Prinsip Akibat Ganda untuk mengambil keputusan yang sulit

Pendahuluan

Banyak orang tercengang saat bencana menimpa kehidupan mereka, baik dalam masalah pekerjaan, maupun saat didera oleh penyakit, terutama penyakit kanker yang sulit diobati dan dapat merenggut nyawa. Kita mungkin sering mendengar tentang kejadian-kejadian yang memilukan seperti ini. Namun, tetap saja, kita sulit menerima pada saat kejadian tersebut menimpa diri kita maupun orang-orang yang dekat dengan kita. Inilah belum lama terjadi pada istri dari saudara sepupu istri saya, yang bernama Linda. Pada tahun 2007 yang lalu ia didiagnosa mengidap kanker payudara, dan  kemudian dioperasi dan menjalani pengobatan chemotherapy. Namun pengobatan ini belum menyelesaikan masalah secara tuntas, karena suatu hari keluarga tersebut menemukan bahwa kanker tersebut kembali lagi. Yang membuat masalah lebih pelik adalah karena hal ini terjadi ketika Linda saat itu sedang mengandung anaknya yang ketiga. Apakah yang harus dilakukan oleh keluarga ini? Apakah Linda harus menjalani chemotherapy, yang dapat menyebabkan kesembuhan sang ibu, namun berakibat fatal bagi sang bayi, ataukah membiarkan sang bayi tetap hidup dengan resiko kehilangan sang ibu? Apakah yang harus dilakukan oleh keluarga muda ini?

Tulisan ini mencoba mengupas pengajaran moral dari Gereja Katolik, sehingga seseorang dapat menentukan sikap dalam kondisi yang sulit. Untuk menjawab kasus ini dan juga kasus-kasus pelik yang lain, kita harus mengerti tentang konsep bagaimana perbuatan dikatakan baik secara moral dan juga teori akibat ganda (the theory of double effect).

Tiga hal yang membuat perbuatan dikatakan baik

Untuk mengatakan bahwa suatu tindakan termasuk tindakan yang secara moral baik atau tidak, ada tiga hal yang perlu dilihat:

1) Objek moral (moral object), yang merupakan objek fisik yang berupa tujuan yang terdekat (proximate end) dari sesuatu perbuatan tertentu (sifat dasar perbuatan) di dalam terang akal sehat.

2) Keadaan (circumstances) yaitu keadaan di luar perbuatan tersebut, tetapi yang berhubungan erat dengan perbuatan tersebut, seperti kapan dilakukan, di mana, oleh siapa, berapa banyak, bagaimana dilakukannya, dan dengan bantuan apa.

3) Maksud/tujuan (intention) yaitu tujuan yang lebih tinggi yang menjadi akhir dari perbuatan tersebut.

Selanjutnya, St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa “Evil results from any single defect, but good from the complete cause,” ((St. Thomas Aquinas, ST, II-I, q.18, a.4 quoting Dionysius, Div. Nom. IV)) Artinya, jika satu saja dari ketiga hal itu tidak dipenuhi dengan baik/ sesuai dengan akal sehat, maka perbuatan dikatakan sebagai kejahatan; dan karenanya merupakan “dosa”, sedangkan perbuatan yang baik harus memenuhi syarat ketiga hal di atas. Dasar ini dapat kita pakai untuk menilai semua perbuatan, apakah itu dapat dikatakan perbuatan baik/ bermoral atau tidak/ dosa.

Kita dapat melihat contoh Robinhood, yang mencuri untuk dibagi-bagikan kepada orang miskin. Walaupun keadaaan dan maksudnya baik, namun obyek moral dari perbuatan ini adalah mencuri, suatu perbuatan dosa. Dengan demikian, perbuatan tersebut tidak dapat dibenarkan. Orang yang menyanyi, demi untuk memuliakan Tuhan, namun jika dilakukan di gereja pada saat pastor berkotbah, tidak dapat dibenarkan karena keadaan (waktu)nya yang salah. Menyumbang kepada fakir miskin dengan tujuan agar dipuji orang, secara moral tidaklah baik, karena mempunyai tujuan yang salah.

Namun, untuk menentukan kasus yang kadang begitu rumit seperti contoh di atas, diperlukan pertimbangan yang lain selain dari tiga hal di atas.

Teori akibat ganda atau theory of Double Effect

Dalam kasus yang kompleks, kita harus juga mengerti teori dalam teologi moral, yang dinamakan “theory of Double Effect” atau teori akibat ganda. Untuk menangkap pengajaran ini, maka seseorang harus dapat membedakan antara (a) menyebabkan suatu bahaya sebagai akibat sampingan untuk mencapai tujuan yang baik dan (b) menyebabkan suatu bahaya sebagai suatu cara untuk mendapatkan tujuan yang baik. Point terakhir (point b) tidaklah pernah dibenarkan. Penerapan point (b) dapat mengakibatkan seseorang tidak lagi melihat obyek moral dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh: seorang pelajar tidak dapat menyontek, walaupun dengan tujuan yang baik, yaitu mendapatkan nilai yang baik dan menyenangkan orang tua. Contoh yang lain, adalah tindakan pembunuhan bayi (aborsi) dengan alasan bahwa keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sang bayi. Contoh-contoh di atas memperlihatkan bahwa cara yang diambil adalah suatu hal yang buruk, walaupun mempunyai tujuan yang baik. Dan hal ini tidak dapat ditolerir dan secara moral tidak dapat dibenarkan.

Dalam point pertama (point a), maka seseorang diijinkan untuk menjalankan cara tersebut, walaupun menimbulkan bahaya. Perbedaaannya dengan point (b) adalah bahaya tersebut adalah bukanlah cara yang dipilih, namun merupakan akibat samping, yang tidak disengaja atau yang tidak diinginkan, yang dilakukan setelah mempertimbangkannya secara proposional.

Dari prinsip di atas, maka seseorang tidak akan pernah diijinkan untuk mempunyai kehendak jahat secara langsung, baik sebagai suatu tujuan maupun sebagai cara. Seseorang yang mencuri untuk mencukupi kebutuhan keluarganya adalah contoh cara yang jahat, karena obyek moral “mencuri” adalah sesuatu yang jahat. Seseorang mafia yang memberikan sumbangan sosial yang begitu besar dengan tujuan untuk menutupi perbuatannya yang jahat adalah contoh dari tujuan yang jahat.

Dalam moral teologi ada empat kondisi yang dapat diterapkan dalam “teori akibat ganda“:

1) Perbuatan itu sendiri merupakan perbuatan moral yang baik atau minimal netral.

2) Pelaku dari perbuatan tersebut tidak menginginkan atau secara sengaja menyebabkan efek negatif yang timbul. Jika sesuatu yang baik dapat dicapai tanpa menimbulkan efek negatif, maka cara tersebut yang harus diambil.

3) Efek yang baik harus terjadi dari perbuatan yang diambil dan bukan dari efek negatif yang terjadi.

4) Harus ada alasan yang begitu kuat secara proposional untuk mengijinkan efek negatif terjadi. Di sini diperlukan kebijaksanaan untuk memutuskan suatu tindakan, sehingga efek yang baik adalah lebih besar dari efek negatif.

Untuk menerangkan prinsip-prinsip tersebut, akan lebih baik dengan menggunakan contoh-contoh, sehingga kita akan lebih mudah mengerti.

Beberapa penerapan dari dari teori akibat ganda

1. Membunuh orang karena membela diri

St. Thomas Aquinas dalam Summa Theology menjelaskan tentang hal ini dalam ST, II-II, q. 64, a. 4. Dalam kasus yang menyebabkan seseorang membunuh karena membela diri, St. Thomas memberikan argumentasi dari intensi atau tujuan dari tindakan tersebut. Tindakan pembunuhan tersebut bukanlah dengan tujuan untuk membunuh orang yang hendak membunuh, namun untuk melindungi diri. Oleh karena itu, dalam hal ini intensi atau tujuan dari perbuatan ini sangatlah memegang peranan penting. Dan obyek moral dari perbuatan ini bukanlah pembunuhan, namun pembelaan diri. Orang yang membela diri (X), tidak mempunyai intensi untuk membunuh atau melukai orang yang ingin membunuhnya (Y). Kalau Y tidak mencoba membunuh X, maka X tidak mempunyai maksud apapun untuk membunuh Y.

Katekismus Gereja Katolik (KGK, 2263) mengutip St. Thomas mengatakan “Pembelaan yang sah dari pribadi dan masyarakat tidak merupakan pengecualian dari larangan membunuh seorang yang tidak bersalah, yakni melakukan pembunuhan dengan tabu dan mau. “Dari tindakan orang yang membela diri sendiri, dapat menyusul akibat ganda: yang satu ialah penyelamatan kehidupannya sendiri, yan lain ialah pembunuhan penyerang” (Tomas Aqua, s.th. 2-2,64,7). Hanya akibat yang satu dikehendaki, yang lain tidak.

2. Membela diri secara militer

Prinsip akibat ganda inilah yang mendasari perang yang adil atau just war. Hal ini diterangkan lebih lanjut dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK, 2309), yang mengatakan:

Syarat-syarat yang memperbolehkan suatu bangsa membela diri secara militer, harus diperhatikan dengan baik. Keputusan semacam itu berakibat besar, sehingga hal itu hanya diperbolehkan secara moral dengan syarat-syarat berikut yang ketat, yang harus serentak terpenuhi:

a) Kerugian yang diakibatkan oleh penyerang atas bangsa atau kelompok bangsa, harus diketahui dengan pasti, berlangsung lama, dan bersifat berat.

b) Semua cara yang lain untuk mengakhirinya harus terbukti sebagai tidak mungkin atau tidak efektif.

c) Harus ada harapan yang sungguh akan keberhasilan

d) Penggunaan senjata-senjata tidak boleh mendatangkan kerugian dan kekacauan yang lebih buruk daripada kejahatan yang harus dielakkan. Dalam menentukan apakah syarat-syarat ini terpenuhi, daya rusak yang luar biasa dari persenjataan modern harus dipertimbangkan secara serius.Inilah unsur-unsur biasa, yang ditemukan dalam ajaran yang dinamakan ajaran tentang “perang yang adil”.Penilaian, apakah semua prasyarat yang perlu ini agar diperbolehkan secara moral suatu perang pembelaan sungguh terpenuhi, terletak pada pertimbangan bijaksana dari mereka, yang kepadanya dipercayakan pemeliharaan kesejahteraan umum.

3. Menyelamatkan nyawa ibu namun mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan

Mari sekarang kita melihat contoh tentang pergulatan sebuah keluarga yang terombang-ambing untuk mengambil keputusan, apakah dibenarkan untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu, namun dengan resiko secara tidak langsung membunuh bayinya.

Seorang ibu yang mempunyai posisi janin yang tidak normal, yaitu berada di tuba falopi (fallopian tube), atau dikenal dengan kandungan di luar janin (ectopic pregnancy), mempunyai resiko untuk kehilangan nyawanya, karena pada saat janin tersebut terus tumbuh, dapat menyebabkan kerusakan organ di tuba falopi. Secara prinsip, tidak boleh ada intensi untuk membunuh janin yang berada di dalam posisi yang tidak normal. Kalau operasi harus dilakukan, karena tidak ada cara lain untuk menyelamatkan keduanya – ibu dan bayi – , maka perbuatan ini dapat dibenarkan dengan intensi untuk memperbaiki bagian yang rusak. Kalau kita menerapkan prinsip double effect:

1) Perbuatan: tindakan operasi yang dilakukan bukanlah untuk membunuh bayi, namun untuk memperbaiki bagian yang rusak.

2) Tidak menginginkan atau secara sengaja menyebabkan akibat negatif: Tindakan operasi tersebut tidak boleh dilakukan karena ingin membunuh bayi, namun untuk memperbaiki bagian yang rusak. Walaupun tindakan ini dapat membunuh bayi tersebut, namun pembunuhan tersebut bukanlah merupakan tujuan utama namun merupakan akibat negatif yang terjadi dalam proses penyembuhan. Tindakan ini juga diambil karena tidak ada alternatif yang lain, yang dapat menyelamatkan keduanya.

Kalau kita meneliti lebih jauh, ada beberapa metode untuk menangani kasus ectopic pregnancy, yaitu dengan menggunakan 1) obat Methotrexate (MTX), yang secara langsung membunuh bayi dan menyebabkan keguguran, 2) salpingostomy, atau operasi untuk secara langsung menghilangkan bayi yang melekat di tuba falopi, sehingga menyebabkan bayi tersebut meninggal, 3) partial salpingectomy, operasi untuk mengobati bagian dari tuba falopi yang rusak, 4) full salpingectomy, yang terjadi kalau janin menyebabkan kerusakan fatal pada tuba falopi. Metode 1) dan 2) tidak mungkin dilakukan, karena mempunyai intensi secara langsung membunuh bayi yang ada di dalam tuba falopi. Dalam hal ini, keselamatan ibu terjadi dengan cara membunuh bayi secara langsung, baik dengan obat maupun dengan operasi. Sebaliknya, cara 3) dan 4) masih mungkin dilakukan, karena bayi tidak secara langsung dibunuh, namun kematian bayi tersebut adalah merupakan akibat negatif dari pengangkatan bagian tube falopi. Dengan demikian, ibu tersebut selamat, bukan karena bayi dibunuh, namun, bagian dari tube falopi yang rusak yang dicoba untuk diperbaiki.

3) Efek yang baik harus terjadi dari perbuatan yang diambil dan bukan dari efek negatif yang terjadi: Proses keselamatan dari sang ibu bukanlah dari perbuatan membunuh bayi tersebut, namun dari usaha untuk memperbaiki bagian tubuh yang rusak, seperti terlihat pada metode partial salpingectomy dan full salpingetomy.

4) Secara proposional: Alasan yang kuat dari proses tersebut adalah tidak ada cara lain selain operasi untuk menyelamatkan nyawa dari ibu maupun bayi. Dan dari penelitian, tidak ada bayi yang selamat kalau bayi lahir di luar rahim. Kalau suatu saat teknologi kedokteran memungkinkan untuk dapat menyelamatkan bayi dan ibu, maka cara inilah yang harus diambil, sejauh memungkinkan.

Prinsip ini juga berlaku ketika seorang ibu mempunyai kanker rahim pada saat mempunyai bayi di rahimnya, sehingga diperlukan operasi untuk mengangkat rahim ibu tersebut. Walaupun pengangkatan kanker rahim ini dapat membunuh bayi yang ada di rahim, namun tindakan ini dapat dibenarkan secara moral, karena tindakan tersebut dilakukan bukanlah untuk membunuh bayi yang ada di rahim, dan bayi tersebut meninggal sebagai efek negatif dari tindakan operasi. Kita juga dapat melihat, bahwa ibu tersebut dapat diselamatkan bukan dengan membunuh bayi namun dengan pengangkatan rahim yang mempunyai kanker.

Kesimpulan

Dari beberapa prinsip di atas, sebenarnya Linda (lihat kejadian di pendahuluan) dapat menjalankan pengobatan yang diperlukan, termasuk dengan menjalankan chemotherapy, walaupun mempunyai resiko yang besar bagi bayi yang dikandungnya. Hal ini disebabkan chemotherapy yang dilakukan bukanlah dengan tujuan untuk membunuh bayi yang ada di rahimnya secara langsung, namun untuk membunuh sel-sel kanker yang mengganas di payudaranya. Kalaupun bayi yang dikandungnya meninggal karena chemotherapy yang dilakukan, maka itu bukanlah tujuan dari chemotherapy yang dilakukan, namun merupakan akibat negatif dari tindakan medis. Dan sesuai dengan prinsip akibat ganda, tindakan ini dapat dibenarkan.

Namun kenyataannya, keputusan yang dibuat oleh Linda dan suaminya ini membuat saya terpana dan bersyukur atas rahmat Tuhan yang diberikan kepada mereka dalam mengambil keputusan yang sulit ini. Keputusan mereka, mengingatkan saya akan Santa Gianna, yang memilih untuk mengorbankan dirinya demi keselamatan bayi yang dikandungnya. Beberapa hari, sebelum bayi Santa Gianna lahir, dia mengatakan kepada suaminya “If you must decide between me and the child, do not hesitate: choose the child – I insist on it. Save him. (Kalau engkau harus memutuskan antara aku dan bayi itu, janganlah ragu-ragu: pilih bayi itu – saya berkeras akan hal ini. Selamatkan dia [bayi itu])”

Inilah yang diputuskan oleh Linda dan suaminya. Mereka memutuskan untuk melakukan terapi dengan tumbuh-tumbuhan, yang tidak membahayakan kehidupan bayi yang ada di dalam kandungan. Secara sadar mereka mengambil keputusan ini, walaupun dengan resiko kanker tersebut tidak dapat diobati secara maksimal. Namun, mereka telah memutuskan untuk melindungi bayi tersebut dengan resiko apapun, termasuk kesehatan sang ibu. Dan akhirnya bayi tersebut lahir dengan selamat, dengan sehat dan tidak kekurangan apapun, serta mempunyai paras yang cantik seperti ibunya, dan diberi nama Angelina.

Setelah kelahiran Angelina, Linda harus terus berjuang melawan kanker yang semakin ganas karena masa kehamilan yang menyebabkan hormon-hormon bekerja secara lebih aktif, namun terapi yang dijalaninya kurang memadai. Setelah kelahiran Angelina, Linda mendapatkan chemotherapy dan radiotheraphy. Namun, rupanya perjuangannya melawan kanker dan semua terapi yang dilakukan tidak membawa hasil, sampai pada akhirnya Tuhan memanggilnya pulang ke rumah Bapa pada bulan Juli 2009.

Pasangan muda ini sebenarnya dapat melakukan chemotheraphy lebih awal, pada waktu Angelina masih berupa janin dalam kandungan Linda dan hal ini dapat dibenarkan secara moral. Namun, Linda memilih untuk mengorbankan dirinya demi kasihnya kepada bayinya, sehingga Angelina, sang bayinya itu, dapat lahir ke dunia dengan selamat. Kematian Linda memberikan kehidupan baru, dan tindakannya memberikan kesaksian akan kebajikan yang luhur (heroic virtue), sebab sebagai ibu, Linda mengasihi anak yang dikandungnya, sampai rela mengobankan dirinya sendiri. Saya mengundang para pembaca untuk berdoa bagi jiwa Linda, agar dia dapat diterima di dalam Kerajaan Allah, dan juga berdoa bagi Angelina serta keluarganya agar dapat bertumbuh di dalam kekudusan.

Santa Gianna Beretta Molla, pray for Linda and her family…

e Manual of The Holy Catholic Church 2 Volumes 192
5 1 vote
Article Rating
92 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
krisna
9 years ago

saya ingin bertanya mengenai kemajuan teknologi yang begitu pesat….

1. Bagaimana pandangan Gereja Katolik mengenai stem cell ( sel punca)?
2. Jika tidak di izinkan apa alasannya? bukankah stem cell di ambil dari tali pusar bayi, lagi pula digunakan untuk menyembuhkan penyakit?

thanks….

[Dari Katolisitas: Silakan membaca tanggapan kami terhadap pertanyaan serupa, di sini, silakan klik].

Aldbene
10 years ago

Syalom, Saya banyak melihat film2 dan kebanyakannya itu berangkat dari kisah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua terpaksa mencuri demi anak-anaknya dan banyak lagi. Muncul di benak saya tentang persoalan ini, seorang anak bekerja disebuah perusahaan dan tugasnya adalah membayar gaji karyawan-karyawan yang lainnya. Suatu hari, ibunya mendapat kecelakaan dan butuh biaya yang besar agar ibunya bisa dioperasi. Tak tanggung-tanggung si anak akhirnya “terpaksa” mencuri uang gajian karyawan lain untuk membiayai operasi tersebut. Berangkat dari kasus sperti ini, bagaimana pandangan Gereja dan bagaimana mau menilainya secara Moral. Trims untuk jawabannya dan Tuhan memberkati. Aldrin [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas,… Read more »

Rudolf
Rudolf
10 years ago

Shalom tim katolisitas, saya ingin bertanya mengenai contoh tujuan yg jahat seperti yg dicontohkan di atas, mengenai mafia yang memberi sumbangan besar dengan tujuan menutupi perbuatannya yang jahat,seandainya mafia tersebut menyumbang dengan tujuan memberi silih atas dosa-dosanya, apakah itu sama dengan jika kita melakukan puasa atau matiraga atau beramal untuk silih atau penitensi atas dosa-dosa kita?apakah tujuan ini jahat?

Herman Jay
Herman Jay
10 years ago

Ke mana Preferensi Suara Hati : Melunasi Hutang atau Memberi Angpao ? 1.Si Polan berhutang dalam jumlah cukup besar. Ia hidup sangat prihatin menyisihkan pendapatannya agar bisa melunasi hutangnya tiap bulan. Sementara itu ia mendapatkan 4 undangan nikah anak dari beberapa teman dekatnya, yang pada umumnya “mengharapkan” (kalau tidak munafik) juga angpao, sebagaimana kebiasaan umum masyarakat. 2.Ia bingung.Apakah jumlah uang yang telah disisihkan untuk bayar hutang harus disunat untuk memberi angpao kepada empat pengantin? Kalau menyunat, maka jumlah dana angsuran hutang berkurang, tetapi kalau tidak mengambil dana tersebut , ia tidak dapat memberi satu sen pun angpao kepada empat pengantin.Ia… Read more »

Sekar
Sekar
10 years ago

apabila ada seseorang tersesat di pedalaman dimana tidak ada makanan kemudian ia menemukan mayat seseorang, bolehkan orang tersebut memakan mayat orang tersebut? bagaimana kasusnya kalau orang tersebut tidak menemukan makanan sama sekali dan terpikir ide untuk memotong bagian tubuhnya seperti tangan dan kaki untuk dimakan, bolehkah?

satria
satria
10 years ago

Dear, pengasuh katolisitas Mohon saran dan jawaban atas kasus yang sedang saya hadapi. Sudah dua tahun saya pisah ranjang dengan istri, tidak berhubungan sex, dan tidak berzinah, tetapi kadang beronani, tetapi sejak 1,5 tahun lalu saya membaca dari katolisitas bahwa onani adalah dosa berat sejak itu saya tidak melakukan onani dan sudah melakukan pengakuan dosa. Tetapi februari tahun 2012 saya menderita orchitis yaitu munculnya cairan dalam buah zakar yang menekan sehingga menimbulkan kesakitan, obat yg diberikan dokter adalah antibiotik dan penghilang rasa, sakitnya reda tapi tiap 3 bulan kambuh lagi, yang paling gampang mengatasinya dengan onani karena saat sakit yang… Read more »

Bimomartens
Bimomartens
10 years ago

Shalom Bapak/Ibu Tay, Sedikit pertanyaan dari saya tentang artikel terkait. Anggap saja (seandainya) saya adalah seorang prajurit TNI AD yang beragama katolik. Saya seorang 100% Katolik dan 100% Indonesia, yang artinya saya mencintai Tuhan Yesus dan saya juga mencintai negara saya. Bagi saya, Tuhan Yesus dan NKRI adalah harga mati. Sebagai seorang prajurit, sudah tugas saya untuk menaati perintah atasan. Saya berperang dan berada di garis depan (maklum, prajurit). Belasan, atau mungkin puluhan tentara musuh sudah tewas di tangan saya. Ironisnya, saya tidak tahu pihak (negara) mana yang benar karena saya hanya menjalankan perintah. Sampai akhirnya, seekor peluru melesat dan… Read more »

fxe
fxe
11 years ago

Dear Katolisitas, Terima kasih atas ulasan yg indah ini. Terkait moral, sejauh saya tahu ada 2 aliran yg berbeda. Satu aliran beranggapan: “It was maintained – even within the realm of Catholic theology – that there is no such thing as evil in itself or good in itself.”. Tetapi juga ada aliran yang diikuti oleh Teologi Katolik juga, beranggapan: “that there IS such thing as evil in itself or good in itself.”. Atau istilah lain untuk ini adalah sesuatu yang “intrinsically evil” dan sesuatu yg “intrisically good”. St Thomas Aquinas pun dalam menyatakan adanya 3 kriteria yg harus diikuti agar… Read more »

fxe
fxe
Reply to  Stefanus Tay
11 years ago

Terima kasih atas tanggapan yg diberikan dan acuan ke Veritatis Splendor. Tapi maaf, saya baru punya VS yg terdiri dari 3 chapter/bagian …. Perkenankan saya menyampaikan pengertian saya seputar intrically evil, sehingga diskusi ini lebih terarah. Kami mohon saran dan koreksi. Memang benar bahwa “dasar” dari intrisically evil adalah “universal negative norm”. Kesadaran umum ini adalah wujud Hukum Allah yg ditulis dalam hati setiap orang – yang disebut juga Natural Law. Walaupun setiap orang mempunyai conscience yang berbeda mengenai Hukum Tuhan di dalam hatinya, hal ini tidak berarti bahwa Natural Law adalah sesuatu yg relative-subjective. Karena, kesadaran kolektif semua orang… Read more »

leo
leo
11 years ago

selamat malam katolisitas, saya mau bertanya apakah di perbolehkan pencarian dana untuk kegiatan gereja dengan penjualan kupon berhadiah? karena di gereja saya pernah mengadakan cara itu, kalau menurut saya penjualan kupon berhadiah itu lebih mirip judi karena seperti untung2an,kalo beruntung ya dpt hadiah, kalo nggak ya nggak dapt demikian pertanyaan dari saya, apabila ada kesalahan saya mohon maaf, trima kasih, tuhan yesus memberkati

Edison sembiring
Edison sembiring
11 years ago

Salam.. Apakah berbohong utk mendapatkan kebaikan yg lebih besar dpt dibenarkan. Mis dlm contoh kasus klasik ini: seseorang yg lari bersembunyi ke dlm rumah kita krn dikejar segerombolan penjahat yg mau membunuhnya. Apakah tetap berkata jujur kpd gerombolon tsb bila ditanya apakah melihat kemana org yg mereka kejar dgn kosekwensi org tersebut pasti mati dibunuh bila mereka mendapatkanya. Menelepon polisi juga pasti tdk akan sempat utk menolog org tsb apalagi minta tlg ma tetangga. atw hrs bersaksi dusta dgn mengatakan tidak melihatnya? Bila dihadapkan pada posisi tsb apa yg harus kita pilih dan perbuat? Terima kasih bu.. [Dari Katolisitas: Silakan… Read more »

Krisna
Krisna
11 years ago

Saya mengikut organisasi mahasiswa…. Saya ikut organisasi bagian minat dan olahraga, dan kebetulan saya menjabat sebagai bendahara… Setiap mahasiswa yang ingin ikut dalam unit kegiatan mahasiswa ini membayar Rp 50.000 setiap tahun, ketua kami mengatakan kepada anggota bahwa uang Rp 50.000 ini digunakan untuk konsumsi… Tetapi 2 bulan setelah di mulai unit kegiatan mahasiswa, ketua kami mengusulkan membuat baju agar dapat dibedakan dengan baju organisasi mahasiswa yang lainnya. harga baju tersebut seharga Rp. 91.000 sayangnya dana subsidi dari baju itu berasal dari Rp 50.000 yang kami janjikan hanya untuk konsumsi anggota yang mengikuti unit kegiatan mahasiswa, sehigga dengan adanya subsidi… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Krisna
11 years ago

Shalom Krisna, Sebenarnya dalam menyikapi keadaan yang seperti ini, mungkin baik jika kita melihat dari dua sisi; yaitu: Dari sisi anggota:1) Fakta bahwa telah diinformasikan kepada anggota bahwa uang iuran Rp 50.000,- adalah untuk konsumsi.2) Ternyata uang itu sebagian ingin digunakan untuk memberi subsidi kepada baju pengurus, sehingga nampaknya ada informasi yang tidak sesuai di sini. Dari sisi pengurus1) Pengurus adalah mereka yang meluangkan waktu dan tenaga untuk mengatur dan mengkoordinasikan mahasiswa untuk organisasi itu.2) Mungkin saja pada awalnya memang tidak ada rencana untuk membeli baju (silakan di-check, apakah memang demikian); sehingga tidak ada rencana untuk mengelabui anggota. Hanya beberapa… Read more »

Krisna
Krisna
11 years ago

http://www.youtube.com/watch?v=_migLQ802Go Saya mau bertanya karena perkembangan teknologi robot sudah sangat maju, seperti yang di tunjukkan di youtube tersebut….. Saya memperkirakan bahwa di tahun 2080 an menurut perkiraan saya karena melihat perkembangan teknologi robot tersebut di tahun 2080 robot dan manusia tidak dapat di bedakan lagi dari luar karena gerakan sudah sangat lancar ( tidak kaku lagi ), raut muka robot bisa menangis, marah, sedih, gembira… Yang menjadi pertanyaan saya adalah menyangkut moral…. 1. Jika seorang menyakiti robot apakah itu merupakan sebuah dosa ( dengan pertimbangan bahwa robot tersebut sudah menyerupai manusia karena bisa sedih dan menangis jika di sakiti) ?… Read more »

Indra Gunawan
Indra Gunawan
11 years ago

Ayah kami, Pak Budi Utama (79 th) dilarang keras mkn/minum krn lidahnya tdk berfungsi normal (kena Parkinson). Krn itulah Beliau memakai Zonde di perutnya spy makanan tdk usah lewat mulutnya. Makan enak dahulu menjadi salah satu dari sedikit hobi Ayah. Skrg dia terlihat hopeless, tanpa semangat hidup lg. Ayah yg hidup di atas kursi roda, bbrp kali minta makan tp sy menolak memberikannya. Pertanyaan kami adlh : Apakah secara moral dibenarkan jk kami memberi mkn/minum kpd Beliau? Adik2 berharap Ayah bs bersemangat lg jk bs mkn/minum. Tp jk kami memberinya mkn/mnm, apakah kami tdk sama dg membunuhnya secara pelan (krn… Read more »

Minar Gabriela Siagian
Minar Gabriela Siagian
12 years ago

Saya sangat terharu atas pengorbanan Ibu Linda untuk memperjuangkan anaknya. Dan kiranya anak itu sehat-sehat selalu dan Tuhan Yesus dan Bunda Maria akan menjaganya dan Ibu Linda berbahagia di sisi Allah Bapa. Kejadian ini pun terjadi pada kakak kandung saya yang bernama DELIANA SIAGIAN yang terkena penyakit KANKER PAYUDARA dan akhirnya kembali ke Rumah Bapa di Surga pada bulan Juli 2006, dimana anaknya yang bernama CECILIA ARITONANG masih berumur 11 bulan. Semoga kakak saya juga berbahagia disisi Allah Bapa dan Bunda Maria. Amin [Dari Katolisitas: Ya, mari kita mendoakan jiwa Linda dan Deliana, agar Tuhan berkenan menerima mereka ke dalam… Read more »

Andre
Andre
12 years ago

Salam katolisitas,

Saya ada pertanyaan. Apabila seorang istri didiagnosa menderita kista oleh dokter dan untuk pengobatannya memakai pil kontrasepsi untuk menormalkan siklusnya, apakah boleh ? Lalu dalam masa itu apa boleh dilakukan hub sex ?

terima kasih,

-andre-

Ingrid Listiati
Reply to  Andre
12 years ago

Shalom Andre, Perlu diketahui bahwa situs ini adalah situs rohani Katolik, sehingga jawaban di sini ditinjau dari sisi ajaran iman Katolik, dan bukan ditinjau dari sisi kedokteran. Dengan prinsip ini maka kami mencoba menjawab kasus yang anda tanyakan: Apakah boleh minum pil kontrasepsi untuk mengobati penyakit kista: 1. Jika memungkinkan, silakan anda menanyakan kepada dokter itu, atau mencari second opinion dari dokter lainnya, untuk mengetahui adakah alternatif obat/ terapi lain untuk mengobati kista tersebut tanpa harus meminum pil kontrasepsi. 2. Jika memang tidak ada cara lain, maka menurut prinsip akibat ganda seperti yang diuraikan di atas, maka kemungkinan meminum pil… Read more »

Feliz
Feliz
12 years ago

Salam ibu, seorang dokter atau bidan Katolik, karena pekerjaannya harus melakukan KB non alami kepada pasiennya, apakah dokter / bidan itu berdosa?

Caecilia Triastuti
Reply to  Feliz
12 years ago

Shalom Feliz, Cara kerja beberapa metode KB non alamiah dalam prosesnya melibatkan pemusnahan janin dalam usia sangat dini (zygote) di mana iman Katolik percaya bahwa sejak tahap pertemuan sel telur dengan sperma, ia sudah mempunyai kehidupan dari Penciptanya. Lalu semua metode KB non alamiah juga mengingkari prinsip prokreasi dalam relasi suami isteri yang dikuduskan melalui Sakramen, di mana union dan prokreasi kedua-duanya harus menjadi aspek yang tidak terpisahkan dalam pernikahan. Jika dokter / bidan Katolik itu memahami sepenuhnya kedua alasan GK melarang pemakaian KB non alami di atas, dan dengan kesadaran penuh tetap melakukannya, maka ia berdosa.  Karena syarat dosa… Read more »

yusup sumarno
yusup sumarno
Reply to  Caecilia Triastuti
11 years ago

dear katolisitas,

di manakah letak “tidak bermoralnya” penggunaan pil kontrasepsi?
bukankah pil itu hanya bertujuan agar konsepsi tidak terjadi (karena ketiadaan sel telur). namun bukan menghancurkan sigot (seperti pada metode IUD)?

pada penggunaan IUD saya setuju bahwa itu tidak “bermoral” krn hasil konsepsi sengaja tidak beleh menempel pada dinding rahim. tetapi pada penggunaan pil kontrasepsi kan tidak terjadi hal seperti itu.

mohon tanggapan

[Dari Katolisitas: Silakan terlebih dahulu membaca artikel-artikel berikut:

Humanae Vitae itu Benar!
Kemurnian dalam Perkawinan
Perkawinan Katolik vs Perkawinan Dunia, terutama butir ke-5
Efek-efek negatif alat Kontrasepsi]

Elsa
Elsa
12 years ago

Dear Romo dan Ibu Inggrid

Tahun lalu saya hamil 8 mg dan kemudian terjadi pendarahan, ketika diperiksa dokter, diberi obat penguat namun setelah 1 minggu pendarahan tidak juga berhenti dan kemudian diperiksa kembali, dikatakan janin tidak berkembang dan tidak dapat dipertahankan. Selanjutkan dianjurkan dikuret untuk dibersihkan agar pendarahan berhenti. Apakah ini termasuk tindakan aborsi? Terus terang saya masih merasa berdosa telah melakukan tindakan kuret, tapi sepertinya tidak ada pilihan lain….apalagi saat itu pendarahan membuat kami (suami istri) panik sehingga memutuskan tindakan kuretase

Bagaimana pandangan gereja katolik terhadap kasus saya ini? terima kasih.

Ingrid Listiati
Reply to  Elsa
12 years ago

Shalom Elsa, Kami di katolisitas tidak dapat menilai kasus khusus kehamilan dari segi kedokteran, sebab hal itu bukan bidang yang dibahas di sini. Namun berkaitan dengan aborsi, prinsipnya sesungguhnya sederhana, yaitu aborsi adalah tindakan mengakhiri kehidupan bayi yang dikandung ibunya. Maka, kuretase bayi yang masih hidup di dalam kandungan ibu adalah tindakan aborsi, sebab tindakan tersebut adalah tindakan membunuh/ mengakhiri kehidupan bayi tersebut. Namun, jika bayi di dalam kandungan itu sudah meninggal, artinya sudah tidak ada lagi tanda- tanda kehidupan, dan baru kemudian diadakan tindakan kuretase, maka tindakan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai tindakan aborsi, sebab janin itu sudah meninggal… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
92
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x