Pertanyaan:
Hi Stef/Ing,
Baru2 ini di daerah Pondok Pinang – Pondok Indah Jakarta Selatan terjadi pembunuhan. Yang dibunuh seorang Ibu dari bayi yang baru dilahirkannya beberapa bulan lalu. Ibu ini berumur 23 thn. Bersamaan dengan itu dibunuh juga adik iparnya, laki2, kls 1 SMA, baru 17thn. Menurut polisi, motifnya adalah perampokan – orang tua/mertua korban adalah pengusaha berlian.
Yang saya ingin tanyakan, apakah kematian mereka ini termasuk rencana Allah? Bukankah yang berkuasa atas hidup dan mati kita adalah Tuhan? Jadi, Tuhan sendiri yang menghendaki kematian itu? Dilihat secara manusia, kematian mereka tragis. Selain masih sangat muda, si ibu juga meninggalkan bayi yang tentu masih sangat membutuhkannya. Begitupun dengan si adik ipar yang baru menginjak masa remaja. Masa depannya masih sangat panjang….
Allah adalah KASIH. Saya yakini itu. Lalu kenapa ada cara kematian yang seperti itu? Saya tidak tau kehidupan korban pembunuhan ini, tapi, pada halaman obituari di koran dicantumkan ada misa requiem untuknya.
Jika ada penjahat yang mati tertembak, nyaris tidak ada yang menyesalinya. Ibaratnya, setimpal lah (dengan kejahatannya – dan barangkali malah: ya syukurlah sudah mati, daripada bikin onar – padahal kita sebenernya juga tidak berhak atas nyawa mereka ya, he-he).
Berbeda jika yang meninggal mati karena pembunuhan tsb adalah seseorang yang kita kenal sebagai orang “baik”, kita merasa tidak rela dan bertanya2, kok bisa ya? Atau, kasihan sekali ya.. dia kan orang baek.. dsb. Lalu kita sering menyimpulkan : ya memang sudah begitu garis hidupnya. Sudah dikehendaki oleh Yang Kuasa..
Bagaimana sebetulnya dengan kejadian kematian seperti itu? Kenapa Allah “membiarkan pembunuhan terhadap orang baik”? bahkan kadang dengan cara yang begitu sadis semisal mutilasi.
Mohon pencerahannya ya dan terimakasih banyak. Shalom! – Nicola
Jawaban:
Shalom Nicola,
Pertanyaan Nicola adalah pertanyaan tentang kejahatan atau “evil”, baik pembunuhan, kematian bayi karena kelaparan, peperangan, bencana alam, dll. Dan sering orang bertanya, apakah semua ini adalah rencana Allah. Nanti, akan ada satu tulisan yang akan membahas tentang evil di dunia ini dan kaitannya dengan Tuhan. Namun berikut ini adalah prinsip-prinsip untuk menjawab pertanyaan Nicola:
1). Allah adalah kasih (1 Yoh 4:8), dan rencananya adalah rancangan damai sejahtera bukan rancangan kecelakaan (Jer 29:11). Karena kasih adalah menginginkan yang terbaik untuk orang yang dikasihinya, maka Tuhan juga menginginkan yang terbaik untuk umat manusia, ini terbukti dengan memberikan Putera-Nya untuk mati di kayu salib demi keselamatan kita (Yoh 3:16). Dan tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini.
2) Karena Tuhan menginginkan yang terbaik untuk manusia, maka Tuhan memberikan “kehendak bebas atau free will“. Dan sering manusia menyalahkangunakan kehendak bebasnya untuk melawan kehendak Tuhan atau ini disebut “dosa“. Dan dosa selalu mempunyai dimensi sosial, seperti yang telah diuraikan dalam tulisan “masih perlukah Sakrament Pengakuan Dosa (bagian 1)“. Jadi dalam kasus pembunuhan yang disebutkan Nicola adalah karena dosa yang mempunyai dimensi sosial.
3). Semua yang terjadi di dunia ini atas sepengetahuan dan diijinkan oleh Tuhan, karena Tuhan Maha Tahu dan Maha Kuasa. Namun tidak semua yang terjadi di dunia ini adalah rancangan Tuhan, sebagai contoh adalah evil/kejahatan, dosa, dll. yang melawan hakekat Tuhan dan karenanya pasti bukan dari Tuhan. Namun salah satu atribut yang terbesar bagi Tuhan adalah “Dia dapat membuat situasi yang dipandang oleh manusia jahat atau penderitaan menjadi baik untuk orang yang bersangkutan maupun orang banyak.” Sebagai contoh: ketidaktaatan manusia pertama yang mendatangkan dosa asal menjadi alasan terbesar bagi Tuhan untuk mengirimkan Putera-Nya, Yesus, untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa.
4). Jadi, penderitaan (suffering) dan evil (kejahatan) dapat dirubah oleh Tuhan untuk kebaikan yang lebih tinggi (greater good), memberikan kesempatan kepada manusia untuk berpartisipasi dalam pekerjaan Allah, kesempatan bagi umat Allah untuk membuktikan kasih mereka kepada Allah di tengah-tengah percobaan. Sebagai contoh: kita melihat di dalam penderitaan tsunami di Aceh, banyak orang yang tergerak untuk menolong. Mungkin banyak orang yang berfikir bahwa kehidupan adalah suatu anugerah, atau kehidupan dan semua yang ada di dunia ini (kesehatan, rumah, harta, dll) bersifat sementara. Kita tidak tahu kebaikan apa yang didapat dari keluarga yang terbunuh, karena cerita kehidupan mereka belum selesai. Namun mungkin keluarga mereka jadi lebih dekat dengan Tuhan. Komunitas di sekitarnya juga mulai mempertanyakan akan arti hidup, arti kematian, atau kehidupan setelah kematian, dll., yang pada akhirnya akan membawa kita kepada Tuhan. Ketidaktahuan kita akan kebaikan yang lebih tinggi di balik penderitaan dan kejahatan menyimpan suatu misteri, yang pada saatnya nanti akan terungkap dengan jelas. Ini terjadi juga dalam cerita Ayub.
5) Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya “Salvifici Doloris” mengatakan bahwa, penderitaan dan kejahatan dapat dibagi 2: a) fisik dan moral, b) sementara dan selamanya. Fisik adalah sakit penyakit, kemiskinan, kematian, dll., sedangkan moral adalah kepahitan, kemarahan, atau dengan kata lain dosa. Sementara adalah semua penderitaan dan kejahatan di dunia ini yang memang bersifat sementara, sedangkan selamanya adalah penderitaan di neraka. Dimata Tuhan, kejahatan moral atau “DOSA” dan juga penderitaan yang bersifat selamanya di “NERAKA“, mendapat perhatian paling utama, karena dua hal itu adalah dua hal yang bertentangan dengan hakikat dan rencana Tuhan. Itulah sebabnya Yesus datang ke dunia ini untuk MENEBUS DOSA manusia dan menunjukkan jalan ke SURGA. Jadi bagi yang terbunuh, dia mengalami kejahatan fisik, namun jika semasa hidupnya dia hidup di dalam Tuhan, maka dia tidak akan mengalami penderitaan selamanya (ia dapat masuk surga). Bagi yang membunuh, dia melakukan kejahatan fisik dan moral, dan kalau dia tidak bertobat dapat membawa dirinya sendiri kepada penderitaan selamanya (ia membawa dirinya sendiri ke dalam neraka).
Jadi bagi kita orang Kristen, penderitaan dan kematian bukanlah “TITIK” atau akhir dari segalanya, namun masih “KOMA” yang menjadi permulaan kehidupan baru. Hal ini dikarenakan pengharapan dan kebahagiaan kita bukan berasal dari dunia ini, namun dari Tuhan dan kepenuhan kebahagiaan ada di surga bersama dengan Yesus.
Saya mengundang kita semua dan seluruh pembaca website ini untuk turut juga berdoa bagi jiwa-jiwa yang dibunuh agar Tuhan menerima mereka dalam kerajaan surga. Juga untuk seluruh anggotanya agar diberi kekuatan untuk menghadapi percobaan ini dan membuat mereka agar lebih dekat dengan Tuhan. Dan kita juga berdoa untuk pertobatan yang membunuh, agar mereka kembali kepada jalan yang benar.
Semoga prinsip-prinsip tersebut di atas dapat menjawab pertanyaan Nicola. Kalau masih kurang jelas atau tidak setuju silakan untuk menuliskan kembali atau menunggu untuk tulisan lengkap tentang topik ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan
stef – www.katolisitas.org
Shalom…
Sya ingin tmbah’n sdkit. Mmg bnar spt yg dkata’n saudara kometar d atas. Tuhan xkan m’beri pnderitaan yg m’lebihi kudrat hambaNya. Ini umum ktahui. Namun dlm ruang lingkup c ibu yg lmpuh & kmatian suami tsb, kita m’ganggap dugaan dr Tuhan ini sdh sngat lebih berat baginya. Ini krana kita m’mandang dr kcamata manusia. Sdang’n rncana Tuhan mugkin b’lainan. Bisa sj mnurutNya dugaan ini blum mlebihi kmampuan kudrat ibu tsb. Krna Tuhan lbih tau akan batas k’kuatan ibu tsb & angota2nya. Krna Tuhan Maha kasih & Maha tahu…
Trima kasih
salam kenal, sekarang saya sedang mebuat skripsi ttg penderitaan manusia menurut salvifici doloris, mungkin anda bisa membantu saya dengan buku-buku yang bisa anda sarankan. trimakasih Berkah Dalem.
Shalom Aditama,
Sebenarnya ada cukup banyak buku yang tersedia dalam bahasa Inggris yang membahas tentang penderitaan dalam kacamata iman Katolik – yang dapat mendatangkan keselamatan – seperti yang dibahas dalam Salvifici Doloris. Kunci dari penderitaan yang menyelamatkan dan memaknai penderitaan adalah dengan mengerti terlebih dahulu penderitaan Kristus – yang mendatangkan keselamatan kepada seluruh umat manusia. Dengan demikian, kita semua yang menjadi murid Kristus juga dipanggil untuk turut serta memanggul salib bersama Kristus. Oleh karena itu, kalau Anda mau membaca St. Thomas Aquinas, maka anda dapat membaca di bagian penderitaan Kristus, yaitu di bagian ST, III, q. 46-49. Kita juga dapat membaca kitab Ayub. Buku-buku ini juga dapat membantu: Peter Kreeft, Making Sense out of Suffering; John Paul II, Silence Transformed into Life: The Testament of His Final Year; Robert G Schroeder, John Paul II and the Meaning of Suffering: Lessons from a Spiritual Master, dan masih banyak buku yang lain. Anda dapat google buku tersebut atau juga melihatnya di amazon. Selamat mengerjakan tugas akhir dan bagi pembaca katolisitas yang mengetahui buku-buku dalam bahasa Indonesia tentang “penderitaan dalam perspektif iman katolik” silakan memberikan rekomendasinya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Mau tanya ya Bu atau Pak, katanya Tuhan tak akan memberi cobaan melebihi batas kempuan kita, mengapa ada orang yang mendapat cobaan melebihi batas kemampuanny?
Ada seorang ibu sudah ada 6 tahun menderita sakit lumpuh. seminggu yang lalu suaminya yang sehat justru meninggal karena jatuh dari sepeda, Betapa kasihan melihatnya dalam ketidak berdayaannya dia harus kehilangan orang yang membantu dia. Dia sudah didoakan berkali kali namun tak ada hasil,
apakah cara berdoanya yang salah?
Secara umum orang akan menganggap si ibu banyak dosanya atau sewaktu sehatnya kurang bersyukur atau mungkin juga terlalu sombong,
Mohon Bantu doa juga agar ibu ini dapat dibebaskan dari penderitaannya.
Terima kasih
Salam damai dan sejahtera selalu
G B U
Shalom Budhi,
Memang pada akhirnya, harus diakui bahwa kita tidak dapat menjelaskan makna segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita; dan termasuk hal penderitaan yang nampaknya memang sangat memprihatinkan, seperti yang anda kisahkan. Namun demikian, kita tetap percaya bahwa dalam kehidupan yang paling menyedihkan sekalipun, Tuhan hadir, dan karena itu tetaplah mempunyai makna.
Paus Yohanes Paulus II yang terberkati pernah menulis surat ensiklik yang sangat indah tentang makna penderitaan, dengan judul Salvifici Doloris (On the Christian Meaning of Human Suffering) dan beberapa cuplikannya pernah saya sampaikan di sini, silakan klik.
Jika kita melihat ada orang- orang yang demikian menderita, janganlah kita sampai menghakimi atau mengatakan bahwa mereka banyak dosanya sehingga ‘dihukum’ Tuhan; sebab sungguh itu adalah tuduhan spekulatif, yang selain belum tentu benar, juga sangat menyakitkan bagi orang tersebut. Lebih baik kita secara aktif mendoakan mereka, menghibur mereka, dan memperkenalkan mereka kepada kasih Tuhan yang menyertai dan menopang mereka, justru pada saat- saat yang sulit ini. Pengalaman akan kasih Tuhan itulah yang umumnya menghantar seseorang kepada pertobatan sejati dan memberi kekuatan yang adikodrati untuk menghadapi penderitaannya dengan iman dan pengharapan yang teguh. Hal ini juga kita lihat dalam kehidupan Paus Yohanes Paulus II yang terberkati, yang menghadapi penderitaannya, terutama saat menjelang akhir hidupnya, dengan iman dan pengharapan yang luar biasa, yang menjadi teladan bagi kita semua.
Ya, mari kita turut mendoakan ibu ini, agar Tuhan menopangnya di saat- saat yang sulit ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
saya lengkapi…Mengapa yang jahat/kejahatan semakin tersebar dan semakin populer dan bertambaha jumlah orangnya…?????
Sederhana jawaban dari seorang bijak..maaf lupa namanya…
Adalah karena orang orang benar tidak melakukan apa apa…
Gawat kan???? bukan aksi teroris maksudnya……… namun sejenis A Team kali….atau kepahlawan atau keheroikan atau ke patriotan yang intinya adalah rela berkorban untuk yang benar…
Rela berkorban, rela rugi, rela menderita,,,,,rela ga populer,,, rela terancam anak bini…..
Makanya cerdas2 jadi A Team, Robin Hood atau yang lain yg pasti bukan jadi TERORIS….
Shalom Budi,
Ya, dunia ini dapat menjadi jauh lebih baik jika orang- orang benar mau melakukan sesuatu, sesuai yang diyakininya sebagai kebenaran.
Namun mungkin perlu diperjelas di sini supaya tidak menimbulkan pertanyaan, apa yang anda sebut sebagai “rela terancam anak bini”? Apakah orang yang benar lalu punya anak bini yang mengancam? Atau maksudnya hidup orang itu beserta anak dan istrinya menjadi terancam?
Lalu asal kita tahu saja, bahwa Robin Hood juga sebenarnya bukan tokoh yang dapat dikatakan teladan secara moral, sebab walaupun dia membantu orang miskin, tetapi cara membantunya dengan mencuri. Hal ini tentu juga bukan hal yang ideal dan dapat dibenarkan secara moral.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
lol…
maksudnya…mungkin karir nya, keluarganya, masa depannya, nyawanya mungkin akan terancam lewat Penekanan, penindasan, Ancaman,Tindakan lainnya..
Jika orang benar (?) contoh pegawai negeri yang ga mau ikuti perintah atasannya untuk KKN dia kan akan disingkirikan, berarti terpengaruh lah keluarganya, masa depannya, dan contoh lain yang bisa di ketahui sendiri…
Maksudku cuma itu sih….
Tx 4 u.
[Dari Katolisitas: Terima kasih atas klarifikasinya, sudah jelas sekarang maksud anda]
Salam damai sejahtera
Tahukah anda bahwa :
Ternyata dunia “lebih baik” dari Surga
Salam
mac
Shalom Machmud,
Terima kasih atas komentarnya yang singkat bahwa dunia “lebih baik” dari Sorga. Karena komentarnya sangat singkat, jawaban saya juga sangat singkat: Apakah alasan Machmud mengatakan bahwa dunia lebih baik dari Sorga?
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Stef
Karena alasannya cukup panjang , maka saya minta izin dulu pada anda dan jika disetujui akan saya kirimkan besok pagi
Bagaimana ?
Salam
Mac
Shalom Machmud,
Silakan untuk menuliskan alasannya. Saya mengusulkan untuk mulai dari definisi: apakah dunia ini, apakah Sorga, dan kemudian setelah itu lihat perbandingannya dari definisi tersebut. Dan kemudian menganalisanya sehingga ada argumentasi yang kuat mengapa Machmud mengatakan bahwa dunia ini lebih baik dari Sorga. Selamat menulis.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Stef
Sesuai janji saya pada Stef maka berikut ini saya sampaikan alasan saya
DUNIA “LEBIH BAIK” DARI SORGA
Mungkin anda terkejut membaca judul diatas dan kemudian bertanya mengapa demikian ?
Untuk itu kita akan melihat pada awal kejadian manusia diciptakan Tuhan dan ditempatkan di Taman Eden.
Tuhan mengizinkan ular masuk ke dalam Taman Eden sehingga HAWA jatuh dan timbullah dunia seperti yang sekarang ini. Allah mengizinkan semua ini terjadi sebab didalam kemahatahuanNya , Ia tahu bahwa hal ini akan membuat dunia “lebih baik” dari pada Sorga. Bagi Allah yang mengizinkan timbulnya dunia kita sekarang ini, sebab hal itu berfaedah bagi kita manusia, tetapi bagi kita hal itu menimbulkan sakit dan penderitaan. Oleh sebab itu Rasul PAULUS mengatakan Sorga itu teramat baik, sebab dibandingkan dengan sengsara yang limpah dalam dunia ini.
Mengapa hal2 yang menyakitkan dan penuh penderitaan itu dianggap lebih baik oleh Allah ?
Aneh, tetapi itu betul . Aneh untuk kita manusia yang belum mengerti, tetapi setelah kita ditebus oleh Tuhan dan mengerti, baru kita juga bisa meng-amienkannya dengan iman bahwa dunia ini memang “lebih baik” dari Sorga. Sebab itu selama kita hidup didunia ini, jangan me-nyia2kan kesempatan ini dan ambil faedah dari kesempatan ini yang di Sorga tidak ada.
Mengapa sakit dan sengsara itu dianggap baik oleh Allah ?
Sebab dunia ini menjadi tempat pengolahan dan ujian bagi kita. Dunia adalah sekolah rohani yang lebih baik dibanding dengan Sorga. Untuk itu kita harus mengerti terlebih dahulu perbedaan antara pencobaan dan ujian.
PERBEDAAN ANTARA GODAAN, UJIAN DAN PENCOBAAN
Pada prinsipnya godaan, ujian dan pencobaan ini sama. Perbedaannya adalah :
Siapa dibalik semua ini ?
A. Iblis
Ia penggoda yang berusaha membangkitkan keinginan orang itu akan dosa, menipu dan menyesatkan. Dia seperti ular yang menggoda HAWA.
Kalau Iblis berhasil, orang itu menjadi ingin dan ia akan bergerak sendiri mencari kesempatan untuk berbuat, sebab sudah kedatangan ingin. Seperti HAWA menjadi sangat ingin dan tanpa komando lagi dari ular, ia sendiri memberanikan diri memetik buah larangan itu.
B. Orang itu sendiri
Ada macam2 hal yang menyebabkan orang itu tergoda dan ingin atau mencari kesempatan berbuat dosa. Kadang2 Iblis yang menggoda langsung seperti HAWA, kadang2 lewat bacaan, tontonan dan pergaulan (ajakan) sehingga hatinya terbakar untuk menuruti nafsu marah, benci, tamak, sombong, sex,dll. Kadang2 dari dalam hati orang itu sendiri timbul keinginan yang jahat.
C. Tuhan yang menguji atau mengizinkan diuji
Tuhan menguji langsung, misalnya IBRAHIM disuruh korbankan anaknya, semua ini langsung dikerjakan Allah kepada orang itu. Seringkali Tuhan mengizinkan orang lain atau Iblis mengganggunya sehingga menjadi ujian. Misalnya Tuhan mengizinkan AYUB dirampok habis2an dan Iblis mengirim angin ribut merobohkan rumah anak2nya sampai mati semua.
Semua itu terjadi sebab Iblis mendapat izin dari Tuhan untuk menguji AYUB.
Jadi kita lihat : Iblis menggoda ,merayu, menipu, menyesatkan, dst. Orang itu sendiri tertarik oleh hawa nafsunya sendiri atau digoda Iblis. Tuhan bisa menguji langsung atau lewat manusia atau Iblis.
Jadi ada 3 macam pencobaan yaitu tergantung dari siapa yang melakukan pencobaan itu dan itu berbeda sifatnya meskipun godaan itu juga bisa menjadi ujian.
Godaan dalam hal uang, sex, kebencian.
YUDAS ditawari uang 30 keping perak dan ia jatuh, sehingga ia berani menjual Tuhan dan Gurunya untuk diserahkan pada orang2 Parisi dan ahli taurat untuk dibunuh.
ACHAN tidak mencari tetapi tiba2 bertemu dengan harta dan uang yang begitu banyak dan itu menjadi ujian baginya dan ia jatuh.
AMNON terus me-nyala2 birahinya terhadap TAMAR dan mencari jalan untuk memperkosanya dan akhirnya ia jatuh. Begitu juga dengan SIMSON yang berjalan sendiri untuk mencari perempuan sundal, yang pada akhirnya juga jatuh.
YUSUF digoda oleh istri POTIFAR tuannya, dirayu dan dipaksa untuk melayaninya, tetapi YUSUF tetap tinggal dalam kesucian walaupun untuk itu ia harus dimasukkan kedalam penjara.
SAUL sebab kebenciannya terhadap DAUD , maka ia selalu mencari jalan untuk membunuhnya dan ber-bagai2 jalan ditempuh namun akhirnya SAUL sendiri yang binasa karena dosa2nya.
KAIN tiba2 tergoda dan begitu melihat ada kesempatan maka ia langsung membunuh HABIL adiknya. Ini terjadi tiba2, ia begitu tergoda untuk menjadi benci dan langsung membunuh.
Maksud dari pencobaan itu berbeda
Tergantung dari siapa yang melakukannya. Allah mencobai untuk banyak maksud2 yang baik dan yang terpenting ialah supaya orang itu meningkat, makin murni, makin indah mutu rohaninya.
Kalau Iblis menggoda, maksudnya supaya orang itu jatuh sehingga rohaninya rusak, rencana Allah dalam orang itu juga rusak dan akhirnya orang itu masuk Neraka, kecuali bertaubat.
Kalau orang itu sendiri , ia tertarik oleh hawa nafsunya dengan maksud untuk memuaskan hawa nafsunya sehingga ia masuk kedalam pencobaan. Jadi kasusnya sama , semua disebut pencobaan tetapi maksudnya berbeda.
Keadaan orang yang mengalami pencobaan.
Tergantung dari macamnya pencobaan itu. Orang yang diuji biasanya berada dalam kesucian yang baik dan tetap tinggal sejahtera sekalipun mengalami pencobaan.
PAULUS yang ditangkap dan dimasukkan penjara tetap sejahtera dan bisa bersuka cita sekalipun menderita. Tetapi orang2 yang dicobai Iblis, betul mereka mendapatkan hal2 yang mereka inginkan, tetapi hatinya gelisah, tidak ada damai. Kalau orang2 ini tetap tidak mau bertaubat, keadaannya makin gelisah sehingga bisa bunuh diri sebab stress. Orang2 yang memasukkan dirinya dalam godaan sebab tertarik oleh hawa nafsunya sendiri, itu juga gelisah, tetapi seringkali karena mabuk, mula2 tidak merasa, tiba2`lewat beberapa waktu menjadi celaka.
Keluar dari pencobaan.
Orang yang memasukkan dirinya sendiri kedalam pencobaan biasanya tidak mau keluar sebab memang itu yang dicari, kecuali dipukul Tuhan. Misalnya YUNUS , ia dipukul Allah dan dimasukkan dalam perut ikan 3 hari 3 malam, baru mau bertaubat kembali. Kalau tidak dipukul seringkali mereka mabuk, lalu undur dan binasa. Kalau mereka mau keluar, itu sulit sebab bukan saja perlu bertaubat, tetapi lebih dahulu harus sadar dan mengerti bahwa jalannya itu salah dan celaka,baru setelah itu bertaubat. Orang yang digoda Iblis biasanya juga sudah kedatangan ingin, sebab itu kalau mau bertaubat, harus mengambil keputusan yang tegas`lalu keluar. Bertaubat sungguh2 baru bisa dilepaskan sehingga mereka tidak lagi mau berdosa sekalipun ada kesempatan. Orang2 yang diuji akan lulus kalau tetap berjalan dalam Roh, sehingga mereka tetap celik dan kuat dan tidak sampai jatuh dalam ujian itu.
FAEDAH DARI UJIAN
Mengapa Allah menguji kita ?
Bukankah ia sudah tahu lebih dahulu kita akan lulus atau tidak, mengapa merepotkan diriNya dan menyusahkan umatNya ?
Sebab ada maksud yang indah dalam ujian ,yaitu :
• Dimurnikan ,ditingkatkan mutunya. Dengan ujian maka mutu kita dalam semua segi hidup ditingkatkan. Misalnya dalam mengampuni, dalam uang, dalam kesombongan ,dalam masalah sex dll; dengan ujian maka segala nafsu jahat dimatikan sehingga makin lemah ,supaya bisa menjadi seperti Kristus.
• Tahu mutu kita sendiri di dalam ujian. Kadang2 kita sudah puas dan merasa tinggi, ternyata dalam ujian kita harus bergumul setengah mati; itu menjadi tanda bahwa kita belum mahir, masih harus meningkat terus sampai mahir. Orang yang mahir tanpa banyak pergumulan bisa menang. Dengan demikian kita tahu ada kemajuan atau tidak dalam bidang itu.
• Tahu salah dan kekurangannya sendiri. Kadang2 kita tidak sadar dimana saja kekurangan dan kelemahan kita .Dengan ujian dan pencobaan ,kita bisa tahu bahwa dalam segi2 itu kita belum atau sudah matang.
• Dapat pahala. Kalau kita memberkati orang dengan segenap hati dan memintakan ampun orang yang bersalah pada kita, kita dapat pahala berlipat kali ganda. Lebih berat ujiannya, lebih tinggi ijazahnya dan lebih besar pahalanya. Sebab itu orang2 beriman yang mengerti, makin gembira mengalami pencobaan yang berat, bahkan masih bisa bersuka cita. Seberapa banyak sengsara dan aniaya yang kita terima karena Kristus, itu berarti mengambil bagian dalam sengsara Kristus, juga mendapat bagian dalam kemuliaanNya yang luar biasa dan berlipat kali ganda pahalanya.
• Supaya maju harus tumbuh. Banyak ujian dan lulus berarti makin maju. Bahkan supaya lebih cepat tumbuh Tuhan beri banyak ujian. Betapa untungnya kalau kita boleh mengalami ujian, apalagi lebih sering, sebab itu berarti Tuhan sedang menumbuhkan kita dengan cepat dan itu erat hubungannya dengan kemuliaan dan pahala yang besar.
• Arah dan tujuan hidup menjadi lebih jelas. Ujian itu menyentak kita bangun, apalagi kalau mabuk dalam kelimpahan duniawi, supaya sadar bahwa tujuan kita bukan dalam dunia ini tetapi di dalam Sorga. Jangan berkecil hati dalam ujian, tetapi tetap sungguh2 dan setia dan ingat akan rumah Bapa di Sorga yang juga akan menjadi milik kita.
• Supaya menyempurnakan segala segi hidup kita. Hidup ini terdiri dari banyak segi. Kadang2 kita lupa beberapa segi, sampai tiba2 timbul ujian, lalu sadar dan mulai belajar lagi dalam segi2 itu. Ujian itu tidak kebetulan jatuh pada kita, juga dalam segi2 hidup tertentu , lebih2 ujian dalam segi2 hidup yang lemah, itu sakit, pahit, tetapi sangat berfaedah untuk lekas meningkatkan rohani kita , istimewa dalam segi2 itu. Jadi faedah ujian dan pencobaan itu sangat besar, apalagi kalau waktunya hampir habis, sebab di Sorga tidak ada lagi pengolahan untuk rohani kita.
Dunia jauh lebih bagus dan lebih baik dari Sorga untuk tempat sekolah (pengolahan) dan ujian. Juga di dunia banyak aniaya dan kesukaran yang harus ditanggung oleh orang2 beriman, tempat2 itu menjadi sekolah yang bagus bagi pertumbuhan iman, sebab itu kalau mengalami ujian2 yang berat jangan lekas mengeluh, tetapi bersyukur, sebab kita masuk dalam sekolah yang bagus (bukan sekolah pinggiran), tetapi tetap hati2 supaya lulus dalam ujian. Jangan ber-sungut2 sebab orang yang ber-sungut2 itu masuk dalam perangkap setan sehingga cepat binasa.
SIKAP WAKTU MENGHADAPI UJIAN.
Kalau sewaktu masuk pencobaan menjadi mabuk, terjerat oleh hawa nafsu dan tertipu oleh Iblis, harus bertaubat dan menyangkali nafsu, supaya jangan dibantai Iblis dalam perangkapnya.
Kalau kita mengalami ujian dan pencobaan, hendaklah kita perhatikan bahwa :
1. Pencobaan itu tidak lebih dari kekuatan kita, pasti Tuhan tidak pernah salah, itu berarti bahwa kalau kita bisa berjalan dengan Tuhan, kita pasti menang, dan mengalahkan pencobaan ini.
2. Penuh dan dipimpin Roh. Banyak berdoa dalam roh, tambah Firman Tuhan, bersekutu dengan saudara2 seiman dan minta didoakan dan dikuatkan, setia beribadah dan pelayanan (jangan malah dikurangi, bisa terpisah dari Tuhan) Orang yang dipimpin Roh itu selalu hidup dalam kesucian, sejahtera dan terus berdoa dalam Roh supaya hubungan dengan Tuhan semakin erat dan selalu ber-jaga2.
3. Semua faedah ujian itu menguatkan. Ujian yang didatangkan Tuhan kepada kita itu tidak sia2, pasti banyak faedahnya kalau lulus, kalau gagal ,banyak celaka, kerusakan dan kepahitan.
4. Jalan kemenangan (dalam rel rencana Tuhan) Tuhan mengizinkan ujian itu supaya kita menang dan dengan Tuhan pasti menang. Hidup dalam kemenangan itu sangat indah, sebab sesudah menang ada pahala, ada suka cita , bahkan kita akan mengalami rencana Allah yang indah. Jangan sampai kalah dan celaka, sebab itu berarti keluar dari rel rencana Allah. Jalan kemenangan itu sangat ideal ,indah dan penuh suka cita, sebaliknya jalan kekalahan itu sangat pahit, duka cita dan bahaya, bisa undur dari Tuhan dan binasa untuk kekal. Dengan Tuhan semua ujian itu menjadi tidak terlalu berat, kita bisa maju terus sampai nafas yang terakhir.
KESIMPULAN
Sekarang kita tahu bahwa memang dunia “lebih baik” dari Sorga dalam pengolahan rohani kita, sebab setelah kita mati dan tinggal di Sorga kita tidak akan lagi mengalami pengolahan dan ujian. Dan apa yang telah kita capai selama kita hidup didunia ini, itulah yang akan menjadi kemuliaan kita untuk kekal.
Tuhan masih memberikan sisa waktu untuk kita hidup didunia ini, kalau Tuhan mengisi dengan banyak ujian dan kita lulus, maka pahala dan kemuliaan kita akan bertambah. Sebab itu jangan sia2kan waktu dan kesempatan yang Tuhan berikan pada kita, pakai baik2 dan hasilkan yang indah2 di dalam kehidupan ini, supaya pada akhirnya kita akan sampai juga pada apa yang menjadi kerinduan kita.
Waktu tidak bisa diulang dan selagi ada waktu pakai baik2 bagi kemuliaan dan kehormatan nama Tuhan.
Salam
Mac
Shalom Machmud,
Terima kasih atas uraiannya yang panjang bahwa dunia lebih baik dari Sorga. Namun dari uraian ini, mungkin judulnya seharusnya “kehidupan di dunia adalah kesempatan untuk bertumbuh dalam kasih, sehingga manusia dapat mencapai Sorga“. Saat ini saya tidak dapat menanggapi tulisan Machmud secara khusus tentang penderitaan, percobaan, dll. Untuk penderitaan dan kejahatan di dunia ini, Machmud dapat membandingkan pengertian Machmud dengan artikel ini (silakan klik). Sedangkan apakah Tuhan mencobai, silakan untuk membandingkannya dengan artikel ini (silakan klik).
Namun, saya ingin memberikan tanggapan tentang judul “Dunia lebih baik dari Sorga“.
1) Uraian ini tidak memaparkan apa yang ada di judul dengan baik. Bahwa di dunia kita dapat bertumbuh di dalam kasih, iman, dan pengharapan adalah benar. Namun, kita tidak dapat mengatakan bahwa dunia ini lebih baik dari Sorga. Mungkin ada baiknya Machmud memulai dari definisi, apakah Sorga dan apakah dunia. Setelah memperoleh definisi yang baik, maka Machmud dapat membandingkannya dengan baik. Sebagai contoh:
a) Sorga adalah tujuan (END) dan dunia adalah cara (MEANS). Kalau dikatakan bahwa dunia lebih baik dari Sorga, maka sama saja dengan mengatakan bahwa cara lebih baik dari tujuan. Saya berpendapat bahwa Tujuan adalah lebih baik daripada cara. Untuk sampai ke tujuan diperlukan cara yang baik, namun kita tidak dapat mengatakan cara lebih baik dari tujuan. Permasalahannya adalah manusia dapat mengambil cara yang salah sehingga tidak sampai ke tujuan. Namun, kalau seseorang telah sampai pada tujuan (Sorga), maka dia telah mengambil cara yang baik sesuai dengan kondisi orang tersebut. Oleh karena itu, Sorga senantiasa lebih baik dari dunia.
b) Sorga adalah di dalam tingkat adi-kodrati (supernatural order) dan dunia di dalam tingkatan kodrat (natural order). Karena supernatural order lebih tinggi tak terhingga dari natural order, maka Sorga lebih tinggi dan lebih baik secara tak terhingga dibandingkan dengan dunia.
c) Dan masih banyak contoh yang lain, seperti yang dikatakan rasul Paulus “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.” (1 Kor 13:12). Ini berarti, di dunia kita hanya melihat secara samar, dan di Sorga kita melihat muka dengan muka. Dunia tidak sempurna, dan Sorga sempurna. Oleh karena itu melihat muka dengan muka dan sempurna di Sorga jauh lebih baik dari dunia, dimana manusia hanya dapat melihat secara samar dan tidak sempurna.
2) Kalau dunia ini lebih baik, maka harapan kita hanyalah suatu hal yang kosong. Harapan seorang Kristen adalah kehidupan Sorga seperti yang dijanjikan oleh Kristus sendiri. Kalau kita mengatakan bahwa dunia lebih baik dari Sorga, mengapa seorang Kristen menaruh pengharapan akan kehidupan masa depan di Sorga? Rasul Paulus mengatakan “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.” (2 Kor 5:1).
3) Kalau dunia ini lebih baik, mengapa Machmud percaya bahwa pada saat pengangkatan, maka manusia harus berharap agar diangkat, sehingga tidak mengalami percobaan (lihat diskusi ini – silakan klik)? Bukankah percobaan menjadi sarana untuk bertumbuh dalam spiritual? Ini berarti yang tidak diangkat menjadi lebih baik daripada yang diangkat?
Semoga dapat membantu. Dan mari kita menaruh pengharapan kita pada hal-hal duniawi, namun pada hal-hal Sorgawi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Dear Pak Stef dan Pak Machmud .
Saya setuju dengan pak Machmud dalam satu hal , di Dunia kita bisa mempunyai ke 3 hal utama ini yaitu : Iman , Pengharapan dan Kasih , kalau sudah di surga , kayaknya sudah tidak butuh ketiganya ; karena sudah ada di Surga , tidak butuh Iman , tidak butuh pengharapan , jadi tinggal ongkang ongkang saja . Rasanya lebih bagus punya ketiga hal tsb .
Paulus
Shalom Paulus,
Untuk mencapai tujuan akhir, yaitu Sorga, maka kita memang membutuhkan iman, pengharapan dan kasih. Penjabaran tentang hal ini, bisa dibaca di sini – silakan klik. Ketika kita berada di Sorga, maka kita tidak memerlukan iman dan pengharapan, karena kita telah melihat apa yang telah kita iman dan kita harapkan. Namun, hanya kasih yang tetap ada di Sorga, seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus “Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.” (1Kor 13:8) Kasih tetap berada di Sorga, karena itulah hakekat dari Allah yang adalah kasih. Dan kasih Allah inilah yang menjadi pengikat antar semua anggota Kerajaan Sorga. Jadi, silakan melihat definisi iman, pengharapan dan kasih di link di atas, sehingga kita dapat mempunyai gambaran yang jelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Hi Stef/Ing,
Baru2 ini di daerah Pondok Pinang – Pondok Indah Jakarta Selatan terjadi pembunuhan. Yang dibunuh seorang Ibu dari bayi yang baru dilahirkannya beberapa bulan lalu. Ibu ini berumur 23 thn. Bersamaan dengan itu dibunuh juga adik iparnya, laki2, kls 1 SMA, baru 17thn. Menurut polisi, motifnya adalah perampokan – orang tua/mertua korban adalah pengusaha berlian.
Yang saya ingin tanyakan, apakah kematian mereka ini termasuk rencana Allah? Bukankah yang berkuasa atas hidup dan mati kita adalah Tuhan? Jadi, Tuhan sendiri yang menghendaki kematian itu? Dilihat secara manusia, kematian mereka tragis. Selain masih sangat muda, si ibu juga meninggalkan bayi yang tentu masih sangat membutuhkannya. Begitupun dengan si adik ipar yang baru menginjak masa remaja. Masa depannya masih sangat panjang….
Allah adalah KASIH. Saya yakini itu. Lalu kenapa ada cara kematian yang seperti itu? Saya tidak tau kehidupan korban pembunuhan ini, tapi, pada halaman obituari di koran dicantumkan ada misa requiem untuknya.
Jika ada penjahat yang mati tertembak, nyaris tidak ada yang menyesalinya. Ibaratnya, setimpal lah (dengan kejahatannya – dan barangkali malah: ya syukurlah sudah mati, daripada bikin onar – padahal kita sebenernya juga tidak berhak atas nyawa mereka ya, he-he).
Berbeda jika yang meninggal mati karena pembunuhan tsb adalah seseorang yang kita kenal sebagai orang “baik”, kita merasa tidak rela dan bertanya2, kok bisa ya? Atau, kasihan sekali ya.. dia kan orang baek.. dsb. Lalu kita sering menyimpulkan : ya memang sudah begitu garis hidupnya. Sudah dikehendaki oleh Yang Kuasa..
Bagaimana sebetulnya dengan kejadian kematian seperti itu? Kenapa Allah “membiarkan pembunuhan terhadap orang baik”? bahkan kadang dengan cara yang begitu sadis semisal mutilasi.
Mohon pencerahannya ya dan terimakasih banyak. Shalom!
Shalom Nicola,
Semogaa artikel di atas dapat menjawab pertanyaan Nicola.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Stef, terimakasih atas penjelasannya tentang ‘evil’ dan bahwa Tuhan tidak merencanakan yang jahat/kecelakaan/kondisi negatif. Ya, saya yakini itu. Jadi, betulkah dalam kasus pembunuhan, korban menjadi tumbal untuk kebaikan orang lain? begitu pun dengan penderitaan2 yang berdampak kebaikan bagi orang lain..? di sebut korban karena ‘tidak punya pilihan’. Sedangkan Pembunuh, ya memang dia yang memilih sendiri kejahatan itu. Nah, mengapa Tuhan tidak membantu korban dan meluputkannya saja dari kematian tsb? maaf, pola pikir saya sangat terpengaruh dengan TAKDIR – sudah digariskan. Pola pikir ini sama kuatnya dengan keyakinan saya akan kuasa Tuhan/TriTunggal Maha Kudus. Maka sikap saya terhadap hidup adalah, menjalani semuanya dengan apa adanya, dan tidak protes karena memang sudah dikehendaki Allah begitu.
Sekaligus mau tanya ya Stef, garis hidup dan takdir itu sendiri sebetulnya ada ga sih kalau di Katolik?
Terimakasih penjelasannya ya.brgds,
Shalom Nicola,
Terima kasih untuk pertanyaannya yang bagus.
1) Pertama-tama, kita harus meluruskan suatu terminologi. Mungkin kata tumbal tidak tepat dipakai disini, karena tumbal berkonotasi negatif, yang kerap dipakai dalam dunia hitam, seperti: sapi atau kepala kerbau sebagai tumbal agar pembangunan rumah berjalan dengan baik, dll. Kita sebagai umat Katolik tidak boleh percaya hal seperti ini. Mungkin maksud Nicola bukan tumbal, namun dalam hal ini kata kurban lebih tepat dipakai.
Dalam kasus pembunuhan dan kejadian apapun juga, kita percaya bahwa ada "rangkaian sebab akibat" sehingga hal tragis tersebut terjadi. Dan rangkaian sebab akibat ini adalah gabungan antara kehendak bebas kita dan juga campur tangan Tuhan. Sebagai contoh: seseorang melakukan suatu dosa berat (contohnya membunuh), yang berarti orang tersebut secara bebas mengatakan "ya" terhadap dosa, walaupun dia tahu bahwa hal tersebut adalah dosa. Tuhan tahu akan hal ini dan Dia campur tangan, sebagai contoh: berbicara pada hati nurani orang tersebut, atau melalui nasihat orang lain, atau melalui hal-hal lain. Pada saat yang bersamaan, Tuhan tetap menghormati kehendak bebas setiap orang. Tetapi dalam kasus pembunuhan tersebut, si pembunuh tidak mengindahkan hati nuraninya, atau nasihat orang lain, sehingga ia menuruti kehendak bebasnya sendiri yang bertentangan dengan hukum Tuhan. Kejadian ini mengingatkan kita akan kisah Kain yang membunuh Habel (Kej 4:8), dan juga kisah martir yang pertama, yaitu Stefanus (Kis 7:54-60). Namun pengorbanan Stefanus dan penganiayaan jemaat Kristen lainnya, membuat jemaat Allah tersebar ke daerah Yudea dan Samaria (Kis 8;1), sehingga pengajaran Kristus tersebar di daerah-daerah tersebut. Kita tahu bahwa Tuhan mengijinkan ini terjadi untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia (lih Rom 8:28).
Jadi, mungkin saja, kejadian pembunuhan ini diijinkan terjadi oleh Tuhan untuk mendatangkan keselamatan bagi seluruh keluarga yang ditinggalkan. Dengan demikian, orang yang terbunuh itu seolah-olah menjadi kurban untuk membawa anggota keluarganya kepada Yesus.
Dan perkara yang tragis ini dapat dipakai oleh Tuhan untuk mendatangkan sesuatu yang lebih baik, yaitu keselamatan anggota keluarganya. Perlu dicatat, kita sering harus menerima kejadian seperti ini sebagai suatu misteri, karena kita tidak tahu seluruh rangkaian kejadian sampai pada akhirnya. Namun misteri ini dapat kita terima dengan lapang hati, jika kita memakai kacamata iman, pengharapan, dan kasih.
2) Jadi kita tidak bisa hanya melihat sesuatu berdasarkan “effect”nya saja atau hasil akhirnya (dalam kasus ini adalah pembunuhan), namun juga berdasarkan “cause”nya (effect dan cause ini telah dibahas dalam artikel: Apakah berdoa itu percuma bagian 2, yang mengutip tulisan St. Thomas Aquinas, Summa Theology, II-II, q.83, a.2). Kita tidak bisa menilai bahwa Tuhan tidak membantu orang yang menjadi kurban dan orang yang membunuh, karena Tuhan juga campur tangan melalui cause, atau suatu rangkaian kejadian sebelumnya.
Andai saja kita dapat melihat hitam di atas putih seluruh rangkaian kejadian dari orang yang dibunuh dan terbunuh dan juga termasuk rangkaian kehidupan mereka dan juga akibat dari kejadian ini terhadap orang-orang disekitar mereka (keluarga, masyarakat), mungkin kita dapat menarik kesimpulan yang lebih bisa diterima untuk menjelaskan bahwa sebenarnya rahmat Tuhan juga bekerja dalam orang-orang tersebut, seperti yang dikatakan oleh St. Paulus "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu (2 Kor 12:9)."
Jadi, untuk menyimpulkan bahwa Tuhan tidak membantu, baik yang menjadi kurban atau yang membunuh adalah tidak tepat, karena Tuhan di dalam kebijaksanaan dan kasih-Nya senantiasa membimbing setiap orang untuk mencapai tujuan yang paling akhir, yaitu surga. Dan kita harus tetap meyakini bahwa rahmat Tuhan yang tercurah adalah cukup dan berlimpah pada setiap orang.
3) Kita juga tidak bisa menghakimi yang terbunuh dan mengatakan bahwa mereka layak menerimanya, karena kita harus menerima bahwa ada "innocent suffering" atau penderitaan yang dialami oleh orang-orang yang tidak bersalah, seperti yang dialami oleh Ayub, dan paling nyata adalah penderitaan Kristus untuk menebus dosa manusia. Dalam kasus yang dapat kita lihat dalam kehidupan kita adalah: orang-orang yang dilahirkan cacat, atau orang-orang yang tinggal di negara yang senantiasa dirundung bencana, misalkan kelaparan, atau peperangan. Kita tidak boleh hanya melihat penderitaan di dunia ini sebagai sesuatu yang "final". Sebagai orang Kristen, kita harus melihat bahwa tujuan akhir yang paling terakhir adalah surga. Bagi orang-orang yang mengalami innocent suffering, maka Tuhan pasti akan memperhitungkan penderitaan mereka di dunia ini, sehingga mereka akan mengalami kebahagiaan abadi di surga, seperti yang terjadi dalam cerita Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31).
Point penting inilah yang disadari dan diterapkan oleh orang-orang kudus. Mereka menerima penderitaan yang dialami dengan hati yang tabah, karena mereka tetap mempunyai harapan yang memerdekakan, walaupun di dalam kehidupan sekarang ini mengalami menderita (2 Kor 4:17). Harapan mereka adalah berdasarkan akan janji Yesus sendiri, yaitu kebahagian kekal di Surga. Untuk inilah orang-orang kudus bukan saja menerima penderitaan, bahkan dengan kehendak bebas mereka sendiri, mereka menyediakan diri untuk menderita demi Kristus, seperti yang dialami oleh St. Maximilian Kolbe. Pada waktu seseorang menyatukan dan mempersembahkan penderitaan bersama dengan Kristus, maka terjadilah "penderitaan yang menyelamatkan, seperti yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik-nya "Salvifici Doloris". Para kudus tahu bahwa penderitaan di dunia ini bukanlah apa-apa dibandingkan dengan kebahagiaan yang akan mereka terima di akhirat (2 Kor 4:17). Dan kalau seseorang menerima penderitaan dan mempersembahkan penderitaannya kepada Yesus, maka orang tersebut juga akan dibangkitkan dan memperoleh kebahagiaan kekal bersama dengan Yesus di surga (Phil 3:10).
4) Yang kita percayai dalam gereja Katolik adalah Allah yang tahu segalanya, yang menginginkan dan menakdirkan semua orang untuk masuk surga, namun Allah juga memperhitungkan akan jawaban dari manusia menurut kehendak bebas yang ada pada diri setiap manusia (KGK, 600). Jadi kita tidak mempercayai bahwa Allah menakdirkan sebagian orang masuk surga dan sebagian orang masuk neraka, Kesalahan ini adalah kesalahan yang disebut "double predestination". Yang harus kita pegang teguh adalah: 1) Allah adalah maha kasih dan penuh belas kasihan, sehingga Dia tidak mungkin mempunyai rancangan kecelakaan (Yer 29:11), 2) Allah juga maha adil, sehingga dia juga menilik segala sesuatu, juga apa yang terjadi di dalam hati kita, penderitaan yang kita alami di dunia ini, dan juga keseriusan kita dalam perjuangan untuk hidup kudus.
Bagaimana dengan semua kejadiaan di dunia ini? Apakah semuanya telah diatur oleh Allah? Kalau semua sudah ditakdirkan, percuma saja kita berdoa dan berusaha. Hal ini telah dibahas dalam artikel: Apakah berdoa itu percuma bagian-2 dan bagian-3. Jadi jawabannya adalah tidak demikian.
5) Kita juga harus berhati-hati terhadap pernyataan menjalani hidup apa adanya. Kalau dalam pengertian "apatis", seolah-olah semua sudah ditakdirkan sehingga percuma berusaha, maka kita harus memperbaiki persepsi kita. Sebagai orang Kristen, kita dipanggil bukan hidup apa adanya, namun kita berusaha dengan segenap pikiran, hati, dan kekuatan kita agar kehendak Allah terwujud dalam kehidupan kita. Dan tentu saja, Tuhan menghargai kehendak bebas kita untuk bekerja sama dengan rahmat-Nya. Untuk itu, kita harus meniru doa St. Agustinus "Tuhan berikan kepadaku keberanian untuk merubah apa yang dapat dirubah, dan kelapangan hati untuk menerima sesuatu yang tidak dapat diubah, dan berikan kepadaku kebijaksanaan untuk membedakan keduanya.”
Sebagai kesimpulan, kita harus selalu berfokus pada tujuan yang paling akhir dari keberadaan kita, yaitu persatuan dengan Allah. Bagi orang Kristen, dunia ini dengan segala penderitaan dan juga kebahagiaanya adalah tempat persinggahan sementara. Rumah kita yang abadi adalah di surga. Dan untuk menuju ke surga, setiap orang punya porsi masing-masing yang harus dijalani, sebagian orang dengan penderitaan fisik, sebagian lagi dengan penderitaan rohani, mengalami ketidakadilan, dll.
Mari kita mengingat kembali apa yang dikatakan oleh rasul Yakobus: "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia" (Yak 1:12). Dan semoga perkataan dari rasul Paulus juga dapat menguatkan kita semua, "Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan,dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita" (Rom 5:3-5).
Semoga ulasan ini dapat menjawab pertanyaan Nicola. Dan mari kita bersama-sama berusaha menjadi murid Kristus yang baik, dengan mengikuti apa yang dikatakan oleh Kristus "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat 16:24).
Salam kasih dari: https://katolisitas.org
stef
hi Stef, terimakasih penjelasannya yang panjang dan mengena. Seperti tau apa yang saya mau tanyakan kemarin, tapi tak terlontar karena ‘malu’ : kemarin saya mau tanyakan ‘lantas apa imbalan bagi mereka yang menjadi kurban’ itu…Wah, ternyata malah sudah muncul di sini. Luar biasa.Ya, di Kitab pun juga sudah ada contohnya ya (Luk 16:19-31). Tuhan menyediakan kebahagiaan abadi di surga bagi mreka yang mengalami innocent suffering di dunia ini.
Terimakasih sekali : misteri musti kita terima dengan lapang hati, dan dengan memakai kacamata iman, pengharapan, dan kasih.
Juga terimakasih : bahwa kita harus berhati-hati terhadap sikap menjalani hidup apa adanya, sebab bila tidak, maka bisa cenderung “apatis”, seolah-olah semua sudah ditakdirkan. Saya jadi merasa kesentil, karena sebagai manusia kita toh tetap harus berusaha dengan tekun dan penuh kasih, teguh dalam iman dan pengharapan untuk keluar dari kondisi kesengsaraan dunia.
Terimakasih ya Stef, ini mencerahkan! syalom:)
[quote] Dan untuk menuju ke surga, setiap orang punya porsi masing-masing yang harus dijalani, sebagian orang dengan penderitaan fisik, sebagian lagi dengan penderitaan rohani, mengalami ketidakadilan, dll. [unquote]
[quote] Sebagai orang Kristen, kita dipanggil bukan hidup apa adanya, namun kita berusaha dengan segenap pikiran, hati, dan kekuatan kita agar kehendak Allah terwujud dalam kehidupan kita.[unquote]
Jika dirangkai seperti ini maka “penderitaan fisik, sebagian lagi dengan penderitaan rohani, mengalami ketidakadilan, dll” dapat dipahami sebagai “kehendak Allah terwujud dalam kehidupan kita”
sudah tentu dapat dijawab sbb [quote] tentu saja, Tuhan menghargai kehendak bebas kita untuk bekerja sama dengan rahmat-Nya. Untuk itu, kita harus meniru doa St. Agustinus “Tuhan berikan kepadaku keberanian untuk merubah apa yang dapat dirubah, dan kelapangan hati untuk menerima sesuatu yang tidak dapat diubah, dan berikan kepadaku kebijaksanaan untuk membedakan keduanya.”[unquote]
IMHO – ini lebih mudah diucapkan daripada dijalankan.
Shalom Skywalker,
Terima kasih atas komentarnya. Memang tidak mudah untuk hidup kudus dan senantiasa melaksanakan kehendak Allah. Namun bukan berarti bahwa hal ini adalah sesuatu yang tidak mungkin. Hal ini menjadi mungkin, karena Kristus sendiri telah memberikan materai Roh Kudus pada saat kita dibaptis. Hidup dalam bimbingan Roh Kudus inilah yang memungkinkan manusia dapat hidup kudus. Karena kelemahan manusia, maka sering manusia jatuh, namun Kristus sendiri telah menyediakan Sakramen Pengampunan sebagai sarana bagi umat-Nya untuk mengakukan dosa dan mendapatkan pengampunan. Dan Kristus sendiri telah memberikan diri-Nya menjadi santapan rohani kita dalam setiap perayaan Ekaristi Kudus. Dapat dikatakan bahwa Tuhan telah memberikan berkat yang cukup kepada manusia, sehingga manusia mempunyai kekuatan hidup kudus.
Dan walaupun tidak mudah, para kudus telah membuktikan kepada kita, bahwa walaupun mereka mempunyai kelemahan seperti kita, namun karena mereka bekerjasama dengan rahmat Allah, maka mereka dapat melaksanakan kehendak Bapa. Mereka mengalami begitu banyak penderitaan di dunia ini, namun tidak membuat mereka kehilangan harapan, karena harapan mereka adalah bukan berasal dari dunia ini, namun dari Kristus di tempat yang maha tinggi. Harapan yang sama inilah, beserta dengan iman dan kasih, yang akan menguatkan kita dalam menempuh kehidupan ini, sampai kita bersatu dengan Allah di Surga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Comments are closed.