[Hari Minggu Paskah V: Kis 6:1-7; Mzm 33:1-5, 18-19; 1Ptr 2:4-9; Yoh 14:1-12]

Di hari-hari ini kita merenungkan perikop Injil Yohanes, yang menjabarkan berbagai gambaran akan Kristus. Kristus digambarkan sebagai gembala yang baik (Yoh 10:11,14) dan umat beriman digambarkan sebagai kawanan domba dalam sebuah kandang. Yesus juga digambarkan sebagai pintu kepada domba-domba itu (Yoh 14:7,9). Minggu ini kita diajak untuk merenungkan kelanjutannya, yaitu bahwa Yesus bukan hanya adalah pintu, tetapi juga adalah jalan. Sebuah jalan untuk diikuti dalam menempuh kehidupan kita. Ada banyak jalan terpampang di hadapan kita, mungkin jalan-jalan itu nampak menarik, lebih menguntungkan, tetapi jika itu bukan Yesus, jalan  itu tidak benar. “Jalan satu-satunya adalah Yesus, Ia adalah Pintu, Ia adalah Jalan,” demikian kata Paus Fransiskus. Dalam homilinya tentang perikop ini, Paus mengatakan, “Sejumlah dari kalian mungkin berkata: “Bapa, engkau adalah seorang fundamentalis!” Bukan. Sederhananya, inilah yang dikatakan Yesus: ‘Akulah pintu. Akulah jalan’. Ia memberikan kehidupan kepada kita. Sederhana. Ini adalah sebuah pintu yang indah, pintu kasih, sebuah pintu yang tidak menipu, yang tidak salah. Ia yang selalu mengatakan kebenaran, tetapi dengan kelemahlembutan dan cinta kasih…” (Paus Fransiskus, Homili, 23 April 2013).

Betapa kita perlu merenungkan perkataan Paus ini. Sebab ada kalanya dari kalangan kita sebagai umat Katolik,  entah malu-malu, atau karena alasan toleransi, atau karena alasan-alasan pribadi lainnya, ada kecenderungan urung mengatakan bahwa Kristus lah jalan satu-satunya kepada Allah. Tetapi Injil hari ini sesungguhnya mengatakan dengan sangat jelas, perkataan Yesus tentang Diri-Nya sendiri. “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6). Mengapa ada banyak orang mengartikan yang lain daripada apa yang dikatakan oleh Yesus ini? Paus Fransiskus lebih lanjut memaparkan alasannya, “Walaupun demikian, kita masih memiliki… sumber dosa asal dalam diri kita, bukankah demikian? Kita masih ingin memiliki kunci untuk menginterpretasikan segala sesuatu, kunci dan kuasa untuk menemukan jalan kita sendiri, apapun itu, untuk menemukan pintu kita sendiri, apapun itu. Sering, kita tergoda untuk secara berlebihan menjadi boss bagi diri sendiri, bukan menjadi anak-anak dan pelayan Tuhan yang rendah hati. Dan ini adalah godaan untuk mencari pintu-pintu lain atau jendela-jendela lain, untuk dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga. [Padahal] kita hanya dapat masuk melalui pintu yang namanya adalah Yesus. Kita hanya dapat masuk melalui pintu yang mengarahkan kepada sebuah jalan dan jalan itu disebut sebagai Yesus dan membawa kepada hidup yang namanya adalah Yesus. Mereka semua yang melakukan hal-hal yang lain—kata Tuhan—yang mencoba untuk masuk melalui jendela, adalah ‘pencuri dan perampok’. Ia, Tuhan, adalah sederhana. Perkataannya tidak rumit. Ia sederhana.” Ya, pintu dan jalan kita menuju Surga adalah Yesus. Inilah yang diingatkan oleh Paus Fransiskus.

Dengan mengimani Kristus sebagai Pintu dan Jalan ke Surga, kita memang percaya bahwa Yesus adalah Tuhan. Sabda Tuhan hari ini kembali meneguhkan iman kita itu, dan agar kita sungguh menempatkan Yesus sebagai Tuhan bagi hidup kita. Sebab dengan mengimani Yesus sebagai Jalan kepada Bapa, kita memiliki pengharapan yang kuat bahwa kalau kita setia berjalan di dalam Yesus maka kita akan sampai kepada Bapa. Sebab bukankah Yesus berkata, “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-K, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku…? (Yoh 6:44) dan sebaliknya, “Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku?” (Yoh 14:6). Dengan perkataan-Nya ini, Yesus menyatakan kesetaraan-Nya dengan Allah Bapa. Sebab tanpa Bapa, tak seorangpun dapat datang kepada Yesus; dan tanpa Yesus, tak seorangpun dapat datang kepada Bapa. Karena itu, kita memiliki dasar yang kokoh untuk percaya kepada Yesus. Ia bukan hanya salah satu dari sekian tokoh penting dalam sejarah manusia. Ia adalah satu-satunya Tokoh yang dapat membawa kita sampai kepada Allah Bapa, sebab Ia dan Bapa adalah satu (Yoh 10:30).

Selain itu, “tak seorangpun dapat datang kepada Bapa jika tanpa melalui Yesus dan begitu juga, tak seorangpun dapat datang kepada Yesus jika tidak ditarik oleh Bapa,” ini mengingatkan  kita hal yang tak kalah penting. Yaitu, hal “mengubah hati” untuk membawa orang mengenali Yesus dan Bapa, itu adalah kuasa Tuhan. Kita dapat mendoakan sesama agar bertobat, dan bahkan mengarahkan mereka untuk kembali kepada Allah. Namun pada akhirnya, bukan kita yang berkuasa mengubah orang tersebut. Jika ia bertobat, itu karena kuasa Allah, bukan karena kuasa kita. Bagian kita hanyalah bersyukur atas pertobatan itu, dan bersyukur boleh mengambil bagian dalam perjalanan iman sesama kita. Itu adalah karya Tuhan, dan jika Ia memilih mengikutsertakan kita dalam karya-Nya, kita bersyukur kepada-Nya. Namun itu bukan alasan untuk berbangga hati karenanya. Bagian kita adalah memuji Allah—yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus—yang dalam kesatuan kasih-Nya menarik kita semua, anak-anak-Nya, kembali kepada-Nya.

Betapapun Yesus telah menyatakan kesetaraan-Nya dengan Bapa, namun nampaknya hal ini tak otomatis mudah dipahami. Bahkan salah satu rasul-Nya, Filipus, juga tidak memahaminya pada saat Yesus mengatakan hal tersebut. St. Yohanes Krisostomus berkata, “Filipus, karena [ia pikir] ia telah melihat Sang Putra dengan mata jasmaninya, maka ia ingin melihat Bapa juga dengan cara yang sama. Mungkin ia mengingat apa yang dikatakan oleh Nabi Yesaya bahwa ia telah melihat Tuhan (Yes 6:1); dan karena itu ia berkata, tunjukkanlah Bapa kepada kami… Dalam jawaban-Nya, Tuhan kita tidak berkata bahwa ia [Filipus] meminta sesuatu yang tidak mungkin, tetapi bahwa ia pada dasarnya belum melihat Sang Putra, sebab kalau ia telah melihat Sang Putra, ia akan juga sudah melihat Bapa: ‘Telah sekian lama Aku bersama-sama dengan engkau, namun engkau tidak mengenal Aku?’ Ia tidak berkata, tidak melihat Aku, tetapi tidak mengenal Aku. Yaitu, tidak mengenal bahwa Sang Putra yang kodrat-Nya sama dengan kodrat Bapa, memang di dalam diri-Nya sendiri, secara persis memperlihatkan Bapa.” (St. Yohanes Krisostomus, Catena Aurea, John 14:5-7). Mari kita tanyakan kepada diri kita masing-masing: sudahkah kita mengenal Kristus? Sebab dengan mengenal Kristus kita mengenal Bapa. Sebab mengenali Kristus sebagai Jalan dan bahkan Jalan satu-satunya kepada Bapa, juga selayaknya dibarengi dengan pengenalan akan Siapakah Kristus Sang Jalan itu. Pengenalan ini diawali dengan keputusan kita untuk percaya kepada Yesus, dan percaya kepada perkataan-perkataanNya (lih. Yoh 14:10-12). Dengan iman dan kepercayaan ini kita dapat menghadapi apapun yang terjadi dalam kehidupan ini. Sebab kita mengingat perkataan-Nya, “Jangan gelisah hatimu”, kata Yesus, “percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu…. Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat Aku berada, kamu pun berada…” (Yoh 14:1-3).

Marilah kita memercayakan kehidupan kita kepada Yesus, yang adalah jalan, kebenaran dan hidup. Sebab kita percaya, Ia yang menjanjikannya adalah setia (Ibr 10:23).