[Hari Minggu Biasa XIV: Za 9:9-10; Mzm 145:1-14; Rm 8:9,11-13; Mat 11:25-30]

Banyak sekali orang yang kulihat di mall, mungkin karena sedang masa libur anak-anak sekolah. Ada banyak penjual membuka stand di sana sini, berusaha menarik perhatian pengunjung dengan berbagai harga promosi. Entah kenapa, mataku tertuju pada stand yang menjual alat-alat olah raga, dan di sana ada poster dan TV yang menunjukkan orang memainkan barbel yang dapat digetarkan, untuk membentuk otot tangan yang kuat. Sang pramujual langsung menyapa, “Boleh, silakan mampir dan mencoba…. Bagus lhoini, kak, untuk membakar lemak, membuat tangan jadi kuat dan berotot….” Aku tidak membelinya, namun pikiranku melayang jauh….

Demikianlah, mungkin tak sulit bagi kita untuk menghubungkan kegunaan latihan angkat beban untuk menjadikan otot tangan dan tubuh jasmani kita menjadi lebih kuat. Maka tak heran ada banyak orang yang mau bersusah-susah melakukan angkat beban, entah di rumah, ataupun di fitness center. Namun nampaknya lebih sulit untuk melihat kaitan antara beban kehidupan dengan jiwa rohani kita. Umumnya, tak ada orang senang memikul beban hidup, dan kalau bisa menghindarinya jauh-jauh. Tapi kenyataannya, biarpun kita berusaha menghindarinya, dan tidak pernah memintanya, beban hidup itu datang sendiri kepada kita, entah karena keadaan yang tak terduga ataupun karena keputusan kita sendiri. Pergumulan hidup seperti tak pernah reda dalam kehidupan kita. Sejak kita kecil, memasuki bangku sekolah, kuliah, bekerja, berumah tangga, dan masa tua, semua menyediakan beban dan kesulitannya sendiri-sendiri. Kita mengalami bagaimana hari-hari harus dilalui dengan kerja keras tanpa boleh gampang menyerah. Beragam pengalaman bertemu dengan orang lain juga mewarnai semaraknya kehidupan kita. Kita bersukacita dalam persahabatan yang tulus, namun juga terlukai jika kepercayaan kita diingkari, dan kasih pengorbanan kita dianggap sepi.  Kita bergembira di saat segala sesuatu berjalan mulus sesuai dengan rencana, namun kita mudah putus harapan ketika ujian hidup menerpa, entah karena sakit yang berkepanjangan, jatuh bangun mengalahkan kebiasaan buruk, masalah pekerjaan, ataupun masalah keluarga yang datang silih berganti. Tak mudah memang untuk ‘bersahabat’ dengan beban hidup kita, dan memikulnya dengan hati yang lapang. Tuhan Yesus memahami pergumulan kita, maka Ia memberitahukan kepada kita jalannya agar kita tidak mudah menjadi letih lesu.

Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini mengingatkan sekaligus menegur kita. Yaitu agar kita mau menjalani kehidupan kita bersama Tuhan Yesus, dan belajar dari-Nya kelemahlembutan dan kerendahan hati (lih. Mat 11:29). Sebab pergumulan hidup yang dihadapi tanpa Yesus, cenderung membuat orang menjadi tawar hati, atau bahkan keras hati. Namun bersama Yesus, kita akan memperoleh kekuatan baru untuk menghadapi hidup ini dengan suka cita. Di dalam Dia-lah kita dapat melihat bahwa segala beban kehidupan yang Tuhan izinkan terjadi di dalam kehidupan kita, sebenarnya dimaksudkan agar menempa kita menjadi seorang yang lebih teguh di dalam iman, dan lebih kuat dalam pengharapan dan kasih. Tuhan Yesus akan menopang kita, Ia akan kembali menegakkan kita jika kita terjatuh. Sebab “Tuhan setia dalam perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya” (Mzm 145:13). Yesus setia menyertai kita, dengan Roh Kudus-Nya yang berdiam di dalam kita, yang kita terima melalui Baptisan. Betapa kita perlu meresapkan kebenaran ini di dalam hati kita: yaitu bahwa Kristus ada di dalam kita, dan Roh-Nya yang telah membangkitkan Dia dari kematian akan terus menghidupkan kita (lih. Rom 8: 9-11). Kristuslah yang memampukan kita menjalani hidup ini, menopang dan membantu kita mengalahkan kelemahan kita, agar kita dapat sampai kepada kepenuhan kebahagiaan abadi di Surga. Untuk itu kita perlu untuk senantiasa bersandar kepada rahmat dan belas kasih Allah.

Maka mari kita melihat hidup tidak pertama-tama sebagai beban, tetapi sebagai jalan yang dapat menghantar kita ke Surga. Mungkin kita sering merasa kecil dan tak berdaya, tetapi justru dalam keterbatasan kita, kita dapat terus mengandalkan Tuhan. St. Theresia dari Liseux  pernah berkata, “Liftyang mengangkatku ke Surga adalah lengan-Mu, O Yesus… Aku harus tetap kecil, menjadi lebih kecil dan semakin kecil. O Tuhanku, Engkau melampaui segala yang kuharapkan, dan aku akan mengumandangkan belas kasih-Mu.” Setiap kali kita merasa lelah di dalam hidup ini, kita dapat mengingat bahwa lengan Tuhan Yesus menopang kita. Oleh karena itu, kita mempunyai alasan untuk bersuka cita, sebab Tuhan tiada pernah meninggalkan kita!