Home Blog Page 104

Layar iman

1

Malam menyelimuti langit yang kelam.

Kegelapan memenuhi setiap langkah dan jalan menuju sebuah rumah sakit di Tangerang.
Tak henti kupanjatkan doa agar hati tetap diterangi cahaya  cinta Allah untuk  mengatasi godaan keengganan karena baru pulang dari Misa lingkungan yang jauhnya bukan kepalang.

Dalam kesunyian malam, aku masuk dalam sebuah kamar perawatan.

Seorang kakek berusia sembilan puluh satu tahun terbaring di ranjang.

Ia dikelilingi oleh  anak-anak dan cucu-cucunya.

Pertanyaanku  “Apakah Kakek mau menjadi Katolik” dijawabnya dengan menganggukkan kepala  sambil membuka kelopak matanya yang telah  tertutup lama.

Kemauannya menjadi Katolik menyentakkan keluarganya karena selama ini ia senantiasa menolak ajakan untuk menjadi murid Tuhan.

Curahan air baptis di dahinya mengejutkannya sejenak.

Ia tiba-tiba memegang telapak tanganku.

Mulutnya komat-kamit mengatakan : “Terimakasih”.

Tidak lama kemudian ia menghadap Allah Bapa setelah menerima Komuni Kudus sebagai bekal ke surga.

Wajahnya tampak tenang dengan rosario  yang aku berikan terkalung di lehernya.

Orang-orang di sekitarnya diam seribu bahasa.

Semua menikmati lembaran-lembaran diary tentang kasih sayangnya :

“Engkaulah anugerah indah dalam hidupku.

Engkau tegakkan kakiku untuk dapat berjalan.

Engkau pegang tanganku sampai aku dapat meniti kehidupan.

Kini engkau lepaskan genggamanmu untuk selamanya.

Engkau  kembali kepada Tuhan dengan mempersembahkan kasih yang bersumberkan pada iman yang baru saja engkau nyatakan dalam pembaptisan.

Persembahan kasihnya bagaikan bunga yang senantiasa mekar dan harum semerbak”.  

Kebenaran iman disampaikan pada akhir hidupnya :

“Tuhan Yesus Kristus adalah Sang Juru Selamat yang membawa pada kebahagiaan kekal bagi orang-orang yang percaya kepadaNya”.

Orang-orang di sekitarnya pun diteguhkan untuk mensyukuri imannya.

Pesan  indah yang dapat kita renungkan :

“Dunia ini bagaikan lautan yang luas dan kita adalah kapal yang berlayar di atasnya. Sudah tak terhitung banyaknya kapal tenggelam di dalamnya. Ketika kita berlayar dengan iman, kita akan selamat dari kesesatan laut kehidupan”.

Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6).

Tuhan Memberkati

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

 

Salib tanpa Kristus : tidak memiliki tujuan!

2

Berikut adalah homili Paus Fransiskus dalam Misa bersama para seminaris, novis, dan mereka yang sedang merenungkan panggilan hidupnya:

Saudara dan Saudari terkasih,

Kemarin saya merasa senang bertemu dengan kalian, dan hari ini sukacita kita bahkan lebih besar, karena kita telah berkumpul untuk Ekaristi pada Hari Tuhan. Kalian adalah para seminaris, para novis, orang-orang muda dalam sebuah perjalanan panggilan, dari segala penjuru dunia. Kalian mewakili kaum muda Gereja! Jika Gereja adalah mempelai Kristus, kalian dalam arti tertentu merepresentasikan momen pertunangan, musim semi panggilan, musim penemuan, penilaian, formasi. Dan itu adalah musim yang sangat indah, di mana di dalamnya pondasi diletakkan untuk masa depan. Terima kasih atas kedatangannya!

Hari ini sabda Allah berbicara kepada kita tentang misi. Dari mana misi berasal? Jawabannya sederhana: itu berasal dari sebuah panggilan, panggilan Tuhan, dan ketika Ia memanggil orang-orang, Ia melakukan demikian dengan maksud untuk mengirim mereka keluar. Bagaimana seseorang yang dikirim keluar diartikan untuk menjalaninya? Apa saja poin-poin acuan misi Kristiani? Bacaan-bacaan yang telah kita dengar menyarankan tiga [poin]: sukacita penghiburan, Salib, dan doa.

1. Elemen pertama: sukacita penghiburan. Nabi Yesaya sedang menyampaikan pesan kepada orang-orang yang telah melalui masa gelap pengasingan, pencobaan yang sangat sulit. Tapi sekarang waktu penghiburan telah tiba bagi Yerusalem; kesedihan dan ketakutan harus memberi jalan kepada sukacita: “Bersukacitalah … bersorak-sorailah… bergembiralah dengannya dalam sukacita, “kata nabi itu (66:10). Ini adalah undangan besar kepada sukacita. Kenapa? Apa alasan undangan kepada sukacita ini? Karena Tuhan akan mencurahkan atas Kota Suci dan penghuninya sebuah “riam” penghiburan, sebuah luapan penghiburan yang sesungguhnya – sedemikian rupa sehingga akan datang – riam kelembutan keibuan: “Kalian akan digendong di atas pinggulnya dan ditimang pada pangkuannya” (ayat 12). Seperti ketika seorang ibu meletakan anaknya pada pangkuannya dan membelai-belainya: demikian TUHAN akan lakukan dan melakukannya terhadap kita. Ini adalah riam kelembutan yang memberi kita banyak penghiburan. “Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu” (ayat 13).

Setiap orang Kristen, dan terutama kalian dan saya, dipanggil untuk menjadi pembawa pesan pengharapan yang memberikan ketenangan dan sukacita: penghiburan Allah, kelembutan-Nya terhadap semua. Tetapi jika kita mulanya mengalami sukacita karena dihibur oleh-Nya, dicintai oleh-Nya, maka kemudian kita dapat membawa sukacita itu kepada orang lain. Ini penting jika misi kita adalah untuk menjadi berbuah: merasakan penghiburan Allah dan menyebarkannya kepada orang lain! Saya terkadang bertemu orang-orang yang telah dikonsekrasikan yang takut akan penghiburan Tuhan, dan … malangnya, mereka tersiksa, karena mereka kekurangan kelembutan ilahi ini. Namun, jangan takut. Jangan takut, karena Tuhan adalah Tuhan penghiburan, Dia adalah Tuhan kelembutan. Tuhan adalah Bapa dan Dia berkata bahwa Ia akan berada untuk kita seperti seorang ibu dengan bayinya, dengan kelembutan seorang ibu. Jangan takut akan penghiburan Tuhan. Undangan Yesaya harus bergema dalam hati kita: “Hiburlah, hiburlah umat-Ku” (40:1) dan ini harus mengarah pada misi. Kita harus menemukan Tuhan yang menghibur kita dan pergi untuk menghibur umat Allah. Ini adalah misi itu. Orang-orang saat ini tentu membutuhkan kata-kata, tetapi kebanyakan dari semua mereka membutuhkan kita untuk menjadi saksi akan belas kasihan dan kelembutan Tuhan, yang menghangatkan hati, menyalakan kembali harapan, dan menarik orang-orang ke arah yang baik. Betapa sukacitanya itu membawa penghiburan Tuhan kepada orang lain!

2. Titik acuan kedua dari misi adalah Salib Kristus. Santo Paulus, menulis kepada jemaat di Galatia, mengatakan: “Jauhlah dariku kepada kemuliaan kecuali dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus” (6:14). Dan dia berbicara tentang “tanda-tanda Yesus”, yaitu, luka-luka Tuhan yang disalibkan, sebagai balasan, sebagai tanda khusus hidupnya sebagai seorang Rasul Injil. Dalam karya pelayanannya Paulus [bukan saja] mengalami penderitaan, kelemahan dan kekalahan, tetapi juga kesukacitaan dan penghiburan. Ini adalah misteri Paskah Yesus: misteri kematian dan kebangkitan. Dan justru dengan membiarkan dirinya menjadi serupa dengan kematian Yesus maka Santo Paulus menjadi pengikut dalam kebangkitan-Nya, dalam kemenangan-Nya. Di saat kegelapan, dalam pencobaan, fajar cahaya dan keselamatan sudah hadir dan bekerja. Misteri Paskah adalah hati yang berdebar akan misi Gereja! Dan jika kita tetap dalam misteri ini, kita terlindung baik dari cara pandang misi duniawi dan penuh kemenangan dan dari keputusasaan yang dapat dihasilkan dari pencobaan dan kegagalan.

Buah keberhasilan pastoral, buah keberhasilan pewartaan Injil diukur bukan dengan keberhasilan atau kegagalan sesuai dengan kriteria evaluasi manusia, tetapi dengan menjadi serupa dengan logika Salib Yesus, yang merupakan logika melangkah di luar diri sendiri dan menghabiskan diri sendiri, logika cinta ini. Ini adalah Salib – selalu Salib yang hadir dengan Kristus, karena pada waktu kita ditawarkan Salib tanpa Kristus: hal ini tidak memiliki tujuan! – Adalah Salib, dan selalu Salib dengan Kristus, yang menjamin keberhasilan misi kita. Dan itu adalah dari Salib, tindakan tertinggi dari belas kasihan dan kasih, maka kita dilahirkan kembali sebagai “ciptaan baru” (Gal 6:15).

3. Elemen ketiga pada akhirnya [ialah]: doa. Dalam Injil kita mendengar: “Karena itu berdoalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu” (Luk 10:2). Para pekerja untuk tuaian tidak dipilih melalui iklan kampanye-kampanye atau daya tarik-daya tarik dari pelayanan dan kemurahan hati, tetapi mereka “dipilih” dan “dikirim” oleh Allah. Dialah yang memilih, Dialah yang mengirim, Tuhanlah yang mengirim, Dialah yang memberi misi. Untuk ini, doa adalah penting. Gereja, sebagaimana Benediktus XVI sering tegaskan, adalah bukan milik kita, melainkan milik Allah, dan berapa kali kita, pria dan wanita yang telah dikonsekrasi, berpikir bahwa Gereja adalah milik kita! Kita buat itu … sesuatu yang kita ciptakan dalam pikiran kita. Tapi itu bukan milik kita! Itu adalah milik Allah. Ladang yang akan dibudidayakan adalah milik-Nya. Misi itu adalah rahmat. Dan jika Rasul itu lahir dari doa, ia temukan dalam doa cahaya dan kekuatan atas tindakannya. Misi kita berhenti berbuah, itu memang terpadamkan saat hubungan dengan sumbernya, dengan Tuhan, terganggu.

Para seminaris terkasih, para novis terkasih, orang-orang muda terkasih, pahami panggilan kalian. Salah satu dari kalian, salah satu dari para pembina kalian, berkata kepada saya suatu hari, “evangeliser, on le fait à genoux” “evangelisasi dilakukan oleh lutut seseorang”. Dengarkan dengan baik: “evangelisasi dilakukan oleh lutut seseorang”. Tanpa hubungan relasi konstan dengan Allah, misi itu menjadi sebuah pekerjaan. Tapi untuk apa kalian bekerja? Sebagai penjahit, seorang juru masak, seorang imam, apakah merupakan pekerjaan kalian menjadi seorang imam, menjadi seorang biarawati? Tidak. Ini bukan pekerjaan, melainkan sesuatu yang lain. Risiko dari aktivisme, dari mengandalkan terlalu banyak pada struktur-struktur, adalah sebuah bahaya yang selalu hadir. Jika kita melihat Yesus, kita melihat bahwa sebelum menghadapi keputusan atau peristiwa penting Ia mempersiapkan dirinya sendiri dalam doa yang intens dan panjang. Mari kita memupuk dimensi kontemplatif, bahkan di tengah angin puyuh dari tugas-tugas yang lebih mendesak dan berat. Dan semakin misi itu memanggil kalian untuk pergi keluar ke pinggiran eksistensi, biarkan hati kalian menjadi lebih erat bersatu dengan hati Kristus, penuh belas kasihan dan kasih. Di sinilah letak rahasia buah keberhasilan pastoral, buah keberhasilan seorang murid Tuhan!

Yesus mengutus para pengikut-Nya dengan tanpa “pundi-pundi, tanpa bekal, tanpa sandal” (Luk 10:4). Penyebaran Injil tidak dijamin baik dengan banyaknya sejumlah orang, atau dengan kewibawaan dari lembaga itu, atau dengan banyaknya jumlah sumber daya yang tersedia. Yang penting adalah untuk diserap oleh kasih Kristus, untuk membiarkan dirinya sendiri dipimpin oleh Roh Kudus dan untuk mencangkokkan kehidupan sendiri seseorang ke pohon kehidupan, yang merupakan Salib Tuhan.

Teman-teman terkasih, dengan keyakinan besar saya mempercayakan kalian kepada perantaraan Maria yang Tersuci. Dia adalah ibu yang membantu kita untuk mengambil keputusan-keputusan hidup secara bebas dan tanpa rasa takut. Semoga ia membantu kalian untuk menjadi saksi akan sukacita penghiburan Allah, tanpa menjadi takut akan sukacita, ia akan membantu kalian untuk menyesuaikan diri kalian sendiri dengan logika cinta Salib, untuk tumbuh dalam kesatuan yang lebih mendalam dengan Tuhan dalam doa. Maka hidup kalian akan menjadi kaya dan berbuah melimpah! Amin.

(AR)

Paus Fransiskus,

Basilika Santo Petrus, 7 Juli 2013

Diterjemahkan dari: www.vatican.va

Otot Kawat, Balung Wesi

0

Bersua dengan para sahabat memberikan kegembiraan  dan tawa ria pada  saat  pesta perak imamat Pastor Yus Noron, Pr dan Pastor Roy Djakaria, Pr di Gereja Maria Regina-Bintaro Jaya, Tangerang, Minggu malam, 18 Agustus 2013.

Hati ingin lama-lama bercanda ria karena tiada yang tahu kapan bisa berjumpa lagi.

 

Seorang ibu datang  dengan permohonan : “Romo, kapan bisa berbagi peneguhan terhadap mamaku yang sakit ?”

Jawabanku  “sekarang” menyentakkannya.

 

Seorang ibu yang sedang menanggung sakit kanker bangun seketika menyambut kedatanganku  .

Di  tengah kelelahannya terpancar senyuman ketabahan.

Ia tidak mengeluhkan penyakitnya, tetapi justru menunjuk suaminya yang telah mengalami mukjizat dari Tuhan :

“Aku harus mempunyai otot kawat, balung  wesi/otot kawat, tulang besi, seperti suamiku.  Ia dua kali terserang penyakit kanker dan Tuhan telah menyembuhkannya.

Dengan merawatnya sekian lama dengan kasih sayang, aku mendapatkan ilmu untuk menghadapi penyakitku dengan kesabaran.

Semua penyakit dapat dijinakkan dengan keihklasan, tanpa menyalahkan siapa saja”.

 

Di dalam kelemahan raga ibu itu tersimpan kata-kata bijaksana  yang hanya dapat dipahami oleh makhluk yang murni jiwanya :

“Di balik tangisan, tersimpan senyuman.

Di balik kerapuhan, tersimpan kekuatan.

Di balik penderitaan, tersimpan kebahagiaan.

Di balik rasa benci, tersimpan kasih sayang.

Di balik kekecewaan, tersimpan pengharapan.

Doa menjadi musik yang menyejukkan jiwa di kala berada dalam pergumulan, bagaikan  mata air di tengah  gurun pasir yang gersang.

Di dalam Tuhan, air mata berubah menjadi mutiara ketabahan yang berkilauan.

Ketabahan karena kekuatan Tuhan menghindarkan  dari sebuah kehancuran.

Itulah makna “Otot Kawat, Balung wesi” /Otot Kawat, balung besi”.

 

Romo Yus Noron, Pr mengistilahkannya dalam kotbah pesta perak imamatnya bahwa hidup  adalah seperti berlatih sepeda yang pasti jatuh dan bangun untuk menjadi kuat dan lebih sempurna yang akhirnya membuahkan kebahagiaan.

“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun ” (Yakobus 1:2-4).

Tuhan memberkati

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

 

 

Kaki Tuhan

0

Malam menyekap bulan di atas biara susteran SFD  di Tiga Raksa,  Tangerang.

Suster Jovita SFD, usia empat puluh lima tahun, datang dari Medan, telah menungguku.

Ia akan mensharingkan pengalaman atas penyakit lupus yang ia derita sejak Februari Silam.

Lupus yang membuat harapannya sempat muram,  tetapi akhirnya  membukakan matanya akan kedahsyatan Tuhan pada dirinya.

Kisah seorang anak  yang disembuhkan dari penyakit lupus yang aku tuliskan dalam buku “Jangan Galau  Allah Peduli” rupanya menguatkan dan meneguhkannya di kala ia sedang bergulat dengan berbagai rasa yang berkecamuk di  dalam hatinya.

Ia mendapatkan pengobatan  ketika perutnya mulai membesar,  jantungnya membesar karena berisi air 2500 mg, dan levernya membengkak.

Ia memilih menjalani perawatan di biara agar bisa berdoa  untuk mohon kesembuhan dari Tuhan.

Ia berdoa dengan air matanya  sambil memandang luka kaki Tuhan yang tergantung pada salib.

Iman dan obat sungguh luar biasa bekerja karena dalam waktu singkat jantung dan levernya kembali normal.

 

Ketika ia sedang menikmati keajaiban Tuhan, ia tiba-tiba  tak berdaya dan harus dirawat di rumah sakit  satu bulan kemudian.

Ia merasa bahwa ajalnya akan segera tiba sehingga meminta  kedatangan imam untuk memberikan bekal-bekal rohani yang diperlukan dalam perjalanannya ke rumah Bapa.

Tuhan menghendakinya hidup.

Ia mulai perlahan-lahan dipulihkanNya  dari penyakit lupus.

Ia kini sudah bisa bekerja dengan ditopang obat yang ada  dan iman yang ia punya.

Ia yakin pada waktunya Tuhan akan menyembuhkannya secara sempurna.

 

Kepercayaan  akan janji penyembuhan Tuhan kami nyanyikan dalam doa  bersama di kapela :

Apapun yang terjadi dalam hidupku ini
Tak pernah kuragukan kasih-Mu Tuhan
Lewat gunung yang tinggi, dalam lembah yang curam
Tak pernah kuragukan janji-Mu Tuhan

Kau berfirman dan sembuhkanku
Kau bersabda dan s’lamatkanku
Tiada yang mustahil bagiMu
Yesus kupercaya padaMu

Lagu itu menuntunnya ke altar Tuhan untuk memegang luka kaki Tuhan Yesus :

“Tuhan,  penyakit lupus ini membuatku tidak bisa keluar karena aku tidak boleh kena sengatan matahari”.

Ia kemudian menatap mataku :

“Romo, Tuhan Yesus berkata bahwa aku pasti bisa keluar untuk melayani karena sekarang  Dia memberikan kaki-Nya bagiku untuk berjalan”.

Kini ada gairah kuat di dalam dirinya  untuk merangkai jalan kerakal yang berduri ini.

Pesan yang perlu dihayati dalam kisah ini :

Tuhan tidak menjanjikan taman  bunga mawar yang membuaikan mata kita dalam kehidupan ini, tetapi Dia dengan kaki-Nya senantiasa berada dalam setiap kesulitan dan penderitaan yang kita alami sehingga kita dapat bertahan dan melewatinya”.

“Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (2 Korintus 4:10).

Tuhan Memberkati

 

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Paus : Memikul penderitaan dengan sabar dan mengatasi penindasan dengan kasih

3

paus-fransiskus-senyum“Menderita dengan kesabaran dan mengatasi penindasan eksternal dan internal dengan kasih.” Itu merupakan doa Paus Fransiskus hari ini di Domus Sanctae Martae saat Misa pada hari raya Maria Penolong umat Kristen [24/05/2013].

Dalam homilinya, Paus Fransiskus meminta dua rahmat: “Bertahan dengan kesabaran dan mengatasi dengan kasih.” Ini adalah “rahmat yang cocok bagi seorang Kristen.” “Menderita dengan kesabaran,” ia mencatat, “adalah tidak mudah.” “Itu adalah tidak mudah, entah kesulitan-kesulitan itu datang dari luar, atau pun masalah-masalah dari dalam hati, jiwa, persoalan internal.” Tapi menderita, jelasnya, tidak hanya untuk “menanggung dengan kesulitan.”:

“Menderita adalah mengambil kesulitan dan memikulnya dengan kekuatan, sehingga kesulitan tidak menyeret kita ke bawah. Untuk memikulnya dengan kekuatan: ini merupakan kebajikan Kristen. Santo Paulus mengatakan beberapa kali: Menderita (bertahan). Ini berarti tidak membiarkan diri kita diatasi dengan kesulitan. Ini berarti bahwa orang Kristen memiliki kekuatan untuk tidak menyerah, untuk memikul kesulitan dengan kekuatan. Memikul mereka, tetapi dengan kekuatan. Hal ini tidak mudah, karena keputusasaan datang, dan salah satunya memiliki dorongan untuk menyerah dan berkata, ‘Baiklah, ayolah, kita akan melakukan apa yang kita bisa tapi tidak lebih [dari itu].’ Tidak demikian halnya dengan karunia untuk menderita. Dalam kesulitan-kesulitan, kita harus meminta rahmat ini, di dalam kesulitan.”

Rahmat lainnya yang Paus minta adalah “mengatasi dengan kasih”:

“Ada banyak cara untuk menang, tetapi rahmat yang kita minta hari ini adalah anugerah kemenangan dengan kasih, melalui kasih. Dan ini tidak mudah. Ketika kita memiliki musuh eksternal yang membuat kita menderita begitu banyak: ini adalah tidak mudah, untuk memenangkan dengan kasih. Ada keinginan untuk membalas dendam, untuk mengajak orang lain melawan musuh … Kasih: kelemahlembutan yang Yesus ajarkan pada kita. Dan itu adalah kemenangan tersebut! Rasul Yohanes mengatakan dalam bacaan pertama: ‘Ini adalah kemenangan kita, iman kita.’ Iman kita ialah justru ini: percaya kepada Yesus yang mengajarkan kita kasih dan mengajarkan kita untuk mengasihi semua orang. Dan bukti bahwa kita di dalam kasih adalah ketika kita berdoa untuk musuh-musuh kita.”

Untuk berdoa bagi para musuh, bagi mereka yang membuat kita menderita, Paus melanjutkan, “tentunya tidak mudah.” Tapi kita menjadi “orang Kristen yang kalah” jika kita tidak mengampuni para musuh, dan jika kita tidak berdoa untuk mereka. Dan “kita menemukan begitu banyak orang Kristen yang sedih dan putus asa,” ia berseru, sebab “mereka tidak memiliki karunia ini untuk bertahan dengan kesabaran dan mengatasi dengan kasih”:

“Oleh karena itu, kita meminta Bunda Maria untuk memberi kita rahmat itu untuk bertahan dengan kesabaran dan mengatasi dengan kasih. Berapa banyak orang – begitu banyak pria dan wanita – telah mengambil jalan ini! Dan indah melihat mereka: mereka memiliki roman muka yang indah itu, kebahagiaan yang tenang itu. Mereka tidak banyak bicara, tapi memiliki hati yang sabar, hati yang dipenuhi dengan kasih. Mereka tahu apa itu pengampunan bagi para musuh, mereka tahu apa itu berdoa bagi para musuh. Begitu banyak orang Kristen yang seperti itu!”

Misa ini dihadiri oleh para pegawai dari Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial dipimpin oleh presiden mereka, Uskup Agung Claudio Maria Celli. Dan, pada Hari Doa Sedunia bagi Gereja di Cina, Uskup Agung Savio Hon Tai-Fai, Sekretaris Kongregasi Evangelisasi Bangsa-Bangsa, dan sekelompok imam, religius, seminaris dan orang awam dari China juga menghadiri perayaan ini. Pada akhir doa-doa umat beriman, Paus berdoa: “Untuk orang-orang Cina yang mulia: Semoga Tuhan memberkati mereka dan Bunda kita menjaga mereka.” Misa diakhiri dengan sebuah lagu untuk Perawan Maria dalam bahasa Cina.

(AR)

Paus Fransiskus,

Domus Sanctae Marthae, 24 Mei 2013

Diterjemahkan dari : www.news.va

Yesus adalah rahasia kebajikan Kristiani

0

Bagi orang Kristen, Yesus adalah “segalanya”, dan ini adalah sumber kebajikannya. Ini adalah fokus pesan Paus Fransiskus saat Misa Senin pagi [17/06/2013] di Domus Sanctae Marthae. Paus juga menegaskan bahwa kebenaran Yesus melebihi kebenaran ahli-ahli Taurat, yang lebih unggul dibandingkan dengan keadilan semacam “mata ganti mata, gigi ganti gigi” itu. Di antara mereka yang hadir pada Misa yang dirayakan oleh Kardinal Attilio Nicora, adalah sekelompok kolaborator dari Otoritas Informasi Keuangan Vatikan dan sekelompok kolaborator dari Museum Vatikan dengan didampingi oleh direktur administrasi Museum, Pastor Paolo Nicolini. Uskup Agung Manila, Kardinal Luis Tagle, juga turut hadir.

“Jika seseorang menampar pipi kananmu, tawarkan pipi kirimu juga”. Paus Fransiskus memfokuskan homilinya pada kata-kata Yesus yang menggetarkan bumi bagi murid-murid-Nya. Tamparan pipi – katanya – telah menjadi klasik dipakai dan digunakan oleh beberapa orang untuk menertawakan orang-orang Kristen. Dalam kehidupan, jelasnya, logika sehari-hari mengajarkan kita untuk “berjuang mempertahankan keberadaan kita” dan jika kita menerima sebuah tamparan “kita bereaksi dan kembali membalas dua tamparan guna membela diri kita sendiri”. Di sisi lain, Paus mengatakan, ketika saya menyarankan para orangtua untuk memarahi anak-anak mereka, saya selalu berkata: “Jangan pernah menampar pipi mereka”, karena “pipi adalah martabat”. Dan Yesus, lanjutnya, setelah perihal menampar pipi lebih lanjut mengajak kita untuk menyerahkan jubah kita juga, untuk menelanjangi diri kita sepenuhnya.

Kebenaran yang Ia bawa – Paus menegaskan – adalah jenis lain dari keadilan yang benar-benar berbeda dari “mata ganti mata, gigi ganti gigi”. Ini merupakan keadilan yang beda. Hal ini jelas ketika St Paulus berbicara tentang orang-orang Kristen sebagai “orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa dalam diri mereka sendiri namun memiliki segala sesuatu di dalam Kristus”. Jadi, keamanan Kristiani tepatnya adalah “segalanya” ini yang berada dalam Kristus. “Segalanya” – ia menambahkan – adalah Yesus Kristus. Hal-hal lain “tidak berarti apa-apa” bagi seorang Kristen. Sebaliknya, Paus memperingatkan, “untuk roh dunia “segalanya” berarti sesuatu: kekayaan, kesombongan”, itu artinya “diterima dengan baik dalam masyarakat” di mana “Yesus bukan apa-apa”. Jadi, seorang Kristen akan berjalan 100 kilometer meski ia hanya diminta untuk berjalan 10 kilometer, “sebab baginya ini “tidaklah ada apa-apanya”. Dan dengan ketenangan, “ia rela memberikan pakaiannya saat diminta jubahnya”. Ini adalah rahasia kebajikan Kristiani yang selalu melangkah bersama-sama dengan kelemahlembutan”: itu adalah” segalanya”, yang adalah Yesus Kristus:

“Seorang Kristen adalah seorang yang membuka hatinya dengan semangat kebajikan, karena ia memiliki “segalanya”: Yesus Kristus. Hal-hal lain “tidak ada apa-apanya”. Beberapa ada yang baik, mereka memiliki tujuan, tapi dalam momen harus memilih dia selalu memilih “segalanya”, dengan kelemah lembutan itu, kelemahlembutan Kristiani yang merupakan tanda murid-murid Yesus: kelemahlembutan dan kebajikan. Untuk hidup seperti ini adalah tidak mudah, karena kalian benar-benar akan menerima tamparan! Bahkan pada kedua pipi! Tapi seorang Kristen adalah lemah lembut, seorang Kristen penuh kebajikan: dia membuka hatinya. Kadang-kadang kita menemukan di antara orang-orang Kristen ini seorang yang kecil hati, dengan ciut hati…. Ini bukan Kekristenan: ini adalah keegoisan, yang bertopeng Kekristenan”.

“Seorang Kristen sejati” – Paus melanjutkan – “tahu bagaimana memecahkan oposisi bi-polar ini, ketegangan yang ada antara “segalanya” dan yang “tidak ada artinya samasekali”, sama seperti Yesus telah mengajarkan kita: “Cari dulu Kerajaan Allah dan keadilannya, yang lainnya akan datang sesudahnya”.

“Kerajaan Allah adalah “segalanya”, yang lainnya adalah sekunder. Dan semua kesalahan orang Kristen, semua kesalahan Gereja, semua kesalahan kita berasal dari saat kita mengatakan “yang tidak berarti” adalah “segalanya”, dan “segalanya” itu kita katakan tidak masuk hitungan … Mengikuti Yesus tidak mudah, namun tidak sulit juga, karena pada jalan kasih Tuhan melakukan hal-hal sedemikian rupa sehingga kita dapat melangkah maju; Tuhan sendiri yang membuka hati kita”.

Inilah yang harus kita doakan – Paus mengatakan – “ketika kita dihadapkan dengan pilihan antara [menerima] tamparan, [melepaskan] jubah, [melangkah] 100 kilometer”, kita harus berdoa kepada Tuhan untuk “membuka hati kita” sehingga “kita penuh kebajikan dan lemah lembut”. Kita harus berdoa supaya kita tidak “berjuang untuk hal-hal kecil, “yang tak berarti apa-apa” dari kehidupan sehari-hari”.

“Ketika seseorang menentukan pilihan untuk “yang tidak berarti apa-apa”, dari pilihan yang menimbulkan konflik dalam keluarga, dalam persahabatan, antar teman, dalam masyarakat. Konflik yang berakhir dengan perang: untuk “sesuatu yang tidak ada artinya”! “Sesuatu yang tidak berarti apa-apa” selalu menjadi benih perang. Karena itu adalah benih keegoisan. “Segalanya” adalah Yesus. Mari kita mohon kepada Tuhan untuk membuka hati kita, membuat kita rendah hati, lemah lembut dan penuh kebajikan karena kita memiliki “segalanya” dalam Dia; dan mari kita mohon kepada-Nya untuk menolong kita menghindari pemicuan masalah sehari-hari yang berasal dari “sesuatu yang tidak berarti apa-apa”.

(AR)

Paus Fransiskus,

Domus Sanctae Marthae, 17 Juni 2013

Diterjemahkan dari: www.news.va

 

 

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab