Home Blog Page 189

Misteri Paska Kristus dan Kol 1:24

2

Pertanyaan:

Saya mao tambahin dikit
Jadi apa yg kurang banyak dr perjuangan kita kita sudah ditambahkan oleh Kristus melalui Misteri Paskah dan apa yg kurang dr Penderitaan Kristus kita lengkapi dengan perjuangan kita dalam menderita demi kekudusan kita dan Tubuh-Nya yaitu Jemaat Nya bahkan kalau mao di bilang lebi luas lagi bagi seluruh Umat Manusia.

“Aku Haus” — itu adalah sebuah kebutuhan yang Tuhan inginkan dari kita agar kita penuhi.
“Aku Ingin,,,” — itu adalah sebuah kebutuhan yang Tuhan inginkan dari kita agar kita penuhi.

Tuhan tidak butuh apa2 kan dari kita sesungguh Nya. Tetapi ternyata Tuhan mao merendahkan Diri-Nya karena dia benar2 mengasihi kita dan dalam kasih Nya memutuskan membutuhkan sesuatu dari kita jadi kata2 Paulus (Kol 1:24) utk melengkapi apa yang kurang dalam penderitaan Kristus itu menjadi masuk akal semua buat saya.

Y itu pandangan saya. Semoga saya tidak berlebihan dalam melihat arti penebusan Kristus sehingga saya buat2 teori2 sperti ini. Dan saya ingin sekali di benarkan kalau ada yang salah karena saya sadar yg ngomong itu dr diri saya ga mungkin semua nya berasal dr Roh Kudus tetapi pasti ada yang dari saya.
Dan saya tidak mao seperti itu, harus benar2 dari Roh Kudus yang di ilhami kepada Gereja Katolik yang tidak akan perna sesat selama nya.

Kemuliaan kepada Bapa, Putra, Roh Kudus seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala Masa.
Terima Kasih
Tuhan memberkati.
Leo

Jawaban:

Shalom Leo,

Puncak rencana keselamatan Allah bagi manusia adalah Misteri Paska Kristus; sehingga lebih tepat jika dikatakan bahwa keselamatan kita diperoleh karena Misteri Paska Kristus, yaitu Kristus yang telah disalibkan, wafat, bangkit dan naik ke surga, untuk menebus dosa manusia. Maka keselamatan bukan pertama- tama diperoleh dari perjuangan kita dan baru kemudian ditambahkan oleh Kristus melalui Misteri Paska-Nya; melainkan pertama- tama dari Kristus -melalui Misteri Paska-Nya- namun untuk mewujudkannya diperlukan kerjasama/ partisipasi dari kita (lih. Summa Theology III, q.49, a.3). Misteri Paska Kristus ini dirayakan di dalam liturgi, dan karena itu, partisipasi kita yang aktif di dalam liturgi merupakan partisipasi kita di dalam Misteri Paska Kristus.

Katekismus mengajarkan:

KGK 1066     Dalam syahadat iman Gereja mengakui misteri Tritunggal Mahakudus dan “keputusan-Nya yang berbelas kasih” untuk seluruh ciptaan: Bapa menyelesaikan “rahasia kesukaan Allah” (Ef 1:9), dengan menganugerahkan Putera-Nya yang kekasih dan Roh Kudus demi keselamatan dunia dan demi kehormatan nama-Nya. Inilah misteri Kristus (Bdk. Ef 3:4). Ini diwahyukan dalam sejarah dan dilaksanakan menurut satu rencana, artinya menurut satu “tata” yang dipikirkan secara bijaksana, yang oleh santo Paulus dinamakan “tata misteri” (Ef 3:9), oleh tradisi para Bapa “tata Sabda yang menjadi daging atau “tata keselamatan”.

KGK 1067    “Adapun karya penebusan umat manusia dan pemuliaan Allah yang, sempurna itu telah diawali dengan karya agung Allah di tengah umat Perjanjian Lama. Karya itu diselesaikan oleh Kristus Tuhan, terutama dengan misteri Paska: sengsara-Nya yang suci, kebangkitan-Nya dari alam maut, dan kenaikan-Nya dalam kemuliaan. Dengan misteri itu Kristus menghancurkan maut kita dengan wafat Nya, dan membangun kembali hidup kita dengan kebangkitan-Nya. Sebab dari lambung Kristus yang beradu di salib muncullah Sakramen seluruh Gereja yang mengagumkan” (SC 5). Karena itu dalam liturgi, Gereja merayakan terutama misteri Paska, yang olehnya Kristus menyelesaikan karya keselamatan kita.

KGK 1068    Di dalam liturgi, Gereja mewartakan dan merayakan misteri ini, sehingga umat beriman hidup darinya dan memberi kesaksian tentangnya di dalam dunia:
“Sebab melalui liturgilah, terutama dalam kurban ilahi Ekaristi, terlaksana karya penebusan kita. Liturgi merupakan upaya yang sangat membantu kaum beriman untuk dengan penghayatan Gereja yang sejati” (SC2).

Maka Kristus, dengan kurban salib-Nya dan kebangkitan-Nya, telah menyelesaikan karya keselamatan Allah. Namun demikian, karena keselamatan Kristus diberikan kepada Tubuh-Nya (Gereja) yang masih berziarah di dunia ini, yang tidak terlepas dari penderitaan hidup, maka penyelesaian karya keselamatan di dunia ini yang sudah digenapi di dalam Kristus, terus berlangsung di dalam Gereja sampai akhir zaman. Penderitaan yang dialami oleh kita anggota Gereja inilah yang merupakan ‘apa yang kurang’ dalam penderitaan Kristus (lih. Kol 1:24).

Paus Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya tentang Makna Kristiani dalam Penderitaan Manusia (Salvifici Doloris) mengajarkan tentang makna Kol 1:24 demikian:

“24. Nevertheless, the Apostle’s experiences as a sharer in the sufferings of Christ go even further. In the Letter to the Colossians we read the words which constitute as it were the final stage of the spiritual journey in relation to suffering: “Now I rejoice in my sufferings for your sake, and in my flesh I complete what is lacking in Christ’s afflictions for the sake of his body, that is, the Church“(Col. 1: 24). And in another Letter he asks his readers: “Do you not know that your bodies are members of Christ?”(1 Cor. 6, 15).

In the Paschal Mystery Christ began the union with man in the community of the Church. The mystery of the Church is expressed in this: that already in the act of Baptism, which brings about a configuration with Christ, and then through his Sacrifice—sacramentally through the Eucharist—the Church is continually being built up spiritually as the Body of Christ. In this Body, Christ wishes to be united with every individual, and in a special way he is united with those who suffer. The words quoted above from the Letter to the Colossians bear witness to the exceptional nature of this union. For, whoever suffers in union with Christ— just as the Apostle Paul bears his “tribulations” in union with Christ— not only receives from Christ that strength already referred to but also “completes” by his suffering “what is lacking in Christ’s afflictions”. This evangelical outlook especially highlights the truth concerning the creative character of suffering. The sufferings of Christ created the good of the world’s redemption. This good in itself is inexhaustible and infinite. No man can add anything to it. But at the same time, in the mystery of the Church as his Body, Christ has in a sense opened His own redemptive suffering to all human suffering. In so far as man becomes a sharer in Christ’s sufferings—in any part of the world and at any time in history—to that extent he in his own way completes the suffering through which Christ accomplished the Redemption of the world.

Does this mean that the Redemption achieved by Christ is not complete? No. It only means that the Redemption, accomplished through satisfactory love, remains always open to all love expressed in human suffering. In this dimension—the dimension of love—the Redemption which has already been completely accomplished is, in a certain sense, constantly being accomplished. Christ achieved the Redemption completely and to the very limits but at the same time he did not bring it to a close. In this redemptive suffering, through which the Redemption of the world was accomplished, Christ opened himself from the beginning to every human suffering and constantly does so. Yes, it seems to be part of the very essence of Christ’s redemptive suffering that this suffering requires to be unceasingly completed.

Thus, with this openness to every human suffering, Christ has accomplished the world’s Redemption through His own suffering. For, at the same time, this Redemption, even though it was completely achieved by Christ’s suffering, lives on and in its own special way develops in the history of man. It lives and develops as the body of Christ, the Church, and in this dimension every human suffering, by reason of the loving union with Christ, completes the suffering of Christ. It completes that suffering just as the Church completes the redemptive work of Christ. The mystery of the Church—that body which completes in itself also Christ’s crucified and risen body—indicates at the same time the space or context in which human sufferings complete the sufferings of Christ. Only within this radius and dimension of the Church as the Body of Christ, which continually develops in space and time, can one think and speak of “what is lacking” in the sufferings of Christ. The Apostle, in fact, makes this clear when he writes of “completing what is lacking in Christ’s afflictions for the sake of his body, that is, the Church“. (Pope John Paul II, Salvifici Doloris, 24)

Melalui penjelasan ini, kita mengetahui bahwa Kristus yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu, tetap mengerjakan karya penyelamatan di dunia ini dengan melibatkan anggota- anggota Tubuh-Nya. Sebab dengan penderitaan-Nya di kayu salib, Ia membuka Diri-Nya terhadap penderitaan umat manusia, dan pada saat yang sama mengundang setiap anggota Tubuh-Nya untuk mengambil bagian di dalam penderitaan-Nya itu, yaitu dengan menyatukan segala penderitaan/ pergumulan yang kita alami di dunia ini dengan penderitaan-Nya di kayu salib yang mengatasi ruang dan waktu, agar menjadi penderitaan yang menyelamatkan (redemptive suffering) bagi umat manusia. Di sinilah kita memaknai penderitaan/ pergumulan yang kita alami di dunia ini, yaitu bahwa kita mengambil bagian di dalam penderitaan Kristus, dan dalam kesatuan dengan penderitaan-Nya itu, kita mengambil bagian pula di dalam keselamatan kekal yang dijanjikan-Nya.

Nah, penyatuan pergumulan hidup kita, segala kurban syukur maupun permohonan dengan kurban Kristus dilakukan secara istimewa dalam perayaan liturgi, terutama dalam sakramen Ekaristi. Di dalam Ekaristi kurban yang diperingati adalah kurban Kristus, namun kurban ini melibatkan kurban kita juga para anggota tubuh-Nya. Itulah sebabnya Ekaristi menjadi sumber dan puncak kehidupan kita sebagai umat Kristiani, sebab di sana kita merayakan Misteri Paska Kristus, yang menyelamatkan kita; di mana kita secara istimewa disatukan dengan Kristus Sang Kepala kita.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Seputar Adven dan Natal

54

Mengerti apa yang terjadi di seputar Natal

Setiap tahun umat Kristiani merayakan Natal. Bagi umat Katolik, perayaan Natal didahului dengan persiapan masa Natal, yaitu Masa Adven yang merupakan masa persiapan kedatangan Kristus. Bagi banyak orang, Natal dan Adven identik dengan pohon natal, kandang natal, dan hadiah natal. Namun, lebih daripada itu, hal yang terpenting dilakukan adalah persiapan rohani untuk menyambut Kristus. Namun sayangnya, banyak orang kurang mengetahui alasan dan makna di balik semua persiapan rohani yang dilakukan. Artikel ini bertujuan untuk mengupas tradisi di seputar Natal dan persiapan yang dilakukan selama masa Adven, sehingga kita yang merayakan akan semakin menghargai apa yang biasa kita lakukan.

Seputar Natal

1. Kedatangan Yesus menjadi Anno Domini

Secara tidak sadar, sebenarnya dunia mengakui kedatangan Kristus sebagai satu hal yang begitu istimewa, karena perhitungan kalendar internasional menggunakan acuan kedatangan Kristus, yaitu yang dinamakan Anno Domini (AD), artinya tahun Tuhan, untuk menandai tahun-tahun sesudah kelahiran Kristus; dan BC, yaitu singkatan dari Before Christ untuk tahun- tahun sebelum kelahiran Kristus. Dengan demikian, kedatangan Kristus membagi sejarah manusia menjadi dua, dan titik pusatnya adalah Kristus sendiri. Ini adalah kenyataan yang terjadi berabad-abad dan patokan AD dan BC akan terus berlaku sampai akhir zaman.

Namun, kalau kita mengadakan perhitungan, sebenarnya kedatangan Kristus bukanlah permulaan tahun AD, namun sekitar 7BC – 5BC. Dionysius Exiguus (470-544) adalah seorang anggota Scythian monks, yang akhirnya tinggal di Roma sekitar tahun 500. Dionysius adalah orang yang pertama kali memperkenalkan AD (Anno Domini / the year of the Lord) pada waktu dia membuat kalendar Paskah (Easter). Sistem penanggalan ini menggantikan sistem penanggalan Diocletian, karena Dionysius tidak ingin menggunakan perhitungan Diocletian, seorang Kaisar yang menganiaya jemaat Kristen di abad ke-3. Dionysius mengatakan bahwa Anno Domini dimulai 754 tahun dari pondasi Roma (A.U.C) atau tahun 1 AD, yaitu tahun dimana Yesus lahir (dalam perhitungan Dionysius). Namun berdasarkan perhitungan para ahli, terutama berdasarkan bukti sejarah dari Josephus, maka perhitungan ini tidaklah benar.

Kitab Matius mengatakan “Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem” (Mt 2:1). Josephus, seorang ahli sejarah mengatakan bahwa Raja Herodes meninggal setelah berkuasa selama 34 tahun (de facto) dari meninggalnya Antigonus dan 37 tahun (de jure) sejak Roma mengeluarkan perintah yang menyatakan bahwa dia adalah raja (Josephus, Antiquities, 17,8,1). Antigonus meninggal pada saat Marcus Agrippa dan Lucius Caninius Gallus menjadi konsulat, yaitu pada tahun 37 BC. ((Josephus, Antiquities, 14,16, 4)). Herodes menjadi raja pada saat Caius Domitias Calvinus dan Caius Asinius Pollio menjadi konsulat pada tahun 40 BC. Perhitungannya adalah sebagai berikut: Dihitung dari meninggalnya Antigonus: 37 BC – 34 = 3 BC atau dihitung dari Raja Herodes menjadi raja: 40 BC – 37 = 3 BC.

Oleh karena itu, raja Herodes dipercaya meninggal sekitar 3 BC – 5 BC, atau kemungkinan sekitar 4 BC. Hal ini dikarenakan Josephus mengatakan bahwa pada saat tahun itu juga terjadi gerhana bulan (Josephus, Antiquities, 17,6, 4). Dan gerhana bulan ini terjadi pada tahun 4 BC. Karena Herodes meninggal tahun 4 BC, maka Kristus harus lahir sebelum tahun 4 BC. Dan diperkirakan Yesus lahir beberapa tahun sebelum kematian raja Herodes. Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, para ahli percaya bahwa kelahiran Yesus adalah sekitar tahun 7 BC – 6 BC.

2. Mengapa merayakan Natal tanggal 25 Desember

Setiap tahun kita merayakan hari Natal, yaitu Hari Kelahiran Yesus Kristus. Namun mungkin banyak di antara kita yang mempunyai pertanyaan- pertanyaan sehubungan dengan perayaan Natal, setidak-tidaknya seperti tiga buah pertanyaan berikut ini. Pertama, tentang asal-usul perayaan Natal. Kedua, apa perlunya merayakan Natal, mengingat kata Natal tidak disebut dalam Kitab Suci. Ketiga, bolehkah merayakan Natal sebelum tanggal 25 Desember? ((Tiga pertanyaan dan jawaban dari pertanyaan ini dimuat di tabloid Catholic Life edisi Desember 2011))

Memang ada beberapa teori tentang asal mula hari Natal dan Tahun Baru. Menurut Catholic Encyclopedia, pesta Natal pertama kali disebut dalam “Depositio Martyrum” dalam Roman Chronograph 354 (edisi Valentini-Zucchetti (Vatican City, 1942) 2:17). ((New Catholic Encyclopedia, Vol III, The Catholic University of America, (Washington: 1967, reprint 1981), p.656)) Dan karena Depositio Martyrum ditulis sekitar tahun 336, maka disimpulkan bahwa perayaan Natal dimulai sekitar pertengahan abad ke-4.

Kita juga tidak tahu secara persis tanggal kelahiran Kristus, namun para ahli memperkirakan sekitar 8-6 BC (Sebelum Masehi). St. Yohanes Krisostomus berargumentasi bahwa Natal memang jatuh pada tanggal 25 Desember, dengan perhitungan kelahiran Yohanes Pembaptis. Karena Zakaria adalah imam agung dan hari silih (Atonement) jatuh pada tanggal 24 September, maka Yohanes Pembaptis lahir tanggal 24 Juni dan Kristus lahir enam bulan setelahnya, yaitu tanggal 25 Desember. ((Ibid.))

Ada juga sejumlah orang yang meyakini bahwa kelahiran Kristus jatuh pada tanggal 25 Desember, berdasarkan tanggal winter solstice (25 Desember dalam kalendar Julian), karena pada tanggal tersebut, matahari mulai kembali ke utara. Ada juga yang kemudian menghubungkan tanggal tersebut dengan kebiasaan kaum kafir /pagan berpesta “dies natalis Solis Invicti” (perayaan dewa Matahari); dan penetapan Kaisar Aurelian  di tahun 274, bahwa dewa matahari adalah pelindung kerajaan Roma, yang dirayakan setiap tanggal 25 Desember. ((Ibid.)) Hal serupa juga berlaku untuk tahun baru, yang dikatakan berasal dari kebiasaan suku Babilonia. Namun sejujurnya, semua itu merupakan spekulasi.

 

Penjelasan lengkap tentang hal ini dapat dibaca di sini – silakan klik.

Namun, bukankah Natal tidak pernah disebutkan dalam Kitab Suci? Mengapa kita tetap merayakan Natal? Kita tahu, bahwa tidak semua hal disebutkan di dalam Kitab Suci (lih. Yoh 21:25), termasuk kata Inkarnasi, Trinitas, Natal. Jangan lupa juga bahwa Kitab Suci pun tidak pernah menuliskan larangan untuk merayakan Natal. Satu hal yang pasti adalah kelahiran Yesus disebutkan di dalam Kitab Suci. Merayakan misteri Inkarnasi, merayakan Tuhan datang ke dunia dalam rupa manusia, merayakan bukti cinta kasih Allah kepada manusia adalah esensi dari perayaan Natal. Dengan demikian, perayaan Natal adalah hal yang sangat baik, karena seluruh umat Allah memperingati belas kasih Allah. Kalau memperingati ulang tahun anak kita adalah sesuatu yang baik – karena mengingatkan akan kasih Allah yang memberikan anak di dalam keluarga kita, maka seharusnya memperingati ulang tahun Sang Penyelamat kita adalah hal yang amat sangat baik, bahkan sudah seharusnya dilakukan.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah boleh merayakan Natal sebelum tanggal 25 Desember atau sesudah lewat masa Natal? Sebenarnya, dari pemahaman makna Adven, kita, umat Katolik,  tidak dianjurkan untuk merayakan Natal sebelum hari Natal. Sebab justru karena kita menghargai hari Natal sebagai hari yang sangat istimewa, maka kita perlu mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Persiapan ini kita lakukan dengan masa pertobatan selama 4 minggu, yaitu mengosongkan diri kita dari segala dosa yang menghalangi kita menyambut Sang Juru Selamat; agar pada hari kelahiran-Nya, kita dapat mengalami lahir-Nya Kristus secara baru di dalam hati kita. Dengan demikian, kalau kita ingin merayakan Natal bersama keluarga, mari kita rayakan setelah Malam Natal, setelah hari Natal, selama dalam 8 hari (Oktaf Natal). Gereja Katolik memang merayakan Natal sejak Malam Natal sampai hari Epifani (Minggu Pertama setelah Oktaf Natal) dan bahkan gereja-gereja memasang dekorasi Natal sampai perayaan Pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis (hari Minggu setelah tanggal 6 Januari).

3. Mengapa pohon cemara?

Sejarah pohon natal dapat ditelusuri sampai di sekitar abad ke-8, saat St. Bonifasius (675-754), seorang uskup Inggris, menyebarkan iman Katolik di Jerman. Pada saat dia meninggalkan Jerman dan pergi ke Roma sekitar 15 tahun lamanya, jemaat yang dia tinggalkan kembali lagi kepada kebiasaan mereka untuk mempersembahkan kurban berhala di bawah pohon Oak. Namun dengan berani St. Bonifasius menentang hal ini dan kemudian menebang pohon Oak tersebut. Jemaat kemudian bertanya bagaimana caranya mereka dapat merayakan Natal. Maka St. Bonifasius kemudian menunjuk kepada pohon fir atau pine, yang melambangkan damai dan kekekalan karena senantiasa hijau sepanjang tahun. Juga karena bentuknya meruncing ke atas, maka itu mengingatkan akan surga. Bentuk pohon yang berupa segitiga dan menjulang ke atas serta hijau sepanjang tahun, inilah mengingatkan kita akan misteri Trinitas, Allah yang kekal untuk selama-lamanya, yang turun ke dunia dalam diri Kristus untuk menyelamatkan manusia.

Maka walaupun memang tradisi pohon cemara tidak diperoleh dari jaman dan tempat asal Yesus, penggunaan pohon cemara tidak bertentangan dengan pengajaran Kitab Suci. Dalam hal ini, yang dipentingkan adalah maknanya: yaitu untuk mengingatkan umat Kristiani agar mengingat misteri kasih Allah Trinitas yang kekal selamanya, yang dinyatakan dengan kelahiran Yesus Sang Putera ke dunia demi menebus dosa manusia.

Tradisi Masa Adven

Begitu pentingnya peristiwa kelahiran Yesus Sang Putera, sehingga Gereja mempersiapkan umatnya untuk memperingatinya; dan masa persiapan ini dikenal dengan masa Adven. Kata “adven” sendiri berasal dari kata “adventus” dari bahasa Latin, yang artinya “kedatangan”. Masa Adven yang kita kenal saat ini sebenarnya telah melalui perkembangan yang cukup panjang. Pada tahun 590, sinode di Macon, Gaul, menetapkan masa pertobatan dan persiapan kedatangan Kristus. Kita juga menemukan bukti dari homili Minggu ke-2 masa Adven dari St. Gregorius Agung (Masa kepausan 590-604). Dari Gelasian Sacramentary, kita dapat melihat adanya 5 minggu masa Adven, yang kemudian diubah menjadi 4 minggu oleh Paus Gregorius VII (1073-1085). Sampai sekarang, masa Adven ini dimulai dari hari Minggu terdekat dengan tanggal 30 November (hari raya St. Andreas) selama 4 minggu ke depan sampai kepada hari Natal pada tanggal 25 Desember.

Masa Adven ini berkaitan dengan permenungan akan kedatangan Kristus. Kristus memang telah datang ke dunia, Ia akan datang kembali di akhir zaman; namun Ia tidak pernah meninggalkan Gereja-Nya dan selalu hadir di tengah- tengah umat-Nya. Maka dikatakan bahwa peringatan Adven merupakan perayaan akan tiga hal: peringatan akan kedatangan Kristus yang pertama di dunia, kehadiran-Nya di tengah Gereja, dan penantian akan kedatangan-Nya kembali di akhir zaman. Maka kata “Adven” harus dimaknai dengan arti yang penuh, yaitu: dulu, sekarang dan di waktu yang akan datang.

Ini adalah dasar dari pengertian tiga macam kedatangan Kristus yang dipahami Gereja Katolik. Pemahaman ini menjiwai persiapan rohani umat; dan hal ini tercermin dalam perayaan liturgi dalam Gereja Katolik. Sebab di antara kedatangan-Nya yang pertama di Betlehem dan kedatangan-Nya yang kedua di akhir zaman, Kristus tetap datang dan hadir di tengah umat-Nya. Hanya saja, masa Adven menjadi istimewa karena secara khusus Gereja mempersiapkan diri untuk memperingati peristiwa besar penjelmaan Tuhan, menjelang peringatan hari kelahiran-Nya di dunia.

Katekismus Gereja Katolik (KGK, 524) menuliskan:

KGK, 524 Dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua (Bdk. Why 22:17.). Dengan merayakan kelahiran dan mati syahid sang perintis, Gereja menyatukan diri dengan kerinduannya: “Ia harus makin besar dan aku harus makin kecil” (Yoh 3:30).

Pada masa Adven, umat Katolik sering melakukan ulah kesalehan yang baik, yang berakar selama berabad-abad. Ulah kesalehan ini bertujuan untuk membantu mempersiapkan umat dalam menyambut kedatangan Sang Mesias. ((Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen, Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi, Asas-asas dan pedoman, 97)) Semua ulah kesalehan ini mengingatkan umat akan Sang Mesias yang sebelumnya telah dinubuatkan melalui perantaraan para nabi dalam Perjanjian Lama. Ulah kesalehan ini juga mengingatkan umat Allah akan Kristus yang lahir dari Perawan Maria dengan begitu banyak kesulitan, yang akhirnya terlahir, namun terlahir di kandang, di tempat yang kurang layak. Mari sekarang kita membahas persiapan rohani yang terkait dengan masa Adven.

1. Persiapan spiritual

Karena masa Adven adalah masa penantian yang harus diisi dengan pertobatan, sehingga kita mempersiapkan diri kita untuk menyambut kedatangan Kristus, maka sudah seharusnya umat Allah mempersiapkan diri secara spiritual. Persiapan yang terbaik adalah dengan lebih sering menerima Sakramen Ekaristi dan juga menerima Sakramen Tobat. Sakramen Ekaristi menyadarkan kita akan kasih Allah yang memberikan Putera-Nya untuk bersatu dengan kita, yang dimulai dengan peristiwa Inkarnasi. Sakramen Tobat menyadarkan kita bahwa kita sebenarnya tidak layak menyambut Kristus karena dosa-dosa kita, namun Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan kita dari belenggu dosa. Masa Adven adalah waktu yang tepat untuk terus bertekun dalam doa-doa pribadi dan membaca Kitab Suci. Sungguh baik kalau kita dapat mengikuti bacaan Kitab Suci mengikuti kalender Gereja, karena bacaan-bacaan telah disusun sedemikian rupa untuk mempersiapkan kita menyambut Sang Mesias.

Dalam masa Adven ini, ada sebagian umat yang juga menjalankan Novena Maria dikandung Tanpa Noda, Novena Natal dan Novena Kanak- kanak Yesus. Karena Gereja memperingati Maria dikandung Tanpa Noda (Immaculate Conception) pada tanggal 9 Desember, maka penghormatan kepada Bunda Maria, yang melahirkan Kristus juga dipandang sebagai devosi yang baik. Jika devosi ini dilaksanakan, maka sebaiknya menonjolkan teks-teks profetis, mulai dari Kej 3:15 dan berakhir pada kabar gembira dari malaikat Gabriel kepada Maria, yang penuh rahmat. ((Ibid., 102))

2. Lingkaran Adven

Lingkaran Adven (Adven wreath) adalah satu lingkaran yang biasanya terbuat dari daun-daun segar, dengan empat lilin. Pada awal mulanya, sebelum kekristenan berkembang di Jerman, orang- orang telah menggunakan lingkaran daun, yang atasnya dipasang lilin untuk memberikan pengharapan bahwa musim dingin yang gelap akan lewat. Di abad pertengahan, umat Kristen mengadaptasi kebiasaan ini dan memberikan makna yang baru pada lingkaran daun ini menjadi lingkaran Adven, untuk menantikan kedatangan Mesias, Sang Terang. Dikatakan bahwa penyalaan lilin yang bertambah minggu demi minggu sampai hari Natal merupakan permenungan akan tahapan karya keselamatan Allah sebelum kedatangan Kristus, yang adalah Sang Terang Dunia, yang akan menghapuskan kegelapan. (Ibid, 98))

Di dalam dokumen Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi, tidak disebutkan warna lilin yang digunakan, sehingga umat dapat menggunakan lilin warna putih ataupun ungu. Karena masa Adven juga menjadi masa pertobatan, maka lilin dapat menggunakan warna ungu, yang menjadi simbol pertobatan. Kemudian di Minggu ke-3, atau disebut minggu Gaudete atau minggu sukacita, dipasang lilin berwarna merah muda, yang menyatakan sukacita karena masa penantiaan akan telah berjalan setengah dan akan berakhir. Ada juga kebiasaan, yang meletakkan lilin putih di tengah, yang dinyalakan saat masa Adven selesai, yang menyatakan bahwa Kristus telah datang.

3. Antifon Tujuh ‘O’

Gereja Katolik mengharuskan para imam untuk berdoa liturgi harian (Liturgy of the hour atau Brevier). Walaupun doa ini diperuntukkan untuk para imam, namun kaum awam juga dianjurkan untuk mendoakannya. Dengan demikian, alangkah baik, kalau pada tanggal 17-23, juga diadakan ibadah sore bersama-sama di Gereja. Doa ini begitu indah dan dalam, sehingga seseorang dapat berdoa bersama dengan Gereja, doa berdasarkan Sabda Tuhan, dan doa bersama dengan para santa-santo yang dirayakan dalam liturgi Gereja. Dalam masa Adven, tujuh hari sebelum Natal, yaitu tanggal 17-23 Desember, didoakan antifon sebagai berikut: O Sapientia (O Kebijaksanaan), O Adonai (O Tuhan), O Radix Jesse (O Pangkal Isai), O Clavis David (O Kunci Daud), O Oriens (O Bintang Fajar), O Rex Gentium (O Raja Segala Bangsa), O Emmanuel (O Imanuel / O Tuhan beserta kita). Kalau kita mengambil inisial dari doa tersebut mulai dari sebutan yang terakhir, maka akan membentuk kalimat  “ERO CRAS”, yang artinya Besok, Aku akan datang. Jadi, masa penantian dalam masa Adven senantiasa dibarengi dengan pengharapan akan kedatangan Sang Imanuel.

Antifon ini menggambarkan kerinduan akan kedatangan Sang Mesias. Dia yang merupakan Sabda Allah (O, Kebijaksanaan), yang akan mengajarkan manusia jalan Allah dengan cara Sang Sabda yang adalah Allah menjadi manusia (lih. Yoh 1:1). Bagaimana pemenuhan dari janji ini? Hal ini dipenuhi secara bertahap, dengan menggambarkan beberapa karakter. Kalau sebelum-Nya Allah menyatakan hukum-hukumnya dalam dua loh batu, maka nanti Dia akan menyatakannya lewat sebuah Pribadi (O Adonai). Pribadi ini akan datang dari keturunan Daud (O Radix Jesse), yang menggambarkan Inkarnasi, di mana semua raja akan bertekuk lutut. Dia mempunyai kekuasaan tak terbatas, yang digambarkan sebagai kunci Daud (O Clavis David), di mana Dia akan mengangkat manusia dari keterpurukan. Dia akan memberikan terang (O Oriens) kepada bangsa-bangsa. Terang ini menyinari semua orang, baik bangsa Yahudi maupun non-Yahudi, dan Dia akan menjadi raja segala bangsa (O Rex Gentium). Dia akan datang kepada umat manusia dan akan menyertai (O Emmanuel) umat manusia. Itulah harapan dari umat manusia akan kedatangan Sang Penyelamat. Dan dari rangkaian tujuh O Antifon, maka seolah-olah Yesus menjawab kerinduan ini, dengan mengatakan ERO CRAS atau ‘Besok, Aku akan datang’. Mari kita melihat satu persatu dari antifon ini:

17 Desember (O Sapientia)

O Kebijaksanaan, yang mengalir dari Sabda yang Maha Tinggi, menggapai dari ujung ke ujung dengan penuh kuasa, dan dengan gembira memberikan segala sesuatu; datang dan ajarlah kami jalan kebijaksanaan.

“Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN; ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN. Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang.” (Yes 11:2-3)

“Dan inipun datangnya dari TUHAN semesta alam; Ia ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan.” (Yes 28:29)

18 Desember (O Adonai)

O Tuhan dan Penguasa dari bangsa Israel, yang telah menampakkan diri kepada Musa dari dalam semak terbakar, dan telah memberikan kepadanya hukum di Sinai: datang dan bebaskanlah kami dengan rengkuhan lengan-Mu.

“Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik. Ia tidak akan menyimpang dari kebenaran dan kesetiaan, seperti ikat pinggang tetap terikat pada pinggang.” (Yes 11:4-5)

“Sebab TUHAN ialah Hakim kita, TUHAN ialah yang memberi hukum bagi kita; TUHAN ialah Raja kita, Dia akan menyelamatkan kita.” (Yes 33:22)

19 Desember (O Radix Jesse)

O Pangkal Isai, yang berdiri sebagai tanda bagi orang-orang, yang di hadapan-Nya, seluruh raja tidak dapat membuka mulut mereka; yang kepada-Nya seluruh bangsa harus berdoa: datang dan bebaskanlah kami, janganlah menunda lagi.

“Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah.” (Yes 11:1)

“Maka pada waktu itu taruk dari pangkal Isai akan berdiri sebagai panji-panji bagi bangsa-bangsa; dia akan dicari oleh suku-suku bangsa dan tempat kediamannya akan menjadi mulia.” (Yes 11:10)

20 Desember (O Clavis David)

O Kunci Daud, dan tongkat dari bangsa Israel; Yang mana apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka: datang dan pimpinlah tawanan dari rumah penjara, dan dia yang duduk dalam kegelapan dan bayang-bayang maut.

“Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.” (Yes 22:22)

“Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.” (Yes 9:7)

“untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara.” (Yes 42:7)

21 Desember (O Oriens)

O Fajar Timur, Cahaya kemegahan abadi, dan matahari keadilan: Datang dan terangilah mereka yang duduk dalam kegelapan, dan bayang-bayang maut.

“Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar.” (Yes 9:1)

“Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu. Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu.” (Yes 60:1-2)

“Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya. Kamu akan keluar dan berjingkrak-jingkrak seperti anak lembu lepas kandang.” (Mal 4:2)

22 Desember (O Rex Gentium)

O Raja Segala Bangsa, dan yang dirindukan, Batu penjuru yang membuat bangsa Yahudi dan non-Yahudi menjadi satu: datang dan selamatkanlah manusia, yang telah Engkau ciptakan dari debu tanah.

“Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.” (Yes 9:6)

“Ia akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa dan akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa; maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang.” (Yes 2:4)

“sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: “Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!” (Yes 28:16)

23 Desember (O Emmanuel)

O Imanuel, Raja dan Pemberi hukum kami, harapan dari semua bangsa dan keselamatan mereka: datang dan selamatkanlah kami, O Tuhan Allah kami.

“Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.” (Yes 7:14)

Mempersiapkan Natal dengan sungguh dan menangkap arti Natal

Dari pemaparan di atas, maka sesungguhnya menjadi jelas, bahwa masa Adven adalah masa persiapan untuk menyambut kedatangan Kristus, yang harus diisi dengan pertobatan, yaitu membersihkan rumah hati kita, agar Kristus dapat lahir kembali di hati kita. Kalau kita mempersiapkan diri dengan baik, maka kita akan mengalami Kristus yang hadir di dalam hati kita, sehingga kita juga akan mempunyai tujuan yang sama dengan Inkarnasi Kristus, yaitu untuk mengasihi dengan memberikan diri kepada sesama kita. Dengan kata lain, Natal mengingatkan kita untuk dapat berbagi kasih dengan sesama. Mari, pada masa Adven ini, kita mempersiapkan diri kita dengan sebaik-baiknya. Datanglah ya Tuhan, lahirlah secara baru di dalam hatiku…..!

Apakah Gereja Katolik asalnya dari Kaisar Konstantin?

6

[Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sebenarnya diletakkan di bawah artikel, “Mengapa memilih Gereja Katolik?”, silakan klik, namun karena komentar ini mengemukakan topik baru (meskipun topik serupa sudah pernah dibahas di beberapa jawaban di situs ini), maka kami pisahkan menjadi topik tersendiri]

Pertanyaan:

Shalom Katolisitas, sebuah penjelasan yang bagus tetapi ijinkan saya mengutip apa yang saya baca tentang gereja Katolik dibawah ini:

Kalau kekatolikan dimaksud agama GRK maka menurut apa yang saya baca didalam sejarah kesimpulannya kalau tidak ada ajaran kekatolikan GRK tsb maka Maria tidak akan mengalami distorsi pengajaran.

Saya mencoba menyumbangkan apa yang saya baca mengenai sejarah sinkretisme dengan paganisme memang dimulai sejak Raja Constantine berkuasa di Roma.

Sejak Constantine berkuasa tahun 312 M di Roma Barat bersama iparnya Licinus yang menguasai Roma Timur mereka berdua mengeluarkan “Edik Milano” tahun 313 dimana ditetapkan bahwa gereja mendapat kebebasan sepenuh-penuhnya untuk beribadah. Sejak saat itulah gereja berhenti dianiaya.

Gereja mulai berdamai dengan negara dan lama kelamaan kedudukan gereja meningkat dan kedudukannya semakin kokoh serta banyak mendapat fasilitas bantuan dari negara.

Setelah Constantine mengalahkan Licinus dan menguasai seluruh Roma tahun 324 Constantine mulai berusaha menyatukan kuasa agama dan negara ditangan satu orang yaitu dirinya sendiri. Tetapi barulah tahun 380 Gereja diresmikan menjadi ‘Gereja Negara’ oleh kaisar Theodosius.

Sejak berkuasa penuh Constantine membasmi semua gereja gereja sekte diluar gereja yang mulai disebut sebagai Gereja Roma Katolik (GRK). Dari sebelumnya gereja teraniaya sekarang gereja yang menganiaya gereja sekte lainnya seperti Marcion,Montanus,Novatinus dll.

Sebenarnya dari segi kemurnian ajaran maka perpaduan antara kuasa agama dan politik ini sangat merugikan gereja,gereja menjadi lebih diduniawikan dan mulai terjadi sinkretisme dengan agama atau lebih tepat disebut kebudayaan Romawi yaitu menyembah berbagai dewa dewi.

Bahwa gereja berada dibawah perlindungan kaisar membuat pemimpin gereja sungkan dan takluk kepada kehendak kaisar sehingga benih benih penyembahan berhala tidak kuasa dibendung lagi masuk kedalam ajaran gereja.

Karena Kekristenan menjadi agama resmi negara maka motivasi orang orang untuk masuk menjadi angggota gereja sudah terkontaminasi bukan saja karena iman tetapi juga gengsi dan kehormatan diri.

Inilah masa dimulainya proses sekularisasi dan sinkretisme gereja dimana tradisi paganisme mulai mewarnai gereja seperti upacara kebaktian yang megah,jubah jubah mewah,lilin,kemenyan,gedung gereja yang besar dan megah,dll.

Secara lahiriah Gereja masih disebut Kristen tetapi kesalehan para pengurusnya bercorak kafir karena mulai menggunakan berbagai perangkat penyembahan patung patung dan relikwi,menghormati orang kudus,malaikat,dan Maria.

Orang orang kafir masuk Kristen kehilangan dewa dewi mereka yang dapat memberikan pertolongan selama ini dalam rupa rupa kesulitan sekarang pengganti mereka diangkatlah orang orang kudus. Hari raya dewa dewa diganti menjadi hari raya Gereja untuk memuja orang kudus. Ibadah pada dewa dewi dijadikan ibadah kepada Maria selaku ‘Bunda Allah’ yang memelihara dan melindungi segala orang percaya.

Demikianlah sekilas asal mula GRK.

Sumber : Sejarah Gereja (Dr.Berkhof ; Dr.L.H.Enklaar).

Jawaban:

Shalom David,

1. Gereja Katolik baru lahir di zaman Raja Konstantin?

Gereja Katolik sudah ada sebelum Kaisar Konstantin. Sebutan “Katolik” untuk Gereja sudah mulai dikenal di zaman abad- abad awal, jadi bukan baru ada pada abad ke-4 di zaman Kaisar Konstantin. Untuk mengetahui kebenaran tentang hal ini, seseorang perlu mengetahui terlebih dahulu sejak kapan istilah “katolik” itu mulai dipakai dalam kesatuan dengan istilah Gereja.

Istilah ‘katolik’ bukan istilah baru, karena sudah dikenal sejak zaman Santo Polycarpus (murid Rasul Yohanes) untuk menggambarkan iman Kristiani, bahkan pada jaman para rasul. Kis 9:31 menuliskan asal mula kata Gereja Katolik (katholikos) yang berasal dari kata “Ekklesia Katha Holos“. Ayatnya berbunyi, “Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus; Di sini kata “Katha holos atau katholikos; dalam bahasa Indonesia adalah jemaat/ umat Seluruh/ Universal atau Gereja Katolik, sehingga kalau ingin diterjemahkan secara konsisten, maka Kis 9:31, bunyinya adalah, “Selama beberapa waktu Gereja Katolik di Yudea, Galilea, dan Samaria berada dalam keadaan damai.

Namun istilah ‘Gereja Katolik’ resmi dikenal dan digunakan sebagai nama/ sebutan Gereja pada awal abad ke-2 (tahun 107), ketika Santo Ignatius dari Antiokhia menjelaskan dalam suratnya kepada jemaat di Smyrna 8, untuk menyatakan Gereja Katolik sebagai Gereja satu-satunya yang didirikan Yesus, untuk membedakan umat Kristen dari para heretik pada saat itu yang menolak bahwa Yesus adalah Allah yang sungguh-sungguh menjelma menjadi manusia, yaitu heresi/ bidaah Docetism dan Gnosticism. Dengan surat ini St. Ignatius mengajarkan tentang hirarki Gereja, imam, dan Ekaristi yang bertujuan untuk menunjukkan kesatuan Gereja dan kesetiaan Gereja kepada ajaran yang diajarkan oleh Kristus. . Demikian kutipannya:

“…Di mana uskup berada, maka di sana pula umat berada, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, maka di sana juga ada Gereja Katolik.” (St. Ignatius of Antioch, Letter to Smyrnaeans, 8)

Sejak saat itu Gereja Katolik memiliki arti yang kurang lebih sama dengan yang kita ketahui sekarang, yaitu bahwa Gereja Katolik adalah Gereja universal di bawah pimpinan para uskup yang mengajarkan doktrin yang lengkap, sesuai dengan yang diajarkan Kristus; namun sebenarnya asal usul Gereja Katolik tetaplah adalah Gereja yang satu dan sama, yang didirikan Kristus di atas Rasul Petrus yang resmi dilahirkan di hari Pentakosta sekitar tahun 30.

Kata ‘Katolik’ sendiri berasal dari bahasa Yunani, katholikos, yang artinya “keseluruhan/ universal; atau “lengkap “. Jadi dalam hal ini kata katolik mempunyai dua arti: bahwa Gereja yang didirikan Yesus ini bukan hanya milik suku tertentu atau kelompok eksklusif yang terbatas; melainkan mencakup ‘keseluruhan‘ keluarga Tuhan yang ada di ‘seluruh dunia‘, yang merangkul semua, dari setiap suku, bangsa, kaum dan bahasa (Why 7:9). Kata ‘katolik’ juga berarti bahwa Gereja tidak dapat memilih-milih doktrin yang tertentu asal cocok sesuai dengan selera/ pendapat kita, tetapi harus doktrin yang setia kepada ‘seluruh‘ kebenaran. Rasul Paulus mengatakan bahwa hakekatnya seorang rasul adalah untuk menjadi pengajar yang ‘katolik’ artinya yang “meneruskan firman-Nya (Allah) dengan sepenuhnya…. tiap-tiap orang kami nasihati  dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.” (Kol 1:25, 28). Maka, Gereja Kristus disebut sebagai katolik (= universal) sebab ia dikurniakan kepada segala bangsa, oleh karena Allah Bapa adalah Pencipta segala bangsa. Jadi Gereja Katolik adalah Gereja universal di bawah pimpinan para uskup yang mengajarkan doktrin yang lengkap, sesuai dengan yang diajarkan Kristus.

Jadi nampaknya sumber yang Anda kutip itu tidak melihat/ mengutip bukti sejarah yang menuliskan bahwa istilah “Gereja Katolik” sudah ada sebelum zaman Konstantin. Untuk memahami suatu kebenaran sejarah Gereja, seseorang perlu mengacu kepada fakta- fakta sejarah abad- abad awal, yaitu tulisan para Bapa Gereja dan tidak boleh membatasi diri hanya kepada konsepnya sendiri bahwa ‘karena Gereja Katolik mulai berkembang di abad ke-4 maka mestinya Gereja Katolik baru lahir di abad ke-4’. Konsepsi ini tidak benar.

Ajaran Marcion berkembang tahun 110 (abad ke-2) demikian pula Montanism, sedangkan Docetism dan Gnosticism berkembang sejak abad ke-1; mereka sudah disebut oleh Rasul Paulus sebagai orang- orang yang mengajarkan “injil yang lain” daripada injil yang diajarkan oleh para rasul (2 Kor 11:4, Gal 1:6). Para rasul mengingatkan agar jemaat tidak terpengaruh oleh ajaran mereka, dan timbullah istilah Gereja Katolik, untuk membedakan antara Gereja yang berlandaskan ajaran Kristus dan para rasul dengan gereja-gereja yang didirikan oleh orang (orang- orang) yang tidak mempunyai kesatuan dengan para rasul, walaupun mereka mengaku sebagai pengikut Kristus. Jadi istilah “Gereja Katolik” itu bukan baru timbul sesudah abad ke-4 oleh Kaisar Konstantin, tetapi sudah ada sejak abad awal (abad 1 dan 2).

2. Ajaran Gereja Katolik tercemar oleh ajaran bangsa pagan dengan adanya ajaran tentang ‘orang- orang kudus’ ?

Ajaran tentang persekutuan orang kudus dan penghormatan kepada orang- orang kudus ini sudah ada sejak abad- abad awal. Silakan membaca di sini tentang hal itu, silakan klik, yaitu point ke-2.

Penghormatan orang kudus berawal dari penghormatan jemaat perdana kepada para martir, yaitu mereka yang bersedia menyerahkan nyawanya demi mempertahankan iman akan Kristus. Kebiasaan ini mempunyai dasar pemahaman bahwa persatuan umat beriman di dalam Kristus tidak terceraikan oleh apapun, bahkan oleh maut (lih. Rom 8:38-39). Para orang kudus dan martir yang telah mendahului kita telah menjadi orang- orang yang telah dibenarkan Tuhan sehingga doa- doa mereka besar kuasanya (lih. Yak 5:16). Gereja tidak menyembah orang- orang kudus, namun menghormati mereka dan memohon dukungan doa mereka, silakan membaca lebih lanjut dasarnya di sini, silakan klik

Sedangkan penghormatan terhadap Bunda Maria dan tentang istilah Maria sebagai Bunda Allah, itu sumbernya adalah dari Kitab Suci, yang sudah ada di abad pertama, jauh sebelum jaman Kaisar Konstantin. Silakan membaca di sini untuk topik tersebut:

Mengapa Maria disebut Bunda Allah?
Mengapa umat Katolik menghomati Bunda Maria?

Selanjutnya silakan membaca tentang topik-topik tentang Bunda Maria di situs ini, yang semuanya mempunyai dasar dari Kitab Suci dan Tradisi Suci para rasul.

Memang sebagian dari informasi yang Anda tuliskan itu benar, yaitu tentang Edict Milan (Edik Milano 313), yang cukup berperan dalam perkembangan Gereja, karena sejak saat itu anggota- anggota Gereja tidak lagi dianiaya dan dikejar- kejar untuk dihukum mati. Lalu adalah juga benar bahwa bangsa Romawi itu dulu memuja/ menyembah banyak dewa dewi, kita bahkan masih dapat melihat hal ini dari bukti arkeologis yang ditemukan di sana. Juga adalah benar, bahwa Gereja pada abad itu menghormati para orang kudus. Tetapi adalah keliru kalau penghormatan orang kudus itu dihubungkan dengan kebiasaan bangsa Romawi untuk memuja dewa- dewi. Juga keliru kalau dikatakan bahwa pemimpin Gereja sungkan dengan Kaisar sehingga mengikuti kebiasaannya. Hal ‘sungkan’ ini merupakan hipotesa sang penulis kisah sejarah yang Anda kutip, namun tidak cocok dengan tulisan para Bapa Gereja sejak abad awal, yang tentu lebih dapat dipercaya, karena mereka merupakan para penerus Rasul. Para Bapa Gereja tersebut menuliskan bagaimana jemaat sejak awal telah memberikan penghormatan kepada para martir/ para kudus yang mendahului mereka. Lagipula, Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan pemujaan/ penyembahan kepada para orang kudus, namun hanya menghormatinya saja, dan menjadikan mereka sebagai teladan iman. Silakan membaca di sini silakan klik tentang perbedaan antara penyembahan (Latria) yang hanya diberikan kepada Allah dan penghormatan (Dulia) yang diberikan kepada orang-orang kudus.

3. Tentang hal- hal lain

a. Jubah keagamaan dan bahkan warna- warnanya yang dipakai oleh para Uskup dan Paus mengacu kepada apa yang dituliskan untuk pakaian para imam Lewi dalam kitab Perjanjian Lama (lih. Kel 28:1-43; Kel 39:1-31) pada saat memimpin jemaat Allah; demikian pula jubah disebutkan dalam Kitab Wahyu sebagai pakaian bagi para orang kudus yang melayani Allah siang dan malam (lih. Why 7:14-15). Maka jubah dan warna- warnanya adalah pilihan Allah sendiri bagi imam-Nya sebagai para pelayan jemaat-Nya. Jadi kalau Gereja Katolik memakai warna- warna tersebut, itu adalah karena Allah sendiri menghendakinya, sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci.

b. Penggunaan kemenyan juga memiliki dasar Kitab Suci (lih. Mzm 141:1-2; Why 8:3-4; Kel 30:34-37), demikian pula air untuk pemurnian (lih. Ibr 10:22; Yeh 36:25), dan minyak untuk pengurapan (lih. 1 Sam 16:13; Yak 5:14).

c. Penyalaan lilin pada saat ibadah, juga tidak dapat dilepaskan dengan dua hal, pertama akan pesan Kristus Sang Terang dunia (lih. Yoh 8:12), agar kita sebagai murid- murid-Nya juga dapat menjadi terang bagi dunia (lih. Mat 5:14), dengan memancarkan terang kita terima dari Kristus. Kedua, jika kita melihat ke dalam sejarah Gereja, kebiasaan menyalakan lilin di altar juga berhubungan dengan perayaan Ekaristi di gereja- gereja katakomba (bawah tanah) ataupun di tempat- tempat tersembunyi yang gelap, menghindari penangkapan dari pihak penguasa di abad- abad awal. Maka di sini penyalaan lilin mempunyai makna simbolis, namun juga fungsional, dan tidak ada kaitannya dengan filsafat kafir.

Selanjutnya tentang keberatan- keberatan lain sudah pernah dibahas di topik ini, silakan klik.

Demikianlah David, tanggapan kami atas komentar Anda, semoga menjadi masukan bagi Anda.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Cara Menerima Komuni dua rupa

27

Pada waktu kita mengikuti perayaan Ekaristi, maka seringnya kita hanya menerima komuni satu rupa. Namun, dalam beberapa kesempatan, kita juga dapat menerima komuni dua rupa. Dalam kondisi seperti ini, banyak orang yang bingung bagaimana cara menerima komuni dua rupa secara benar. Berikut ini adalah ketentuan untuk penerimaan Komuni dua rupa seperti yang tertulis dalam PUMR (Pedoman Umum Misale Romawi):

PUMR 286    Kalau Darah Kristus disambut dengan minum dari piala, sesudah menyambut Tubuh Kristus, orang yang menyambut menghadap petugas yang melayani piala, dan berdiri di depannya. Pelayan berkata: Darah Kristus, penyambut menjawab: Amin. Lalu pelayan menyerahkan piala kepada penyambut. Penyambut memegang sendiri piala itu dan minum darinya, lalu mengembalikan piala kepada pelayan. Kemudian, penyambut kembali ke tempat duduk, dan sementara itu pelayan membersihkan bibir piala dengan purifikatorium.

PUMR 287    Kalau komuni dua rupa dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam anggur, tiap penyambut, sambil memegang patena di bawah dagu, menghadap imam yang memegang piala. Di samping imam berdiri pelayan yang memegang bejana kudus berisi hosti. Imam mengambil hosti, mencelupkan sebagian ke dalam piala, memperlihatkannya kepada penyambut sambil berkata: Tubuh dan Darah Kristus. Penyambut menjawab: Amin, lalu menerima hosti dengan mulut, dan kemudian kembali ke tempat duduk.

Maka memang sebelum mengadakan Komuni dalam dua rupa harus dipersiapkan dua hal ini:

PUMR 285    Yang harus disiapkan untuk komuni dua rupa ialah:

a. kalau komuni- anggur dilaksanakan dengan minum langsung dari piala, hendaknya disiapkan beberapa piala atau satu piala yang cukup besar. Tetapi hendaknya diusahakan jangan sampai Darah Kristus tersisa terlalu banyak.

b. kalau komuni- anggur dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam piala, hendaknya disiapkan hosti- hosti yang tidak terlalu kecil dan tipis, tetapi lebih tebal daripada biasanya, supaya sesudah dicelupkan masih dapat diberikan dengan mudah kepada orang yang menyambut.

Harap diketahui bahwa menurut ketentuan, tidak boleh digunakan cara bahwa si penyambut mencelupkan sendiri hosti ke dalam piala sebelum kemudian memakannya. Sayangnya cara ini yang kadang dilakukan di Indonesia, seperti halnya pada banyak umat yang mengalaminya. Namun, jika kita sudah mengetahui ketentuan ini, maka sungguh baik kalau kita dapat menemui Pastor untuk menyampaikan ketentuan dari PUMR ini; supaya di kemudian hari mereka dapat melakukan Komuni dua rupa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab biar bagaimanapun dari segi maknanya, Komuni adalah sesuatu yang dibagikan, dan bukan sesuatu yang diambil sendiri.

PUMR 160… Umat tidak diperkenankan mengambil sendiri roti kudus atau piala, apalagi saling memberikannya antar mereka. Umat menyambut entah sambil berlutut atau sambil berdiri, sesuai dengan ketentuan Konferensi Uskup. Tetapi, kalau menyambut sambil berdiri, dianjurkan agar sebelum menyambut Tubuh (dan Darah) Tuhan mereka menyatakan tanda hormat yang serasi, sebagaimana ditentukan dalam kaidah- kaidah mengenai komuni.

Dalam dokumen Redemptionis Sacramentum (RS, 94 dan 104) terjemahan KWI, 2004, dikatakan dengan jelas larangan ini demikian “[94.] Umat tidak diizinkan mengambil sendiri -apalagi meneruskan kepada orang lain- Hosti kudus atau piala kudus. Dalam konteks ini harus ditinggalkan juga penyimpangan di mana kedua mempelai saling menerimakan komuni dalam Misa Perkawinan.” Artinya hosti dan piala yang sudah dikonsekrasikan tidak boleh diambil sendiri, namun harus diberikan kepada penyambut oleh imam atau oleh petugas pelayan Komuni tak-lazim. Dengan demikian, juga dilarang, pasangan suami istri saling memberikan Komuni dalam Misa pemberkatan Perkawinan.

Selanjutnya, dalam RS 104 dikatakan demikian, “[104.] Umat yang menyambut  tidak diberi izin untuk mencelupkan sendiri hosti ke dalam piala; tidak boleh juga ia menerima hosti yang sudah dicelupkan itu pada tangannya. Hosti yang dipergunakan untuk pencelupan itu harus dibuat dari bahan yang sah dan harus sudah dikonsakrir; karena itu dilarang memakai roti yang belum dikonsakrir atau yang terbuat dari bahan lain.

Selanjutnya jika berpegang dari PUMR 160 dan 161, maka menerima Komuni dapat dilakukan sambil berlutut atau berdiri, dengan lidah atau dengan tangan.

Tentang Paus = Vicarius Filii Dei?

41

Pertanyaan:

VICARIUS FILII DEI adalah Gelar Paus. Dalam artikel KORAN MINGGUAN “OUR SUNDAY VISITOR” (the largest Catholic weekly in America) terbitan tgl 18 April 1915 pada halaman 3, mengatakan bahwa “Gelar Paus yg tertulis di “tiara/mitre” (topi yg selalu digunakan oleh Paus) adalah “VICARIUS FILII DEI”. Kemudian setelah munculnya hubungan antara 666 dengan Gelar Paus “VICARIUS FILII DEI”, Gelar Paus DIGANTI menjadi “Vicarius Christi”.

Ini bukti2nya dari Katolik sendiri (silahkan di klik link wensite-nya)
1) http://www.aloha.net/~mikesch/OSV1915.gif
OUR SUNDAY VISITOR terbitan tgl 18 April 1915 pada halaman 3. Perhatikan tulisan berikut: “What are the letters supposed to be in the Pope’s crown, and what do they signify, if anything? The letters inscribed in the Pope’s mitre are these: Vicarius Filii Dei, which is the Latin for Vicar of the Son of God…..”

2) http://www.aloha.net/~mikesch/fenton.jpg
Perhatikan tulisan berikut: “Vicarius Filii Dei is a manifest synonym of Vicarius Christi”

3) http://biblelight.net/Quasten%20Document%206.11%20x%209.5%20inch.gif
Perhatikan tulisan berikut: “The title Vicarius Filii Dei as well as the title Vicarius Christi is very common as the title for the Pope.”

4) http://biblelight.net/Sources/Gratian-1493-Dist96-136.gif
Distinctio 96 vicarius filii Dei (Quote of Donation of Constantine)

5) Vicarius Filii Dei in the text of the Donation of Constantine in an 1869 Vatican printing of Cardinal Deusdedit’s Canon Law (compiled in 1087 A.D.)
—-> http://books.google.ca/books?id=ke0CAAAAQAAJ&jtp=343&redir_esc=y#
Silahkan dibaca baris ke-10 yg tertulis “Vicarius Filii Dei ”

6) http://daten.digitale-sammlungen.de/~db/bsb00009126/images/index.html?id=00009126&fip=&no=7&seite=223
Silahkan dibaca halaman 342, paragraf 228 yg tertulis: “vicarius filii dei”

7) Vicarius Filii Dei digunakan 2x oleh Pope Paul VI di dalam Publikasi-nya yg berjudul “Acta Apostolicae Sedis (Acts of the Apostolic See)”
1x) January 11, 1968: Decree of Paul VI elevating the Prefecture Apostolic of Bafia, Cameroon, to a Diocese: Acta Apostolicae Sedis, Commentarium Officiale, vol. LX (1968), n. 6, pp. 317-319. Libreria Editrice Vaticana. ISBN 8820960680, 9788820960681.
Lihat halaman 317: http://biblelight.net/Sources/Bafianae_317.jpg
Judul depan publikasi (TITLE PAGE): http://biblelight.net/Sources/Bafianae_title.jpg
Silahkan dibaca:
“Adorandi Dei Filii Vicarius et Procurator, quibus numen aeternum summam Ecclesiae sanctae dedit, …”
Terjemahan Bahasa Inggris: “As the worshipful Son of God’s Vicar and Caretaker, to whom the eternal divine will has given the highest rank of the holy Church, …”

2x) August 9, 1965: Decree of Paul VI creating the Vicariate Apostolic of Río Muni, Equatorial Guinea:
Acta Apostolicae Sedis, Commentarium Officiale, vol. LVIII (1966), n. 6, pp. 421-422. Libreria Editrice Vaticana, ISBN 8820960664, 9788820960667.
Lihat halaman 421: http://biblelight.net/Sources/Rivi_Muniensis-421.jpg
Judul depan publikasi (TITLE PAGE): http://biblelight.net/Sources/Rivi_Muniensis-title.jpg
Silahkan dibaca:
“Qui summi Dei numine et voluntate principem locum in Christi Ecclesia, obtinemus, adorandi Filii Dei hic in terris Vicarii Petrique successores, …”
Terjemahan Bahasa Inggris: “We who the supreme God providentially wills, and maintains, in the principle position over Christ’s Church, the worshipful Son of God’s Vicar(s) upon the earth, Peter’s successor(s), …”

8) http://www.aloha.net/~mikesch/1827r.gif
A quote from the Donation of Constantine on page 1828 from volume 5 of Prompta Bibliotheca, 1858 Paris edition, where the title of Vicarius Filii Dei appears in #20 of article 2 of the entry “Papa” (Pope).
**** Silahkan dibaca halaman 1828 baris ke-23 tertulis: “vicarius Filii Dei”

Dan masih banyak lagi dokumen2 Katolik yg membuktikan bahwa Gelar Paus DULUNYA adalah “VICARIUS FILII DEI” dan sudah diganti menjadi “VICARIUS CHRISTI” karena tidak ingin diasosiasikan dengan lambang 666.

John 8:32 (Yohanes 8:32): “and you shall know the truth, and the truth shall make u free”
(dan kamu akan tau kebenaran dan kebenaran akan membebaskanmu).

Banyak sekali Umat Katolik yg benar2 mengasihi Allah (Yesus Kristus) tetapi BELUM mengetahui kebenaran. Read your BIBLE and search for the truth. Semoga Roh Kudus membimbing kita semua Pengikut Kristus kepada Firman Kebenaran. Amin.

Jawaban:

Shalom AK,

1. Vicarius Filii Dei: gelar Paus?

Gereja Katolik, menurut dokumen Tu es Petrus, menyebutkan gelar Paus sebagai berikut:

– His Holiness The Pope;
– Bishop Of Rome And Vicar Of Jesus Christ;
– Successor Of St. Peter, Prince Of The Apostles;
– Supreme Pontiff Of The Universal Church;
– Patriarch Of The West;
– Servant Of The Servants Of God;
– Primate Of Italy;
– Archbishop And Metropolitan Of The Roman Province;
– Sovereign Of Vatican City State.

Maka, walaupun ditinjau dari artinya, Vicar of the Son of God dan Vicar of Jesus Christ itu sama saja (karena Yesus Kristus adalah Putera Allah), namun gelar Bapa Paus yang umum dikenal adalah Vicar of Jesus Christ (Vicarius Iesu Christi).

Anda lalu mengacu kepada berita dari Our Sunday Visitor yang mengisahkan adanya tulisan Vicarius Filii Dei pada miter Paus, dan mengutip pernyataan Dr. J. Quasten dari Catholic University of America, yang menyatakan hal yang sedemikian, lalu menghubungkannya dengan jumlah bilangan pada Vicarius Filii Dei itu (VICarIVs (112)+fILII (53)+DeI (501)= 666. Sumber-sumber yang Anda sebut itu bukan sumber resmi dari Vatikan. Namun demikian, seandainya gelar itu benar sekalipun, tidak otomatis menjadi bukti bahwa Paus adalah seorang Anti-Kristus. Sebab ada banyak nama orang yang hurufnya kalau dijumlah juga =666, contohnya bahkan pendiri Gereja Seventh Day Adventism, Ellen Gould White, yang sangat vokal menyebut Paus sebagai antikristus, namanya sendiri jika dijumlah juga adalah 666 (eLLen (100)+ goVLD (555)+ VVhIte (11)= 666). Maka seperti halnya dengan makna simbolis bagi angka 1000 tahun dalam Why 20, angka 666 dalam Why 13:18 juga lebih mengacu kepada makna simbolis, sebagaimana pernah dituliskan di sini, silakan klik.

Selanjutnya, definisi yang diberikan oleh Kitab Suci tentang antikristus adalah:

“Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. ….. Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak.” (1 Yoh 2:18, 22)

“…dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia.” (1 Yoh 4:3)

“Sebab banyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia. Itu adalah si penyesat dan antikristus.” (2 Yoh 1:7)

Jika seseorang dengan jujur membaca teks ini, maka ia akan mengetahui bahwa Paus bukanlah antikristus, karena justru Paus tidak pernah menyangkal Kristus, tidak pernah tidak mengakui Kristus, tidak pernah tidak mengakui bahwa Yesus telah datang sebagai manusia. Malahan ajaran Paus sungguh berpusat pada Kristus dan bahwa Kristus telah menjelma menjadi manusia.

2. Tentang dokumen Donation of Constantine

Anda kemudian mengacu kepada suatu dokumen yang disebut Donation of Constantine yang konon menyebut istilah Vicarius Filii Dei tersebut. Tetapi dokumen ini terbukti sebagai dokumen yang palsu/ tidak otentik. Isi dari dokumen tersebut terbagi dua, bagian yang pertama mengisahkan pertobatan dan baptisan Kaisar Konstantin oleh Paus Sylvester; bagian kedua mengisahkan tentang diberikannya hak- hak istimewa dari Kaisar Konstantin kepada Paus dan para penerusnya. Namun dokumen ini ternyata adalah dokumen palsu yang baru ditulis tahun 750-850 (seharusnya Konstantin hidup di akhir abad ke 3 sampai awal abad ke-4). Namun baru pada abad ke-15 kepalsuan dokumen ini dapat dibuktikan, oleh Cardinal Nicholas dari Cusa, Lorenzo Valla dan Baronius. Selanjutnya tentang kisah dokumen Donation of Constantine silakan klik di link ini.

Lagipula sebenarnya, yang tertulis di dokumen Donation of Constantine adalah demikian:

Petrus in terris VICARIUS FILII DEI esse videtur constitutus, ita et Pontifices, qui ipsius principis apostolorum gerunt vices, principatus potestatem amplius quam terrena imperialis nostrae serenitatis mansuetudo habere videtur, conscessam a nobis nostroque imperio obtineant…

Terjemahan bahasa Inggrisnya adalah:

As the Blessed Peter is seen to have been constituted vicar of the Son of God on the earth, so the Pontiffs who are the representatives of that same chief of the apostles, should obtain from us and our empire the power of a supremacy greater than the clemency of our earthly imperial serenity is seen to have conceded to it….

Jadi sebenarnya yang disebutkan di sana adalah: Rasul Petrus mendirikan/ menetapkan jabatan Vicarius Filii Dei/ Vicar of the Son of God, sedangkan Paus adalah wakil dari Rasul Petrus yang adalah pemimpin para Rasul … Jadi tidak dikatakan secara langsung di sini bahwa Paus adalah Vicarius Filii Dei; namun yang langsung sebagai Vicarius Filii Dei adalah Rasul Petrus; apakah dengan demikian mereka yang menuduh itu mau mengatakan bahwa Rasul Petrus juga adalah Antikristus (666)? Ini kan malah menjadi tuduhan yang tidak masuk akal, sebab Rasul Petrus adalah pemimpin para Rasul yang juga menulis surat yang termasuk dalam Kitab Suci, dan di atas Rasul Petrus ini Kristus mendirikan Gereja-Nya (lih. Mat 16:18).

3. Tentang dua dokumen Paus VI yang konon menuliskan tentang ‘Vicarius Filii Dei’

Selanjutnya, menarik diperhatikan adalah apa yang tertulis dalam dua dokumen resmi Kepausan yang sepertinya menyebutkan tentang gelar Vicarius Filii Dei

1. Bafianae (January 11, 1968), Decree of Paul VI elevating the Prefecture Apostolic of Bafia, Cameroon, to a Diocese:
Acta Apostolicae Sedis, Commentarium Officiale, vol. LX (1968), n. 6, pp. 317-319. Libreria Editrice Vaticana. ISBN 8820960680, 9788820960681.

Dikatakan di awal surat Dekrit Paus Paulus VI dalam pengangkatan Kamerun menjadi Keuskupan:
Adorandi Dei Filii Vicarius et Procurator, quibus numen aeternum summam Ecclesiae sanctae dedit ….”

Terjemahan bahasa Inggrisnya:
We, the Vicar and Caretaker of the adorable Son of God, to whom the eternal divine will has given the highest place in the holy Church, have never held anything more holy, more pressing, or of greater religious value than that fire be lit in the hearts of men, . . .

2. Rivi Muniensis (August 9, 1965), Decree of Paul VI creating the Vicariate Apostolic of Río Muni, Equatorial Guinea:
Acta Apostolicae Sedis, Commentarium Officiale, vol. LVIII (1966), n. 6, pp. 421-422. Libreria Editrice Vaticana, ISBN 8820960664, 9788820960667.

Dikatakan di awal surat Dekrit Paus Paulus VI tersebut:
Qui summi Dei numine et voluntate principem locum in Christi Ecclesia, obtinemus, adorandi Filii Dei hic in terris Vicarii Petrique successores,

Terjemahan bahasa Inggrisnya:
We who by the will of the supreme God have obtained the principal position in Christ’s Church, the Vicars here on earth of the adorable Son of God, the successors of Peter, …

Dokumen- dokumen ini memang sepertinya mengacu kepada gelar Vicarius Filii Dei, walau di dokumen tersebut tertulisnya tidak persis sama, Adorandi Dei Filii Vicarius, (jadi ada tambahan aDoranDI =1001; jadi total 1667)

Rev. Dr. Leslie Rumble dan Charles M. Carty, dalam wawancara radio menjawab pertanyaan pendengar tentang Vicarius Filii Dei, sebagai berikut:

[Q] 345.   I have heard that he [the pope] is Anti-Christ, and that he was described by St. John as 666, the numerical equivalent of the Latin words of the Pope’s title, Vicarius Filii Dei.

[A] That interpretation is absurd, and rejected by all reputable scholars, Catholic and non-Catholic alike. In any case, St. John wrote in Greek, and there is no warrant whatever for the translation to the Latin language. Moreover, whatever be the true interpretation of this mystical number, it certainly refers to some one individual being. If it referred to one particular Pope, it could refer to none of the others. To which Pope will people refer it? To a past Pope? Then he is dead and gone, and we need not worry about him. To the present Pope? He is the very antithesis of all the conditions of the Beast as described by St. John. However, the number does not refer to any of the Popes at all.

Terjemahannya:

[Pertanyaan] “345. Saya dengar bahwa Paus adalah antikristus dan bahwa ia digambarkan oleh St. Yohanes sebagai 666, jumlah yang sama dengan huruf Latin dari gelar Paus, Vicarius Filii Dei.

[Jawaban] Interpretasi ini ngawur, dan ditolak oleh semua ahli yang mempunyai reputasi, baik Katolik maupun non-Katolik. Bagaimanapun juga, St. Yohanes menulis di dalam bahasa Yunani dan tidak ada justifikasi apapun untuk terjemahan ke bahasa Latin. Lagipula, apapun juga yang menjadi interpretasi yang benar untuk angka yang mistik ini, pastilah ini mengacu kepada seseorang pribadi. Jika itu mengacu kepada seorang Paus, maka tidak mungkin mengacu kepada Paus lainnya. Kepada Paus yang mana orang- orang akan menghubungkannya? Kepada Paus di masa lalu? Jika demikian ia sudah mati dan berlalu, dan tidak ada yang perlu kita risaukan tentang dia. Kepada Paus saat ini? Justru ia adalah antitesa (segala kebalikan) dari semua keadaan Binatang yang disebutkan oleh St. Yohanes; [maka] angka itu tidak mengacu kepada Paus manapun.”

Source: Radio Replies, First Volume, by Rev. Dr. Leslie Rumble, M.S.C. and Rev. Charles Mortimer Carty, Copyright 1938, printed by Radio Replies Press, St. Paul 1, Minn., U.S.A., #345, page 80.

Kami umat Katolik tidak terganggu dengan segala tuduhan ini, karena tuduhan tersebut tidak berdasar dan tidak terbukti. Tuduhan Paus sebagai antikristus sudah lama (sekitar 500 tahun lalu) dituduhkan oleh Martin Luther; namun biarlah fakta sendiri yang menjawabnya. Bagian kami umat Katolik adalah mendoakan mereka yang menuduh Paus dengan tuduhan sedemikian, sebab kami percaya bahwa dengan mendoakan orang- orang yang memusuhi kami dengan menghina pemimpin kami, kami menjalankan ajaran Kristus sendiri dalam Mat 5:44-48. Ya, dengan berpegang pada Kitab Suci, kami percaya bahwa Sabda Tuhan pasti benar, bahwa Kristus tidak akan pernah meninggalkan Gereja-Nya sampai akhir zaman (lih. Mat 28:19-20) sehingga tidak mungkin Ia membiarkan bahwa Gerejanya dipimpin oleh banyak antikristus selama ratusan tahun [atau ribuan tahun]. Sebab jika demikian artinya Kristus mengingkari janji-Nya, dan ini sungguh tidak akan pernah terjadi; sebab dikatakan demikian dalam firman-Nya, “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.” (2 Tim 2: 13). Kesetiaan Kristus kepada Gereja-Nya inilah, yang menyebabkan Gereja Katolik tetap bertahan selama sekitar 2000 tahun sampai sekarang, dan kami percaya, Gereja ini akan terus bertahan sampai akhir zaman nanti.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Doa keluarga: untuk diucapkan bersama- sama: bapak, ibu dan anak- anak

8

Allah Bapa di surga, puji syukur kami panjatkan ke hadirat-Mu, atas kesempatan kami bersama- sama menaikkan doa sebagai satu keluarga. Kami percaya bahwa Tuhan Yesus hadir di tengah kami saat ini, sesuai dengan sabda-Nya, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah- tengah mereka”. Kami percaya ya Yesus, Engkau mendengarkan doa- doa yang kami panjatkan kepada-Mu.

Tuhan Yesus, Engkau adalah pusat Keluarga Kudus, bukan hanya karena Engkau adalah Tuhan dan manusia, tetapi karena sampai akhir hidup-Mu Engkau adalah anak Maria dan Yusuf. Bantulah kami untuk memahami bahwa di dalam keluarga Kristiani, kami membutuhkan kasih-Mu. Berilah kami rahmat kasih yang sejati di dalam keluarga kami sehingga kami rela berkorban satu sama lain, sebab Engkau mengajarkan kasih yang sedemikian kepada kami.

Doa Bapak (oleh bapak/ papa)
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas keluarga yang Engkau berikan kepadaku. Aku mohon agar aku dapat mencintai keluargaku dengan sepenuh hati. Dalam kesibukanku sehari- hari, bantulah aku agar dapat memberikan waktuku kepada mereka. Berikanlah kepadaku kasih yang berasal daripada-Mu, yaitu kasih sebagaimana Engkau mencintai Gereja-Mu.
Kami mohon, kabulkanlah doa kami, ya Tuhan

Doa Ibu (oleh ibu/ mama)
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas keluarga yang Engkau berikan kepadaku. Aku mohon agar dapat melayani suami dan anak- anakku dengan kasih yang berasal dari-Mu. Berikanlah aku kerendahan hati dan bantulah aku untuk menjadi pembawa damai bagi keluarga kami, sehingga selalu ada suka cita dan damai sejahtera di dalamnya.
Kami mohon, kabulkanlah doa kami, ya Tuhan

Doa Bapak dan Ibu
Ya Tuhan, kami mohon agar Engkau membimbing kami dalam mendidik dan membesarkan anak- anak kami, agar kami dapat mengarahkan mereka kepada-Mu. Berkatilah usaha mereka dalam menuntut ilmu, dalam pergaulan yang baik dan kuatkanlah mereka dalam menghadapi godaan di sekeliling mereka.
Kami mohon, kabulkanlah doa kami, ya Tuhan

Doa Anak- anak
O Tuhan, kami bersyukur atas orang tua yang Engkau berikan kepada kami. Kami mohon agar Engkau membimbing mereka dalam menuntun kami menuju hari depan kami. Lindungilah mereka dari bahaya dan segala yang jahat, serta berikanlah kepada mereka kesehatan dan rejeki yang cukup, serta kebijaksanaan sesuai dengan kehendak-Mu. Bantulah kami untuk hidup sesuai dengan perintah- perintah-Mu, taat kepada orang tua dan mengasihi mereka dan saudara- saudari kami.
Kami mohon, kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

(untuk diucapkan bersama- sama: bapak, ibu dan anak- anak)
Bunda Maria yang terkasih, Bunda Kristus dan Bunda kami, tolonglah kami untuk belajar menimba kekuatan dari devosi kepada Keluarga Kudus yang telah diberikan Allah sebagai teladan bagi kami. Baik di Betlehem, di pengungsian ke Mesir, di Nazaret maupun di Yerusalem, Keluarga Kudusmu selalu merupakan tempat berlindung yang penuh kedamaian. Doakanlah kami, O Bunda, agar damai sejahtera yang datang dari ketaatan untuk melaksanakan perintah- perintah Tuhan, selalu ada di dalam keluarga kami. Doakanlah kami agar kami dapat dengan siap sedia selalu taat kepada kehendak Allah sehingga di dalam hidup kami bersama, kami tidak mementingkan diri sendiri, tetapi menjaga dan memelihara sebagai kepunyaan-Mu segala harta milik yang Tuhan percayakan kepada kami, sebab suatu hari nanti kami akan ditanyai oleh-Nya tentang pertanggungan jawab kami mempergunakan semua itu.

Tuhan segala rahmat dan kebijaksanaan, berikanlah kepada kami rahmat untuk hidup bersama di dalam damai yang kudus dan kebahagiaan. Tunjukkanlah kepada kami bagaimana untuk hidup sabar dan baik, tak mudah berkata- kata kasar dan cepat untuk memaafkan satu sama lain. Semoga kami menjadi seperti Keluarga Kudus di Nazaret- sederhana dan cinta damai, senantiasa rajin membantu sesama kami, dengan suka cita mengemban tugas di dalam Gereja maupun di lingkungan masyarakat kami.
Doa syukur dan permohonan ini kami panjatkan demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Bapa Kami …. Salam Maria …. Kemuliaan ….

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab