praktisi reiki (hanya diterapkan untuk diri sendiri dan orang-orang dekat sekitar) level 2 (penyembuhan langsung dan jarak jauh). Selama ini saya tidak tau akan larangan ini sampai saya membaca website ini. Saya sangat mengerti kalau Ibu akan mendukung apapun keputusan yang dikeluarkan oleh gereja katolik melalui KGK, sebagai bagian dari Tubuh Mistik Kristus, akan tetapi sayang penjelasan dari doktrin yang dikeluarkan oleh Gereja Katolik tidak cukup menjawab keingintahuan saya akan larangan ini.

C. Komentar memperingati Hari Ulang Tahun ke-3

Berikut adalah tiga komentar pembaca yang kami pilih dari komentar- komentar yang masuk dalam rangka memperingati ulang tahun Katolisitas yang ke-3:

Istimoer Bayu, 30 Mei 2011

Proficiat saya ucapkan untuk katolisitas.org. Tiga tahun sudah katolisitas.org mewartakan kebenaran ajaran iman sebagaimana yang diyakini oleh Gereja Katolik Roma. Situs ini menarik, berani, dan konsisten.

(1) Boleh dikatakan bahwa saya bertemu dengan situs ini secara tidak sengaja. Kira-kira sudah 1,5 tahun saya mengikuti perkembangan demi perkembangan dalam situs ini. Saya mengenal situs ini pertama kali “melalui” Mbah Google. Waktu itu saya “iseng-iseng” googling beberapa kata kunci seperti: Katolik, Katolisisme, Katolisitas, Gereja Katolik, Katolik Roma, Catholic, Rome Catholic, dsj. Muncullah situs ini di layar komputer saya. Pertama berkenalan langsung jatuh cinta. Pasalnya, waktu itu belum banyak (juga sampai hari ini belum banyak) situs “dalam bahasa Indonesia” yang menampilkan hal-ihwal tentang ajaran iman Katolik. Situs tentang kekatolikan dalam bahasa Inggris memang banyak, tapi dalam bahasa Indonesia baru beberapa saja, dan salah satunya adalah katolisitas.org ini.

(2) Makin lama kok saya makin cinta. Berguna sekali. Ada banyak masukan dan referensi tentang bermacam-macam segi ajaran. Saya seorang imam. Tiap-tiap kali mengajar katekumen atau siapa saja, saya acapkali menyarankan mereka membuka situs ini agar pengetahuan iman bertambah. Maka, tentu saja katolisitas.org memberikan manfaat bertambahnya pengetahuan iman bagi mereka yang membukanya, juga bagi saya sendiri.

(3) Bagi saya, katolisitas.org menarik, berani, dan konsisten. Menarik karena isinya memang berbobot, di samping merupakan salah satu dari sedikit situs berbahasa Indonesia yang menyajikan pengetahuan iman Gereja Katolik Roma. Berani karena maju tak gentar melayani macam-macam permintaan dan pertanyaan, bahkan “penyerangan” terhadap ajaran iman Gereja Katolik. Konsisten sebab mendasarkan semua isinya pada ajaran iman Gereja Katolik yang berlandaskan pada Tradisi dan Kitab Suci, di bawah bimbingan Magisterium. Satu lagi, katolisitas.org “ramah dan sopan”, menjawab apapun komentar, sekalipun yg “panas-ganas”, dengan tenang, cool.

Sekali lagi, proficiat, congrats, selamat.
Salam sahaya,
R.D. Y. Istimoer Bayu Ajie

Pras, 31 Mei 2011:

Selamat Ulang Tahun yang Ke Tiga untuk Katolisitas dan segenap tim pengasuhnya.

Sebelum menemukan situs ini, saya sering masuk ke situs-situs forum Katholik, namun karena tidak punya bekal cukup tentang ajaran iman Katholik maka saya cuma bisa menjadi pembaca tanpa memahami sepenuhnya apa yang sedang hangat dibahas. Namun setelah menemukan situs ini kira2 satu tahun yang lalu, Katolisitas.org menjadi kegiatan “first thing in the morning” bagi saya. Tanpa terasa, situs ini sudah mengubah topik obrolan dengan istri, keluarga besar dan para sahabat, bahkan membaharui kehidupan sakramen beberapa di antara kami.

Hal yang menarik dari situs ini adalah sifat pembahasannya yang tuntas untuk setiap topik. Masuk situs ini serasa berangkat kuliah dan pulang membawa pengetahuan baru yang utuh. Beda jauh dengan forum diskusi yang topiknya sporadis dengan komentar tanpa struktur dan tidak jarang pendapat yang diajukan sangat bersifat pribadi. Bagi pembaca yang sering keluar masuk forum diskusi, ada baiknya “kulakan ilmu” disini dulu, sehingga komentar anda di berbagai forum akan lebih obyektif dan tuntas.

Namun yang terutama membuat saya kagum akan situs ini adalah tingginya kesopanan dan kelemahlembutan dalam berargumentasi menanggapi komentar pembaca yang terkadang terkesan agresif dan (maaf) “kurang terpelajar”. Memang, dengan menunjukkan kasih dalam berdialog, tim Katolisitas seakan hendak menyatakan bahwa sehebat apapun sebuah argumen, jika disampaikan tanpa kasih hanya akan menjadi debat kusir yang tidak berdaya guna, terutama dalam menyampaikan kebenaran Allah sendiri yang adalah kasih.

Sekali lagi proficiat, dan semoga Katolisitas tetap menjadi teladan situs pewartaan karena rendah hati, sopan, lembut dan otoritatif. Teriring salam dan doa. AMDG.

Nico, 1 Juni, 2011:

(1) Dari mana anda tahu situs katolisitas dan sudah berapa lama anda terus mengikuti situs ini. Saya tahu katolisitas dari hasil search di google. Waktu itu saya ingin mencari artikel (saya sudah lupa artikel apa). Saya sudah mengikuti situs ini kurang lebih 1 tahunan. Karena saya ingat beberapa bulan kemudian sejak saya menemukan website ini, katolisitas merayakan hari jadinya yang ke-dua.

(2) Apakah manfaat yang anda dapatkan dari katolisitas,
Banyak sekali. Terutama tentang doktrin – doktrin katolik yang selama ini mungkin umat katolik belum mengetahuinya atau mungkin sudah mengetahuinya tetapi tidak tahu artinya, seperti api penyucian, sakramen (terutama sakramen pengampunan dosa), tentang bunda Maria, dll

(3) Apakah kesan dan pesan untuk karya kerasulan ini
Kesan saya akan karya kerasulan ini sangat positif sekali. Karena merupakan jawaban bagi umat katolik seperti saya yang benar – benar ingin terus belajar mendalami iman katolik. Dulu hal – hal yang berkaitan dengan doktrin mungkin hanya sepintas terdengar di telinga. Tetapi dengan adanya situs seprti katolisitas ini, doktrin – doktrin itu menjadi sangat jelas artinya

Pesan saya mungkin tidak berbeda dengan rekan – rekan yang lain.

Terima kasih buat team katolisitas, para romo, Pak Stef dan Bu Ingrid atas setiap jawaban yang selama ini saya tanyakan. PROFICIAT.. Nico

Sekedar Intermezzo

Walaupun di tengah- tengah keseriusan menjawab, kadang- kadang muncul juga pertanyaan- pertanyaan yang cukup unik. Misalnya, ada pembaca yang yakin sekali bahwa jumlah 66 kitab dalam Kitab Suci (menurut keyakinan Kristen non-Katolik) itu diambil dari interpretasi kitab Mazmur dan Keluaran tentang kaki pelita: jumlah itu sama dengan jumlah kelopak yang menghiasi kaki dian itu.

Terang, 2011 menulis demikian:

Shalom,

Mazmur 119:105, Keluaran 25:31-40

Kaki dian = kaki pelita = kandil. Terbuat dari 1 talenta emas murni. 1 talenta = 125 pound = 60 kg emas murni tempaan. Satu kesatuan utuh, tempaan, tidak ada sambungan.

Kalau saudari memperhatikan gambar kaki dian dengan seksama, dan membaginya menjadi dua bagian, saudari akan mendapati bahwa sisi bagian kiri mempunyai 13 bagian, yang masing-masing terdiri dari 3 (kelopak, tombol, dan kembang) : 13 x 3 = 39, sedangkan sisi sebelah kanan berjumlah 9 x 3 = 27, jumlah keseluruhan adalah 66, yaitu jumlah kitab dalam Alkitab: 39 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian Baru. Itu sebabnya kita bisa yakin bahwa ke 66 kitab dalam Alkitab inilah yang Tuhan berikan kepada kita dengan terang Roh Kudus.

Terimakasih. – terang

Saat menerima pesan ini, kamipun tercenung sejenak, tak tahu bagaimana harus menanggapinya, karena argumentasinya terdengar agak lucu. Namun syukurlah setelah melewati waktu permenungan sejenak, kami sampai kepada jawaban ini:

Shalom Terang,

Terima kasih atas komentarnya bahwa umat Protestan menggunakan kaki dian sebagai dasar pengakuan akan 66 buku dalam Alkitab. Kalau kita google dengan kata “candlestick 66 books” atau “lampstand 66 books”, maka semua orang akan dapat melihat argumentasi yang sama. Argumen seperti ini adalah merupakan argumentasi “fittingness“, yang dipergunakan kalau seseorang telah mempercayai hal tersebut. Namun, dalam diskusi dengan orang yang tidak mempercayainya atau berbeda pendapat, maka hal ini menjadi tidak berguna, bahkan dapat memperlemah argumentasi. Menurut saya pribadi, argumen yang anda berikan akan memperlemah Anda, yang mengklaim senantiasa memberikan argumentasi yang alkitabiah. Apakah kalau saya menggunakan cara yang sama, anda akan dapat menerima argumentasi yang dapat saya berikan?

Inilah argumentasi yang akan saya berikan dengan mengikuti logika Anda:

Karena Alkitab kita adalah sama, hanya berbeda deuterokanonika, maka saya menggunakan dasar yang sama dengan apa yang anda berikan, yaitu:

– 13 bagian kiri x 3 bagian (kelopak, tombol dan kembang) = 39

– 9 bagian kanan x 3 bagian (kelopak, tombol dan kembang) = 27

Jadi seperti yang anda uraikan ada 39 PL dan 27 PB. Bagaimana Gereja Katolik mendapatkan 7 buku yang lain? Sebagai gambaran, mungkin akan lebih jelas kalau anda juga melihat gambar kaki dian di sini. Kalau anda mengutip Kel 25:31-40, maka anda jangan sampai melupakan ayat 37, yang mengatakan “Haruslah kaubuat pada kandil itu tujuh lampu dan lampu-lampu itu haruslah dipasang di atas kandil itu, sehingga diterangi yang di depannya.” Dengan demikian, kalau kaki dian berfungsi dengan semestinya, maka tujuh lampu tersebut harus dipasang. Apakah gunanya kaki dian tanpa lampu yang menyala? Dan tujuh lampu ini melambangkan Roh Kudus, yang sering dilambangkan dengan api. Dengan demikian, Gereja Katolik mempunyai 73 buku dalam Alkitab berdasarkan 66 buku + 7 buku. Ini berarti buku-buku di dalam Alkitab harus dibaca dalam terang Roh Kudus. Tanpa terang Roh Kudus, maka orang yang membaca Alkitab dapat salah, sama seperti kaki dian tidak berguna kalau tidak ada lampu yang dinyalakan. Jadi, kalau mau membaca dalam terang Roh Kudus, anda harus menerima 73 buku dan bukan hanya 66 buku. Jangan lupa Mzm 119:105 menuliskan “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” Jadi, Firman Tuhan hanya berguna kalau kaki dian itu dinyalakan dengan tujuh lampu. Apakah anda dapat menerima keterangan saya dengan dasar ini, yang juga terlihat alkitabiah? Saya yakin, anda tidak akan mau menerima argumentasi yang saya berikan. Kalau dengan dasar yang sama, anda tidak dapat menerima argumentasi saya, saya juga tidak dapat menerima argumentasi anda. Jadi, marilah kita berdiskusi dengan argumentasi yang lebih baik dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Semoga dapat diterima.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

VI. Mari bersama-sama membangun Gereja Katolik

Demikian sekilas tentang karya kerasulan katolisitas.org yang hanya seumpama setetes air di tengah lautan luas karya kerasulan di Gereja Katolik. Kami sadar bahwa kami berada dalam kesatuan dengan keseluruhan anggota Tubuh Kristus. Sebagai katekis ataupun para pengajar iman Katolik, kita patut berterima kasih, bahwa Tuhan telah mempercayakan tugas yang luhur ini kepada kita. Kita juga patut bersyukur bahwa Gereja mempunyai teladan yang istimewa dalam hal ini, yaitu para rasul pewarta iman, secara khusus Rasul Paulus. Marilah kita dalam kapasitas masing-masing, berusaha untuk melaksanakan bagian kita dalam karya pewartaan iman Katolik, sebagai tanggapan nyata atas kasih Tuhan yang telah kita terima dengan begitu limpahnya di dalam Putera-Nya, Tuhan kita Yesus Kristus. Semoga Kristus selalu membimbing kita dengan Roh Kudus-Nya untuk melaksanakan tugas-tugas kita sebagai katekis dengan penuh semangat dan suka cita, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasul Paulus.

Rasul Paulus, doakanlah kami!

[Catatan: Artikel ini dibuat untuk retret Hari Studi Katekis Keuskupan Surabaya “Seandainya Rasul Paulus Hidup di Zaman Digital ini, apa yang akan Dia lakukan Untuk Pewartaannya?”, yang diselenggarakan di Wisma Hening Katarina, Pohsarang, Kediri 24-26 Oktober 2011]

Pewartaan Kristus di Zaman Digital dengan Semangat Rasul Paulus

8

I. Kristus hidup di dalam aku

Jika membaca riwayat hidup Rasul Paulus, kita akan terinspirasi dengan betapa besar kasihnya kepada Kristus. Ia benar- benar mempersembahkan seluruh hidupnya untuk mengabarkan Injil. Ia rela di penjara dan dianiaya, rela melakukan perjalanan yang berbahaya, demi mewartakan Kabar Gembira kepada segala bangsa. Semangatnya tak surut bahkan setelah beberapa kali didera, dan diterpa bahaya maut (lih. 2Kor 11:23, 25; Kis 27:27). Namun sesungguhnya, ia dapat mengasihi Kristus sedemikian rupa karena Tuhan Yesuslah yang terlebih dahulu mengasihi dan mengampuni dia. Perjumpaannya dengan Kristus di perjalanan menuju Damsyik mengubah seluruh hidupnya, dan melalui sentuhan kasih Kristus ia menjadi manusia baru. Paulus tidak lagi hidup menurut pengertian dan kehendaknya sendiri, namun menurut ajaran dan kehendak Kristus. Keseluruhan jiwa dan kehendaknya begitu terarah kepada Kristus, sehingga ia dapat mengatakan, “…. namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Gal 2:20).

Kristus yang hidup di dalam diri Rasul Paulus juga hidup di dalam diri kita umat Allah yang telah menerima Sakramen Baptis. Semangat Rasul Paulus untuk mewartakan Kristus, dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk juga melakukan tugas pewartaan – yang memang telah kita terima pada saat kita menerima Sakramen Baptis. Tugas pewartaan yang dulu dilakukan oleh Rasul Paulus dengan berjalan kaki, menjelajahi samudra luas, mengalami penghinaan dan penderitaan, sampai akhirnya menyerahkan nyawa demi Kristus yang tersalib, kini menjadi tugas yang harus kita emban bersama. Hanya seja sekarang jaman dan keadaannya berbeda. Dengan kehidupan yang diwarnai dengan informasi digital, cyberspace, maka tugas mewartakan Kristus menjadi lebih mudah bagi kita. Kita dapat melakukan semuanya dari rumah, asal terhubung dengan kabel internet. Terima kasih kepada teknologi. Selanjutnya, pertanyaannya, apakah kita mempunyai semangat dan spiritualitas seperti Rasul Paulus untuk memberitakan Kristus?

II. Sudahkah perkataan Rasul Paulus itu menggema di dalam hati kita?

Jika kasih kita kepada Tuhan diukur dari sejauh mana kita telah melakukan perintah- perintah-Nya (lih. 1Yoh 5:3), dan sejauh mana kita mempunyai kehendak yang sama dengan kehendak Kristus, maka baik jika kita tanyakan kepada diri sendiri, sudahkah kita mempunyai kerinduan seperti Rasul Paulus,  yang melakukan apa saja untuk mewartakan Kristus? Berikut ini adalah beberapa prinsip ajaran Rasul Paulus yang mungkin dapat kita jadikan sebagai patokan dasar pewartaan kita:

1. Beritakanlah Injil!

“Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1 Kor 9:16) Rasul Paulus mempunyai kecintaan yang besar kepada Injil. Maka pewartaannya tentang Kristus juga merupakan pewartaan akan segala pengajaran dan perintah Kristus dalam Injil. Semangat Rasul Paulus ini harus mendorong kita untuk juga semakin bersemangat untuk membaca Kitab Suci, merenungkannya dan melaksanakannya; supaya Injil menjadi sungguh hidup di dalam keseharian kita. Dengan kata lain, Injil yang kita imani itu menentukan sikap hidup, pikiran dan tutur kata kita; inilah sesungguhnya bentuk pewartaan yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasul Paulus (Flp 1:27). Selanjutnya Injil inilah yang harus kita wartakan dalam tugas kerasulan kita sebagai katekis.

2. Berpegang pada pilar kebenaran: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja

“Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari  kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” (2 Tes 2:15) Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar berpegang kepada ajaran-ajaran para rasul, baik yang disampaikan secara lisan -yaitu Tradisi Suci- maupun yang tertulis -yaitu Kitab Suci. Dengan demikian, jika kita mengikuti jejak Rasul Paulus dalam pewartaan Sabda Tuhan, selain kita menyampaikan ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci, kita harus juga menyampaikan ajaran Tradisi Suci yaitu pengajaran dari para Bapa Gereja dan Magisterium, yang walaupun tidak termasuk di dalam Kitab Suci namun berasal dari sumber yang sama -yaitu dari Kristus, para rasul dan para penerus mereka- sehingga baik Kitab Suci maupun Tradisi Suci perlu mendapat penghormatan yang sama. ((lih. Katekismus Gereja Katolik 82))

Di samping sumber Kitab Suci dan Tradisi Suci, Rasul Paulus juga mengajarkan untuk  “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat (ekklesia = Gereja) dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.” (1Tim 3:15 ) Dari sini kita tahu, bahwa Rasul Paulus sangat menghargai Gereja. Dan penghargaan dan ketaatan Rasul Paulus akan keputusan Gereja diwujudkan dengan mentaati segala sesuatu yang diputuskan dalam Konsili Yerusalem I.

3. Memberitakan Kristus: kebangkitan-Nya tak terlepas dari kurban salib-Nya

“Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1Kor 2:2)
Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar tidak ragu untuk mewartakan Kristus yang disalibkan, sebab kebangkitan-Nya tidak pernah terlepas dari sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Maka sebagai umat Kristiani, seharusnya kita tidak menekankan hanya pada hal kebangkitan Kristus dan mengabaikan sengsara dan wafat-Nya, sebab tidak ada hari Minggu Paskah tanpa hari Jumat Agung. Sebenarnya tantangan pewartaan Rasul Paulus kepada kaum Yahudi dan kepada kaum Yunani pada jamannya juga masih relevan saat ini. Sebab pewartaan Yesus yang disalibkan itu memang menjadi batu sandungan bagi banyak orang, dan sering dianggap sebagai kebodohan bagi kaum cendekiawan dunia. Namun bagi kita yang percaya, Kristus yang disalibkan merupakan kekuatan dan hikmat Allah (lih. 1 Kor 1:23).

4. Menjangkau semua orang, karena Allah menghendaki semua orang diselamatkan

“[Allah] menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1 Tim 2:4) Pesan pewartaan berikutnya yang perlu disampaikan sehubungan dengan Kristus yang disalibkan adalah: melalui kurban salib-Nya itu, Allah menghendaki agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Jadi pesan ini jugalah yang harus kita sampaikan saat kita mewartakan Kristus.

5. Pewartaan iman, pengharapan dan kasih, di dalam Kristus

“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman…. ” (Ef 2:8)…. “yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:6) …karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, (1Tim 4:10) “[karena] kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom 6:11) Pewartaan Kristus yang tersalib itu adalah pewartaan kebenaran akan kasih karunia Allah kepada kita manusia, dan dengan mengimaninya dan mewujudkan iman itu di dalam perbuatan kasih, kita diselamatkan. Pewartaan akan pentingnya iman yang tak terpisahkan dari kasih ini menjadi salah satu inti pengajaran Rasul Paulus. Walaupun sebelum bertobat ia berlatar belakang Farisi yang sangat taat kepada hukum Taurat, namun setelah perjumpaannya dengan Kristus, Rasul Paulus mengetahui bahwa manusia diselamatkan bukan dari melakukan hukum Taurat tetapi karena kasih karunia Allah yang mengubah seseorang sehingga ia memperoleh hidup yang baru di dalam Kristus.

6. Menggunakan segala cara yang baik untuk mewartakan Kristus

“Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.” (1Kor 9:20-21) Dalam usaha menghantar banyak orang agar mengenal Kristus, Rasul Paulus tidak memusatkan perhatiannya kepada dirinya sendiri, tetapi kepada mereka yang dilayaninya. Ia seolah menempatkan dirinya sejajar dengan mereka dengan harapan mereka dapat menerima pesan yang disampaikannya. Demikian pula dalam tugas pewartaan yang kita lakukan, penting bagi kita untuk mengetahui latar belakang orang yang sedang kita ajak bicara, karena dengan memahami pola berpikir mereka, kita akan dapat mewartakan pesan Injil dengan lebih efektif.

7. Bertekun dalam evangelisasi

“Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat…. Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku.” (2Kor 11:23-30) Mungkin baik kita diam sejenak membaca kesaksian Rasul Paulus ini, dan kita biarkan kata- kata ini menembus kedalaman hati kita. Sebab mungkin pengorbanan kita dalam mewartakan Kristus sungguh masih belum apa-apa jika dibandingkan dengan pengorbanan Rasul Paulus. Namun, betapa sering kita tergoda menjadi tawar hati jika ada kesulitan ataupun tantangan dalam tugas pewartaan kita sebagai katekis.

8. Mahkota abadi merupakan penggenapan janji bagi kita yang turut mewartakan Kristus

“Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan … berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.” (1 Kor 9:25) Namun pada akhirnya Rasul Paulus mengimani bahwa mahkota abadi akan tersedia bagi kita yang turut mengambil bagian dalam tugas pewartaan Kristus ini, sebagaimana para atlet yang turut mengambil bagian dalam pertandingan. Semoga di akhir hidup kita, kita dapat berkata bersama dengan Rasul Paulus, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan…” (2Tim 4:7).

III. Dunia modern di bawah pengaruh modernisme dan sekularisme

Untuk dapat melakukan karya evangelisasi di tengah dunia modern ini, maka kita harus mengerti apa yang menjadi pergulatan dan tantangan di dunia pada saat ini, yang sering bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani. Dunia tempat kita tinggal dipenuhi dengan begitu banyak tipu daya, sehingga banyak orang yang terseret masuk ke dalamnya. Rasul Yohanes mengatakan “…manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat.” (Yoh 3:19). Bahaya paling besar yang dihadapi oleh dunia modern adalah modernisme dan juga sekularisme.

1. Modernisme

Modernisme dikatakan oleh Paus Pius X sebagai “sintesis dari semua bidaah”/ gabungan dari semua ajaran sesat ((lih. Paus Pius X, Pascendi Dominici Gregis, 39)), yang kemudian ditegaskan oleh Paus Benediktus XV ((lih. Paus Benediktus XV, Ad Beatissimi Apostolorus, 25)). Dapat dikatakan bahwa modernisme menggabungkan semua ajaran bidaah karena modernisme ingin menghilangkan semua hal yang berhubungan dengan Tuhan dari seluruh sendi kehidupan. Prinsip dari modernisme ini dapat disarikan sebagai: (a) Prinsip emansipasi, yang menghendaki kebebasan ilmu pengetahuan, tata negara dan hati nurani, yang terpisah dari Gereja; (b) Prinsip perubahan, yang mempercayai bahwa satu-satunya yang statis di dunia ini adalah perubahan dan menolak sesuatu yang tetap, yang terstruktur, yang pada akhirnya akan melawan otoritas Gereja, karena dipandang sebagai organisasi yang terlalu kaku dan terstruktur; (c) Prinsip rekonsiliasi, yang mencoba untuk menyatukan semua perbedaan berdasarkan perasaan hati. Dengan demikian, tidak diperlukan doktrin-doktrin dan kebenaran-kebenaran absolut, karena doktrin-doktrin hanyalah memecah belah rekonsiliasi.

Kita melihat contoh-contoh ada cukup banyak situs, facebook, twitter, maupun bbm, yang sering mengungkapkan semua agama sama saja; yang penting adalah ajaran kasih; Gereja Katolik terlalu kaku dan tidak membumi; Gereja Katolik dan dogma dan doktrinnya hanyalah bikinan manusia semata; tidak perlu terlalu fanatik, dll.

Dan sering perkataan-perkataan seperti di atas dituliskan oleh umat Gereja Katolik dan bahkan para katekis! Inilah sebabnya para Paus menyebutkan bahwa modernisme merupakan sintesis dari semua bidaah atau kesesatan, karena bukan hanya melawan salah satu pengajaran dari Gereja Katolik, namun melawan semua pengajaran Gereja Katolik sampai  kepada akar-akarnya. Seorang tidak dapat menjadi Katolik dan sekaligus menjadi penganut modernisme.

2. Sekularisme

Sekularisme adalah suatu prinsip yang hanya menaruh perhatian pada hal-hal yang dialami di dunia ini saja. Artinya, paham ini memisahkan diri dari agama, yang mengajarkan kehidupan kekal. Prinsip dari pengajaran ini adalah: (a) meningkatkan kehidupan ini dengan hal-hal material saja, (b) ilmu pengetahuan yang dapat menjawab segalanya, (c) berfokus untuk melakukan kebaikan untuk hidup di dunia ini saja. Prinsip di atas, pada akhirnya akan menghasilkan materialisme, karena fokus dari prinsip ini adalah meningkatkan kehidupan dengan hal-hal material dan kehidupan hanya dilihat sebagai apa yang dialami di dunia ini. Kita melihat di dalam dunia digital, komentar-komentar, yang kadang datang dari umat Katolik sendiri, tentang pentingnya untuk melakukan karya-karya sosial dan tidak perlu untuk mempelajari dogma dan doktrin Gereja Katolik, karena dogma dan doktrin tidak diperlukan.

3. Pemisahan antara iman dan kehidupan sehari-hari

Keadaan di atas diperparah dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari umat beriman, termasuk umat Gereja Katolik. Ada sebagian umat Katolik, yang mengaku diri Katolik namun hidupnya tidak mencerminkan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah mengenal Tuhan dan telah diselamatkan. Orang-orang ini, yang walaupun adalah umat beragama – termasuk umat Katolik – namun hidupnya seolah-olah tidak mengenal Tuhan. Paus Yohanes Paulus II menyebut kelompok ini sebagai “practical atheism“ karena mereka hidup seolah-olah tidak mengenal Tuhan. Mereka menolak adanya  kebenaran absolut, dan menganggap berbagai pandangan di dunia ini -bahkan yang bertentangan dengan ajaran Kristus sekalipun- sebagai sama-sama benar (ini disebut relativisme). Dalam dunia digital ini, iman seolah-olah hanyalah urusan hari Minggu, selebihnya pornografi dalam internet tidak dipandang sebagai dosa.

Kita tahu bahwa sesuatu yang buruk atau salah akan cepat sekali menyebar. Dan di dunia yang serba cepat dan serta serba digital, mempermudah penyebaran informasi, termasuk informasi akan paham-paham yang salah. Dengan masuknya dan berkembangnya ajaran-ajaran tersebut, maka sebenarnya umat Kristen hidup di zaman yang penuh dinamika dan tantangan yang besar. Namun, apakah kemudian kita hanya menyesali nasib dan membiarkan semua penyesatan ini terjadi? Kalau Rasul Paulus hidup di zaman ini, apakah kita berfikir bahwa dia hanya duduk diam dan berpangku tangan serta hanya menyesali nasib dan menyalahkan masyarakat?

IV. Peluang dan tantangan pewartaan di era digital

Kita bersama yakin, bahwa Rasul Paulus tidak akan berdiam diri menghadapi tantangan ini. Bahkan kita yakin, bahwa dia akan menjadikan media komunikasi sebagai satu peluang yang begitu luar biasa yang harus digunakan untuk mengkomunikasikan/ mewartakan Kristus yang adalah Sang Kebenaran yang sejati. Dalam salah satu dokumen Instruksi Pastoral yang dikeluarkan oleh Pontificum Consilium de Communicationibus Socialibus tentang Komunikasi Sosial, Aetatis Novae (1992), dijabarkannya pentingnya hal komunikasi di dalam Gereja, karena sesungguhnya hal ini mengambil model dari komunikasi yang terjadi di dalam Pribadi Allah Trinitas. Sebab di dalam Kristus yang adalah Sang Sabda yang menjadi manusia, komunikasi kasih antara Allah Bapa dan Allah Putera oleh kuasa Roh Kudus menjadi nyata. Komunikasi ini yang kemudian ditanggapi oleh manusia dalam iman mewujudkan dialog yang mendalam. ((lih. Pontificum Consilium de Communicationibus Socialibus, Aetatis Novae, 6)) Komunikasi kasih inilah yang perlu dihadirkan di tengah kehidupan manusia, melalui media komunikasi sosial, dan orang- orang yang terlibat di dalam media ini mempunyai tanggungjawab untuk mewujudkan keselarasan antara Teladan yang dicontoh dan pelaksanaannya di lapangan, agar para pembacanya dapat melihat hubungan antara keduanya. Yaitu bahwa Kabar Gembira yang dikomunikasikan adalah Kasih Allah yang disampaikan di dalam Kristus.

Hal komunikasi sebagai hakekat Gereja ini pula yang ditekankan dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Pontifical Council for Social Communication, yang berjudul Gereja dan Internet (2002). Dikatakan demikian, “Komunikasi di dalam dan oleh Gereja pada dasarnya adalah penyampaian tentang Kabar Gembira Yesus Kristus. Komunikasi tersebut adalah pewartaan Injil sebagai nubuat, sabda yang memerdekakan manusia di zaman sekarang, suatu kesaksian di hadapan sekularisasi radikal tentang kebenaran ilahi dan tujuan akhir umat manusia; sebuah saksi yang diberikan kepada semua umat beriman di dalam solidaritas untuk melawan segala bentuk konflik dan pemisahan menuju keadilan dan persekutuan di antara orang- orang, bangsa- bangsa, dan budaya.” ((Terjemahan The Church and Internet, 5, mengutip Aetatis Novae, 9))

1. Membaca tanda-tanda zaman akan pentingnya media digital

Oleh karena itu Gereja Katolik mempunyai perhatian besar terhadap media komunikasi sosial. Berikut ini adalah beberapa kutipan pengajaran Magisterium tentang hal komunikasi tersebut:

Paus Pius XII: Pada tahun 1957 menekankan pentingnya media – baik radio, televisi, film – untuk dapat digunakan dalam mengekspresikan kebenaran. ((Ensiklik Miranda Prorsus))

Paus Paulus VI: di tahun 1971 mengatakan bahwa Gereja melihat media sebagai karunia Tuhan, yang dapat dipergunakan manusia sebagai alat untuk persatuan di dalam persaudaraan dan juga sebagai alat agar manusia dapat menanggapi warta keselamatan. ((Communio et Progressio,  2)) Media modern dapat menawarkan cara-cara baru untuk menghadapkan manusia dengan pesan Injil. ((Ibid., 128)) Selanjutnya, ia mengatakan, “Gereja akan merasa bersalah di hadapan Kristus bila gagal menggunakan media untuk evangelisasi.” ((Evangelii Nuntiandi, 45))

Konsili Vatikan II: Dalam Dekrit Konsili tentang Media Komunikasi Sosial, ditegaskan bahwa media sosial dapat memberikan kontribusi kepada umat manusia dan Gereja dapat menggunakannya untuk menyebarkan Injil Kerajaan Allah. ((Konsili Vatikan II, Inter Mirifica, 2))

Paus Yohanes Paulus II: “Gereja belumlah cukup untuk menggunakan media sekedar untuk menyebarkan pesan Injil dan ajaran otentik Gereja. Namun juga perlu mengintegrasikan pesan Injil ke dalam kebudayaan baru yang diciptakan oleh komunikasi modern.” ((Paus Yohanes Paulus II, Redemptoris Missio, 37)).
“[Meskipun dunia komunikasi sosial] sering nampak tidak cocok dengan pesan Kristiani, ia menawarkan kesempatan- kesempatan yang unik untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan dari Kristus kepada seluruh keluarga besar umat manusia. Pertimbangkanlah …. kemampuan- kemampuan positif dari internet untuk menyampaikan informasi dan ajaran religius yang melampaui segala batas dan penghalang. Luasnya para pendengar akan menjadi sesuatu yang melampaui batas imajinasi mereka yang mewartakan Injil jauh sebelum kita …. Umat Katolik tidak perlu takut untuk membuka lebar- lebar pintu komunikasi sosial kepada Kristus, sehingga Kabar Gembira-Nya dapat terdengar dari atap- atap rumah di dunia.” ((Paus Yohanes Paulus II, Pesan di Hari Komunikasi Sedunia ke-35, 27 Mei, 2001))

Paus Benediktus XVI: menyerukan agar umat Katolik secara khusus kaum muda, untuk menggunakan media digital dalam memberitakan kabar gembira, yaitu: Tuhan yang telah menjadi manusia, yang menderita, wafat, dan bangkit untuk menyelamatkan kita manusia. ((Paus Benediktus XVI, Pesan di Hari Komunikasi Sedunia (HKS) ke-43, 24 Mei 2009))
Paus juga meminta agar para pastor mempergunakan media ini untuk melayani dunia, untuk memperkenalkan Gereja dan membawa wajah Kristus kepada dunia modern ini. ((Paus Benediktus XVI, Pesan di HKS ke-44,16 Mei 2010))
Kemudian di tahun berikutnya, Paus kembali menyerukan agar kita sebagai umat Kristen menyerukan kebenaran di dalam dunia digital, bukan berdasarkan sensasi atau mencari popularitas, namun memberitakan Kristus sesuai dengan dinamika kehidupan saat ini, sehingga mereka sendiri dapat berhadapan dengan kebenaran, yang adalah Kristus sendiri. ((Paus Benediktus XVI, Pesan di HKS ke-45, 2011))

2. Kelebihan pewartaan dalam era digital

Jadi, secara umum, Gereja memandang media komunikasi sebagai peluang yang positif untuk mewartakan Kristus. Selain itu, ada beberapa hal yang merupakan kelebihan khas internet, yaitu:

a. Informasi dapat disampaikan dengan langsung, segera, bersifat interaktif dan mengundang partisipasi pembaca. ((lih. Pontifical Council for Social Communication, The Church and Internet, 6))
b. Informasi interaktif dua arah ini mengakibatkan hal positif seperti menjadikan komunikasi tidak kaku dan bersifat top-down, tetapi menjadi lebih hidup karena dapat terjadi dialog. ((Ibid.))
c. Karena terbuka untuk umum, maka pendidikan/ pengajaran yang disampaikan melalui internet berpotensi untuk membentuk penilaian banyak orang tentang ukuran moral yang benar dan membentuk hati nurani yang benar ((The Church and Internet, 7))

3. Tantangan yang perlu diwaspadai

Namun ada beberapa tantangan yang perlu diwaspadai dalam penggunaan media komunikasi sebagai sarana pewartaan ini, yaitu:

a. Dapat menimbulkan kebingungan: Peluang interaksi/ dialog dua arah di internet juga dapat berpotensi menimbulkan kebingungan, karena pihak yang bertanya mempunyai kesempatan untuk menyampaikan pandangannya dengan bebas, sehingga semua pihak di sini sepertinya dapat sama- sama ‘berbicara’. ((Lih. The Church and Internet, 8)) Untuk itu, penting untuk tetap diadakan kemungkinan melakukan moderasi, edit, seleksi, oleh pihak pengelola, agar tidak menimbulkan kebingungan bagi pembaca yang lain, tentang pihak manakah yang mewakili ajaran Gereja Katolik. Selain itu, pandangan dari pihak pengunjung yang tidak sesuai dengan ajaran iman Katolik seyogyanya ditanggapi oleh pihak tuan rumah dengan menyampaikan ajaran Gereja Katolik. Untuk itu diperlukan komitmen dari pihak pengelola situs/ blog, untuk mempelajari ajaran resmi Gereja Katolik.

b. Antipati dari dunia terhadap nilai-nilai Kristiani: Dunia media kadang sangat anti terhadap ajaran iman dan moral Kristiani. Ini disebabkan karena pandangan umum yang menganggap tidak adanya yang disebut kebenaran mutlak, dan bahwa semua pendapat adalah benar (relativisme). ((Ibid))  Waspada terhadap adanya gejala ini, saat mewartakan hal yang berkaitan dengan iman dalam media, kita perlu mengambil informasi dari sumber-sumber Katolik yang dapat dipercaya dan tidak asal cut and paste saja dari berita sekular, yang kadang malah bernada melecehkan Gereja Katolik dan ajarannya. Kita juga harus selektif dalam memilih berita yang ingin disampaikan, dan dalam dialog kita harus berani menyampaikan kepenuhan kebenaran tanpa bersembunyi di balik pernyataan, “ya semua agama/ gereja sama saja.” Sebab memang ada unsur-unsur kebenaran di dalam agama- agama/ gereja-gereja lain, tetapi kepenuhan kebenaran ada di dalam Gereja Katolik ((lih. Konsili Vatikan II, Nostra Aetate, 2 dan  Unitatis Redintegratio, 3))

c. Penyerangan terhadap kelompok agama: Adanya banyak situs di internet yang ditujukan untuk menyerang kelompok- kelompok agama ataupun budaya tertentu, tak terkecuali yang menyerang Gereja Katolik ((lih. The Church and Internet, 8)). Terhadap hal ini ada setidaknya tiga macam akibat bagi pembaca: mengacuhkannya, menjadi terpengaruh olehnya, atau menjadi terdorong untuk mencari tahu fakta yang sesungguhnya dari sumber yang netral dan dari sisi Gereja Katolik. Kita sebagai katekis selayaknya mempunyai sikap yang terakhir ini.

d. Mementingkan opini pribadi: Bermunculannya situs- situs yang menamakan dirinya Katolik tetapi tidak menyampaikan informasi yang sungguh sesuai dengan posisi otentik Gereja Katolik. Walau mungkin didirikan dengan maksud yang baik namun dapat terjadi yang disampaikan di sana adalah pandangan pribadi yang eksentrik/ berbeda dengan ajaran resmi Gereja Katolik ((Ibid)).

e. Pilih-pilih ajaran: Adanya kecenderungan dari pihak umat Katolik sendiri yang memilih-milih ajaran yang mau ditaatinya dan mana yang ingin ditolaknya ((lih. The Church and Internet, 9)). Hal ini perlu diwaspadai, bahkan oleh pihak pengelola situs/ blog, supaya jangan sampai ia sendiri termasuk di dalam golongan ini, dan dengan demikian menjadi selektif dan bias dalam menyampaikan informasi, dan tanpa disadari memasukkan opini pribadi yang mempertanyakan atau bahkan menentang ajaran resmi Gereja Katolik. Misalnya, pandangan seperti: umat Katolik harus menjadi vegetarian, harusnya Gereja menahbiskan imam wanita, harusnya perayaan Misa lebih spontan dan tak perlu pedoman, dst.

f. Lupa akan realitas: Realitas dunia maya ini tidak bisa menggantikan realitas sakramen, dan kegiatan-kegiatan penyembahan dalam komunitas gerejawi ((Ibid)). Jadi jangan sampai Internet menggeserkan kecintaan para pembaca dan pengelola terhadap sakramen dan interaksi sosial yang nyata antara umat beriman.

4. Beberapa rekomendasi dari Vatikan

Dengan adanya peluang yang besar di media internet, “Gereja dapat dengan lebih lagi memberitakan kepada dunia akan apa yang diimaninya dan menjelaskan alasan- alasannya tentang suatu hal atau kejadian. Ia dapat lebih lagi mendengar suara- suara pandangan publik dan masuk dalam diskusi yang berkesinambungan dengan dunia di sekelilingnya, dan karena itu melibatkan dirinya sendiri dengan lebih langsung di dalam pencarian bersama akan solusi-solusi terhadap masalah-masalah yang menekan umat manusia.” ((Paus Yohanes Paulus, Pesan di Hari Komunikasi Se-dunia ke 24, 1990)) Selanjutnya, mengingat peluang yang besar dan positif yang dapat diberikan oleh internet/ media komunikasi terhadap pewartaan Kristus, maka Gereja menyarankan: ((lih. The Church and Internet, 11)).

a. Kepada para pemimpin Gereja: Orang- orang yang menempati kepemimpinan Gereja di semua sektor harus memahami media, dan menerapkan pemahaman ini dalam pembentukan rencana pastoral untuk komunikasi sosial. Jika perlu mereka sendiri harus menerima pendidikan tentang media. Mereka harus memperhitungkan penggunaan media sebagai kesempatan bagi kegiatan kerjasama ekumenis dan antar-agama.

Sebagai langkah untuk mengatur maraknya situs yang menamakan diri Katolik tetapi sebenarnya bukan situs resmi (unofficial) yang berkaitan dengan otoritas Gereja, maka “sebuah sistem sertifikasi yang sukarela di tingkat lokal dan nasional di bawah supervisi wakil-wakil dari Magisterium akan dapat membantu, yang berkaitan dengan materi- materi yang mengandung sifat pengajaran atau kateketik. Ide ini bukan untuk menekan ataupun memberi sensor tetapi untuk menawarkan kepada para pengguna internet semacam patokan yang dapat dipercaya terhadap apa yang mengekspresikan posisi otentik Gereja.” ((Ibid))

b. Kepada petugas pastoral: Para imam, diakon, biarawan/biarawati dan pekerja awam di bidang pastoral harus mempunyai pendidikan media untuk meningkatkan pemahamannya akan pengaruh komunikasi sosial kepada setiap orang dan masyarakat. Mereka perlu mendapat pelatihan tentang internet dan bagaimana menggunakannya di dalam pekerjaan mereka. Mereka dapat memetik manfaat dari situs-situs yang menawarkan saran- saran teologis dan pastoral.

Kepada petugas Gereja yang secara langsung terlibat di media, mereka harus memperoleh pelatihan profesional, namun juga mempunyai formasi yang baik tentang pengajaran maupun spiritualitas. Sebab “untuk memberi kesaksian tentang Kristus, adalah penting untuk mengalami perjumpaan sendiri dengan Dia dan untuk memperdalam hubungan pribadi dengan Dia melalui doa, Ekaristi dan sakramen Pengakuan Dosa, membaca dan merenungkan Sabda Tuhan, mempelajari ajaran Kristiani dan melayani sesama.” ((Paus Yohanes Paulus II, Pesan Hari Komunikasi Sedunia ke- 34, 2000))

c. Kepada para pendidik dan katekis: Sekolah- sekolah Katolik mempunyai tugas yang genting untuk melatih para komunikator dan penerima komunikasi sosial dengan prinsip- prinsip Kristiani. Universitas Katolik, kolese, sekolah dan program pendidikan di segala tingkat perlu memberikan kursus-kursus kepada berbagai kelompok: calon imam, imam, biarawan, biarawati, pemimpin awam, guru, orang tua dan murid- dengan pelatihan dalam hal teknologi komunikasi, manajemen dan etika untuk mempersiapkan pekerjaan media profesional atau peran pengambil keputusan, termasuk mereka yang bekerja di dalam komunikasi sosial bagi Gereja.

d. Kepada para orang tua: Demi anak- anak dan diri mereka sendiri, orang tua harus memainkan peran sebagai supervisor bagi anak- anak mereka dalam menggunakan internet. Orang tua harus memberikan contoh yang bijaksana untuk menggunakan media di rumah mereka. Supervisi ini termasuk memastikan digunakannya sistem filter/ penyaringan di dalam komputer yang digunakan oleh anak- anak, agar melindungi mereka sedapat mungkin dari pornografi dan sejenisnya. Anak- anak tak dapat diperbolehkan untuk menjelajahi internet tanpa pengawasan orang tua. Orang tua dan anak harus berdialog tentang informasi apa yang boleh dilihat. Tugas mendasar dari para orang tua adalah agar membantu anak menjadi selektif dan menjadi pengguna internet yang bertanggungjawab dan agar tidak menjadi pecandu internet dan mengabaikan kontak dengan teman- temannya dan dunia sekelilingnya.

e. Kepada anak- anak dan orang muda: Anak- anak dan orang muda harus terbuka terhadap pendidikan sikap terhadap media, agar dapat menolak godaan terbawa arus, terbawa bujukan teman- teman dan eksploitasi komersial. Mereka harus diarahkan untuk menggunakan internet dengan bertanggungjawab, dan agar tidak terjerumus ke dalam konsumerisme, pornografi dan fantasi-fantasi kekerasan dan pengucilan diri.

f. Kepada semua orang yang berkehendak baik: disarankan agar menumbuhkan beberapa kebajikan untuk menggunakan internet:

1. Kebijaksanaan: untuk dapat melihat dengan jelas adanya pengaruh yang baik atau buruk, dan untuk menanggapi dengan kreatif peluang maupun kesempatannya.

2. Keadilan: untuk memperkecil jarak antara mereka yang kaya akan informasi dan yang kurang informasi di dunia ini.

3. Keperkasaan dan keberanian: untuk berani menyatakan kebenaran di hadapan pandangan relativisme, kemurahan hati di hadapan konsumerisme, kesopanan di hadapan sensualitas dan dosa.

4. Pengendalian diri: untuk mendisiplinkan diri sendiri agar dapat menggunakannya dengan bijak dan hanya untuk kebaikan.

V. Langkah-langkah konkret untuk mewartakan

Setelah kita melihat apa yang dilakukan oleh Rasul Paulus, kondisi dunia ini, dukungan Gereja terhadap penggunaan media, serta beberapa pedoman yang diberikan Gereja, maka mari sekarang kita melihat beberapa langkah konkret yang dapat kita lakukan. Didorong ingin cepat bertindak dan mengedepankan kepraktisan, banyak orang memikirkan program-program atau aktivitas-aktivitas yang harus segera dijalankan. Namun, Yesus mengingatkan kita bahwa jika badai menerjang, rumah yang didirikan di atas pasir akan hancur berantakan, dan sebaliknya rumah yang didirikan di atas batu akan tetap berdiri kokoh. (lih. Mat 7:24-27) Demikian juga dapat pewartaan lewat dunia digital, langkah pertama adalah membuat pondasi yang kokoh. Pondasi yang kokoh adalah pondasi spiritual. Pondasi spiritual ini adalah merupakan jiwa dari karya kerasulan di dalam media digital.

1. Pondasi spiritual

a. Pertobatan: Kita mungkin bertanya-tanya, mengapa untuk melakukan pewartaan, kita harus bertobat terlebih dahulu. Kita dapat belajar dari rasul Paulus, yang menunjukkan bahwa setelah pertobatannya yang luar biasa dalam perjalanan ke Damsyik, dia dapat mewartakan Tuhan dengan luar biasa (lih. Kis 9:1-22). Sebagian dari kita, mungkin telah mengalami pertobatan pertama, yaitu pertobatan yang menuntun kita pada Sakramen Pembaptisan. Namun, pertobatan yang kedua (KGK, 1428) atau pertobatan secara terus menerus diperlukan sehingga kita senantiasa dalam kondisi rahmat. Dan dalam hubungan yang baik dengan Tuhan, maka kita menyampaikan kebaikan Tuhan dengan lebih benar dan indah.

b. Kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama: Dua perintah utama ini harus menjadi dasar dari karya kerasulan ini. Jangan pernah berfikir bahwa karya kerasulan adalah merupakan tujuan (end). Semua karya kerasulan hanyalah cara (means) untuk mengasihi Kristus dan Gereja-Nya, yang diwujudkan dengan mengasihi sesama. Kecintaan kita kepada Kristus dan Gereja-Nya merupakan perwujudan bahwa kita mengasihi Kristus secara keseluruhan. Karena Kristus sebagai Mempelai Pria mengasihi Mempelai wanita-Nya, yaitu Gereja, maka kita juga harus mengasihi Gereja-Nya, yaitu Gereja Katolik. Di sisi lain, kita mengasihi sesama, karena Kristuslah yang terlebih dahulu mengasihi mereka, yang menginginkan agar semua orang diselamatkan (lih. 1Tim 2:3-4). Kita dapat belajar bagaimana Rasul Paulus sungguh-sungguh mengasihi Kristus namun pada saat yang bersamaan dia bersedia melakukan apa saja demi keselamatan umat Allah (lih. Flp 1:23-24)).

c. Berakar pada Sakramen, Sabda Allah, doa: Kalau kita benar-benar mengasihi Allah, maka kita senantiasa mendalami Allah, seperti yang dinyatakan-Nya dalam Kitab Suci. Dan kalau kita mengasihi Allah, maka kita akan menimba rahmat-Nya yang mengalir melalui sakramen- sakramen – terutama Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat – serta bercakap-cakap dengan Allah dalam doa-doa pribadi. Kita harus belajar dari Rasul Paulus untuk mengucap syukur senantiasa dalam segala hal, terutama dalam Perjamuan Suci (lih. 1 Kor 10:16; Ef 5:4). Kalau sampai hal-hal ini dilupakan dan waktu yang ada hanya digunakan untuk melakukan karya kerasulan di dunia digital, maka lama kelamaan, kita akan menjadi lemah, karena kehilangan jiwa dan alasan utama untuk melakukan semua ini.

d. Mohon rahmat kerendahan hati dan kebijaksanaan: Dalam melakukan karya kerasulan, kita perlu meminta rahmat agar diberikan kerendahan hati. Kerendahan hati memungkinkan kita untuk menempatkan kebenaran yang diajarkan oleh Magisterium Gereja Katolik di atas pengertian kita sendiri; dan pada saat yang bersamaan mencoba dengan segala kekuatan untuk menerima kebenaran tersebut – walaupun mungkin sulit – dengan sukacita dan menjalankannya dalam hidup sehari-hari. Mengetahui kebenaran adalah satu hal, namun menyampaikan kebenaran adalah hal yang berbeda. Kita harus meminta rahmat kebijaksanaan, sehingga kita dapat menyampaikan kebenaran dengan tepat, hormat dan lemah lembut, tanpa mengorbankan kebenaran, namun justru memperkuat kebenaran yang disampaikan.

2. Pondasi intelektual

Mempelajari iman Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja: Kalau kita menyadari bahwa karya kerasulan dalam dunia digital adalah untuk mewartakan Kristus dan Gereja-Nya, maka kita juga harus menggali sumber-sumber yang menjadi pilar kebenaran, baik Kitab Suci, Tradisi Suci maupun Magisterium Gereja. Dengan menggali dasar kebenaran tersebut secara terus-menerus, maka kita akan dapat mewartakan kebenaran sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Gereja. Kita minta karunia Roh Kudus, yaitu karunia pengertian, sehingga kita dapat masuk lebih dalam misteri iman.

Mengikuti keputusan Magisterium: Sangat penting kita benar-benar mempelajari apa yang sebenarnya diajarkan oleh Magisterium Gereja. Semakin kita mengetahui apa yang diajarkan oleh Magisterium Gereja Katolik – yang mendasarkan dogma dan doktrin berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Suci – maka kita akan semakin mewartakan apa yang sesungguhnya diajarkan oleh Gereja Katolik. Dan dengan kerendahan hati, kita harus menerima, bahwa apa yang telah diputuskan oleh Magisterium Gereja sesungguhnya merupakan kebenaran, yang tentu saja harus kita ikuti.

3. Metode pewartaan

Setelah kita mengetahui pondasi spiritual dan intelektual, maka kita dapat mulai memikirkan tentang metode yang dapat kita lakukan. Dari sikap Gereja Katolik tentang media yang telah dipaparkan di atas, serta meneladani semangat Rasul Paulus yang menggunakan segala cara agar dapat memperkenalkan Kristus kepada segala bangsa, kita harus melihat kesempatan dan keadaan di mana Tuhan menempatkan kita sebagai peluang. Sebab penggunaan media komunikasi dapat menghubungkan orang- orang di dalam keluarga, sekolah, pergaulan, pekerjaan, dan kehidupan sehari- hari lainnya, dan ini merupakan kesempatan yang baik untuk menaburkan benih Injil. Hal tersebut dapat kita lakukan melalui beberapa cara:

Telpon, BBM, SMS, E-mail dan Milis: Hal yang paling sederhana yang dapat dilakukan oleh hampir semua orang adalah menelpon teman yang membutuhkan penghiburan, mengirim e-mail, SMS atau BBM ayat- ayat maupun permenungan Kitab Suci. Dalam kategori ini, kita dapat juga membuat milis. Sebagai contoh dalam kelas katekumen, baik juga jika kita sebagai katekis dapat meminta alamat e-mail para katekumen, sehingga tiap- tiap hari/ secara berkala katekis dapat mengirimkan ayat- ayat Kitab Suci atau renungan harian, ataupun penjelasan tentang pokok-pokok iman Katolik.

Facebook, Twitter: Mulai membuat facebook atau twitter dan menceritakan bagaimana Kristus hidup dalam kejadian sehari-hari, serta bagaimana merefleksikan bacaan Kitab Suci dalam kehidupan sehari-hari. Lihat contoh twitter dari Vatikan:  https://twitter.com/news_va_en

Membuat website atau blog: Dewasa ini, membuat website atau blog pribadi, entah dengan Blogger, WordPress, Joomla, dll sangatlah mudah dan tidak memerlukan biaya banyak. Semua umat Katolik dapat mulai dengan menceritakan pengalaman- pengalaman iman, sehubungan dengan apa yang dialaminya sehari-hari. Dan bagi yang mempunyai pengetahuan yang lebih di bidang iman – baik awam maupun klerus – dapat mulai untuk memaparkan iman Katolik secara lebih mendalam. Silakan melihat website Vatikan: http://vatican.va

Membuat forum: Membuat forum Katolik juga menjadi salah satu cara untuk memperkenalkan Kristus dan Gereja-Nya. Di satu sisi, forum dapat memberikan daya tarik bagi pengunjung untuk memberikan opini dan membangun dialog. Namun, di sisi yang lain, tanpa moderator forum yang baik, maka diskusi dapat menjadi liar dan tidak terarah.

Youtube: Salah satu media komunikasi adalah film. Dan dalam era internet ini, kita semua dapat menampilkan video melalui youtube. Isilah dengan kesaksian iman, pendalaman iman, kegiatan anak-anak muda dalam paroki maupun dalam tingkat keuskupan. Lebih jauh media ini juga dapat dimanfaatkan untuk merekam tahap-tahap dalam melakukan katekese, baik secara terstruktur atau per topik bahasan. Vatikan sendiri mempunyai channel youtube: http://www.youtube.com/user/vatican

Applikasi mobile: Dewasa ini telepon pintar (smartphone), seperti iphone, blackberry, telepon dengan OS Android telah merajalela di Indonesia. Oleh karena itu perlu dipikirkan untuk membuat applikasi mobile, sehingga umat Katolik dapat mengakses informasi tentang iman Katolik di mana saja, termasuk pada waktu menghadapi kemacetan.

VI. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, kita dapat melihat bahwa kondisi dunia ini penuh dengan arus informasi dan teknologi untuk berkomunikasi. Gereja mempunyai tugas untuk menggunakan kesempatan ini untuk mewartakan Kristus. Teknologi saja tidaklah cukup. Kita perlu meniru Rasul Paulus yang dipenuhi dengan kasih Allah; dan yang mempunyai kerinduan besar untuk membagikannya bagi semua orang, bukan hanya umat Yahudi namun kepada seluruh umat manusia. Demikianlah kita dipanggil untuk mewartakan Kristus, tidak saja kepada umat Katolik, tetapi juga kepada semua orang yang  berkehendak baik. Pengorbanan yang kita lakukan tidaklah sebanding dengan pengorbanan yang dilakukan oleh Rasul Paulus. Namun demikian, sebagai umat Allah yang telah menerima Sakramen Baptis, kita mengemban tugas yang sama untuk mewartakan Kristus, walaupun dengan cara dan porsi yang berbeda-beda. Akhirnya, biarlah kata-kata dari Paus Yohanes Paulus II dapat memberikan inspirasi di dalam hati kita untuk melakukan pewartaan di dunia digital ini.

“Semoga umat Katolik yang terlibat di dunia komunikasi sosial mewartakan kebenaran akan Yesus dengan lebih berani dari atap- atap rumah, sehingga semua orang dapat mendengar tentang kasih yang adalah jantung hati komunikasi Allah sendiri di dalam Yesus Kristus, yang tetap sama kemarin, dan hari ini, dan selamanya.” ((Paus Yohanes Paulus II, Pesan Hari Komunikasi Sedunia ke-35, n.4))

[Catatan: Artikel ini dibuat untuk retret Hari Studi Katekis Keuskupan Surabaya “Seandainya Rasul Paulus Hidup di Zaman Digital ini, apa yang akan Dia lakukan Untuk Pewartaannya?”, yang diselenggarakan di Wisma Hening Katarina, Pohsarang, Kediri 24-26 Oktober 2011]

Rancangan-Ku Bukanlah Rancanganmu

89

Kesaksian Ingrid

Yang kuingat tentang masa kecilku adalah rangkaian memori yang indah. Aku berasal dari keluarga Katolik yang bahagia, dan aku dibaptis sejak bayi. Bersama dengan kakakku semata wayang, aku menjalani kehidupan masa kecil tanpa kekurangan kasih sayang dari orangtua. Kedua orangtuaku adalah dokter, sehingga sejak kecil aku diajarkan untuk selalu peduli kepada penderitaan orang lain. Selain itu, mereka mengajarkan kami anak- anaknya untuk mencintai iman Katolik, dan untuk hal ini aku sungguh berterima kasih kepada orangtuaku. Papi dan Mami sudah mendorongku dan kakakku sejak usia dini untuk terlibat dalam kegiatan gerejawi di paroki. Berdoa bersama menjadi kebiasaan kami dalam keluarga. Mungkin karena pengaruh lingkungan yang sedemikian, pernah terbersit dalam pikiranku untuk menjadi seorang biarawati. Namun karena pengalaman traumatik di masa remaja dengan salah seorang biarawati, maka aku mengurungkan niatku ini. Maka selepas SMA, aku melanjutkan studi di jurusan teknik arsitektur, Universitas Katolik Parahyangan. Di sanalah aku bertemu dengan Stef, yang akhirnya menjadi suamiku. Di hari Minggu Pesta Keluarga Kudus 29 Desember 1996, kami mengikat janji perkawinan di hadapan Tuhan.

Setelah menikah, kami tinggal di Jakarta, dan seperti umumnya pasangan muda, kami sama- sama bekerja, walau tidak di kantor yang sama. Aku menyukai pekerjaanku, demikian juga Stef. Di tahun 1998, saat Stef dipindahtugaskan oleh kantornya ke Makati, Filipina, aku tidak berpikir dua kali untuk ikut. Belum setahun kami tinggal di sana, kami menerima undangan perkawinan dari adik Stef, dan kami memutuskan untuk mengambil waktu liburan ke kampung halaman. Di dalam pertemuan keluarga itulah banyak di antara kerabat Stef yang bertanya, mengapa kami tak kunjung mempunyai momongan. Saat itu perkawinan kami memasuki tahun ketiga. Mereka menganjurkan agar aku memeriksakan kandunganku, dan untuk alasan ini aku memutuskan untuk tinggal lebih lama di Jakarta, sementara Stef kembali lebih dahulu ke Makati.

Kabar yang kuterima di kamar periksa ginekolog (dokter kandungan) itu sepertinya yang menjadi salah satu titik awal episode yang menentukan dalam kehidupanku. Dokter itu memberitahukan kepadaku bahwa ada benjolan sebesar telur bebek di rahimku. Namanya leiomyoma, kalau tidak salah. “Kita lihat nanti,” ujarnya, “jika ternyata saat operasi ditemukan banyak benjolan dan berpotensi mengganggu, maka kemungkinan dapat dilakukan hysterectomy (pengangkatan rahim).” Perkataan ini bagiku seperti petir di siang bolong. Aku terlongong-longong, seperti mimpi rasanya. Mimpi buruk. Aku takut, bukan saja terhadap operasi yang harus kujalani, tetapi juga terhadap resiko bahwa aku tidak akan dapat mengandung dan melahirkan sang buah hati yang begitu kudambakan. Aku juga takut mengecewakan papa dan mama mertuaku, karena mereka sangat mengharapkan cucu dari kami, mengingat Stef adalah satu-satunya anak laki-laki dari tujuh bersaudara. Tambahan lagi, aku takut membuat Stef bersedih hati, sebab Stef sangat menyukai anak- anak. Kami berdua memang mengharapkan agar dapat dikaruniai anak-anak oleh Tuhan. Akankah Stef menerima keadaanku, kalau aku mengakibatkan harapannya tak tercapai? Sungguhkah pupus harapanku untuk menjadi seorang ibu? Bermacam pikiran bercampur aduk dalam benakku. Saat itu benar- benar menjadi saat tergelap dalam hidupku. Aku membayangkan kepedihan hatiku, bahwa sepanjang umur hidupku, aku tak akan mendengar seorang anakpun memanggilku, “Mama”. Tak kuasa aku membendung air mataku. Tanpa kata, tanpa suara, namun hatiku mengaduh, perih seperti ditusuk sembilu.

Aku tak tahu bagaimana harus memberitahukan kabar tak terduga ini kepada Stef, suamiku. Sebab aku tahu dia pasti akan sama terpukulnya dengan aku. Kupandang salib Tuhan Yesus di dinding kamarku. “Tuhan Yesus, bantulah aku mengatakan kepadanya …. Tuhan kasihanilah aku dan kuatkanlah aku….” Akhirnya aku membulatkan hati untuk menelpon Stef dan menceritakan kepadanya tentang penyakitku dan segala resikonya. Ada jeda panjang di ujung sana, namun ia mengatakan kata-kata penghiburan ini, yang tak akan pernah kulupakan seumur hidupku: “Ingrid, dalam keadaan apapun, jangan kuatir; sebab aku akan selalu mengasihimu dan tidak akan pernah meninggalkan kamu. Mari kita hadapi semua ini bersama- sama…”

Tak banyak orang yang tahu akan kepedihan hati kami. Orang- orang di sekitar kami bahkan menyangka bahwa kami tidak menghendaki kelahiran anak, sebab kami berdua nampak sebagai pasangan yang workaholic. Kerja sampai larut malam itu sudah makanan sehari- hari bagi kami: Stef di perusahaan multinasional software komputer, dan aku di konsultan arsitektur. Aku sangat menikmati pekerjaanku sebagai seorang arsitek, sehingga dapat dikatakan, pekerjaan menempati urutan pertama di pikiranku, baru kemudian yang lain-lain. Setidaknya itu terlihat dari begitu banyaknya waktu yang kugunakan untuk urusan pekerjaan. Walau aku tak pernah benar- benar jauh dan meninggalkan Tuhan, namun nampaknya prioritas hidupku saat itu sungguh keliru. “Mungkin Tuhan ingin mengajariku untuk mengubah cara hidupku melalui penyakit ini,” demikian aku menghibur diriku sendiri.

Aku melewati hari- hari menjelang operasi dengan berdoa dan mengikuti Misa Kudus setiap hari.. Tak pernah rasanya aku berdoa sekhusuk itu. Sepertinya saat itu mata hatiku dibukakan, bahwa apa yang selama ini kuanggap penting, bukanlah apa- apa, sebab yang terutama adalah hidup berpaut pada Tuhan. Seluruh hidupku ada di dalam tangan Tuhan;  segala yang ada padaku adalah milik Tuhan dan suatu saat nanti akan kembali kepada-Nya. Namun jauh di relung hatiku aku bertanya kepada Tuhan, “Mengapa harus melalui cara yang seperti ini? Mengapa semua ini harus terjadi padaku, Tuhan?” Di tengah-tengah pergumulan ini, aku diajak untuk mengikuti Misa Kesembuhan di Lembah Karmel, Puncak. Di sana, Tuhan menjamahku dengan rahmat penyembuhan-Nya yang luar biasa. Begitu memandang Sakramen Maha Kudus di altar, aku berlutut dan air mataku menetes tanpa henti. Aku tahu Tuhan Yesus hadir di sana, memandangku dengan penuh kasih. Di hadapan-Nya aku melihat segala dosa dan kesalahanku…. juga begitu banyaknya kesempatan di mana aku menghindar daripada-Nya dengan dalih macam- macam… dan begitu dalamnya aku tenggelam di dalam duniaku sendiri. “Tuhan Yesus, ampunilah aku. Kasihanilah aku yang berdosa ini….” Aku berpasrah dan menyerahkan hidupku sepenuhnya kepada-Nya. Di dalam Misa Kudus itulah pertama kalinya dalam hidupku aku mengalami dekapan kasih Tuhan yang sedemikian indah, dan tak ada kata-kata yang mampu melukiskannya. Sepertinya ada aliran hangat yang mengalir di sekujur tubuhku dan hatiku dipenuhi dengan damai sejahtera. Nampaknya perkataan Rasul Paulus ini terjadi padaku saat itu, “Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Flp 4:7) Segala ketakutanku hilang sirna. Aku tidak lagi takut akan penyakitku, dan akan segala resikonya. Aku tidak takut akan tanggapan orang lain, jika sampai aku tidak mempunyai anak. Aku tidak takut akan masa depanku. Hatiku tenang sekali. Dari mana datangnya ketenangan ini, kalau bukan dari Tuhan sendiri. Betapa berbedanya keadaanku dengan saat pertama kali aku tiba di sana. “Terima kasih, Tuhan Yesus.” Aku tahu, inilah jawaban Tuhan atas doa-doaku. Walau Tuhan Yesus tidak membuang benjolan di rahimku secara ajaib, namun Ia melakukan hal yang lebih besar daripada itu. Tuhan Yesus membuang penyakitku yang lebih parah, yaitu ketakutan dan kesombonganku, kedua hal yang tak dapat diambil oleh dokter yang terpandai sekalipun, kedua hal yang sekian lama telah memisahkan aku dari Tuhan. Namun Yesus menjamahku dan membebaskan aku, dan aku diubah-Nya menjadi seseorang yang baru.

Beberapa hari kemudian, aku menjalani operasi, dan berkat pertolongan Tuhan, semuanya berjalan baik. Dokter kandunganku mengatakan bahwa sesungguhnya masih ada kemungkinan bagiku untuk mengandung, karena rahimku masih dapat berfungsi dengan normal. Ia bahkan mengatakan bahwa nampaknya alasan kami belum memperoleh keturunan bukan karena adanya myoma itu, sebab posisi dan letaknya tidak menghalangi pembuahan. Maka ia menyarankan agar Stef diperiksa, “Anda check-up saja, untuk memastikan segala sesuatunya baik- baik saja,” demikian ujar sang dokter kepada Stef. Tak satupun dari kami menyangka bahwa akan ada masalah. Tetapi dugaan kami keliru. Sebab saat Stef diperiksa keesokan harinya, ternyata hasilnya sungguh mencengangkan. Jelas tertulis di sana, bahwa kemungkinan kami untuk memperoleh keturunan secara medis benar- benar tidak ada. Kasus yang terjadi pada Stef sangatlah langka, dan sulit dijelaskan. Sekarang giliran Stef yang sangat terpukul, sebab berakhirlah sudah mimpi kami untuk dikaruniai sang buah hati. Namun aku bersyukur kepada Tuhan, sebab Ia telah menguatkanku saat itu, sehingga aku dapat menghibur Stef dengan perkataan yang sama yang pernah diucapkannya kepadaku, “Stef, tak usah kuatir akan apa yang terjadi. Aku akan tetap mengasihimu dan tidak akan meninggalkanmu. Mari kita hadapi semua ini bersama- sama…”. Saat itu aku diingatkan akan begitu dalamnya makna janji perkawinan kami: yaitu untuk saling mengasihi dan setia satu sama lain di dalam untung dan malang, sehat dan sakit, sepanjang hidup.

Dalam kebisuan malam itu, kami saling memandang tanpa kata, namun air mata kami sudah cukup mengisahkan segalanya. Stef mengajakku berdoa bersama seperti biasa, tetapi terus terang, kami tidak tahu lagi apa yang harus kami ucapkan. Sepertinya kami kehilangan kata- kata. Namun kemudian, seperti digerakkan oleh Roh Kudus, kami mengambil rosario kami masing-masing, dan mulailah kami mendaraskan doa rosario bersama. Sebagaimana anak yang datang dengan hati yang hancur ke hadapan ibunya, demikianlah kami datang ke hadapan Bunda Maria, memohon agar ia mendoakan kami kepada Yesus, Putera-Nya. Butir demi butir rosario kami lalui dengan tetes air mata, dan dengan kepasrahan yang penuh, “Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini ….”  Dengan bertelut kami berdoa, memohon agar Tuhan Yesus menyatakan kehendak-Nya atas kami, dan memampukan kami menerimanya dengan ucapan syukur. Dan sungguh, Tuhan itu sungguh ajaib, Ia mendengar dan menjawab doa-doa kami. Beban kami diangkatnya, dan sedikit demi sedikit Ia membimbing kami untuk semakin mengenali rencana-Nya.

Pembaharuan rohani kami sebagai pasangan suami istri dimulai di bulan Juni sampai Agustus tahun 2000, saat kami mengikuti LISSLife in the Spirit Seminar (Seminar Hidup dalam Roh Kudus), yang diadakan di kapel St. Nino de Paz, Greenbelt, Makati. Awalnya, Stef tidak terlalu antusias, tetapi ketika minggu demi minggu berlalu, ia berubah. Bagiku memang ini bukan SHDR yang pertama, sebab aku sudah pernah mengikutinya di Jakarta sekitar 7 tahun sebelumnya. Namun mengikutinya sekali lagi bersama Stef, sungguh merupakan pengalaman yang jauh lebih mengesankan, juga karena seminar itu diadakan dalam 11 minggu, lebih panjang rentang waktunya daripada SHDR yang umum diadakan di tanah air. Kami benar- benar tersentuh oleh berbagai kesaksian, pengajaran maupun lagu-lagu pujian dan penyembahan yang dinyanyikan di sana. Apalagi orang- orang di Filipina terkenal dengan talenta musik yang sangat istimewa.

Di akhir LISS, kami seolah diubah oleh Roh Kudus menjadi pribadi yang lain dari sebelumnya. Kasih Tuhanlah yang memperbaharui kami. Di hari- hari berikutnya kami begitu bersemangat untuk berdoa dan membaca Kitab Suci. Kami mengalami betapa Tuhan hadir di setiap saat dalam kehidupan kami. Setiap hari kami menghabiskan waktu berjam- jam untuk membaca dan mempelajari Kitab Suci. Kami membuka rumah kami untuk pertemuan kelompok sel untuk melakukan Bible sharing. Kami juga menggabungkan diri dengan komunitas persekutuan doa dan komunitas lainnya yang mempunyai seorang pastor pembimbing rohani sebagai pengajar. Dalam pertemuan- pertemuan itu kami mendengarkan berbagai pengajaran tentang iman Katolik. Kami tidak lagi tertarik untuk menonton film ataupun sinetron, melainkan menjadi begitu haus untuk menyimak pengajaran iman Katolik melalui siaran EWTN (Eternal Word Television Network. Kami mulai membeli banyak buku literatur Katolik, dan dengan penuh semangat kami membacanya. Kami seperti orang yang jatuh cinta yang kedua kalinya kepada Kristus dan Gereja-Nya. Siang dan malam hati ini rindu untuk disegarkan oleh Sabda Tuhan. Kami seolah menemukan mutiara yang terindah di dalam hidup, dan segala yang lain menjadi tiada berarti. “Tuhan Yesus, hanya Engkaulah tujuan hidup kami, dan hanya di dalam Engkau, kami menemukan kebahagiaan kami yang sesungguhnya.”

Tuhan Yesus membuka jalan bagi kami. Ia memberikan kekuatan dan menolong kami sehingga kami tidak kehilangan pengharapan. Ia telah menjawab doa- doa kami. Mungkin jawaban-Nya tidak sama dengan apa yang kami inginkan, namun yang jelas, jawaban Tuhan jauh lebih baik daripada yang kami harapkan. Kini kami berdua menganggap bahwa keadaan kami yang tidak dikaruniai anak merupakan keadaan yang membawa berkat, sebab keadaan ini telah memberikan kepada kami waktu yang lebih banyak untuk melayani Dia dan sesama. Betapa hati kami bersyukur karenanya! Ya, Tuhan telah mengubah duka cita kami menjadi suka cita. Mungkin panggilan hidup kami adalah untuk memperluas jangkauan ikatan keluarga kami kepada banyak orang dalam keluarga besar umat Allah, dan dengan demikian menjadikan mereka sebagai saudara, saudari, dan ya, anak- anak kami sendiri di dalam Tuhan Yesus. Sungguh indah rencana Tuhan di dalam hidup kami, dan kami senantiasa bersyukur karenanya.

Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.…” (Yes 55:8-9)

Kesaksian Stefanus Tay

Aku terlahir dari keluarga sederhana dan keluarga besar, yaitu tujuh bersaudara, dengan aku menjadi anak laki-laki satu-satunya. Sedari kecil, keadaan ini membuatku merasa bahwa aku yang nantinya akan menjadi tulang punggung keluargaku. Setelah bersekolah di kota kecil kelahiranku sampai SMP, aku meneruskan pendidikan di SMA kolese De Britto, Yogyakarta. Di lingkungan inilah, aku merasakan kedekatan dengan Tuhan. Sering aku memulai hari dengan misa pagi sebelum mulai pelajaran. Lama kelamaan, aku mendengar ada suara lirih di dalam hatiku, agar aku dapat menjadi seorang imam. Masih terpatri dalam ingatanku, di hari ketiga acara retret akhir tahun, di pagi-pagi buta, aku berlutut di dalam kapel dan dengan hati yang berat aku berdoa, “Tuhan, aku mohon ampun, karena aku tidak dapat menjawab panggilan-Mu sebagai seorang imam, karena sebagai anak laki-laki satu-satunya, aku harus membantu keluargaku.”

Pada saat lulus SMA, aku mendaftar jurusan psikologi UGM, Jogja dan jurusan arsitektur Parahyangan, Bandung, di mana aku diterima di dua universitas tersebut. Setelah melalui pertimbangan yang cukup panjang, akhirnya aku memutuskan untuk mengambil kuliah di Bandung. Di tempat inilah, aku bertemu dengan Ingrid, yang kemudian menjadi istriku. Kemudian, baru kuketahui ternyata Ingrid juga diterima di jurusan psikologi Universitas Indonesia dan arsitektur Parahyangan. Yang mencengangkan adalah, dia juga sebelumnya berniat menjadi suster, namun kemudian niat ini tidak diteruskan. Sungguh Tuhan mempunyai selera humor yang tinggi, mempertemukan dua orang dengan begitu banyak persamaan. Setelah lulus kuliah, kemudian kami sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan kemudian menikah pada tahun 1996. Kehidupan pernikahan kami lalui dengan kesibukan pekerjaan. Pendek kata, pekerjaan menjadi prioritas kehidupan kami, sampai kemudian krisis ekonomi di Asia Tenggara menjadi salah satu simpul yang penting yang mengubah kehidupan kami.

Menyikapi krisis ekonomi tersebut, kantor di mana aku bekerja, menawarkanku untuk dipindahtugaskan ke Filipina, untuk memulai bisnis di sana. Setelah mendiskusikannya dengan Ingrid, istriku, akhirnya kami memutuskan untuk pindah ke Makati di Manila, ibukota Filipina di bulan Agustus 1998. Kupikir ini adalah sebuah kesempatan yang baik bagiku, dan aku berkata kepada diriku sendiri, “Akan kubuktikan bahwa aku dapat mengatur segalanya dengan lebih baik daripada orang lain.” Sungguh suatu sikap yang sombong.

Di Filipina, aku harus memulai bisnis mulai dari nol. Kami datang dengan membawa dua buah koper, tidak ada kantor dan tidak ada rekan kerja. Pada dasarnya, aku harus memulai segala sesuatunya sendiri, dan inilah yang membuatku akhirnya menjadi gila kerja. Aku sering bekerja 18 jam sehari, mempersiapkan presentasi dan bermacam strategi marketing, sampai aku benar- benar kelelahan. Tetapi herannya, usahaku sepertinya sia-sia belaka dan masih saja belum dapat mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaanku. Aku menjadi stress, sebab aku sadar bahwa sewaktu- waktu aku dapat dipecat karenanya. Mimpiku untuk menjadi karyawan yang terbaik lenyaplah sudah.

Mengetahui keadaanku, Ingrid menganjurkan agar aku mampir di kapel yang setiap hari kulalui di tengah jalan menuju ke kantor, untuk mempersembahkan segalanya kepada Tuhan. Aku tak begitu yakin pada awalnya, tetapi kulakukan juga, sebab kupikir, aku tak punya pilihan lain dan tidak ada ruginya. Keesokan harinya aku mulai berangkat ke kantor 15 menit lebih awal untuk mampir di gereja sebentar dan berdoa sejenak di hadapan sakramen Mahakudus. “Di hadapan altar aku tertunduk dan berkata, “Tuhan, kasihanilah aku. Aku sungguh-sungguh menghadapi masalah besar. Tolonglah aku untuk mengatasi masalah pekerjaanku ini.” Namun sedikit demi sedikit, doa yang sungguh sangat egois ini lama kelamaan berubah menjadi doa penyerahan diri, “Tuhan, kasihanilah aku. Bantulah aku agar mengetahui kehendak-Mu dan untuk menyerahkan segala sesuatunya kepada-Mu.” Sejak saat itu aku mulai berusaha untuk menghadiri Misa Harian. Dalam ketidakberdayaanku aku datang kepada Tuhan dan Tuhan menjawab doa-doaku. Dalam tiga bulan, banyak hasil yang baik yang telah tercapai dan aku berhasil mencapai kuota yang ditargetkan oleh perusahaan. Pada saat yang bersamaan, sesungguhnya Tuhan telah membentuk hatiku untuk dapat berpasrah dan menaruh kepercayaan kepada-Nya. Kelihatannya, semua baik adanya. Namun rupanya itu hanya merupakan pendahuluan untuk sebuah kejutan yang kuterima tak lama kemudian.

Suatu sore di bulan Juli 1999, saat aku masih bekerja di kantor, aku menerima interlokal dari Ingrid di Jakarta. Ia mengatakan kepadaku tentang hasil pemeriksaan dokter yang menunjukkan bahwa di rahimnya ada benjolan yang cukup besar. Tenang saja suaranya ketika memberitahukan kepadaku tentang hal ini, tetapi aku tahu hatinya telah hancur karena sedih. Aku juga terkejut akan adanya kemungkinan ia menjalani hysterectomy (pembuangan rahim) jika benjolan yang ditemukan telah menyebar, ataupun ditemukannya dalam jumlah banyak. Aku tercenung, membayangkan kemungkinan terburuk, yaitu nihilnya kemungkinan untuk mempunyai anak. Kemungkinan yang sungguh menyedihkan. Namun aku bersyukur bahwa di tengah kesedihanku, aku masih mampu berkata demikian kepadanya, “Ingrid, apapun yang terjadi, jangan kuatir, sebab aku selalu mengasihimu dan tidak akan meninggalkanmu. Mari kita hadapi semua ini bersama- sama.” Kami berdua terdiam, seolah-olah terpaku menyembunyikan kesedihan masing-masing.

Akhirnya aku pulang ke Jakarta dan beberapa hari kemudian, untuk mendampingi Ingrid yang dioperasi. Puji Tuhan, semua berjalan dengan baik. Dokter kandungannya mengatakan bahwa sesungguhnya masih ada kemungkinan baginya untuk mengandung, karena rahimnya normal. Lalu ia menganjurkan agar aku menjalani check-up untuk memastikan bahwa semuanya baik- baik saja. Akupun yakin bahwa tidak akan ada masalah. Tetapi, dugaanku benar- benar meleset. Hari berikutnya, setelah aku diperiksa dan menerima hasilnya, aku terkejut setengah mati. Hasilnya menunjukkan bahwa kemungkinan bagi kami untuk memperoleh keturunan benar-benar nol. Dokter yang satu dengan yang lain, memberikan pandangan yang sama. Mereka mengatakan bahwa kasusku sangat langka: suatu kasus kelainan sejak lahir yang tidak dapat diperbaiki. Hatiku semakin remuk mendengarnya. Di dalam keputusasaanku aku bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, mengapa aku mengalami hal ini? Mengapa Kau biarkan ini terjadi padaku? Bukankah Engkau mengetahui bahwa kami berdua mendambakan kehadiran anak sebagai buah kasih kami? Apakah kami tidak bisa menjadi orang tua yang baik? Tuhan, mengapa Engkau mengambil kerinduan hatiku? Aku sungguh tak memahami rencana-Mu, Tuhan…. ” Tak pernah rasanya aku merasa terpuruk dan sedih seperti itu seumur hidupku.

Aku diam termangu. Air mataku menetes begitu saja, padahal sebenarnya aku bukan termasuk orang yang gampang menangis. Aku bertanya kepada Tuhan, tetapi tak ada jawaban. Nampaknya Ingrid memahami kegalauan hatiku. Ia menatapku dan mengatakan kata-kata yang sama yang sungguh membuatku lega, “Stef, jangan kuatir akan apapun yang terjadi. Aku akan tetap mengasihi kamu dan tidak akan meninggalkan kamu….” Betapa kami berdua diingatkan akan dalamnya makna janji perkawinan yang kami ucapkan di hadapan Tuhan! Kami hanya dapat berpelukan dan kemudian kami berlutut dan berdoa rosario bersama, dengan tetesan air mata pada setiap butir yang kami doakan. Kami memohon agar Bunda Maria mendoakan kami sebab kami tidak lagi dapat berdoa dengan kata- kata kami sendiri. Di dalam hati aku berkata, “Bunda Maria, kumohon katakanlah kepada Tuhan Yesus, bahwa aku sudah kehabisan anggur, yaitu anggur pengharapan dan masa depan, anggur suka cita sebagai orang tua, anggur termanis mendengar seseorang memanggilku Papa…”

Setelah berdoa rosario, aku merasakan suatu perubahan yang sungguh sulit untuk dijelaskan. Aku sendiri tak tahu bagaimana terjadinya secara persis. Yang kutahu hanyalah perlahan hatiku yang terpuruk oleh kesedihan diisi oleh damai sejahtera dan seolah-olah ada tangan dari Sorga yang mengambil bebanku, sehingga aku merasa bahwa beban yang harus kupikul menjadi lebih ringan. Dan aku tahu hal yang sama terjadi pada Ingrid.  Aku percaya, semua ini karena dukungan doa Bunda Maria. Tuhan berkenan mengangkat beban kami dan mencurahkan rahmat kepada kami. Sungguh benarlah ayat yang mengatakan, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat 11:28). Sejak saat itu, segala sesuatunya berubah dalam hidup kami. Kasih kami sebagai suami istri diteguhkan, demikian juga hubungan kami dengan Tuhan Yesus dan Bunda Maria.

Beberapa waktu kemudian, kami berdua mengikuti retret LISS –Life in the Spirit Seminar (Seminar Hidup dalam Roh Kudus) yang diadakan di kapel dekat tempat tinggal kami di Makati. Pada waktu pencurahan Roh Kudus, tanggal 20 Agustus 2000, aku mengalami kasih Tuhan secara luar biasa, yang tak dapat kuceritakan dengan kata- kata. Begitu besarnya kasih itu, namun begitu dekat dan pribadi. Begitu kuatnya kasih itu, namun juga begitu lembut. Tak terlihat, tetapi begitu nyata. Aku mengalami betapa Tuhan mengampuniku dan tidak memperhitungkan segala kesalahanku. Ia menyelimuti aku dengan rahmat-Nya dan kasih ilahi-Nya. Mungkin Tuhan tahu bahwa aku benar-benar membutuhkan sentuhan kasih-Nya secara nyata untuk mengobati kesedihanku; dan Dia menggunakan retret ini untuk menyatakannya kepadaku.

Setelah pengalaman retret ini, hatiku dipenuhi dengan keinginan untuk terus membaca Sabda Tuhan, dan memperdalam pemahamanku akan ajaran Gereja. Mengikuti Ekaristi yang sebelumnya hanyalah sekedar fomalitas, tiba-tiba terasa menjadi begitu indah. Aku disadarkan bahwa pekerjaanku bukanlah hal yang paling utama di dalam hidupku, melainkan Tuhanlah yang terutama. Aku tidak lagi memusatkan hati untuk mencapai cita-citaku sendiri, melainkan mencari cara agar aku dapat lebih memuliakan Tuhan dalam hidupku, sebab Ia telah begitu mengasihi aku. Tuhan, aku bersyukur untuk karunia Roh Kudus-Mu. Kini aku mengerti bahwa melalui pencobaan, kesulitan dan penderitaan, Tuhan telah memurnikan aku. Semua itu memberikan kepadaku kekuatan dan pengharapan yang baru. Aku bersyukur bahwa Tuhan mengizinkan aku melewati penderitaan ini, sebab melaluinya Dia mengubahku menjadi manusia baru. “Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rom 5:3-5)

Sejak saat itu, aku melihat segalanya dengan sudut pandang yang berbeda. Aku mempunyai kesadaran bahwa Tuhan sungguh-sungguh mengasihi aku. Kesadaran ini mendorongku untuk terus bertumbuh di dalam iman. Syukur kepada Tuhan, bahwa setiap hari Rabu, aku dan istriku dapat bergabung dengan satu grup yang dibimbing oleh seorang Pastor. Pastor inilah yang kemudian memberikan begitu banyak pengajaran tentang iman Katolik. Kami juga melibatkan diri dalam kegiatan komunitas di Greenbelt Chapel di dekat tempat tinggal kami. Melalui komunitas ini, kami belajar lebih lagi mengenai bagaimana menjadi murid Tuhan Yesus. Ini adalah benih pertama yang mengarahkan aku untuk membuat keputusan radikal di dalam hidupku: yaitu untuk mengabdikan seluruh hidupku untuk Tuhan dan Gereja-Nya.

Di tahun 2001, aku ditugaskan oleh kantor tempatku bekerja untuk jabatan baru di Singapura. Saat itu aku percaya bahwa Tuhan menghendaki agar aku dan Ingrid melakukan sesuatu di sana demi kemuliaan nama Tuhan. Bukan hanya pekerjaan kantorku saja yang membuatku bersemangat menghadapi kepindahan ini, namun juga tentang rencana pekerjaan yang akan kami lakukan untuk Tuhan. Setibanya kami di Singapura, kami segera melibatkan diri dalam berbagai kegiatan paroki. Kebetulan kami tinggal persis di samping gereja paroki St. Bernadette. Oleh pastor paroki, kami diperkenalkan dengan komunitas Keluarga Katolik Indonesia di Singapura (KKIS) maupun komunitas lokal di paroki tersebut. Kami melibatkan diri secara aktif di dalam keduanya. Kami beryukur telah diberi kesempatan untuk membagikan pengalaman rohani yang telah kami peroleh di Filipina. Sungguh Tuhan telah memberikan kepada kami berdua, suka cita untuk melayani Dia. Melalui pengalaman ini kami semakin menemukan panggilan yang Yesus kehendaki bagi kami. Perkataan Kristus kepada Rasul Petrus menjadi hidup di dalam hati kami, “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” (Luk 5:10)

Kerinduan hati kami untuk mengikuti panggilan ini demikian kuatnya dalam hati kami berdua, maka kami berdua merencanakan untuk membaktikan kehidupan kami secara total pada kegiatan karya kerasulan. Aku memberitahukan hal ini kepada orang tuaku, dan memohon izin dari mereka. Puji Tuhan, mereka mengizinkan dan mendukung. Selanjutnya, kesempatan membicarakan hal ini dengan orang tua Ingrid datang pada kesempatan ketika mereka mengunjungi kami di Singapura. Aku berbicara kepada mereka bahwa kami ingin memberikan diri kami seutuhnya dalam karya kerasulan awam di Gereja Katolik. Pada awalnya, papa mertuaku mengatakan agar aku menunggu sampai berumur 50 tahun. Setengah jam kami berdiskusi, patokannya turun menjadi 45 tahun, dan setengah jam kemudian menjadi 40. Akhirnya, setengah jam berikutnya, ia seperti ‘menyerah’ kepada kegigihan menantunya. Ia tersenyum dan berkata, “Baiklah, terserah kamu saja”. Kemudian kami tertawa bersama, dan bahkan sempat kami berangan- angan bahwa kami akan mengajak mereka berdua turut serta untuk mengadakan karya kerasulan bersama- sama, mengingat mereka keduanya adalah dokter dan katekis. Sungguh tidak kusangka, kurang dari dua tahun sejak pembicaraan tersebut, papa mertuaku yang relatif sehat dan jarang sekali sakit, terkena infeksi pankreas dan meninggal dunia. Kenyataan ini membuatku terhenyak dan sadar bahwa hidup ini begitu singkat. Dengan keadaan kami yang secara medis tidak dapat mempunyai keturunan, namun telah merasakan kasih Tuhan yang begitu besar, apakah yang dapat kami lakukan untuk membalas kasih-Nya, sebelum kami dipanggil pulang ke rumah-Nya?  Tiba-tiba sepertinya terhampar suatu kenyataan depan kami, bahwa sesungguhnya pertemuan kami bukanlah satu kebetulan. Dua orang yang sama-sama mendaftar jurusan psikologi di kota yang berbeda, namun keduanya memutuskan mengambil jurusan arsitektur, sehingga akhirnya bertemu. Dua orang yang sebelumnya mempunyai keinginan menjadi suster dan pastor ternyata dipersatukan dalam Sakramen Perkawinan, namun secara medis tidak dapat mempunyai anak. Kebetulan? Rasanya tidak.

Kami berdua sering membicarakan dan membawa keinginan kami untuk melayani secara penuh dalam doa-doa kami. Retret di Singapura, Malaysia dan India telah kami ikuti untuk benar-benar mengetahui apakah sebenarnya yang Tuhan kehendaki dalam hidup kami. Setelah melalui proses discernment yang cukup panjang, maka di bulan September 2004, aku membuat suatu keputusan penting yang sungguh mengubah hidup kami. Aku mengundurkan diri dari pekerjaanku. Semua rekan kerjaku bertanya-tanya dan menyayangkan, mengapa aku melakukan hal ini. Namun tekadku sudah bulat.

Di akhir tahun 2004, kami berdua pulang ke Jakarta. Dengan suka cita seperti orang pulang kampung, kami langsung melibatkan diri dalam kegiatan gerejawi di paroki kami, sambil terus melakukan discernment akan langkah kami selanjutnya. Sejalan dengan bergulirnya waktu, kami semakin menyadari bahwa agar kami dapat melakukan tugas kerasulan dengan lebih baik, kami memerlukan bekal dan dasar yang kuat tentang pemahaman Kitab Suci dan ajaran Gereja Katolik. Keinginan inilah yang membawa kami terbang ke Amerika Serikat di tahun 2006, untuk mengikuti program studi S2 di bidang Teologi di Institute for Pastoral Theology (IPT), Ave Maria University.

Kepergian kami ke Amerika Serikat ini juga tidak terlepas dari dorongan dari saudara sepupu Ingrid yang bernama Maria Natalia (Lia), dan suaminya, Kyle Brownell. Mereka berdua telah lebih dahulu lulus dari program IPT di Ave Maria University, dan merekalah yang memperkenalkan program studi ini kepada kami. Awalnya kami mencari program di Filipina dan Australia dan tidak terlalu antusias untuk menuntut ilmu sampai jauh- jauh ke Amerika, tetapi rupanya Tuhan mempunyai rencana lain. Setelah kami membandingkan program teologi di Indonesia, Filipina dan Australia dengan di Amerika, akhirnya kami memutuskan untuk mengambil program teologi di Amerika.

Sebelum keberangkatan kami, ada banyak hal yang harus diperhitungkan. Namun cukuplah disebut di sini satu hal yang akhirnya memberi pengaruh besar dalam hidup kami. Dulunya kami berencana untuk menjadi semacam ‘rasul swadaya’, yang mencukupkan kebutuhan sendiri dan karya kerasulan kami dari hasil tabungan sendiri. Maka kami memutuskan untuk memberdayakan dana tabungan kami sebelum kami berangkat. Kebetulan saat itu kami bertemu dengan seorang teman yang berbaik hati menawarkan diri untuk membantu mengelola uang tabungan kami, agar kami dapat berkonsentrasi penuh kepada studi. Menyangka bahwa itu adalah ide yang baik, maka kami mempercayakan tabungan kami kepadanya. Kami tidak sedikitpun menyangsikan kebaikan dan ketulusan hatinya menolong kami. Ia menanamkan dana itu, bersama juga dengan uang tabungannya dan tabungan saudara-saudaranya pada sebuah perusahaan. Namun pada sekitar tahun pertama saat kami sudah berada di Amerika, kami menerima kabar, bahwa ternyata pimpinan perusahaan itu membawa kabur semua dana dari para penanam modal, dan itu termasuk tabungan kami. Kami masih ingat saat itu kami sangat terkejut dan kami hampir tak percaya. Setelah berkali- kali kami mencoba menghubungi teman kami, akhirnya kami berhasil berbicara dengannya melalui telepon, dan benarlah, ia mengatakan kepada kami bahwa iapun tertipu. Tabungannya sendiri dan tabungan saudara-saudaranya juga ludes. Ia dikejar perasaan bersalah dan berhari- hari tidak dapat tidur. Kami tak tahu harus mengatakan apa kepadanya.

Aku teringat saat itu adalah saat musim salju yang sangat dingin di Wisconsin. Aku memandang wajah Ingrid dengan tatapan lesu. Ingrid bertanya kepadaku, “Jadi, hilang semua, Stef?” Jawabku, “Kelihatannya begitu.” Tak ada kata-kata keluar dari mulutnya. Ia hanya memandangku dengan mata berkaca-kaca. Aku meraihnya ke dalam pelukanku, dan terbata- bata aku bertanya, “Do you still love me?” “Yes, I do,” bisiknya lirih. Kembali kami berlutut di hadapan Tuhan, dan mendaraskan doa rosario bersama. Kami disadarkan bahwa uang dan segala harta milik di dunia ini sifatnya sementara; dan untuk melayani Tuhan kami tidak dapat mengandalkan diri kami sendiri, namun pertama- tama adalah mengandalkan Tuhan. Kami diajarkan untuk tidak terikat pada uang dan berbagai kekuatiran, dan tetap mengarahkan hati kepada Tuhan agar tidak putus pengharapan. Kami juga disadarkan bahwa dalam melakukan karya kerasulan, Tuhan menginginkan banyak orang untuk terlibat di dalamnya. Dan memang, dengan keadaan ini, kami tidak dapat melakukannya sendiri. Kami menyadari bahwa kami membutuhkan bantuan orang lain. Tuhan rupanya ingin melatih kami untuk belajar kerendahan hati.

Setelah seminggu berlalu, kami akhirnya memutuskan untuk memberitahukan kabar yang mengejutkan ini kepada Lia dan Kyle. Mereka sangat kaget dan heran, “Bagaimanakah kalian dapat menyembunyikan hal ini dari kami selama seminggu ini? Kami tidak melihat perubahan apapun pada kalian sehingga kami sama sekali tidak menyangka kalian sedang mengalami musibah ini.” Lalu kami menceritakan segala sesuatunya kepada mereka, tentang rencana kami, pertemuan kami dengan teman kami itu, dan bagaimana sampai hal ini  terjadi. Untunglah kami sudah menyisihkan dana yang cukup untuk biaya kuliah sampai selesai, sehingga ada harapan bagi kami untuk terus melanjutkan kuliah, walaupun terus terang jumlahnya sangat mepet karena dalam jumlah itu kami tidak memperhitungkan semua dana yang akan kami keluarkan untuk membeli kebutuhan sehari-hari sampai kami lulus maupun jumlah kontribusi yang kami berikan untuk keluarga Kyle dan Lia. Namun seolah memahami pikiran kami, Kyle dan Lia secara spontan berkata, “From now on, do not spend your money on buying anything for our family, for any bills, and for your food. From now on, all your expenses will be on us. Give us a chance to partake in God’s work by doing this for you!” Kami sungguh terharu dan berterimakasih kepada mereka atas kasih dan ketulusan hati mereka. Betapa bersyukurnya kami memiliki kerabat yang sedemikian baik dan murah hati. Demikianlah, kami merasakan betapa besar pertolongan Tuhan, sebagaimana diajarkan oleh Rasul Paulus, “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1 Kor 10:13)

Memang ada banyak hal yang kami alami selama kami tinggal bersama Kyle dan Lia, yang semuanya manis untuk dikenang. Namun baiklah di sini kami sebutkan hal yang terutama, yaitu pengalaman kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga, khususnya dengan keempat anak mereka, yaitu Andrew, Nathan, Nicholas (yang menjadi anak baptis kami) dan Peter (serta Faustina, yang lahir kemudian di tahun 2012). Mereka adalah salah satu keluarga Katolik yang hidup seturut iman Katolik; atau tepatnya, Kyle dan Lia sungguh berusaha untuk mendidik anak- anaknya di dalam iman Katolik. Teladan keluarga merekalah yang menjadi inspirasi bagi kami untuk menulis tentang pendidikan iman Katolik pada anak- anak, dan bahwa apa yang dianjurkan oleh Gereja Katolik sesungguhnya dapat dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Kami yang hidup bersama mereka juga turut melaksanakan peran sebagai paman dan bibi yang mendukung peran orang tua mereka. Maka, tak heran teman- teman kami di sana berseloroh, “Do not compare our kids with the Brownells because they live with four theologians under the same roof!”

Pengalaman kami kuliah di IPT juga meninggalkan kesan indah yang tak terlupakan. Ada banyak saat di mana mata hati kami dibukakan akan kedalaman makna pengajaran iman Katolik; yaitu saat seolah kami dapat berseru, “Aha! Sekarang aku tahu mengapa Gereja mengajarkannya demikian.” Para dosen kami merupakan orang-orang yang istimewa, karena mereka tidak hanya sangat pandai, tetapi juga sangat rendah hati. Teladan hidup mereka memberikan kesaksian yang hidup bahwa ajaran iman itu tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari; bahwa iman adalah untuk disertai dan dibuktikan dengan perbuatan. Maka bagi kami, kuliah adalah saat pencerahan jiwa, saat kami mengalami betapa ajaran Kristus begitu hidup dan relevan untuk hidup kami, dan bahkan untuk semua orang. Kami selalu menanti-nantikan saat kuliah, seperti sedang menunggu hadiah, sebab sungguh memang hadiah-lah yang kami terima dari Tuhan, setiap kali kami memperoleh pemahaman akan suatu ajaran-Nya yang disampaikan oleh Gereja. Sesungguhnya rasa syukur yang meluap-luap inilah yang mendorong kami untuk berbagi dengan orang lain, sebab kami rindu agar semakin banyak orang dapat mengalami betapa indah dan dalamnya makna ajaran iman Katolik; yang sungguh merupakan hadiah dari Tuhan untuk kita.

Harapan dan kerinduan ini nampaknya mulai terwujud saat kami memasuki tahun kedua kuliah. Saat itu memang kami terus bertanya kepada Tuhan, tentang apakah yang dapat kami lakukan untuk membagikan pengetahuan tentang iman Katolik yang telah kami peroleh dari studi kami. Setelah kami berdua membawa intensi ini dalam doa sekitar sebulan lamanya, akhirnya kami mendapatkan jawabannya. Tepat setelah kami selesai berdoa bersama, tercetuslah satu inspirasi. Penuh antusias, aku berkata kepada Ingrid, “Mari kita membuat website Katolik!” Ingrid memandangku dan bertanya, “Tahukah kamu caranya?” Jawabku jujur, “Tidak. Tapi aku dapat belajar membuatnya.” Aku langsung mencari tahu tentang bagaimana memulainya, dan dari hasil tanya sana sini dan belajar dari internet, lahirlah situs Katolik berbahasa Indonesia, yaitu Katolisitas.org pada tanggal 31 Mei 2008. Setelah itu, kesibukan kami tidak saja berkenaan dengan mengerjakan tugas-tugas kuliah, melainkan juga tugas menjawab dan menulis artikel-artikel untuk kami tayangkan di situs. Namun kami melakukannya dengan suka cita, sebab kami percaya bahwa Tuhan-lah yang menghendaki semuanya ini.

Suka cita kami semakin penuh setelah kami berhasil menyelesaikan studi kami di tahun 2009. Ada rasa lega dan haru, namun yang terutama adalah rasa syukur. Betapa tidak, perjalanan kami yang panjang akhirnya membuahkan hasil, walaupun memang hasil ini bukan merupakan tujuan akhir kami, malahan baru merupakan awal bagi perjuangan kami selanjutnya. Kini kami telah kembali ke tanah air, dan kami berusaha semampu kami untuk terus melakukan tugas kerasulan ini demi kemuliaan Tuhan dan kebaikan Gereja-Nya. Kami bersyukur atas dukungan yang kami terima dari para pembaca situs, kerabat dan sahabat-sahabat kami, sehingga karya kerasulan ini dapat terus berlangsung. Adalah kerinduan di hati kami agar dalam keterbatasan kami, kami dapat mengambil bagian–walaupun kecil–untuk turut membangun Gereja Katolik dari dalam. Menjadi kerinduan kami agar semakin banyak orang dapat mengalami kasih Tuhan dan kemudian menanggapinya dengan rasa syukur. Adalah harapan kami agar semakin banyak umat Katolik dapat memahami betapa besar pengorbanan Kristus yang dilakukan-Nya untuk mendirikan Gereja-Nya dan menjaga-Nya selama 2000 tahun ini. Adalah kerinduan kami agar semakin banyak orang dapat mengetahui bahwa Allah yang mengasihi mereka tetap sama, dahulu, sekarang dan selamanya. Dan kasih itu mengambil nama: Yesus Kristus.

Kemuliaan kepada Bapa, Putera dan Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala abad. Amin.”

(Ditulis oleh Stefanus dan Ingrid Tay, www.katolisitas.org)

Paroki gereja Episkopal St Luke di USA, bergabung dengan Gereja Katolik

49

Satu peristiwa yang bersejarah dan sungguh patut kita syukuri di mana Tuhan berkarya bagi persatuan Gereja, telah terjadi di bulan Oktober 2011 ini. Gereja St. Luke, sebuah paroki Episkopal kecil di kota Bladensburg, Maryland, USA, menjadi gereja Episkopal pertama di Amerika (gereja Episkopal adalah gereja Anglikan yang didirikan di Amerika Serikat), yang bergabung menjadi Gereja Katolik di bawah peraturan Vatikan yang baru, yaitu peraturan yang dimaksudkan untuk merangkul saudara-saudara Kristen non- Katolik yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik.

Peraturan itu adalah dibentuknya sebuah struktur yang disebut dengan Ordinariat Anglikan. Ordinariat adalah suatu badan yang memfasilitasi kemungkinan pengorganisasian komunitas Anglikan yang ingin bergabung dengan Gereja Katolik. Ordinariat dibentuk sesuai dengan ketentuan Konstitusi Apostolik dari Paus Benediktus XVI yang dibuat pada 4 November 2009, yang berjudul Anglicanorum coetibus, yang ringkasannya sudah pernah dimuat di Katolisitas, di sini, silakan klik , atau selengkapnya di link Vatikan, silakan klik

Ordinariat yang dirancang itu membuka jalan kepada penyatuan gereja, sebuah sarana yang mengakui dan memahami kepercayaan akan dasar iman yang sama sambil tetap menghormati warisan liturgis yang dijalankan oleh gereja Anglikan.

Pendeta Mark Lewis, pemimpin jemaat St. Luke sejak tahun 2006, pada hari Minggu 9 Oktober 2011 itu, menanggalkan pakaian kebesarannya sebagai seorang imam Anglikan yang telah dijalaninya seluruh hidupnya, dan menggantinya dengan setelan jas dan dasi seorang awam. Ia duduk bersama umat gereja St. Luke di dalam Crypt Church di Basilika National Shine of the Immaculate Conception, Washington.

Kardinal Donald W. Wuerl, Uskup Agung Keuskupan Agung Washington, yang memimpin Misa penyatuan gereja St. Luke ke dalam Gereja Katolik di hari Minggu itu menyebut momen yang historis ini sebagai “suatu momen penyatuan yang penuh sukacita.” Kardinal mengatakan bahwa Keuskupan Agung Washington menghargai keterbukaan komunitas gereja St Luke terhadap bimbingan Roh Kudus di dalam perjalanan iman mereka.

Kardinal Wuerl telah terus mendukung proses transisi gereja ini yang telah dilakukan secara intensif sejak bulan Juni tahun ini, sebagaimana juga Uskup Episkopal, John Bryson Chane dari Washington.

“Saya sungguh merasa bersyukur secara mendalam kepada Kardinal dan kepada Uskup Chane atas dukungan mereka sepanjang proses permenungan untuk bergabung ini,” kata Pdt Lewis. “Kami juga mengharapkan untuk melanjutkan liturgi kami dalam tradisi Anglikan, sementara pada saat yang bersamaan menjadi satu kesatuan yang penuh dengan Tahta Suci Santo Petrus.”

Uskup Chane mengatakan bahwa proses transisi telah dicapai ‘di dalam semangat kepekaan pastoral dan saling menghormati.’ “Umat Kristiani berpindah dari satu gereja ke gereja lain dalam frekuensi yang jauh lebih tinggi daripada di masa lalu, kadang sebagai individu, kadang dalam kelompok. Saya gembira telah dapat memenuhi kebutuhan spiritual umat dan iman gereja St. Luke dalam suatu jalan yang menghormati tradisi dan kebijakan kedua belah pihak gereja”, Uskup Chane mengatakannya dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Keuskupan Agung Washington.

Hal-hal berkaitan dengan moral dan teologi telah memecah kesatuan komunitas Anglikan khususnya mengenai otoritas Injil, pentahbisan kaum homseksual dan wanita sebagai imam dan uskup, serta hal-hal yang berkaitan dengan moralitas seksual.

Pendeta Lewis, dalam sebuah suratnya kepada rekan-rekannya yang dimuat dalam website paroki, menjelaskan bahwa keputusannya untuk bergabung dengan Ordinariat bukan karena semata-mata keinginan untuk meninggalkan Anglikanisme, tetapi lebih karena kerinduannya untuk memasuki persatuan yang penuh dengan Tahta Suci Vatikan.

“Debat dalam tubuh gereja Episkopal dan komunitas Anglikan mengarah kepada lemahnya otoritas apostolik Anglikan dalam mempertahankan iman, menjaga persatuan, dan menyelesaikan aneka persoalan,” kata Pendeta Lewis lebih lanjut. Ia dan istrinya, Vickey, telah selalu berdoa dan mempelajari semua permasalahan ini dan mengatakan bahwa “hati kami semakin bergerak mendekat kepada Roma.”

Patrick Delaney, seorang pemimpin awam paroki tersebut yang berasal dari Mitchellville, juga menyebut permasalahan seputar otoritas gereja. “Di dalam gereja Episkopal, uskup-uskup di suatu tempat mengatakan satu hal dan di tempat lain mengatakan hal yang lain,” katanya kepada Washington Post. “ Itulah simpul permasalahannya. Setiap uskup mempunyai kerajaannya sendiri-sendiri.” Umat telah lama merindukan suatu otoritas religius tunggal yang jelas. Dia dan umat lainnya di St Luke mengatakan bahwa mereka sangat antusias untuk mendukung penyatuan kembali gereja Anglikan ke dalam Gereja Katolik, di mana Anglikanisme memisahkan diri di tahun 1500-an. “Saya merasa semua ini mengagumkan,” kata Delaney. “Rasanya seperti memperbaiki sejarah yang telah berumur 500 tahun,” ia berharap semakin banyak usaha untuk menjembatani perpecahan yang terjadi dalam Gereja yang telah diawali dengan Reformasi Protestan di abad ke-16. Lebih lanjut ia mengatakan, “Saya merasa seperti terbang di awan,” katanya. Bagaimana perbedaan menjadi seorang Katolik? “Saya tidak tahu apakah ada suatu perasaan yang dapat dinyatakan dengan jelas,” katanya, “selain dari rasa sukacita dan perasaan bersemangat serta tanggung jawab yang serius dari semua ini. Tetapi saya tahu bahwa saya telah menjadi orang yang berbeda sekarang.”

Pdt. Lewis mengatakan bahwa parokinya telah lama menjalankan berbagai praktek iman Katolik, namun kini ia telah memesan patung Bunda Maria yang lebih besar. Mereka merencanakan memberikan lebih banyak pengajaran mengenai berdoa Rosario dan menerima Sakramen Pengakuan Dosa, karena cukup banyak umat St. Luke yang masih perlu dibantu untuk membiasakan diri dengan hal-hal tersebut.

Pendeta Lewis memohon dukungan dan doa saat dia dan umat St. Luke berupaya untuk mempertahankan warisan Anglikan dengan kesatuan dalam Personal Ordinariate dari Gereja Katolik Roma.

Kurang lebih seratus umat dari paroki gereja St Luke, Maryland – paroki yang telah berumur 58 tahun – mendapat pengesahan untuk masuk menjadi anggota Gereja Katolik. Satu per satu, tua dan muda, orang kulit putih maupun kulit hitam, diberkati oleh Kardinal Wuerl, di dalam Misa yang dipenuhi oleh tepuk tangan sukacita.

Osita Okafor, seorang pria imigran Nigeria yang berusia 56 tahun, mendapati dirinya berada di barisan paling depan di hadapan Kardinal Wuerl untuk upacara pemberkatan. Reaksinya? “Oh, Tuhanku, pastilah aku sangat diberkati.” Seperti juga kebanyakan umat gereja St. Luke, Okafor adalah imigran dari Afrika, yaitu Nigeria. Juga banyak umat yang berasal dari Karibia.

Lewis, sang pendeta, diberkati terakhir sebagai suatu makna simbolis. “Seorang gembala yang baik harus memastikan bahwa semua kawanannya sudah selamat melewati pintu,” ujar Lewis.

Kemudian, sebagaimana dilakukan umat Katolik pada hari Minggu, mereka menyatakan di hadapan seluruh umat bahwa mereka “percaya dan mengakui bahwa segala sesuatu yang diimani, diajarkan, dan dinyatakan oleh Gereja Katolik adalah hikmat yang dinyatakan oleh Allah”.

“Selama ini kami telah menempatkan diri kami lebih dekat dengan teologi Katolik daripada teologi Protestan”, kata Lewis. “Jika Anda bukan seorang pelajar dari sebuah pendidikan teologi, Anda akan melihat bahwa sebenarnya tidak ada yang benar-benar berubah. Kejadian yang sebenarnya terjadi di dalam batin. Menjadi seorang Katolik Roma adalah sebuah perkembangan alamiah dari iman kami.”

Suatu perubahan yang cukup tampak terjadi di bulan Juni, yaitu penambahan kata-kata “untuk Benediktus, Paus kami,” di dalam doa-doa gereja St. Luke.

Umat paroki St. Luke ini akan kembali ke Bladensburg untuk merayakan Misa mereka sendiri hari Minggu depan; di mana Misa itu akan dipersembahkan oleh Mgr. Keith Newton, seorang imam Katolik yang dulu adalah seorang uskup Anglikan, yang kini mengepalai Personal Ordinariate dari Inggris dan Wales – ordinariat pertama yang didirikan setelah diterbitkannya konstitusi apostolik oleh Paus Benediktus XVI.

Lewis – yang Kardinal Wuerl memanggilnya “Pendeta Mark Lewis” di awal Misa pemberkatan itu, dan kemudian menjadi hanya “Mark Lewis” di akhir Misa, sedang mempersiapkan diri untuk menjadi seorang imam Katolik. Namun bahkan dengan proses yang dipercepat, proses itu akan memakan waktu berbulan-bulan sebelum ia dapat ditahbiskan. Atas ijin Paus memang pendeta Anglikan seperti Pdt. Lewis yang menikah dan yang sudah menjadi pendeta Anglikan sebelum penggabungan, dapat ditahbiskan menjadi imam Katolik. Namun selanjutnya, para seminarian (calon imam) berikutnya dari tradisi Anglikan ini akan mengikuti tradisi Katolik, yaitu hidup selibat sebagai imam (tidak menikah) bagi Kerajaan Allah.

Kardinal Wuerl akan mengumumkan dalam pertemuan para uskup seberapa besar minat yang telah ia temukan terhadap dibentuknya Ordinariat Amerika. Para otoritas berpikir bahwa minat itu sudah cukup tinggi untuk mereka membuat sebuah Ordinariat Amerika untuk para Anglikan yang akan berpindah ke Katolik, demikian Washington Post melaporkan.

Sampai sebuah Ordinariat resmi dibentuk untuk Amerika, umat St. Luke akan berada di bawah pengelolaan Keuskupan Agung Washington.

Pastor R. Scott Hurd, seorang Anglikan yang telah berpindah menjadi Katolik dan adalah asisten Kardinal Wuerl untuk melayani paroki-paroki Anglikan yang ingin bergabung dengan Gereja Katolik, akan memimpin St. Luke sampai Lewis siap. Ia juga mengkoordinasi pelaksanaan kelas-kelas pengajaran bagi komunitas St. Luke untuk menerangkan berbagai terminologi dasar dari iman Katolik.

Papan nama di depan gereja St. Luke yang semula bertuliskan “Paroki Anglikan St. Luke” telah dihapus dan sementara dibiarkan kosong, menantikan nama baru untuknya.

Mari kita bersyukur memanjatkan pujian kepada Allah Bapa di Surga atas peristiwa ini. Semoga semangat persatuan, perdamaian, dan persaudaraan sejati terus berkumandang di seluruh bumi dan menyatukan anak-anak-Nya dalam kesatuan kasih-Nya yang kekal, di dalam Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Dan mudah-mudahan kita sendiri sebagai umat Katolik makin bersemangat untuk mendalami dan mencintai iman kita kepada Tuhan dalam Gereja-Nya yang kudus, serta terus berjuang mempraktekkan iman dan kasih itu secara nyata dalam kehidupan kita sehari-hari.

Sumber:
Catholic News Agency, klik di link ini

Washington Post, klik di link ini

Diterjemahkan dan disarikan oleh:
Triastuti- katolisitas.org

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab