Allah adalah Kasih, maka Ia menghendaki semua manusia mencapai kebahagiaan.
Allah ingin agar kita semua berbahagia. “Aku datang,” kata Yesus, “supaya kamu mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yoh 10:10). Pertanyaannya sekarang, apa itu kebahagiaan atau kelimpahan hidup? Banyak orang mungkin mengartikan kebahagiaan dengan kelimpahan materi. Namun sesungguhnya, bukan itu yang dijanjikan Yesus, walaupun Ia dapat saja karena kebijaksanaanNya menganugerahkan berkat-berkat kepada kita. Namun, jika kita berpikir bahwa Yesus datang untuk memberikan kelimpahan materi, artinya kita tidak sungguh-sungguh memahami arti pengorbanan Yesus di kayu salib bagi kita. Yesus memberikan DiriNya untuk disalibkan untuk menghapuskan dosa-dosa kita yang memisahkan kita dari Allah.[1] Dengan demikian, kita didamaikan dengan Allah, kita dikuduskan,(lihat artikel: Apa itu Kekudusan?), dan bersatu denganNya, dan dengan sesama saudara seiman. Persatuan dengan Allah inilah yang memberikan kita kelimpahan hidup. Dengan bersekutu dengan Allah, sumber dan empunya segala sesuatu, kita tidak akan berkekurangan. Kebahagiaan semacam ini lebih dari segala kelimpahan dunia dan tak dapat diberikan oleh dunia.
Bagaimana persatuan dengan Allah dan saudara-saudari seiman dinyatakan?
Persatuan kita dengan Allah dimulai dengan Pembaptisan, yang dilanjutkan dengan pertumbuhan spiritual melalui doa, baik doa pribadi maupun doa bersama, keikutsertaan di dalam sakramen-sakramen Gereja, terutama Ekaristi, dan penerapan kebajikan dalam perbuatan –perbuatan kasih (Lihat artikel: Semua Orang Dipanggil untuk Hidup Kudus). Dengan ketiga hal inilah yang mengacu pada kekudusan, kita bertumbuh dalam persatuan kita dengan Allah dan sesama.
Doa
(KGK 2558- 2865)
Di dalam doa, kita mengarahkan hati ke surga, mengucap syukur dan kasih kita kepada Tuhan di saat susah maupun senang.[2] Kita mengangkat jiwa kepada Tuhan dan memohon kepadaNya demi hal-hal yang baik.[3] Untuk berdoa inilah diperlukan sikap kerendahan hati, karena kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa (Rm 8:26). Karenanya kita memerlukan bimbingan Allah sendiri, yang telah mengajari kita berdoa melalui Yesus, untuk selalu memohon kedatangan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah di sini adalah “persatuan seluruh Tritunggal Mahakudus dengan seluruh jiwa manusia”,[4] maka dengan demikian, dengan kehidupan doa, kita berada di dalam hadirat Allah. Hadirat Allah ini membuka persekutuan kita dengan para kudusNya, yang mempunyai dua arti, yaitu persekutuan dalam hal-hal yang kudus, dan persekutuan antara para orang kudus.[5]
Jadi, melalui doa, kita bertumbuh di dalam relasi dengan Allah, yang juga membawa pertumbuhan relasi kita dengan anggota-anggota keluarga Allah. Para anggota keluarga ini tidak hanya terbatas mereka yang hidup di dunia, tetapi juga mereka yang sudah mendahului kita, baik yang sudah mulia di surga, maupun yang sebelum masuk ke surga masih dimurnikan di Api Penyucian. Kenapa demikian? Karena kematian tidak punya kuasa untuk memisahkan kita dari kasih Kristus (Rom 8:38).
Jadi, kepada Allah Tritunggal kita mengarahkan doa kita, yaitu kepada Allah Bapa, yang oleh perantaraan Yesus dan kuasa Roh Kudus dapat kita panggil sebagai “Bapa Kami”. Namun kita dapat pula memohon agar para orang kudus di surga mendoakan kita, seperti halnya kita meminta agar saudara-saudari kita yang masih hidup di bumi mendoakan kita. Sebab di surga, para orang kudus berdoa bagi kita (Why 5:8), dan doa mereka sangatlah besar kuasanya sebab mereka orang-orang yang sudah dibenarkan oleh Allah sendiri (Yak 5:16) oleh karena kesempurnaan kasih yang mereka perbuat di dunia.[6]
Jika kita meminta agar para orang kudus mendoakan kita, itu tidak berarti kita mengurangi peran Yesus sebagai satu-satunya Perantara (1Tim 2:5), melainkan kita memenuhi ajaran untuk “menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang”, karena itulah yang baik dan berkenan kepada Allah Juruselamat kita (1Tim 2:1-4). Jadi sebagai anggota Tubuh Kristus kita dipanggil untuk saling menolong dan mendoakan (Gal 6:2), dan dipanggil untuk menjadi rekan sekerja Allah dalam rencana keselamatan (1Kor 3: 9).
Seandainya hidup ini seperti sekolah, Para Orang Kudus adalah seperti para senior kita yang telah lebih dahulu lulus ujian. Jika kita ingin lulus dengan baik, belajarlah melalui teladan hidup mereka. Siapa yang dengan rendah hati mau belajar, dia akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk lulus. Allah memang dengan sengaja mengikutsertakan mereka di dalam rencana keselamatan kita, supaya kita bisa melihat contoh hidup mereka, yang telah menjadi ‘rekan sekerja Allah’ dalam rencana keselamatan (1Kor 3:9) tersebut.
Dalam hal inilah, kita melihat Bunda Maria sebagai teladan. Doa-doanya bagi kita sangat penuh kuasa karena hubungannya yang sangat istimewa dengan Yesus, Puteranya (lih. Yoh 2:1-11). Allah memberikan peran yang khusus kepada Bunda Maria[7] untuk menjadi ibu yang melahirkan Putera-Nya Yesus ke dunia. Karenanya, Allah menjadikannya penuh rahmat, yang artinya bebas dari dosa (Luk 1:28, 47), terberkati di antara semua wanita (Luk 1:42), dan menjadikannya teladan bagi semua manusia (Luk 1:48). Pada akhir hidupnya, Allah mengangkat Bunda Maria, tubuh dan jiwa, ke surga, suatu gambaran bagi kita tentang kebangkitan kita pada akhir jaman (Why 12:1-2).[8]
Sakramen
(KGK 1210-1666)
Melalui sakramen- sakramen Gereja (Pembaptisan, Penguatan, Ekaristi, Pengakuan Dosa, Perkawinan, Tahbisan suci, dan Urapan orang sakit)- terutama Ekaristi, kita dipersatukan dengan misteri Paska Kristus, yaitu: wafat, kebangkitan, dan kenaikanNya ke surga, dan karenanya kita dibawa kepada persatuan denganNya. Melalui Sakramen- sakramen Gereja ini Kristus Sang Kepala membagi-bagikan milikNya kepada semua anggota.[9] (lihat artikel: Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan, bagian ke-2).
Perbuatan- perbuatan kasih, dijiwai oleh iman dan harapan
(KGK 1812-1829, 1833-1841)
Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita diselamatkan karena rahmat kasih karunia (Ef 2:5)[10] oleh iman (Ef 2:8), bukan hanya karena iman. Selanjutnya, iman yang menyelamatkan adalah iman yang hidup, yang tertuang dalam perbuatan kasih (lih. Yak 2:24) dan yang mengarahkan pandangan kita kepada kehidupan abadi (Tit 3:6-7). Dengan hidup di dalam iman, harapan dan kasih (hidup kudus), kita “hidup dalam hubungan dengan Tritunggal Mahakudus”[11]
Jadi, rahmat pertama yang mendatangkan pertobatan, pengampunan dosa dan pembenaran itu bukan sesuatu yang diperoleh karena usaha manusia, tetapi hanya karena kebaikan Tuhan.[12] Namun, setelah kita menerima rahmat pertama itu – yaitu dalam Pembaptisan- kita harus mengembangkannya di dalam perbuatan- perbuatan kasih yang mengantar kita kepada hidup yang kekal (Rom 2:6-7). Perbuatan kasih ini berkenan bagi Allah, bahkan Allah mengajarkan hal ini sebagai hukum yang terutama (Mat 22:37-39; Mrk 12:30-31).
Jadi, kita tidak meraih keselamatan dengan usaha perbuatan kita (Ef 2:8-9; Rom 9:16), melainkan hanya karena kemurahan hati Allah. Namun iman yang kita peroleh di dalam Kristus meletakkan kita di dalam hubungan yang penuh dengan rahmat Allah, sehingga oleh kasih, ketaatan dan iman, kita beroleh kehidupan kekal (Rom 2:7). Rasul Yohanes mengatakan, tanda bahwa kita mengenal Allah adalah dengan menuruti perintah-perintahNya (1Yoh 2:3-4; 3:23-24), sehingga perbuatan- perbutan kasih selalu harus dilakukan oleh orang-orang yang percaya kepada Allah.
Jika setelah kita menerima Pembaptisan kita menolak berbuat kasih, atau tepatnya tetap berada di dalam dosa- dosa kita, kita sama dengan orang yang menolak rahmat Tuhan itu. Itu sama saja dengan meninggalkan Kristus (Yoh 15:5-6) atau tidak berpegang teguh pada Injil, sehingga sia-sialah iman kita (1Kor 15:1-2). Jadi kita tidak dapat mengatakan bahwa kita beriman kepada Tuhan, jika kita terus memilih untuk hidup di dalam dosa. Menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi harus disertai dengan perubahan diri ke arah kebaikan. Rasul Paulus menuliskan hal ini berulang kali, agar semua pengikut Kristus, yaitu kita semua, berjuang untuk menghidari dosa, yang pada dasarnya berarti perbuatan-perbuatan yang jahat yang bertentangan dengan perintah Tuhan.[13]
Dengan melakukan perbuatan-perbuatan kasih, kita dibentuk oleh Allah untuk menjauhi dosa (lih. 1Pet 4:8). Sebab, dengan melakukan perbuatan kasih, kita semakin termotivasi untuk meninggalkan dosa-dosa kita. Teladan hidup para kudus menunjukkan pada kita bahwa untuk menjauhkan diri dari dosa, kita harus melakukan ketiga hal ini: berdoa secara teratur setiap hari, mengambil bagian dalam sakramen-sakramen Gereja, terutama Ekaristi, dan melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan yaitu yang didasari iman, harapan dan kasih.
Di atas semua itu, baiklah kita mengingat bahwa perbuatan kasih-lah yang menghantar kita ke surga, dan perbuatan kasih kepada Tuhan dan sesama adalah yang menandai kita sebagai pengikut Kristus yang sejati.[14] Namun dalam melakukan perbuatan-perbuatan kasih janganlah kita sampai mengundang perhatian orang. Allah mengatakan, jika kita melakukan perbuatan kasih, entah itu berdoa, memberi sedekah, pertolongan atau perhatian- agar dilakukan secara tersembunyi, -maksudnya tidak digembar-gemborkan-, “maka Bapa-mu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Mat 6:3).
Kesimpulan: Gereja sebagai Tanda Kasih Tuhan dialami melalui doa, sakramen dan perbuatan- perbuatan kasih.
Allah mengasihi kita, dan karenanya menginginkan kita hidup berbahagia. Kebahagiaan kita terletak pada persekutuan kita dengan Tuhan. Gereja adalah karunia Tuhan yang menjadi Tanda KasihNya dimana Tuhan merangkul semua orang yang percaya di dalam persekutuan denganNya. Persekutuan ini kita alami melalui doa, sakramen dan perbuatan-perbuatan kasih, yang membantu kita bertumbuh di dalam iman, pengharapan, dan kasih, atau singkatnya ‘kekudusan’.
Dalam hal ini, para orang kudus menjadi teladan kita sebab mereka telah terlebih dahulu sampai ke surga setelah memenangkan pergumulan hidup di dunia ini.
[1] Lihat Katekismus Gereja Katolik 599-623, 602 dan 603,”Kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia,… telah ditebus dengan darah yang mahal yaitu darah Kristus, yang sama seperti darah anak domba yang tidak bernoda dan tak bercacat… (1Ptr 1:18-20) Dosa-dosa manusia yang menyusul dosa asal dihukum dengan kematian. Dengan mengutus PuteraNya yang tunggal dalam rupa seorang hamba, dalam kodrat manusia yang jatuh dan yang diserahkan kepada kematian karena dosa… dengan cara demikian Allah sudah membuatNya solider dengan kita, orang berdosa, maka “Ia tidak menyayangkan anakNya sendiri, tetapi menyerahkanNya bagi kita semua” (Rom 8: 32), sehingga kita diperdamaikan dengan Allah oleh kematian AnakNya” (Rm 5:10).
KGK 620, “Keselamatan kita bersumber pada prakarsa cinta Allah terhadap kita, karena Ia “telah mengasihi kita dan telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita” (1Yoh 4:10) “Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus.”
[2] “Bagiku doa adalah ayunan hati, satu pandangan sederhana ke surga, satu seruan syukur dan cinta kasih di tengah percobaan dan di tengah kegembiraan” (Teresia Kanak-kanak Yesus, ms, autob.25r)
[3] Lihat KGK 2559, “Doa adalah pengangkatan jiwa kepada Tuhan, atau satu permohonan kepada Tuhan demi hal-hal yang baik…. Kerendahan hati adalah dasar dari doa, karena kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa (Rm 8:26). Supaya mendapat anugerah doa, kita harus bersikap rendah hati… ”
[4] KGK 2565.
[5] Lihat KGK 948.
[6] Lihat KGK 956, “…Sebab karena para penghuni surga bersatu lebih erat dengan Kristus, mereka lebih meneguhkan seluruh Gereja dalam kesuciannya, mereka menambah keagungan ibadat kepada Allah, yang dilaksanakan oleh Gereja di dunia…”
KGK 2683, “Saksi- saksi yang sudah mendahului kita masuk Kerajaan Allah, terutama para ‘kudus’ yang sudah diakui Gereja, turut serta dalam tradisi doa yang hidup dengan perantaraan contoh hidupnya, dengan menyumbangkan tulisan-tulisannya dan dengan doanya sekarang ini…. Doa syafaatnya adalah pelayanan yang tertinggi bagi rencana Allah. Kita dapat dan harus memohon mereka, supaya membela kita dan seluruh dunia.”
KGK 2692,”Gereja penziarah bersatu dalam doanya dengan doa para kudus, yang doa syafaatnya Gereja minta.”
[7] Lihat KGK 490-511, 963- 975: 490, “Karena Maria dipilih menjadi bunda Penebus, maka ia dianugerahi karunia-karunia yang layak untuk tugas yang sekian luhur” (LG 56)… Supaya dapat memberikan persetujuan imannya kepada pernyataan panggilannya, ia harus dipenuhi seluruhnya oleh rahmat Allah.”
KGK 492, “Bahwa Maria ‘sejak pertama ia dikandung, dikaruniai cahaya kekudusan yang istimewa” (LG 56), hanya terjadi berkat jasa Kristus: “Karena pahala Puteranya, ia ditebus secara lebih unggul (LG 53)… Bapa memberkati dia dengan segala berkat RohNya oleh persekutuan dengan Kristus di dalam surga” (Ef 1:3). Allah telah memilih dia sebelum dunia dijadikan, supaya ia kudus dan tidak bercacat di hadapanNya (lih. Ef 1:4 dan Luk 1:28-37).
KGK 963- 975: 963, “Ia (Maria) memang Bunda para anggota (Kristus)… karena dengan cinta kasih ia menyumbangkan kerja samanya, supaya dalam Gereja lahirlah kaum beriman, yang menjadi anggota Kepala itu…”
KGK 964, “Tugas Maria terhadap Gereja tidak bisa dipisahkan dari persatuannya dengan Kristus, tetapi langsung berasal darinya. “Adapun persatuan Bunda dengan PuteraNya dalam karya penyelamatan itu terungkap sejak saat Kristus dikandung oleh santa Perawan hingga wafatNya” (LG 57)…
KGK 975, “…Bunda Allah tersuci, Hawa yang baru, Bunda Gereja, melanjutkan di dalam surga keibuannya terhadap anggota-anggota Kristus.”
[8] Lihat KGK 974, “Sesudah mengakhiri perjalanan kehidupannya di dunia ini, Perawan Maria tersuci diangkat jiwa dan badan ke dalam kemuliaan surga, di mana ia sudah mengambil bagian dalam kemuliaan kebangkitan Puteranya dan dengan demikian mengantisipasi kebangkitan semua anggota TubuhNya.”
[9] Lihat KGK 947, “Jadi milik Kristus dibagi-bagikan sepada semua anggota, dan pembagian ini terjadi oleh Sakramen- sakramen Gereja”.
[10] Lihat KGK 1727, “Kebahagiaan kehidupan abadi adalah anugerah rahmat Allah; sifatnya adikodrati seperti rahmat, yang mengantar kepadanya.”
[11] Lihat KGK 1812, “Kebajikan manusia berakar dalam kebajikan ilahi, yang memungkinkan kemampuan manusiawi mengambil bagian dalam kodrat ilahi. Karena kebijakan ilahi (iman, harapan dan kasih) langsung berhubungan dengan Allah. Mereka memungkinkan orang kristen, supaya hidup dalam hubungan dengan Tritunggal Mahakudus. Mereka memiliki Allah yang Esa dan Tritunggal sebagai asal, sebab dan objek.” Sebagai asal, karena kebajikan berasal dari Allah; sebagai sebab, karena Allah yang menyebabkan kita dapat berbuat kebajikan; sebagai objek, karena kebajikan itu ditujukan kepada Tuhan dan sesama yang di dalamnya kita melihat Tuhan sendiri.
[12] Lihat KGK 2010, “Karena di dalam tata rahmat tindakan pertama berasal dari Allah, maka seorangpun tidak dapat memperoleh rahmat pertama, yang darinya muncul pertobatan, pengampunan, dan pembenaran. Baru setelah didorong oleh Roh Kudus dan kasih, kita dapat memperoleh untuk kita sendiri dan untuk orang lain, rahmat yang menyumbang demi kekudusan kita, demi pertumbuhan rahmat dan kasih, serta demi penerimaan kehidupan abadi…”
[13] Lihat KGK 1849, “Dosa adalah suatu pelanggaran terhadap akal budi, kebenaran dan hati nurani yang baik; ia adalah suatu kesalahan terhadap kasih yang benar terhadap Allah dan sesama atas dasar satu ketergantungan yang tidak normal kepada barang-barang tertentu…Ia didefinisikan sebagai ‘kata, perbuatan atau keinginan yang bertentangan dengan hukum abadi”
KGK 1850, “Dosa adalah satu penghinaan terhadap Allah…. Dosa memberontak terhadap kasih Allah kepada kita dan membalikkan hati kita dari Dia. Seperti dosa perdana, ia adalah ketidaktaatan, suatu pemberontakan terhadap Allah…”
[14] Lihat Lumen Gentium 42, “Sebab cinta kasih, sebagai pengikat kesempurnaan dan kepenuhan hukum (lih. Kol 3:14); Rom 13:10), mengarahkan dan menjiwai semua upaya kesucian, dan membawanya sampai ke tujuannya[133]. Maka cinta kasih akan Allah maupun akan sesama merupakan ciri murid Kristus yang sejati.”
Apakah benar persekutuan jemaah adalah pewujudan gereja? Jika benar,bagaimana ianya terjadi?
Dalam Kitab Suci 2korintus 12:12-27 adalah gambaran mengenai gereja tetapi saya tidak tau memperjelaskan hubungan antara tiap-tiap anggota badan kita dan bagaimana kerjasama antara anggota-anggota itu untuk diinterpetasikan ke dalam pemahaman agama katolik. Mohon bantuan..tQ
Shalom Lacius,
1 Kor 12:12-31 (bukan 2 Kor 12), mengajarkan tentang Gereja (disebut di ayat 28, sebagai Jemaat) sebagai tubuh Kristus dan Kristus sebagai Kepala-Nya. Banyaknya anggota tubuh dengan fungsi yang berbeda- beda dinyatakan dengan adanya berbagai peran anggota di dalam Gereja, yaitu, ada yang sebagai rasul, nabi, pengajar, mereka yang dapat melakukan mukjizat, menyembuhkan, melayani, memimpin, berkata- kata dan menafsirkan bahasa roh (ay. 28-30).
Jadi demikianlah juga yang diajarkan oleh Gereja Katolik. Dalam surat ensikliknya, Mystici Corporis 14 dan 15, Paus Pius XII mengajarkan:
Nah, maka menurut Gereja Katolik, Gereja yang adalah Tubuh Kristus itu, yang terdiri dari banyak anggota, itu merupakan Gereja yang kelihatan, yaitu Gereja yang disusun oleh Kristus di atas para rasul, teristimewa atas Rasul Petrus (lih. Mat 16:18), dan yang sampai sekarang ada di dalam Gereja Katolik. Selanjutnya, setiap anggota Gereja Katolik dipanggil untuk saling membangun dan saling membantu sebagai sesama anggota Tubuh Kristus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Comments are closed.