Kasus pembatalan perkawinan kanonik

Dalam konteks studi hukum gereja, kasus pembatalan perkawinan kanonik adalah kasus di mana perjanjian perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan itu tidak sah sehingga tidak tercipta sebuah perkawinan. Jika pasangan suami – isteri telah menikah secara kanonik telah berpisah dan berdamai kembali menjadi tidak mungkin, kasus-kasus itu disampaikan pada kuasa Gereja untuk diselidiki. Kuasa Gereja yang dimaksudkan adalah Tribunal Perkawinan Keuskupan (memang tidak semua keuskupan memiliki Tribunal karena keterbatasan tenaga ahli). Dalam proses anulasi perkawinan itu jika terbukti dan perjanjian perkawinan itu dinyatakan batal maka pihak-pihak yang berperkara bebas membangun kehidupan perkawinan yang baru.

Jenis-jenis kasus pembatalan perkawinan

Kanon 1057, KHK 1983, menyatakan ada tiga syarat dasar supaya sebuah perkawinan sah kanonik. Tiga syarat itu adalah: (1) adanya saling kesepakatan tanpa cacat mendasar untuk perkawinan, (2) dilaksanakan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang mempunyai kemampuan legitim untuk melaksanakan perkawinan itu, yakni tidak terhalang oleh halangan yang menggagalkan dari hukum ilahi atau hukum positif (gerejawi dan sipil); (3) secara publik dilaksanakan dengan tata peneguhan yang diwajibkan hukum, yakni sebagaimana dituntut oleh hukum gereja atau negara. Maka secara singkat dapat dikatakan bahwa ada 3 hal yang dapat membatalkan perkawinan:

a. Kasus karena cacat dalam kesepakatan perkawinan,

b. Kasus karena halangan yang menggagalkan,

c. Kasus karena cacat atau ketiadaan tata peneguhan kanonik.

Perkawinan yang dapat dinyatakan batal oleh Tribunal perkawinan

Kanon 1671 dan 1476 menegaskan bahwa perkara-perkara perkawinan orang-orang yang telah dibaptis dari haknya sendiri merupakan wewenang hakim gerejawi dan siapapun baik dibaptis maupun tidak, dapat menggugat di pengadilan. Adapun pihak tergugat secara legitim harus menjawabnya. Dengan demikian perkawinan apa saja, di mana salah satu pihak sudah dibaptis dapat dinyatakan batal oleh tribunal perkawinan gerejawi.

Siapa saja yang dapat meminta pembatalan perkawinan?

Kanon 1674 menyatakan: yang dapat menggugat perkawinan adalah (1) pasangan suami-isteri; (2) promotor iustitiae, jika nullitasnya sudah tersiar apabila perkawinan itu tidak dapat atau tidak selayaknya disahkan. Dengan demikian entah pihak manapun yang berperkara bahkan pihak yang tidak terbaptis dapat membawa perkaranya ke Tribunal perkawinan Gerejawi untuk memohon pembatalan perkawinan (bahkan jika ia yang menyebabkan batalnya perkawinan). Namun demikian usaha untuk rujuk kembali perlu diusahakan pihak-pihak yang bersengketa. Ini adalah tugas pastoral kristiani dan utama bagi Pastor dan umat beriman. Di beberapa negara hukum sipil menuntut bahwa sebelum pasangan suami isteri memulai proses perceraian, mereka harus terlebih dahulu menghadap panitia rujuk kembali (di Indonesia belum ada), badan yang didirikan oleh Pemerintah (Gereja). Sebenarnya tiap keuskupan bahkan paroki bisa mendirikan sendiri semacam komisi rujuk (perdamaian), baru setelah badan itu menyatakan tidak mampu mendamaikan pasangan itu, mereka bisa meminta untuk mengajukan pembatalan perkawinan. Sebagai catatan penting: sebuah tribunal gerejawi hanya akan memulai sidang-sidang perkara perkawinan jika usaha rujuk kembali praktis sudah tidak mungkin lagi.

Bagaimana kasus pembatalan perkawinan ditangani?

Perkara pembatalan perkawinan dapat ditangani melalui peradilan gereja (Tribunal perkawinan) atau di luar pengadilan maksudnya diputuskan oleh Ordinaris wilayah. Ada dua macam proses peradilan yakni: proses biasa sebagaimana dalam proses peradilan Gereja (bdk kann 1671-1685) dan proses dokumental (bdk, kann. 1686-1688). Proses biasa digunakan untuk semua kasus, kecuali untuk perkara yang penyebabnya adalah halangan yang menggagalkan, atau cacat dalam tata peneguhan yang sah atau perwakilan secara tidak sah dan ada bukti-bukti dokumental. Sedangkan perkara tidak adanya sama sekali tata-peneguhan yang sah di luar pengadilan.

Pernyataan pembatalan perkawinan (Surat bebas untuk melangsungkan perkawinan baru)

Sebuah dekret pernyataan pembatalan perkawinan adalah sebuah pengakuan yang dibuat oleh Hakim gerejawi dalam sebuah kalimat peradilan. Pernyataan itu diperkuat oleh hakim pengadilan gerejawi lain bahwa pengakuan itu telah terbukti dengan kepastian moral bahwa ketika perkawinan dilangsungkan ada suatu penyebab pembatalan. Dalam ranah hukum kanonik, [artinya salah satu atau keduanya (yaitu suami dan istri) tersebut adalah Katolik], jika perkawinan mereka sama sekali tidak diteguhkan dengan tata peneguhan kanonik, maka persatuan itu bukanlah sebuah perkawinan. Karena dilaksanakan secara tidak sah, maka tidak bisa disebut sama sekali sebagai sebuah perkawinan. Persatuan semacam itu tidak bisa dinyatakan batal, tetapi bila mau diadakan sebuah penyelidikan, seperti misalnya penyelidikan pertunangan biasa yang menyatakan tidak adanya tata peneguhan kanonik dan bisa dibuktikan, lalu bisa diberikan surat bebas untuk menikah kembali kepada pihak yang bersangkutan oleh Ordinaris wilayah. Oleh karena itu, dikatakan bahwa kasus ini diurus secara luar peradilan maksudnya tanpa formalitas peradilan (proses dokumental kann. 1686-1688).

209 COMMENTS

  1. Yth tim katolisitas
    Shalom,
    Apakah perkawinan yg terjadi krn di’pelet’ oleh salah satu pasangan dapat dianulasi?

    • Shalom Gustaphe,

      Intinya salah satu syarat bahwa perkawinan adalah sah adalah dua pribadi memasuki perkawinan secara bebas dan tidak ada paksaan. Kalau terjadi perkawinan karena dipelet, memang kebebasan memasuki perkawinan dipertanyakan. Namun bagaimana tribunal (pengadilan gereja) dapat membuktikan hal ini memang tidaklah mudah. Anulasi terjadi, kalau pembuktian tersebut dapat dilakukan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Shalom Pak Stef,
        Terima kasih atas tanggapannya. Memang secara logika sangat sulit dibuktikan.
        Ceritanya saudara sepupu laki2 kami ini adalah laki2 satu2nya dari empat bersaudara.
        Karena berasal dari keluarga dari ekonomi lemah, saudara kami ini tekun berusaha sampai akhirnya dia boleh berhasil bekerja di salah satu perusahan minyak asing di kalimantan dengan penghasilan yg cukup besar.
        Tak kurang dari setahun bekerja, ia dikenalkan temannya dengan seorang wanita yg juga berasal dari tanah kelahirannya. Pada awalnya keluarga sangat heran karena saudara kami ini adalah orang yg beriman dan taat beribadah sehingga tidak mungkin dia jatuh cinta dengan wanita yang diketahui latar belakang dan penampilan/cara berpakaian memang bukan wanita baik2. Mereka hanya sekali bertemu dan langsung berpacaran, sebulan kemudian keluarga dari pihak wanita yang datang menemui orang tua pria untuk membicarakan pernikahan. Tak kurang dari 3 bulan pernikahan pun berlangsung. Itulah yg pada awalnya keluarga merasa ada yang aneh, namun perasaan itu dikesampingkan.

        Waktu terus berlalu, kami keluarga hanya merasa bangga dengan karir saudara kami ini yang terus naik, akan tetapi semakin menjauh dengan keluarga kami karena seakan bertekuk lutut dengan kemauan istrinya itu. Sampai saat ini mereka telah 14 tahun menikah tetapi belum dikaruniai seorang anak.

        Terungkap Telah Dipelet.
        Dari cerita saudara kami. hal ini dimulai dari 6 bulan yang lalu, saudara kami ini mengeluhkan sakit kepala yang datang dan pergi tiba2 dan tak tertahankan, walaupun sudah berobat ke dokter namun tak kunjung sembuh. Kemudian dia bertemu dengan seorang pendeta dan ketika dia mengeluhkan sakit tersebut dia didoakan, pada saat didoakan terungkap bahwa sakit saudara kami ini disebabkan oleh ilmu hitam. Setelah beberapa kali didoakan sakitnya hilang dan yang terungkap bahwa dia dipelet istrinya sejak pertama kali bertemu dan tetap berlangsung selama mereka menikah. Setelah pelet tersebut dilepaskan, dia sadar dan memang tidak ada rasa cinta sama sekali pada wanita tersebut, padahal sebelumnya dia begitu tergila-gila.

        Sampai saat ini keluarga hanya pasrah pada keputusannya untuk berniat menceraikan istrinya itu.

        Apakah tindakan ‘pelet’ ini bisa dikategorikan sebagai ‘penipuan’?

        Apabila dapat dikumpulkan saksi yang dapat membenarkan tindakan ini, apakah pengadilan gereja dapat menerima?

        Salam Kasih Kristus

        • Gustaphe Yth

          Perkawinan selalu didasarkan pada pribadi orang yang sehat jasmani dan rohani. Orang yang gangguan kejiwaan tidak bisa menjalankan kesepakatan perkawinan, menjadi halangan berat untuk dapat menikah di Gereja Katolik. Peristiwa sesudah kesepakatan dan perkawinan yang sudah berjalan 14 tahun dinilai sebagai berjalan baik. Jika di tengah jalan ada sesuatu seperti yang anda katakan adanya tindakan pelet itu tidak bisa menjadi dasar untuk anulasi perkawinan.

          salam
          Rm Wanta

  2. Dear Katolisitas,

    Saya memiliki saudara laki-laki (Katolik) yang menikah secara katolik. Pasangannya pun beragama Katolik. Setelah menikah kurang dari setahun, diketahui bahwa istrinya memiliki hubungan asmara dengan pria lain bahkan hal ini sudah berjalan sebelum menikah dengan saudara saya, namun tidak pernah diketahui oleh keluarga kami dan juga saudara saya. Lalu diketahui bahwa istrinya sempat mengugurkan kandungan (sebelum pernikahan) hasil hubungan dengan pria lain tersebut. Saudara saya sudah memaafkan dan menempuh segala upaya mediasi (termasuk melalui gereja) untuk menyelamatkan rumah tangga mereka. Namun, sang istri tetap ingin menggugat cerai karena tidak bisa lagi meneruskan rumah tangga dan ingin menikah dengan pria lain tersebut. Dia mengaku dulu mau menikah dengan saudara saya karena ingin membahagiakan keluarga. Apakah saudara saya dapat mengajukan pembatalan pernikahan dengan melihat kondisi tersebut? Proses perceraian mereka sendiri sedang dalam proses pengadilan.

    Terima kasih.

    • Ribka yth,

      Silakan saudara Anda membuat surat permohonan dalam bentuk libellus ke tribunal di mana perkawinannya diteguhkan. Ceritakan kasusnya dan mohon cantumkan saksi-saksi yang dapat dihubungi, minimal 5 orang.

      Salam
      Rm Wanta

  3. Dear Katolisitas,
    Dilingkungan saya ada seorang umat katolik (perempuan) dalam waktu dekat sekitar 2 bulan lagi akan menikah dengan pria katolik. Akan tetapi sudah 1 minggu ini ada kabar bahwa sang pria sdh pernah menikah (tidak jelas apakh menikah di gereja katolik atau di gereja lain atau diluar gereja) dan hal ini tidak diketahui oleh si wanita. Apakah yang harus saya lakukan dengan kabar ini? haruskah melapor kpd pastor yang akan memberkati perkawinan? kalau perkawinan itu tetap dilaksanakan (menerima sakramen perkawinan) apakah perkawinan dapat dibatalkan kelak? mohon jawaban dari team katolisitas
    salam dalam kasih Tuhan, johanes

    • Shalom Johanes,

      Sedapat mungkin silakan di-verifikasi kabar itu, apakah benar sang pria tersebut sudah pernah menikah. Jika ya, silakan dilaporkan kepada Romo yang akan memberkati perkawinan, yang mengadakan penyelidikan kanonik atas calon mempelai. Adalah tugas dari Romo tersebut untuk meminta penjelasan dari calon mempelai pria tersebut, tentang kebenaran berita tersebut.
      Jika benar dan dapat dibuktikan bahwa pria itu sudah pernah menikah sebelumnya, maka perkawinan yang akan dilangsungkannya itu tidak sah sejak awal mula. Maka jika sampai karena satu dan lain hal tetap terlaksana karena ketidaktahuan dari pihak wanita dan keluarganya, maka kelak jika pihak wanita memohon pembatalan, dapat saja diberikan oleh tribunal keuskupan, tetapi tetap akan membutuhkan proses pembuktian yang tidak singkat dan mungkin juga melelahkan bagi pihak-pihak yang terlibat. Jadi sebelum terlambat, lebih baik dilaporkan saja, demi kebaikan semua pihak.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Yth
    Romo,,
    Nama sya yulianna Sya mw mmprtanyakan apakah suatu hubungan suami istri Ÿª♌ġ mnikah tdak brdasarkan cinta mksud sya dijdodohkan trus slma prnikahan itu tdak ad kecocokn bisa melakukan pembatalan perkawinan sdngkn usia prnikahn kmi udah 2 thun trus tdk di karunia anak,,dy mnuntut sya hrus pnya anak sdgkan sya tdk mw pnya anak krna sya fkr usia sya msi muda da sya mmlih unt brkarir dlu,

    • Shalom Yuliana,

      Sementara menunggu jawaban dari Romo Wanta, izinkan saya menanggapi pertanyaan Anda.

      Pada prinsipnya anulasi/ pembatalan perkawinan hanya dapat diberikan setelah melalui proses pemeriksaan oleh pihak Tribunal, atas permohonan pihak yang bersangkutan. Nah dalam pemeriksaan itu harus ada bukti dan saksi yang mendukung permohonan tersebut. Jika Anda mengatakan bahwa Anda menikah tidak atas dasar cinta/ dijodohkan, adakah bukti dan saksinya? Apakah sejak sebelum menikah pihak suami tahu bahwa Anda dipaksa menikah, dan Anda tidak mencintainya? Hal-hal semacam ini perlu diperiksa terlebih dahulu agar tidak menjadi klaim sepihak. Sebab dapat terjadi, hanya karena ketidakcocokan yang baru terjadi setelah beberapa tahun menikah, maka salah satu pihak mengatakan dipaksa menikah. Namun pernyataan ‘dipaksa menikah’ ini sendiri menjadi pertanyaan, karena kultur kita sekarang tidak lagi menganut kebiasaan kawin paksa; dan juga umumnya tidak diberlakukannya ancaman nyawa, sehingga pihak yang diancam terpaksa menyetujui. Dan pada wanita yang normal/ tidak ada gangguan kejiwaan, umumnya juga dapat memutuskan seturut kehendak bebasnya, apakah ia akan menerima lamaran dari pihak pria itu atau tidak.

      Saya memang tidak mengetahui persis permasalahan yang terjadi antara Anda dan suami Anda. Namun sepertinya Anda membutuhkan konseling perkawinan. Sebab bisa terjadi hanya karena usia Anda yang relatif muda, maka emosi Anda juga naik turun, sehingga di sanalah timbul ketidakcocokan dengan suami. Silakan diusahakan terlebih dahulu usaha untuk memperbaiki hubungan antara Anda berdua. Perselisihan di antara suami dan istri adalah sesuatu yang umum terjadi dalam perkawinan, dan tidak semuanya dapat dianggap sebagai ketidakcocokan yang membatalkan perkawinan. Silakan Anda mengikuti terlebih dahulu retret pasangan suami istri, misalnya Retret Tulang Rusuk yang dipimpin oleh Rm. Yusuf Halim, SVD, atau retret Weekend ME (Marriage Encounter). Jika Anda telah menerima sakramen perkawinan, maka sebenarnya Allah sudah memberikan rahmat yang cukup bagi Anda untuk mempertahankan perkawinan Anda sampai akhir. Semoga Anda dan suami diberi kebijaksanaan oleh Tuhan untuk bersama-sama memperbaiki diri dan mewujudkan janji perkawinan Anda berdua di hadapan Tuhan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Yth. Romo,
      Ke alamat mana surat permohonan pembatalan dikirimkan beserta surat2 yg harus dilengkapi? masalah saya, sdh menikah 10 thn, suami tidak bisa menjalankan kewajiban dlm hub suami istri, setiap kali dtanyakan selalu alasan capek, stress dll, blm lama mengaku jika dia ‘sakit’ dan sbg istri saya mendukung utk mencari pengobatan tetapi tidak dilakukan. Sdh 3 bln ini suami pindah kamar dan tidur di kmr anak, shg anak pindah tidur bersama saya (anak kami adopsi di thn ke3 perkawinan). Setiap hari saya rasanya sangat tertekan sejak suami pindah kmr. Sebenarnya tidur sekamar atau terpisah sama saja krn kami sdh tidak ada kontak fisik lagi ttp menunjukkan betapa tidak ada usaha darinya utk menyelesaikan masalah ini. Saya tdk asa saksi romo, krn masalah ini adalah aib jd say msh menjaga muka suami, ttp anak kami tentumengetahui perihal papanya yg tidur terpisah. Sy sdh bersabar selama 10 thn tp ybs cuex saja romo. Bbrp bln lalu sy ada mengirim email pj ke rm erwin tp blm dibls. Sy jg menmukan komunikasi mesra dia dg wanita2 gak jelas tp selama sy tdk menangkap basah saya msh bisa tidak terlalu terganggu, mgkn jg krn sdh tdk ada kehangatan selama bbrp thn ini shg andaikan suami berselingkuh pun mgkn hati sdh hampa. Perlu rm ketahui, keinginan adopsi kuat dr suami saya dan dia agak memaksa pd wkt itu, mgkn krn dia sdh mengetahui sakitnya sehingga berusaha mengelabui orang luar. Tp sy tdk pernah menyesal dg hadirnya anak kami krn dia benar2 kebahagiaan buat saya dan kami sangat menyayanginya. 3 bln ini saya sdh sounding bhw ingin membatalkan perkawinan dan suami hanya jwb terserah, mgkn dia anggap saya hanya gertak saya pdhl sy tdk pernah mengutarakan keinginan ini sblmnya. Sy sdh tidak bisa bersabar lg romo, hidup hampa, kerja lelah membantu ekonomi keluarga dan tidak ada kasih sayang rasanya berat sekali. Sejak bbrp thn lalu semua pengeluaran rt saya yg tanggung, suami msh truggle memberesin hut kartu kreditnya yg tdk tau kpn akan selesai krn suami tdk mau terbuka soal hutang dan keuangannya. Please help me romo, terima kasih

      • Shalom Mermaid,

        Sejujurnya, yang Anda perlukan adalah seorang konselor perkawinan. Di samping itu, Anda dan suami Anda perlu membicarakan dengan jujur masalah yang terjadi di antara Anda berdua. Pertanyaannya, sudahkah ini dilakukan? Apakah yang dapat dilakukan dari pihak Anda, agar suami Anda mau berkomunikasi dengan Anda, itulah yang mungkin perlu diusahakan, sebelum memikirkan jalan pembatalan perkawinan. Anda mengatakan bahwa suami tidak dapat menjalankan kewajiban dalam hubungan suami istri, namun apakah hal itu masih dalam tahap anggapan, atau sudah menjadi kenyataan yang bersifat permanen? Dari informasi yang Anda sampaikan, nampaknya hal ini belum dapat dipastikan. Padahal ini yang mau Anda jadikan dasar permohonan anulasi? Bagaimana jika keadaan sebenarnya adalah ia memang sakit, namun sakitnya dapat diobati, maka ini bukan dasar yang kuat untuk permohonan tersebut.

        Betapapun berat bagi Anda, dan mungkin Anda katakan telah berlangsung bertahun-tahun, namun selalu ada kemungkinan untuk mengusahakan perubahan. Mohonlah bantuan rahmat Tuhan untuk menghadapinya, dan carilah waktu yang tepat untuk membicarakannya dengan suami Anda. Jika pembicaraan dapat membuat Anda bertengkar, cobalah menuliskan perasaan Anda dan berikanlah surat itu kepadanya. Dalam surat itu, sampaikanlah perasaan Anda, namun sedapat mungkin jangan menuduh atau marah-marah kepadanya. Perasaan itu sifatnya netral, dan jika dituliskan, setidaknya itu membuka kemungkinan bagi suami Anda untuk mengetahui kepedihan hati Anda yang telah Anda pendam selama bertahun-tahun ini. Sampaikanlah juga harapan Anda sehubungan dengan perkawinan Anda itu, terutama untuk memberikan masa depan yang baik bagi anak angkat Anda, yang sama-sama Anda kasihi. Bayangkan jika Anda berpisah, apakah yang terjadi dengan anak itu, besar kemungkinan ia akan merasa terpukul dan mengalami luka batin yang dalam karena perpisahan Anda dengan suami Anda.

        Apakah Anda pernah mendengar tentang Retret Tulang Rusuk dan Marriage Encounter? Sudah pernahkah Anda mengikutinya? Jika belum, dan jika saya boleh menyarankan, silakan mengikuti retret tersebut bersama dengan suami Anda. Semoga setelah mengikuti retret itu Anda bisa saling terbuka untuk membicarakan masalah Anda berdua, termasuk masalah kesehatan, masalah hutang dan harapan akan masa depan. Apapun perbedaan dan masalah di antara suami istri, jika dihadapi bersama-sama, dan dengan memohon kekuatan dari Tuhan Yesus, tentulah akan dapat dicari jalan keluarnya.

        Di atas semua itu, silakan membawa pergumulan Anda ini dalam doa-doa Anda. Mohonlah pertolongan Tuhan Yesus dan dukungan doa Bunda Maria. Semoga Tuhan Yesus berkenan mengubah hubungan Anda dan suami yang tawar menjadi manis kembali; sebagaimana Ia mengadakan mukjizat mengubah air menjadi anggur dalam perkawinan di Kana (Yoh 2:1-11).

        Teriring doa dari kami di Katolisitas.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. Dear katolisitas dan romo pengasuh

    Istri saya berkali-kali minta cerai terlebih jika ada masalah yang berhubungan dengan keluarga dari saya baik itu orangtua, adik dan keponakan saya. kasus terakhir : kami biasa menitipkan kedua anak-anak ke rumah orangtua saya, adik saya menitipkan anaknya senin sampai rabu sedangkan anak-anak kami titipkan kamis sampai sabtu. saya bekerja sedangkan istri dirumah dan hanya mengantar si kakak sekolah. kebetulan adik saya hari sabtu menitipkan anaknya ke rumah orangtua saya sehingga semua anak-anak kumpul dirumah. istri saya pulang dari menjemput sekolah marah ke orangtua saya karena anak-anaknya tidak diurus eyangnya. orangtua saya marah besar karena selama ini anak-anak kami diasuh di sana, saya juga kesal dan marah dengan sikap istri saya ke orangtua saya.
    pulang dari rumah kami cekcok besar dan istri minta cerai. kejadian minta cerai seperti senjata/habit jika kami bertengkar, bahkan menantang untuk datang ke pastor untuk hal ini.

    sebelum kejadian ini pun kami sering berkelahi karena keegoisannya, iri hati dengan keluarga saya dan banyak hal.
    saya pernah mengingatkan akan hormat pada orangtua, janji perkawinan dan hal-hal yang baik tetapi jawabannya seperti masa bodoh. bahkan pernah terlontar dari mulutnya bahwa “janji pernikahan itu hanya tulisan dan saya hanya membacanya saja”. mendengar itu saya kaget dan meminta dia minta ampun mengaku dosa pada Tuhan, jawabannya “dosa-dosa saya biar saya tanggung sendiri”. sampai detik ini diapun mengatakan dia masih dendam dan tidak mau memaafkan orangtua saya padahal orangtua saya sudah memaafkan dan bersikap baik lagi kepada dia.

    apakah secara hukum kanonik ini bisa dilakukan pembatalan pernikahan karena sikap istri yang melecehkan janji nikah/sakramen perkawinan? lalu untuk hak asuh anak jatuh kepada siapa?

    terima kasih romo.
    Johanes Anto

    • Shalom Johanes Anto,

      Sepertinya yang Anda butuhkan adalah konseling perkawinan ataupun retret pasangan suami istri. Sudahkah Anda melakukannya? Sebab perkawinan Katolik jika sudah sah diberikan, tidak dapat dibatalkan. Kasus pembatalan ini hanya mungkin jika permasalahan yang ada disebabkan oleh keadaan yang tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai perkawinan yang sah sejak awal mula perkawinan. Maka dasar pembatalan ini adalah adanya suatu halangan ataupun cacat konsensus yang terjadi sebelum perkawinan atau pada saat perkawinan.

      Jika Anda dan istri menikah atas keputusan kehendak bebas Anda berdua, tanpa paksaan, dan dengan kesadaran penuh, maka nampaknya tidak dapat dibatalkan. Hal perselisihan suami istri tentang masalah anak ataupun dengan mertua adalah kejadian yang dapat terjadi dalam perkawinan, dan selayaknya itu disikapi dengan bijak, sebab dapat semakin memurnikan kasih di antara semua pihak, dan bukannya dijadikan alasan untuk membatalkan perkawinan.

      Jika saya boleh menyarankan, janganlah terpaku kepada ucapan- ucapan yang dikatakan pada saat istri sedang marah. Adalah lebih kondusif Anda mengusahakan kesempatan untuk dapat berkomunikasi dari hati ke hati dengan istri Anda, dan tangkaplah sesungguhnya apakah masalahnya. Apakah yang membuatnya marah? Sesudah Anda mendengarkan dia, barulah Anda menyampaikan perasaan Anda, dan semoga situasinya menjadi lebih mencair, sehingga ia dapat juga mendengarkan apa yang menjadi keprihatinan Anda. Bawalah pergumulan ini dalam doa-doa Anda setiap hari. Atau sudahkah Anda pernah berdoa bersama dengan istri Anda? Jika belum mungkin inilah saatnya Anda memulainya, dan mohonlah agar Tuhan sendiri yang membantu Anda berdua untuk kembali saling mengasihi dan saling memahani satu sama lain.

      Jika memungkinkan silakan mengikuti Retret Tulang Rusuk yang diadakan oleh Rm. Yusuf Halim SVD. atau retret Marriage Encounter di kota Anda. Retret-retret ini sudah menolong begitu banyak pasangan suami istri, yang mungkin datang dengan berbagai persoalan, dan bahkan ada banyak juga yang masalahnya jauh lebih rumit daripada masalah yang Anda alami. Namun dengan bantuan rahmat Tuhan, toh Tuhan dapat memulihkan hubungan yang sempat retak ataupun hambar. Semoga melalui retret ini hubungan kasih Anda berdua dapat diperbaharui dan semakin diteguhkan di dalam Tuhan yang telah mempersatukan Anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. Yang terhormat Romo,

    saya beragama Katolik berencana untuk menikah dengan pasangan saya yg beragama Kristen Protestan, bagaimana tahapan/cara yg harus ditempuh untuk pemberkatan di gereja?? kebetulan dia tinggal lain propinsi, jadi apa yang sebaiknya saya lakukan ??

    trimakasih banyak

    [Dari Katolisitas: Anda perlu memohon izin kepada Ordinaris (Keuskupan) agar Anda dapat menikah dengan seorang yang beda gereja dengan Anda. Silakan menghubungi pastor paroki Anda, dan bertanyalah di sana syarat-syaratnya yang lain kepada beliau].

  7. Shalom Romo Wanta,

    Jika pembatalan pernikahan merupakan hal dimana sebenarnya janji pernikahan itu memang tidak ada sejak awalnya, lalu bagaimanakah dengan nasib anak-anak hasil pernikahan itu sendiri di mata Tuhan?

    Apakah dengan demikian anak-anak tersebut dapat digolongkan sebagai ‘anak diluar nikah’ oleh gereja karena memang pada perinsipnya tidak ada pernikahan sejak mula?

    Terima kasih sebelumnya romo, berkah dalem.

    • Bimomartens yth

      Anak-anak yang lahir dari perkawinan yang dianulir keabsahannya secara kanonik di tribunal tetap diakui sebagai anak yang sah kelahirannya dengan bapak dan ibu biologisnya. Mahkamah Konstitusi telah memutuskan dalam kasus perkara anak di luar pernikahan resmi bahwa tidak bisa ada anak tidak memiliki hak asuh dan hidup dari orangtua biologisnya meskipun perkawinan tidak sah, maka secara natural hukum kodrati anak itu adalah anak dari ayah dan ibu bilogis dan mendapatkan perlindungan hukum. Yang dianulir dalam perkawinan kanonik adalah ikatan rohani perkawinan menurut hukum Gereja Katolik.

      salam
      Rm Wanta

      • Bingung juga ya, perkawinannya tidak diakui, tetapi anaknya diakui sebagai anak terlahir dari perkawinan tidak sah,kekudusannya dimana?. jangan lupakan hati anak yang terluka, Ada banyak anak yang terlahir tidak diakui oleh ayah biologisnya atau tidak diketahui ayah biologisnya. Anak lusiverkah mereka ? Respon gereja ?. Statusnya saja anak diluar pernikahan resmi ( bahasa halusnya).

        • Shalom Fina,

          Gereja mempunyai tanggung jawab di hadapan Tuhan untuk mengajarkan tentang kesakralan perkawinan, yang menjadi gambaran samar-samar akan hubungan kesatuan kasih antara Kristus dan Gereja, atau antara Allah dan manusia. Oleh karena itu, Gereja menerapkannya dengan mewajibkan umatnya untuk memberkati perkawinan mereka di hadapan Tuhan dan Gereja, sebagai tanda bahwa melalui perkawinan itu, mereka mengambil bagian dalam kesatuan kasih antara Kristus dan Gereja-Nya itu. Dengan demikian perkawinan mereka tidak hanya mempunyai dimensi kodrati, tetapi juga dimensi ilahi. Suami menjadi tanda kehadiran Tuhan bagi istrinya, demikian pula istri terhadap suaminya. Inilah makna sakramen perkawinan Katolik, dan inilah yang menjadikan perkawinan tersebut sah menurut hukum Gereja. Selanjutnya tentang Makna Sakramen Perkawinan Katolik, silakan klik di sini.

          Nah, pasangan yang tidak memberkati perkawinan mereka menurut hukum Gereja, mempunyai kekurangan dalam hal makna ilahi ini. Inilah yang menjadikan perkawinan mereka cacat kanonik, dan karena itu tidak sah menurut hukum Gereja, karena pasangan tersebut gagal mengikuti ketentuan umum tentang makna ikatan perkawinan menurut ajaran iman Katolik. Namun Gereja tidak menanggungkan kesalahan pasangan itu kepada anak-anak yang terlahir dari perkawinan tersebut. Anak-anak yang terlahir dari perkawinan tersebut tetaplah dapat dibaptis dan menjadi anggota Gereja, dan Gereja tetap menerima mereka dengan tangan terbuka. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.

          Dengan demikian, tidak benar bahwa Gereja menganaktirikan mereka. Gereja tetap merangkul anak-anak ini, dan tidak mempersoalkan ataupun mencap mereka sehubungan dengan status perkawinan orang tua mereka. Namun demikian, Gereja mengajak orang tuanya, untuk membereskan perkawinan mereka, jika memungkinkan, dengan melakukan konvalidasi perkawinan. Tentang hal ini sudah pernah ditulis di sini, silakan klik.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

  8. Romo yg trhormat
    Sya mw sharing sdkit tntg rmh tangga sy,2 thun yg lalu sya mnikah scara khatolik,sy mnkah krn djodohkan,sy g bs nolak krn jka sy g mw nikh sma dy,ade q yg dinikahkan q g pnya pilihan lain kcuali hrus pasrah mnrima dy,,stahn yg lalu q cba ikt dy dan hdup brsma dy,tp apaa yg di perlakukan sma q,dy mnjelek2an aq dpn kluargax blm jga dy g bsa mnafkai sy stiap kli dy mmbri uang sma sya dy slalu ungkit,mka dri itu q mmutuskn kmbli ke ortu sy dan kmbli bekrja ke pekerjaan sy sblm mnkah sma dy, unt mnghilangkn perasaan jengkelku trhdp kelrgax q mnyibukan diri dgn mengambil smua pkerjaan,dismping it q bnga bisa mmbantu mringankan khdupn keluarga q,suatu hri q ikt acra omk dy cmburu lalu mngancam akn mmukuli sy,dy mrh q ikt acra anak muda dy blg klo q g menghrgai dy,stiap kli q ingin baik2 sma dy,psti dy cari masalah sma sy,dy suka mncari perhatian kluarga sy spaya klurga sy smuax marah sma say,sya binggung harus brbuat apaa,,??trima kasih,,

    Submitted on 2013/11/24 at 4:06 pm

    Romo yg trhormat
    Selama pernikahan kmi slalu ad pertengkaran yg hbat dan dimana dy slalu crita2 sma org lain stiap ad msalah dgn dy,sya cpe hidup tdk ad kecocokan antara kmi dmna sy ingin hdup bebas dan smntara dy ngak bisa mlihat sya brtman sma siapapn krna dy tipe laki2 pncmburu,yg sy hran,di dpn smua org dy bagus tp di blakang dy ibarat msuh dlm slimt sma sya, skrg bkan dy yg mnafkai sya malah sya yg manafkai dy dn keluarga,,dan dy jga sring mnta duit ke sya,sya jdi bngung unt apaa sy mnikahi laki2 trus hdup x brgantungan sma sya,aq fikir dy mw mnikah itu karna nafsu bkn krna dy brtanggung jwb..

    • Yuliana yth

      kalau selama pernikahan selalu ada pertengkaran dan tidak bisa mencari solusi, agaknya sulit untuk membangun keluarga yang lebih baik. Perubahan mulai dari diri sendiri dan pasangan sama-sama berubah untuk kebaikan bersama. Jalan keluar duduk bersama dan carikan pastor yang bisa memberikan solusi. Atau dengan pasangan suami istri yang anda kenal bisa dipercaya untuk mencari solusi dan demi kebaikan bersama tanpa menyalahkan satu sama lain.

      Salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Triastuti :

      Shalom Yuliana,
      kami ikut merasakan keprihatinan Anda atas situasi yang Anda alami dalam perkawinan Anda saat ini. Namun peluang dan kemungkinan untuk menata kembali relasi yang sehat dan saling mengasihi dengan tulus bersama suami Anda, selalu ada. Terutama jika Tuhan selalu menjadi sumber kekuatan dan pertolongan. Berdoalah bagi suami Anda, agar Tuhan menyentuh dan membuka hatinya, dan menyempurnakan faktor kebutuhan sosialnya sebagai pribadi yang belum terpenuhi atau belum sempurna karena peristiwa hidup yang tidak mengenakkan di masa yang lalu, kalau itu ada.

      Kemudian sebagaimana saran Rm Wanta, usaha-usaha untuk duduk bersama mengupayakan komunikasi dua arah yang saling menghargai selalu layak untuk dicoba kembali. Luangkan waktu untuk berbicara baik-baik dengan suami, ungkapkan perasaan Anda, dan ajaklah ia berdiskusi bagaimana bersama-sama, kalian dapat mengatasi kesulitan komunikasi yang ada di antara berdua. Hargailah pendapatnya dan dengarkan juga uneg-unegnya. Baik jika ada seorang yang sudah matang dari keluarga atau konselor perkawinan mendampingi Anda berdua dalam usaha-usaha ini, seperti saran Rm Wanta juga di atas. Atau Anda juga bisa meminta bantuan konsultasi perkawinan dari saksi perkawinan Anda berdua, yang tentunya telah mengenal Anda dan suami.

      Jangan lupa berdoalah sebelum memulai percakapan hati ke hati itu, jika mungkin, ajaklah suami berdoa bersama, itu akan sangat baik. Memang dalam hal ini, kesabaran dan kebesaran hati Anda untuk mengampuni dan memahami suami sangat diperlukan dan mungkin masih akan terus diuji, tetapi Anda mampu melakukannya karena Tuhan selalu bersama Anda. Setiap pengorbanan dan upaya baik yang kita lakukan karena dan dalam kasih Tuhan tidak akan pernah sia-sia, dan sesungguhnya pihak yang pertama-tama akan merasakan buah indah dari pengorbanan adalah orang yang berkorban itu sendiri, sebab hatinya dipenuhi dengan damai dari Tuhan dan ia menjadi sangat berbesar hati, menjadi matang secara rohani. Dan menurut kisah Anda, Anda memang juga sudah berkorban untuk adik Anda? Semangat pengorbanan Anda tentu sangat diberkati Tuhan.

      Sementara itu tetap lakukanlah pekerjaan Anda dengan syukur dan dengan sebaik-baiknya, sambil membantu suami menemukan juga pekerjaan yang cocok baginya, sehingga ia lebih mempunyai rasa percaya diri yang sehat dan dapat turut mendukung perekonomian keluarga.. Mengenai berteman dan mengikuti kegiatan OMK, sedapat mungkin ajaklah suami Anda mengikutinya juga bersama-sama dengan Anda. (Oya, fakta bahwa suami Anda masih cemburu, itu tandanya suami Anda masih mengasihi Anda, bukan?). Kenalkanlah teman-teman Anda dengan suami Anda dan demikian pula sebaliknya, sehingga jaringan pertemanan kalian semakin luas secara sehat. Sebagai suami istri, kita saling berbagi hidup, termasuk menjalani kegiatan bersama-sama, mempunyai teman-teman bersama-sama, dan walaupun sesekali kita dapat dan boleh mempunyai kegemaran pribadi, sesekali ingin sendirian saja, atau berkegiatan bersama teman-teman kita sendiri, namun selayaknya pasangan kita mengetahui dengan baik semua yang sedang kita lakukan tanpa dia, dan demikian juga sebaliknya. Sangat baik bila Anda selalu berusaha menjaga dan menghargai perasaan suami Anda, sehingga ia tidak makin merasa kurang percaya diri, tidak dihargai, atau dilupakan, karena hal-hal itu yang mungkin turut berperan membentuk sikapnya yang kurang kondusif selama ini, walau penyebab dari semua itu bukan karena Anda namun dari lingkungannya atau situasi hidupnya sebelumnya. Kalau sikapnya tidak menunjukkan penghargaan timbal balik kepada Anda, justru inilah saatnya memberikan kesejukan pada hatinya yang haus, dan memberinya teladan kasih yang sejati. Bila hati manusia sudah disentuh kasih yang tulus, sangat besar potensinya untuk berubah menjadi lebih baik dan menemukan ketenangan dalam hidupnya, karena manusia selalu rindu untuk dikasihi dengan tulus, itu adalah kebutuhan dasarnya, sebab ia berasal dari cinta kasih Tuhan. Dan adalah bagian kita sebagai sesama manusia, menyampaikan kasih Tuhan itu kepada mereka yang belum sempat mengalaminya secara utuh, terutama kepada orang yang telah diberikan Tuhan menjadi pasangan hidup kita, sekalipun prosesnya awalnya melalui dijodohkan. Tuhan bisa mengubah segala peristiwa yang tidak mengenakkan menjadi jalan menuju keselamatan, pertobatan, dan kebahagiaan di dalam Dia. Kita diajak ingat bahwa dalam semua situasi kehidupan yang Tuhan ijinkan untuk terjadi atas kita, Tuhan selalu turut bekerja membentuk kita dengan indah, untuk kebaikan kita, walau proses-prosesnya mungkin tidak selalu kita pahami. Selamat berusaha, tetap semangat dan andalkan Tuhan senantiasa dalam segala lakumu. Kami turut membawa kesulitan dan keprihatinan Anda dalam doa-doa kami dan turut mendoakan kepada Tuhan agar usaha Anda sepenuhnya diberkatiNya dalam naungan kuasa kasih-Nya sehingga relasi Anda dengan suami dapat dibangun di atas dasar yang baru yaitu kasih yang tulus dan pengertian yang sehat dalam Tuhan.

      Salam kasih dan doa dalam Kristus Tuhan,
      Triastuti – katolisitas.org

  9. Syalom katolisitas,

    Perkenalkan saya Ayu (katolik) suami (kepercayaan)telah menikah 3,5 tahun,secara katolik belum dikarunia anak, saya mempunyai permasalahan dlm rumah tangga. Suami dulu (ktp) kristen setelah menikah dan mengurus kk dia berpindah keyakinan(kepercayaan). Selama menikah 2 tahun masih mau ke gereja katolik , setahun belakangan suami telah berselingkuh dengan teman sekantornya dan tidak mau diajak kegereja dengan alasan capai karena pekerjaan yg ada di luar kota,dan pulangnya sampai dirumah pagi hari. Saya mengetahui pada saat dijalan mereka berboncengan layaknya org berpacaran dan malamnya saya bertanya pada suami dan mengakui bahwa memang telah menjalin hubungan,saat itu juga saya tanya milih saya apa dia dan jawabnya memilih selingkuhannya. Malam itu juga,orangtua(ibu) suami saya datang beserta kakak dan istrinya,mereka juga bertanya siapa yg dipilih, suami saya memilih selingkuhannya. Perlu diketahui oleh romo bahwa selama menikah,saya belum pernah berhubungan suami istri dikarenakan suami yg lemah. Selama menikah kita juga ke terapis dan dokter untuk memeriksakan suami dan saya dikarena kami menginginkan hadirnya seorang anak. Namun di tengah pengobatan suami berselingkuh dengan teman satu kantor , dan suami tetap memilih selingkuhannya itu yang membuat saya shock dan pingsan.
    Setelah kejadian itu, esok hari saya pulang kerumah orang tua saya,dan menceritakan apa yang sudah terjadi dalam rumah tangga yang saya alami, malam harinya suami meminta maaf ke orangtua saya(ibu) bahwa dia tidak bisa menjadi menantu yang baik,dan ditanya sama ibu saya dia memilih selingkuhannya karena dia mencintainya,seminggu kemudian dia baru pulang ke rumah orang tuanya. Dan selama menikah saya yang banyak membiayai dalam pernikahan maupun dalam rumah tangga,dan sepeda motor yang saya beli dengan uang bersama ternyata digadai oleh suami dan saya pun yang menebusnya. Yang ingin saya tanyakan, karena suami telah menikah siri dan tinggal bersama dengan selingkuhannya,apakah pernikahan saya ini dapatnya dibatalkan dan terima kasih atas jawabannya.

    Salam hormat,
    Ayu

    • Ayu yth

      Silakan dibuat surat permohonan pembatalan perkawinan ke tribunal di mana anda berdomisili, di keuskupan mana? Ceritakan bahwa perkawinan anda tidak disempurnakan dengan hubungan intim sebagai bagian dasar suatu hidup perkawinan. Semoga anda dapat menemukan hidup yang baik.

      Salam
      Rm Wanta

  10. Yth Romo

    Romo, usia pernikahan saya 19 tahun. Dikaruniai 4 orang anak berusia 18 dan 13 thn (2 orang meninggal).
    Saya baru mensahkan pernikahan di gereja katolik 2 thn yang lalu.
    Namun sungguh tak terduga, 1 tahun yang lalu saya mendapati suami saya selingkuh dengan teman saya sendiri.
    Perselingkuhan itu sudah berjalan 3 tahun, berarti saat mensahkan pernikahan di gereja 1 thn yang lalu dia sedang terikat dengan perempuan itu.
    Saat ini nampaknya suami sungguh menyesal, bertobat, dibaptis, saya pun sudah bertekad u/ memaafkan keduanya.
    Namun luka batin yg ditimbulkan sangat dalam, disamping itu saya merasa tidak dihargai, karena saya mengetahui dengan detail satu per satu apa yg terjadi saat itu.
    Saya menyadari sepenuhnya bahwa pernikahan secara katolik tidak bisa diceraikan.
    Saya pun tidak berniat memutuskan ikatan perkawinan ini , karena saya tidak pernah berniat u/ menikah lagi jika berpisah dengan suami, yang saya inginkan hanya mencurahkan hidup saya u/ Kristus dan anak2x ku
    Saat ini saya ingin sekali tinggal terpisah dengan suami, karena saya sudah sangat lelah menahan rasa sakit.
    Jika seandainya saya hidup tetpisah dengan suami, apakah saya masih boleh menerima komuni?

    Terima kasih atas masukan dari Romo

    • Shalom Cicilia,

      Saya sungguh prihatin membaca kisah Anda. Betapapun berat kenyataan yang Anda hadapi, namun bersyukurlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan Anda, dan bahkan Ia-lah yang menopang Anda pada saat-saat yang sulit ini. Tuhanlah yang memampukan Anda untuk terus bertahan, mempunyai semangat untuk mencurahkan hidup anak-anak, demi kasih Anda kepada-Nya, dan juga tekad Anda untuk mengampuni suami dan teman Anda itu.

      Sungguh, mengampuni memang bukanlah hal yang mudah, jika kita mengandalkan kekuatan dari diri sendiri. Tetapi jika kekuatan itu datang dari Tuhan, maka tiada suatupun yang mustahil. Namun seringnya memang proses pemulihan dari luka batin itu memakan waktu yang cukup lama, yang mensyaratkan juga kesungguhan hati dari pihak-pihak yang terlibat. Dalam hal ini, pihak suami, untuk membuktikan kesungguhan hatinya bertobat dan kembali ke jalan yang benar, untuk kembali mengasihi Anda dan anak-anak dengan segenap hati. Dan dari pihak Anda, untuk sungguh memohon kekuatan dari Allah untuk dapat mengampuni dan tidak mengingat-ingat ataupun mengungkit lagi kesalahan suami Anda. Sulit memang, dan bahkan sepertinya tidak mungkin, namun inilah yang menjadi kehendak Tuhan sebagaimana yang sering diajarkannya dalam Kitab Suci. Tuhan Yesus mengajarkan agar kita mengampuni 70 x 7 (lih. Mat 18:22), artinya tanpa batas, dan mengajarkan bahwa hanya dengan mengampuni orang yang bersalah kepada kita, kita dapat memperoleh pengampunan dari Allah (Mat 6:12; Luk 11:4).

      Maka, jika kami boleh menyarankan, biarlah luka batin yang sudah ada, jangan sampai diperbesar lagi dengan luka batin anak-anak Anda. Sebab biar bagaimanapun perpisahan orang tua akan menambah luka batin anak-anak, yang bahkan akan membekas di sepanjang hidup mereka. Memang jika tidak terhindarkan, pasangan suami istri Katolik yang tidak tinggal bersama-sama lagi tidak otomatis menjadikan keduanya tidak dapat menerima Komuni. Hanya pihak yang menikah lagi dengan orang lain, itulah yang tidak dapat menerima Komuni kudus. Pihak yang tidak menikah lagi, tetap dapat menerima Komuni, asalkan ia tidak jatuh dalam dosa berat. Namun demikian, tetaplah dalam kondisi Anda, nampaknya perpisahan bukanlah jalan yang terbaik, sebab nyatanya, suami Andapun telah bertobat, dan Andapun sebenarnya sudah bertekad mengampuninya. Maka yang diperlukan sekarang adalah rahmat Tuhan dan kesediaan Anda untuk bekerjasama dengan rahmat Tuhan itu untuk memulai lagi kehidupan perkawinan Anda berdua secara baru, tanpa mengingat yang sudah-sudah, namun berfokus kepada masa depan.

      Mungkin ada baiknya Anda membaca kisah kesaksian di sini, yang dikirimkan oleh seorang sahabat di Katolisitas, silakan klik. Jika Tuhan dapat memulihkan keluarga tersebut, tentulah Tuhan dapat pula memulihkan keluarga Anda. Tiada yang tidak mungkin bagi Allah, dan bahwa jika kita mengandalkan Tuhan, maka Ia akan menjadikan segala sesuatunya indah pada waktu-Nya.

      Cecilia, mohonlah kekuatan selalu dari Tuhan Yesus sendiri dalam doa-doa, namun terutama dari sakramen Tobat dan sakramen Ekaristi. Terimalah Ekaristi setiap hari, dalam perayaan Ekaristi harian, jika itu memungkinkan bagi Anda. Pandanglah Salib Kristus, di saat Anda merasakan beratnya beban hidup Anda. Timbalah dari sana, kasih Tuhan yang tiada terbatas, yang tercurah untuk Anda, sehingga Anda memperoleh kekuatan untuk mengasihi dan mengampuni, sebagaimana Ia telah mengasihi dan mengampuni Anda. Tuhan Yesus memahami segala sakit dan kepedihan hati Anda, sebab Ia sendiripun mengalami bagaimana rasa sakitnya, dikhianati dan ditinggalkan oleh orang-orang yang sungguh dikasihi-Nya. Mari kita berdoa, agar jangan kita menambah kepedihan hati-Nya dengan dosa-dosa dan kekerasan hati kita.

      Cecilia, kami turut berdoa bersama dengan Anda, semoga Tuhan menyembuhkan luka-luka batin Anda, dan memulihkan kembali hubungan kasih dalam keluarga Anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  11. Shalom Romo,

    sekarang kk saya sedang mengurus surat cerai dengan istri nya dengan alasan TIDAK SAYANG
    pernikahan mereka sudah berlangsung 7tn dan sudah punya anak umur 5tn.

    Menurut pengakuan kk saya, 1 minggu sebelum pernikahan nya dia sudah coba membatalkan pernikahan tp pihak perempuan tidak mau karena undangan sudah d sebar DLL , belakangan terungkap kalau kk sy & istrinya sudah melakukan hub pasutri sebelum menikah , jelas ipar sy tidak mau d tinggalkan.

    saat hamil anak nya, kk sy mengaku selingkuh dengan wanita lain sampai mereka berdua berhenti kerja

    1bulan belakangan kk sy blg mau minta cerai dari istri nya cuma dengan alasan tidak sayang, pihak keluarga sudah membujuk tapi dia tetap bersihkeras

    kami sekeluarga tidak bisa apa -apa selain tekun berdoa, ipar saya selalu tekun berdoa & puasa , pasrah & berserah sepenuh nya kepada Tuhan Yesus

    Apa bisa pernikahan ini BATAL ??

    Saya mohon bantuan doa agar pernikahan ini tetap bisa bertahan, agar ipar saya diberikan kekuatan untuk menjalani semua nya, agar kk sy bisa berubah pikiran, & kembali menjalani pernikahan nya dengan baik

    Terimakasih

    • Shalom Diana,

      Secara umum, pandangan Gereja Katolik adalah menganggap semua perkawinan adalah sah, kecuali/ sampai dapat dibuktikan kebalikannya. [Saya mengandaikan keduanya telah diberkati menurut hukum Gereja Katolik]. Maka dalam keadaan perkawinan kakak Anda dan istrinya, sekarang ini tetaplah sah, meskipun jika mereka tengah dalam proses mengurus surat cerai sipil. Sejujurnya, tidak semudah itu mengurus pembatalan perkawinan. Sebab segala sesuatunya harus dapat dibuktikan dan ada saksinya. Maka jika alasannya tidak sayang, yaitu bahwa ia sejak awal tidak sayang kepada istrinya, maka pertanyaannya adalah: mengapa tidak sayang tetapi mau melakukan hubungan dan kemudian setuju untuk menikah dengan istrinya itu? Fakta bahwa mereka mempunyai anak setelah perkawinan diteguhkan, juga tidak mendukung argumen bahwa tidak pernah ada kasih sayang di antara mereka, atau setidaknya diperlukan bukti-bukti jika salah satu dari pasangan mengatakan demikian. Maka tidak mudahlah nampaknya, untuk membatalkan suatu perkawinan.

      Saya mengusulkan, agar Anda sebagai saudara yang mungkin mengenal dengan baik kakak Anda dan ipar Anda itu, untuk mengusahakan tercapainya rekonsiliasi di antara mereka berdua. Biar bagaimanapun, anak mereka membutuhkan kasih sayang dari bapa dan ibu kandungnya secara penuh. Mohonlah kepada Tuhan Yesus yang telah mempersatukan kakak dan ipar Anda itu agar mengembalikan cinta kasih di antara mereka. Mohonlah juga dukungan doa dari Bunda Maria. Semoga mukjizat serupa mukjizat di Kana dapat terjadi dalam perkawinan kakak Anda itu, yaitu bahwa hubungannya dengan istrinya yang sudah tawar itu dapat menjadi manis kembali.

      Teriring doa dari kami di Katolisitas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  12. Shalom Romo, saya ingin bertanya apakah pernikahan yang ratum et non consumatum dapat di batalkan? pernikahan baru terjadi selama kurang lebih 1 bulan. Mohon penjelasannya Romo, terima kasih.

  13. Shalom Romo,
    Saya ingin bertanya apakah untuk pernikahan yang ratum et non consumatum dapat di batalkan? Pernikahan baru terjadi selama 1 bulan. Terima kasih Romo, mohon penjelasannya.

    • Lena Yth

      Perkawinan ratum et non consumatum dapat diputuskan oleh Tribunal Gereja. Dalam istilah Jawa perkawinan sepasar bubar (baru sebulan sudah bubar), ada kemungkinan cacat konsensus dan belum terjadi consumatio.

      salam
      Rm Wanta

      • Perkawinan ratum et non consumatum itu apa? saya belum paham…

        Lalu bedanya dengan pembatalan perkawinan apa? jadi apa ini merupakan faktor kesalahan dalam tahap penyelidikan kanonik?

        Bukankah ini bisa saja menjerumuskan umat ke dalam kawin kontrak, kalau gak cocok bubar saja kan masih 1 bulan perkawinan.

        [Dari Katolisitas: Maksudnya adalah sudah dilakukan pemberkatan perkawinan tetapi kemudian tidak pernah dilakukan hubungan seksual suami istri. Umumnya keadaan seperti disebabkan karena cacat konsensus dari pasangan suami istri tersebut, dan jika memang ini yang terjadi maka Tribunal keuskupan dapat memberikan izin pemutusan ikatan perkawinan itu.]

        Thanks…

        • Krisna Yth

          Secara sederhana dapat dijawab demikian, perkawinan menjadi sah kalau ada kesepakatan dan disempurnakan dengan persetubuhan (consummatio). Jadi jika dalam perkawinan sebulan atau kurang, bahkan dalam waktu singkat tidak terjadi consummatio, maka perkawinan itu tidak valid (tidak sah). Dan perkawinan yang demikian dapat diputuskan, bukan dibatalkan seperti dalam kasus anulasi perkawinan (karena cacat konsensus) melalui prosedur dispensasi super ratum et non consumatum ke Tribunal Takhta Suci Roma.

          salam
          Rm Wanta

  14. Romo yth,
    Mungkin masalah saya tidak seberat teman2 di atas. Saya wanita bekerja, memiliki anak satu orang. Suami saya tidak bekerja, dan sepanjang yang saya ketahui, dia tidak berniat untuk bekerja. Suami pernah membuat usaha bengkel namun bangkrut dan meninggalkan banyak hutang. Untuk menutupi hutangnya suami sempat memakai identitas tanpa sepengetahuan saya untuk membuat kartu kredit atas nama saya dan mengambil dana tunai, kurang lebih sampai 10 kartu kredit. Tunggakannya besar sekali. Akhirnya saya terpaksa mengambil pinjaman di kantor untuk menutupi hutangnya. Selain itu suami pernah juga mengatasnamakan saya, meminjam untuk menutupi hutangnya. Belakangan, karena saya sudah melaporkan kepada koperasi bahwa apabila suami ingin meminjam lagi, agar jangan digubris, dan dilaporkan kepada saya, sehingga tidak semena mena. Banyak hal lain tentang keuangan yang tidak mampu dihandle suami saya, sehingga dia mengandalkan saya untuk membayar, mencicil dan tanpa peduli kebutuhan saya. Saat ini pun di meminta saya mengajukan kredit lagi, dengan cicilan menggunakan gaji saya. Saat ini gaji saya hanya tinggal kurang dari 50 %. Rumah yang kami tempati dan mobil yang kami gunakan adalah dipinjamkan orang tua,namun dia mengganggap orang tua saya seperti hama yang mengganggu, sehingga kalau orang tua saya datang menengok cucu (yang tinggal di rumahnya sendiri) dia menjadi marah dan tidak ramah. Banyak hal yang membuat rumah tangga saya saat ini menjadi hampa. Setiap saya bicarakan, tanggapannya selalu menyalahkan saya (bahwa saya kurang berdoa lah, nggak rajin kegereja) padahal dia sendiri juga tidak melakukannya. Saya terus terang sudah tidak merasa nyaman berada di samping suami saya. rasanya seperti tidak ada kehangatan. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana sebenarnya hukum katolik mengenai penafkahan. apakah menjadi tanggung jawab suami (seperti hukum islam) atau kedua belah pihak. Yang kedua, apabila saya ingin mengajukan perjanjian pernikahan (supaya saya terlindungi, karena dalam hal ini saya merasa dirugikan. Tidak dinafkahi secara lahir maupun batin) bagaimana caranya. Terima kasih atas pencerahannya.

    • Veronica Yth

      Hukum Gereja Katolik tentang tujuan perkawinan adalah kesejahteraan bagi suami istri. Kesejahteraan termasuk dalam ekonomi, karena itu bekerja dan menata ekonomi dalam rumah tangga keluarga juga menjadi tujuan perkawinan. Suami istri sama-sama bertanggungjawab atas hal itu. Jika salah satu tidak bertanggungjawab maka dia dengan sengaja atau lalai melaksanakan tugas utama dan usaha mencapai tujuan perkawinan. Memang jika tidak ada kehangatan, hal itu memprihatinkan dan perlu penanganan serius agar suami memperhatikan ekonomi rumah tangga. Agar terlindungi harus dilarang berhutang dan meminjam. Suami perlu didampingi oleh orang yang bisa memberikan nasihat agar tidak membebani ekonomi rumah tangga sehingga tidak hanya istri yang bertanggungjawab.

      Salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Sejauh yang saya ketahui, Hukum Gereja Katolik tidak mengatur pernafkahan antara suami dan istri dalam perkawinan. Karena hal ini ada di luar ranah religius/ kehidupan beragama. Prinsipnya saja yang ditentukan yaitu bahwa tujuan perkawinan adalah untuk kesejahteraan suami istri dan untuk meneruskan keturunan serta mendidik mereka, dan prinsip saling menguduskan sebagai pasangan, itu yang menjadi tujuan inti perkawinan Katolik. Nah bagaimana mewujudkan kesejahteraan itu memang tidak bisa dibuatkan patokan baku, sebab keadaan setiap pasangan berbeda, dan Gereja tidak dapat memaksakan suatu patokan yang bahkan membuat relasi menjadi terlalu mekanis dan legalitas. Padahal memang dapat terjadi, dalam keluarga- keluarga, sang istri mempunyai karir lebih baik daripada suami, tetapi kedua pihak dapat menerima, dan tidak mempersoalkannya dalam keluarga itu. Sedangkan kalau dibuat patokan berapa persen nafkah yang harus diberikan oleh suami, dst, malah keadaan ini dapat menjadi bumerang untuk keluarga-keluarga yang sedemikian, karena sepertinya suami menjadi ‘bersalah’/ melanggar aturan, karena tidak dapat memenuhi ketentuan prosentase itu. Pada akhirnya kita harus melihat hubungan suami istri itu adalah hubungan kasih: pihak yang kuat menopang yang lemah, atau keduanya bahu membahu mencapai tujuan, dan bukan hitung-hitungan untung rugi.

      Dalam kasus Anda, yang bisa diusahakan adalah bagaimana membangkitkan semangat kerja pada suami. Anda dapat mengusahakan berbagai cara untuk maksud itu, misalnya, berdua mengikuti konseling perkawinan (agar suami dapat memperoleh nasihat dan dorongan untuk mengusahakan kesejahteraan keluarga), atau membantu suami membuat CV untuk melamar pekerjaan, atau jika hendak membuat usaha sendiri, silakan didukung dan diajak berembuk bersama dalam menentukan usaha apa, atau ada keterbukaan untuk mendiskusikan bersama sebagai pasangan. Buah pikiran Anda mungkin justru dapat membantu suami untuk bersikap menjadi lebih positif dan termotivasi untuk bekerja lebih keras. Dalam keadaan ini, mungkin lebih kondusif untuk tidak mengungkit yang lalu-lalu, tetapi memikirkan bersama bagaimana langkah ke depan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati -katolisitas.org

      • Romo Wanta dan Bu Listy, terima kasih atas pencerahannya. Sebetulnya saya khawatirkan adalah kebiasannya untuk berhutang, tanpa ada kemampuan untuk membayar. Yang akhirnya kewajiban untuk membayar dibebankan kepada saya, tanpa ada keinginan untuk membantu melunasi hutang. Perlu diketahui, bulan maret tahun ini dia meminjam uang orang tuanya untuk membuat gerobak bakso (usaha bakso), ternyata sampai dengan hari ini, gerobak tersebut masih berdiam di garasi rumah saya menunggu untuk digunakan. Ybs merasa malu kalau harus berjualan berkeliling (padahal alasan utama suami saya meminjam ke orang tuanya adalah mau berjulana bakso keliling). Egonya terlalu tinggi untuk bekerja keras. Akhirnya karena suami saya merasa malu kepada orang tuanya karena berhutang, dia meminta saya untuk melunasi hutangnya dengan meminjam ke bank. Hutang lama belum lunas, bahkan baru mencicil 2 tahun, harus berhutang lagi. Dan baru2 ini saya ketahui bahwa suami menggunakan kartu kredit atas nama saya untuk menarik uang tunai, sehingga kartu kredit saya limit terus. Saya ingin keluarga saya, terutama anak, mendapat pendidikan dan hidup yang layak, namun kalau tabiat suami saya seperti ini, saya khawatir akan masa depan keluarga saya kelak. Ketika saya menulis ini, baru saya suami saya marah dan berkata menyesal telah menikahi saya, dan tidak berkeberatan kalau bercerai (dan sepertinya tidak menyesal bicara demikian kepada saya). Dia mengatakan hal tersebut kareka saya mencari info ke lembaga hukum untuk membantu mediasi (bukan untuk bercerai, melainkan hanya untuk membuat perjanjian agar saya tidak dibebani hutang). Untuk mengatasi masalah kami, saya berencana ingin bertemu dengan konselor keluarga. Dimanaya saya bisa mendapatkan informasi tentang konseling keluarga katolik? Tapi saya harap, konselornya juga mengerti hukum pernikahan sipil.

        [Dari Katolisitas: Romo Wanta menganjurkan agar Anda menghubungi Romo Agung MSF di KWI, Komisi Kerasulan Keluarga. Semoga Anda memperoleh bantuan pengarahan/ saran yang Anda perlukan di sana. Teriring doa dari kami di Katolisitas.]

  15. Dear Katolisitas / Romo,

    Saya ingin konsultasi mengenai beberapa hal yang saya alami:

    1. saya beragama Katolok dan menikah secara katolik pada tahun 2005, dari perkawinan tersebut mempunyai dua orang anak. sejak tahun 2006 saya bekerja di luar kota / pulau (kerja 2 bulan cuti 2 minggu). sekitar tahun 2010-2011 saya jarang dan mungkin tidak pernah melakukan hubungan suami istri dikarenakan istri selalu menolak (tidak mau) kemudian pada pertengahan tahun 2011 istri saya menggugat cerai tanpa saya ketahui, pada waktu saya cuti kerja (akhir th 2011) istri memberikan surat dari pengadilan negeri untuk mengambil akta perceraian, dimana saya tidak mengetahui, tidak pernah mendapat pemberitahuan bahkan tidak hadir pada proses persidangan perceraian tersebut.
    saya telah mencoba berkomunikasi dengan istri akan tetapi tidak berhasil dan dia bersikukuh tetap pada keputusan perceraian, lebih parahnya saya tidak boleh menemui anak-anak dengan alasan agar anak-anak terbiasa tidak ada saya.
    – bagaimana menurut padangan katolik dan bagaimana saya megurus selanjutnya.

    2. saat ini saya dekat / menjalin hubungan dengan seorang wanita beragama katolik (janda) dengan status cerai secara sipil.
    – apakah saya bisa melakukan pernkahan secara katolik.

    mohon penjelasan dan saran, terima kasih.

    salam,
    charles

    • Shalom Charles,

      Saya prihatin membaca kisah perkawinan Anda. Namun sekilas dari apa yang Anda sampaikan, nampaknya tidak semudah itu Anda dapat memohonkan pembatalan perkawinan. Sebab permohonan pembatalan perkawinan hanya dapat disetujui jika ada cacat/ halangan perkawinan, yang terjadi sebelum atau pada saat perkawinan diteguhkan. Tentang ketiga hal yang membatalkan perkawinan Katolik, silakan klik di sini.

      Nah sedangkan, nampaknya masalah yang muncul dalam perkawinan Anda adalah setelah Anda menikah, dan bahkan sudah mempunyai anak-anak. Perpisahan suami istri dalam waktu yang relatif lama (dua bulan), walaupun setelah itu ada cuti, tetaplah bukan merupakan keadaan yang kondusif bagi relasi suami istri dalam perkawinan. Apakah dulu Anda meminta persetujuan istri sebelum mengambil pekerjaan itu? Jika tidak, kemungkinan di sanalah akar segala permasalahan Anda. Setelah terjadi masalah, sudahkah Anda meminta maaf dan mengusahakan rekonsiliasi? Sebab penolakan dari pihak istri umumnya selalu juga melibatkan andil suami. Di dalam perkawinan kita tidak dapat hanya melihat hanya dari satu sisi, dan umumnya masalah terjadi karena kesalahan dari kedua belah pihak. Oleh karena itu, proses rekonsiliasi dan komunikasi menjadi penting, dan inilah yang nampaknya tidak/ belum terjadi dalam perkawinan Anda, sehingga sampai istri Anda sampai menggugat perceraian, bahkan sampai Anda tidak mengetahuinya. Namun perceraian secara sipil ini tidak membatalkan ikatan perkawinan Anda dengan istri Anda di hadapan Tuhan.

      Sekarang Anda dekat dengan wanita Katolik yang juga bercerai secara sipil. Menurut hukum Gereja, Anda tidak dapat menikah dengannya, karena Anda dan wanita tersebut masih terikat perkawinan dengan pasangan masing-masing di hadapan Tuhan.

      Maka jika Anda serius ingin hidup menurut jalan Tuhan, kalau saya boleh menyarankan, silakan mengusahakan rekonsiliasi dengan istri Anda yang sah di hadapan Tuhan, juga demi tanggungjawab Anda kepada anak-anak dan masa depan mereka. Bawalah masalah ini dalam doa-doa Anda, semoga akan ada jalan keluarnya bagi Anda. Semoga rahmat Tuhan berkerja sehingga Anda berdua dimampukan untuk melihat kesalahan masing-masing, dan untuk mengampuni satu sama lain, dan memulai kehidupan yang baru sebagai pasangan dan sebagai keluarga.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  16. Shalom Romo,

    Maaf, to the point.
    Saya ingin bertanya, apakah bisa mengajukan pembatalan pernikahan jika pada kenyataannya sang suami adalah bisex? Si istri sudah meminta sang suami berubah, hanya dari perkataan suami saja “iya sudah berubah” tetapi pada kenyataannya sifat bisex ini masih terus berlangsung dan semakin gencar. apakah ini bisa dijadikan alasan pembatalan pernikahan? karena dari awal istri dan keluarga besar tidak mengetahui hal ini. Istri dan keluarga merasa ada pembohongan sejak awal mula.
    Mohon petunjuknya, Romo.

    Terima kasih.
    Angelina

    • Angelina Yth

      Jawabannya juga singkat, bisa, berdasarkan Kan 1095.

      1095 Tidak mampu melangsungkan perkawinan :

      1. yang kekurangan penggunaan akal-budi yang memadai;
      2. yang menderita cacat berat dalam kemampuan menegaskan penilaian mengenai hak-hak serta kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan yang harus diserahkan dan diterima secara timbal-balik;
      3. yang karena alasan-alasan psikis tidak mampu mengemban kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan.

      salam
      Rm Wanta

      • Syalom Romo,
        Saya menikah dengan pasangan protestan di Gereja Katolik, dan anak kami sudah dibaptis secara Katolik.
        Secara berkala saya menemani istri untuk melakukan kebaktian di gereja Protestan. Apakah hal itu merupakan dosa untuk saya.
        Mohon pencerahannya.
        Tuhan Memberkati Romo dan pengasuh.

        • Bert Yth

          Anda tidak berdosa mengantar istri ke Gereja Protestan malahan baik menunjukkan kesetiaan sebagai pasutri. Tapi janganlah lupa Anda dan anak anak harus dididik secara Katolik. Anda wajib memberikan kesaksian hidup kekatolikan dalam praktek dan tindakan.

          salam
          Rm Wanta

          Tambahan dari Ingrid:

          Shalom Bert,

          Asalkan Anda tidak melalaikan kewajiban Anda sebagai seorang Katolik untuk menguduskan Hari Tuhan dengan mengikuti perayaan Ekaristi pada setiap hari Minggu (atau Sabtu malam), maka Anda dapat mengantar istri Anda ke kebaktian non-Katolik tersebut.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

  17. Salam damai Kristus
    Saya Laya. Usia pernikahan saya sudah 10 tahun. Pada awal pernikahan sampai tahun ke-5. Saya tidak pernah berhubungan suami istri dengan istri saya. Karena istri saya yang tidak mau melayani saya sebagai suami. Sampai akhirnya kami melakukan hubungan suami istri hanya 2 kali pada tahun ke-5. Itupun setelah saya memohon-mohon seperti pengemis kepada istri saya. Dan dia hamil dan dikaruniai seorang anak. Sejak kejadian itu sampai saat ini, istri saya sudah tidak mau berhubungan suami istri lagi dengan saya. Saya berniat untuk melakukan pembatalan pernikahan dengan istri saya. Sebab bukan hanya karena faktor itu saja yang menjadi alasan saya ingin membatalkan pernikahan saya dengan istri saya. Tapi karena faktor-faktor lain seperti istri tempramen istri saya yang kurang baik sehingga sampai saat ini hubungannya dengan saudara-saudaranya kurang harmonis apalagi dengan saudara-saudara saya. Saya begitu tersiksa. Apalagi istri saya terlalu mengharapkan saya untuk melakukan semua pekerjaan dirumah. saya ingin mengakhiri semua penderitaan hidup saya ini. Bagaimana tanggapan atas kasus saya ini? Terima kasih sebelumnya.

    • Shalom Laya,

      Pertama-tama, harap dipahami terlebih dahulu, bahwa perkawinan Katolik jika sudah sah diberikan, tidak dapat dibatalkan. Kekecualian hanya apabila ternyata dapat dibuktikan bahwa memang perkawinan itu memang tidak sah sejak awal mula. Tentang ketiga hal yang membatalkan perkawinan Katolik, sudah sekilas diulas di sini, silakan klik.

      Nah, tentang jika istri Anda menolak melakukan hubungan intim dengan Anda, maka yang perlu dipertanyakan ialah, mengapa demikian? Apakah Anda pernah meminta bantuan konselor keluarga tentang hal ini? Sebab belum tentu dapat dianggap secara otomatis bahwa karena istri menolak Anda, maka istri Anda pasti tidak normal atau mempunyai kelainan sejak awal mula. Sebab biar bagaimanapun ketegangan relasi suami istri, umumnya melibatkan andil baik istri maupun suami. Diperlukan keterbukaan dan komunikasi antara suami dan istri untuk dapat membicarakan masalah ini, dan harapannya, setelah berkomunikasi dengan baik, dapat tercapai saling pengertian dan jalan keluar yang baik, demi keutuhan perkawinan. Sikap temperamen istri yang kurang baik juga tidak dapat menjadi dasar permohonan pembatalan perkawinan, apalagi jika sifat tersebut baru muncul belakangan ini setelah menikah sekian tahun dengan Anda. Nampaknya diperlukan keterbukaan, baik dari pihak suami maupun istri untuk sama-sama melihat bahwa jika salah satu pihak menjadi relatif “temperamental” kemungkinan juga ada alasannya, dan sebaiknya dibicarakan bersama sehingga dapat disikapi dengan bijak, sehingga hal yang sama tidak terulang kembali di saat yang akan datang.

      Fakta bahwa istri Anda itu menginginkan agar Anda melakukan pekerjaan Anda di rumah, dapat mengisyaratkan bahwa sebenarnya ia menginginkan kebersamaan dengan Anda/ dekat dengan Anda, suatu tanda bahwa ia sebenarnya mengasihi Anda. Jika benar demikian, maka yang harus diusahakan adalah agar Anda berdua dapat berkomunikasi dengan baik sehingga ia dapat mendengarkan keluh kesah Anda dan demikian juga Anda mendengarkan keluh kesahnya dan kemudian menanggapi semua ini dengan baik. Semoga setelah secara terbuka dibicarakan, maka dapat diperoleh suatu kesepakatan untuk memperbaiki dan memperbaharui hubungan kasih antara Anda berdua. Mintalah bantuan dari para konselor, jika dirasa perlu. Silakan mengikuti retret Tulang Rusuk, atau mengikuti weekend Marriage Encounter, dan semoga dengan mengikuti retret sedemikian, oleh bantuan rahmat Tuhan, ikatan kasih Anda berdua dapat dipulihkan dan diperbaharui.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  18. Shalom Romo, saya mau konsultasi tentang masalah yang saya hadapi..
    Saya saat ini sedang menjalin hubungan dengan seseorang yang sudah menikah, tapi saat saya berhubungan dengan dia, kondisi dia memang sudah bercerai, cuma secara hukum gereja memang belum bercerai dan hal itu karena istrinya meninggalkan dia, dia baru menikah 2 bulan. Dan saat ini kami mau menjalin ke hubungan yang lebih serius tapi terbentur masalah ini, saya sudah coba berkonsultasi dengan romo paroki saya, kata beliau untuk pengurusannya akan makan waktu lama sekali, apakah ada cara supaya saya dapat menikah di gereja, sambil menunggu proses tersebut romo? Terima kasih Romo.

    • Shalom Emilia,

      Mohon dipahami terlebih dahulu, bahwa di Gereja Katolik tidak ada istilah cerai. Maka tidak ada istilah “bercerai secara hukum Gereja”. Yang ada adalah pernyataan bahwa perkawinan tidak sah sejak awal mula, yang istilahnya adalah anulasi perkawinan. Namun untuk memperoleh anulasi ini, harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa memang perkawinan tersebut tidak sah sejak awalnya. Silakan membaca terlebih dahulu hal-hal yang membatalkan perkawinan menurut Hukum Gereja Katolik, silakan klik di sini.

      Jika teman laki-laki Anda itu sudah pernah menikah, lalu 2 bulan setelah itu istrinya meninggalkan dia, maka pertanyaannya adalah, mengapa istrinya sampai meninggalkan dia? Apakah dahulu perkawinannya terpaksa? Apakah ada halangan menikah lainnya? Ataukah hanya perselisihan biasa? Sudahkah diadakan upaya rekonsiliasi antara pihak laki-laki dan perempuan? Nah ini yang harus diketahui terlebih dahulu, sebelum teman Anda itu dapat mengajukan permohonan anulasi perkawinannya itu (Saya mengandaikan teman laki-laki Anda itu menikah secara Katolik). Silakan membaca artikel di link yang saya sertakan di atas, dan lihatlah apakah ada salah satu halangan ataupun cacat yang terjadi dalam perkawinan teman Anda itu. Jika ada, silakan membicarakannya dengan Romo paroki, dan setelah menuliskan surat permohonan dan menyertakan copy dokumen yang diperlukan, silakan mengirimkannya ke Tribunal Keuskupan di mana perkawinan diteguhkan atau di Tribunal tempat dia berdomisili, atau di mana paling banyak terdapat saksi dan bukti, bahwa memang perkawinannya tidak sah sejak awal mula. Setelah berkas diterima Tribunal, Anda akan mendapatkan surat bahwa mereka telah menerima berkas tersebut, dan proses pemeriksaan akan dimulai, jika memang Tribunal memandang kasus perkawinan tersebut mempunyai dasar anulasi. Memang dapat saja terjadi proses pemeriksaan yang panjang, dan melibatkan pemanggilan saksi dan konfirmasi bukti. Jika bukti dan saksi kuat mendukung permohonan, maka permohonan dapat dikabulkan. Prosesnya memang tidak segera, disebabkan karena memang kasus harus diperiksa dengan teliti sebelum diputuskan. Baru setelah permohonan anulasi Anda dikabulkan, Anda dapat menikah di Gereja Katolik dengan sah dengan pasangan Anda itu.

      Jika surat permohonan anulasi tersebut belum disetujui oleh Tribunal, maka status teman laki-laki Anda itu masih terikat dengan istrinya di hadapan Tuhan. Dalam keadaan ini Anda tidak dapat menikah di Gereja Katolik, sebab ada halangan menikah dari pihak dia. Maka jika memungkinkan, alangkah baiknya Anda sabar menunggu keputusan Tribunal, jika memang ada dasar permohonan anulasi tersebut. Sedangkan jika sesungguhnya tidak ada dasarnya, silakan Anda menggunakan saat-saat ini untuk merenungkan pergumulan Anda ini. Sebab perkawinan adalah salah satu keputusan yang penting di dalam hidup, sehingga jangan sampai dilakukan tergesa-gesa, tanpa mempertimbangkan segala sesuatunya dengan masak-masak. Jika Anda menikah sebelum surat anulasi tersebut keluar, artinya Anda melanggar ketentuan perkawinan Gereja Katolik, sehingga Anda tidak dapat menerima Komuni kudus. Artinya, Anda dan pasangan Anda tidak dapat menyambut Tubuh dan Darah Kristus dalam Ekaristi. Apakah Anda siap menerima resiko ini? Sebab seharusnya persatuan suami istri menggambarkan persatuan yang kudus antara Kristus dan Gereja (Ef 5:22-33) yang dirayakan dalam Ekaristi. Karena Anda berdua tidak/ belum dipersatukan oleh Tuhan sebagai suami istri, maka Anda tidak diperkenankan untuk mengambil bagian di dalam Ekaristi, karena tidak menghidupi maknanya dalam kehidupan Anda sehari-hari dengan pasangan Anda itu.

      Demikianlah yang dapat saya sampaikan tentang ketentuan menikah secara sah di Gereja Katolik. Mungkin bagi Anda terdengar rumit, namun hal ini disebabkan karena Gereja sangat menjunjung tinggi makna perkawinan. Tentang makna perkawinan Katolik, silakan klik di sini

      Silakan Anda membawa pergumulan ini dalam doa-doa Anda, kami juga akan mendoakan Anda, semoga dapat memutuskan yang terbaik, sesuai dengan kehendak Tuhan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  19. Dear Katolisitas,

    Kami adalah keluarga katolik, kami semua dibaptis secara katolik disaat masih bayi, tetapi sejujurnya saat kami masih muda tdk mengerti akan katolik dan apa itu katolik, Saya mempunyai adik laki2 sekarang berumur 40 tahun , dia menikah dalam usia sangat muda yaitu berumur 18 tahun, oleh sebab merid by eksident, secara metal maupun ekonomi dia belom siap (masih sekolah). masa pacaran hanya sekitar 2 bulan, dan sebelum berpacaran dengan adik saya, wanita itu baru saja putus dengan pacarnya, Adik saya bersedia menikahinya karena ADA ANCAMAN dari pihak keluarga wanita akan dilaporkan pada polisi jika tdk mau menikahinya. Oleh karena itu pernikahan akhirnya berlangsung, ketika pernikahan secara gereja katolik, adik saya tidak mendapat pelajaran dan bimbingan tentang pernikahan katolik. Adik saya saat itu hanya di suruh tanda tangan blangko kosong dari gereja , tanpa mengerti apa2, semua pernikahan gereja sudah diatur oleh keluarga wanita. secara kilat Adik saya tahunya sudah ditentukan waktu pernikahan digereja katolik oleh keluarga wanita.

    Usia perkawinan berjalan bertahun-tahun hingga mereka dikaruniai 2 orang anak, tetapi pada suatu hari terbongkarlah perselingkuhan sang istri dengan mantan pacarnya dan perselingkuhan itu berlangsung sejak awal pernikahan. Mengetahui hal itu adik saya stress berat, tetapi atas bimbingan seorang pastor, adik saya berusaha mengampuni perbuatan istrinya, tetapi tentunya juga tdk semudah membalik tangan, selama 2 tahun adik saya mepertahankan perkawinannya oleh sebab anak2nya, tetapi atmosfir keluarga sudah tdk bagus lagi, oleh sebab atmosfir keluarga yg sudah tidak bagus itu ,singkat cerita istrinya pergi meninggalkan rumah pulang kerumah tuanya, adik saya sudah berusaha SEMAKSIMAL mungkin dengan berbagai cara (termasuk minta pertolongan seorang Romo untuk membujuk istrinya agar kembali pulang) tetapi tetap tdk mau kembali.

    Hingga perpisahan berlangsung selama 2 tahun , kemudiaan adik saya mengurus perceraian dipengadilan dan dikabulkan, kemudian adik saya juga mengurus PEMBATALAN PERKAWINAN di Tribunal, selama persidangan dipengadilan negeri dan sidang tribunal, istrinya tdk pernah hadir walaupun sudah dipanggil oleh Tribunal, setelah melalui sidang beberapa kali dan mengajukan saksi di sidang Tribunal, beberapa bulan kemudian adik saya menanyakan kepada Tribunal soal hasil keputusannya, tetapi adik saya hanya mendapat kabar secara LISAN dari orang Tribunal bahwa permohonan pembatalan perkawinannya di tolak.

    Pertanyaan saya;

    Dapatkah dikatakan SAH perkawinan adik saya menurut hukum perkawinan gereja, karena adik saya ketakutan oleh karena ancaman akan dilaporkan polisi oleh pihak keluarga wanita ??

    Dapatkah dikatakan SAH perkawinan adik saya yang saat itu hanya disuruh menanda tanggani BLANGKO KOSONG dari gereja (tanpa dia mengerti) dan tanpa mengikuti pengajaran dari gereja katolik ???

    Mohon Penjelasan dari katolisitas. Terima Kasih.

    • Yohanes yth,

      Secara teoritis bahwa perkawinan dinyatakan tidak sah/batal karena adanya 3 faktor: adanya halangan, adanya cacat konsensus dan adanya cacat tata peneguhan/forma canonica. Jika ketakutan dan paksaan dapat dibuktikan di depan hakim tribunal maka perkawinan dapat dibatalkan. Saya tidak tahu persis apakah pembuktian itu sudah berjalan dan terbukti perlu diselidiki lagi kasus adik anda. Blanko kosong tentu tidak benar, mestinya ada hal yang dibaca dan ditandatangani tentang apa, sebelum dilakukan penandatanganan, karena itu perlu bukti dokumental apakah memang terjadi. Mestinya perkawinan harus dilakukan dengan cara benar melalui penyelidikan kanonik dan persiapan perkawinan dalam kursus lalu diumumkan dan mendapat pembinaan, tidak bisa dengan tergesa-gesa atau paksaan. Demikian penjelasan semoga dapat dimaklumi dan silakan menanyakan kembali di mana adik anda diteguhkan (di paroki mana?)

      salam
      Rm Wanta

  20. Syalom Romo, pak Stef dan bu Ingrid

    Mohon saran dari permasalahan rumah tangga yang dialami oleh kakak perempuan istri saya. Ilustrasinya seperti berikut

    Bagaimana jika ada seorang istri yang sudah disakiti hatinya oleh suaminya, Walaupun sudah diberi kesempatan memperbaiki diri, tetapi suaminya selalu mengulangi sikap jeleknya itu berkali – kali. Lalu sang istri ingin bercerai dengan suaminya ini karena sudah tidak tahan dengan sikap suaminya. Tetapi akhirnya suaminya menyesal dan ingin rujuk lagi. Tetapi karena sudah sangat sakitnya, istrinya ini tidak mau kembali lagi ke suaminya. Meskipun sang suami sudah berkali kali mohon maaf, tetapi keputusan sang istri sudah pasti ingin bercerai.

    Yang jadi pertanyaan

    1. Bagaimana sebaiknya sikap sang istri. Kalau rujuk, dia takut suaminya akan seperti itu lagi. Kalau bercerai nanti ujungnya dosa.

    2. Berdosakah sang istri karena memutuskan untuk bercerai? Walaupun sebenarnya yang mengakibatkan dia mengambil keputusan ini karena sikap suaminya yang jelek itu?

    3. Apakah sang istri boleh ambil komuni karena memutuskan bercerai?

    Mohon maaf tidak bisa menceritakan secara detil permasalahannya, tetapi moga moga dengan ilustrasi diatas team katolisitas bisa punya gambaran.

    Terima kasih atas jawabannya

    Nico

    • Shalom Nico,

      Sejujurnya permasalahan ini tidak dapat selesai hanya dengan sekali bertanya jawab dengan konselor ataupun pastor. Sebab pada akhirnya, pasangan itu sendiri yang harus mengusahakan ataupun memutuskan akan hal masa depan/ kelangsungan hidup perkawinan mereka. Dari sedikit informasi yang Anda berikan, maka saya memberikan tanggapan:

      1. Bagaimana sebaiknya sikap istri?

      Pertanyaannya adalah: apakah ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan perkawinannya? Sebab kalau perkawinan itu telah sah diberkati secara Katolik, maka tidak terceraikan. Bercerai menurut sipil tidak menjadikan pasangan tersebut bercerai di hadapan Tuhan. Apa yang sudah disatukan Tuhan tak dapat diceraikan oleh manusia (lih. Mat 19:5-6).

      Jadi silakan tanyakan kepada sang istri, apakah sudah pernah berkonsultasi kepada Romo paroki/ seksi kerasulan keluarga, mengantar suami berobat jika sikap jeleknya itu termasuk gangguan psikologis atau karena stress, atau sebab lainnya. Silakan juga introspeksi diri apakah ada hal dari pihaknya yang dapat diperbaiki agar suami tidak bersikap negatif sedemikian. Sudahkah pernah mencoba rekonsiliasi dan memohon bantuan Tuhan, sudahkah mencoba berdoa bersama setiap hari dan mengunjungi sakramen Pengakuan Dosa secara lebih teratur sehingga rahmat Tuhan dapat mengalir atas mereka berdua? Sebab jika suami sudah menyesal dan bertobat, sesungguhnya tergantung juga dari pihak istri, bagaimana membantu agar suaminya itu dapat mempertahankan niat pertobatannya itu, dan untuk ini memang sangat sulit (bahkan mustahil) dilakukan, jika yang diandalkan adalah kekuatan sendiri, tanpa melibatkan campur tangan rahmat Tuhan.

      2. Berdosakah jika istri memutuskan untuk bercerai?

      Jika perpisahan dilakukan tanpa didahului oleh usaha yang maksimal untuk mempertahankan perkawinan, maka ya, itu adalah dosa, sebab melanggar janji kesetiaan perkawinan. Sebab perceraian umumnya adalah ungkapan tidak mau mengampuni pasangan, dan umumnya juga melibatkan kesalahan di kedua belah pihak.

      Namun jika segala usaha dalam point 1 sudah dilakukan oleh istri, namun suami tetap bersifat ‘menyerang’ istri hingga membahayakan keselamatannya, maka dalam keadaan ini, jika diambil keputusan untuk berpisah sementara (bukan bercerai), maka perpisahan tersebut dapat diizinkan secara moral.

      3. Apakah dalam keadaan berpisah ini istri dapat menerima Komuni?

      Jika perpisahan tersebut terjadi bukan karena kesalahan istri, maka jika sampai perpisahan tidak terhindari, maka istri tetap dapat menerima Komuni, asalkan dia berada di dalam kondisi rahmat, artinya tidak melakukan dosa berat, yaitu dalam hal ini adalah ia tidak menikah lagi dan dalam keadaannya sekarang, ia menjaga kemurniannya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  21. Yusup yth

    Kasus ini bisa diajukan ke tribunal dengan syarat harus ada peristiwa yang menyebabkan mengapa dia berpisah dan diberikan bukti-bukti yang mendukung bahwa sebeum pernikahan gejala dan tanda itu sudah ada. Buatlah surat permohonan pembatalan perkawinan dengan mencantumkan surat baptis, surat menikah Gereja, sejarah singkat perkawinan anda, nama saksi saksi yang bisa dihubungi. Semoga anda menemukan jalan keluar atas masalah ini.

    Salam
    RD. Wanta

    • Banyak terima kasih Romo. Nanti akan saya sampaikan pada teman saya. Kasihan dia kalau tidak mendapatkan surat pembatalan dan tidak bisa menikah lagi karena dia masih relatif muda (34 tahun) dan cantik

  22. Dear Katolisitas,

    Saya mempunyai teman putri yang menikah secara Katolik. Setelah mempunyai 1 anak,suaminya meninggalkan dia tanpa tanggung jawab sedikitpun (tidak memberikan uang untuk kehidupan anak dan istrinya, dan tidak pernah kembali sampai saat ini, sudah 7 tahun, dan tidak ada tanda-tanda akan kembali karena lelaki itu sudah menikah dan masuk islam).

    Apakah kasus semacam ini bisa dibawa ke sidang tribunal dan teman putri ini bisa mencari pasangan lagi (dan menikah secara Katolik)?

  23. Dear Pastor tercinta,

    Salam sejahtera, Saya Angel ( Nama Palsu )
    Pastor, saya pernah menikah secara gereja katholik selama beberapa hari saya bersama dengan suami saya tapi ternyata ketahuan bahwa suami saya sudah mempunyai istri dan anak ( menikah secara agama islam ), mereka masih berhubungan baik dan tinggal satu rumah.
    Selama saya pacaran 1.5 tahun saya tidak menemukan jejak mencurigakan, saya dikenalkan dengan keluarganya namun tidak ada yang memberitahu bahwa suami saya sudah berkeluarga.
    suami saya mempunyai 2 KTP yang 1 agama islam dengan status menikah dan ktp satunya agama katholik dengan status lajang.
    3 hari setelah saya tau dia sudah menikah saya memilih mundur dan mengadukan hal tersebut kepada pihak pastor yg menikahkan saya, saya disarankan untuk tidak tinggal bersama lagi dan tidak boleh melakukan hub suami istri.
    Karena posisinya saya benci kebohongan akhirnya saya memilih sendiri, pada saat itu saya sudah hamil anaknya.

    Sudah 1 tahun lebih kami tdk berkomunikasi lagi, suami tidak pernah liat anak.
    hanya waktu saya 2 setelah melahirkan dia datang, untuk meminta maaf tanpa ada niat menggendong anaknya.

    Sekarang saya dekat dengan pria, saya ingin membangun keluarga yang utuh, yang diberkati oleh gereja katholik tercinta, saya bermimpi mempunya keluarga kecil, saya ingin anak saya dapat dibaptis secara katholik :(
    Seperti sangat sulit, sampai 1.5 thn lebih saya tidak ada kepastian, saya datang ke pastoran tapi pastor sangat sibuk, sering saya datang/menunggu pastor berjam-jam untuk berbicara, tetapi beliau sangat sibuk. Hanya berbicara sebentar minta no tlp tapi sampai saat ini tidak ada kepastian. Saya sedih, seperti dilupakan, tidak dianggap, tetapi tiap malam saya tetap berdoa ingin memiliki rumah tangga.
    Saya ingin bahagia seperti mama dan bapa saya, kesedihan mereka terhapuskan jika saya bahagia dengan suami saya.

    romo, saya harus gimana dalam masalah ini?
    apa saya boleh langsung ke keuskupan?

    terima kasih.

    • Angel yth

      Ikut prihatin dengan masalah perkawinan anda. Sebaiknya kasus anda bisa disampaikan ke tribunal dengan alasan bahwa saat penyelidikan kanonik tidak teliti sehingga calon pernah menikah tidak diketahui. Berarti ada cacat dokumen dan semoga dapat memohon anulasi perkawinan yang telah berjalan dan gagal. Semoga anda menemukan hidup baru yang lebih baik.

      salam
      RD. Wanta

  24. Syalom Romo
    Saya ingin bertanya, ada umat dari gereja saya yg awalnya sangat aktif dalam setiap kegiatan di gereja, tetapi akhirnya dia menikah dengan umat Protestan dan dia menerima pemberkatan di gereja Protestan dan dia tidak lagi menjadi umat Katolik, tetapi sekitar setahun kemudian dia ditinggal pergi suaminya. Setelah ditinggal pergi dia pun ingin kembali ke gereja Katolik tetapi pastor paroki tidak membolehkannya dan sekarang sudah 2 tahun 3 bulan semenjak ditinggal suaminya, tetapi dia masih tetap tidak bisa kembali menjadi umat Katolik. Saya ingin bertanya apakah dia memang sudah tidak bisa lagi diterima kembali di Katolik dan selanjutnya apa yg harus dilakukannya Romo?
    Terimakasih Romo

    • Luvita Yth

      Siapapun yang ingin mencari keselamatan di dalam Gereja Katolik tidak boleh ditolak meskipun masa lalunya pernah gagal dan tidak setia pada imannya. Jika ia bertobat dan kembali ke pangkuan Gereja Katolik dia harus diterima dengan baik. Jadi dia bisa kembali ke Gereja Katolik, tentu ada syaratnya, pertama mengakui dosanya dengan menerima Sakramen Pengakuan Dosa, kedua mengakui dan mengucapkan iman rasuli (credo) sebagai perwujudan kembali ke iman Katolik dan diberi pembekalan katekese iman sebelum diterima kembali.

      salam
      Rm Wanta

  25. Yang terhormat Romo,

    Saya seorang Katolik, Romo dan telah menikah secara Katolik pada tahun 2001, dan juga telah memiliki anak. Tapi sudah hampir 6 tahun ini kami sudah berpisah rumah dan keluarga istri saya (mertua) jg menginginkan untuk segera menceraikan dia karena menyesal mempunyai menantu seperti saya. Ingin saya ceritakan Romo sewaktu menikah dulu saya tidak pernah melakukan syaratnya yang wajib dilakukan seperti penyelidikan kanonik dan kursus persiapan perkawinan dan jujur saya katakan orang tua saya juga tidak merestui perkawinan ini. Yang ingin saya tanyakan Romo bagaimana mengurus pembatalan pernikahan ini? Sudah 6 tahun terakhir ini kami sudah tidak pernah berkomunikasi lagi, bahkan untuk menjumpai anak saya pun keluarga besar istri saya tidak boleh menemuinya tapi bila saya memberikan uang untuk anak saya mereka menerimanya.
    Bila mertua saya senang kalo kami berpisah (cerai) sebaliknya keluarga saya senang juga akhirnya saya bisa kembali ke rumah. Saya hanya ingin kejelasan status saya Romo, karna selama ini bila pergi ke gereja saya sudah tidak merasa nyaman dan sudah tak pantas menerima Tubuh dan Darah Kristus. Mohon penjelasannya Romo

    Sigit

    • Sigit yth,

      Perlu ada kejelasan ttg kasus anda, karena tidak semua kasus perkawinan dapat dibatalkan. Tentu ada cacat berat dalam konsensus atau cacat tata peneguhan/forma canonica sehingga perlu pembatalan. Tapi semua perkawinan selalu diasumsikan sah sebelum ada bukti hukum dinyatakan kebalikannya. Maka sebaiknya anda menceritakan secara detil kepada pastor paroki. Jikalau hanya alasan tidak suka maka itu tidak kuat untuk pembatalan perkawinan. Apalagi ada anak dari perkawinan anda, diandaikan ada cinta keduanya. Mohon maklum

      salam
      Rm Wanta

  26. Romo yang terhormat, saya seorang Katolik, menikah dgn seorang Katolik namun perkawinan hanya bertahan 3 bulan. Sudah resmi bercerai secara sipil dan saya adalah tergugat. Sebetulnya saya sudah diberi rumah oleh orang tua saya untuk ditempati bersama suami saya. Sebelum menikah, suami saya setuju untuk tinggal di sana. Namun, setelah menikah, suami saya lbh senang tinggal di rumah orang tuanya dan memaksa saya untuk tinggal bersama orang tuanya. Padahal, di rumah orang tuanya itu selain ke 2 orang tuanya, sudah ada adiknya yg jg sudah menikah dan mempunyai 1 anak. Pekerjaan suami sebagai sales jg mengharuskan dia sering keluar kota 2 minggu tiap bulan. Akhirnya, kami seperti tidak punya tempat tinggal tetap. Berpindah dr rumah orang tuanya dan rumah orang tua saya. Pada saat terjadi masalah, suami saya pulang ke rumah orang tuanya hingga awalnya 9 hari. Waktu saya telp, dia jwb ‘9hari aja kok bingung’. Akhirnya hingga 1 bulan. Saya bilang kalo tidak ada niat baik,jangan telantarkan saya seperti itu. Akhirnya dia buat surat gugatan hingga akhirnya terjadi perceraian. Saya ingin bertanya : Bisakah saya menerima komuni kudus? Jika suatu saat saya ingin menikah kembali dgn orang yg beragama Katolik, bagaimana saya bisa melangsungkan pernikahan di gereja Katolik? Terima kasih.

    • Amelia Yth

      saya ikut prihatin dengan keadaan anda dan keluarga. Sangat prihatin karena baru 3 bulan menikah sudah berpisah tentu ada sesuatu yang tidak beres sebelum menikah. Itulah yang perlu digali untuk menjadi pokok pembatalan perkawinan. Cobalah menulis surat permohonan pembatalan perkawinan ke Tribunal Perkawinan di mana anda berada dengan melampirkan kisah perjumpaan dan perkawinan anda secara singkat (2 halaman). Nanti akan ada proses lebih lanjut, jangan lupa cantumkan nama dan alamat anda. Perihal komuni sejauh sekarang tidak hidup bersama dengan orang lain dan tidak berdosa berat serta tidak ada halangan dapat menerima komuni. Sebaiknya mengaku dosa lebih dahulu baru komuni.

      salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid :

      Shalom Amelia, Pertama-tama perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Gereja Katolik tidak mengenal istilah perceraian. Namun jika sejak awal perkawinan sudah tidak memenuhi syarat untuk disebut perkawinan yang sah, maka pasangan yang terlibat dapat mengajukan surat permohonan pembatalan perkawinan kepada pihak Tribunal keuskupan tempat di mana perkawinan itu diteguhkan. Silakan membaca dahulu di sini, tentang hal-hal apa saja yang membatalkan perkawinan menurut hukum Gereja Katolik, silakan klik.

      Jika Anda menemukan salah satu halangan/ cacat sebagaimana disebut di sana, maka terdapat kemungkinan perkawinan Anda dapat dibatalkan (tentu jika dalam pemeriksaan Tribunal menemukan bukti-bukti dan para saksi tentang kasus Anda). Silakan menemui pastor paroki agar ia dapat membantu Anda menuliskan surat permohonan pembatalan perkawinan kepada pihak Tribunal.

      Hanya jika permohonan pembatalan perkawinan disetujui oleh pihak Tribunal, dan telah keluar suratnya, maka artinya perkawinan Anda itu telah dinyatakan batal, sehingga dalam keadaan demikian, Anda dapat menikah, kali ini usahakan agar jangan sampai gagal lagi.

      Teriring doa dari kami bagi Anda di saat-saat yang sulit ini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati -katolisitas.org

  27. Kepada yang terhormat Romo,
    Saya dan suami saya menikah secara Katolik, dan kami berdua adalah Katolik. Sewaktu menikah, kami menikah dengan sadar dan tanpa paksaan, dan kami menjalani 6,5 tahun pernikahan dengan baik. Namun, 6 bulan terakhir ini suami saya mengatakan dia ingin menjalani hidup sendiri, dan alasannya tidak ingin menyakiti saya. Sebagai informasi, suami saya adalah seorang terapis dan sekarang ini dia memiliki pemahaman tentang misi dia bersama teman kerjanya seorang terapis perempuan, dan mereka meyakini bahwa mereka adalah pasangan di kehidupan masa lalu (past life). Sekarang ini situasinya adalah, saya sudah menemukan bahwa suami saya berselingkuh dengan perempuan ini, bahkan dia merasa mantap tidak ingin memutuskan hubungan dengan dia. Suami saya bilang dia cinta saya dan juga cinta perempuan itu. Saya tidak terima dengan penjelasan tsb dan saya meminta suami untuk setia menjalani janji pernikahan. Memang pasti ada kesalahan dari saya juga sebagai istri, antara lain karena sering tugas kantor ke luar, namun, setelah saya mengetahui masalah perselingkuhan ini dan alasan yang dikemukakan suami, saya lalu menawarkan untuk berhenti bekerja, dan sudah mantap untuk itu. Suami saya malah meminta saya untuk memikirkan hidup saya sendiri, jangan menggantungkan kebahagiaan kepada orang lain, dan bahwa dia tetap tidak mau memutuskan hubungan dengan perempuan itu. Bagaimana ya Romo, saya sampai sekarang tidak mau mengingkari janji pernikahan, tetapi situasinya sekarang suami saya sudah siap pergi, apakah artinya kami akan hidup berpisah? Lalu, apa yang akan terjadi pada saya apakah saya tetap boleh menerima komuni? Bagaimana jika dalam kasus seperti ini satu pihak bersikeras ingin berpisah, namun satu pihak ingin tetap menjaga keutuhan keluarga? Kalau hitungan & ukuran manusia, kan mustinya tidak bisa, tetapi di Gereja Katolik kan pahamnya apa yang sudah dipersatukan Tuhan tidak boleh diceraikan manusia. Mohon bantuan nasihatnya, Romo. Terima kasih banyak.

    • Sdri Esther,

      Ketika seseorang berambisi mendapatkan sesuatu, tidak jarang hati dan pikirannya tertutup akan kebaikan sehingga menghalalkan segala cara. Termasuk ketika seseorang melakukan perselingkuhan. Alasan bahwa dia adalah pasangan masa lalunya (past life) tentu merupakan salah satu bentuk “menghalalkan” segala cara. Jadi rasanya tidak perlu ditanggapi, walaupun kemungkinan suami anda akan tetap nekat melakukannya.

      Perkawinan yang sah tidak bisa diputuskan dengan alasan apa pun kecuali kematian. Jadi dalam kasus anda ini, walaupun suami bersikeras akan menceraikan anda dan menikah lagi dengan teman perempuannya itu, Gereja tidak akan menyetujuinya.

      Mengenai apakah anda boleh komuni atau tidak, jika anda tidak mempunyai atau menjalani hidup bersama dengan orang lain yang bukan suami anda (selingkuh, hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah) anda tidak terhalang untuk menerima Komuni kudus.

      In amore Sacrae Familiae
      Agung P. MSF

      • Terima kasih banyak Romo Agung & Romo Wanta atas jawabannya. Memang, kadang manusia menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang ia mau. Setelah berkonsultasi dengan Romo di Paroki saya, dan juga merenungkan lagi apa tujuan perkawinan dari Kitab Suci, dan dari bacaan2, memang yang saya temukan adalah bahwa ajaran Katolik akan tetap meminta saya untuk menjadi istri yang setia, pemaaf, sabar, penuh dengan semangat pengorbanan diri dan penyangkalan diri. Dan bahwa perkawinan adalah suci, sekali dan tidak terceraikan. Menurut Romo Paroki kami berdua diminta merenung dulu, ada masa refleksi, karena sekarang sepertinya konsep kami berdua sebagai suami istri sedang tidak cocok, bahkan bertolak belakang. Saya pikir-pikir lagi, pasti berat yah, hidup terpisah dari suami, dan harus berusaha tetap menjaga kemurnian. Mungkin kasarnya, yang selingkuh sih malah tenang jalan sendiri, yang ditinggal dan berusaha menjalani janji perkawinan, malah susah sendiri. Saya sempat berpikir, apakah saya ini istri yang bodoh. Tetapi menurut Romo Paroki, ya ini namanya menjalani komitmen. Saya sudah mengampuni suami saya & perempuan tsb, dan saya sudah mengalami kelegaan luar biasa. Saya juga bersyukur bahwa saya menikah secara Katolik sehingga saya bisa fokus menjalani komitmen & keyakinan saya. Seandainya saya bukan Katolik, mungkin saat ini saya sedang sibuk mencari tahu cara bercerai, dan mungkin “pasang mata” lihat calon lain… Tetapi saya diingatkan lagi oleh Tuhan bahwa kadang kita harus memilih yang sulit, dan saya harus tetap beriman dan menyerahkan keputusan & waktu kepada Tuhan. Akhirnya saya disadarkan, bahwa walau dengan segala cara apa pun, suami saya mungkin tidak akan berubah. Hanya Tuhan yang dapat mengetuk & mengubah hati. Maka, kalau Tuhan berkenan mengubah suami saya disaat saya masih hidup & bernafas, alangkah senangnya. Namun, jika Tuhan memutuskan lain, maka saya juga akan tetap percaya pada waktuNya. Saya akan berusaha terus menjalani iman saya sebagai seorang Katolik, memang berat sih, namanya juga masih muda, kalau sampai hidup sendiri, tidak boleh menikah lagi, tidak boleh pacaran lagi, sementara suami hidup bebas. Namun, saya juga bersyukur saya mengalami ini, karena saya jadi jauh lebih dekat dengan Tuhan dan mengakui bahwa selama ini saya mengandalkan kemampuan saya, bukan bersandar pada Tuhan. Setiap hari sekarang memang terasa seperti cobaan, tetapi saya lebih suka hati menjalaninya, dan saya percaya Tuhan punya rencana. Mudah-mudahan bagi istri Katolik lain yang mengalami nasib serupa dengan saya, cerita saya bisa mengingatkan akan kasih Tuhan yang tidak pernah putus dan kadaluwarsa. Keputusan bahwa “saya akan menjalani hidup saya sebagai seorang Katolik yang baik, yaitu memaafkan dosa suami saya, tetap mencintai dia, tetap mendukung dia, tetap percaya pada dia, dan selalu menggantungkan kepercayaan & harapan serta iman kepada Tuhan” sementara urusan suami adalah urusan dia dengan Tuhan, akan menguatkan saya, dan membuat saya keluar dari lubang penderitaan / tidak lagi jadi korban.
        Terakhir, saya juga ingin membagikan Serenity Prayer, God grant me the serenity to accept the things I cannot change, the courage to change the things I can, and the wisdom to know the difference. That I may be happy enough in this world, and exteremely happy with HIM in heaven.

        Terima kasih sekali lagi, Romo Agung dan Romo Wanta. Nanti kalau saya perlu bimbingan dan penguatan lagi, saya email lagi yaah. Tuhan memberkati selalu.

        • Sdri. Esther,

          Memaafkan dan mengampuni tidak hanya sekedar melupakan, menyingkirkan, atau berusaha sekuat tenaga menghapus kepahitan atau sakit hati. Tetapi tujuan utama memaafkan adalah menyelamatkan. Jadi di dalam sikap memaafkan itu juga semestinya ada upaya menyelamatkan si pendosa. Tuhan sendiri mengatakan kepada wanita yang kedapatan berzinah, “Aku tidak menghukum engkau, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi”. Selain mengampuni, Tuhan memintanya untuk tidak berbuat dosa lagi.

          Oleh karena itu anda tidak cukup hanya sekedar memaafkan suami anda yang sudah mengingkari kesetiaan dan kemurnian perkawinan. Sebisa mungkin anda juga mencari cara bagaimana menyelamatkan suami anda dari kedosaannya itu. Memang akhirnya kembali pada pribadi suami anda sendiri mau bertobat atau tidak. Yang penting anda sudah mau memaafkannya dan sebaiknya ditambah lagi dengan upaya menyelamatkan agar dia tidak jatuh ke dalam dosa lagi. Sambil memohon belas kasih Allah agar berkenan menyelamatkan suami anda itu. Ingat, Allah tidak menciptakan maut. Ia tidak bergembira melihat ciptaannya sengsara apalagi binasa. Sebaliknya Ia menciptakan segala-galanya demi keselamatan ciptaan-Nya. Tetapi karena dengki setan, maka maut masuk ke dunia (lih. Keb. 1:13 – 2:24). Jadi dalam pengalaman pahit anda ini, bukan Allah mau menguji anda, tetapi karena dengki setan, maka dosa itu dilakukan dan terjadi.

          Sebagai manusia yang lemah, selain berusaha semampunya, kita juga hanya berdoa memohon belas kasih Tuhan agar memberikan berkat-Nya bagi anda dan suami sehingga bisa mengalahkan kejahatan yang berasal dari setan.

          Salam
          Rm. Agung P. MSF

          • Romo Agung yang terhormat,
            Terima kasih banyak atas pendampingan dan nasihatnya. Apakah masih boleh saya lanjutkan lagi, karena sangat tepat nasihat yang Romo berikan. Saya telah berusaha menemui perempuan tsb dan tadinya saya berencana datang secara baik2 dan mau mengingatkan, menyentuh hatinya dari perempuan ke perempuan. Namun ternyata reaksinya sangat berbeda, dia sangat keras dan berkata bahwa saya lancang, lalu dia berkata bahwa dia bukan perempuan pertama yang selingkuh dgn suami saya, jadi saya dibuat kaget duluan. Jadi, rencana bertemu baik2 gagal total, akhirnya malah dia meminta suami saya datang dan akhirnya kami bertemu bertiga. Keduanya tetap tenang sementara saya menangis, dan mereka bahkan tetap bersikeras yang mereka lakukan adalah tidak salah, menurut aturan siapa? katanya. Jadi, sudah tidak ketemu lagi caranya untuk diskusi baik2 dengan mereka. Saya juga jadi tersadar bahwa selama ini saya terlalu lugu dan polos, sehingga diremehkan dan dibohongi sedemikian rupa. Mungkin kalau dari ayat Aklitab, mungkin saya kebanyakan tulus seperti merpati-nya, kurang cerdik seperti ular.
            Mohon nasihat, Romo, bagaimana supaya saya bisa menyelamatkan suami saya. Dia tetap bilang dia mencintai saya, tapi merasa tidak salah dengan perbuatannya (karena menurut dia ada perintah untuk kerjasama dengan perempuan ini), dan mereka berdua bilang silahkan kalau mau dibilang ikut ajaran sesat. Perempuan tsb bilang bahwa di kehidupan lalu mereka berdua menikah dan saya jadi pengganggu perkawinan mereka. Jadi, kalau di kehidupan sekarang posisinya terbalik ya terima aja karmanya. Jelas saya tidak terima dan tidak habis pikir antara saya ini sedang menghadapi kuasa gelap, atau orang yang sangat bebal atau sebetulnya sangat cerdik & licik.
            Terima kasih banyak Romo Agung. Berkah Dalem…

          • Sdri Esther,

            Ternyata perjuangan anda untuk menyelamatkan suami dari kesalahan dan dosanya luar biasa sampai anda harus korban perasaan. Dan rupanya anda mengalami kesulitan luar biasa untuk menyelamatkan suami anda dengan menyadarkan kesalahan yang dia lakukan karena dia merasa tidak bersalah, malah sebaliknya anda yang dianggap bersalah karena sudah mengganggu “perkawinan” mereka.

            Biasanya orang yang merasa diri benar (= tidak menyadari bahwa dia bersalah atau berdosa) sangat sulit diberitahu kesalahannya, apalagi dinasehati. Orang begitu tidak akan pernah mampu berefleksi atas kesalahan dan dosanya yang sedang dijalani dan dilakukannya.

            Maka satu-satunya jalan yang bisa anda lakukan, membawanya di dalam doa, serahkan kepada Allah karena dia adalah milik Allah. Kalau anda masih mampu bicara dari hati ke hati dengan suami (tidak perlu dengan wanita tersebut), silahkan melakukannya lagi. Tetapi jika anda belum siap dan belum mampu melakukannya, silakan anda membawanya di dalam doa dan keprihatinan. Biarlah Allah sendiri yang menyentuh hatinya, biarlah Allah yang menyadarkannya dengan cara dan kehendak-Nya yang pasti terbaik. Semoga permohonan menjadi doa sebagaimana santa Monica yang mampu menyelamatkan Santo Agustinus dari segala kesalahan dan dosanya.

            In amore Sacrae Familiae
            Agung P. MSF

          • Terima kasih banyak Romo Agung, saya akan tetap mendoakan suami saya, dan memohon supaya Tuhan yang meraja dalam perkawinan kami. Saya memang tidak mengerti bagaimana ke depan, tapi saya akan berusaha untuk tetap pasrah dan berserah kepada Tuhan dan mohon dikuatkan menjalaninya. Terima kasih sekali lagi, Romo Agung. Tuhan memberkati selalu

    • Esther yth

      Ada pepatah Jawa, “Witing tresna jalaran kulino”, cinta emosi itu bisa bertumbuh karena keseringan atau kebiasaan. Hidup manusia itu berkembang dan manusia itu membutuhkan dicintai, dihargai agar tangki cinta penuh, oleh siapa? Oleh pasangannya bukan oleh orang lain. Dalam perkawinan sering terjadi kehabisan cinta akhirnya dingin hambar karena tidak diisi oleh pasangannya. Karena itu cara agar suami anda tidak menyendiri hidup married single, dan memiliki pilihan wanita lain adalah memutuskan komunikasi dengan wanita tsb dan anda mengisi cinta yang dibutuhkan oleh suami agar tidak kering kosong tetapi terisi terpenuhi oleh cinta anda. Itulah harapan saya agar anda bersatu kembali. Pilihan married single hidup sendiri adalah bentuk kekecewaaan yang perlu dicari jalan keluar dan diobati.

      salam
      Rm Wanta

    • Tetaplah berpegang kepada janji Tuhan. Saya juga mengalami masalah seperti anda lebih 15 tahun. Jika difikirkan secara manusiawi rasanya usia muda telah disia-siakan untuk tetap mengasihi dan mengampuni suami yang selingkuh. Tapi apabila direnung kembali sepanjang 15 tahun yang lalu, banyak blessing yang kita terima daripada Tuhan. Cuma sekarang saya takut apabila saya meninggal, harta2 saya akan diambil oleh suami kerana tidak bercerai secara sivil. Tentu mahkamah akan menyerahkan semua harta saya kepada suami saya. Anak-anak tentu tak dapat walau sesen pun kerana saya tahu siapa suami saya apatah lagi kalau dia mempunyai anak lain dari teman selingkuhnya. Apa pendapat saudari? Tq.

      • Shalom Msintian,

        Syukurlah kalau Anda dapat melihat bahwa Tuhan selalu menyertai kehidupan Anda, bahkan di saat- saat yang paling sulit, yaitu dalam masa 15 tahun pergumulan dalam perkawinan Anda. Semoga sekarang permasalahan Anda itu telah teratasi, atau setidaknya tidak lagi sesulit pada waktu- waktu yang lalu.

        Tentang apa yang terjadi dengan keluarga kita tinggalkan setelah kematian kita, kita tidak dapat mengontrolnya. Maka nampaknya tak ada gunanya kita risaukan sekarang, karena hanya akan menambah kekuatiran yang tidak perlu. Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk memikirkan hal- hal yang sederhana (lih. Rm 12:6), artinya yang memang masih dalam jangkauan pemikiran kita. Kita tak bisa mengetahui akan masa depan, termasuk masa depan anak-anak kita, dan biarlah demikian, sebab ini akan menumbuhkan di dalam hati kita sikap kerendahan hati dan ketergantungan kita kepada Tuhan. Kita akan menyadari bahwa ada banyak hal yang di luar jangkauan kemampuan kita, dan kita membutuhkan campur tangan Tuhan. Oleh sebab itu, sabda Tuhan mengajarkan kita untuk memikirkan perkara-perkara yang di atas, bukan yang di bumi (lih. Kol 3:2); sebab kita tidak dapat mengandalkan kemampuan diri kita sendiri dan segala ketentuan yang kita buat sendiri, namun kita harus mengandalkan Tuhan.

        Maka jika saya boleh menyarankan, serahkanlah segala kekhawatiran Anda, baik tentang masa depan anak-anak, maupun segala sesuatunya (harta, kesehatan, pendidikan dst.) ke dalam tangan pemeliharaan Tuhan. Adalah baik, jika Anda telah menyiapkan masa depan anak-anak dengan pendidikan yang baik, namun selanjutnya semua ada dalam tangan Tuhan dan anak-anak Anda sendiri. Adalah sesuatu yang baik Anda telah memutuskan untuk mengampuni suami Anda, dan Tuhan pasti berkenan. Adalah baik jika Anda telah memberikan contoh/ teladan yang hidup, tentang bagaimana kita harus mengasihi. Semoga karena kasih Anda yang tulus ini, suami Anda dapat sungguh bertobat dan mencurahkan perhatian dan kasihnya sepenuhnya kepada Anda dan anak-anak Anda, sesuai dengan janji perkawinan yang diucapkannya di hadapan Tuhan. Selanjutnya, biarlah Tuhan memberikan rahmat-Nya agar memampukan Anda mempunyai iman dan kepasrahan yang serupa dengan iman Bunda Maria, “Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu, ya Tuhan”.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

         

      • Syalom Alaikhem msintian,
        Puji syukur anda dapat melihat dan merasakan betapa besar penyertaan Tuhan dalam hidup anda. saya kagum bahwa ‘anda’ dapat menjaga kesucian hiudp perkawinan anda selama 15 tahun apalagi anda harus menghidupi dan membesarkan anak-anak anda sendiri. Hebat..
        Apa yang ibu Ingrid memang benar agar kita menyerahkan segala kekuatiran kita kepada Tuhan. Memang bekal Pendidikan yang baik merupakan harta yang tidak ternilai. Kalo boleh saya tambahakan kita juga perlu berusaha agar apa yang menjadi kekuatiran ibu tidak terjadi. Saran saya apabila anak-anak ibu sudah cukup umur sehingga mereka dapat menjadi pemilik atas harta yang ibu miliki saat ini, ada baiknya ibu berkonsultasi dengan seorang notaris sehingga dapat ibu dapatkan jalan keluar yang terbaik sesuai dengan hukum yang berlaku.

      • Hallo Ibu Msintian,terima kasih sudah membagikan pengalaman hidup ibu. Memang untuk kita menjalani hidup seperti ini, kalau diukur pakai hati & perasaan manusia, sungguh berat. Saya bersyukur selama ini dikuatkan oleh kasih Tuhan, betul, kalau saya ingat masa-masa saya tidak bisa tidur sama sekali, tidak bisa makan, menangis terus..Jauh sekali dengan keadaan sekarang, 8 bulan setelah “pecah”nya kejadian tsb. Tapi, memang ada hikmahnya, bahwa Tuhan menunjukkan bahwa saya ini dulu terlalu tergantung dan menganggap suami saya ini sempurna. Memang tidak ada manusia yang sempurna. Hanya kasih Tuhan yang sempurna dan tidak ada kadaluwarsanya. Ada beberapa berkat melalui lagu ataupun bacaan rohani, antara lain mengenai penyelenggaraan ilahi yang ditulis oleh Romo Yohanes. Bahwa Allah mengetahui segala sesuatu sejak semula, dan Allah merencanakan segala sesuatu yang baik bagi saya, baik dan buruk, adalah penting bagi keselamatan jiwa saya. Maka, tidak perlu ada alasan merasa takut, cemas, khawatir berlebihan. Tuhan yang mengatur semua. Yah… sekarang pun saya masih merasakan ada masa-masa kesepian, dan merasa sendirian. Yang jelas, suami saya memang tidak bisa dianggap “ada” lah, secara fisik sudah sangat jarang sekali bertemu, secara perasaan pun, tidak jelas, namun tetap tidak mau berjanji untuk tidak menduakan. Sekarang saya berusaha memasrahkan semuanya kepada Tuhan. Jelas, masih perlu perjuangan, Bu. Mudah-mudahan Ibu juga dapat menemukan kedamaian dalam hidup, dan semoga
        Ibu dan keluarga rukun dan sehat selalu. Tuhan memberkati.

        [Dari Katolisitas: Terima kasih atas sharing ini. Semoga Tuhan selalu menyertai Esther, memberikan damai sejahtera, suka cita dan kekuatan yang dari Tuhan, terutama atas kesediaan Anda untuk tetap setia dengan janji perkawinan Anda.]

        • Bolehkah saya lanjutkan lagi topik ini? Hari ini suami saya sudah mengatakan mau cerai. Dari sisi Katolik, apa yang bisa saya lakukan? Sebetulnya saya masih tidak ingin bercerai, namun kalau suami sudah berketetapan begitu susah juga ya. Bagaimana mengurus proses perceraian tsb? Kedua, saya dengar jika suami / istri yang menggugat cerai tidak boleh menerima Komuni. Apakah benar demikian? Mohon informasinya. Terima kasih banyak…

          • Shalom Esther,
            Menurut hukum Gereja Katolik, jika sakramen perkawinan sudah sah diberikan maka tidak dapat diceraikan. Sedangkan kalau sejak awal mula memang perkawinan tidak memenuhi persyaratan untuk dapat dikatakan sah, maka pasangan dapat memohon kepada pihak Tribunal Keuskupan agar perkawinan tersebut dinyatakan tidak sah, atau istilahnya anulasi. Nah, tentang ketiga hal yang dapat menjadikan perkawinan dapat dinyatakan tidak sah, dapat dibaca di sini, silakan klik.
            Maka silakan Anda lihat, apakah ada dari ketiga hal itu (dan perinciannya) yang terjadi sebelum dan pada saat perkawinan Anda? Jika ada, dan Anda mempunyai bukti dan saksi-saksi, maka adalah hak Anda, untuk memohon kepada pihak Tribunal Keuskupan untuk membatalkan perkawinan Anda. Namun jika tidak ada sesuatupun yang terjadi dalam perkawinan Anda yang dapat dijadikan dasar anulasi, maka artinya perkawinan Anda sah dan tidak dapat dibatalkan. Dalam kasus ini, meskipun diperoleh keputusan perceraian secara sipil, namun di hadapan Tuhan sesungguhnya ikatan perkawinan Anda dengan suami Anda tetap tak terceraikan, sebab apa yang sudah dipersatukan Tuhan tidak dapat diceraikan oleh manusia (lih. Mat 19:6). Dalam keadaan Anda yang berpisah ini, maka selama Anda tidak menikah lagi dan tidak jatuh dalam dosa berat, maka Anda tetap dapat menerima Komuni kudus.
            Bawalah permasalahan Anda ini di dalam doa-doa Anda setiap hari. Semoga Tuhan membukakan jalan agar dapat terjadi rekonsiliasi antara Anda dan suami Anda, sehingga perpisahan jangan sampai terjadi. Ingatlah akan janji perkawinan Anda di hadapan Tuhan, dan kalau Anda sudah mempunyai anak-anak, pikirkanlah masa depan anak-anak Anda, dan betapa mereka sangat membutuhkan Anda berdua sebagai orang tua.
            Jika masih memungkinkan, silakan mengajak suami untuk konseling perkawinan. Silakan menghubungi seksi kerasulan keluarga di paroki Anda atau pastor paroki. Atau silakan mengikuti retret pasangan suami istri, seperti yang diadakan oleh Marriage Encounter dan retret Tulang Rusuk bersama Pastor Yusuf Halim, SVD. (Mohon maaf, saya belum berhasil memperoleh informasi jadwal retret untuk tahun 2013, namun silakan menghubungi situs ini, silakan klik, atau klik di sini).
            Doa kami menyertai Anda.
            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,Ingrid Listiati- katolisitas.org

  28. saloom romo, berkah dalem..

    trimakasih romo atas penjelasannya..sebenarnya saya udah mencoba memasukan masalah saya ini ke gereja st, Monica, BSD dengan disertai data saya dan pernyatan dari saksi2. Akan tetapi pastor kepala di gereja St. Monica minta surat bukti itu untuk melanjutkan ke tribunal, sampai akhirnya saya pindah ke jogja, dan sepertinya permohonan anulasi saya melalui gereja sana terhalang karena permintaan surat bukti itu yang susah banget saya dapatkan, pertanyaan saya romo apakan saya bisa mengajukan lg melalui paroki dimana saya tinggal skr ini, mmg dulu wkt pernikahan saya di gereja Jogja, mohon bantuan doanya romo agar masalah saya ini segera terselesaikan dan saya bisa melanjutkan masa depan saya dan menjadi domba-domba Yesus yang setia..

    trimakasih, berkah Dalem.

    • Shalom Antonius,

      Ya, dalam kasus Anda, Anda dapat mengajukan permohonan ke Tribunal keuskupan tempat dahulu perkawinan Anda diteguhkan, dan tempat sekarang Anda tinggal menetap. Sebab memang terdapat beberapa kemungkinan dalam mengajukan surat permohonan pembatalan perkawinan (Anulasi), yaitu: 1) ke Tribunal di mana perkawinan diteguhkan, atau 2) ke Tribunal di mana pasangan yang terdahulu itu tinggal, atau 3) ke Tribunal di mana pemohon tinggal, asalkan pemohon dan pasangannya itu tinggal di Konferensi Gereja yang sama (satu negara) atau 4) ke Tribunal di mana terdapat bukti-bukti yang mendukung permohonan itu dapat ditemukan, jika Tribunal pihak pasangan sebelumnya itu menyetujuinya.

      Silakan mencoba mengajukan surat permohonan tersebut, dengan surat pengantar dari Romo Paroki Anda sekarang di Yogyakarta, dengan disertai bukti-bukti dan data saksi-saksi yang mengetahui keadaan ketidak-sah-an perkawinan Anda sejak awal mula. Jika memang Anda di pihak yang benar, semoga semua dapat dibuktikan, sehingga permohonan Anda dapat diluluskan.

      Salam kasih dalam Krisus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  29. siang Romo…

    1.Romo jika masalah saya ini, saya limpahkan ke pengadilan ke gereja apakah pengadilan gereja bersedia untuk memprosesnya jika saya tidak mendapatkan surat2 bukti tersebut akan tetapi saya berani bersumpah di hadapan pengadilan gereja nanti jika bukti2 itu mmg ada di KUA dan pengadilan agama tempat mantan istri saya dulu cerai, dan disertai pernyataan bukti2 yg dibuat oleh saksi yg mengetahui perjalanan saya selama saya berumah tangga dengan mantan istri saya dulu sampai akhirnya kami cerai.

    2. Romo saya sdh punya calon dan calon saya ini jg Katholik, calon saya ini mau menikah jika menerima sakramen perkawinan, Romo apakah masalah saya ini bisa terselesaikan dan saya bisa menikah lg secara gereja, saya jd bingung Romo krn secara agama Katholik saya blm bisa menikah lg secara Katholik krn terhambat masalah saya ini, apakah jika menikah secara sipil gereja mau mengakui perkawinan saya ini

    • Antonius yth

      Silakan Anda ke Tribunal, namun perihal mau atau tidak bukan kewenangan saya. Jadi Anda berhak mengajukan masalah ini ke Tribunal.

      Salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Antonius,

      Jika sudah diusahakan semaksimal mungkin tetapi tetap tidak dapat diperoleh bukti dari KUA, maka yang nampaknya harus ada adalah kesaksian para saksi, yang harus dibuat secara resmi. Silakan memohon bantuan Romo Paroki untuk membantu anda menyusun surat permohonan pembatalan perkawinan, jika memang Anda melihat bahwa perkawinan Anda telah cacat sejak awal mula. Hal apakah pihak Tribunal akan meluluskan permohonan Anda itu adalah hal berikutnya, yang memang harus dilalui, setelah proses pemeriksaan kasus Anda dilakukan.

      Tanpa surat dari Tribunal yang meluluskan permohonan pembatalan perkawinan Anda itu, memang Anda sebaiknya tidak menikah dengan pasangan Anda yang sekarang, walaupun secara sipil, karena di hadapan Tuhan sesungguhnya Anda masih terikat dengan istri Anda melalui perkawinan terdahulu. Baru jika dapat dibuktikan bahwa perkawinan itu memang tidak sah sejak awal mula, dan izin anulasi diberikan oleh Tribunal Keuskupan, maka Anda dapat dikatakan bebas dari ikatan perkawinan tersebut. Jika Anda tetap memilih untuk menikah secara sipil dan kemudian hidup bersama pasangan Anda yang baru, maka Anda sesungguhnya telah melanggar perintah dan kehendak Tuhan yang menghendaki perkawinan hanya untuk seorang pria dan seorang wanita, demi kekudusan yang dilambangkannya, sebagai persatuan antara Kristus dan Gereja (lih. Ef 5:22-33). Jika pelanggaran ini tetap dilakukan, maka Anda dan pasangan Anda itu tidak dapat menerima Ekaristi Kudus dalam perayaan Misa, karena kehidupan perkawinan Anda tidak mencerminkan kasih persatuan suami istri sebagaimana yang dikehendaki Allah. Nampaknya sekarang ini adalah kesempatan Anda untuk membuktikan kepada Allah, apakah Anda ingin mendahulukan kehendak Allah, ataukah kehendak Anda sendiri.

      Mohonlah kekuatan dari Tuhan dalam keadaan yang sulit ini, dan mohonlah karunia kesabaran, untuk menantikan hasil pemeriksaan Tribunal. Jika memang Anda di pihak yang benar, semoga bukti dan saksi semua cukup mendukung keadaan Anda, sehingga permohonan Anda dapat dikabulkan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  30. Selamat siang Romo!

    Saya punya pertanyaan seputar pengumuman nikah.
    1. Apa dasar hukum dari pengumuman nikah?
    2. Apa maksud dan tujuan dari pengumuman nikah?
    3. Kenapa harus tiga kali pengumuman hari minggu? Apakah ada dampak hukum jika pengumuman hanya sekali saja?

    Sebelumnya saya ucapkan limpah terima kasih.

    Salam,

    brian

    • Brian Yth

      Dasar hukumnya ada dalam kanon-kanon KHK 1983, misalnya kanon 1066, sebelum perkawinan dirayakan haruslah pasti bahwa tak satu hal pun menghalangi perayaannya yang sah dan licit. Dengan ini jelas wajib hukumnya mengumumkan kepada umat, apakah tidak ada halangan. Sebanyak tiga kali tidak wajib, bisa dua kali saja, yang penting esensinya diumumkan, namun bukan menjadi celah hukum untuk dilanggar. Tujuannya jelas bahwa setiap orang yang akan menikah kanonik haruslah bebas dari halangan (kanon 1073 dan seterusnya, serta kanon 1083 dan seterusnya).

      Salam
      Rm Wanta

  31. siang romo..berkah Dalem

    lanjut yg kemarin romo, saya kenal dengan tetangganya..apakah org ini bsa dijadikan saksi jika dia mengetahui penikahan mantan istri saya dgn suaminya yang terdahulu dan apakah ini sudah cukup untuk melengkapi data saya untuk mengajukan anulasi ke keuskupan, asalkan dia mengetahui pernikahan mantan istri saya dulu baik tgl dan tempat dia menikah dan disyahkan di notaris catatan sipil, bgtu romo..

    tmksi

  32. syaloom romo..

    slmt siang romo, romo saya seorang Katholik..pernah menikah dan skr saya sudah cerai secara sipil, dulu kami menikah secara gereja saya Katholik dan mantan istri saya Islam..kami memutuskan bercerai krn rumah tangga kami yang tidak harmonis, sebelum kami bercerai kami pisah ranjang satu tahun lebih, selama pisah ranjang itu saya berusaha untuk memperbaiki rumah tangga kami akan tetapi gagal krn dia tetap bersikukuh ingin bercerai dia merasa berdosa dengan agamanya krn sdh keluar dr ajarannya di samping itu dia merasa berzina dengan saya krn menikah secara Katholik, satu hal lagi dia menginginkan saya agar masuk Islam dan itu tidak saya setujui, dia mau kembali kalau saya masuk Islam itu yg membuat saya mengabulkan permintaan dia untuk bercerai karena bagi saya agama tidak bisa dipermainkan, dari kecil saya sudah dididik secara Katholik dan saya tidak bisa terima dengan permintaan dia itu..di samping itu dr awal dia tidak jujur klo dia (mantan istri saya pernah menikah) saya merasa dibohongi dan tertipu, skr ini saya sdh memproses utk pembatalan perkawinan saya, tp saya msh terganjal krn dr pihak gereja meminta bukti surat perkawinan mantan istri saya dl..ini yg menjadi mslh buat saya..krn dia tidak kooperatif tidak mau kerja sama, padahal dia sendiri yang mengajak untuk bercerai..meski saya yg mengajukan gugatan ke pengadilan negri..meski saya sudah meminta baik2, bahkan sdh berusaha berdiaolog sma keluarganya tp tetap dia tidak mau memberikan surat itu, yang ada alasan dia hrs minta ijin sama mantan suaminya dahulu, ada lagi alasannya sdh dibakar krn sdh tidak ada gunanya lg buat dia..saya sendiri sdh berusaha mengecek ke KUA tempat dia dl menikah memang ada arsip itu tp saya memohon bantuan dr pihak KUA tidak dikasih..saya jg sudah mengecek di pengadilan agama tempat dl dia bercerai arsip itu ketemu jg dan saya meminta bantuan dari pihak pengadilan jg tidak dikasih..saya sudah berusaha untuk surat bukti itu tp sampai skr blm bsa mendapatkan sebagai syarat untuk maju ke pengadilan tribunal..mohon bimbingan dan masukannya romo..apakah saya bsa menyelesaikan saya ini krn saya sudah punya calon yang seiman dengan saya padahal masalah saya ini blm selesai saya hanya ingin menikah secara Katholik..pernah terbersit dlm pikiran saya apakah kami bisa menikah secara sipil sambil mengurus masalah saya ini sampai selesai tp pemasalahannya apakah nanti kalau kami punya anak, anak kami itu bisa dibaptis secara Katholik..mohon bantuannya romo

    • Antonius yth

      Jika tidak didapatkan surat nikah di KUA maka bisa diberikan surat keterangan saksi nikah yang mengetahui perkawinan tersebut (perkawinan antara istri Anda dan pasangannya terdahulu) dalam bentuk surat resmi yang menyatakan adanya perkawinan ini yang dibuat oleh saksi, dengan mencantumkan tandatangan saksi dan bisa diteguhkan dengan notaris sipil agar itu juga sah. Karena kasus tidak akan dapat jalan/ diperiksa, kalau Anda hanya meminta surat nikah istri Anda di KUA, dan ternyata surat itu tidak dapat diperoleh.

      Semoga dengan adanya keterangan yang resmi tersebut kasus Anda dapat terus diperiksa oleh pihak Tribunal Keuskupan.

      salam
      Rm Wanta

      • siang romo…berkah Dalem..

        melanjutkan penjelasan dari romo…saya sdh meminta baik2 dgn pihak keluarganya utk keterangan surat itu, krn dr pihak keluarganya tidak ada kerjasama juga..jd saya hrs gmn romo….

        tmksi….

        • Antonius Yth

          Jika keluarga mantan istri tidak mau kerjasama maka carilah saksi perkawinan saat itu yang bisa diajak kerjasama untuk membuat pernyataan di hadapan notaris, bahwa pernah terjadi perkawinan di KUA tanggal sekian di mana, dan lain-lain. Demikian maksud saya, siapa saja yang mengetahui dengan benar dan saksi mata dapat menjadi saksi untuk menyatakan bahwa pernah menikah di KUA.

          salam
          Rm Wanta

  33. Shalom Romo, saya mau tanya,saya sudah menikah tetapi suami tidak jujur kepada saya sebelum pernikahan dengan melakukan tindak pidana yaitu menggadaikan beberapa mobil orang lain, di mana hal tsb termasuk tindak pidana, selain itu dia juga banyak hutang, yang masalah tsb meledak stelah anak pertama kami lahir, dia ditekan dari mana2 untuk menyelesaikan hutang, sampai suatu ketika dia membenturkan kepala ke pintu, saya berniat membatalkan pernikahan kami karena sangat berbahaya bagi saya dan anak jika dia bertindak lebih berbahaya lagi, walaupun dia berjanji tidak akan mengulangi lagi tp saya tetap takut mengingat jml hutang tidak sedikit dan ke banyak pihak, selain itu ternyata uang tersebut juga digunakan untuk minum minuman keras bersama teman temannya, kebohongannya tidak bisa saya terima dan dampaknya pun membuat saya tidak aman untuk tinggal dengan suami saya lagi, mohon dibantu romo, apakah saya bisa membatalkan pernikahan saya? Untuk keamanan saya dan anak

    Terima kasih

    Nova

    • Shalom Nova, 

      Pertama- tama perlu diketahui bahwa mengusahakan pembatalan perkawinan merupakan jalan terakhir jika memang jalan memperbaiki hubungan kasih suami istri tidak dapat diusahakan karena salah satu pihak sudah sungguh merasa tertipu sudah sejak saat perkawinan dilangsungkan atau bahkan sejak sebelum perkawinan. Namun jika keadaan masih dapat diperbaiki tentu yang terbaik adalah mengusahakan keutuhan perkawinan, apalagi jika sudah ada anak- anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Silakan Anda menghubungi Seksi Kerasulan Keluarga di paroki Anda, atau mengikuti retret pasangan suami istri dalam Gereja Katolik, seperti retret Tulang Rusuk maupun Marriage Encounter (ME); semoga dapat tercapai keterbukaan dan saling pengertian antara Anda berdua.

      Sebaliknya jika keadaan dan akibat penipuannya sudah sedemikian parah sehingga mengancam keselamatan Anda dan anak- anak, dan penipuan ini memang sudah dilakukannya sebelum Anda menikah dan Anda sama sekali tidak tahu menahu akan keadaan ini, maka Anda dapat menulis surat kepada keuskupan tempat di mana perkawinan Anda dahulu diteguhkan, untuk memohon pembatalan perkawinan Anda (Permohonan ini nanti akan diperiksa oleh pihak Keuskupan, dan dalam proses pemeriksaan kelak, Anda harus menyertakan bukti-bukti dan saksi-saksi). Silakan mendatangi pastor paroki Anda dan mohonlah bantuannya untuk menuliskan surat permohonan itu. Sebelumnya, silakan pula membaca adanya tiga hal yang membatalkan perkawinan menurut hukum Gereja Katolik, silakan klik, dan jika salah satu dari halangan/cacat itu terjadi dalam perkawinan Anda, maka Anda dapat menuliskannya sebagai dasar bagi permohonan Anda.

      Namun, sebelum melakukan langkah-langkah Anda, pertama- tama, berdoalah dan mohonlah pimpinan Roh Kudus agar Anda beroleh kebijaksanaan untuk mengambil keputusan sehubungan dengan perkawinan Anda. Biar bagaimanapun ingatlah bahwa Anda pernah mengucapkan janji setia kepadanya di hadapan Tuhan. Maka jika suami sudah sungguh bertobat dan meninggalkan kehidupannya yang yang lama, mungkin Andalah yang selayaknya mempunyai kesediaan untuk mengampuni dan memberikan kesempatan kepadanya untuk menunjukkan bukti pertobatannya, agar keluarga Anda tetap utuh.

      Saya turut berdoa semoga Tuhan Yesus memberikan Anda kekuatan dan kebijaksanaan untuk menjalani masa-masa yang sulit ini dan agar apapun yang Anda lakukan dan putuskan dapat sesuai dengan kehendak-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  34. Salam Romo,
    Saya ingin membantu sodara saya dan ini pertanyaannya: Apakah seorang suami yang sudah ditinggalkan istrinya selama 6 tahun, dan menikah dengan pria Protestan, pergi begitu saja dan tanpa meninggalkan keturunan. Suami yang pertama ingin menikah lagi, apakah diperbolehkan?
    Terima kasih

    • Elias yth,

      Prinsipnya, seseorang diberi kebebasan untuk menentukan pilihan hidupnya. Namun sesuai aturan Gereja, bagi yang sudah menikah dan akan menikah lagi tentu dilarang atau karena ada halangan ikatan perkawinan sebelumnya. Maka persoalan ini harus diajukan ke tribunal perkawinan keuskupan melalui proses anulasi. Baru sesudah menerima keputusan bahwa pihak yang ditinggal pergi itu bebas, dia dapat menempuh perkawinan baru.

      Salam,
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Elias,

      Terus terang keterangan yang Anda berikan tidak lengkap, sehingga agak sulit bagi kami untuk memberikan masukan. Misalnya, mengapa sampai istri saudara Anda itu meninggalkan suaminya? Apa yang dilakukan oleh suaminya sampai sang istri berbuat demikian? Sebab umumnya dalam perkawinan jika terjadi perselisihan apalagi perpisahan, selalu melibatkan kesalahan kedua belah pihak, baik istri maupun suami. Jika ada perselisihan, apakah akar masalah dari perselisihan itu? Sebab adakalanya perselisihan itu mempunyai akar yang termasuk sebagai halangan perkawinan ataupun cacat perkawinan, sehingga perkawinan itu dapat dikatakan tidak sah sejak awal mula, (namun hal ini perlu dibuktikan terlebih dahulu); tetapi, dapat juga terjadi bahwa akar permasalahannya tidak menyangkut halangan ataupun cacat perkawinan. Dan jika hal ini yang terjadi maka perkawinan tersebut sudah sah diberikan, dan ikatannya tetap ada, walaupun salah satu pihak sudah meninggalkan pasangannya. Maka untuk hal ini, silakan Anda atau saudara Anda itu menyelidiki, apakah ada halangan ataupun cacat dalam perkawinannya itu. Silakan membaca di sini, untuk mengetahui, hal- hal apa saja yang membatalkan perkawinan menurut Hukum Gereja Katolik, silakan klik. Jika memang ada, silakan menghubungi Pastor paroki, dan mohon bimbingannya untuk dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan kepada pihak Tribunal Keuskupan tempat di mana perkawinan diteguhkan. Nanti perkaranya akan diselidiki oleh Tribunal. Dan jika diperoleh bukti-bukti dan saksi yang mendukung permohonan tersebut, maka permohonan dapat dikabulkan. Baru setelah diperoleh surat pembatalan perkawinan tersebut (disebut anulasi), maka status saudara Anda itu bebas, dan setelah itu ia dapat menikah dengan sah di dalam Gereja Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati – katolisitas.org

  35. saya ada 2 pertanyaan :

    1. Seingat saya. Di katolik… Sakramen pernikahan berlaku seumur hidup. Perceraian duniawi tidak dianggap cerai oleh Tuhan. Jadi… Jika saya menikah secara Katolik. Kemudian 1 tahun kemudian saya cerai secara duniawi. Gereja Katolik tidak akan mengakui perceraian saya itu.

    1 tahun kemudian setelah perceraian pertama saya itu. saya mau menikah lagi. jika saya tetap saja menikah. karena Gereja Katolik tidak mengakui perceraian saya yg pertama. maka… pernikahan saya yg kedua ini akan dianggap sebagai berzinah… apa benar seperti itu?

    Jika pasangan menjadi gila. Bisakah dianggap seperti sudah mati?

    Jika dianggap sudah mati. Bisakah mencari pasangan baru?

    2. di Matius 18:15-17 ada perkataan Yesus seperti ini :

    “Pandanglah dia sebagai orang yang tidak mengenal Allah”

    Pertanyaan saya adalah…

    Orang yg tidak mengenal Allah yg dimaksud oleh Yesus ini seperti apa ya?

    demikian pertanyaan saya… mohon kirim email pemberitahuan jika pertanyaan saya sudah dijawab

    • Shalom Alexander Pontoh,

      1. Tentang Sakramen Perkawinan.

      Anda benar bahwa sakramen perkawinan berlaku seumur hidup, jika sudah secara sah diberikan. Dalam keadaan ini, perkawinan tidak terceraikan; dan sekalipun terjadi perceraian secara sipil (anda katakan secara cerai duniawi), hal itu tidak menceraikan ikatan suami istri tersebut di hadapan Tuhan.

      Namun kekecualiannya di sini adalah jika ternyata sakramen perkawinan tersebut dengan tidak sah. Silakan membaca di sini ketiga hal yang membatalkan perkawinan menurut hukum kanonik Gereja Katolik, silakan klik. Pembatalan perkawinan ini bukan perceraian, tetapi menyatakan bahwa perkawinan yang sudah diteguhkan itu ternyata tidak sah karena tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan.

      Kasus yang Anda tanyakan adalah jika istri menjadi gila. Menjadi gila umumnya tidak terjadi sesaat/ seketika. Maka yang perlu dibuktikan adalah apakah sebelum perkawinan sudah terdapat tanda-tanda ketidaknormalan itu, (karena jika ada maka itu dapat berkaitan dengan cacat konsensus). Jika sudah ada, Anda sebagai pasangannya (ini contoh saja) dapat menulis permohonan pembatalan perkawinan kepada pihak Tribunal keuskupan tempat di mana perkawinan diteguhkan. Sebelumnya silakan berkonsultasi dengan Romo paroki tempat Anda berdomisili.  Nanti pihak Tribunal akan memeriksa kasus tersebut. Jika melalui pemeriksaan dapat dibuktikan dengan bukti-bukti (surat keterangan dokter/ ahli jiwa) ataupun keterangan kuat dari para saksi, yang menguatkan permohonan Anda, maka permohonan Anda dapat dikabulkan oleh Tribunal. Proses pemeriksaan ini memang tidak instan/ segera. Baru jika surat permohonan pembatalan perkawinan dikabulkan, Anda dapat menikah, kali ini secara sah, di Gereja Katolik.

      Jika tanpa proses ini, atau sebelum proses ini selesai, Anda memutuskan untuk menikah lagi, maka ya, Anda melakukan pelanggaran sebagaimana dituliskan dalam Mrk 10:11-12, karena ikatan suami istri dalam perkawinan terdahulu itulah yang masih dianggap sah di hadapan Tuhan. Dalam keadaan ini, Anda tidak diperkenankan menerima Komuni kudus, karena kesaksian hidup perkawinan Anda yang tidak sesuai dengan ajaran iman Katolik.

      2. Mat 18:15-17: “Pandanglah dia sebagai orang yang tidak mengenal Allah”

      Demikianlah keterangan yang saya sarikan dari The Navarre Bible:

      Tuhan Yesus mengajak kita untuk bekerja bersamanya dalam hal pengudusan sesama, dengan cara mengkoreksi dalam suasana persaudaraan (fraternal correction). Mata terdapat kewajiban kita untuk mengkoreksi sesama atas dasar kasih.

      Terdapat tiga tingkatan koreksi: 1) sendirian/ empat mata; 2) melibatkan satu atau dua orang saksi; 3) di hadapan Gereja. Tahap pertama dilakukan jika menyangkut skandal atau dosa pribadi; di sini koreksi diberikan empat mata, untuk menghindari publikasi yang tidak perlu, agar tidak mempermalukan orang yang bersangkutan, dan agar ia dapat dengan lebih mudah melakukan perbaikan. Jika koreksi ini tidak mendatangkan hasil, maka dilakukan tahap yang kedua, dengan melibatkan satu atau dua orang lain yang kemungkinan dapat memberikan pengaruh terhadap orang yang bersangkutan. Tahap yang terakhir adalah koreksi yang formal secara yuridis dengan acuan otoritas Gereja. Jika orang itu tidak menerima koreksi ini, ia harus di- ekskomunikasi, yaitu dipisahkan dari persekutuan dengan Gereja dan sakramen-sakramennya.

      Maka ayat yang Anda tanyakan itu sesungguhnya menjadi dasar Gereja Katolik melakukan keputusan ekskomunikasi, yaitu pemisahan dari kesatuan dengan Gereja, karena keputusan orang itu sendiri yang tidak mau menerima dan mengenali kehendak Allah sebagaimana diajarkan oleh Gereja. Selanjutnya tentang ekskomunikasi, silakan klik di sini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

       

  36. Kalau pembatalan diterima, status anak-anak mereka gimana nantinya? Ada yang berubah atau tidak?

    • Shalom Fransiskus,
      Dalam hal ini Gereja mengacu kepada hukum sipil yaitu anak itu tetaplah anak dari orang tua yang secara hukum menjadi orang tuanya, sebagaimana tertera di dalam akte kelahiran mereka.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  37. Pertama tama, saya mau memperkenalkan diri saya. Nama saya Iin, usia 24 tahun.
    saya ingin menanyakan mengenai ‘kasus’ yg menimpa teman saya, yang seusia dengan saya.

    Mereka menikah pada 2010 yang lalu, dilandasi oleh rasa cinta tentunya. Menurut teman saya, sebelum menikah semua terlihat baik baik saja, terlihat keluarga yg baik, tapi tanpa disangka, setelah menikah (sampai hari ini) sang suami hanya memberikan kebutuhan jasmani/biaya rumahtangga hanya 2 (dua) kali.
    Selain itu, saat sang istri sedang mengalami masalah dalam kandungannya (muncul flek), sang suami dan keluarga sang suami “mengintimidasi” sang istri, karena pada saat itu, sang istri tidak bisa ikut acara ‘hiking’ di salah satu perbukitan karena sang istri diwajibkan istirahat selama 1 minggu oleh sang dokter di rumah sakit. Pada saat flek ini pun, sang istri mendapat kekerasan “psikologis” dengan dikata-katai dengan kasar, serta TIDAK MEMBIAYAI ketika sang istri di rumah sakit.

    Pada saat sang istri hamil memasuki bulan ke tujuh, sang suami ‘meninggalkan’ sang istri untuk tinggal di kota lain, dengan alasan untuk mengejar pelatnas. Sampai akhirnya, ketika sang istri terpaksa melahirkan secara caesar pun, sang suami tidak menunggui, dan hanya mampir selama 2 jam di rumah sakit. Selama di rumah sakit pun, sang istri juga mendapat perlakuan yang tidak sepantasnya dari sang suami. Untuk melahirkan ini pun, sang istri juga mengeluarkan dana sendiri.

    Ternyata, selama menikahpun, sang suami ini memiliki ‘wanita lain’, dan setiap ada pertengkaran selalu mengancam dengan CERAI, seolah-olah lembaga perkawinan pun hanya dibuat mainan. Sang istri sudah berusaha mengalah, dan berusaha ngga ambil pusing atas masalah itu (karena dokter menyatakan teman saya ini stres sehingga ketika hamil 9 bulan pun nampak seperti orang hamil 4 bulan dan sungsang). Alasan sang suami memperlakukan sang istri dengan buruk pun juga karena kata mama si suami, si istri ini bukan anak yang baik, tidak menurut (karena sang istri tidak mau disuruh periksa ke bidan, maunya periksa ke dokter kandungan), dan nampaknya sang suami pun selalu menuruti apapun kata si mami. Sang suami pun juga sudah berpesan kepada sang istri, jika si anak bertanya papanya di mana, disuruh bilang bahwa papanya sudah mati. Tetapi, surat yang berkaitan dengan anak tersebut justru ‘disandera’ oleh keluarga sang suami (disebut disandera karena diminta berkali kali tetapi tidak mau memberikan – dan memang menyatakan TIDAK AKAN DISERAHKAN). Sekarangpun, sedang akan mengurus perceraian secara hukum/negara, tetapi sang suami tidak mau mengurus secara gereja

    Pertanyaan saya:
    1. Apakah bisa sang istri mengurus sendiri mengenai perceraian tersebut? Dilengkapi dengan bukti percakapan mereka di telepon seluler?
    2. Bagaimanakah prosedur pembatalan pernikahan? Karena sang suami tidak mau mengurus perceraian, dan kebetulan sang suami juga masih di luar kota
    3. Bagaimanakah dampaknya bagi sang istri di masa depan (bila dia bertemu dengan pria lain – alias menikah lagi), seandainya pembatalan pernikahan ini tidak diurus?

    Terima kasih atas saran dan jawabannya. Semoga saran dan jawabannya akan membantu teman saya menghadapi masalah yang dihadapi saat ini. Terima kasih banyak

    • Shalom Iin,

      Nampaknya teman Anda dan suaminya membutuhkan bantuan konseling keluarga. Walau kisah Anda terbatas, namun dari yang disampaikan sepertinya perkawinan dilaksanakan awalnya tidak ada masalah/ halangan, dilandasi cinta, artinya tidak ada cacat konsensus. Jika perkawinan diberkati secara Katolik, maka memenuhi syarat kanonik, dan perkawinan itu sah.

      Bahwa setelah itu ada masalah, maka menjadi perlu ditelusuri, mengapa demikian. Apakah karena memang suami belum mampu bekerja karena ia seorang atlet (karena mengejar pelatnas?), atau karena keadaan ekonomi yang memang sangat pas-pasan, atau karena memang sifatnya yang keras? Atau hal lain? Hal ini yang perlu digali dalam komunikasi suami istri. Sebab nampaknya fakta bahwa surat yang berkaitan dengan anak ditahan oleh pihak keluarga suami menunjukkan itikad yang positif untuk mempertahankan anak itu, dan dengan demikian juga secara implisit mereka juga tidak menghendaki perceraian antara teman Anda dan suaminya.

      Saya tidak tahu sejauh mana teman Anda itu akan mengurus perceraian, tetapi jika belum terlambat, maka izinkan saya menganjurkan agar janganlah dilakukan, sebab siapa tahu masih ada jalan keluarnya untuk mempertahankan keutuhan keluarga, terutama demi kebaikan anak mereka. Di dalam Gereja Katolik tidak ada istilah perceraian. Jika perkawinan sudah sah maka tidak dapat diceraikan ataupun dibatalkan. Kekecualian adalah jika memang sejak awal perkawinan sudah tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai perkawinan yang sah. Ketiga hal yang membatalkan perkawinan adalah: 1) halangan menikah, klik di sini, 2) cacat konsensus, dan 3) cacat forma kanonika, tentang keduanya klik di sini. Maka, jika teman Anda menemukan adanya halangan/ cacat yang terjadi sebelum atau pada saat menikah, baru ia mempunyai dasar yang kuat untuk menulis surat permohonan pembatalan perkawinan (libellus) untuk dikirimkan ke pihak tribunal keuskupan tempat perkawinan mereka dulu diteguhkan. Selanjutnya pihak Tribunal akan memeriksa, berdasarkan bukti-bukti dan saksi- saksi, dan hanya jika terbukti, permohonan dapat dikabulkan, dan pihak tribunal akan mengeluarkan surat keputusan pembatalan perkawinan tersebut.

      Berikut ini jawaban pertanyaan Anda:

      1 & 2. Maka, jika teman Anda menemukan dasarnya (dari ketiga hal di atas), barulah ia dapat menuliskan surat permohonan tersebut. Prosedurnya, temuilah pastor paroki, dan sampaikanlah kisah perkawinan tersebut. Sehabis itu tulislah surat libelus, dengan bantuan pastor/ pastor paroki turut mengetahui. Sampaikanlah juga kanon- kanon KHK (Kitab Hukum Kanonik) yang mendukung permohonan tersebut. Silakan mendengarkan arahan dari pastor paroki.

      3. Jika surat pembatalan diperoleh, maka teman Anda dan suaminya tidak lagi terikat perkawinan, dan keduanya dapat bebas menikah dengan orang lain, kali ini secara sah. Namun jika surat pembatalan tidak diperoleh, maka perkawinan terdahulu tetap dianggap sah, dan baik sang istri maupun suami, meskipun mereka memutuskan untuk berpisah, tidak dapat menikah lagi dengan orang lain, sebab di hadapan Tuhan mereka tetap suami istri dan terikat dalam perkawinan.

      Jika pembatalan perkawinan tidak diurus namun salah satu atau keduanya memilih untuk menikah lagi, maka mereka sebenarnya mengingkari janji perkawinan suci di hadapan Tuhan, sehingga dalam keadaan dosa berat ini, mereka tidak dapat menerima Ekaristi/ Komuni kudus.

      Akhirnya, sekiranya belum terlambat, izinkan kami menganjurkan agar baik suami dan istri mengikuti retret Tulang Rusuk yang akan diadakan oleh Rm Halim SVD, klik di sini, atau mengikuti week-end Marriage Encounter, klik di sini. Saya telah melihat sendiri banyak keluarga terselamatkan dengan mengikuti retret ini. Semoga hal ini dapat terjadi juga dalam keluarga teman Anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  38. Pertama-tama saya mau memperkenalkan diri saya, nama saya Indi– saya berusia 34 th.

    Romo, saya mau menanyakan bolehkah saya menikah dengan seorang pria yang sebelumnya pernah bercerai?
    Mereka menikah di gereja presbyterian, setelah 20 th pernikahan istrinya selingkuh dengan pria lain dan mereka bercerai. Mengenai perselingkuhan isterinya saya mendapatkan informasi bukan hanya dari pria itu saja tapi juga dari teman-teman dekat isterinya.
    Saat ini saya menjalin hubungan yang cukup serius dengannya tapi sebelum melanjutkan ke jenjang pernikahan saya ingin mendapatkan informasi yang benar mengenai hal ini supaya saya tidak salah mengambil keputusan.

    Romo, terima kasih untuk penjelasannya.

    • Shalom Indira,

      Jika teman Anda itu dan istrinya dibaptis secara sah, maka sesungguhnya perkawinan mereka adalah sakramen (lih. KGK 1601, KHK Kan 1055,1), walaupun tidak diberkati di Gereja Katolik. Artinya perkawinan sebagai sakramen adalah bahwa dalam perkawinan itu suami menjadi tanda kehadiran Kristus bagi istrinya, dan sebaliknya, dan karena itu tidak terceraikan sampai mati. Kenyataan bahwa sekarang istrinya selingkuh,  tidak serta merta membatalkan ikatan perkawinan mereka di hadapan Tuhan. Kekecualian hanya dapat diberikan, jika ternyata dapat dibuktikan bahwa perkawinan tersebut tidak sah sejak awal mula; dan melalui penyelidikan Tribunal kemudian mengabulkan permohonan pembatalan perkawinan yang diajukan. Namun terus terang saja, saya agak ragu bahwa ijin pembatalan perkawinan dapat diperoleh, sebab perkawinan sudah berjalan begitu lama selama 20 tahun, mengapakah baru terjadi akibatnya sekarang.

      Silakan membaca tentang topik ini di sini, silakan klik. Jika tidak ada halangan/ cacat pada pernikahan teman anda itu yang sudah ada sejak sebelum dan pada saat menikah, maka artinya, ikatan perkawinannya itu sah, dan tidak dapat dibatalkan. Dan dengan demikian, jika ia bermaksud menikah lagi, maka perkawinan itu tidak dapat diberkati di Gereja Katolik.

      Sikap Anda sudah benar dengan mempertimbangkan hal ini sebelum mengambil keputusan. Janganlah sampai Anda menjadi pihak yang menceraikan apa yang sudah dipersatukan di hadapan Tuhan. Sebab bukannya tidak mungkin, suatu hari istrinya dapat bertobat dan kembali kepada sang suami.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Dear Ibu,

        Bagaimana dengan sabda Tuhan Yesus sendiri bahwa perceraian diijinkan dengan alasan perselingkuhan? (Matius brp saya lupa) Karena saya bertemu dan menjalin hubungan pada saat mereka sudah bercerai dan bukan karena saya maka mereka bercerai.
        Kalau keadaannya sekarang bahwa isterinya sudah menikah lagi apakah dia tetap tidak mempunyai hak untuk melanjutkan hidupnya dengan berkeluarga lagi?
        Apa maksudnya bahwa perkawinan tidak dapat diberkati di gereja Katholik? Dan apa konsekuensinya?

        Terima kasih untuk penjelasannya
        Indira

        • Shalom Indira,

          Ayat yang Anda maksud mungkin adalah, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.” (Mat 19:9)

          Gereja Katolik mengambil penjelasan St. Clemens dari Alexandria (150-216),tentang ayat tersebut, yaitu pada ayat Mat 5:32, dan 19:9,  ‘zinah’ di sini artinya adalah perkawinan antara mereka yang sudah pernah menikah namun bercerai, padahal pasangannya yang terdahulu itu belum meninggal (St. Clement of Alexandria, Christ the Educator, Bk. 2, Chap.23). Jadi, dalam hal ini, Yesus mengakui perkawinan yang pertama sebagai yang sah, dan perkawinan kedua itulah yang harusnya diceraikan agar pihak yang pernah menikah secara sah dapat kembali kepada pasangan terdahulu.

          Jadi jika perkawinan teman anda dan istrinya yang terdahulu itu sudah sah, maka ikatan perkawinannya itu tetap ada di hadapan Tuhan, walaupun istrinya sudah menikah lagi secara sipil dengan orang lain. Kekecualian adalah jika perkawinan yang terdahulu tidak sah karena adanya halangan/ cacat seperti telah dijabarkan di sini, silakan klik. Jika ada halangan/ cacat dalam perkawinannya yang terdahulu, maka ia berhak mengajukan surat permohonan pembatalan perkawinan ke pihak Tribunal Gereja Katolik. Jika setelah melalui pemeriksaan Tribunal diperoleh bukti ataupun saksi yang mendukung hal tersebut, maka permohonan dapat dikabulkan; dan setelah memperoleh surat keputusan Tribunal tentang pembatalan perkawinan tersebut, ia dapat menikah secara sah di Gereja Katolik.

          Sebaliknya jika surat pembatalan perkawinan tidak diberikan, atau kalau sebenarnya tidak ada halangan/ cacat dalam perkawinannya, maka perkawinan itu tetap sah, dan tidak dapat dibatalkan. Dalam kondisi ini ia tidak dapat menikah lagi secara Katolik atau Gereja Katolik tidak dapat memberkati perkawinan yang dilakukan dalam keadaan ia masih terikat dengan istrinya dalam perkawinan yang terdahulu (sebab Gereja Katolik tetap mengakui perkawinannya yang terdahulu sebagai yang sah di hadapan Tuhan). Jika misalnya Anda tetap menikahi dia dalam keadaan seperti ini, maka sesungguhnya perkawinan Anda dengannya itu tidak sah menurut Gereja Katolik, dan karena itu, setelahnya Anda tidak dapat menerima Ekaristi/ Komuni di dalam Gereja Katolik. Silakan anda membaca makna perkawinan Katolik di artikel: Indah dan Dalamnya Makna Sakraman Perkawinan Katolik, silakan klik, dan Seruan Apostolik Bapa Paus Yohanes Paulus, Familiaris Consortio, silakan klik. Dalam seruan Apostolik itu, Paus menyatakan demikian untuk kasus orang yang sudah menikah, namun kemudian bercerai dan menikah lagi, demikian:

          Kondisi khusus selanjutnya adalah pasangan yang terpaksa berpisah. Perpisahan [bukan perceraian] ini sesungguhnya harus dianggap sebagai langkah terakhir, jika segala cara untuk berdamai terbukti tidak berhasil. Keadaan kesepian maupun kesulitan lainnya mungkin sekali dihadapi oleh pihak yang tidak bersalah. Dalam hal ini pelayanan pastoral harus membantu mereka untuk tetap memelihara kesetiaan, walaupun sulit, dan untuk menumbuhkan kesadaran untuk mengampuni, dan jika mungkin, untuk rujuk dengan pasangannya. Jika sampai terjadi perceraian [secara sipil], tidak diperkenankan bagi masing- masing untuk menikah lagi, namun mengkhususkan diri untuk melaksanakan tugas- tugas keluarga dan tanggung jawabnya sebagai seorang Katolik (lih. FC 83). Namun adakalanya orang- orang yang mengajukan cerai sipil ini bermaksud untuk menikah lagi, walau tidak di Gereja Katolik. Dalam kondisi ini, Gereja kembali menegaskan ketentuan yang berdasarkan Kitab Suci bahwa mereka yang telah menikah secara sah, namun bercerai dan kemudian menikah lagi tidak diperkenankan untuk menerima Komuni kudus (lih. FC 84). Mereka dilarang untuk menerima Komuni karena status dan kondisi hidupnya bertentangan dengan kesatuan kasih antara Kristus dengan Gereja-Nya -yang total dan setia seumur hidup- yang ditandai dengan Ekaristi. Jika mereka diperbolehkan menerima Komuni, maka umat akan dibawa kepada kebingungan tentang ajaran Gereja tentang perkawinan yang tak terceraikan. Jika sampai mereka sungguh menyesal dan bertobat dari perbuatan mereka ini, mereka dapat mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa, yang dapat membuka jalan kepada Ekaristi, asalkan mereka siap melaksanakan konsekuensinya, yaitu untuk tidak hidup sebagai suami istri dengan pasangan yang sekarang (live in perfect continence),  artinya pantang melakukan tindakan- tindakan yang layak hanya bagi suami istri (lih. FC 84). Penghormatan yang tinggi akan makna perkawinan Katolik inilah yang melarang para imam untuk melakukan upacara perayaan apapun untuk mereka yang bercerai namun kemudian menikah lagi, sebab upacara itu menimbulkan kesan adanya perkawinan sah yang berikutnya, dan ini akan menimbulkan kebingungan pada umat (lih. FC 84).

          Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga Roh Kudus membimbing anda untuk mengambil keputusan. Mungkin inilah saatnya bagi Anda untuk membuktikan sejauh mana Anda mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan Anda, sehingga Anda  dapat taat kepada kehendak-Nya, walaupun mungkin itu melibatkan pengorbanan dari pihak Anda.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Dear Ibu,

            Yang saya masih bingung, bagaimana kami mendapat pembatalan perkawinan yg dulu padahal mereka tidak menikah di Gereja Katholik? Karena kami juga berkonsultasi tentang masalah ini dengan pendeta di gereja tempat mereka dulu menikah, dan mereka tidak mengenal pembatalan perkawinan mengacu pada Matius 19:9 bahwa isterinya telah benar2 terbukti berselingkuh sehingga tidak ada masalah untuk menikah lagi.

            Salam
            Indira

          • Shalom Indira,

            Umat Katolik berpegang kepada Sabda Kristus dalam Mat 16:19, 18:18, bahwa Kristus memberikan kuasa kepada para rasul untuk ‘mengikat dan melepaskan’, dan kuasa ini diturunkan juga kepada para penerus rasul yaitu para uskup di Gereja Katolik. Hal ‘mengikat dan melepaskan’ ini berkaitan dengan ajaran tentang iman dan moral maupun ketentuan yang mendasari sesuatu perbuatan dapat disebut sebagai dosa atau tidak. Dalam hal ini, Uskup dan para pembantunya dalam Tribunal keuskupan diberi kuasa oleh Tuhan untuk menyatakan suatu perkawinan sah (dan artinya tetap mengikat seumur hidup) atau tidak. Dengan demikian, meskipun perkawinan teman anda yang terdahulu itu tidak diadakan di Gereja Katolik, namun jika memang terdapat hal- hal yang menunjukkan bahwa perkawinannya yang terdahulu itu tidak sah, dan ia ingin mengajukan permohonan pembatalan perkawinan karena ia ingin menikah dengan Anda yang Katolik, maka ia dapat mengajukan permohonan tersebut, yang disebut libellus, yang ditujukan kepada pihak Tribunal Keuskupan. Mohonlah bantuan pastor paroki untuk membantu Anda membuat surat libellus tersebut. Jika setelah diterima dan diperiksa oleh pihak Tribunal, ada dasar, bukti dan saksi yang mendukung adanya ketidaksah-an perkawinan tersebut maka pihak keuskupan dapat mengabulkan permohonan tersebut. Setelah surat itu keluar, baru Anda dapat menikah secara sah dengan dia di Gereja Katolik. Tanpa persetujuan dari pihak Tribunal keuskupan, maka Anda tak dapat menikah dengannya di Gereja Katolik, sebab bagi Gereja Katolik, sesungguhnya ikatan perkawinan mereka sebelumnya itulah yang sah di hadapan Tuhan, dan karena itu, tidak terceraikan.

            Memang gereja- gereja non- Katolik ada yang menginterpretasikan Mat 19:9 dengan adanya izin untuk perceraian jika terjadi kasus perzinahan. Tetapi bukan ini sesungguhnya yang dimaksud, seperti sudah saya sampaikan pada jawaban sebelumnya. Gereja Katolik, berpegang teguh pada ayat- ayat lain dalam Kitab Suci yang tidak mengizinkan perceraian, dan tidak mengartikan Mat 19:9 sebagai izin untuk bercerai karena salah satu berzinah. Kita tidak dapat melepaskan satu ayat, lalu menginterpretasikannya menurut kehendak/ kebutuhan kita, dan melepaskannya dari keseluruhan pesan dalam Kitab Suci. Kristus tidak akan memerintahkan sesuatu untuk kemudian disangkal-Nya sendiri. Maka jika Ia sudah berkata bahwa “seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan menjadi satu daging dengan istrinya…. apa yang telah dipersatukan Allah tidak dapat diceraikan oleh manusia” (Mat 19:5), tidak mungkin Ia mempertentangkan DiriNya sendiri dengan memberikan izin orang untuk bercerai, karena dengan demikian artinya Ia mengijinkan bahwa apa yang telah dipersatukan Allah boleh diceraikan manusia. Yesus tidak mungkin menyangkal perkataan-Nya sendiri (lih. 2 Tim 2:13). Dengan demikian interpretasi ‘zinah’ dalam Mat 19:9 bukan setelah orang menikah secara sah di hadapan Tuhan lalu boleh bercerai karena zinah. Interpretasi yang benar adalah yang diajarkan oleh Bapa Gereja, yaitu yang boleh diceraikan adalah perkawinan yang tidak sah (karena zinah) agar orang tersebut dapat: 1) menikah di hadapan Tuhan secara sah 2) atau agar kalau orang tersebut sudah menikah dengan orang lain sebelumnya secara sah di hadapan Tuhan, maka orang itu dapat kembali kepada pasangannya yang sah, dengan menceraikan pasangannya yang sekarang, yang tidak sah di hadapan Tuhan.

            Demikian, Indira. Saya sudah memberitahukan kepada Anda ketentuan Gereja Katolik tentang hal yang Anda tanyakan. Semoga Roh Kudus membimbing Anda untuk mengambil keputusan yang sesuai dengan kehendak Allah.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Dear Ibu..

            Terima kasih banyak untuk penjelasannya. Kita akan mencoba mendapatkan surat tsb, saya percaya kalau co itu memang dari Tuhan pasti Tuhan sendiri yang akan membuka jalannya dan mempersatukan kami.

            Salam
            Indira

            [Dari Katolisitas: silakan terlebih dahulu menuliskan surat libellus untuk dikirimkan ke Tribunal Keuskupan Anda, jika memang ada dasar yang dapat diperhitungkan bagi permohonan tersebut.]

  39. Kepada yth
    Romo Wanta….
    saya sudah 13 thn single parent. Saya pisah / meninggalkan mantan suami karena kasus KDRT sewaktu anak saya masih usia 4th. Kami ber2 Katolik. Kami menikah Katolik, tetapi kami tidak pernah mencatatkan pernikahan kami di catatan sipil. Sementara mantan suami saya sudah menikah lagi (ini yang saya tahu dari bekas tetangga saya di lingkungan rumah kami dulu tinggal & dia menikah dengan cara alirah Yehofa, karena istrinya Muslim dan masuk Yehofa, sedang mantan suami saya sendiri dulu tidak rajin ke gereja, jadi terjeratlah mereka ke aliran tsb)

    Yang saya mau tanyakan….seandainya suatu hari saya ingin menikah lagi bagaimana caranya? Sedangkan saya pernah diminta oleh pastor paroki saya belasan tahun lalu untuk cerita dan dimasukkan ke dalam CD. Saya sudah berikan ke pastor paroki saya & katanya sudah dikirim ke Roma, tapi sampai saat ini setelah belasan tahun tidak pernah ada kabar, malah pastor parokinya telah meninggal dunia.

    Saya mau tanya bila ada kasus seperti di bawah ini, bagaimana yang harus dilakukan?
    1.Kalau saya mau menikah lagi dengan laki2 yang duda & Katolik apakah bisa? Caranya bagaimana?
    2.Kalau saya mau menikah lagi dengan laki2 yang belum menikah& Katolik juga, apakah juga bisa? Dan caranya bagaimana? Karena pihak laki2 kan belum pernah menikah, apakah harus mengikuti pelajaran menikah dulu? Sedangkan saya kan dahulu pernah.

    Proses pembatalan pernikahan memakan waktu berapa lama? Apakah cukup saya sendiri dan saya harus datang ke mana u/ melakukan pembatalan pernikahan? Dan berkas2 apa saja yang harus saya bawa.

    Terima kasih atas perhatiannya
    hormat saya,
    desi

    • Shalom Desi,

      Pertama- tama perlu diketahui bahwa walaupun Anda tidak mencatatkan perkawinan Anda secara sipil, namun jika perkawinan Anda sudah diberkati secara sah di Gereja Katolik, maka perkawinan Anda sifatmya sakramen dan tidak terceraikan. Jika faktanya sekarang Anda berpisah dengan suami Anda, maka itu tidak otomatis menjadikan perkawinan Anda batal sehingga Anda dapat menikah lagi secara sah menurut Gereja Katolik. Sebab jika perkawinan Anda yang terdahulu adalah perkawinan Katolik yang sah, maka ikatan itu tidak dapat dibatalkan. Yang menjadi pertanyaan memang adalah apakah perkawinan Anda yang terdahulu itu memenuhi syarat untuk disebut sebagai perkawinan yang sah. Perlu diketahui bahwa ada tiga hal yang dapat menjadikan perkawinan tidak sah, yaitu: 1) halangan menikah, silakan klik di sini; 2) cacat konsensus, dan 3) cacat forma Kanonika, (tentang kedua hal ini), klik di sini

      Mohon diketahui bahwa jika ketiga hal tersebut terjadi, maka terjadinya adalah pada saat menikah atau bahkan sebelum menikah, dan bukan sesudahnya. Maka jika masalah Anda sudah ada sebelum perkawinan (kekerasan/ abuse), dan kemudian timbul kembali pada saat perkawinan dan sejak awal perkawinan, maka kemungkinan Anda mempunyai dasar untuk mengajukan surat permohonan  pembatalan perkawinan. Seperti misalnya, jika anda menemukan adanya halangan/ cacat itu, misalnya kalau terdapat kelainan psikis dari suami (yang sudah terjadi sebelum menikah dan anda mempunyai bukti- bukti/ saksi-saksi yang menguatkan hal ini) yang menyebabkan sampai dia melakukan abuse/ KDRT atau kalau Anda ditipu/ tertipu dst sebagaimana yang termasuk dalam salah satu halangan/cacat konsensus tersebut, maka Anda dapat menyebutkannya dalam surat libelus (permohonan pembatalan perkawinan). Surat permohonan pembatalan perkawinan ditujukan kepada Tribunal Keuskupan di mana perkawinan diteguhkan- tidak perlu sampai ke Roma/ Vatikan. Namun jika tidak halangan/ cacat dalam perkawinan Anda, maka sesungguhnya Anda tidak mempunyai dasar untuk mengajukan surat pembatalan tersebut.

      Hanya setelah anda melalui proses penyelidikan (bisa memakan waktu sekitar 2 tahun) dan hanya jika Tribunal telah meluluskan permohonan Anda (perkawinan Anda yang terdahulu dinyatakan batal), baru anda dapat melangsungkan perkawinan, kali ini secara sah, dalam Gereja Katolik. Namun tentu calon Anda harus yang bebas dari ikatan perkawinan. Maka yang dapat menikahi Anda secara sah adalah pria lajang ataupun duda karena istrinya terdahulu meninggal dunia (bukan yang cerai sipil, namun sebenarnya masih terikat perkawinan terdahulu, karena Gereja Katolik tidak mengakui adanya perceraian). Jika setelah anulasi diperoleh, kemudian Anda akan menikah dengan pria lajang, maka ya, anda perlu mengikuti lagi kursus persiapan perkawinan, sesuai dengan yang disyaratkan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

    • Perlu saya informasikan di sini, bahwa semasa saya berpacaran dan akan menikah, saya baru tahu kalau mantan suami saya pernah menikah sipil tapi tidak menikah gereja, dan pernikahan sipil itu sendiri juga sudah ada surat cerainya, maka dari itu dia tidak pernah menikahi saya secara sipil.

      Dan 1 lagi, mantan suami sudah menikah lagi sejak bertahun-tahun lamanya. Jadi, kami memang tidak mungkin lagi bersatu dan saya pribadi sudah sangat trauma dengan perlakuan KDRT dia 13 thn yang lalu.

      Saya pernah konsultasi dengan pastor paroki, kebetulan pastor tsb juga sekarang tidak ada lagi di paroki tsb. Beliau mengatakan kepada saya u/ menulis di CD dan akan dikirim ke Roma. Mengenai ini saya tidak pernah tahu apakah CD tsb sudah dikirim/ belum, karena tidak ada konfirmasinya bertahun2 lamanya. Beliau juga mengatakan kalau mantan suami seperti itu, saya diperbolehkan u/ menikah lagi.

      Jujur saya ingin sekali mempunyai jodoh seiman, tapi selama ini selalu saya mencoba cari yang Muslim supaya mudah u/ menikah lagi, tapi sudah lama ini saya sudah putus dengan pacar saya.

      • Shalom Desi,

        Jika anda memasuki perkawinan dalam keadaan tertipu (yaitu bahwa suami sudah pernah menikah, namun anda tidak mengetahuinya karena ia tidak memberitahu anda; dan karena alasan ini ia tidak bersedia menikahi anda secara sipil), maka sepertinya ada halangan menikah di sini. Maka anda berhak mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ke pihak Tribunal Keuskupan tempat di mana perkawinan diteguhkan, atau Keuskupan tempat anda sekarang berdomisili. Silakan memohon bantuan dari romo paroki, untuk menuliskan permohonan libellus (permohonan pembatalan perkawinan), dan sedapat mungkin sampaikan kisahnya yang lengkap, dan bukti- buktinya jika ada, yaitu surat kawin dari suami anda sebelumnya, sertakan juga kanon dari KHK yang dapat dipakai sebagai dasar permohonan anda yaitu halangan menikah (lih. KHK. kan 1085):

        KHK 1085    

        § 1     Tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh orang yang terikat perkawinan sebelumnya, meskipun perkawinan itu belum consummatum.
        § 2     Meskipun perkawinan yang terdahulu tidak sah atau telah diputus atas alasan apapun, namun karena itu saja seseorang tidak boleh melangsungkan perkawinan lagi sebelum ada kejelasan secara legitim dan pasti mengenai nulitas dan pemutusannya.

        Demikian, silakan anda menghubungi pastor paroki anda, semoga anda dapat memperoleh bantuan yang diperlukan.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

  40. halo Romo
    saya ingin bertanya, saya dan istri saya sama sama Katolik, kami telah menikah selama 5 tahun dan sampai saat ini belum memiliki keturunan, hal ini disebabkan karena ketidakmampuan istri dalam hal fisik maupun psikis, jadi selama ini tidak berhubungan suami istri, pengobatan melalui jalur medis dan alternatif sudah saya lakukan, bisakah saya mengajukan anulasi?

    • Ferdy yth,

      sebaiknya Anda berkonsultasi dahulu, jangan buru buru mengajukan anulasi. Coba ke pastor paroki atau kalau Anda di Jakarta, silahkan ke Komisi Keluarga, nanti akan dibimbing. Semoga Anda tetap setia dalam perkawinan.

      Salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Ferdy,

      Sesungguhnya infertilitas bukanlah hal yang menggagalkan perkawinan. Yang menjadi halangan bagi perkawinan adalah impotensi, artinya jika salah satu dari pasangan tidak dapat melakukan hubungan seksual dan keadaan tersebut tidak dapat diobati. Silakan membaca lebih lanjut di artikel ini, silakan klik.
      Maka dalam kasus anda, silakan anda melihat, apakah sebenarnya yang menjadikan istri anda tidak mampu secara fisik maupun psikis untuk melakukan hubungan suami istri? Dapatkah hal tersebut diterapi/diobati? Apakah keadaan tersebut sudah ada sebelum perkawinan dan bukan setelah perkawinan? Apakah sejak awal perkawinan, anda belum pernah melakukan hubungan seksual dengan istri anda? Apakah anda mempunyai bukti bahwa istri anda sakit secara fisik dan psikis/ mental tersebut? Apakah istri anda memang tidak ‘normal’ kesehariannya, sehingga tidak dapat bekerja dan melakukan tanggungjawabnya yang lain sebagai istri dan sebagai orang dewasa yang normal?
      Sebab jika memang ternyata semuanya negatif, maka mungkin anda mempunyai dasar mengajukan permohonan anulasi, tetapi jika tidak semuanya negatif, maka sebenarnya yang anda butuhkan adalah konseling keluarga/ suami istri. Sebab misalnya halangan dari istri anda itu adalah karena dia merasa tegang, takut atau nervous, dan ini selain memerlukan terapi, juga memerlukan kesabaran anda sebagai suami.

      Mohonlah bimbingan Allah untuk dapat melakukan segala sesuatunya sesuai dengan kehendak-Nya dalam perkawinan anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati – katolisitas.org

  41. Yang terhormat Romo,

    Saya seorang Katholik, saya mempunyai masalah perkawinan. Dulu sebelum menikah dengan saya, istri saya seorang Muslim, setelah berkenalan dan berpacaran dengan saya melalui sebuah proses dia mau ikut saya untuk masuk ke agama Katholik. Setelah melalui pembelajaran agama, kami berdua menikah secara hukum gereja Katholik tahun 1995. Pada waktu itu kami berdua tinggal di Sorong Irian Jaya (Papua) karena orang tua istri saya berdomisili di Sorong IRIAN JAYA.

    Tahun 2000 kami berdua pulang ke Jawa tepatnya di Solo, Jawa Tengah dan menetap sama ibu saya (ayah saya sudah meninggal dunia). Tahun 2001 kami berdua dikaruniai anak perempuan yang manis, rumah tangga kami bahagia saat kehadiran anak yang sudah kami berdua nanti-nantikan selama hampir 7 tahun. Tahun 2006 adalah awal dari hancurnya rumah tangga kami, tiap malam istri saya sering bertelepon dengan seseorang yang kalau ditanya masih keponakannya yang tinggal di Sorong, komunikasi tersebut hampir tiap hari istri saya lakukan, saya tidak menaruh curiga sedikitpun karena istri saya bicara dengan keponakannya sendiri dan saya sendiri pernah sekali bicara sama keponakannya (laki-laki) itu.

    Beberapa bulan kemudian kakak perempuan istri saya memberitahukan pada istri saya kalau ibunya sakit keras di Sorong dan istri saya diharuskan untuk pulang sebentar ke Sorong. Kami berdua membicarakan hal tersebut, sambil melihat perkembangan kesehatan ibu dari istri saya, istri saya mengatakan kalau ibunya sudah sehat dia tidak akan pergi ke Sorong untuk tengok ibunya. Kemudian kakak perempuannya mengabarkan kalau ibunya kesehatannya sudah membaik, tapi kemudian istri saya bilang kalau dia ingin pulang ke Sorong dengan alasan tengok ibunya di Sorong selama 3 bulan, tapi saya mencegah karena ibunya sudah sehat lagi terbentur masalah beaya transport ke Sorong yang mahal, tetapi dia tetep ngotot ingin pulang, dengan sangat terpaksa saya mengijinkan pulang dengan catatan cuma selama 3 bulan dan istri saya menyanggupinya.

    Selama bulan berjalan hubungan kami tetap jalan lewat telepon, tetapi lama kelamaan setelah 3 bulan terakhir istri saya mengatakan kalau dia tidak ingin kembali ke Jawa dan ingin tinggal sama kedua orang tuanya, saya sangat kecewa dan sempat marah, karena dia mempermainkan saya. Bulan-bulan selanjutnya kabar yang sangat mengejutkan bahwa dia ingin menikah lagi dengan keponakannya yang selama ini dia ajak bicara lewat telepon waktu di Jawa, saya kecewa, marah dan menyesal kenapa ini terjadi pada saya.

    Beberapa bulan kemudian saya diberitahu oleh adik dan kakak istri saya kalau istri saya mau menikah dan sudah masuk agama Islam kembali, istri saya menikah bulan April 2007, setelah itu komunikasi kami berdua putus. Tapi adik istri saya tetap komunikasi dengan saya, setelah beberapa tahun kemudian saya dengar dari adiknya kalau suami kakaknya kerja di Manado dan sudah tidak ada kabar beritanya selama 1 tahun.

    Tahun berikutnya mantan istri saya menikah untuk yang ke 3 (tiga) kalinya dan ini berita yang sangat menyakitkan buat saya, begitu mudahnya dia menikah kembali, hingga sekarang ini tidak ada kabar beritanya, baik adiknya beserta keluarganya tak ada kabar berita sama sekali sampai sekarang sudah berjalan hampir 7 (tujuh) tahun. Saya benar-benar kecewa dan merasa sakit merasakan kejadian ini menimpa saya, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan.

    Yang perlu saya tanyakan pada Romo, apakah perkawinan saya ini bisa dibatalkan? Sekarang ini saya sedang menjalin hubungan dengan perempuan yang seiman, mohon petunjuk dan bimbingannya….

    • Shalom Yoseph Jarot,

      Pertama- tama mohon maaf atas jawaban yang terlambat.

      Sejujurnya kasus Anda cukup pelik, justru karena jika sekilas membaca pengakuan Anda, terkesan bahwa perkawinan Anda dengan istri Anda itu sepertinya sudah sah dilakukan. Walaupun istri Anda tadinya muslim, namun ia menjadi Katolik dan menikah dengan Anda, dan rumah tangga Andapun bahagia sampai tahun 2006. Menurut hukum Gereja Katolik, perkawinan yang sudah sah dilaksanakan tidak dapat dibatalkan. Atau dengan kata lain, yang dapat dibatalkan adalah perkawinan yang sejak awalnya sudah tidak memenuhi untuk disebut sebagai perkawinan yang sah.

      Maka dalam hal ini, sesungguhnya Anda-lah yang dapat mengetahui dengan jujur, apakah perkawinan Anda dengan istri Anda itu sudah sah atau belum? Silakan Anda membaca di situs ini tentang ketiga hal yang dapat membatalkan perkawinan: 1) halangan menikah, klik di sini, 2) cacat konsensus dan 3) cacat forma kanonika, tentang kedua hal ini, klik di sini.

      Walaupun memang setiap orang berhak memohon kejelasan atas status perkawinannya dan dengan demikian dapat menulis libellus (surat permohonan pembatalan perkawinan) kepada Tribunal keuskupan, namun jika tidak ada dasar yang kuat maka permohonan tidak dapat dikabulkan. Maka silakan Anda memeriksa terlebih dahulu perkawinan Anda, apakah Anda menemukan adanya cacat/ halangan yang terjadi sebelum atau pada saat perkawinan? Apakah Anda memiliki dasar yang kuat, beserta bukti- bukti dan para saksi yang mendukung fakta tentang halangan dan cacat perkawinan tersebut? Jika ada, silakan Anda menghubungi pastor paroki, untuk membantu Anda menuliskan surat libellus yang ditujukan kepada pihak Tribunal Keuskupan tempat perkawinan diteguhkan atau di keuskupan di mana Anda sekarang berdomisili. Namun jika Anda tidak menemukan dasar yang kuat, bukti maupun saksi, agaknya sulit bagi Anda untuk memperoleh izin pembatalan perkawinan.

      Sesungguhnya sayapun sangat prihatin mendengar kisah Anda, namun saya juga tidak dapat memberikan komentar yang tidak berpadanan dengan ketentuan hukum perkawinan dalam Gereja Katolik. Dalam saat- saat yang sulit ini, mohonlah kekuatan, kesabaran dan kebijaksanaan dari Tuhan, agar Anda dapat mengutamakan perintah dan kehendak Tuhan di atas kehendak Anda sendiri; dan agar Anda dimampukan untuk bertindak sesuai dengan perintah dan kehendak Tuhan. Teriring doa dari kami di katolisitas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  42. Yang terhormat ROMO,

    Romo saya seorang Khatolik, saya mempunyai masalah perkawinan. Istri saya dulunya seorang Muslim, sekarang sudah menjadi Khatolik. Sebab ia menjadi Khatolik adalah suatu hari saya main ke rumahnya (di saat itu saya hanya menganggap dia adik saya bukan lebih). Tiba-tiba banyak orang laki-laki menggrebek rumahnya (termasuk bapaknya). Posisi kami di ruang tamu tidak “melakukan hal apapun”. Mereka pun menyuruh kami untuk menikah. Tapi saya memberi catatan agar dia pindah Khatolik (pemikiran saya waktu itu, tidak mungkin dia pindah agama karena dia seorang guru ngaji). Selang waktu dia datang ke saya, dia bilang saya mau pindah Khatolik. Pertama saya tidak yakin dengan keputusannya karena saya anggap dia masih kecil dan dia mengajak pacaran. Lalu dia saya bimbing agama Khatolik, terus dia ikut ulangan agama. Hari pertama saya antar dan selanjutnya dia berangkat sendiri. Dia dibaptis dan selang waktu berjalan kami menikah di gereja Khatolik. Di perjalanan perkawinan kami ini memang kami bahagia. Tetapi dari waktu ke waktu istri saya sering pergi 1 bulan tidak pulang, ijinnya ke tempat ini tapi kenyataan ke tempat lain. Saya sering sabar menghadapi itu. Dan di saat itu masih mengenal HT di situlah mulai muncul masalah yang sangat menyakitkan bagi saya, dia selingkuh lewat kopi udara dan terus waktu berjalan dia mulai kopi darat bertemu dengan selingkuhannya. Saya selalu bersabar dan bersabar menghadapi semua itu. Dia sering kasar sama saya. Suatu saat dia pergi alasan ke Jakarta di tengah perjalanan dia mengenal seorang pria dan mengajaknya kerja di Malaysia, dia mau dan pergi meninggalkan saya dengan laki-laki itu. Sebelum kepergiannya memang dia minta cerai tapi saya tidak mau sampai saya mendatangkan uskup dan tidak berhasil. Waktu dia di Malaysia dia sering mengatakan kalau saya disuruh istri lagi. Saya benar-benar hancur waktu itu. Saya tidak ke gereja selama berbulan-bulan. Apakah perkawinan ini bisa dibatalkan? Sekarang saya sudah mengenal seorang perempuan yang Khatolik. Mohon bimbingannya…

    • Sdr. Antonius,

      Banyak orang Katolik sekarang ini yang “kurang dapat membedakan” antara anulasi (atau pembatalan sebuah perkawinan) dengan perceraian. Tidak jarang pasutri Katolik yang bermasalah dan ingin mengakhiri perkawinan mereka, mengatakan, “kalau di Gereja Katolik tidak boleh cerai, ya sudah….kami minta anulasi saja…”

      Pembatalan atas sebuah perkawinan dilakukan oleh Gereja Katolik (melalui Tribunal) karena menemukan bahwa perkawinan itu terhalang keabsahannya. Jika “perkawinan” yang tidak sah itu tidak dianulasi/dibatalkan, maka konsekuensinya pasutri yang bersangkutan hidup dalam kedosaan. Jadi pembatalan perkawinan tidak dilakukan karena alasan-alasan seperti sudah tidak cocok lagi, karena salah satunya tidak setia, dan sejenisnya. Sdr. Antonius mengatakan bahwa beberapa waktu setelah perkawinan, anda berdua merasakan kebahagiaan… baru kemudian tidak bahagia karena istri anda tidak setia (melakukan perselingkuhan). Sekilas dari cerita anda, saya menangkap bahwa pada akhirnya perkawinan anda dilakukan atas dasar saling mencintai, walaupun sebelumnya pernah digrebek dan dipaksa untuk menikah. Maka persoalan yang harus anda atasi adalah perselingkuhan istri anda itu dan tugas kewajiban anda menyelamatkan perkawinan anda, yang juga menyelamatkan istri anda dari perselingkuhan itu. Cerai bukanlah penyelesaian masalah, tetapi mengganti masalah.

      Semoga jawaban singkat ini membantu sdr. Antonius untuk berfikir lebih jernih atas persoalan yang terjadi saat ini. Jangan lupa berdoalah untuk meminta penerangan Roh Kudus agar anda dapat menyelesaikan permasalahan ini. Tuhan selalu menyertai dan memberkati.

      In amore Sacrae Familiae
      Agung P. MSF

      • Terimakasih Romo atas penjelasannya, tapi sekarang ini dia sudah pindah Islam lagi dan mau menikah dengan selingkuhannya itu. Bagaimana saya hadapi ini?

        [Dari Katolisitas: Pesan ini digabungkan]

        Malam Romo, kalau dulu dia tak mau menjadi Khatolik, tidak mungkin ada perkawinan, tapi saya akui dulu saya terlalu idealis, merasa bangga kalau bisa mengkhatolikan orang, apalagi dia guru ngaji, jadi ini masalah agama bukan cinta, dan setelah dia setiap saat selalu bilang mau kembali Islam lagi, saya baru sadar ada yang salah pada perkawinan saya, dan cara dia biar lepas dari saya adalah dengan melukai hati saya, satu kali saya dilukai saya semakin kuat berdoa pada Tuhan Yesus, karena saya anggap ini salib saya, saya sudah berani membuat dia jadi Khatolik jadi perlakuan apapun saya terima sebagai salib dan terus saya sabari dan beri pengertian, dua kali, tiga kali tetap saya sabar, tapi setelah dia pergi ke Malaysia dengan ” teman dekatnya”, dan dia bilang sudah nikah siri di sana, dan kalau masih mau dengan dia, saya harus gantian jadi Muslim, saya sadari ini batasan saya sebagai laki – laki dan orang Khatolik, akhirnya dia saya lepaskan dan saya mengurus ke pengadilan untuk cerai secara sipil sesuai anjuran seorang romo, tapi sampai saat ini semua menjadi semakin berat buat saya, bagi saya gereja adalah lembaga yang terlalu suci dan terlalu lambat untuk melayani. Mungkin dulu lebih baik saya jadi Muslim, habis perkara, semoga Gereja bisa lebih perduli pada orang orang kotor seperti saya, sehingga merasa punya pegangan, kenyataan di lapangan lebih kejam bagi muda mudi Khatolik, mohon petunjuk lebih lanjut.

        • Sdr. Antonius,

          Memang banyak orang yang mengatakan bahwa Gereja lambat, tidak manusiawi dan tidak peduli dengan orang-orang yang bermasalah dalam perkawinan.

          Yang perlu anda ketahui adalah bahwa Gereja hanya ingin menegaskan perkawinan itu bukan seperti mainan yang bisa dihentikan kapan saja ketika orang sudah tidak suka atau terganggu olehnya. Orang harus menyadari bahwa perkawinan bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis, sosial dan dimensi kehidupan manusia saja, tetapi juga ada tugas perutusan. Saya rasa kekecewaan anda pada Gereja, sampai-sampai anda mengatakan lebih baik dulu pindah agama, itu terlalu berlebihan.

          Semoga anda mau rendah hati mohon penerangan Roh Allah, agar kemarahan dan kekecewaan anda pada Gereja tidak berlarut-larut dan berkepanjangan. Pasti Tuhan akan melimpahkan rahmat-Nya, tetapi tergantung anda sendiri…apakah mau menerimanya atau tidak.

          In amore Sacrae Familiae
          Agung P. MSF

          Tambahan dari Ingrid:

          Shalom Antonius,

          Apakah anda masih berkomunikasi dengan istri anda itu? Di mana istri anda sekarang, di sini atau di Malaysia? Sebab nampaknya anda perlu berdialog dengannya untuk membicarakan masalah perkawinan anda. Sejujurnya informasi yang anda berikan kepada kami pun nampak sepotong- sepotong dan tidak lengkap dari awal, sehingga menyulitkan kami untuk memberi masukan. Di surat pertama anda katakan anda pernah mengecap suasana bahagia dalam perkawinan anda, namun kemudian istri anda selingkuh. Walau sepertinya dia yang bersalah, namun pernahkah anda memeriksa diri adakah andil anda dalam hal ini, yang membuatnya berpaling dari anda, padahal awalnya kehidupan perkawinan anda berdua bahagia? Maka tanggapan Romo Agung adalah agar anda berusaha mencari caranya agar istri anda dapat menghentikan perselingkuhannya dan kembali kepada anda, dan silakan mengusahakan kembali kebahagiaan bersama yang sudah pernah terwujud di awal-awal perkawinan anda.

          Namun kemudian, di surat kedua, anda katakan ternyata anda sudah mengurus surat perceraian. Walau surat perceraian sipil tidak mempengaruhi status ikatan perkawinan Gereja Katolik, namun hal itu secara tidak langsung sangat berpengaruh pada proses dialog untuk mencari jalan temu kembali antara anda dan istri anda. Namun demikian, surat cerai pengadilan sekalipun, tidak dapat menghalangi proses rekonsiliasi, dan nampaknya inilah yang perlu anda usahakan, jika anda ingin menyelamatkan perkawinan anda. Seharusnya usaha rekonsiliasi inilah yang harus dilakukan dengan sehabis- habisnya, dan baru kalau tidak berhasil dan jalan sudah tertutup, misalnya istri anda sudah menikah lagi dengan orang lain dan tidak mau berpisah dengannya, baru terpaksa, nampaknya anda harus menerima kenyataan bahwa anda dan dia tidak dapat bersama- sama lagi. Saya tidak tahu selama ini, sejauh manakah usaha yang sudah dilakukan untuk rekonsiliasi? Sudahkah melibatkan sahabat/ kerabat/ rekan separoki yang juga prihatin akan kehidupan perkawinan anda? Sebab mungkin masukan dari orang-orang yang dikenal dekat oleh istri anda akan lebih kuat pengaruhnya daripada anda mengundang seorang uskup.

          Nampaknya anda membutuhkan bantuan konseling; mungkin baik jika anda bertemu dengan konselor keluarga di paroki. Walau memang sekarang nampaknya keadaan sudah sangat ruwet, tetapi justru karena anda pernah mengalami saat-saat bahagia dengan istri anda itu, maka menjadi agak sulit menemukan dasar bahwa perkawinan anda tidak sah sejak awal dan karena itu dapat dibatalkan. Sebab perkawinan tersebut, walau awalnya sangat unik, tetapi melibatkan konsensus anda yang nampaknya dibuat dalam keadaan bebas dan jika demikian nampaknya tidak cacat. Kecuali bahwa anda waktu itu sangat terpaksa, ada ancaman yang membahayakan nyawa jika anda menolak, atau anda sesungguhnya tidak cinta kepadanya. Namun pernyataan yang terakhir ini jadi bertentangan dengan pernyataan anda sendiri yang mengatakan bahwa anda pernah bahagia bersamanya; apalagi jika sudah ada anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan anda itu.

          Maka mohon dimengerti bahwa tidak semudah itu meminta pembatalan perkawinan. Dalam kasus anda, nampaknya, harus dibuktikan dahulu bahwa anda memasuki perkawinan dalam keadaaan ‘tertipu’/ ditipu, bahwa ia sesungguhnya dari dahulu tidak ingin menjadi Katolik dan hanya menjadi Katolik untuk menipu anda, dan anda harus mempunyai saksi- saksinya. Jika anda memang mensyaratkan dia harus Katolik dan hanya jika ia Katolik saja anda mau menikah dengannya, adakah saksinya? Jika anda diancam kalau menolak kawin, adakah saksinya? Jika tidak ada saksi yang dapat diminta kesaksiannya dan buktinya, maka anda tidak mempunyai dasar yang kuat untuk membatalkan perkawinan anda. Dalam kondisi yang sulit ini, gunakan waktu yang ada untuk merefleksikan diri anda, dan mohon petunjuk Tuhan untuk melangkah selanjutnya. Jangan pernah berputus asa, sebab Tuhan selalu menyertai. Jangan karena kesulitan ini anda malah urung berdoa dan menjauh dari kegiatan ibadah di Gereja. Justru anda harus mengandalkan doa dan rahmat Allah dalam sakramen-sakramen supaya anda dikuatkan dan dapat dipimpin oleh Roh Kudus untuk memutuskan dan melakukan segala sesuatunya sesuai dengan kehendak Tuhan.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

  43. Romo Wanta,

    Apakah seseorang yang bukan Katolik dan pernah menikah juga bukan dengan orang Katolik dan diberkati bukan dalam Sakramen Pernikahan Katolik lalu bereka bercerai, dan si pria hendak menikah lagi dengan wanita Katolik, apakah dia harus mengikuti sidang Tribunal untuk proses perceraian gerejawi atas pernikahannya sebelumnya?

    Ini yang sedang dihadapi sahabat saya. Yang sedang kami hadapi sekarang (1 bulan sebelum hari “H”) ada perbedaan pendapat dari beberapa romo yang kami temui, beberapa dari mereka mengatakan harus mengajukan pembatalan ke Tribunal Gereja Katolik dan sebagian mengatakan tidak perlu, karena si pria bukan Katolik dan pernikahan sebelumnya tidak secara Katolik. Romo yg memberi mereka KPP pun yakin proses pernikahan mereka bisa dilanjutkan, tetapi terbentur perngurusan dari paroki asal karena romo di paroki tersebut berpendapat kasus ini harus masuk Tribunal dulu.

    Mohon pencerahannya Romo, karena kami sedang terombang ambing.

    Si pria adalah polisi, surat cerai dikeluarkan oleh kedinasannya, dan mantan istri juga sudah membuat pernyataan tertulis bahwa mereka sudah bercerai.

    Terima kasih

    • Yasinta Ajeng Yth

      Proses pembatalan perkawinan berlaku untuk orang Katolik yang meneguhkan perkawinannya. Orang yang bukan Katolik karena pekawinan dengan orang Katolik terkena aturan secara Katolik. Maka pemutusan perkawinan sebelumnya dengan orang Katolik harus dilakukan di Tribunal.

      Perkawinan yang tidak dilakukan di Gereja Katolik oleh orang bukan Katolik, diakui oleh Gereja Katolik. Karena perkawinan mereka itu sah, misalnya perkawinan di KUA. Jika kemudian dia cerai dan mau menikah dengan orang Katolik, maka ikatan perkawinan di KUA tadi harus diputuskan oleh uskup melalui Tribunal perkawinan. Pihak non Katolik harus diinterogasi oleh pihak Tribunal apakah tahu dengan baik perkawinan Gereja Katolik. Mengapa terjadi perceraian di dalam perkawinan pertama dsbnya? Karena jangan sampai gagal kembali jika mendapat kemurahan untuk menikah kembali dengan seorang Katolik. Jadi memang harus lewat Tribunal, bisa proses biasa yakni peradilan biasa/hukum acara. Mengapa demikian, alasannya adalah karena dia menikah dengan orang Katolik.

      Salam
      Rm Wanta

  44. Mengapa disebut Pembatalan? Mengapa bukan perpisahan atau perceraian saja? Pertimbangannya: Jika disebut Pembatalan, bagaimana dengan anak yang sudah lahir dari perkawinan tsb? Anak tsb lahir dari perkawinan yang sah dan dengan cinta, bukan anak haram. Jika dibatalkan, bukankah seolah-olah anak terlahir dari suatu perkawinan yang tidak sah. Mohon tanggapan, Romo…

    • Ina Yth,
       
      Disebut pembatalan karena apa yang telah dilakukan tidak sah. Anak bukan anak haram, tetap diakui sebagai anak dari kedua orang tua mereka. Ketidaksahan perkawinan itu bisa disembuhkan, diperbaiki, jadi tetap sah kalau kedua pihak atau salah satu pihak menyadarinya. Dalam hal ini, pasangan dapat datang ke romo paroki dan mohon agar dapat diadakan konvalidasi perkawinan.
      Perlu juga diketahui bahwa Gereja Katolik memiliki kewenangan memutuskan ikatan perkawinan karena demi iman dan jika memang terbukti tidak ada keabsahan dari perkawinan yang telah yang dilakukan, misalnya karena cacat konsensus. Namun, dalam kondisi umum, seluruh perkawinan itu diandaikan sah kecuali dapat dibuktikan kebalikannya, yang menunjukkan bahwa perkawinan tidak sah sejak awal mula. Yang membuat sah perkawinan adalah konsensus kedua belah pihak. Jika perkawinan sudah sah, maka jika sekalipun terjadi perpisahan, maka itu bukan merupakan perceraian, namun hanya pisah ranjang; di mana ikatan perkawinan masih utuh tidak terputuskan.
       
      Salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Ina,

      Gereja Katolik mengajarkan bahwa perkawinan yang sudah sah di hadapan Tuhan tidak dapat diceraikan oleh manusia (lih. Mat 19: 6). Namun ada kalanya memang perkawinan diadakan padahal tidak memenuhi syarat untuk dapat dikatakan sebagai perkawinan yang sah di hadapan Tuhan. Ada tiga hal yang membatalkan perkawinan, yaitu: 1) adanya halangan menikah, silakan klik 2) cacat konsensus; 3) cacat forma kanonika, silakan klik.
      Jika hal ini terjadi dalam suatu perkawinan (dan terjadinya sebelum atau pada saat perkawinan diteguhkan), maka salah satu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan kepada pihak keuskupan tempat di mana perkawinan diteguhkan. Pihak Tribunal keuskupan nanti akan memeriksa berdasarkan bukti- bukti dan kesaksian dari para saksi, apakah memang perkawinan tersebut sah atau tidak sejak awalnya. Hanya jika telah ditemukan buktinya, baru perkawinan dapat dikatakan tidak sah, sehingga ikatannya dapat dibatalkan. Jika sudah ada anak/ keturunan dari perkawinan itu, anak tersebut tetap diakui sebagai anak pasangan tersebut, sebab dalam hal ini yang berlaku adalah hukum kodrat, yaitu anak itu lahir dari pasangan tersebut. Gereja mengakui keberadaan anak tersebut sebagaimana hukum sipil juga mengakui mereka sebagai anak dari pasangan itu. Jika anak- anak tersebut dibaptis, Gereja Katolik juga dapat membaptisnya, asalkan salah satu pihak orang tua dan orang tua baptisnya bersedia menjamin pendidikan anak tersebut secara Katolik. Setelah mereka dibaptis, anak- anak tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan umat lainnya; jadi Gereja tidak membedakan mereka atau menganggap mereka sebagai ‘anak haram’. Demikianlah tambahan dari saya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati – katolisitas.org

  45. Saya dan suami menikah tahun 2005 dengan sakramen, saya belum memiliki keturunan. Dari dulu awal pernikahan suami saya berulang kali selingkuh, tapi sudah saya maafkan. Dan 2 tahun terakhir ini suami saya juga selingkuh dengan beberapa wanita, bahkan suami saya punya anak dari wanita-wanita itu. Secara sipil kami sudah bercerai pada bulan Juli kemarin. Yang ingin saya tanyakan apakah pernikahan saya bisa dibatalkan, mengingat saya sudah tidak bisa hidup dengan dia lagi. Untuk catatan kami pacaran cuma 1 tahun dan ketemu cuma 1,5 bulan sekali. Dan dulu suami yang minta cepat-cepat menikah. Belakangan saya tau dia cuma ingin numpang hidup, bahkan gaji dia juga saya tidak tau dan hanya menafkahi saya sedikit.

    • Indah Yth

      Persoalan anda bisa dianulasi atau tidak tergantung pada pokok anulasi yang diajukan kepada Tribunal Gereja dan bukti-bukti yang menyertai perkara yang diajukan. Saya tidak bisa menjawab bisa atau tidak karena hakim di tribunal yang berwenang berhak memutuskannya setelah memulai proses penerimaan permohonan anulasi dari anda.

      Silakan membuat libellus ke tribunal dimana anda diteguhkan perkawinan atau dimana anda berdomisili.

      salam
      Rm Wanta

  46. Yang terhormat Romo

    Saya mau menanyakan kasus perceraian seorang teman saya…demikian;
    Pasangan pihak suami dari gereja non-Katolik, pihak isteri dari gereja Katolik. Keduanya terbaptis secara sah di gerejanya masing2. Karena sesuatu hal pemberkatan nikahnya dilakukan di sebuah gereja non Katolik. Pelaksanaan pemberkatan nikah tsb oleh pihak Katolik tanpa melaporkannya kepada gereja Katolik setempat, sehingga pemberkatan nikahnya tidak dihadiri oleh Romo seorangpun. Perkawinan yg hanya berjalan 3 tahun itu akhirnya mereka berpisah, dengan kesepakatan bercerai….

    Pertanyaan saya, jika pihak perempuan berniat menikah lagi apakah masih termasuk dalam ‘status bebas’ berdasarkan Hukum Kanonik gereja (?) tanpa diperlukan proses anulasi ke Tribunal ? Menurut pengakuan teman saya ini bahwa, sudah pernah berkonsultasi dengan pihak gereja paroki dan juga telah mendapat kepastian bahwa; perkawinan ke-2 diizinkan (karena tidak ada dasar Kanon-nya), serta pernikahan ke-2 hanya boleh dilakukan dengan calon pasangan yang beragama Katolik dengan pemberkatan yang dilakukan di gereja Katolik. Mohon pencerahannya Romo

    Terima kasih,
    Felix Sugiharto

    • Felix Sugiharto Yth

      Perkawinan yang anda ceritakan secara yuridis tidak sah kanonik karena diteguhkan bukan di depan Imam Katolik (GK) maka cacat forma canonica. Namun demikian perkawinan mereka itu adalah sah secara sipil. GK menghormati ikatan sipil tsb, dengan itu sudah ada ikatan perkawinan. Maka dia tidak memiliki status bebas. Perkawinan kedua harus ada keputusan tentang ikatan perkawinan yang terdahulu melalui proses administratif dokumental maupun proses anulasi biasa. Dari apa yang anda ceritakan kiranya bisa melalui proses dokumental untuk perkara tsb. Silakan menghubungi tribunal dimana mereka diteguhkan perkawinannya. Jika di kemudian hari keputusan ikatan perkawinan terdahulu dikabulkan maka perkawinan baru tidak boleh gagal.

      salam
      Rm Wanta

  47. Dengan hormat Tim Katolisitas,

    Terus terang dengan membaca topik Pembatalan Perkawinan di atas, saya agak kecewa dengan ajaran Gereja Katolik tentang perceraian, walaupun tidak menggunakan kata ‘cerai’ tetapi kata pembatalan/Tribunal, akan tetapi pada hakekatnya memisahkan/membatalkan perkawinan dengan mencari-cari alasan sehingga bisa batal/pisah dengan surat pembatalan dan serta mensahkan perpisahan.

    Pengetahuan saya selama ini dalam hal ini GK dengan harga mati walau apapun yang terjadi Perkawinan Katolik tetap tidak terpisahkan walau apa yang terjadi sudah menjadi resiko pasangan suami istri menikah di GK beserta dengan kekurangan dan kelebihan pasangannya, itu yang membuat saya bangga sebagai seorang Katolik, tapi ternyata menurut hukum gereja perpisahan/pembatalan masih dapat dilakukan, kalau begitu di kemudian hari banyak orang akan mencari-cari kesalahan pasangannya demi untuk berpisah dan membatalkan perkawinannya. Mohon tanggapannya dan beberapa pertanyaan sebagai berikut :
    1. Apa dasar Alkitabnya sehingga ada Tribunal
    2. Apa dasar Alkitabnya sehingga ada pembatalan perkawinan, setahu saya di Alkitab tidak mentolerir adanya perpisahan ataupun ajaran pembatalan perkawinan.

    Saya seorang Katolik. Setelah saya mengerti tentang Hukum Perkawinan GK yang bisa “terbatalkan”/”terpisahkan” saya kecewa karena yang saya banggakan selama ini tentang Perkawinan Katolik ternyata jauh dari yang saya pikirkan selama ini, bahwa perkawinan dengan segala resiko apapun tidak dapat terpisahkan, tapi ternyata tidak seperti itu. Terimakasih dan mohon tanggapannya.

    • Endy Yth

      Saya akan menjelaskan secara sederhana saja: dalam permainan sepak bola dikenal istilah offside. Seseorang yang dengan sengaja berdiri dan mendapatkan bola secara tidak fair karena mencuri posisi dan waktu lebih dulu dari pemain belakang lawan dia kena hukuman yaitu offside meskipun dia telah melakukan tendangan yang menghasilkan goal sehingga semua orang dan pemain melompat kegirangan. Tindakannya dianulir dan tidak sah karena offside meskipun terjadi goal.

      Dalam perkawinan bisa terjadi orang melakukan tindakan penipuan, bohong tidak jujur, menipu, mencuri hati pasangan hanya untuk dapat menikahi tapi sebenarnya tidak, dia telah memiliki intensi tersembunyi yang tidak diketahui oleh siapapun. Teks KS: Jangan bersumpah atas nama Allah untuk kesepakatan janji perkawinan, namun dia berbohong (Mat.5:33). Meski perkawinan berjalan dengan meriah dan setelah beberapa bulan atau tahun ternyata dia menipu sudah pernah menikah dengan orang lain sebelum perkawinan terjadi dan diketahui pasangannya keluarganya, maka apa yang dilakukan janji perkawinan di depan imam dan saksi serta umat sekalian dapat dianulir-dibatalkan, karena sebelum perkawinan dia telah menikah. Kesepakatan cacat karena didasarkan pada penipuan.

      Nah demikianlah perkawinan GK dapat dianulir kalau ada cacat dalam konsensus dan sudah ada sebelum perkawinan berlangsung. Semoga dapat dipahami.

      Salam
      Rm Wanta

  48. Shalom Romo,

    Saya ingin menanyakan apabila sepasang kekasih yang belum diikat oleh sebuah perkawinan, tinggal bersama merupakan dosa? Karena jarak yang berjauhan, maka kami tinggal satu rumah untuk lebih kenal satu sama lain. Kami mengikuti hidup Katolik, dan menghindari persetubuhan hingga saatnya dipersatukan oleh Tuhan.
    Namun belakangan saya ragu, apakah kami sudah menjalani kehidupan ini sesuai dengan-Nya?
    Mohon arahannya Romo. Terimakasih.

    • Caecilia Yth

      Pada umumnya orang yang serumah sekamar diandaikan terjadi hubungan intim. Maka supaya jangan ada tuduhan negatif dari orang lain dan tetangga, sebaiknya tidak serumah atau sekost. Lebih baik lain rumah, tapi masih satu kota. Mengenal pasangan tidak perlu serumah, malah nanti tidak ada sesuatu yang mengejutkan, melainkan menjadi rutin dan bosan. Belum menikah sudah bosan, gawat khan.
      Menurut saya tidak baik dan tidak sesuai dengan kehendak-Nya.

      Salam
      Rm Wanta

  49. Yang terhormat romo,

    Saya menikah 1992, menikah secara katolik. Istri dari kel katolik. Saya mempunya 1 orang anak.
    Selama perkawinan saya ini, saya bertahan terus karena saya memikirkan anak. Tetapi disatu sisi , saya merasa tertekan karena tidak ada kebahagiaan dalam rumah tangga saya.
    Saya sabar sambil membesarkan anak saya, hingga kini sudah dewasa, dan menurut saya sudah bisa mengurus diri nya.

    Masalah saya, adalah kira2 3 thn setelah perkawinan saya, saya tahu kalo istri saya melakukan hubungan sedarah dengan kakaknya. Juga untuk menutupi perbuatannya itu, dia melakukan berbagai selingkuhan. Disamping itu juga, dengan berbagi cara, agar saya tidak dapat berbuat apa2 itu antara lain : menghabiskan semua harta yang saya peroleh, , juga dengan berbagai cara dilakukan agar diri saya hancur.

    Terus terang saya tahu , itu semua, saya diamkan saja karena saya memikirkan anak saya masih kecil, dan perlu pertumbuhan dan bimbingan yang baik sebagai anak.

    Sekarang anak saya sudah dewasa umur 17 tahun dan saya akan menuntut cerai dari istri saya. Bagaimana caranya , agar saya bisa mendapatkan surat cerai secara katolik dan diakui oleh pihak gereja katolik secara sah/resmi ?

    Saya mohon petunjuk dari Romo, terima kasih.

    Hormat saya,

    Otto Bachtiar Tanzil

    • Otto Bachtiar Yth
       
      Semua perkara bisa diadukan di Tribunal keuskupan. Nanti yang memproses adalah para hakim Tribunal, apakah permohonan itu layak dan dapat diajukan atau tidak. Oleh karena itu, silakan menulis surat libellus untuk perkara anda. Perihal kapan dipanggil tergantung dari tribunal yang bersangkutan. Lebih baik surat libellus diberikan langsung tanpa pos atau pos tercatat, sehingga ada bukti bahwa surat itu sudah dikirim dan diterima. Jika hal ini tidak bisa dilakukan, silakan menelpon sekretariat tribunal dimana anda berdomisili. Pada umumnya 2 minggu setelah surat libellus masuk, permohonan bisa diproses dan Tribunal akan memanggil pihak yang berperkara.
       
      salam

      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Otto Bachtiar,

      Pertama- tama, silakan anda renungkan kembali, apakah memang benar bahwa perkawinan anda tidak dapat dipertahankan lagi. Sebab biar bagaimanapun, perpisahan orang tua tetap akan berpengaruh buruk pada anak secara kejiwaan, walaupun anak sudah beranjak remaja. Apakah anda pernah merenungkan mengapa istri anda berbuat demikian terhadap anda; apakah kiranya juga ada ‘kesalahan’ dari pihak anda? Apakah anda sudah pernah mengikuti konseling keluarga?

      Selanjutnya perlu anda pahami terlebih dahulu bahwa Gereja Katolik selalu menganjurkan rekonsiliasi antara suami istri dan Gereja Katolik tidak mengenal perceraian. Yang ada adalah pembatalan, namun agar sebuah perkawinan dapat dinyatakan batal, harus dibuktikan terlebih dahulu apakah di perkawinan tersebut terjadi tiga hal yang dapat membatalkan perkawinan, seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu: 1) adanya halangan menikah, (untuk membaca apa saja yang termasuk halangan menikah, klik di sini); 2) cacat kesepakatan perkawinan (cacat konsensus) dan; 3) cacat forma kanonika (silakan klik di sini).

      Nah untuk kasus anda, silakan anda cari akarnya, apakah misalnya ada cacat konsensus, misalnya istri anda sakit kejiwaan/ psikis sehingga ia dapat berhubungan seksual dengan kakak kandungnya sendiri, atau bahkan berhubungan dengan banyak laki- laki lain. Apakah anda dapat membuktikan hal ini, misalnya dari keterangan saksi, dan jika memungkinkan dari psikolog/ psikiater yang menangani istri anda. Jika memang ada bukti- bukti dan para saksinya, maka anda dapat mengajukan surat libellus, yaitu permohonan pembatalan perkawinan ke pihak Tribunal keuskupan di mana perkawinan diteguhkan, atau keuskupan di mana anda sekarang berdomisili. Baik jika anda mendiskusikannya dengan pastor paroki anda pada saat anda menuliskan libellus tersebut, agar beliau mengetahuinya. Selanjutnya, sesudah surat libellus itu diterima oleh pihak Tribunal, maka pihak Tribunal akan memeriksa apakah kasus anda layak diproses (ada dasarnya, para saksi dan bukti- bukti); dan jika ya, nanti pihak Tribunal akan memanggil anda. Proses berikutnya adalah pemeriksaan Tribunal, dan jika ditemukan bukti- bukti dan keterangan saksi yang mendukung permohonan anda, maka permohonan anda dapat dikabulkan. Bawalah pergumulan anda ini dalam doa, semoga anda dapat memperoleh keadilan, namun juga diberi hati yang tulus untuk mengampuni, dan Tuhan memberi kekuatan kepada anda, untuk menerima apapun keputusan Tribunal.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  50. saya punya pengalaman menjadi saksi pada perkawinan teman dimana teman tersebut kawin secara katolik, saat ini di ambang perceraian tetapi belum resmi (masih dalam proses pengadilan), saya sendiri bertanya-tanya koq bisa ya orang katolik cerai melalui pengadilan?
    nah saat ini si teman tersebut menjalin kasih dengan perempuan lain dan berniat untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Beliau menunjuk saya menjadi saksi di gereja protestan. saya pun menolak apapun itu alasannya walaupun konsekwensinya tentu akan memusuhi saya. tapi saya berpikir lebih baik saya di musuhi daripada saya memberi kesaksian lagi di gereja protestan. mohon teman-teman bisa memberikan saya pendapat, saya juga bingung.
    apakah kalau saya melakukan ini termasuk dosa berat?
    trims sebelumnya

    • Gunawan Yth

      Perceraian sipil tidak diakui oleh Gereja sebagai putusnya ikatan perkawinan Gereja. Perceraian itu hanya perpisahan karena itu perkawinan mereka kalau sah kanonik maka tetap eksis atau ada sebelum lembaga Gereja menetapkan secara resmi bahwa perkawinannya dibatalkan. Anda berhak tidak bersedia menjadi saksi perkawinan tidak juga berdosa.

      salam
      Rm wanta

  51. Selamat siang Romo,

    Mohon pendapat Romo untuk pasangan yang menikah secara katolik kemudian bercerai (annulment). Dan saat ini sudah keluar surat pernyataan pembatalan pernikahan.
    Pertanyaan saya adalah:
    Apabila saya ingin menikah kembali secara katolik, apakah berarti zinah?

    Mohon pencerahannya Romo, karena saat ini hati saya gundah karena pertanyaan tersebut.
    Terimakasih Romo.

    • Shalom Caecilia,

      Mohon dipahami, Gereja Katolik tidak mengenal perceraian. Maka annulment/ pembatalan perkawinan itu BUKAN perceraian. Pembatalan perkawinan dapat diberikan oleh pihak Tribunal perkawinan karena setelah diperiksa/ dipelajari ditemukan bukti- bukti bahwa perkawinan tersebut tidak sah sejak awal mula. Seperti halnya dalam sepak bola, pemain yang mencetak gol sebelumnya berada di posisi off-set. Sehingga walau terjadi gol, namun golnya tidak sah. Demikian juga dengan perkawinan. Tentang halangan menikah dan cacat konsensus yang membatalkan perkawinan, silakan klik di sini dan di sini.

      Maka jika benar Tribunal sudah mengabulkan permohonan pembatalan perkawinan, dan sudah ada surat pernyataannya, maka artinya pihak otoritas Gereja sudah mengakui bahwa perkawinan tersebut sudah dinyatakan tidak sah, dan karena itu ikatannya dibatalkan. Sesudah menerima surat ini, maka kedua belah pihak dinyatakan bebas dari ikatan terdahulu. Jika di kemudian hari mereka masing- masing memutuskan untuk menikah (dengan pasangannya yang lain) di Gereja Katolik, maka Gereja Katolik dapat memberkatinya, dan perkawinan inilah yang dianggap sah oleh Gereja Katolik. Karena sah, maka mereka tidak berzinah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  52. sore Romo. kami nikah dan beragama katolik. dulu saya bekerja dan sekarang saya kluar kerja karna jauh di papua. dan udah lama saya tidak menafkahi istri dan anak saya, tapi saya berusaha skuat tenaga untuk bekerja dan mendapatkan uang untuk menghidupi istri dan anak, namun istri mau nya pingin pembatalan perkawinan aja. serius Romo saya udah berjuang skuat tenaga saya, tapi kan Tuhan belum kasih rejeki ya saya belum dapat kerja, sampe sekarang pun saya trus gigih mencari pekerjaan,sampe saya sakit sakitan Romo.sejak saya puang istri saya jadi dingin Romo,slalu diem,sekali bicara langsung jutek jadi sekarang apa yang semestinya saya lakukan romo?

    • Shalom Guntur,

      Sepertinya anda dan istri anda membutuhkan konseling. Sejujurnya, anda perlu memeriksa diri sendiri, apakah usaha yang anda lakukan selama ini untuk mencari pekerjaan sudah maksimal. Sudah berapa lama anda tidak menafkahi istri dan anak anda? Apakah selama ini anda berkomunikasi dengan istri anda? Ataukah selama anda jauh di Papua anda tidak berkomunikasi dengan istri?

      Ada banyak hal yang tidak anda sebutkan di sini, sehingga sulit bagi kami untuk memberi masukan. Silakan menghubungi seksi kerasulan keluarga di paroki anda, atau mungkin dapat menghubungi Seksi Sosial Paroki untuk melihat apakah ada informasi tentang lowongan pekerjaan di sana. Mohonlah bantuan kepada sesama umat di paroki, siapa tahu ada yang membutuhkan tenaga kerja. Simaklah juga iklan di surat kabar, semoga anda dapat menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan anda.

      Di atas semua itu, janganlah lupa untuk berdoa, berdoa dan berdoa. Silakan berdoa novena. Mohonlah kepada Tuhan untuk berbelas kasihan kepada anda. Adalah baik jika anda bisa mengajak istri untuk berdoa bersama anda, semoga dengan demikian ia tidak marah lagi, dan melihat ketulusan dan perjuangan anda yang keras untuk mencari pekerjaan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • saya di Jogja Bu Ingrid, sudah 1 tahun lebih saya tidak menafkahi istri dan anak,karna waktu itu memang saya dalam perkara berat,saya tidak mau menyalahkan siapa siapa biarlah saya aja yg merasakannya.slama itu pula saya jarang berkomunikasi dengan istri. saya orangnya emosional,egois, tapi saya bertobat saya mau berubah untuk dapat mempertahankan perkawinan kami.
        Bu Ingrid apakah Tuhan masih mau menerima orang pendosa seperti saya ya…..?
        klao seksi sosial Paroki di Jogja no telpnya berapa ya Bu Ingrid? saya hanya yakin Tuhan masih mau memaafkan sgala dosa saya shingga tetap diberkahinya keluarga kecil saya untuk memuliakan NamaNya slamanya. Apakah ada diantara Umat yang konseling ada yang butuh tenaga kerja ya Bu Inggrid. [Dari Katolisitas: no. hp anda kami edit]

        • Shalom Guntur,
          Nampaknya anda perlu melakukan usaha sedikit untuk mengetahui anda itu tinggal di paroki apa, dan di mana alamatnya, dan saya percaya anda akan dapat menemukan no. telponnya, juga no, telpon seksi sosial paroki. Temuilah pastor paroki anda, dan mengaku dosalah dalam sakramen tobat. Tunjukkanlah niat anda yang lebih sungguh untuk berubah menjadi lebih rajin, lebih serius dalam mencari pekerjaan. Tuhan kita maha pengampun, namun kita juga harus sungguh bertobat dan mau mengubah diri, agar bisa terlepas dari ikatan dosa. Semoga nanti akan ada jalan keluar bagi masalah anda.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

  53. Syallom Bu Ingrid dan Pak Stef’
    Selamat Paskah ..semoga damai Paskah selalu beserta kita..

    Saya ingin bertanya,
    1.Tentang hak Perkawinan orang yang terlambat pikiran( setengah down syndrome), apakah di dalam hukum Gereja ada peraturan khusus tentang hal itu?
    2.Apakah bisa diizinkan atau ada semacam pendampingan dalam mempersiapkan perkawinan dalam kondisi tersebut?
    3.Apa ada syarat khusus dalam hal tersebut di atas, semacam syarat minimal kondisi mental orang yang akan melakukan perkawinan?
    Mohon penjelasan

    • Shalom Joan Heru,

      1& 3 Tentang hak Perkawinan orang yang terlambat pikiran (setengah down syndrome), apakah di dalam hukum Gereja ada peraturan khusus tentang hal itu? Apa ada syarat khusus dalam hal tersebut di atas, semacam syarat minimal kondisi mental orang yang akan melakukan perkawinan?

      Secara prinsip, yang berlaku adalah kanon 10, 11, 1057, yang mengacu bahwa hukum hanya dapat berlaku jika orang yang bersangkutan adalah orang yang mampu/ memenuhi syarat hukum. Artinya, jika orang yang melakukan tidak mampu, maka tindakannya tidak sah.

      KHK 10    Yang harus dipandang sebagai undang-undang yang menjadikan-tindakan-tidak-sah (lex irritans) atau menjadikan-orang-tidak-mampu (lex inhabilitans), hanyalah undang-undang yang menentukan dengan jelas, bahwa tindakan tidak sah atau orang tidak mampu.

      KHK 11    Yang terikat oleh undang-undang yang semata-mata gerejawi ialah orang yang dibaptis di dalam Gereja katolik atau diterima di dalamnya, dan yang menggunakan akal-budinya dengan cukup, dan jika dalam hukum dengan jelas tidak ditentukan lain, telah berumur genap tujuh tahun.

      KHK 1057 § 1 Kesepakatan pihak-pihak yang dinyatakan secara legitim antara orang-orang yang menurut hukum mampu, membuat perkawinan; kesepakatan itu tidak dapat diganti oleh kuasa manusiawi manapun.

      Selanjutnya, perlu diketahui prinsip dasarnya bahwa, ada ketiga hal yang menggagalkan perkawinan yaitu halangan menikah, cacat konsensus dan cacat forma kanonika. Tentang cacat konsensus ini, Kitab Hukum Kanonik menyebutkan:

      KHK 1095 Tidak mampu melangsungkan perkawinan:

      1. yang kekurangan penggunaan akal-budi yang memadai;
      2. yang menderita cacat berat dalam kemampuan menegaskan penilaian mengenai hak-hak serta kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan yang harus diserahkan dan diterima secara timbal- balik;
      3. yang karena alasan-alasan psikis tidak mampu mengemban kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan.

      Secara umum hal down syndrome  dapat mengakibatkan cacat konsensus. Tentang adanya kemungkinan terdapat  tingkatan down syndrome, itu mungkin saja, namun terus terang, saya tidak mengetahui secara persis kriteria- kriteria tentang hal itu.  Maka, secara prinsip dibutuhkan keterangan yang sebenarnya tentang keadaan pasangan atau salah satu dari pasangan yang mempunyai gejala ‘down syndrome‘ (DS) itu, apakah ia mempunyai akal budi yang memadai, apakah ia memahami hak dan kewajiban hakikinya dalam perkawinan, dan apakah secara psikis ia cukup stabil dan mampu untuk mengemban kewajiban dasar dalam perkawinan. Untuk hal ini, masukan dari para ahli -dalam hal ini adalah psikolog yang mendampingi pertumbuhan psikologisnya- menjadi penting, sebab dari penilaian obyektif psikolog tersebut, dapat diketahui apakah orang ini mempunyai kemampuan dasar untuk menikah atau tidak.

      Dalam hal ini memang peran orang tua cukup besar, untuk menilai dengan jujur tentang apakah anaknya yang DS tersebut dapat menggunakan akal budinya dengan baik (jika tingkatan DSnya tidak parah), artinya mempunyai kemampuan untuk membedakan hal- hal yang baik dan yang buruk, dan jika sudah dapat membedakannya, dapat mengusahakan untuk melakukan hal- hal yang baik. Orang tua juga dapat menilai apakah sang anak yang DS itu memahami tugas dan kewajiban sebagai istri atau suami dan juga kelak sebagai orang tua jika Tuhan mempercayakan anak- anak kepadanya? Apakah sang anak yang DS tersebut secara psikis cukup stabil, mempunyai pengendalian diri dan kemampuan untuk mendengarkan usulan orang lain, belajar dari kesalahan dan memperbaikinya? Apakah ia secara psikis siap untuk menjadi ibu/ bapak? Jangan sampai, hanya demi supaya anaknya bisa menikah, lalu orang tua sepertinya mengabaikan hal- hal tersebut. Dan yang tak kalah penting adalah, apakah calon pasangan anak yang DS ini mengetahui kondisi pasangannya? Ataukah kedua pasangan ini ‘setengah DS’, dan keduanya mengetahui kelemahan masing- masing dan bersedia untuk bahu membahu mengemban tugas sebagai istri/ suami/ orang tua?

      2. Apakah bisa diizinkan atau ada semacam pendampingan dalam mempersiapkan perkawinan dalam kondisi tersebut?

      Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pendampingan khusus baik dalam persiapan perkawinan maupun pasca perkawinan, bagi pasangan yang ‘setengah DS’ ini. Kasus ini memang menurut hemat saya relatif agak langka, sehingga kemungkinan diperlukan kerja keras ekstra dari para orang tua pasangan, pihak seksi kerasulan keluarga paroki, dan romo paroki. Jika memang ada kebutuhannya dalam keuskupan, kemungkinan dapat diusulkan agar dibentuk kelompok pembinaan bagi pasangan- pasangan yang sedemikian.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  54. Yang terhormat romo wanta
    singkat cerita tentang perkawinan saya, 23 agustus 2000 saya menikah dgn suami digrja secara kanonik, dan dikarunia 1 putri. pernikahan kami terjadi krn kecelakaan (hamil diusia 19 th). sebenarnya saya tdk cinta dgn suami, pada waktu masih sebagai teman ternyata dia mengguna2i saya dgn ilmu peletnya. pada waktu saya mengucap janji terlintas dalam pikiran saya untuk bercerai, karena pernikahan ini bukan atas cinta. suami jg tahu kalo saya selama pernikahan tidak mencintai dia. ditengah perjalanan rumah tangga tahun2004, ada banyak sekali masalah, dia tidak jujur masalah keuangan hingga hutang menumpuk puluuhan juta, tidak pernah terbuka dengan saya, dan adanya perselingkuhan yg dilakukan suami. th 2006 akhirnya kami pisah ranjang, dan suami sama sekali tidak menafkai kami. th 2008 saya menggugat cerai suami dan resmi bercerai, syah secara sipil. dulu kediaman kami dijawa, mulai th 2008 sampai sekarang saya berada diriau bersama anak saya. selama 5 th suami tidak menafkai saya dan anak saya.
    Pertanyaan saya adalah, apakah saya bisa memproses pembatalan pernikahan digreja? apakah saya bisa menikah dengan pria katolik digreja? pertanyaan ini saya ajukan karena saya berencana menikah dengan pria katolik karena umur saya masih 30 th.
    Semoga romo bisa membantu saya, syallom dan terimaksih.

    • Natalia yth

      Anda bisa memproses perkara perkawinan anda di Tribunal dimana anda diteguhkan perkawinan, artinya memohon pembatalan perkawinan. Oleh karena itu mulailah menulis history perkawinanmu, menulis surat permohonan dan memberikan nama saksi- saksi minimal 5 orang dari pihak anda atau pasangan anda, lampirkan surat dokumen Gereja surat baptis, akte perkawinan, bila sudah cerai sipil akte perceraian sipil. Lalu kirimkan ke tribunal perkawinan keuskupan dimana perkawinan anda dulu diteguhkan. Penting dalam surat permohonan itu dicantumkan alasan permohonan pembatalan perkawinan. Anda dapat menikah lagi di Gereja Katolik jika: 1) permohonan pembatalan perkawinan anda telah dikabulkan; ada pernyataan bahwa perkawinan pertama anda telah dianulir Gereja Katolik (Tribunal perkawinan) 2) tidak ada halangan dengan pasangan baru 3) tidak boleh gagal lagi dalam membangun perkawinan.

      salam
      Rm Wanta

      • yang terhormat romo wanta, saya sudah melalui tahap mengajukan permohonan pembatalan perkawinan di paroki pasirpangarayan, saya juga sudah menulis histori perkawinan saya dan berkonsultasi dengan romo paroki. yang saya tanyakan alasan permohonan pembatalan perkawinan yang dimaksud apa? apakah masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga saya dan tidak bisa bersama sama lagi karena tidak ada cinta. atau ingin menikah secara katolik. ? terimakasih Syallom.

        • Shalom Natalia,
          Jika anda ingin mengajukan permohonan pembatalan perkawinan anda harus menulis surat permohonan ke pihak Tribunal Keuskupan, dengan menyertakan histori perkawinan anda. Di sana yang ingin diketahui olah pihak tribunal adalah apakah terdapat hal- hal yang membatalkan perkawinan anda. Gereja Katolik mengajarkan bahwa ada tiga hal yang membatalkan perkawinan yaitu: 1) halangan menikah 2) cacat konsensus 3) cacat forma kanonika. Di mana ketiga hal ini terjadi sebelum atau pada saat perkawinan diadakan.

          Silakan anda membaca tentang apa saja yang termasuk halangan menikah, silakan klik di sini ; sedangkan untuk cacat konsensus dan cacat forma kanonika, silakan klik di sini.

          Sebab jika satu atau lebih dari hal- hal yang disebutkan di atas terjadi perkawinan anda, maka anda mempunyai dasar untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, tetapi jika tidak ada dasarnya, sesungguhnya anda tidak mempunyai dasar mengajukan permohonan pembatalan perkawinan. Jadi maksud penulisan histori perkawinan itu bukan untuk mengatakan anda sekarang sudah tidak cinta lagi dengan suami, atau karena ingin menikah lagi; tetapi untuk menyampaikan kepada pihak Tribunal, bahwa sebenarnya perkawinan anda sudah tidak memenuhi syarat sebagai perkawinan yang sah, sejak awalnya. Untuk mendukung pernyataan ini, anda harus menyediakan bukti- bukti dan para saksi. Jika semua ini ada, dan telah diperiksa dengan seksama oleh pihak Tribunal, maka permohonan anda dapat dikabulkan, tentu setelah melalui tahapan- tahapan prosesnya.
          Jadi sekali lagi, penulisan histori perkawinan itu bukan untuk menyatakan perasaan anda, tetapi menyatakan fakta tentang apakah terdapat halangan/ cacat dalam perkawinan anda sejak semula, sehingga dapat dinyatakan tidak sah. Sebab jika tidak ada halangan ataupun cacat, artinya perkawinan tersebut sudah sah; dan dalam keadaan sah, perkawinan tersebut tidak dapat diceraikan atau dinyatakan batal.

          Untuk itu silakan anda berkonsultasi dengan pastor paroki atau pastor yang ahli di dalam hal hukum perkawinan, yang dapat membantu anda menyusun libellus/ surat permohonan pembatalan perkawinan, jika memang ada halangan/ cacat dalam perkawinan anda sejak semula.

          Demikian semoga dipahami.
          Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org
           

  55. saya seorang Katolik(menikah secara Katolik), menikah dgn istri yg non Katolik(Protestan). meskipun dulu istri sy setuju nikah di Katolik, namun secara khusus kami tidak pernh membicarakan bhwa istri sy hrs jd Katolik dan secara pribadi saya tidak terlalu menekankan istri jd Katolik. saya berprinsip seiring waktu dan proses dalam menjalani nikah rumah tangga akan timbul perubahan dimana istri bisa membuka hati terhadap Katolik, meski saya tadi tidak “jor-jor an” memberi pengaruh pd istri tentang Katolik. namun lewat teladan keseharian sedapat mungkin(saya juga kadang lemah) saya menunjukkan sikap ke Katolikan saya. sesungguhnya yang saya lihat hingga sekarang harapan saya agar istri membuka hati terhadap Katolik jauh dari yg saya harapkan. pertanyaan saya: bolehkah saya menyarankan istri saya untuk mencari pengganti saya sebagai suami?…

    • Sdr. Palar

      Iman seharusnya bertumbuh dari dalam hati, bukan dari paksaan. Gereja Katolik tidak mau memaksa orang untuk dibaptis dan menjadi anggotanya. Jika ada orang yang menjadi Katolik dan dibaptis karena terpaksa atau dipaksa… tidak ada artinya. Biarlah orang menghayati iman karena memang dari dalam hatinya menginginkannya.
      Mempunyai pikiran atau niat menyarankan istri anda mencari orang lain sebagai pengganti anda terasa aneh dan tentu saja tidak benar. Apa hanya karena istri anda tidak atau belum mau menjadi Katolik kemudian anda ingin berpisah darinya dan memintanya mencari pengganti? Pikiran dan niat seperti itu harus anda buang jauh-jauh karena tidak sesuai dengan kehendak Allah yang selalu ditegaskan dalam ajaran Gereja

      In amore Sacrae Familiae
      Agung P. MSF

      • Yang terhormat Rm Agung,

        terimakasih tanggapan romo, gejolak hati saya jg sering mengatakan bahwa apa yg saya pikirkan aneh dan tidak benar. sedapat mungkin tidak berpikir demikian terkadang masih terlintas juga. sebelumnya saya sebut saya terkadang lemah. bagian dari kelemahan yang saya maksud: saya bekerja/mengajar di sebuah sekolah(negeri) dimana karena kondisi wilayah dan transportasi dari dan ke tempat kerja tidak bisa pulang-pergi dalam satu hari. syukur masih bisa pulang sekali seminggu. nah…, kesempatan pulang sekali seminggu ini, praktis hari minggunya saya hanya mengikuti ibadah(Misa) Minggu. kerinduan saya ingin turut berpartisipasi dalam lingkungan Gereja,doa kelompok hingga saat ini saya urungkan, karena setidaknya istri yang saya harapkan untuk bisa mewakili keberadaan rumah tangga saya tidak bergeming apabila hal(kerinduan) itu saya utarakan. inilah yang membuat hati saya terus bergejolak dimana saya merasa seperti menyemai atau bahkan mendirikan rumah tangga diatas angin. hari demi hari yang saya rasa hanyalah kesia-siaan.

        • Ytk. Bapak Palar
          Saya bisa memahami bagaimana kerinduan anda untuk membina satu iman dalam keluarga anda. Namun tidak benar jika kemudian kerinduan anda itu anda jadikan alasan untuk memaksakan kehendak pada istri anda untuk beriman katolik. Sekali lagi iman adalah tanggapan pribadi yang sangat bebas, dalam arti tidak boleh dipaksakan. Gereja katolik pun tidak akan memaksa seseorang untuk menjadi katolik, entah karena perkawinan entah karena alasan lainnya. Karena Gereja menegaskan bahwa iman adalah tanggapan atas pewahyuan diri Allah. Dan rasa-rasanya tidak tepat jika niat baik anda untuk aktif dalam kegiatan gereja diurungkan atau bahkan dibatalkan hanya gara-gara istri anda tidak menjadi Katolik. Janganlah perbuatan dan niat baik kita tergantung pada situasi dan kondisi, tetapi kita melakukan kebaikan karena memang sewajarnya dan selayaknya kita melakukannya. Juga sebagai ungkapan cinta kita pada Allah dan Gereja-Nya.
          Berikanlah kesaksian iman bukan melakukan pemaksaan iman terhadap orang lain, kendatipun itu istri anda sendiri. Selain itu berdoalah agar kehendak Tuhan yang terjadi, bukan keinginan kita sebagaimana Tuhan Yesus berdoa, “biarlah cawan ini berlalu, tetapi karena kehendak-Mu bukan kehendakku”… dan Bunda Maria “terjadilah padaku menurut kehendak-Mu”. Jika suatu saat istri anda menjadi katolik, itu bukan karena anda, melainkan karena Tuhan menghendakinya demikian.

          In amore Sacrae Familiae
          Agung P. MSF

          • Yth Rm Agung

            Kembali sy berterimakasih, tanggapan Romo semakin menguatkan saya untuk bisa senantiasa peka, menanti dengan sabar dan tekun(menunjukkan teladan iman) sudah semestinya saya selalu mengundang kehadiran Allah dalam keseharian nikah rmh tangga saya. Semoga pengharapan saya atas kehendak Allah semakin terbentuk bukan pada saat berada dalam kepastian namun disaat penantian(sebagaimana kerinduan saya). Sejujurnya tdk ada sedikit pun niat memaksa dalam benak saya. Mohon doa dari Romo agar nikah yg kami dirikan dalam Gereja(Katolik) dapat kekal dan berkenan bagi Tuhan.

  56. Bp. Stef Ytk.

    Saya punya saudara perempuan katolik yang pada waktu menikah dengan lelaki islam di catatan sipil, namun saudara saya tidak mengucapkan syaadat. Agama tetap masing-masing. Dalam perjalanan waktu setelah beberapa tahun dan memiliki anak laki, si suami akhirnya meninggalkan istrinya begitu saja, dan menikah lagi dengan wanita lain, sampai saat ini pun si suami masih hidup.
    Belakangan ini saudara saya ingin menikah lagi, walau belum ada calon. Yang ingin saya tanyakan adalah :
    1. Apakah saudara saya ini masih diperbolehkan menerima komuni setiap misa ?
    2. Apakah saudara saya ini masih bisa menikah dengan calon suami yang beragama katolik ?
    3. Dalam mendidik anaknya, sebaiknya si orang tua harus bagaimana ?
    Mohon penjelasan. Terima kasih – Berkah Dalem

    • Ignatius Yth

      Membaca cerita anda, maka saya mengambil kesimpulan bahwa saudara anda tidak bisa menerima Komuni karena perkawinan orang Katolik wajib tata peneguhannya di depan Imam Katolik dan saksi. Meski tidak mengucapkan syahadat Islam, namun perbuatan itu tidak dibenarkan. Untuk dapat menerima Komuni maka saudara anda perlu mengaku dosa dalam sakramen Tobat, mengikuti pelajaran katekese iman untuk penyegaran karena sudah lama mungkin tidak mempraktekan hidup iman Katolik, baru kemudian boleh Komuni. Syaratnya mereka sudah tidak hidup bersama lagi dan saudara anda juga tidak hidup bersama orang lain. Kedua, kemungkinan menikah lagi dengan orang Katolik dapat dilakukan, asalkan persoalan perkawinan yang terdahulu diselesaikan untuk mendapatkan status bebas. Perkawinan di KUA dan diakui secara sipil publik oleh pihak Gereja Katolik sebagai perkawinan yang memiliki ikatan rohani. Ketiga dalam mendidik anak sebaiknya diikutkan di sekolah minggu atau bina iman anak di Paroki, sekolah di sekolah Katolik, ikut dalam kegiatan misdinar dan mohon ibunya juga aktif di dalam kegiatan anak tersebut.

      salam
      Rm Wanta

  57. Romo Wanta,
    Saya seorang wanita Katolik, jika calon suami saya seorang protestan (GPIB) yang telah bercerai dengan istrinya (mereka menikah secara protestan, namun mantan istri adalah seorang wanita muslim awalnya), di gereja mana kami bisa menikah? Alasan mereka bercerai adalah karena sang mantan istri yang awalnya berjanji untuk mengimani ajaran kristiani setelah menikah, ternyata sudah 12 tahun pernikahan dia tidak bisa mengimani kristus, tetap saja tidak mau dan tidak bisa berdoa dan ke gereja, melakukan kegiatan kerohanian kritiani. Iman memang tidak bisa dipaksakan. Anaknya pun dibimbing oleh papanya secara protestan. Jadi memang ada dualisme dalam iman sekalipun mereka menikah secara protestan. Dan ini menjadi duri dalam daging dimana sang pria menginginkan kebersamaan dalam iman dan tidak pernah dia dapatkan. Sebelum bercerai, sang pria sudah berniat untuk mengimani Katolik yang dia rasakan lebih membawa dia damai dan penguatan. Apakah dia bisa pindah mengimani Katolik dan menikah dengan saya secara Katolik? Kalau tidak bisa menikah secara Katolik tapi tetap mengimani Katolik, apakah diijinkan? Apa cara yang terbaik bagi kami? Terima kasih banyak Romo.

    • Maria Yth

      Kembali saya tegaskan bahwa setiap orang Katolik terikat dengan aturan hukum kanonik. Maka jika anda menikah dengan seorang yang pernah menikah itu menjadi halangan yang harus diatasi shg dia layak dan sah bisa menikah di Gereja Katolik. Masalahnya ada di calon suami anda yang Protestan dan pernah menikah. Maka langkah yang harus ditempuh adalah memohon kemurahan dari Bapak Uskup untuk memutuskan ikatan perkawinan natural dalam diri pasangan calon suami anda dengan istrinya. Setelah itu langkah kedua anda mengurus pernikahan secara Katolik di mana suami anda bisa diterima secara Katolik entah dengan pembaptisan ulang atau tidak tergantung dari baptisannya, apakah sah atau tidak. GPIB setahu saya sah baptisannya maka tidak perlu dibaptis namun perlu pelajaran agama lagi sehingga mantap iman Katoliknya. Kemudian diterima dan diteguhkan perkawinannya secara Katolik, setelah ada status bebas dari calon suami anda yang didapat dari kemurahan Bapak Uskup.
      Dalam proses ini akan ada interogasi dll, pastor paroki dan keuskupan tahu apa yang perlu dilakukan. Silakan anda menghubungi pastor paroki untuk mengetahui langkah- langkah apa yang harus anda lakukan.

      salam
      Rm Wanta

  58. Yang terhormat Romo,

    Saya menikah secara katolik th 1999 dan sdh dikaruniai anak, sebelumnya istri istri mau mengikuti jalan pemberkatan gereja tetapi menikah tanpa restu ibu mertua shg sy tdk setuju. Untuk itu setelah menghadap mertua untuk meminta restu mertua ternyata mensyaratkan pernikahan KUA. Akhirnya sambil menunggu jadwal pernikahan gereja kami melakukan ‘formalitas perkawinan’ KUA dengan cara inisiatif mertua yang memalsukan identitas ktp & KK saya.

    Awal perkawinan baik2 saja tetapi Akhir2 ini istri menurut saya terpengaruh oleh teman2nya (terutama mantan pacar pertamanya) yg mengganggap perkawinan sy di KUA tidak sah shg tiba2 meminta cerai di KUA…
    Pertanyaan saya setelah permintaan gugat cerai di pengadilan agama islam dikabulkan apakah statusnya masih istri saya, mengingat secara sipil & gereja masih sebagai istri sah saya.

    Sebenarnya mantan pacarnya sdh saya temuin & minta maaf untuk tidak mengganggu lagi tetapi proses sdh terlanjur jalan di Pengadilan agama islam; Lagipula pengaruh mantan pacar terhadap istri sdh begitu mendalam.
    Saya merasa ada yg tdk wajar secara psykologis yang terjadi pada istri saya

    Mohon advice Romo

    Terima kasih Romo…

    Salam Kasih,

    yudi

    • Yudi yth

      Masih ada harapan untuk rujuk; maka meskipun dampaknya sudah mendalam secara psikologis, cobalah terus menjalin komunikasi dengan istri. Perceraian
      di KUA tidak mengikat, yang mengakibatkan ikatan perkawinan menjadi putus. Jika ada keinginan untuk kembali saya kira bisa. Masih ada jalan.

      Salam dan doa
      Rm wanta

  59. Romo,

    apa yg harus saya lakukan atau tindakan apa, suami ketauan selingkuh dan saya sudah punya bukti2 yg saya kumpulkan selama 1 thn lebih ini. krn mengingat perkembangan jiwa anak2.

    • Ibu Fani yth

      Memang ketidaksetiaan, yang salah satunya terwujud dalam perselingkuhan sangat mengecewakan dan amat menyakitkan, sehingga seringkali hati kita tidak bisa menerimanya. Dalam keadaan ini, kata-kata Tuhan dalam Kitab Suci, “Ampuni tujuh kali tujuh kali tujuh kali” seolah menjadi tidak masuk akal. Kisah ketidaksetiaan Israel yang tetap dibalas dengan kesetiaan oleh Allah menjadi hal yang “aneh”.

      Maka kalau Ibu Fani bertanya, “Apa yang harus saya lakukan terhadap suami?”, maka saya ingin menanggapinya demikian.
      1. Pertanyaan pertama: Pengumpulan bukti yang sudah ibu lakukan bertujuan untuk apa? Untuk bukti gugat cerai atau apa? Kalau untuk gugat cerai…. saya tidak bisa memberi tanggapannya.
      2. Pertanyaan kedua: Apa yang sudah ibu lakukan untuk mengingatkan dan menyelamatkan suami dari perselingkuhan itu?
      Memaafkan atau mengampuni bukan tindakan yang ringan dan mudah untuk dilakukan. Namun sebaliknya, hal memaafkan itu juga bukan berarti berusaha untuk “melupakan” dan “menyingkirkan” kesalahan itu dalam relasi suami-istri. Memaafkan dan mengampuni juga bertujuan untuk menyelamatkan pasangan. Jadi ketika ibu mengatakan pada suami, “Aku memaafkan kesalahanmu….,” Ibu juga perlu mengatakan pada suami, “Jangan berbuat itu lagi”. Sebagaimana Yesus mengatakan kepada perempuan berdosa yang tertangkap basah melakukan perzinahan, Ia berkata, “Aku tidak menghukum engkau, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (Yoh 8:11). Pengampunan menjadi sulit dilakukan, karena orang berfikir bahwa mengampuni sebatas “menerima apa adanya dan mau melupakannya”…. jika demikian, selain berat untuk dilakukan juga tidak membuahkan keselamatan bagi orang yang diampuni.

      Jadi yang perlu ibu lakukan sekarang:
      1. mengatakan pada suami memaafkan dan meminta dengan sangat tegas “menghentikan perselingkuhannya itu” juga demi anak-anak.
      2. melakukan upaya agar suami tidak jatuh dalam perselingkuhan lagi. Upaya apa saja? ibu Fani yang tahu kondisi dan situasinya …

      Mudah-mudahan sedikit tanggapan saya ini dapat membantu.
      Tuhan menciptakan Hawa untuk menjadi penolong yang sepadan bagi Adam. Tuhan menciptakan dan mengutus ibu Fani untuk menolong suami terlepas dari dosa dan kesalahannya itu….

      Tuhan memberkati

      In amore Sacrae Familiae
      Rm Agung P. MSF

  60. Yang Terhormat Romo Wanta,

    Terima kasih atas penjelasan Romo…

    Salam Kasih,

    Maria C.N

  61. salam kasih.

    saya ada pertanyaan tp sblmnya saya ingin bercerita
    ibu saya crita kpd saya klo sodara dr temannya ad yg ingin kembali dan rindu kpd yesus tp ia tdk tau caranya krn seblmnya dia adlh seorg katolik dn menikah scr katolik tp kmd bercerai scr sipil.
    ia kmd menikah lg secr ijab krn ktnya gereja tdk bs memberkati pernikahannya
    krn grj tdk bs menceraikan sebuah perkawinan.akhirnya ia menjalani keyakinan baru tp seiring waktu dia merasa ingin ke grj lg dan selalu ingat yesus tp dia sadar,dia g bs krn dia tlh mengambil keputusan dg melepas yesus
    tp kerinduan akn yesus akhirnya membuat dia memberanikan diri utk ke grj walaupn ditentang suaminya.
    pertanyaan saya,apkh sodara teman ibu saya bisa diterima lg digrj katolik,jg bs trma komuni?klo bisa bgmn caranya?
    krn sodaranya prnh tnya kpd seseorg yg dianggap tau ttg katolik,ktnya yg bersangkutan g bs kembali dn g akn diterima krn dia tlh pindah agm.
    terus terang saya tdk setuju dg pernyataan tsb.kita sering menyayangkan klo ad seorang katolik yg pindah ke agm lain.nah,ad yg pgn kembali ke katolik
    malah g bisa dan g diterima.yesus dtng didunia sebagai gembala yang mengumpulkan domba2nya yang tercerai berai.
    saya menyayangkan sj dg tdk bs diterimanya salah satu domba2 yesus yg tersesat dn ingin kembali.
    masak agma lain dg aktif mengajarkn agama mrk,bhkn ad yg dg tambhn klo masuk agm ini ato it bakal masuk surga,kita mlh
    menolak sodara kita sendiri.
    terima kasih ats jwbnnya dn smoga membantu ibu tsb.

    • Elsa Yth

      Benar bahwa Tuhan Yesus adalah gembala baik yang mencari dombanya yang tersesat supaya kembali ke pangkuan-Nya, ke jalan yang benar. Untuk kisah yang anda ceritakan: ibu itu bisa kembali ke Gereja Katolik. Caranya: menerima pengajaran kembali agama Katolik yang sudah lama ditinggalkannya, mengakui dosanya, mengucapkan syahadat para rasul Credo di depan imam dan saksi, kemudian bisa kembali menjadi anggota Gereja Katolik. Syarat yang penting adalah karena suami non Katolik maka harus ada jaminan kebebasan beragama dan dapat pergi ke Gereja Katolik dair pihak suami. Kemudian agar dapat menerima Komuni seperti umat beriman yang lain, maka perkawinan harus dibereskan juga. Nah untuk ini rupanya perlu proses agak lama. Pertama harus diteliti perkawinan pertamanya yang secara Katolik mengapa terjadi perceraian alasan dan sebabnya apa? Apakah bisa diproses dengan anulasi perkawinan? Jika perceraian perkawinan pertamanya terjadi bukan karena kesalahannya, maka memungkinkan ibu tersebut dapat ke Gereja Katolik dahulu, tetapi tanpa Komuni sampai status perkawinannya beres secara kanonik. Semoga dapat dipahami, silakan menghubungi pastor paroki atau langsung ke keuskupan di mana anda tinggal.

      salam
      Rm Wanta

  62. Yang terhormat Romo,

    Saya pernah menikah secara katolik tahun 2002 dengan mantan suami yang kala itu masih calon katolik ( tdk pernah di baptis).
    Tetapi kemudian saya di tinggalkan tanpa alasan yang jelas secara tiba2 krg lebih 2 bulan setelah kami menikah. Selama itu saya menunggu dan tidak ada kabar berita dari suami. Dan akhirnya tahun 2008 kemarin, saya mendaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat dan akhirnya kita resmi bercerai. Ternyata ada kabar suami sudah menikah lagi dan mempunyai 2 org anak. Mereka menikah secara Islam.

    Apakah diperbolehkan suatu pernikahan yang sudah sah cerai secara hukum negara didaftarkan dalam pembatalan pernikahan secara hukum Gereja Katolik? Karena saya ingin melanjutkan hidup saya… sekarang umur saya 37 tahun…

    Terima kasih Romo…

    Salam Kasih,

    Maria C.N

    • Maria yth

      Secara yuridis keputusan pengadilan sipil menjadi rujukan untuk menambah bukti proses anulasi/ pembatalan perkawinan. Jadi menyertakan surat keputusan pengadilan sipil ke pihak Tribunal bisa dilakukan dan diperbolehkan. Saya persilahkan untuk mengajukan pembatalan perkawinan anda di Tribunal Keuskupan di mana anda diteguhkan perkawinan dan domisili.

      salam
      Rm Wanta

  63. Dear Romo,

    Saya menikah 17 thn lalu secara Kristen oleh pendeta yg adalah kakek suami dan pencatatan sipil dikerjakan oleh jasa pihak ke-3. Sekitar 5 thn lalu saya ke pastor paroki minta peneguhan perkawinan secara Katolik n pada saat ditanya oleh pastor suami saya bilang dia sudah dibaptis secara Kristen. Ternyata baru 2 tahun lalu dia di baptis secara Kristen.
    Pertanyaan saya :
    1/ apakah peneguhan perkawinan Katolik saya cacat hukum ?
    2/ apakah status perkawinan saya cacat hukum krn setahu saya negara baru bisa mencatatkan perkawinan apabilah sah secara agama. Jadi step pertama sah secara agama – baru step ke 2 ke catatan sipil.

    Mohon penjelasan Romo

    Tku

    • Maria Immaculata Yth

      Peneguhan perkawinan mesti dilihat dokumen perkawinan di depan Pendeta secara Kristen itu apakah ada dispensasi dari forma canonica peneguhan di depan pendeta oleh Uskup, apakah ada izin perkawinan beda Gereja? Semua hal itu dilihat bila ada kekurangan/pelanggaran maka kesalahan itu harus diperbaiki sebelum convalidatio perkawinan. Semua hal ini dapat dilakukan oleh pastor paroki di mana anda meminta pengesahan perkawinan secara Katolik.
      Status perkawinan anda tidak cacat hukum tetap sah secara sipil namun secara gerejawi (kanonik) perlu dilihat dokumen seperti yang saya tanyakan di atas. Bisa jadi tidak sah kanonik karena itu perlu disembuhkan, dipulihkan. Benar langkah pertama perkawinan gereja menurut agama mereka baru dicatat secara sipil.

      salam
      Rm Wanta

  64. Salam damai Katolisitas.
    Saya seorang Protestan. Saat ini saya sedang menjalin hubungan serius dengan seorang pria Katolik. Calon saya ini sebenarnya sudah menikah, tetapi di tengah perjalanan perkawinan mereka, istrinya pergi dengan laki-laki lain dan meninggalkan dia serta anak mereka. Sebelum menikah istrinya adalah seorang Protestan dan masuk Katolik setelah menikah. Saat ini istrinya sedang hamil dengan laki-laki lain tersebut dan berniat menikah dengan laki-laki itu serta telah meninggalkan Katolik, kembali ke Protestan.
    Saya ingin menanyakan, apakah perkawinan mereka bisa dianggap tidak sah dan bisa dibatalkan? dan apakah saya bisa menikah dengan calon saya tersebut dan diakui secara Katolik?

    Terima kasih atas bantuan tim Katolisitas.
    Salam Damai
    Yuni Satyawati.

    • Yuni Yth

      Prinsip perkawinan Gereja Katolik adalah status bebas (status liber) seseorang yang tidak ada ikatan perkawinan sebelumnya. Karena itu pihak yang pernah menikah tentu masih ada ikatan meskipun telah menikah lagi dengan orang lain. Perkawinan dianggap tidak sah kalau ada bukti otentik dan meyakinkan dari pihak berwenang yakni Gereja Katolik (Tribunal Perkawinan) karena itu harus melalui proses pembatalan perkawinan. Setiap perkawinan yang telah eksis adalah sah kecuali dapat dinyatakan dengan bukti- bukti bahwa perkawinan tersebut tidak sah. Jika anda menikah dengan pasangan yang telah menikah maka harus dilalui proses pembuktian bahwa perkawinannya pertama tidak sah dan batal sehingga statusnya bebas tidak ada ikatan sebelumnya. Baru setelah semuanya dalam keadaan status bebas anda bisa menikah secara Katolik dan sah. Prosesnya panjang karena itu harus sabar dan meminta bantuan ke rama paroki di mana anda tinggal.

      salam
      Rm Wanta

  65. 3 thn yll saya bercerai secara sipil karena ada tindakan KDRT dari suami saya. Kemudian suami saya mengajukan permohonan anulasi dikeuskupan tempat suami tinggal..Pada bulan Mei thn 2010 saya mendapat beberapa pertanyaan dari Tribunal keuskupan tempat mantan suami saya mengajukan permohonan tsb. Pertanyaan tsb saya jawab dan telah saya kirim.sebulan setelah saya mendapatkan pertanyaan2 tsb. Kemarin pada tgl 20 Desember saya mendapat kan kabar bahwa hakim telah mengirimkan hasil persidangan ke KAJ. Yang ingin saya tanyakan, saya harus bagaimana? maksud saya apa yang harus saya lakukan untuk mendapatkan keputusan tsb. Sampai saat ini saya tidak tau keputusan tsb apa. Saya sudah menanyakan ke pihak tribunal KAJ. tapi blm ada jawab. Sedang pihak Tribunal keuskupan tempat mantan suami saya setelah saya hubungi, menjawab menunggu dr KAJ. Bagaimana sih prosedurnya? apakah saya diam menunggu atau bagaimana? mohon informasi kepada Rm Wanta dan ibu Inggrid saya mohon bantuannya. Terimakasih sebelumnya.

    • Kristina Yth

      Apakah anda di KAJ? Jika ya maka kasus anda berarti masih pada tingkat pertama KAJ, yang kemudian akan dibawa ke tingkat kedua, untuk mendapat judicial review – apakah putusan tingkat pertama ditempat sesuai dengan prosedur hukum dan dinilai kembali putusan itu adil dan benar. Setelah itu anda akan mendapat kabar lagi. Sabar menunggu saja.

      salam
      Rm Wanta

    • Buat kristina
      Bila kalian berdua beragama Katholik, sangat sulit gereja memberi keputusan cerai.
      Yang ingin saya tahu, anda ingin tetap bercerai atau ingin rujuk kembali?
      Bila anda bersikukuh mau cerai, perlu diketahui perceraian itu bisa terjadi apabila anda memang menghendaki, prosedurnya hanya bisa ditempuh melalui pengadilan negeri.
      Alasan dapat dikabulkannya perceraian adalah
      1. KDRT(bisa langsung bercerai),
      2. Kesepakatan kedua belah pihak(talak 1,2 dan 3 selang waktu antar talak, 3 bulan)
      3. Permintaan salah satu pihak yang mau bercerai yang dapat dibuktikan dengan ketidakadaan tergugat cerai selama 9(sembilan) bulan berturut-turut. dengan tiga tahap, masing-masing tahap berdurasi 3 bulan.
      4. Salah satu meninggal dunia.
      Perceraian dilaksanakan atas kesepakatan kedua belah pihak, Pengadilan tidak menceraikan, hanya terbatas sebagai saksi.

      • Shalom Subono,

        Di dalam Gereja Katolik tidak ada perceraian. Yang ada adalah pembatalan perkawinan (anulasi), karena dipandang perkawinan yang mereka lakukan adalah tidak sah. Kalaupun pasangan memutuskan perceraian sipil, namun belum mendapatkan anulasi, maka perkawinan tersebut tetap dianggap sah sampai ada bukti yang membuktikan kebalikannya. Tentu saja kalau salah satu pihak dari pasangan meninggal dunia, maka pihak yang lain dapat menikah lagi tanpa melanggar kesepakatan Sakramen Perkawinan, yang mengikat pasangan sampai kematian memisahkan mereka.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        stef – katolisitas.org

  66. Dear Ibu Inggrid,

    Mohon penjelasan tentang yg dimaksud dgn “pembatalan perkawinan”, jujur saya agak terkejut bahwa bagi perkawinan yg tidak harmonis maka Gereja dapat mengabulkan pembatalan perkawinan, memang tentunya Gereja akan melakukan penelitian yg amat sangat teliti dlm hal ini.
    Sejak kapan hal ini diijinkan oleh Gereja ? Dan apk di Indonesia Gereja sudah pernah mengabulkan nya ?karena kalau selain Gereja Katolik tidak ada yg mengijinkan perceraian,

    Memang ada yg mengatakan bhw “pembatalan perkawinan” ini bukan nya suatu perceraian, namun opini saya pribadi sama hal nya seperti saat istilah “penyesuaian harga” yg berari “kenaikan harga”.

    Mohon penjelasan Ibu Inggrid.

    Thanks & rdgs,
    Augustinus Setioadhi

    • Agustinus Setioadhi Yth

      Silakan membaca dalam rubrik Hukum Gereja di Katolisitas sudah banyak ulasan tentang Proses Pembatalan Perkawinan (pengertian dan prosedurnya) tidak hanya itu anda dapat juga membeli buku di Toko Buku Obor atau Gramedia. Singkatnya, proses pembatalan perkawinan adalah salah satu bagian dari hukum proses dalam buku KHK buku ke tujuh. Benar bahwa pembatalan (anulasi) perkawinan merupakan hukum proses dalam KHK 1983 dan panjang sertia dibutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam memutuskan, karena itu langkah proses tersebut harus ditempuh bila tidak maka proses itu cacat. Indonesia telah banyak memroses pembatalan perkawinan di keuskupan KAJ, KAS, K Bogor, K Bandung, K Denpasar, KA Ende, KA Kupang, KA Makassar dan lainnya. Tidak bisa dianalogkan demikian seperti anda katakan Penyesuaian harga sama dengan kenaikan harga.
      Pembatalan perkawinan adalah kewenangan Gereja berkat Kuasa Ilahi yang diberikan Tuhan kepada para petugas Tribunal melalui Uskup Diosesan. Pembatalan perkawinan merupakan pernyataan bahwa perkawinan dari sejak dulu tidak ada/eksis karena adanya cacat.
      Silakan menyimak ulasan tersebut dalam rubrik Hukum Gereja di Katolisitas.

      salam
      Rm wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Agustinus,
      Pertama- tama harap dipahami terlebih dahulu bahwa pembatalan perkawinan tidak sama dengan perceraian. Permohonan pembatalan perkawinan dapat dikabulkan oleh Gereja Katolik, jika di dalam proses penyelidikan pihak Tribunal Gereja menemukan bukti- bukti yang menunjukkan bahwa perkawinan tersbut tidak sah sejak awal mula. Ada tiga hal yang membatalkan perkawinan, yaitu: 1) Halangan menikah, (keterangannya, silakan klik di sini) 2) cacat konsensus, dan 3) cacat forma kanonika. (point 2 dan 3, <a href="/?p=951/comment-page-3/#comment-10940">silakan klik di sini). Silakan anda membaca selanjutnya tentang ketiga hal tersebut di situs ini.
      Singkatnya, halangan/ cacat menikah tersebut harus ditemukan/ terjadi sejak sebelum atau pada saat menikah, dan bukan sesuatu yang baru terjadi setelah sekian tahun menikah. [Jikapun kasusnya baru diketahui setelah sekian waktu menikah, namun kejadian/ akarnya sudah terjadi sebelum/ pada saat menikah]. Izin ini diberikan bukan untuk ‘membanting harga’ perkawinan, tetapi sebagai langkah Gereja yang berpihak kepada pihak yang lemah, yang entah karena ketidak tahuannya ataupun karena diperdaya, memasuki perkawinan yang tidak memenuhi syarat ke-sah-annya sejak awal. Oleh karena itu proses pemberian ijin pembatalan juga tidak mudah. Pihak Tribunal Keuskupan perlu mengadakan penyelidikan kepada kedua belah pihak (yang tanpa memihak) sebelum memberikan keputusan.

      Jadi tidak perlu khawatir, norma umumnya tetap berlaku bahwa perkawinan Katolik tidak terceraikan. Sebab jika tidak ditemukan bukti- bukti, permohonan pembatalan perkawinan juga tidak akan diberikan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  67. Dear Romo,

    Saya menikah 12 tahun yang lalu dan suami saya bukan Katolik (salah satu aliran Protestant). Pernikahan kami di sahkan di gereja katolik (pemberkatan karena tidak ada sakramen Ekaristi). Dr perkawinan saya mempunyai seorang anak perempuan.
    2 tahun menikah kami berpisah karena suami saya terlibat narkoba. Kami sempat memakai lawyer untuk bercerai secara sipil dan disarankan untuk mencoba lagi selama 2 tahun. Selama 2 tahun itu suami saya tidak pernah mengunjungi anaknya dan membiayai hidup saya/anak saya. Sehingga akhirnya 8 tahun yang lalu saya resmi bercerai secara sipil/hukum dengan suami saya.
    Selama 8 tahun setelah bercerai secara hukum, tidak pernah ada kabar dari suami saya atau keluarganya. Saya harus membayar semua biaya hidup dan sekolah anak saya (anak saya sudah di baptis secara Katolik sewaktu dia berumur 4 tahun karena suami saya tidak setuju saya membaptis anak saya secara katolik sewaktu kami masih bersama)
    Tiba-tiba sekitar 3 bulan lalu dia menghubungi saya dan mita ketemu dengan anaknya. Saya tidak menghalanginya ketemu dengan anaknya tetapi diantara kami berdua sudah tidak ada perasaan cinta lagi. Dia sibuk dan aktif dengan kegiatan di gerejanya dan sepertinya dia sudah mempunyai pacar lagi.

    Pertanyaan saya: apakah saya bisa mengajukan pembatalan perkawinan?

    Terima kasih,
    Clara

    • Clara Yth

      Anda dapat mengajukan perkara anda dalam permohonan pembatalan perkawinan. Langkah yang harus ditempuh adalah membuat sejarah perkawinan anda, dan menulis surat permohonan pembatalan perkawinan kepada Tribunal Keuskupan di mana perkawinan anda diteguhkan. Jika ditemukan bukti- bukti yang menunjukkan bahwa perkawinan anda tidak sah sejah awal mula, maka permohonan pembatalan perkawinan anda dapat dikabulkan. Silakan membaca rubrik hukum Gereja dalam katolisitas.org, semoga bisa menambah pengetahuan untuk langkah lebih lanjut dalam hidup anda.

      salam
      Rm Wanta

  68. mohon pencerahan

    Saya menerima sakramen perkawinan, dan dikaruniai seorang anak. Saat ini istri saya tanpa sepengetahuan saya menceraikan saya secara sipil (sudah turun surat cerai). Kami tetap bersepakat untuk membesarkan anak kami dengan penuh tanggungjawab. Saya tidak berniat mengajukan permohonan anulment untuk masalah sayadab tetap berdoa untuk pertobatan istri saya

    Pertanyaannya :
    Bolehkah saya tetap menerima Komuni kudus, dengan kondisi saya tersebut ?
    Bolehkan tetapmengambil bagian dalam pelayanan gereja (koor, lektor, pemazmur, dll) ?

    • Nate Yth

      Anda tetap dapat mengikuti perayaan Ekaristi dan aktif dalam Gereja Katolik serta menerima Komuni, asalkan anda tidak menikah lagi, karena bukan kesalahan anda dalam hidup perkawinan yang sudah gagal dan seturut informasi anda, anda ditinggal pergi dan diceraikan secara sipil oleh Istri. Syarat lain adalah, anda tidak tinggal bersama dengan seorang wanita lain selain istri yang sah tadi, kemudian hati anda bersih dari dosa dan halangan untuk menerima Komuni kudus.

      salam
      Rm Wanta

  69. Yth Tim Katolitas

    Saya seorang ibu katolik dengan 2 anak, sudah menikah tapi suami saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Saat ini saya menjalin hubungan dengan seorang pria kristen bukan katolik. Beliau adalah seorang duda yang telah bercerai resmi dengan istrinya secara negara/catatan sipil, sejak 5 tahun lalu. Penyebab perceraian yaitu istrinya yang tidak setia/berselingkuh dan akhirnya menikahi selingkuhannya. Saya dan pasangan saya ingin dan sepakat melanjutkan hubungan kami ke pernikahan, dengan pernikahan secara katolik karena beliau bersedia menjadi seorang katolik dan menikah secara katolik. Pertanyaan saya, apakah saya dan pasangan saya bisa menikah secara katolik dengan status beliau sebagai duda cerai hidup? Apa yang harus kami lakukan untuk itu? Sebagai catatan, Perkawinan calon saya sebelumnya adalah perkawinan secara kristen yang sah karena tidak ada unsur paksaan.

    • Venesia Yth

      Prinsip perkawinan katolik adalah status liber status bebas. Artinya orang yang masih memiliki ikatan perkawinan tidak bisa atau terhalang dalam peneguhan perkawinan sah. Persoalan anda: Status ibu bebas asal ditunjukkan bukti surat kematian suami. Status calon pasangan anda ada halangan karena ikatan perkawinan masih ada. Perkawinan anda dengannya baru dapat diresmikan di Gereja Katolik, jika anda meminta dan memperoleh dispensasi kemurahan hati dari Bapak Uskup untuk pemutusan ikatan perkawinan calon suami anda. Dia terkena hukum kanonik karena akan menikahi orang Katolik. Dalam proses ini perlu surat permohonan dan sejarah singkat calon anda dan akan diinterogasi oleh pihak berwewenang dalam Gereja Katolik di mana anda berdomisili. Penyelidikan ini akan mencakup apakah ada halangan menikah ataupun cacat konsensus pada perkawinannya yang terdahulu. Penyelidikan ini juga menanyakan keabsahan baptisannya, sebab adakalanya baptisan tidak sah (karena tidak dilakukan dengan forma dan materia seperti yang dilakukan oleh Gereja Katolik). Jika baptisannya yang dulu tidak sah, dan ia sekarang ingin menjadi Katolik, maka Uskup diocesan selaku otoritas berwenang di Gereja Katolik (wakil Kristus yang memiliki kuasa ilahi, melekat dalam dirinya, langsung dan tanpa perantara (propria, ordinaria dan immediata bdk. LG, 20; CD, 8) dapat memutuskan ikatan perkawinannya yang terdahulu dengan kemurahan yang diberikan kepadanya. Dengan baptisannya yang tidak sah, maka kasus calon suami anda dan istrinya yang dulu dapat termasuk sebagai kasus 2 orang infideles yang kemudian salah satunya bertobat dan ingin dibaptis oleh Gereja Katolik. Otoritas berwenang (Uskup diosesan) dapat memutuskan ikatan perkawinan mereka demi iman Katolik/ in favorem fidei dengan previligo paolinum (bdk kan 1143-1147 dan 1 Kor 7:12-16).

      Cobalah menulis surat permohonan dan lampirkan data calon anda untuk maksud apa sehingga bisa diproses.

      Namun, silakan juga memperhatikan Kan 1055 yang menyatakan bahwa perkawinan menjadi sah kanonik ketika seorang lelaki dan seorang perempuan mengucapkan janji perkawinan dan membentuk persekutuan seluruh hidup sebagai suami dan isteri. Jika keduanya dibaptis, oleh Kristus Tuhan ikatan “orang orang yang dibaptis” [secara sah] oleh Kristus diangkat ke martabat sakramen. Maka kalau baptisan calon anda itu sesuai materia dan formanya dengan yang dilakukan oleh Gereja Katolik, baptisannya diakui sah, meski dilakukan di Gereja Protestan. Maka perkawinan mereka sah dan sakramen, meski tidak kanonik karena beda Gereja. Dalam kasus ini, ikatan perkawinan mereka diakui oleh Gereja Katolik dan memiliki ikatan spiritual yang tidak terputuskan, meskipun dilakukan di Gereja Protestan. Jika ini yang terjadi, maka ikatan perkawinan antara calon suami anda dan istrinya yang dahulu sesungguhnya tetap sah di hadapan Tuhan, dan karena itu, sebenarnya anda tidak dapat menikah dengan dia di Gereja Katolik.

      salam
      Rm Wanta

  70. Yth, Romo
    Saya sudah menikah dan suami saya muslim, kami menikah dan diberkati di Gereja Katholik di Solo. Kami sudah dikaruniai anak krn sebenarnya saya sudah melahirkan sebelum kami akhirnya menikah. Setelah manikah saya bekerja di luar negri untuk menghidupi keluarga dan anak saya karena suami saya tidak bekerja. Delapan bulan setelah kami menikah saya diberitahu tetangga kalau suami saya sudah menikah lagi dgn perempuan muslim dan mereka sudah mempunyai anak sekarang.
    Selama 2 tahun kami berpisah, anak saya tinggal dgn kedua orang tua saya. Dan sampai sekarang saya tidak tau lagi kabar suami saya dan dimana dia tinggal. Selama ini dia cuma punya ibu yg membesarkannya dan saya tidak yau harus menghubungi kemana.
    Romo, apakah boleh saya meminta pembatalan pernikahan di gereja?
    Bagaimana nasib saya selanjjutnya?apakah saya boleh menikah lagi?
    Saat ini saya sedang menjalin hubungan dgn laki2 Katholik mantan pacar saya waktu SMA dulu, aoakah kami bisa menikah secara Katholik?
    Terima kasih

    Salam

    • Elisabeth Yth

      Pertama yang perlu dilakukan anda menghadap rama paroki dan membawa dokumen disertai sejarah perkawinan anda, kemudian meminta bantuan rama paroki untuk memohon anulasi perkawinan anda yang pertama. Jalan ini harus dilalui agar status anda bebas, apakah pacar anda juga berstatus bebas? Jika ya maka anda setelah mendapat status bebas bisa menikah lagi asalkan tribunal perkawinan menyatakan permohonan anda dikabulkan. Ini butuh waktu lama (2 thn) karena harap sabar dan dengan tekun mengikutinya. Semoga dipahami mohon baca di katolisitas banyak artikel yang menjelaskan tentang persoalan perkawinan.

      salam
      Rm. Wanta

  71. saya sudah bercerai secara sipil dengan istri karena di selingkuh.Sekarang anak ikut saya.Apakah saya bisa mengajukan pembatalan perkawinan dengan slasan itu.

    • Yosef yth

      Selingkuh hanya merupakan bukti bahwa memang melanggar kesetiaan perkawinan. Namun apakah hal selingkuh itu sudah ada sebelum perkawinan itu masih perlu dibuktikan. Jika memang sudah ada selingkuh sebelum perkawinan (jadi semacam ada ‘kebohongan’ yang terjadi sebelum memasuki perkawinan) dan perceraian sipil bisa menjadi bukti adanya cacat perkawinan. Dengan perkataan lain, harus ada bukti- bukti yang kuat yang mendukung bahwa perkawinan anda tidak sah sejak awal mula, sehingga bisa dibatalkan. Jika ada buktinya, anda dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, tetapi jika tidak, sesungguhnya tidak ada dasar yang kuat untuk mengajukan pembatalan perkawinan. Silakan anda membaca terlebih dahulu artikel di sini, silakan klik, dan silakan melihat adakah halangan/ cacat perkawinan yang terjadi pada perkawinan anda yang dapat menjadi dasar pembatalan perkawinan.

      Adalah hak anda untuk mengajukan pembatalan perkawinan ke pihak Tribunal keuskupan tempat di mana perkawinan diteguhkan. Namun selanjutnya Tribunal perkawinan akan memroses, dan Tribunal inilah yang nanti akan memutuskan apakah permohonan anda dapat diterima atau tidak dengan melihat hasil pemeriksaan yang mereka lakukan.

      salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:
      Silakan anda membaca tulisan tentang apakah yang dapat membatalkan perkawinan, menurut ajaran Gereja Katolik, yaitu di sini, dan di sini. Lihatlah apakah terjadi pada perkawinan anda, atau tidak. Jika tidak, anda tidak dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan. Jika ada, maka anda dapat mengajukan surat permohonan kepada Tribunal tempat perkawinan anda diteguhkan. Silakan membicarakannya dengan pastor paroki anda.

      salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  72. Yth, Romo
    Saya sudah menikah 7 tahun, dan waktu menikah pemberkatan pernikahan dilakukan oleh pendeta pada gereja kristen, dan juga sudah dicatatkan pada catatan sipil karena saya katolik dan isteri kristen,.
    Pertanyaan saya apakah pernikahan saya tersebut sudah sah atau tidak secara gereja katolik ??
    Mohon penjelasannya, Terima Kasih.

    • Edwin Yth

      Peneguhan perkawinan di depan pendeta harus mendapat dispensasi dari forma canonica yang dikeluarkan oleh Uskup/Ordinaris wilayah. Kedua perkawinan beda gereja juga harus mendapat izin dari Uskup/ordinaris wilayah. Jika anda sudah mendapatkan hal itu maka perkawinan anda sah namun jika perkawinan anda tidak mendapat dispensasi dan izin, maka perkawinan anda tidak sah. Perkawinan anda sah sipil namun secara kanonik perlu dibereskan validasinya. Untuk itu bawa dokumen anda dan ceritakan ke pastor paroki anda di mana anda tinggal nanti akan dilayani, semuanya menjadi baik dan terberkati. Hati menjadi tenang, bisa komuni kudus.

      salam
      Rm Wanta

  73. Shalom, saya ingin bertanya.
    kebetulan belum lama ini, ada orang yang bertanya tentang perpisahan secara katolik. apakah katolik memperbolehkan untuk berpisah ( bercerai).
    kemudian saya mencari-cari di internet, dan saya menemukan KHK. pada kanon 1150-1153an, disebutkan bahwa pasangan memungkinkan untuk meminta perpisahan kalau ternyata pasangannya terbukti tidak setia atau dia mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang mengancam jiwanya.
    apakah syarat ini memungkinkan pasangan untuk meminta perpisahan?
    terima kasih.

    • Renata Yth

      Jawaban saya singkat memungkinkan dan diperbolehkan secara hukum Gereja Katolik. Tribunal keuskupan atau kuria di keuskupan akan mempertimbangkan membuat keputusan pisah dalam kan 1153 paragrap 1, terutama membahayakan jiwa dan badan pasangan. Dalam hal ini, yang diperbolehkan adalah berpisah, namun tetap ada ikatan
      (ikatan tetap ada, tak terceraikan). Jika di kemudian hari relasi pasangan menjadi baik keputusan berpisah itu dapat dicabut kembali dan hidup bersama dipulihkan lihat kan. 1153 paragrap 2.

      salam
      Rm Wanta

  74. shalom….,saya sekarang telah berkeluarga dengan seorang janda yang sudah diceraikan suaminya secara sipil,tp saya dinikah kan oleh bpk majelis{alm}secara mulsim hnya utk mendaptkan surat resmi nikh,pertanyaan saya,bisakah saya menikah secara katholik karena kami jg pernah sidang ditribunal utk mecari pasal yang dapat membatalkan perkawinan istri saya dg suami yg terdahulu,dan apakan yg dpt saya perbuat?

    • Widodo Yth

      Apa yang dapat anda lakukan? Buatlah sebuah tulisan tentang sejarah perkawinan istri anda dengan suaminya, mulai dari pertemuan awal, perkawinan hingga perpisahannya. Perlu diteliti apa yang menyebabkan dia berpisah? Sebutkan dan menjadi pokok alasan untuk kiranya mendapat perhatian dari tribunal. Pertanyaan saya apakah istri yang janda itu mau menjadi Katolik? Jika ya akan menjadi juga alasan mendapatkan kemurahan dari Uskup untuk mendapatkan dispensasi setelah itu barulah istri anda sekarang bisa menikah secara Gereja Katolik dengan pembaruan kesepakatan nikah (CS kan 1156). Semoga perkawinan anda dapat dibereskan dengan niat baik anda.

      salam
      Rm Wanta

      • Shalom…
        Dulu istri saya menikah dengan suami yg pertama dengan pernikahan Kristen. tetapi asal mula agama mantan suaminya sblm nikah beragama Islam dan dia yg pindah agama ke kristen.. Setelah mereka mempunyai 2 anak mslh muncul karna sang suami terpikat dgn wnt lain dan akhirnya mereka menikah siri tanpa sepengetahuan istri.. setelah sang istri tau bahwa suaminya menikah lg dan pindah agama. dia meminta ketegasan suami atas perkawinan mereka. suami lebih memilih menceraikannya dibanding lepas dari Wil trsbt. dan tanpa diduga istri ini menemukan bukti surat siri sang suami dgn Wil-nya.. dan saat itu saya bertemu dgn istri saya ini. ketika dia berada dlm mslh rumahtangga. tanpa kami sadari hubungan kami terlalu jauh. dan ketika dia sudah memutuskan akan bercerai.. terjadi hal yg makin rumit. karna hubungan ini dia hamil. lalu tanpa sepengetahuan pengadilan dia tetap menjalankan perceraiannya. akhirnya dgn bukti surat siri sang suami itu bisa melepaskan perkawinan tsrbt. Keputusan akhir pengadilan negeri memutuskan dgn menimbang tdk ada kesepakatan yg dpt disatukan dan perbedaan agama. dan stelah itu kami dinikah kan oleh bpk majelis{alm}secara mulsim hnya utk mendaptkan surat resmi nikah. saat ini istri saya masih beragama Kristen sedangkan saya katolik. apakah sulit bagi kami untk mendapat pemberkatan untuk memperbaharui perkawinan kami?

        • Widodo Yth

          Pemberesan perkawinan anda yang tidak sah tersebut dapat dilakukan dengan pertama kali membuat sejarah perkawinan anda dari sejak awal hingga kini. Lalu kirim ke tribunal keuskupan dimana anda tinggal dilampirkan surat bukti dokumen yang ada mulai surat baptis, perkawinan sipil. surat cerai sipil dll. Nanti akan dijawab oleh petugas tribunal. Semua dokumen diketik dengan komputer dan disertai surat pengantar, alangkah baiknya jika ada surat dari pastor paroki anda.

          salam
          Rm Wanta

  75. syalom,
    mau tanya, dalam gereja katolik kan tidak ada perceraian, tapi hanya pembatalan perkawinan,,,
    sebenarnya beda antara perceraian sama pembatalan perkawinan ada dimana..??
    bukankah sama2 berpisah..??

    • Lian Yth

      Batal adalah sesuatu yang telah terjadi berjalan dianulir seperti offside dalam permainan sepak bola. Sesuatu yang tidak terjadi meski sudah gol dalam permainan itu, meski sudah ada berjalan dalam perkawinan itu. Sedangkan perceraian adalah perpisahan tetap dari dua orang yang telah menikah resmi sah sipil.

      salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Lian,
      Pembatalan perkawinan ini hanya dapat diberikan jika ditemukan bukti- bukti bahwa perkawinan tersebut tidak sah dari awal, dan bukan karena sesuatu hal/ masalah yang baru terjadi setelah tahun kesekian dalam perkawinan. Silakan anda membaca akan tiga hal yang membatalkan perkawinan Katolik, yaitu: 1) halangan menikah, 2) cacat konsensus 3) cacat forma kanonika, <a href="/?p=951/comment-page-3/#comment-10940"silakan klik Jika ditemukan adanya halangan/ cacat seperti disebutkan di sana, maka perkawinan tersebut sebenarnya tidak sah sejak awal, atau tidak memenuhi syarat untuk disebut perkawinan yang sah di hadapan Tuhan.

      Tentu hal pembatalan ini berbeda dengan perceraian, karena pembatalan mensyaratkan adanya halangan/ cacat yang sudah terjadi sebelum/ pada hari H perkawinan, sedangkan perceraian, tidak demikian. Pembatalan perkawinan pada dasarnya menyatakan bahwa ikatan suami istri tersebut sesungguhnya tidak sah, tidak ada persatuan yang sah, maka tidak ada yang “diceraikan” di sini, [sebab kata perceraian mengacu kepada perpisahan dari pasangan yang tadinya bersatu secara sah]. Dengan demikian, Gereja Katolik dapat mengabulkan permohonan pembatalan perkawinan, jika ditemukannya bukti- bukti yang kuat, namun tidak dapat mengabulkan permohonan perceraian dari suatu perkawinan yang sudah sah di hadapan Tuhan, karena Gereja Katolik berpegang pada prinsip “apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia.” (Mat 19: 6).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  76. Yth,
    Pengurus Katolisitas

    Menurut hukum Gereja Katolik, apakah diperkenankan seorang istri mengajukan permohonan cerai berdasarkan hukum gereja dengan pokok permasalahan sbb:

    1. Suami melakukan pengkhianatan selama < 20 tahun dengan WIL yang terus berganti.
    2. Suami sudah mengajukan gugatan cerai ke pengadilan berdasarkan hukum negara dan saat ini masih dalam proses persetujuan..dan proses sudah mencapai tahap akhir.

    Apabila proses di negara sudah selesai,apakah sang suami diperkenankan menikah lagi?dan apakah sang istri bisa mendapat persetujuan pembatalan pernikahan berdasarkan hukum kanonik?

    Bagaimana dengan "Apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan (lewat gerejaNya) tidak boleh diceraikan oleh manusia"?

    Atas jawabannya saya ucampak terima kasih

    With God's Love

    Alexandre

    • Alexandre Yth

      Dalam Gereja Katolik perkawinan sakramental tidak dikenal pemutusan ikatan perkawinan (perceraian) melainkan pembatalan (anulasi) perkawinan. Karena itu sifat sakramental perkawinan adalah unitas dan indissolubilitas. Proses tribunal perkawinan bagi suami seperti yang anda contohkan bisa diajukan untuk pembuktian apakah perkawinan yang telah berjalan itu sah ataukah ada bukti bukti untuk dinyatakan (declaratio) pembatalan sejak diucapkan consensus di antara kedua penganten tersebut. Perceraian sipil hanyalah perpisahan bukan pemutusan ikatan apalagi pembatalan perkawinan (pandangan Gereja). Karena itu bukti perceraian sipil belum cukup menjadi syarat untuk menikah lagi. Perlu ada lembaga Gereja (Tribunal) yang menyatakan bahwa perkawinan tersebut dinyatakan batal sejak awal ketika perjanjian diucapkan. Maka yang dibutuhkan adalah bukti bukti yang telah ada sebelum perkawinan bukan sesudahnya yang menunjukkan dan mendukung bahwa perkawinan itu tidak sah dan dinyatakan batal.

      salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Mengenai ketiga hal yang dapat dinyatakan sebagai dasar dari anulasi perkawinan adalah: 1) halangan kapasitas menikah, 2) cacat konsensus, 3) cacat forma kanonika (tidak dilakukan sesuai dengan cara yang disyaratkan oleh Gereja Katolik)
      Tentang halangan menikah, silakan klik di sini; tantang cacat konsensus, silakan klik di sini.
      Silakan anda periksa terlebih dulu, adakah dari ketiga hal tersebut yang terjadi dalam kehidupan perkawinan tersebut sejak awal, atau sebelum perkawinan. Jika ada, maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ke pihak Tribunal keuskupan tempat di mana perkawinan diteguhkan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  77. Dear Romo Wanta,

    Saya wanita berusia 38 th, mempunyai 2 orang anak usia 10 th (putri) & 9 tahun (putra). Pernikahan saya secara katolik th 1998. tahun 2005 saya dipulangkan oleh suami kepada orang tua saya dengan alasan yang tidak jelas. Permasalahan waktu itu saya merasa bahwa dia terlalu egois sehingga merasa bahwa saya & anak-anak adalah beban dalam hidupnya, yang terasa menyiksa dan harus dia lepaskan. Ortu suami no coment hingga sekarang. Saya pindah kerumah ortu saya kedua anak saya besarkan sendirian. Saya berusaha mencukupi kebutuhan hidup saya dengan berwirausaha dan hasilnya sangat baik sehingga untuk kebutuhan ekonomi baik dan dapat menyekolahkan kedua anak saya disekolah katolik tanpa bantuan suami ataupun keluarga besarnya. Saya merasa Tuhan adalah penghibur saya, melalui anak-anak, saya merasa dibangkitkan untuk menyanyangi mereka, memenuhi kebutuhan hidup & kesejahteraan dua anak saya merupakan kebanggaan bagi saya. Yang saya rasakan sekarang adalah saya ingin hidup 100 tahun lagi untuk kedua buah hati saya, dan ingin melakukan apapun untuk mereka agar mereka bahagia. Selama 5 tahun berpisah dengan suami, saya selalu mengatakan ayah mereka bekerja di luar kota. Dan selama 5 tahun tersebut pernah ada sekali keinginan dari suami untuk bertemu dengan anak-anak (diawal-awal perpisahan), tetapi karena saya tinggal dirumah ortu untuk menjaga perasaan kedua ortu saya, saya tidak kabulkan. Hingga bulan Juni 2010 kemarin anak saya yang sulung menerima komuni pertama kembali saya dilanda dilema batin, tetapi saya ingin melengkapi kebahagiaan anak saya dengan kehadiran ayahnya, dan suami mau datang meskipun hanya sebentar. Pada pertemuan itu banyak sekali pertanyaan dari anak-anak yang tidak bisa dijawab oleh suami. Dan suami bilang akan menjawabnya nanti next pertemuan. Hingga sekarang pertemuan itu belum pernah terlaksana, ada saja alasan yang dibuatnya. Padahal suami bilang akan ada setiap minggu di Gereja, saya merasa senang dan berfikir doa saya dikabulkan Tuhan. Pernah sekali bertemu tetapi dia tidak ikut Ekaristi hanya menemui kami di tempat parkiran mobil saja, dan hanya bicara sebentar karena harus buru-buru pergi. Anak-anak saya besarkan dengan iman katolik, yang saya imani dari saya kecil. Setiap kejadian yang suka ataupun duka selalu saya sertakan Tuhan lah yang berkarya dalam setiap peristiwa kepada anak-anak. Saya menginginkan pengalaman iman saya juga dirasakan oleh anak-anak meskipun itu hal sekecil apapun. Dan saya ajak mereka menyikapi sikap ayahnya dengan iman & harapan, walau kadang kejengkelan saya juga terucap. Dan inilah yang menjadi kendala sekarang, saya harus menjelaskan hukum kasih kepada anak-anak, tetapi saya tidak dapat menerapkannya kepada ayah mereka, suatu saat anak-anak pasti tahu problema orangtuanya dan saya takut mereka berbalik dan menyalahkan saya yang tidak dapat menerima kembali ayah mereka. Ini BEBAN YG SANGAT BERAT Romo, Saya menyadari sepenuhnya bahwa saya sudah melanggar janji saya dihadapan Tuhan saat mengucapkan janji perkawinan di altar. Tetapi jika kejadiannya seperti demikian apakah yang harus saya lakukan? Pasti romo akan menyuruh saya membicarakan baik-baik. Mungkin dia mau saja berbalik & berkumpul seperti semula (jika dia belum bersama wanita lain sekarang), tetapi hati saya gamang, saya tidak dapat merasakan lagi gairah untuk hidup rasanya jika saya harus berkumpul bersama dia lagi setelah apa yang dia lakukan selama ini. Yang saya takutkan adalah semangat saya untuk bekerja menjadi kendor & bagaimana nasib anak saya kelak. Saya tidak bisa mengharapkan apapun dari dia baik itu tanggungjawab, kasih sayang kepada anak-anak, dan itu sudah terbukti selama 5 tahun ini dia tidak ingin berbuat apapun untuk anak-anaknya, sepertinya saya sudah putus asa. Jika kasusnya demikian dapatkah saya memutuskan untuk hidup sendiri? dengan membatalkan perkawinan saya. Dan apakah yang harus saya katakan pada anak-anak mengingat perkawinan katolik tidak boleh bercerai. Tolong bantu saya Romo, terimakasih

    • Anastasia Yth

      Setiap persoalan dalam keluarga selalu dilihat dari dua sisi. Masalah itu muncul bukan hanya karena suami tapi juga istri, maka usaha untuk memperbaiki adalah keduanya mau tidak berubah dan memperbaiki diri mencari jalan keluar dengan tidak menyalahkan satu sama lain. Rupanya usaha itu sudah anda lakukan namun tidak kunjung datang perubahan karena sudah terlalu lama berpisah kecuali ada usaha yang luar biasa dan pertobatan hingga menjadi rukun harmnonis kembali demi anak anak. Jika terburuk harus jadi pilihan maka hidup membujang tidak menikah karena gagal dalam perkawinan menjadi pilihan baik diantara yang buruk untuk pendidikan iman anak dan kelanjutan hidup mereka. Karena itu silakan mengajukan permohonan pembatalan ke Tribunal setempat menceritakan histori perkawinanmu, nanti dalam proses itu akan dipanggil anda dan suami anda untuk diinterogasi tentang masalah perkawinan itu. Anak perlu dijelaskan tentang kegagalan anda membangun keluarga yang baik karena mereka sudah semakin dewasa dan mengerti keadaan orang tuanya.

      salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Anastasia Dyah,
      Saya prihatin dengan keadaan yang anda hadapi. Memang sebagai perempuan, istri dan ibu, kita mengharapkan agar suami dapat memperhatikan dan bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Nampaknya inilah yang kurang dalam diri suami anda. Saya tidak tahu bagaimana kondisi suami anda sekarang, dan sejauh mana hati nurani anda mendorong anda untuk kembali rujuk dengan suami. Apakah selama 5 tahun sampai sekarang ini tidak ada sedikitpun perubahan, ataukah sedikit demi sedikit ada perubahan? Mungkinkah dia segan untuk meminta ijin kepada anda untuk bertemu dengan anak- anak anda, karena sudah tidak enak hati, karena anda sudah pernah menolak permintaannya? Jadi dapat terjadi, sebenarnya dia juga masih sayang dengan anak- anak, hanya dia segan dengan anda/ atau dia menangkapnya anda yang tidak ingin dia dekat/ sayang dengan anak- anak. Sebab biar bagaimanapun, anak- anak anda membutuhkan seorang ayah dalam perkembangan mereka, terutama anak anda yang laki- laki. Banyak kasus di Amerika, pada keluarga yang retak dan hanya dibesarkan oleh ibu saja atau ayah saja, kemudian anak- anaknya menjadi labil, dan bahkan dapat mempunyai kecenderungan homoseksual. Tentu hal ini tidak diinginkan oleh ibu manapun di dunia ini.

      Maka, saya mengajak anda untuk berpikir dan merenung, sebelum anda memutuskan untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan (anulasi) ke pihak Keuskupan. Sebab permohonan anulasi juga baru dapat dikabulkan jika memang terbukti adanya halangan menikah ataupun cacat konsensus (karena nampaknya perkawinan anda tidak cacat forma kanonika). Nah, melalui interogasi terhadap anda dan saksi- saksi, harus ditemukan bukti bahwa misalnya, ada halangan menikah yang ada sebelum perkawinan/ pada saat perkawinan diteguhkan. Rincian tentang ketiga hal yang menggagalkan perkawinan, dapat ada baca di sini, “silakan klik, dan silakan anda memeriksa, apakah itu terjadi dalam perkawinan anda. Jika memang ada halangan yang terjadi sebelum perkawinan/ sejak hari H perkawinan, silakan anda mengajukan permohonan anulasi. Namun, jika tidak ada halangan/ cacat konsensus, maka sebenarnya anda tidak mempunyai dasar yang kuat untuk mengajukan anulasi. Anda dapat mencoba untuk mengajukan permohonan, namun dapat saja, jika tidak terdapat bukti/ saksi yang kuat, permohonan tidak dikabulkan.

      Jika anda tidak memperoleh ijin anulasi, memang anda sesungguhnya mempunyai pilihan untuk tetap hidup terpisah dengan suami, ataupun berusaha rujuk dengan dia. Hidup terpisah dengan dia mungkin terlihat lebih ‘mudah’ bagi anda, namun harus diakui tidak terlalu ideal bagi perkembangan jiwa anak. Sedangkan untuk rujuk memang lebih membutuhkan kebesaran hati anda untuk menerima keadaan suami. Tentu harapannya, sebelum rujuk, sedapat mungkin suami sudah bertobat dan dapat bertangggung jawab, agar rujuknya anda dengan dia membawa dampak yang baik bagi anda sekeluarga. Jadi memang tidak ada salahnya, jika anda sekarang membina hubungan kembali dengan suami untuk melihat apakah dia sudah berubah/ bertobat atau belum. Jika perlu, anda menghubungi teman dekatnya/ saudaranya yang anda kenal dan dia cukup dekat dengan suami anda. Siapa tahu melalui dukungan teman/ saudaranya itu, dia dapat bertobat. Biar bagaimanapun, ayah yang terbaik bagi anak- anak adalah ayah kandung, terutama jika sang ayah tersebut telah bertobat dan dapat bertanggungjawab sebagai seorang ayah. Lagipula jika anda kembali rujuk, maka hal itu dapat menjadi teladan iman yang luar biasa indah bagi anak- anak anda; bahwa memang perkawinan Katolik tidak terceraikan; sehingga jika kelak anak- anak menikah, merekapun dapat berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan kehidupan perkawinan mereka.

      Silakan anda membawa permasalahan anda ini dalam doa- doa pribadi anda, jika perlu adakan novena, dan mohonkanlah dalam ujud misa kudus, mohon pada Tuhan rahmat kerendahan hati dan kebijaksanaan untuk mengambil keputusan dalam kehidupan keluarga anda.

      Satu hal yang selayaknya kita imani, “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” (lih. Luk 1:37) Percayalah, bahwa jika anda terus mengikutsertakan Tuhan dalam kehidupan anda, maka Ia akan membuka jalan bagi anda, sebab Ia mengasihi anda sekeluarga.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolsitas.org

    • Ibu Anastasia yang baik,
      Saya sangat salut dengan perjuangan ibu untuk terus membesarkan anak dalam iman Katolik. Sungguh nyata di sini bahwa kasih seorang ibu begitu besar dan Surga sungguh ada di telapak kaki ibu. Oleh karena itu saya sungguh berdoa supaya ibu pun dapat memaafkan suami Anda dan memberikannya kembali posisi kepala keluarga bila dia sungguh bertobat. Cerita di Alkitab yang saya paling suka kisah Anak yang Hilang (Luk 15), di mana saat anak itu bertobat, martabat, kedudukan, dan kuasa seorang anak diberikan kembali oleh Bapa nya tanpa dikurangi sedikitpun. Bahkan disambut dengan pesta yang meriah. Saya harap dengan bimbingan Roh Allah keluarga ibu Anastasia bisa kembali rujuk dan pesta pertobatan terjadi bukan hanya dalam keluarga Anda tetapi dalam hati Anda juga. Sebagai seorang anak, tidak ada hal yang lebih indah selain melihat kedua orang tuanya hidup rukun dan damai.

      Saya juga tidak melihat di sini bahwa Anda sudah melanggar janji di depan Altar. Anak Anda pastinya akan mengerti pengorbanan dan penderitaan yang telah ibu alami. Harus saya akui sendiri, hukum teragung Yesus, hukum KASIH memang sangat tidak mudah untuk diamalkan karena kita manusia sungguh tidak sempurna. Mengampuni juga bukan hal yang mudah. Tetapi disitulah panggilan kita sebagai seorang Kristen. Untuk jatuh bangun bersama Yesus menuju Golgota kita sendiri, dimana pada akhirnya kita menyalibkan kedagingan kita sendiri dan mempersatukannya dengan penderitaan Tuhan di Salib.

      Tuhan memberkati.

      Edwin ST-ana yang hilang yang sedang belajar untuk mengampuni

  78. Shalom Romo,
    Saya seorang katolik, mempunyai sepupu perempuan yang ingin menikah bebrapa bulan lagi tetapi sedang dalam pergumulan karena alasan dibawah ini :
    – Sepupu saya tersebut menyimpan rahasia bahwa dia adalah seorang intersex (berkelamin ganda) tetapi secara fisik terlihat seperti wanita biasa, hanya saja ada perbedaan di bentuk kelamin dan dia pun sampai usia 22 tahun saat ini belum mendapat menstruasi. Sampai saat ini si pria belum mengetahui hal tersebut, dan si pria sangat mencintai sepupu saya, karena sudah berkali-kali sepupu saya minta putus tetapi si pria selalu menguatkan hubungan mereka kembali. Dan akhirnya beberapa bulan lagi mereka akan menikah.

    Pertanyaan saya adalah :
    1. Apakah dalam gereja katholik, perkawinan dengan kondisi seperti itu sah? (dengan keadaan wanita yg intersex)
    2. Jika nantinya sang suami mengetahui hal tersebut dan akhirnya memutuskan untuk bercerai, dapatkah perceraian itu dilakukan?

    Demikian pertanyaan saya Romo, sebelumnya saya mengucapkan terima kasih atas jawaban Romo.
    Shalom.

    • Vianney Yth

      Secara biologis orangg yang mau menikah membangun hidup perkawinan dan keluarga yang baik harus sehat jasmani dan rohani. Artinya antara lain adalah kedua pihak yang mau menikah memiliki status kelamin yang jelas karena perkawinan katolik memegang prinsip perkawinan adalah perjanjian cinta antara seorang laki laki dan seorang perempuan (jelas laki laki dan perempuan yang normal). Maka kalau ada anomalia seks seperti anda ceritakan saya yakin akan menjadi halangan dalam perkawinan dan bisa menggagalkan hidup perkawinan selanjutnya. Bijaksana jika terbuka terus terang dan di-cek kesehatan sebelum peneguhan perkawinan terjadi apakah layak dan pantas maju melangkah hidup perkawinan dengan orang berkelamin ganda. Jika secara medis tidak layak maka itu menjadi penghalang peneguhan perkawinan Gereja Katolik.

      salam
      Rm Wanta

    • Dear Vianney,
      Kondisi yang sepupu Anda alami adalah kelainan genetik dan saya setuju dengan romo Wanta untuk berterus terang dengan pasangannya dan melakukan Karyotyping (penelitian kromosom) untuk menentukan kelaminnya secara genetik. Kemudian juga bisa dilakukan USG untuk melihat apakah sepupu Anda memiliki rahim atau indung telur. Bila hasil penelitian kromosom menunjukkan sepupu Anda adalah wanita dan memiliki rahim, maka pembentukan alat kelamin prianya itu karena produksi hormon yang berlebih.

      Bila secara medis dinyatakan sebagai wanita dan hal ini sudah dikomunikasikan dengan calon suami dan dia menerima hal itu. Maka perkawinannya nanti akan sah dan tidak dapat diceraikan. Tetapi bila tidak dikomunikasikan maka calon suami dapat menggugat karena telah dibohongi. Pembatalan nikah sangat mungkin dikabulkan. Terlebih lagi bila menikah secara Katolik nantinya akan diadakan penyelidikan Kanonik. Bila sepupu Anda tidak bersikap terbuka dari sekarang, maka hal ini akan sangat merugikan dirinya sendiri.

      Dibutuhkan dukungan moral yang amat besar dari pihak keluarga termasuk Anda agar sepupu Anda mau berterus terang.

      Damai Kristus,
      Edwin ST

  79. salam sejahtera,
    saya mau bertanya tentang perkawinan katolik yang katanya tdk bisa bercerai. jika seandainya ada seorang pria menikah dgn wanita pilihannya, mereka menikah secara katolik artinya kawin gereja dan catatan sipil. mereka menikah sejak thn 1998 dan sudah dikaruniai seorang putra, tapi kemudian istrinya mengalami gangguan jiwa yg kadang2 membahayakan ank dan suaminya. Istrinya mengalami gangguan jiwa sejak tahun 2004 hingga sekarang, tapi istrinya tidak pernah mau diajak untuk berobat karena dia merasa sehat mental dan jiwanya. menurut suaminya knp istrinya mengalami ganguan mental krn dia tidak pernah mensyukuri apa yg telah dia terima, artinya begini: dia merasa gaji suaminya terlalu kecil kemudian dy tidak bisa mempunyai rumah yg mewah dan dia tdk bisa menikmati hidup mewah. jika sedang kambuh penyakitnya, seringkali suaminya kena gigit atau dipukul dengan benda yg ada didekatnya. mereka bahkan sudah tidak melakukan hubungan suami istri sejak 6 thn yang lalu. yang ingin saya tanyakan , apakah bisa suami menceraikan istrinya dalam keadaan demikian? apa hukum perkawinan katolik bagi peristiwa seperti itu ? trimakasih atas perhatiannya. saya sangat menunggu jawaban dari bapak….GBU

    • Wulan yth

      Membaca cerita anda, pertama yang ada dalam pikiran saya adalah jangan diceraikan. Karena perintah dan janji perkawinan sebelum penyakit melanda istri adalah mencintai dalam untung dan malang. Kedua, bagaimanapun caranya istri harus diajak berobat jangan lelah mengajak bahkan memaksa lebih baik agar dia sembuh. Hal lain carilah tempat rehabilitasi untuk penyakit yang demikian itu siapa tahu bisa sembuh tentu dengan doa. Kalau alasan gaji kecil maka berusahalah untuk bekerja agar gaji mencukupi dan lebih. Artinya berusahalah untuk tidak menceraikan istri apalagi dalam keadaan sakit. Menerima kenyataan ini dan berusaha menjadi penyelamat bagi istri. Jika membahayakan saya kira bisa diopnamekan di tempat Rumah Sakit untuk kelainan jiwa sampai sembuh, dan kemudian sesudah sembuh dapat kembali lagi. Apakah sudah pernah ke dokter jiwa? Semoga ada jalan keluar terbaik untuk kesatuan hidup keluarga.
      Semoga jawaban ini meneguhkan hati saudari.

      salam
      Rm Wanta

  80. Yth Romo, Bu Ingrid, Pak Stef

    Saya hanya ingin menanyakan satu contoh kasus. Apakah diperbolehkan seorang suami ( Katolik ) menikah lagi dengan seorang gadis ( katolik ) karena istrinya ( jg katolik ) tidak bisa memberikan keturunan setelah belasan tahun menikah ? Istri & keluarga menyetujui jika suaminya menikah lagi

    Demikian Romo, Bu Ingrid, mohon pencerahannya. Terima kasih. Tuhan memberkati

    • Lita Yth

      Seorang Katolik yang sudah menikah dengan sah kanonik dengan wanita Katolik tidak dibolehkan/izinkan untuk menikah lagi dengan wanita Katolik atau non- Katolik dengan alasan karena tidak memiliki keturunan. Hal ini disebabkan karena perkawinan tersebut sah sakramen dan tidak terputuskan. Selain itu, anak bukanlah tujuan pertama dan utama dalam perkawinan. Jika hal itu sebelumnya telah dibicarakan, dan karena masalah kelainan bawaan maka seseorang tidak dapat mempunyai anak, maka perkawinan masih tetap sah dan bisa memperoleh kebahagiaan. Alasan budaya bahwa wajib punya anak dan kadang harus laki- laki, bertentangan dengan hakekat perkawinan dan kehendak bebas serta anugerah ilahi untuk memiliki buah perkawinan (keturunan). Biarpun keluarga istri menyetujui tetap tidak memiliki efek bagi norma hukum perkawinan Katolik yang sifatnya monogam dan tak terputuskan (perkawinan yang sakramental). Jalan keluar bisa mengadopsi anak atau menerima realitas tidak ada anak, tapi cinta telah mengikat perkawinan. Mereka tetap dapat menjadi bahagia. Semoga dapat dipahami.

      salam
      Rm Wanta

  81. Yth. Romo,

    Apakah bisa diberikan penjelasan dan contoh-contoh mengenai kasus-kasus pembatalan pernikahan karena saya tidak mengerti tentang hal tersebut.

    Dan, dimanakah harus mendaftarkan gugatan pembatalan pernikahan tersebut?

    Apakah diperbolehkan suatu pernikahan yang sudah sah cerai secara hukum negara didaftarkan dalam pembatalan pernikahan secara hukum Gereja Katolik? Penyebab perceraian karena sudah tidak ada kecocokan lagi (sudah berusaha untuk damai dan mencoba tapi gagal).

    Terima kasih atas penjelasannya.

    Regards,

    Helena

    • Helena Yth

      Contoh kasus tidak dapat saya tayangkan dalam situs ini karena menyangkut persoalan sengketa perkawinan seseorang. Kalau anda ingin tahu prosesnya dan apa saja itu anulasi perkawinan secara teoritis, anda bisa membacanya di rubrik hukum Gereja di situs katolisitas ini di sini – ;silakan klik. Kelak di kemudian hari jika katolisitas telah memiliki ruang konsultasi dan kantor tetap, maka bisa dilayani dan diberikan penjelasan yang konkrit. Surat permohonan disampaikan ke tribunal keuskupan dimana anda berdomisili. Pernikahan yang sudah cerai secara sipil menjadi pertimbangan dan dokumennya dapat dilampirkan dalam surat permohonan anulasi. Namun demikian, akar masalah ketidakcocokan kurang begitu kuat untuk dasar anulasi. Karena itu carilah terlebih dahulu apa masalahnya, yang mungkin didapatkan melalui proses interogasi atau anda konsultasikan dulu ke pastor paroki.

      Salam
      Rm Wanta

    • Sdr. Helena,

      Kalau bisa diarahkan ke seminar2 pasutri spt: Tulang Rusuk, Pria Sejati Katolik & Wanita Diberkati & ME (Marriage Encounter) tapi yg ME saya blm pernah mengikuti jadi tidak tahu persis. Tapi tiga yang sebelumnya spt -nya cocok utk kasus yang sedang dihadapi pasutri.

      Kemudian di tiap2 paroki biasanya ada pendamping keluarga/konselor yang bernaung dibawah SKK (Seksi Kerasulan Keluarga). Mereka juga bisa dirujuk.

      Tapi intinya, pernikahan haruslah dipertahankan karena perceraian tidak memecahkan masalah DAN seumpama suami/istri menikah lagi, toh kemungkinan besar kekecewaan2 dlm perkawinan masih akan timbul lagi.

      Mari mengingat waktu kita KPP, kita diajar bahwa: perkawinan Kristiani adalah panggilan Allah, yang kita putuskan bersama dengan pasangan waktu itu dan dilandaskan kasih Kristus. Maka layak diperjuangkan karena panggilan berkeluarga adalah salah satu jalan menuju kekudusan.
      Doa kami bersama pasutri tsb.

      Shalom
      Thomas

  82. k2 saya seorang perempuan sdang brmsalah dg suaminya krn sdah 2 tahun tidak diberi kepuasan batin (sudah 8 tahun menikah). sang suami beralasan karena teringat semasa pcaran sang istri prnh selingkuh, dan baru sekarang suami tersebut merasa sangat kesal dan membenci istrinya. sang suami seprti ini krena kemungkinan besar dari masukan tman2 kerjanya.dan kemungkinan besar mereka sepakat akan bercerai. sebagai seorang adik saya tdak setuju karena yang terutama adalah anak2 mereka, dan setahu saya katholik tidak bisa bercerai. tlong saran nya
    Balas

    • Dion Yth

      Saran saya ajaklah kakak peremuan anda dan suaminya ke pastor paroki dimana anda berdomisili. Janganlah cepat bercerai, berdasarkan apa yang anda ceritakan selingkuh yang pernah dilakukan kakakmu saat masa pacaran bukan saat perkawinan berjalan. Dari hal ini perlu suami kakak anda diberi pengertian yang baik, saling memaafkan dan melihat ke depan dalam keluarga dimana anak anak masih membutuhkan perhatian kasih sayang dari orang tua mereka. Jalan ini harus segera ditempuh agar tidak berlarut larut dan semakin dalam dan luas masalahnya. Masa lalu hendaknya tidak menjadi bahan untuk menyalahkan melainkan menjadi pelajaran untuk tidak diulangi di masa mendatang. Carilah jalan keluar terbaik untuk keduanya itu harapan saya dan semoga tim katolisitas mendoakan kakak anda dan menemukan kebahagiaan di dalam keluarga kembali.

      salam
      Rm Wanta

    • Sdr Dion,

      Kalau bisa diarahkan ke seminar2 pasutri spt: Tulang Rusuk, Pria Sejati Katolik & Wanita Diberkati & ME (Marriage Encounter) tapi yg ME saya blm pernah mengikuti jadi tidak tahu persis. Tapi tiga yang sebelumnya spt -nya cocok utk kasus yang sedang dihadapi pasutri tadi.

      Kemudian di tiap2 paroki biasanya ada pendamping keluarga/konselor yang bernaung dibawah SKK (Seksi Kerasulan Keluarga). Mereka juga bisa dirujuk.

      Tapi intinya, pernikahan haruslah dipertahankan karena perceraian tidak memecahkan masalah DAN seumpama suami/istri menikah lagi, toh kemungkinan besar kekecewaan2 dlm perkawinan masih akan timbul lagi.

      Shalom
      Thomas

Comments are closed.