“Tak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabat-Nya” (Yoh 15:13).

Di dunia ini pasti tidak ada orang yang tidak pernah bersedih. Bermacam-macam penyebabnya. Kadang kesedihan begitu mencengkeram jiwa sehingga manusia tidak lagi mempunyai harapan dan bahkan ingin hidup ini berakhir saja. Dari sekian banyak kesedihan, kesedihan karena cinta mungkin merupakan jenis kesedihan yang paling banyak dan paling dalam yang dialami oleh manusia, karena manusia senantiasa ingin dicintai dan ingin mencurahkan cinta. Cinta adalah denyut nadi kehidupan. Cinta adalah hakekat kehidupan, asal mula kehidupan yang ditiupkan Allah di bumi ini. Manusia ada karena cinta Allah yang menciptakannya. Dan manusia dapat kembali kepada Penciptanya juga karena cinta-Nya. Kesedihan karena cinta yang dialami manusia bukan hanya terjadi karena penolakan atau karena kurangnya cinta, tetapi juga karena merasa mengalami cinta yang begitu besar sehingga kerinduan dan perasaan dicintai itu membuat air mata keharuan mengalir deras, menyentuh jiwa yang terdalam, bahkan tidak jarang melahirkan transformasi dalam hidup manusia sehingga lahir karya-karya besar yang merupakan buah-buah mencintai dan dicintai.

Tujuh sabda Kristus yang terakhir di kayu salib menggambarkan betapa hati-Nya yang terluka dalam kesakitan badan dan jiwa yang tak terperi itu hanya dipenuhi oleh cinta dan cinta semata, baik kepada Bapa maupun kepada manusia. Dalam kesendirian yang begitu mencekam dan kehinaan yang paling dalam yang mungkin terjadi pada seorang manusia, hati Yesus begitu penuh dengan pengampunan dan kerinduan akan keselamatan jiwa-jiwa manusia yang dikasihiNya tanpa batas. Saat-saat merenungkan ketujuh sabda kudus itu, kemudian saat-saat pembacaan Passio (kisah sengsara Tuhan), dan saat-saat Konsekrasi di mana roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah-Nya yang nyata supaya bisa selalu bersama kita, adalah saat-saat yang sering menyentuh kerinduan cinta yang terdalam di hati saya. Betapa dalam Tuhan mencintai saya dan Anda. Pada saat-saat itu, seringkali air mata mengalir tanpa dapat dibendung. Kalau ada pepatah bahwa cinta itu buta, demikianlah saya merasakan bahwa Cinta Kristus kepada manusia itu ‘buta’. Karena Ia adalah sumber cinta dan Sang Cinta itu sendiri, maka cinta Yesus adalah cinta tulus yang selalu penuh pengertian, tidak menghakimi, penuh kesabaran, selalu mengampuni, selalu mengerti, selalu membebaskan, selalu menerima apa adanya. Maka betapapun kelamnya dosa dan kesalahan yang sudah dibuat manusia, betapapun gagalnya seorang manusia itu dianggap oleh dunia, betapapun rusaknya citra diri manusia itu di mata lingkungannya bahkan di mata diri manusia itu sendiri akibat dosa, Yesus hanya melihat tidak lain dari kebaikan, kemungkinan akan perubahan, dan harapan yang indah.

Karena cinta-Nya yang selalu mampu melihat kebaikan dan harapan itu, maka sekalipun di dalam diri seorang pendosa yang menurut kacamata manusia sudah tidak ada harapan lagi, termasuk diri saya sendiri, termasuk Zakeus (Luk 19 :1-10), termasuk Lewi si pemungut cukai (Luk 5 : 27-32), Yesus selalu hanya menawarkan pengampunan dan cinta, tak ada yang lain. Maka Maria Magdalena menangis dengan sedih di depan kubur Yesus yang kosong. Tak ada cinta yang begitu besar yang pernah diterimanya dari manusia di dalam hidupnya, seperti cinta Yesus kepadanya. Sebagai seorang pelacur yang harga dirinya sudah tidak ada, dianggap sampah masyarakat, dan nyaris dilempari batu saat kedapatan berzinah, ia mengalami bahwa Yesus yang kepadaNya ia dibawa, hanya mengatakan, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang“ (Yoh 8: 11b). Ia kembali mengalami cinta Yesus yang menyembuhkan, saat dilepaskan dari tujuh kekuatan jahat yang membelenggunya (Luk 8 : 2). Begitulah kekuatan dosa mengancurkan manusia. Ketika orang lain sudah menganggap seseorang tidak ada harganya lagi, sebegitu rupa bahkan sampai diri sendiri pun sudah tidak bisa lagi menghargai diri, Tuhan masih selalu bisa melihat secercah harapan dan kebaikan, kemungkinan kehidupan dan perubahan. Harga diri yang sudah hancur dipulihkan oleh cinta kasih pengampunan Kristus sehingga Maria Magdalena dan kita semua, menjadi manusia baru yang penuh semangat cinta, pertobatan, dan buah-buah kehidupan yang baru. Saya membayangkan betapa dalam kesedihan cinta seorang Maria Magdalena mendapati kubur Orang yang telah memberinya arti hidup yang baru itu kosong. Tetapi kesedihannya tidak lama, karena Yesus segera mendapatkannya lagi dengan suatu pesan yang dahsyat, bahwa kekuatan cinta tidak untuk dihalangi dengan apapun juga, termasuk maut.

Kesedihan cinta juga dialami oleh Petrus ketika ayam berkokok sesaat setelah penyangkalannya yang ketiga bahwa ia mengenal Yesus. Saya membayangkan bahwa sebelum Petrus berlalu dengan perasaan galau, tak berharga, sedih dan malu, mata hatinya bersitatap dengan pandangan mata Yesus, dan di sana, Petrus tidak menemukan sedikitpun pandangan mata menuduh, pun sedikitpun tiada pesan semacam, “Nah, kan… apa kubilang…”. Tidak sama sekali. Pandangan Tuhan kepada Petrus hanya pandangan cinta dengan satu pesan,”Aku tetap, dan akan selalu, mengasihimu”. Lalu Petrus pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya (Luk 22 : 62). Hancurnya hati Petrus mungkin juga sering kita rasakan manakala kita membiarkan kekuatan ego dan dosa membuat kita seolah-olah menjadi orang yang tidak mengenal Allah karena perbuatan tanpa kasih yang kita lakukan.

Demikianlah pandangan cinta itu terus menerus Tuhan Yesus nyatakan kepada Petrus setelah Ia bangkit dan kemudian mendirikan Gereja-Nya di atas Petrus, sang batu karang. Di dalam cinta-Nya selalu ada kemungkinan baru, harapan baru, buah-buah yang baru.

Kekuatan cinta membuat kemungkinan dan harapan tidak akan pernah mati. Maka Kristus tidak dapat dibendung oleh kematian. KebangkitanNya dari alam maut menunjukkan kepada manusia bahwa segala yang baik tidak dapat mati, dan tidak akan pernah mati. Cinta sejati dari Sang Penebus kepada manusia terlalu kuat untuk dihalangi oleh kematian.

Kalau Tuhan saja demikian, apalagi kita manusia berdosa. Semoga demikian juga cinta kita kepada sesama dan kepada Tuhan, tidak boleh ada apapun juga yang boleh menghalanginya, termasuk ego dan kesombongan kita, penghakiman-penghakiman kita, kedegilan hati kita, kekerasan hati kita, untuk tetap melihat kebaikan dan harapan pada diri sendiri, pada diri sesama, pada dunia. Yesus Kristus Tuhan kita sudah membuktikan bahwa kematian sekalipun tak akan pernah memadamkan cinta dan kebaikan. Tak ada apapun yang dapat menahan kekuatan cinta Tuhan. Cinta itu pulalah yang menghancurkan dominasi dosa dan maut yang mencengkeram manusia di atas bumi ini.

Jika saya berada di masa dan tempat di mana Yesus diadili dan disalibkan pada waktu itu, apa yang akan saya rasakan? Apa yang akan saya perbuat? Jika saya hanya menangis dengan pedih seperti wanita-wanita Yerusalem yang menangisi Yesus di jalan sengsara-Nya menuju Kalvari dan hanya berhenti sampai di situ saja, maka kesedihan cinta saya tidak akan membuahkan sesuatu yang besar. Namun bila kesedihan cinta itu disertai dengan sikap membuka diri terhadap karya Allah untuk mengubah saya, mempercayai Dia sepenuhnya, dan bertobat dengan sungguh-sungguh mengakui dengan rendah hati dosa-dosa saya, maka saya siap dibentuk dan dijadikan baru. Cinta yang berbalas memunculkan hidup yang baru dan membuka banyak kemungkinan. Cinta Tuhan kepada manusia yang dibalas dan ditanggapi dengan cinta pengorbanan tulus manusia bagi Tuhan dan sesama, membuat cinta itu berbuah dan memberi hidup. Bunda Teresa dari Kalkuta mengatakan, “Jika engkau mencintai begitu rupa sampai engkau terluka, maka tak akan ada lagi luka, melainkan hanya ada lebih banyak lagi cinta”. Semoga kebangkitan Kristus karena cinta menghasilkan buah-buah kasih yang nyata yang mengubah hidup saya dan sesama, sekalipun harganya adalah pengorbanan dan penyangkalan diri. Harga yang indah yang telah dibayar lunas oleh darah Kristus yang mahal di atas kayu salib. (Triastuti)

Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Rm 8: 38-39).

1 COMMENT

  1. syalom… tim katolisitas, senang rasanya saya dapat bertemu kembali dengan tim katolisitas dan teman teman yang terhisab di dalamnya.
    Saya percaya sekali kerinduan tim katolisitas untuk mencari kebenaran yang sempurna itu suatu saat akan terwujud.
    Sekali lagi saya bersyukur atas terselenggaranya media ini yang dapat memuaskan kerinduan teman teman juga yang sedang mencari kebenaran yang tentunya dapat berkenan bagi semua pihak. Semoga

    salam sejahtera selalu

Comments are closed.