Home Blog Page 105

Pelajaran sulit untuk mengasihi musuh-musuh kita

0

Memang sulit untuk mengasihi musuh-musuh kita, tapi itu adalah tepat apa yang Allah minta untuk kita lakukan, kata Paus Fransiskus saat misa Selasa pagi [18/06/2013]. Dia mengatakan kita harus berdoa bagi mereka yang membenci kita dan telah berbuat salah kepada kita, ‘sehingga hati batu mereka diubah menjadi daging, supaya mereka merasa lega dan mengasihi.’ Allah membiarkan sinar matahari dan hujan jatuh pada yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang tidak benar dan, Paus menambahkan, kita harus melakukan hal yang sama itu atau bila tidak demikian kita bukanlah seorang Kristen. Emer McCarthy melaporkan:

Paus Fransiskus memulai homilinya dengan serangkaian pertanyaan yang mencakup beberapa drama yang paling mendesak umat manusia. Bagaimana kita bisa mengasihi musuh-musuh kita? Paus bertanya, bagaimana kita bisa mencintai orang-orang yang memutuskan untuk “membom dan membunuh begitu banyak orang?” Dan lagi, bagaimana kita bisa “mengasihi mereka karena cintanya akan uang, mencegah orang-orang tua untuk mengakses obat-obatan yang diperlukan dan membiarkan mereka mati ?” Atau mereka yang hanya mencari “kepentingan terbaik bagi mereka sendiri, kekuasaan untuk diri mereka sendiri dan melakukan begitu banyak kejahatan?” “Tampaknya sulit untuk mengasihi musuh-musuh kalian,” katanya, tetapi Yesus meminta hal ini kepada kita. Liturgi saat ini, katanya, menyampaikan “hukum yang diperbaharui Yesus”, hukum Gunung Sinai diperbaharui dengan hukum Gunung Kebahagiaan. Paus juga menunjukkan bahwa kita semua memiliki musuh, tetapi jauh di lubuk hati, kita juga, kita bisa menjadi musuh bagi orang lain:

“Kita terlalu sering menjadi musuh bagi orang lain: kita tidak mengharapkan mereka baik. Serta Yesus memberitahu kita untuk mengasihi musuh-musuh kita! Dan hal ini tidak mudah! Tidaklah mudah … kita bahkan berpikir bahwa Yesus meminta terlalu banyak dari kita! Kita meninggalkan hal ini kepada para biarawati, yang kudus, kita meninggalkan hal ini kepada beberapa jiwa kudus, tetapi hal ini tidak benar untuk kehidupan sehari-hari. Tapi itu pasti benar! Yesus berkata: “Tidak, kita harus melakukan hal ini! Karena jika tidak, kalian akan seperti para pemungut cukai itu, seperti orang-orang kafir itu. Bukan lagi orang-orang Kristen.

Jadi bagaimana kita bisa mengasihi musuh-musuh kita? Paus Fransiskus mencatat bahwa Yesus, “memberitahu kita dua hal”: pertama memandang kepada Bapa yang “membuat matahari terbit bagi si jahat dan si baik” dan “curah hujan bagi orang yang adil dan tidak adil”. Allah “mengasihi semua orang.” Dan kemudian ia melanjutkan, Yesus memberitahu kita untuk menjadi “sempurna seperti Bapa Surgawi sempurna”, “meniru Bapa-Nya dengan kesempurnaan kasih itu.” Dia menambahkan, Yesus “mengampuni musuh-musuh-Nya”, “melakukan segala sesuatu untuk mengampuni mereka”. Dia memperingatkan yang membalas dendam adalah bukan orang Kristen. Paus bertanya: Tapi bagaimana kita bisa berhasil dalam mengasihi musuh-musuh kita? Dengan berdoa. “Ketika kita berdoa untuk apa yang membuat kita menderita – Paus berkata – itu seolah-olah Tuhan datang dengan minyak dan mempersiapkan hati kita untuk damai”:

Berdoalah! Hal ini adalah apa yang Yesus nasihatkan kepada kita: Berdoalah bagi musuh-musuh kalian! Berdoalah bagi mereka yang menganiaya kalian! Berdoalah!’ Dan katakan kepada Tuhan: ‘Ubahlah hati mereka. Mereka memiliki sebuah hati dari batu, tapi ubahlah itu, beri mereka sebuah hati dari daging, sehingga mereka boleh merasa lega dan mengasihi’. Biarkan saya ajukan pertanyaan ini dan mari kita masing-masing menjawabnya dalam hati kita sendiri: “Apakah aku berdoa bagi musuh-musuhku? Apakah aku berdoa bagi mereka yang tidak mengasihiku? ‘Jika kita mengatakan ‘ya’, saya akan berkata,’ Ayo, lebih banyak lagi berdoa, kalian berada pada jalan yang benar! Jika jawabannya adalah ‘tidak’, Tuhan akan berkata: “Kasihan. Kalian juga adalah musuh bagi orang lain! Berdoalah agar Tuhan boleh mengubah hati mereka. Kita dapat berkata: ‘Tapi orang ini benar-benar menganiaya aku, atau mereka telah melakukan hal-hal buruk dan hal ini memiskinkan orang-orang, memiskinkan umat manusia. Dengan mengikuti pemikiran lepas ini kita ingin membalas dendam atau berkeinginan mata ganti mata, gigi ganti gigi”.

Paus Fransiskus menegaskan, memang benar bahwa kasih untuk musuh-musuh kita “memiskinkan kita”, karena itu membuat kita miskin “seperti Yesus”, yang, ketika Ia datang kepada kita, merendahkan diri-Nya dan menjadi miskin bagi kita. Paus mencatat bahwa beberapa orang bisa membantah hal ini adalah sebuah kesepakatan yang tidak bagus “jika musuh itu membuat aku semakin miskin” dan tentu saja, “sesuai dengan kriteria dari dunia ini, itu bukan kesepakatan yang bagus.” Tapi hal ini, katanya, adalah “jalan di mana Yesus lalui” yang dari kaya menjadi miskin bagi kita. Di dalam kemiskinan ini, “di dalam Yesus yang merendahkan diri-Nya ini – katanya – ada rahmat yang telah dibenarkan kita semua, telah membuat kita semua kaya.” Ini adalah “misteri keselamatan-Nya”:

Dengan pengampunan, dengan kasih untuk musuh kita, kita menjadi lebih miskin: kasih memiskinkan kita, tapi kemiskinan itu adalah benih kesuburan dan kasih untuk orang lain. Sama seperti kemiskinan Yesus menjadi rahmat keselamatan bagi kita semua, kekayaan luar biasa ... Mari kita berpikir pada Misa hari ini, mari kita memikirkan musuh-musuh kita, orang-orang yang tidak ingin kita baik: alangkah baiknya jika kita mempersembahkan Misa bagi mereka: Yesus, pengorbanan Yesus, bagi mereka, bagi mereka yang tidak mengasihi kita. Dan bagi kita juga, sehingga Tuhan mengajarkan kita kebijaksanaan yang begitu sulit ini, tapi begitu indah, sebab itu membuat kita terlihat seperti Bapa-Nya, seperti Bapa kita: Membawa matahari bersinar keluar untuk semua orang, yang baik dan yang buruk. Itu membuat kita lebih seperti Putra-Nya, Yesus, yang dalam penghinaan yang dialami-Nya menjadi miskin untuk memperkaya kita, dengan kemiskinan-Nya.”

 

(AR)

Paus Fransiskus,

Domus Sanctae Marthae, 17 Juni 2013

Diterjemahkan dari: www.news.va

Paus Fransiskus mengutuk kemunafikan

0

Kekristenan bukanlah sekedar studi hukum atau perintah: hal ini adalah hambatan untuk memahami dan menerima kebenaran bahwa Allah adalah sukacita dan kemurahan hati. Ini adalah pesan dari Paus Fransiskus pada Misa pagi ini [19/06/2013] di Casa Santa Marta.

Orang-orang munafik yang “memimpin umat Allah menyusuri jalan buntu”, Paus Fransiskus mengatakan, adalah subyek dari Injil hari ini. Paus merefleksikan pada perikop terkenal dari Injil Matius yang mengkontraskan perilaku para ahli Taurat dan orang-orang Farisi – yang membuat acara untuk berdoa, puasa, dan sedekah – dengan jalan yang ditunjukkan oleh Yesus, Yang menunjukkan kepada murid-murid-Nya sikap yang tepat untuk mengasumsikan dalam situasi yang sama: memberi sedekah dan berdoa “secara tersembunyi.” “Dan Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”

Paus Fransiskus tidak hanya mengkritik kesia-siaan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, tetapi juga mereka yang memaksakan “begitu banyak ajaran-ajaran pada orang-orang beriman.” Dia menyebut mereka “munafik kasuistis,” “intelektual tanpa bakat” yang “tidak memiliki kecerdasan untuk menemukan Allah, untuk menjelaskan Allah dengan pemahaman,” dan dengan demikian mencegah dirinya dan orang lain masuk ke dalam Kerajaan Allah:

Yesus berkata: ‘Kamu sendiri tidak masuk, kamu juga menghalang-halangi orang lain yang berusaha untuk masuk.” Mereka adalah ahli etika tanpa kebaikan, mereka tidak tahu apa itu kebaikan. Tapi mereka adalah para ahli etika, bukan? ‘Kalian harus melakukan ini, dan ini, dan ini…Mereka mengisi kalian dengan sila-sila, namun tanpa kebaikan. Dan hal-hal itu merupakan beberapa dari keterpesonaan, dari rumbai-rumbainya mereka memperpanjang begitu banyak hal, untuk membuat sebuah kepura-puraan menjadi megah, sempurna, [namun] mereka tidak memiliki rasa keindahan. Mereka tidak memiliki rasa keindahan. Mereka hanya mencapai keindahan [yang pantas untuk] museum. Mereka adalah para intelektual tanpa bakat, para ahli etika tanpa kebaikan, para pembawa keindahan dari museum. Ini adalah orang-orang munafik yang Yesus tegur begitu keras.

“Tetapi Dia tidak berhenti di situ,” lanjut Paus Fransiskus. “Dalam Injil hari ini, Tuhan berbicara tentang kelas lain dari orang-orang munafik, [yaitu] ‘orang-orang sok suci’ (It: quelli che Vanno sul sakro):

“Tuhan berbicara tentang puasa, tentang doa, tentang sedekah: tiga pilar kesalehan Kristiani, pertobatan interior, yang Gereja usulkan kepada kita semua dalam masa Prapaskah. Bahkan ada orang-orang munafik di sepanjang jalan ini, yang membuat acara puasa, memberi sedekah, berdoa. Saya berpikir bahwa ketika kemunafikan mencapai titik ini dalam hubungannya dengan Tuhan, kita semakin dekat dengan dosa melawan Roh Kudus. Mereka tidak tahu keindahan, mereka tidak tahu kasih, mereka tidak tahu kebenaran: mereka kecil, pengecut.

“Kita berpikir tentang kemunafikan dalam Gereja: seberapa buruk itu buat kita semua,” kata Paus Fransiskus terus terang. Sebaliknya, ia menunjukkan “ikon” lain untuk dicontoh, seorang yang diuraikan dalam perikop lain dari Injil: [yakni] pemungut cukai yang berdoa dengan kesederhanaan yang rendah hati, “Kasihanilah aku, ya Tuhan, orang berdosa”, Hal ini, Paus mengatakan, “adalah doa yang seharusnya kita katakan setiap hari, mengetahui bahwa kita adalah orang-orang berdosa” tetapi “dengan dosa-dosa konkret, bukan dosa-dosa teoritis.” Dan doa ini, ia menyimpulkan,” akan membantu kita untuk mengambil jalan yang berlawanan,” jalan yang menentang kemunafikan yang kita semua tergoda untuk itu:

Tapi kita semua juga memiliki rahmat, rahmat yang datang dari Yesus Kristus: rahmat sukacita, rahmat keluhuran budi, rahmat murah hati. Orang-orang munafik tidak tahu apa itu sukacita, apa itu kemurahan hati, apa itu keluhuran budi.”

Bapa Suci mengkonselebrasikan Misa dengan Kardinal Marc Ouellet dan Uskup Agung Lorenzo Baldisseri, prefek dan sekretaris Kongregasi untuk para Uskup, dan dengan Uskup Agung Vincenzo Paglia dan Uskup Jean Lafitte, presiden dan sekretaris Dewan Keluarga Kepausan. Para anggota Kongregasi Uskup dan Dewan Keluarga Kepausan hadir pada Misa itu.

(AR)

Paus Fransiskus,

Domus Sanctae Marthae, 19 Juni 2013

Diterjemahkan dari: www.news.va

 

Ingat Apa di Hari Ulang Tahun?

0

Kue tart. Tiup lilin. Lagu Happy Birthday. Kado. Mungkin itu yang nyantol di pikiran banyak orang, begitu mendengar kata ‘ulang tahun’. Mungkin ketika kita masih anak-anak, hal-hal itulah juga yang muncul di pikiran kita, jika kita berulang tahun. Tapi seiring dengan bertambahnya umur, kita melihat bahwa peringatan ulang tahun bermakna lebih dalam daripada sekedar berhura-hura. Ulang tahun semestinya membuat kita bersyukur untuk karunia hidup yang sudah Tuhan anugerahkan kepada kita. Ulang tahun adalah saat untuk merenungkan apakah waktu yang sudah Tuhan beri kepada kita, telah kita gunakan sesuai dengan kehendak-Nya. Apakah kita sudah sungguh mengasihi Tuhan baik di saat senang ataupun susah?

Hari ini Gereja memperingati hari kelahiran Bunda Maria. Namun Injil hari ini tidak bernuansa hura-hura. Sebaliknya, Injil mengisahkan tentang bahwa kita perlu memanggul salib. Lho, kok gitu?! Ya, karena bagi kita umat Kristiani, salib tidak terpisahkan dari makna dan sukacita kehidupan. Bukankah tidak menjadi rahasia, bahwa saat-saat bahagia umumnya dicapai melalui pengorbanan? Sukacita akan kelahiran anak dicapai melalui pengorbanan ibunya selama 9 bulan mengandung dan mengalami sakit melahirkan. Kebahagiaan keluarga dicapai melalui pengorbanan orang tua. Lulus sekolah dicapai dari bertahun-tahun jerih payah belajar. Dan masih banyak contoh lain, termasuk hal pertumbuhan rohani untuk menjadi murid Kristus. Kedewasaan iman kita dibuktikan dengan seberapa tulus kasih kita kepada Tuhan, yaitu dengan kesediaan untuk mengikuti-Nya dengan setia memikul salib kita sehari-hari. Yesus bersabda, “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku…. yang tidak melepaskan diri dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk 14:27,33)

Maka, murid Yesus yang tulus hati adalah ia yang setia mengikuti Yesus, tanpa mengharapkan balasan apapun, tanpa takut akan kesulitan yang dihadapi. Ketulusan ini dinyatakan dengan keterpautan hati sepenuhnya kepada Tuhan. Jika kita mau menjadi murid Tuhan, kita tak boleh menolak salib, dan kita tidak sepantasnya menempatkan milik kita: kekayaan, kecantikan, nama baik, dst- di tempat utama di hati kita, yang harusnya menjadi milik Tuhan. Untuk itulah kita perlu melihat teladan Bunda Maria. Ia mengasihi Tuhan dengan segenap hatinya, saat ia berkata: “Terjadilah padaku, menurut perkataan-Mu.” (Luk 1:38) Bunda Maria menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, tanpa takut menanggung derita, dan ia taat setia menyertai Putera-nya sampai akhir.

Selamat ulang tahun, Bunda Maria. Doakanlah kami agar kami dapat menjadi murid Kristus, dan makin hari kami dapat makin lebih tulus mengasihi Dia.

[Minggu Biasa XXIII: Keb 9:13-18; Fil 1:9-17; Luk 14: 25-33]

Apa maksud ‘pakaian pesta’ (Mat 22:11-12)?

3

Penjelasan dari A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed. Dom Orchard, OSB, tentang ayat Mat 22:11-12 tersebut adalah:

“…. Adalah tidak mengherankan jika ada tamu-tamu yang tidak berpakaian yang layak untuk pesta, karena mereka telah terburu-buru datang ke pesta dan seolah dikumpulkan tanpa dipilih-pilih. Maka keputusan sang raja hanya dapat dibenarkan jika kita mengasumsikan bahwa alasan mereka berpakaian seadanya itu adalah suatu kesalahan yang disengaja. [Namun] perumpamaan tidak ditujukan untuk menjelaskan detail-detail semacam ini. Kita diharapkan untuk melihat secara otomatis, bahwa ‘pakaian pesta’ adalah simbol yang mewakili kelayakan bagi Kerajaan. Kurangnya kelayakan tersebut, jelas merupakan kesalahan yang disengaja, dan tidak perlu dijelaskan lagi. Orang itu tak memiliki excuse/ tak dapat mengelak. Raja mengeluarkan keputusan dan pesta dimulai atau dilanjutkan dengan keadaan yang baru, yaitu menjadi pesta di mana semua yang hadir adalah sempurna…..”

Haddock’s Commentary menjelaskan tentang makna ‘pakaian pesta’ dalam Mat 22:11-12 tersebut demikian:

“St. Agustinus mengatakan bahwa pakaian pesta itu adalah … perbuatan cinta kasih. Inilah yang juga diajarkan oleh St. Gregorius, St. Ambrosius dan lainnya. Apa yang dijabarkan oleh St. Yohanes Krisostomus, bahwa itu adalah kehidupan yang murni, atau kehidupan yang bersinar dengan kebajikan, bebas dari dosa, adalah hampir sama dengan cinta kasih, sebab cinta kasih tidak dapat ada tanpa kehidupan yang baik, demikian juga kemurnian hidup yang baik, tidak dapat ada tanpa cinta kasih. Di homilinya yang ke-70, St. Yohanes Krisostomus mengatakan bahwa pakaian kehidupan adalah perbuatan-perbuatan kita, … agar jangan orang menganggap bahwa iman saja cukup untuk keselamatan. Maka ketika kita dipanggil oleh rahmat Tuhan, kita diberi jubah putih, untuk kita jaga dari noda dosa, dari setiap dosa berat, tergantung dari ketekunan (berjaga dan berdoa) dari setiap individu….”

Rahmat untuk tidak menjelek-jelekkan orang lain

0

Semoga Tuhan memberi kita rahmat-Nya untuk menjaga lidah kita menjadi berhati-hati dengan apa yang kita sampaikan tentang orang lain, karena melalui kelemahan dan dosa kita, kita sering lebih mudah menghina dan merendahkan daripada mengatakan atau melakukan yang baik. Hal ini merupakan pelajaran hati dari homili Paus Fransiskus saat Misa Kamis pagi [13/06/2013], yang dirayakan dalam bahasa asalnya, bahasa Spanyol. Dalam menyampaikan salam kepada para bapak dan ibu yang bekerja di kedutaan Argentina dan konsulat Italia dan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB di Roma, Paus Fransiskus mencatat “Ini pertama kalinya saya merayakan Misa dalam bahasa Spanyol lagi sejak 26 Februari !” katanya menambahkan, “senang rasanya!”. Emer McCarthy melaporkan:

Sebagaimana tradisinya, homili Paus Fransiskus terinspirasi oleh Injil hari itu, dalam kata-kata tertentu Kristus kepada murid-murid-Nya “Jika hidupmu tidak lebih benar daripada hidup ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.”

Paus mencatat bagaimana Injil ini mengikuti Sabda Bahagia dan janji Yesus bahwa Ia datang bukan untuk meniadakan hukum, melainkan untuk menggenapinya. Paus Fransiskus mengatakan bahwa Kristus menginginkan “reformasi dalam kontinuitas: dari pembenihan hingga pembuahan”.

Paus Fransiskus memperingatkan bahwa siapa pun yang “memasuki kehidupan Kristiani” akan “dituntut lebih besar dari mereka daripada lainnya” dan bukannya “keuntungan-keuntungan besar”. Ia mengatakan Yesus menyebutkan beberapa tuntutan ini, khususnya masalah “hubungan buruk di antara saudara-saudara”. Jika hati kita menyembunyikan “perasaan buruk” terhadap saudara-saudara kita, Paus mengatakan, “sesuatu ada yang tidak beres dan kita harus mengkonversinya, kita harus mengubahnya.” Paus Fransiskus mencatat bahwa “kemarahan terhadap seorang saudara adalah sebuah penghinaan, sesuatu hal yang hampir mematikan”, “itu membunuhnya.” Dia kemudian mengamati itu, terutama dalam tradisi Latin, ada “kreativitas indah” dalam menciptakan julukan. Tapi, ia mengingatkan, “jika julukan ini ramah, hal ini baik-baik saja, masalahnya adalah ketika ada jenis lain dari menjuluki”, ketika “mekanisme penghinaan” ikut bermain ke dalam, yang merupakan “bentuk fitnah terhadap orang lain”.

“Y no hace falta ir al psicologo…” – Dan kamu tidak perlu pergi ke psikolog …”

Paus Fransiskus melanjutkan: “Tidak perlu pergi ke psikolog untuk mengetahui kalau kita mencemarkan orang lain oleh karena kita tidak mampu bertumbuh hingga perlu meremehkan orang lain, agar merasa lebih penting.” Hal ini, katanya, adalah “mekanisme buruk”. Yesus dengan segala kesederhanaan-Nya mengatakan: “Jangan berbicara keburukan satu sama lain. Jangan merendahkan satu sama lain. Jangan meremehkan satu sama lain.” Paus mencatat, “pada akhirnya kita semua melangkah pada jalan yang sama”, “kita semua melalui jalan itu yang akan membawa kita sampai akhir.” Oleh karena itu “jika kita tidak memilih jalan persaudaraan, maka akan berakhir buruk, baik bagi orang yang menghina maupun yang dihina”. Paus mencatat bahwa “jika kita tidak mampu menjaga lidah kita terawasi, kita kalah”. “Agresi Alam, yaitu Kain terhadap Habel, berulang sepanjang sejarah.” Paus Fransiskus mengamati itu bukan bahwa kita jahat, melainkan “kita lemah dan berdosa.” Itulah sebabnya mengapa kita “lebih mudah” menyelesaikan situasi dengan penghinaan, dengan fitnah, dengan pencemaran nama baik, bukannya menyelesaikan dengan cara yang baik”.

“Yo quisiera pedir al Señor que…”- Saya akan memohon kepada Tuhan…

Paus Fransiskus menyimpulkan: “Saya akan mohon Tuhan untuk memberi kita semua rahmat yang menjaga lidah kita, mengawasi apa yang kita katakan tentang orang lain.” “Ini adalah sebuah penebusan dosa kecil – ia menambahkan – tapi itu menghasilkan banyak buah”. “Kadang-kadang, kita lapar dan berpikir, ‘Sayang sekali aku tidak mencicipi buah komentar lezat terhadap orang lain.” Tapi, katanya, “kelaparan yang menghasilkan buah dalam jangka panjang adalah baik untuk kita.” Itulah sebabnya mengapa kita memohon kepada Tuhan atas rahmat ini: untuk mengadaptasi hidup kita terhadap “hukum baru ini, yang mana merupakan hukum kelemahlembutan, hukum kasih, hukum perdamaian, dan setidaknya ‘pangkas’ lidah kita sedikit, ‘pangkas’ komentar-komentar yang kita buat tentang orang lain dan ledekan-ledekan yang menghantar kita kepada kemarahan atau penghinaan. Semoga Tuhan memberikan kita semua rahmat ini”.

(AR)

 

Paus Fransiskus,

Domus Sanctae Marthae, 13 Juni 2013

Diterjemahkan dari: www.news.va

 

Tanpa Kerendahan Hati, kalian tidak dapat mencapai keselamatan dan mewartakan Kristus

0

Tanpa kerendahan hati, tanpa kemampuan untuk mengakui secara terbuka dosa-dosa kalian dan kelemahan kalian sendiri sebagai manusia, kalian tidak dapat mencapai keselamatan dan mewartakan Kristus, atau berpura-pura menjadi saksi-Nya. Paus Fransiskus mengajak semua untuk merenungkan tema kerendahan hati Kristiani dalam homilinya pada Misa Jumat pagi, 14 Juni [2013], di Kapel Domus Sanctae Marthae. Turut berkonselebrasi dengannya antara lain Kardinal Giuseppe Bertello, Presiden Gubernuran, dan Kardinal Mauro Piacenza, Prefek Kongregasi untuk Klerus. Hadir pula para pejabat dan karyawan dari Departemen. Mendampingi Kardinal Bertello juga hadir para kerabat dari almarhum Uskup Agung Ubaldo Calabresi, yang selama bertahun-tahun adalah Nuncio Apostolik untuk Argentina. Saat doa umat beriman, Bapa Suci memohon doa untuk uskup yang kepadanya ia terikat oleh persahabatan yang mendalam.

Bacaan harian dari surat kedua Paulus kepada jemaat di Korintus (4:7-15) dan Injil Matius (5:27-32) adalah menjadi pusat meditasi Paus, yang mengaitkan gambaran dari “keindahan Yesus, kuasa Yesus, dan keselamatan yang Yesus bawa untuk kita”, yang Rasul Paulus bicarakan, dengan gambaran dari “bejana tanah liat” yang di dalamnya harta iman terkandung.

Orang-orang Kristen adalah seumpama pot tanah liat, karena mereka lemah, dalam artian bahwa mereka adalah orang berdosa. Namun demikian, Paus mengatakan, antara “kita bejana tanah liat yang malang” dan “kuasa Yesus Kristus” adalah sebuah dialog, dan itu adalah “dialog keselamatan”. Dia memperingatkan bahwa ketika dialog ini mengasumsikan nada pembenaran diri, itu berarti bahwa ada sesuatu yang tidak beres dan di situ tidak ada keselamatan. Kerendahan hati seorang Kristen adalah orang yang mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh Rasul. “Kita harus mengakui dosa-dosa kita dengan benar dan tidak menampilkan diri dengan citra palsu”.

“Saudara-saudara, kita memiliki harta: [yaitu] Juruselamat Yesus Kristus, salib Yesus Kristus adalah harta di mana kita bersukacita”, tetapi marilah kita tidak melupakan “untuk juga mengakui dosa-dosa kita” karena hanya dengan cara ini “dialog yang Kristiani, Katolik, dan konkret”. “Yesus Kristus tidak menyelamatkan kita dengan ide, atau dengan program intelektual. Dia menyelamatkan kita dengan daging-Nya, dengan kekonkretan daging-Nya. Dia merendahkan diri-Nya, menjadi manusia, dan menjadi manusia sampai akhirnya”. Kalian hanya dapat memahami harta seperti ini jika kalian dapat diubah bentuk seumpama pot tanah liat.

(AR)

Paus Fransiskus,

Domus Sanctae Marthae, 14 Juni 2013

Diterjemahkan dari: www.news.va

 

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab