1. Bahan pembuat hosti dan anggur menurut ketentuan Redemptionis Sacramentum:
“48. Roti yang dipergunakan dalam perayaan Kurban Ekaristi Mahakudus harus tidak beragi, seluruhnya dari gandum, dan baru dibuat sehingga dihindari bahaya menjadi basi. Karena itu roti yang dibuat dari bahan lain, sekalipun dari butir padi atau yang dicampur dengan suatu bahan lain yang bukan gandum sedemikian rupa sehingga orang tidak lagi memandang itu sebagai roti, tidak merupakan bahan sah untuk dipergunakan pada Kurban dan Sakramen Ekaristi. Adalah pelanggaran berat untuk memasukkan bahan lain ke dalam roti untuk Ekaristi itu, misalnya buah-buahan atau gula atau madu. Tentu saja hendaknya hosti-hosti dikerjakan oleh orang yang bukan hanya menyolok karena kesalehannya, tetapi juga trampil dalam hal mengerjakannya seraya diperlengkapi dengan peralatan yang sesuai.
50. Anggur yang dipergunakan dalam perayaan Kurban Ekaristi Mahakudus itu harus alamiah, berasal dari buah anggur, murni dan tidak masam dan tidak tercampur dengan bahan lain. Dalam perayaan ini, sedikit air akan dicampur dengannya. Perlu diperhatikan dengan seksama agar anggur yang hendak dimanfaatkan untuk perayaan Ekaristi itu tersimpan baik dan tidak menjadi masam. Sama sekali tidak diizinkan untuk mempergunakan anggur yang keasliannya atau asalnya diragukan, karena sebagai persyaratan yang harus dipenuhi demi sahnya sakramen-sakramen, Gereja menuntut kepastian. Tidak juga diperbolehkan minuman jenis lain apa pun dan demi alasan apa pun, karena minuman itu bukanlah bahan sah.” (RS, 48,50)
Penentuan ini sesuai juga dengan KHK kan. 924 1,3, Missale Romanum, Institutio Generalis, no.323.
2. Mengapa digunakan roti tak beragi?
Demikianlah jawaban dari Rm. Boli Udjan, SVD:
Gereja Katolik mengikuti dan mempertahankan tradisi orang Yahudi yang juga diikuti Yesus pada Malam Perjamuan Terakhir, yaitu menggunakan roti tak beragi pada perjamuan Paskah tahunan. Latar belakangnya adalah perayaan Pesta Roti Tak Beragi (Imamat 23) yang dibuat juga oleh orang Israel ketika menjadi kaum sedenter karena mulai menetap dan mengolah tanah pertanian untuk hidup. Upacara Pesta Roti Tak Beragi itu dibuat pada musim semi bulan pertama, berlangsung selama satu pekan, dari Sabat ke Sabat atau dari hari pertama sampai hari ke delapan (perhitungan yang melampaui kurun historis, karena angka 7 itu angka kurun historis, dan angka 8 adalah angka yang melewati kurun historis atau angka simbol keabadian . Sejalan dengan makna keabadian, digunakan roti tak beragi dalam perjamuan makan karena roti itu bertahan lama tidak cepat rusak / kapang / berjamur. Arti ini cocok dengan roti tak beragi yang menjadi Tubuh Kristus yaitu makanan sorgawi untuk hidup kekal.
3. Mengapa digunakan wine?
Sedangkan tentang mengapa digunakan wine, dan bukan jus anggur, demikianlah jawaban yang kami kutip dan terjemahkan dari penjelasan Fr. John Noone, dari Catholic Answers, klik di sini:
“Yesus minum wine…. Mari lihat kenyataan historis. Anggur dipanen pada musim gugur, dan Paskah (pada saat Perjamuan Terakhir), jatuh pada musim semi. Tanpa lemari es, anggur (dan grape juice) tidak akan tahan. Dalam beberapa hari setelah dipanen, anggur mulai terfermentasi atau akan membusuk. Metoda pengawetan yang ada pada abad pertama adalah untuk memerasnya (membuat ekstrak anggur) dan membiarkannya terfermentasi dalam keadaan yang terkontrol (disebut sebagai pembuatan anggur) atau untuk mengeringkan anggur, sehingga menghasilkan semacam kismis. Pada saat Perjamuan Terakhir, Yesus mengatakan, “Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini …. (Mat 26:29). Pada saat itu, mereka membuat wine dari banyak macam buah- buahan, tetapi wine yang dari anggur, yaitu hasil pokok anggur, adalah yang digunakan pada saat Perjamuan Terakhir. Karena saat itu adalah musim semi, dan liturgi Paska menentukan agar umat meminum empat cawan anggur, grape juice yang terfermentasi (wine) adalah yang paling mungkin digunakan. Jika tidak, misalnya, ada mukjizat yang lain dari keadaan natural, tentulah salah satu penulis Injil akan mengatakannya, seperti yang dilakukan oleh penulis Injil pada mujizat- mujizat Yesus yang lainnya. Ketentuan tentang merayakan Paskah menyebutkan agar anggur di cawan tersebut diencerkan dengan air. Ini perlu, sebab proses fermentasi membuatnya menjadi kuat dan juga bejana- bejana tempat menyimpan anggur agak berpori dan anggur cenderung menjadi kental dengan bertambahnya waktu, karena kadar airnya menguap. Ini adalah latar belakang historis mengapa imam menambahkan setitik air ke piala pada saat liturgi Ekaristi. Wine yang tidak diproteksi dari udara ketika disimpan akan menjadi anggur asam (cuka).”
Shalom tim katolisitas saya merasa terganggu dengan pertanyaan ini, apakah semua roti bisa dikonsekrir?karena saya melihat di Gereja ortodox dan katolik timur menggunakan roti yang beragi. selain itu apakah syarat roti atau bahan2 yang bisa dikonsekrir?jika terdapat dua jenis roti di gereja barat dan timur,apakah itu artinya setiap jenis roti yang disetujui oleh pemimpin tertinggi gereja, bisa dikonsekrir?terima kasih, mohon pencerahannya…
[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas, silakan klik, dan juga tanya jawab di bawahnya.]
shalom tim katolisitas, apakah dalam perjamuan umat Protestan, roti yang mereka gunakan juga mengalami transubtansiasi?bagaimana jika mereka sungguh percaya bahwa roti yang mereka gunakan mengalami transubstansiasi seperti di gereja Katolik?apakah roti tersebut sah?
[dari katolisitas: Mereka tidak mempercayai transubstansiasi namun consubstansiasi. Karena mereka telah kehilangan apostolik succession, maka sesungguhnya, mereka juga kehilangan kuasa untuk mengubah roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus.]
Mohon penjelasan tambahan ya…
Air anggur menjadi wine karena adanya jamur dan bakteri yg tumbuh didalamnya (dalam guci/gentong tertutup, sehingga jumlah pertumbuhannya terbatas). Bakteri dan jamur inilah yang menghasilkan glukosa dan alkohol yg bersenyawa dgn air anggur sehingga wine mempunyai citarasa yg khas.
Pertanyaannya adalah: saat “wine” di-konsekrasi menjadi Darah Tuhan, apakah:
1. air anggur saja yg ber-transubtansi menjadi Darah Tuhan? ataukah
2. air anggur yg sudah bersenyawa dgn glukosa+alkohol menjadi Darah Tuhan? ataukah
3. seluruh substansi wine, yaitu: senyawa anggur+glukosa+alkohol dan bakteri (yaitu binatang) dan jamur (yaitu tumbuhan) juga ber-transubstansi menjadi Darah Tuhan juga?
Bila kita punya maksud: yg berubah menjadi Darah Tuhan hanyalah air anggur saja, bukankah lebih logis di zaman modern ini kita menggunakan jus anggur murni sebagai material Ekaristi yg sah? Terima kasih Katolisitas atas pelayanan Anda.
Shalom Fxe,
Pada saat konsekrasi, yang diubah adalah adalah keseluruhan substansi roti dan keseluruhan substansi anggur/ “wine”:
KGK 1376 Konsili Trente menyimpulkan iman Katolik, dengan menjelaskan: “Karena Kristus Penebus kita mengatakan bahwa apa yang Ia persembahkan dalam rupa roti adalah benar-benar tubuh-Nya, maka di dalam Gereja Allah selalu dipegang teguh keyakinan ini, dan konsili suci ini menjelaskannya kembali: oleh konsekrasi roti dan anggur terjadilah perubahan seluruh substansi roti ke dalam substansi tubuh Kristus, Tuhan kita, dan seluruh substansi anggur ke dalam substansi darah-Nya. Perubahan ini oleh Gereja Katolik dinamakan secara tepat dan dalam arti yang sesungguhnya perubahan hakiki [transsubstansiasi]” (DS: 1642).
atau dalam bahwa Inggrisnya:
CCC 1376 The Council of Trent summarizes the Catholic faith by declaring: “Because Christ our Redeemer said that it was truly his body that he was offering under the species of bread, it has always been the conviction of the Church of God, and this holy Council now declares again, that by the consecration of the bread and wine there takes place a change of the whole substance of the bread into the substance of the body of Christ our Lord and of the whole substance of the wine into the substance of his blood. This change the holy Catholic Church has fittingly and properly called transubstantiation.”
Dengan demikian, yang diubah menjadi darah Kristus bukan hanya air anggurnya saja, tetapi keseluruhan wine itu, yaitu air anggur yang sudah bersenyawa dengan unsur-unsur lainnya, termasuk jamur ataupun bakteri yang terkandung di dalamnya, yang tidak lagi berdiri sendiri, tetapi telah bersenyawa dengan air anggur itu, sehingga menghasilkan rasa tertentu dengan kandungan glukosa tertentu.
Maka maksud dari ‘tidak tercampur bahan lain’ (lih. RS 50, di atas) adalah bahwa wine itu harus berasal dari buah anggur, tidak boleh dicampur bahan lainnya seperti essence ataupun bahan lainnya yang tidak terjadi dari proses fermentasi alamiah dalam pembuatan wine itu.
Sedangkan mengapa kita memakai “wine” dan bukan jus/ air anggur saja, itu sudah pernah diulas di point 3, di artikel di atas, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Katolisitas.
Trimakasih atas penjelasannya, Tuhan memberkati.
Shalom Katolisitas.
Kalo saya membaca penjelasan diatas rasanya untuk persyaratan pisik terjadi dualisme dalam Gereja Katolik meskipun yang diberlakukan tetap roti tidak beragi tapi mengakui roti beragipun tidak membatalkan syahnya ekaresti. Apakah ketentuan ini hanya untuk menghindari konflik / membangun persaudaraan dengan saudara dari Gereja Timur? Atau memang dasar biblisnya/ tradisi tidak jelas / berbeda? Sebab tidak biasanya Gereja Katolik menempuh cara kompromi terhadap hal yang menyangkut iman (dokma). Mohon penjelasan.
Trimakasih.
Shalom Frans,
Nampaknya, harus dibedakan di sini apa yang menjadi hal yang mutlak/ utama dan apa yang tidak. Dan juga bahwa ajaran Gereja itu ada dalam tingkatan-tingkatan yang berbeda. Ada tingkatan ajaran yang sifatnya lebih tinggi, yaitu tentang Trinitas, dan kemudian ajaran-ajaran berikutnya mengalir dari kebenaran ini. Silakan membaca tentang tingkatan ajaran Gereja dalam daftar dogma, silakan klik.
Dengan memahami prinsip ini, maka kita ketahui bahwa yang mutlak/ utama dalam perayaan Ekaristi adalah adanya Transubstansiasi yaitu berubahnya substansi roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus, oleh kuasa Sabda-Nya dalam perkataan konsekrasi, yang dilakukan oleh imam yang sah tahbisannya. Selanjutnya tentang prinsip-prinsip ajaran tentang Ekaristi yang tidak berubah dan tidak dapat dikompromikan, itu dapat dibaca di sini, silakan klik. Sedangkan jenis persisnya roti ataupun ukurannya, itu bukan sesuatu yang mutlak. Gereja Latin (Barat) dan Timur menggunakan jenis roti yang berbeda, karena mengacu kepada pemaknaan yang berbeda, tetapi perbedaan ini bukan hal yang prinsip/ utama. Namun jika ajaran merupakan ajaran dogmatik, maka tidak ada kompromi. Baik Gereja Katolik ritus Latin (Barat) maupun ritus Timur berpegang kepada ajaran tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom, saya mau tanya apakah setiap perayaan, hari-hari besar serta sakramen2 yang di adakan katolik semua ada tertulis di Alkitab dan dilakukan oleh toko2 Alkitab? Atau hanya keegoisan dari pada pemimpin2 katolik saja atau juga kesalahan penafsiran dari toko2 katolik di masa lamapu namun masih di jalankan dengan alasan dan tujuan tertentu?. Trimakasih
Shalom Wilee,
Silakan, jika Anda tertarik untuk membaca di situs ini, dasar-dasar Kitab Suci untuk semua sakramen dari sakramen Baptis, Ekaristi, Penguatan, Tobat, Pengurapan orang sakit, Perkawinan dan Imamat, klik di sini. Tentu setiap perayaan liturgis yang dirayakan Gereja mengambil dasar dari Kitab Suci.
Sakramen itu ada, karena dahulu para Rasul melakukannya, seturut ajaran Kristus, dan atas dorongan Roh Kudus. Maka adalah keliru jika ada orang yang menuduh bahwa sakramen diadakan karena keegoisan pemimpin-pemimpin Katolik. Sakramen itu diadakan sebagai sarana untuk menyampaikan rahmat keselamatan Allah kepada semua anggota Gereja, jadi tidak bukan untuk kepentingan para pemimpin Gereja. Juga sakramen bukan merupakan penafsiran pribadi, sebab sakramen-sakramen itu sudah ada sejak Gereja awal. Sakramen itu justru menunjukkan karya Allah semata atas kuasa Roh Kudus, yang tidak tergantung dari kualitas pelayan (imam) yang memberikannya. Maka justru Gereja melestarikan sakramen-sakramen, karena melanjutkan penghayatan Gereja sejak awal mula, dan tidak mengabaikannya hanya karena kurang dapat menghayatinya, menurut ukuran pemikiran sejumlah orang di abad-abad terakhir ini. Yang dilakukan oleh Gereja Katolik justru menimba dari pengajaran para Bapa Gereja sejak abad-abad awal itu, dan agar dapat menghayati makna sakramen sama seperti Gereja menghayatinya sejak abad pertama, dan agar melalui sakramen-sakramen tersebut, mengalirlah rahmat Tuhan dalam setiap anggota Gereja-Nya, sebagaimana dikehendaki oleh Allah.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Hal ini berlaku untuk Gereja Latin saja atau untuk Gereja Katolik secara universal, karena yang saya dengar, Gereja Katolik Timur menggunakan roti dengan ragi, sama seperti saudara mereka dari Gereja Orthodox? Apakah aturan ini sifatnya mengikat, atau pada suatu kasus tertentu (seperti ketidaktersediaan hosti dan/atau anggur) atau pada masa tertentu (di masa mendatang misalnya) hal ini bisa berubah? Terima kasih atas jawabannya.
Shalom Stillet,
Berikut ini adalah penjelasan yang kami terjemahkan dari situs Catholic Answers, klik di sini:
“Tradisi Gereja Timur mengumpamakan ragi dalam roti sebagaimana jiwa di dalam tubuh. Jiwa memberikan kehidupan dan oleh karena itu, “Roti hidup” Ekaristi harus mengandung ragi. Sedangkan Gereja Barat (Latin) menggunakan roti tak beragi, karena roti beragi-lah yang digunakan oleh Tuhan Yesus dalam Perjamuan Terakhir.
Ketika Gereja Orthodox memisahkan diri dari Roma di tahun 1054, Patriark Konstantinopel mengecam Gereja Barat karena menggunakan roti tak beragi, tetapi hal tersebut adalah tuntutan yang tidak otentik. Konsili Florence menyetujui penggunaan baik roti beragi maupun tidak beragi, di tahun 1439. Sehingga penggunaan roti beragi atau tak beragi adalah masalah kelicit-an (sesuai ketentuan Gereja yang bersangkutan) dan bukan masalah ke-sah-an [karena keduanya sah]. Hal ini telah ditentukan secara infalibel.
Konsili menyatakan, “Kami mendefinisikan bahwa Tubuh Kristus sungguh terjadi dalam bentuk roti yang tak beragi ataupun beragi dan bahwa para imam harus mendoakan konsekrasi Tubuh Kristus dalam rupa salah satu dari kedua jenis ini, dan setiap jenis sesuai dengan kebiasaan Gerejanya, apakah sesuai dengan tradisi Barat, ataukah Timur” (Dekrit untuk Gereja-gereja Yunani).
Namun demikian, umat Katolik ritus Latin tidak diperbolehkan menggunakan roti yang beragi (lih. KHK, 926). Gereja menghendaki keseragaman untuk menunjukkan bahwa kurban Misa adalah kurban yang sama di manapun juga. Menggunakan roti yang beragi tidak membatalkan Ekaristi, tetapi itu adalah merupakan pelanggaran berat karena tidak menaati tradisi penghormatan Gereja yang telah berlangsung sejak lama. Namun Gereja-gereja ritus timur Katolik diperbolehkan untuk mempertahankan tradisi mereka sendiri yang menggunakan roti yang beragi.”
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Comments are closed.