Pertanyaan:

1. maaf pertanyaan saya agak kurang nyambung tapi masih terkait bacaan lazarus tersebut, temen saya dari gereja protestan berkata bahwa kita tidak bisa mendoakan arwah orang mati karena di cerita itu jelas ada perikop
ayat 26 Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang.
temen saya bilang, antara si lazarus dan orang kaya itu dalam 1 dunia ( alam kematian) saja tidak bisa berhubungan, apalagi kita yang masih hidup di dunia yang berbeda,
2. Temen saya juga bilang bahwa kata-kata orang kudus yang ada di alkitab itu adalah orang yang masih hidup, ciri-ciri orang hidup memiliki badan, jiwa dan roh, oleh karena itu jika kita berdoa bersama orang kudus yang sekarang( santo santa) itu sudah tidak relevan lagi karena mereka itu orang yang sudah meninggal yang tidak memilki badan dan jiwa.
menurut romo, ibu Ingrid atau Pak stef, bagaimana saya harus menanggapi pernyataan teman saya tersebut?
terima kasih, Ben

Jawaban:

Shalom Ben,
1. Ayat 26 yang disebutkan dalam perikop kisah orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31) menceritakan jurang yang tak terseberangi antara neraka (tempat jiwa-jiwa orang yang jahat) dan pangkuan Abraham/ “the bosom of Abraham” (tempat jiwa-jiwa orang beriman menanti saat mereka boleh memasuki Surga setelah kebangkitan Yesus). Maka setelah Yesus yang bangkit turun ke tempat penantian  (yaitu pangkuan Abraham ini) maka semua jiwa yang di dalamnya dibawa ke Surga, karena Yesuslah yang sulung dari semuanya, dan Ia-lah yang membuka pintu Surga (lih. Kol 1:15-18). Oleh karena itu, jarak yang terbentang dan tak terseberangi adalah jarak antara surga dan neraka.

Namun antara para Kudus yang di Surga dan orang-orang beriman yang masih berziarah di dunia tidak terpisah oleh jurang yang tak terseberangi. Kenapa? Justru karena Yesus yang mempersatukan anggota-anggota Tubuh-Nya. Yesus mengajarkan bahwa Para Orang Kudus yang meninggal dalam Kristus tersebut tidak “mati” (lih. Yoh 11:25-26). Tuhan Yesus mengatakan, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.” (Yoh 11:25-26). Para orang kudus yang telah percaya kepada Yesus itu, tidak mati, melainkan mereka tetap hidup di dalam Yesus.  Tuhan Yesus telah mengaruniakan hidup kekal kepada mereka yang telah makan Tubuh dan Darah Kristus (dalam Ekaristi) seperti yang dijanjikannya dalam Yoh 6:35, 48, 51, 53-58, “…Jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu…. Barang siapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” Jadi dalam pengertian ini, Para Kudus yang meninggal dalam Kristus tersebut, sesungguhnya lebih “hidup” dari pada kita, sebab mereka melah telah bersatu dengan Sang Hidup itu sendiri yaitu Kristus, di surga.

Jadi walaupun pengertian orang kudus dalam Alkitab memang sering dipakai untuk menjelaskan orang-orang Kristen secara umum, namun Gereja Katolik tidak membatasi bahwa pengertian “orang kudus” ini hanya terbatas pada orang-orang yang masih hidup di dunia. Orang kudus yang meninggal dalam Kristus, tidak berhenti menjadi orang kudus setelah ia memasuki hadirat Allah yang ilahi. Para Orang Kudus yang sudah meninggal dan masuk Surga ini juga merupakan bagian dari Gereja yang Satu. Mereka tetap menjadi anggota Tubuh Kristus [yang satu] oleh karena jasa Yesus Kristus sebagai Kepalanya. (Dengan pengertian ini maka kita juga dapat mendoakan saudara-saudara kita, para beriman yang berada di dalam Api Penyucian, karena merekapun tergabung dalam Tubuh Kristus/ Gereja yang Satu itu).

Maka kalau Rasul Paulus mengajarkan bahwa sebagai umat beriman kita harus saling mendoakan, maka sangat masuk akal kalau kitapun dapat memohon para orang kudus di Surga untuk mendoakan kita. Alkitab sendiri mengatakan bahwa para “tua-tua” dalam Why 4:9, 5:8, 6:9-11 mengajukan doa-doa mereka ke hadapan Allah. “Tua-tua” ini adalah Para kudus. Mereka adalah jiwa-jiwa orang yang telah diselamatkan, dan karena mereka berada di surga, maka mereka pasti kudus, karena semua yang tidak kudus, tidak mungkin masuk surga. Maka mereka adalah juga “Orang-orang kudus.”

1 Tim 2:1-2 Rasul Paulus mengajarkan agar kita “menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang”.  Jadi yang melakukan doa syafaat/ pengantaraan bukan saja hanya Kristus dan Roh Kudus, namun kita semua diundang untuk berdoa syafaat, saling mendoakan satu sama lain. Para beriman atau semua orang kudus diajar untuk berdoa atau berdoa syafaat, dan ini diajarkan dalam 32 ayat yang lain dalam Perjanjian Baru. Namun tentu saja doa syafaat kita ini hanya dapat terjadi karena Pengantaraan Kristus yang satu-satunya itu, dan tidak bisa telepas dari Kristus.

Gereja Katolik percaya bahwa Kristus dan Roh Kudus berdoa syafaat bagi kita. Doa syafaat ini secara sempurna kita lihat dalam Perayaan Ekaristi, di mana doa-doa ditujukan kepada Allah Bapa, melalui Kristus Sang Putera, di dalam Roh Kudus (silakan melihat teks Misa Kudus). Tidak pernah doa- doa ini dinyatakan di dalam nama Maria atau nama para kudus: Santa/ Santo.

Selanjutnya, karena kita percaya bahwa kematian akan membawa kita kepada kehidupan bersama Kristus, melihat Dia dan menjadi serupa dengan-Nya (1 Yoh 3:2), maka di surga nanti, saat kita bersatu dengan Kristus, kita akan melakukan juga apa yang dilakukan oleh Kristus, yaitu berdoa/ mendoakan orang-orang lain yang masih berziarah di dunia.

Gereja Katolik tidak pernah memaksa para anggotanya untuk mempunyai devosi khusus kepada Orang Kudus. Gereja hanya merekomendasikan devosi ini atas dasar ajaran Kitab Suci seperti. Alkitab sendiri tidak melarang kita untuk memohon kepada orang Kudus di surga untuk mendoakan kita. Maka sebaiknya, kita juga tidak melarangnya.

2. Teman anda itu mengatakan bahwa istilah Orang Kudus dalam Alkitab hanya terbatas pada orang yang masih hidup di dunia. Jadi katanya, berdoa kepada Santo/ Santa yang sudah meninggal sudah tidak relevan, karena mereka sudah tidak memiliki badan dan jiwa. Benarkah?

Hal ini sebagian telah dijawab dalam point 1. Perbedaannya di sini nampaknya adalah:  teman anda itu membatasi definisi orang kudus hanya pada orang yang masih hidup di dunia, sedangkan pengertian Gereja Katolik tidak demikian. Gereja Katolik berpegang pada janji Kristus, bahwa barangsiapa yang makan Tubuh-Nya yang adalah Roti Hidup, maka ia akan hidup selama-lamanya (lih. Yoh 6:58). Bandingkan di sini bahwa Yesus membandingkan nenek moyang bangsa Israel yang tidak memakan Tubuh-Nya, dan hanya makan manna di padang gurun. Yesus mengatakan bahwa mereka telah “mati”, tetapi yang makan Tubuh-Nya akan hidup selama-lamanya (Yoh 6:51). Maka, ada perbedaan definisi di sini. Teman anda membatasi pengertian “mati” dengan keadaan empiris bahwa orang yang mati sudah ‘tidak bernafas’, sedangkan ayat-ayat di perikop Yoh 6 ini mengajarkan bahwa pengertian “mati” adalah mereka yang tidak mempunyai hidup di dalam Kristus, yang diperoleh melalui makan Tubuh-Nya, Sang Roti Hidup. Di sini, kita sebagai orang Katolik bukannya mengingkari bahwa orang yang mati itu sudah tidak bernafas, tetapi kita memegang suatu prinsip yang lain, yaitu bahwa meskipun Para Orang Kudus yang wafat itu telah mati secara empiris, namun mereka “hidup” di dalam Tuhan, atas jasa Kristus. Yesus sendiri berkata, “Barangsiapa menuruti firman-Ku ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.” (Yoh 8:51) Maka menurut pengajaran Yesus sendiri, bagi orang percaya yang memegang teguh firman-Nya, kematian tidak menjadikannya “mati”, melainkan hidup di dalam Dia.

Maka jika kita berpegang pada ajaran Yesus dari perikop Yoh 6 ini, kita percaya bahwa orang-orang beriman yang masuk di surga itu adalah tetap orang-orang kudus. Walaupun mereka tidak lagi bernafas, mereka sebenarnya tidak “mati”, tetapi mereka “hidup” oleh karena Kristus, Sang Roti Hidup, telah memberi kehidupan kekal kepada mereka (lih. Yoh 6:54). Dan setelah mereka bersatu dengan Yesus di surga, maka merekapun akan bersatu dengan Yesus dalam mendoakan orang-orang yang masih berziarah di dunia, sebab Tubuh akan selalu mendukung apa yang dilakukan oleh Sang Kepala. Namun demikian, doa syafaat yang dilakukan oleh Para Kudus itu hanya dimungkinkan oleh Doa Syafaat dan Pengantaraan Kristus yang esa dan satu-satunya itu, dan doa syafaat tersebut tidak bertentangan, karena para orang kudus yang sudah bersatu dengan Kristus tidak mungkin menginginkan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Kristus sang Kepala. Para Kudus tersebut adalah sahabat-sahabat Kristus, dan karena itu, sesungguhnya mereka juga adalah sahabat-sahabat kita. Kasih Kristuslah yang mempersatukan kita semua sebagai anggota Tubuh Mistik Kristus yang Satu itu. Dan, karena kita percaya bahwa “tidak ada suatu kuasa-pun yang mampu memisahkan kita dari kasih Allah” (Rom 8:38-39) maka kematian tidak mungkin memisahkan kita dengan Allah dan dengan sahabat-sahabat-Nya.

Untuk lebih lanjutnya tentang topik Para Orang Kudus ini, Stef akan mengulasnya dalam artikel terpisah. Mohon kesabarannya ya.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

25 COMMENTS

  1. Yang terkasih pengasuh situs Katolisitas yang berbahagia, Bpk Stef dan Ibu Inggrid Listiati.

    Saya ingin menanyakan perbedaan antara perantara dan pengantara. Dalam pemahaman saya (mohon dikoreksi jika salah), manusia selalu membutuhkan perantara. Hal ini sesuai dengan kodrat manusia yg selalu membutuhkan (bantuan) orang lain. Jika yg dipermasalahkan disini adalah PERANTARA maka konteksnya siapa saja bisa menjadi perantara. Namun Alkitab tidk memaksudkan Yesus adalah PERANTARA, tetapi YESUS adalah PENGANTARA. Dalam konteks TEBUS DOSA, hanya ada SATU PENGANTARA kepada Bapa, yaitu YESUS KRISTUS. HANYA SATU PENGANTARA sebagai TEBUS DOSA YAITU YESUS. Namun dalam konteks berdoa, maka siapapun bisa memohon orang lain untuk mendoakan dirinya atau menjadi perantara doa.

    ALKITAB PERJANJIAN BARU MEMBEDAKAN SEKALI ANTARA PENGATARA DAN PERANTARA.

    Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus (1Tim 2:5)

    Seorang pengantara bukan hanya mewakili satu orang saja, sedangkan Allah adalah satu. (Gal 3:20)

    Hanya dua ayat tersebut di dalam ALKITAB yang menulis kata PENGANTARA ini untuk menunjukkan Eksklussfitas ayat tersebut yang hanya ditujukan kepada YESUS KRISTUS. Silahkan cari di Alkitab ayat lain yang menulsi tentang kata PENGANTARA selain kedua ayat diatas!

    Sebaliknya banyak ditemukan kata PERANTARA dalam Alkitab seperti contoh ayat2 dibawah ini:

    Ucapan ilahi. Firman TUHAN kepada Israel dengan perantaraan Maleakhi .(Mal 1:1)

    Firman yang disampaikan TUHAN dengan perantaraan nabi Yeremia mengenai Babel , mengenai negeri orang-orang Kasdim:(Yer 50:1)

    Berkeraslah hati Firaun, sehingga ia tidak membiarkan orang Israel pergi–seperti yang telah difirmankan TUHAN dengan perantaraan Musa.(Kel 9:35)

    Maka datanglah Firman Tuhan dengan perantaraan nabi Hagai, bunyinya: (Hag 1:3)
    Sejak dulu TUHAN bekerja dengan ikut MELIBATKAN MANUSIA atau orang-orang pilihannya sebagai PERANTARA. Itulah cara kerja TUHAN sejak masa Perjanjian Lama. TUHAN tidak membutuhkan perantara tetapi manusia selalu butuh perantara, karena itu TUHAN menyediakan perantara bagi manusia yaitu orang-orang pilihan-Nya yaitu para NABI dan orang-orang Kudus.

    Jadi dalam hal penebusan hanya ada satu PENGANTARA kepada Bapa, dan hal ini tidak bisa digantikan oleh siapapun. Tetapi dalam hal permohonan doa, kita bisa meminta para kudus di Surga.

    Bagaimana tanggapan Katolisitas? Benarkah pemahaman diatas?

    Salam Kasih

    • Shalom Renya,

      Untuk memahami apa perbedaan makna antara ‘pengantara’ dan ‘perantara’ itu, ada baiknya kita melihat kepada bahasa asli yang digunakan dalam Kitab Suci. Kata asli Yunani ‘pengantara’ dalam 1Tim2:5 dan Gal 3:19-20 itu adalah μεσίτης
      mesítēs; yang dalam bahasa Inggris adalah ‘mediator’. Nah dalam 1Tim 2:5, kata ‘pengantara’ itu jelas mengacu kepada Kristus, sedangkan dalam Gal 3:19-20, mengacu kepada Nabi Musa. Maka di sini kita mengetahui bahwa pada dasarnya arti kata ‘pengantara’ itu adalah seseorang/ pihak yang menghubungkan dua pihak yang berbeda, tidak selalu harus diartikan sebagai Kristus.
      Sedangkan kata asli Ibrani yang diterjemahkan sebagai ‘perantara’ adalah ָידyāḏ, ַ(יד ַאְבָשׁלוֹםyaḏ ’aḇšālôm), yang arti literalnya adalah ‘[melalui] tangan’- dalam bahasa Inggris diterjemahkan, ‘through‘. Dengan demikian memang ada kemiripan makna antara kedua kata ini, antara ‘pengantara’ dan ‘perantara’, yang mengacu kepada seseorang yang melaluinya sesuatu diteruskan dari pihak pemberi kepada pihak penerima, dan sebaliknya. Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri sepertinya tidak membedakan maksud antara ‘perantara’ dan ‘pengantara’, dan malah kata yang diakui sebagai kata yang baku adalah kata ‘perantara’.

      Nah, jika dalam terjemahan Kitab Suci LAI, terdapat dua kata terjemahan, itu kemungkinan berkaitan dengan adanya perbedaan kata asli yang diterjemahkan, sebagaimana disebutkan di atas. Tetapi perbedaan itu tidak secara khusus mau mengatakan bahwa pengantara itu harus selalu diartikan sebagai Kristus, sedangkan perantara itu adalah para nabi. Maka untuk memahami kekhususan peran Pengantaraan Kristus yang disebut dalam 1 Tim2:5 tanpa mengabaikan makna pengantara dan perantara di ayat-ayat lainnya dalam Kitab Suci, Gereja Katolik mengajarkan bahwa memang Kristus adalah satu-satunya Pengantara antara umat manusia dengan Allah, namun peran Kristus ini tidak meniadakan peran- peran para nabi, para rasul, para orang kudus, dan bahkan sesama umat beriman. Pengantaraan Kristus itu malah membangkitkan kerja sama sehingga setiap anggota Tubuh-Nya, dapat mengambil bagian dalam peran pengantaraan-Nya itu. Sebab dengan kita dibaptis dan menjadi anggota-anggota Tubuh Kristus, kita semua menjadi kawan sekerja Allah (1Kor 3:9), untuk membawa sebanyak mungkin orang untuk mengenal dan mengasihi Allah.

      Hal ini jelas diajarkan dalam Konsili Vatikan II, Konstitusi tentang Gereja, Lumen Gentium, 62:
      “…Sebab tiada makhluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah terpancarkan secara nyata kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dengan cara yang berbeda-beda, begitu pula satu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada mereka aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber.”

      Salanjutnya tentang makna Pengantaraan Yesus yang bersifat inklusif ini, silakan membaca artikel ini, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Shalom katolisitas…sy ingin bertanya ttg doa kpd org kudus…mengapa Daud yg notabene org kudus juga menuliskan ayat mazmur 6:5 ? Kalau mmg Daud org kudus seharusnya beliau tidak akan takut mati

    • Shalom Stephanie,

      Mazmur 6:5 menuliskan “Sebab di dalam maut tidaklah orang ingat kepada-Mu; siapakah yang akan bersyukur kepada-Mu di dalam dunia orang mati?” Maksud dari ayat ini adalah untuk menyatakan bahwa di dunia ini, kita dapat mulai untuk mengingat, bersyukur, memuji dan memuliakan Allah.

      Kematian adalah “violation” terhadap kehidupan, karena memisahkan persatuan antara tubuh dan jiwa. Dengan demikian, memang secara kodrat alami, manusia akan mengalami ketakutan akan kematian. Namun, ketakutan ini akan berubah menjadi pengharapan, ketika manusia mempunyai iman kepada Allah dan pengharapan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya.

      Dalam hubungan antara kematian dan orang kudus, maka kita harus mengingat bahwa kekudusan adalah merupakan proses. Jadi, dalam kehidupan orang kudus, bisa saja mereka mengalami jatuh bangun di dalam proses ini. Yang terpenting adalah para kudus senantiasa terus menggantungkan pengharapan di dalam Tuhan. Dalam Mazmur bab yang sama ayat 9 dituliskan “TUHAN telah mendengar permohonanku, TUHAN menerima doaku.”

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  3. Pandangan tentang : Perkawinan di Kana
    Mujizat Air menjadi Anggur, Yohanes 2:1-11

    Seolah dikabulkan karena doa melalui Maria ? Apakah ada ayat alkitab yang mengatakan doa bisa & boleh melalui PERANTARAAN BUNDA MARIA ?, Perjamuan di Kana ini bukan doa, Ini gambaran Mujijat Yesus yang pertama dalam kesehariannya. Lebih lanjut baca keterangan kejadiannya sbb:

    Pertama. Tuhan Yesus mau supaya Maria, dan kita, mengutamakan Kerajaan Allah, yang dapat diumpamakan sebagai Pesta Perkawinan (Matius 22: 1-14; 25:1-13; dan Wahyu 19:7 dan 9), sehingga Dia langsung berbicara seolah-olah mengenai saat kemuliaan-Nya, yaitu Pesta Perkawinan Anak Domba. Pada zaman tersebut anggur akan berkelimpahan, seperti apa yang dinubuatkan dalam Yeremia 31:12; Hosea 14:7; dan Amos 9:13-14), tetapi saat itu belum tiba.

    Kedua, dalam peristiwa yang akan terjadi mereka akan melirik kemuliaan Tuhan Yesus, suatu kemuliaan yang akan dinyatakan dalam penyaliban, sehingga dikatakan dalam ayat 11 bahwa “Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepadaNya.” Akan tetapi. Tuhan Yesus harus menyatakan kemuliaan-Nya atas perintah Allah Bapa, bukan pada permohonan Maria, ibu-Nya. Maria minta Yesus melangkah, tetapi Dia menolak, tapi kemudian Ia melakukan apa yang diminta! Pola ini juga terdapat dalam pasal Yohanes 7: 1-10.

    Ketiga, dalam Yohanes 3:27-30 Tuhan Yesus disebut Mempelai Laki-laki. Sebagai Mempelai Laki-laki yang Akan Datang Dia menyediakan anggur bagi mempelai yang namanya tidak disebutkan. Pada permulaan pelayanan di Kana, Tuhan Yesus memandang pada penyelesaiannya.

    Maria ditegur, karena ia, sebagai ibu-Nya sendiri, mengharapkan pertolongan dari Yesus dengan harapan yang keliru, sehingga dia ditegur (ayat 4). Lalu, dalam ayat 5, Maria menerima teguran yang lemah lembut itu, tetapi dia masih mengharapkan pertolongan dari Yesus. Dengan kata lain, dalam ayat 3 ibu Yesus datang sebagai ibunya dan dia ditegur, sedangkan dalam ayat 5 dia datang sebagai orang percaya, dan permohonannya diterima. Dalam Matius 15:21-28 dan Yohanes 4:47-50 terlihat suatu pola yang sama. Tuhan Yesus diminta melakukan sesuatu. Dia menolak, orang yang minta, ketika ia tetap meminta dengan iman yang teguh dan , dan Tuhan Yesus mengabulkan permintaannya. Di sini, kita juga melihat bahwa Tuhan Yesus sungguh-sungguh menghargai ketabahan dalam doa. Jika seandainya iman dari Maria kurang kuat. mungkin dia akan berpikir, “Ya sudah, aku ditolak, aku harus mengurus masalah ini sendiri tanpa Yesus.” Akan tetapi, karena imannya kuat, Maria tetap sabar dalam permohonan, dan dia meninggalkan masalah ini dalam tangan Tuhan Yesus.

    Ayat 5 menjelaskan, Maria menyikapi teguran Tuhan Yesus itu, Maria secara bijaksana tidak mempermasalahkan saat itu. Apabila Maria tidak dapat menyuruh Tuhan Yesus, maka dia dapat memerintahkan para pelayan untuk mentaati perintah Yesus. Dengan demikian Maria menunjukkan keyakinannya pada Tuhan Yesus. Perkataan Maria yang tercantum dalam Alkitab hanya sedikit, tetapi apa yang dicatat dalam ayat ini sungguh jelas mengarahkan kita kepada kuasa dan kemuliaan Tuhan Yesus sendiri.

    Jadi ini gambaran semata kita dapat berdoa dengan hubungan IMAN YANG BAIK / BERIMAN SECARA MENGENAL KEMAMPUAN YESUS, seperti yang Maria lakukan, dan sering juga kemudian Yesus menyembuhkan mereka yg beriman sungguh2 dan Tuhan Yesus mampu menolongnya ( Org buta melihat, orang mati bangkit, lumpuh berjalan dll) … Sekali lagi bukan karena Marianya, tetapi karena imannya, seperti Tuhan Yesus pernah mengatakan : Imanmu telah menyelamatkan engkau >>> Mat 9:22 Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu. >>> Mrk 5:34 , Luk 8:48 , Luk 17:19 , Luk 18:42 ,
    Rm 5:1 Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.
    Gal 2:16 Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: “tidak ada seorangpun yang dibenarkan” oleh karena melakukan hukum Taurat.
    Gal 3:11 Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: “Orang yang benar akan hidup oleh iman.”
    GBU, Rgs- Paulus.

    Note: Doa langsung kepada Bapa di surga , dengan iman melalui Yesus Kristus (didalam nama Yesus Kristus). Tidak ada yang lain selain Yesus Kristus yang dapat menjadi pengantara kita kepada Bapa.
    Bagaimana dengan Bunda Maria? Santo-Santa?Santo- Santa pelindung kita? Bunda Maria, maupun Santo-Santa tidak dapat menggantikan peran Kristus sebagai pengantara Tunggal kepada Bapa. Kita dapat berdoa bersama mereka kepada Bapa melalui pengantaraan Kristus dan dengan bisa minta bantuan Roh Kudus. Karena mereka adalah esa dan maha mengetahui, maha kuasa dan maha Tahu . Jadi semata merupakan bagian pengakuan kita yang kita deklarasi kepada Tuhan, disinilah kesungguhan Iman kita dibutuhkan, dan tentunya kebenaran permohonan kita sesuai dengan kehendakNya. Makanya ada dikatakan : Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. Sekali lagi jangan dihubungkan dengan doa kepada Bunda Maria karena dianggap Bunda Maria adalah orang benar, padahal orang benar lainnya banyak sekali, dan Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan demikian. Yang ada kita bisa membantu mendoakan orang lain ataupun minta bantuan turut di doakan selama kita masih di bumi, karena itu bagian dari persekutuan saudara seiman yang saling menguatkan. GBU

    • Shalom Agus,

      Terima kasih atas komentar Anda. Saya ingin menyarankan agar Anda membaca terlebih dahulu beberapa diskusi tentang persekutuan orang kudus, yang sebenarnya telah didiskusikan secara panjang lebar. Kalau saya menjawab pertanyaan Anda, maka akan terjadi pengulangan diskusi yang tidak perlu. Jadi, saya menyarankan Anda untuk membaca tanya jawab ini: silakan klik serta diskusi dengan tiga pembaca katolisitas lain: silakan klik dan klik ini dan klik ini. Silakan membaca empat link tersebut sampai selesai. Kalau Anda masih mempunyai argumentasi yang belum dibahas atau mau memperdalam diskusi yang ada, silakan memberikan argumentasi yang lain. Namun, mohon untuk tidak mengulang argumentasi yang telah diberikan. Semoga hal ini dapat dimengerti, mengingat keterbatasan waktu yang ada.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  4. Salam Damai Bu Inggrid,

    Saya berulangkali membaca pendapat bahwa antara dunia ini dengan dunia setelah kematian tidak terseberangi didasarkan kepada Injil Lukas Bab 16 Ayat 19 – 31 tentang perumpamaan Orang Kaya dan Lazarus yang miskin. Terutama mungkin ayat 26: “Selain daripada itu diantara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang”.

    Saya baca berulang-ulang perikop ini pemahaman saya tetap: yaitu antara neraka (tempat orang kaya tersebut berada) tidak terhubung (tidak bisa diseberangi) dengan “Pangkuan Abraham” (Surga? / Tempat Penantian?). Jadi yang tidak terseberangi bukan antara Surga dan Bumi.
    Saya lega membaca penegasan Bu Inggrid di atas, berarti pemahaman saya sudah sesuai dengan ajaran Gereja Katolik.

    Berikut pemahaman lanjutan saya tentang perikop tersebut, mohon bila Bu Inggrid berkenan menanggapinya dan mengoreksi bila ada kesalahan:

    A. Ketika kemudian si orang kaya meminta Bapa Abraham mengutus orang untuk memperingatkan saudara-saudaranya (ayat 27 – 28) Abraham menolak, bukan karena hal itu tidak mungkin (sekali lagi bukan karena hal itu tidak mungkin dilakukan) tetapi lebih karena “Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi” seperti yang tertulis di ayat 29. Jadi menurut pemahaman saya Yesus dalam perumpamaan ini dengan jelas memberitahu kita bahwa si orang kaya yang sudah di neraka sekalipun peduli akan keselamatan saudara-saudaranya yang masih di dunia. Jadi Orang-orang Kudus (saudara-saudara kita) yang sudah di surga, pastilah peduli juga.

    B. Ketika si orang kaya berkeras minta “seseorang yang datang dari antara orang mati” diutus, maka Abraham tetap menolak, sekali lagi bukan karena tidak mungkin dilakukan tetapi karena kekerasan hati orang-orang tersebut. Ayat 31: Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seseorang yang bangkit dari antara orang mati.

    Kesimpulan saya dari perikop tersebut:
    1. Yang tidak terseberangi adalah antara neraka dan surga
    2. Orang yang sudah meninggalkan dunia ini masih perduli akan keselamatan saudara-saudaranya yang masih mengembara di dunia ini
    3. Antara neraka dan bumi bisa diseberangi (two way round / 2 arah). Manusia (hanya bisa) dari dunia ini ke neraka, sementara setan bolak-balik neraka – bumi entah berapa kali.
    4. Antara surga dan bumi juga bisa diseberangi (two way round / 2 arah). Manusia biasa yang bertobat hanya diijinkan dari dunia ini ke surga, sementara malaikat dan orang-orang terpilih diijinkan bolak-balik juga dari bumi ke surga dan sebaliknya.
    5. Yang sudah jelas-jelas bangkit dari alam kematian tentu saja Yesus sendiri. Lalu contoh manusia-manusia terpilih yang diijinkan kembali dari alam kematian yang tercatat di Alkitab: Musa dan Elia pada peristiwa Transfigurasi. Kemudian 3 orang yang tercatat dalam Injil dibangkitkan sendiri oleh Yesus dari kematiannya.

    Maka saya meyakini bahwa saudara-saudara kita baik saudara sedarah dan saudara seiman yang sudah mendahului kita ke alam sana perduli akan keselamatan kita di dunia ini. Demikian pula sebaliknya kita (two way round / 2 arah). Jadi justru di perikop ini ditegaskan betapa kita perlu untuk saling menguatkan baik diantara orang yang masih mengembara di dunia ini maupun yang dengan saudara-saudara yang sudah meninggalkan dunia ini.

    Berkat Tuhan,
    Yohanes W

    • Shalom Yohanes,

      1. Ya, neraka dan surga tidak terseberangi.

      2. Jika dikatakan di Luk 16 tentang jiwa si orang kaya yang peduli dengan keselamatan kelima saudaranya yang lain yang masih hidup di dunia, maka terlebih lagi, jiwa- jiwa orang- orang yang sudah meninggal yang telah berada di surga akan peduli tentang keselamatan saudara- saudaranya yang masih mengembara di dunia, oleh sebab mereka yang ada di surga telah bersatu sempurna dengan Kristus, sehingga mempunyai kehendak yang sama dengan Kristus, yaitu untuk menyelamatkan umat manusia (lih. 1 Tim 2:4).

      3. Agaknya pemahaman tentang ‘hubungan dua arah’ antara neraka dengan bumi- tidaklah tepat. Sebab kata ‘hubungan’ sepertinya berkonotasi adanya komunikasi dua arah, padahal kenyataannya tidak. Bahwa ada kalanya oleh ijin Tuhan, setan dapat mencobai manusia, itu dicatat dalam Kitab Suci, seperti contohnya pada kisah Ayub. Namun demikian, manusia tidak diijinkan oleh Tuhan untuk berkomunikasi dengan jiwa- jiwa di neraka ataupun setan- setan, dan ini jelas dilarang dalam Kitab Suci. Dalam kisah Ayub-pun, Ayub tidak dikisahkan berkomunikasi dengan si Jahat dari neraka.

      4. Demikian pula, pemahaman “hubungan dua arah” antara surga dengan bumi, juga perlu diwaspadai, sebab ini hanya dapat dibenarkan jika dalam konteks kesatuan umat beriman/ Gereja dalam kesatuan dengan Kristus Sang Kepala yang mengatasi maut. Sehingga, dikatakan bahwa Gereja terdiri dari tiga status, yaitu Gereja yang masih berziarah di dunia, Gereja yang sedang dimurnikan di Api Penyucian, dan Gereja yang sudah jaya di surga (lih. KGK 954). Maka persekutuan kasih sesama umat beriman ini, tidak terputuskan, namun tetap tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari Kristus.

      5. Yang jelas telah bangkit dari kematian/ alam maut adalah Yesus sendiri. Yesuslah yang pertama menjadi buah sulung, yang pertama kali membuka pintu surga (lih. Kol 1:15-20). Maka tentang Nabi Henokh dan Elia yang dikatakan tidak mengalami kematian, artinya di akhir hidupnya, mereka diangkat ke tempat penantian di pangkuan Abraham. Selanjutnya tentang hal ini, klik di sini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. Saya pernah berdiskusi dengan seorang Protestan soal topik di atas. Argumentasi yang saya pakai adalah Yesus memang mengajarkan bahwa Para Orang Kudus yang meninggal dalam Kristus tersebut tidak “mati”. Saya kutip ayatnya, yaitu di Yoh 11:25 :

    Jawab Yesus: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,

    Artinya, karena mereka hidup, hidup di Surga, maka kita masih boleh berkomunikasi dengan mereka, dan minta didoakan oleh mereka.

    Tetapi rekan diskusi saya menyatakan bahwa, mereka itu baru dibangkitkan dan naik ke surga pada waktu kedatangan Yesus yang kedua kalinya. Dasarnya adalah 1 Tes 4:16:

    “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan LEBIH DAHULU BANGKIT.”

    Jadi ketika mati, mereka masih belum naik ke surga. Sehingga, kita tidak boleh berkomunikasi dengan mereka, atau minta tolong mereka untuk mendoakan kita.

    Saya berusaha mencari ayat-ayat Alkitab yang mengatakan bahwa orang yang mati dalam Kristus dan sempurna dalam kasih, langsung masuk Surga. Tetapi saya belum menemukannya. Malah, saya menemukan satu ayat lagi, yang menguatkan pendapatnya, yaitu di 1 Kor 15:20-23:

    Ay 20: “Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. ”

    Ay 21: “Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia.”

    Ay 22: “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan DIHIDUPKAN KEMBALI dalam persekutuan dengan Kristus.”

    Ay 23: “Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya PADA WAKTU KEDATANGAN-NYA.”

    Saya yakin dan percaya bahwa Bunda Maria, para martir dan orang-orang Kudus saat ini ada di Surga. Tetapi tampaknya ayat-ayat di atas menyatakan bahwa kebangkitan mereka atau persatuan mereka dengan Kristus baru terjadi pada saat kedatangan Kristus yang kedua kalinya.

    Mohon penjelasan dari Pak Stefanus atau Bu Ingrid, apa yang harus saya jawab kepada rekan diskusi saya itu? Apakah ada ayat-ayat Alkitab yang secara eksplisit menyatakan bahwa orang yang meninggal dalam keadaan sempurna dalam kasih, langsung masuk surga, tidak perlu menunggu kedatangan Kristus yang kedua kalinya?

    Terima kasih dan salam kasih dalam Kristus Tuhan

    Primadi

    • Shalom Primadi,

      1. Orang yang meninggal dalam Kristus sesungguhnya tetap hidup

      Ya, benar akan apa yang anda katakan, demikian juga dengan dasar ayat yang anda sampaikan, bahwa jika orang percaya meninggal dalam Kristus, sesungguhnya ia tetap hidup, sebab Kristus telah memberikan hidup ilahi kepadanya. Jadi di sini, yang mati adalah tubuhnya, namun jiwanya tetap hidup.

      Dasarnya Yoh 11:25, atau juga Yoh 6: 53-58.

      Sebagai kesatuan umat beriman kita disatukan oleh kasih Kristus, baik kita yang masih berziarah di dunia ini, maupun mereka orang beriman yang telah beralih dari dunia ini, baik mereka yang berada di Api Penyucian ataupun mereka yang sudah berada di surga. Dengan demikian, kita dapat mendoakan mereka yang masih dimurnikan di Api Penyucian, dan kita dapat memohon dukungan doa dari mereka yang sudah berada di surga.

      2. Orang mati baru dibangkitkan dan naik ke surga pada akhir jaman?

      Pada saat seseorang wafat, maka jiwanya langsung diadili oleh Tuhan Yesus, dalam apa yang disebut sebagai Pengadilan Khusus. Sesudah ini jiwa orang tersebut memiliki tiga kemungkinan: masuk neraka, Api Penyucian, atau Surga. Silakan membaca lebih lanjut tentang hal ini di sini, silakan klik, termasuk dengan dasar ayat- ayatnya.

      Namun memang benar, kebangkitan badan baru terjadi pada akhir jaman. Sehingga pada akhir jaman nanti, tubuh semua orang mati dibangkitkan. Sesudah kebangkitan badan, maka setiap orang akan diadili di hadapan para mahluk ciptaan yang lain, dan ini disebut sebagai Pengadilan Terakhir/ Pengadilan Umum. Setelah Pengadilan Umum ini, maka tubuh dan jiwa yang telah bersatu kembali itu menerima ganjarannya: orang- orang yang benar -jiwanya dan tubuh kebangkitannya- masuk ke surga, sedangkan orang- orang yang jahat, tubuh dan jiwanya, masuk ke neraka. Sesudah Pengadilan Umum ini tidak ada lagi Api Penyucian, sebab mereka yang telah dimurnikan di Api Penyucian, akan beralih ke Surga. Silakan untuk membaca link yang saya sebutkan di atas untuk mengetahui lebih lanjut tentang Pengadilan Khusus dan Pengadilan Umum/ Terakhir ini.

      Dengan pengajaran di atas, maka kita mengetahui bahwa para orang kudus itu telah berada di surga setelah wafatnya, walaupun hanya jiwanya (kecuali Bunda Maria yang tubuh dan jiwanya telah diangkat ke surga).

      Ayat 1Kor 15:20-23 bukan merupakan dasar bahwa orang yang mati, jiwanya tidak langsung masuk surga ataupun harus menunggu sampai kedatangan Kristus. 1 Kor 15:20-23 yang mengatakan:

      “Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya.”

      mau menunjukkan bahwa Kristus adalah yang sulung/ yang pertama bangkit dari antara orang mati. Sebelum Kristus tidak ada orang yang bangkit dari kematian. Dengan demikian Kristus dibandingkan dengan Adam. Oleh dosa Adam, semua umat manusia jatuh dalam dosa dan maut, sedangkan oleh jasa Kristus, umat manusia memperoleh pengampunan dan hidup kekal. Maka kebangkitan badan yang dijanjikan oleh Kristus akan digenapiNya pada akhir jaman, namun kehidupan jiwa yang kekal yang kita peroleh dari Tuhan itu tidak terputus oleh kematian tubuh. Jiwa inilah yang langsung diadili sesaat setelah tubuh kita mati, sebab kita mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi (Ibr 9:27).

      Semoga sekilas keterangan di atas dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Terima kasih, Bu Ingrid. Sudah cukup jelas sekarang bagi saya.

        Salam kasih dalam Kristus
        Primadi

  6. Shalom Katolisitas

    Diolehkarnakan ada teman meminta tentang riwayat hidup St. Felicia , dimana saya sudah mencoba mencari disitus http://www.indocell.net/yesaya , namun nama tersebut tidak saya ketemukan di situs itu.-
    Mohon, bpk Stef dapat membantu saya memberikan link atas St Felicia .-
    Sebelumnya terima kasih.-

    Salam kasih,
    Adnilem Sg

  7. Hai Bu Ingrid, Pak Stef, dll.

    Saya sudah yakin, kita boleh berdoa kepada Santo-Santa. Yang saya
    tanyakan:
    1. Sejak tahun berapa ada tradisi berdoa kepada para kudus yg telah meninggal? Apakah tradisi semacam ini ada dalam kalangan/aliran Yahudi (Yahudi Qumran atau apa gitu)?
    2. Adakah ajaran para Bapa Gereja pada abad 1 sampai abad 5 Masehi yg mengajarkan kita berdoa pada orang kudus yg sudah meninggal?
    3. Kepada Santo atau Santa apa (yg sudah meninggal) pertama kali ada doa semacam itu (devosi orang kudus) dalam umat Gereja Katolik? Apakah kepada Bunda Maria? Apakah doa kepada Bunda Maria pertama kali mucul
    pada Perang Salib ketika Paus (lupa Paus apa namanya) menyerukan doa Rosario untuk melawan pasukan Turki.

    Mohon dijawab please. Makasih banget loh.

    • Shalom Andreas,
      Sebenarnya lebih tepat jika dikatakan bahwa kita berdoa ‘bersama‘ dengan Santo Santa, bukan ‘kepada‘ Santo Santa. Jika ingin digunakan ‘kepada‘ di sini hanyalah untuk diartikan bahwa memang di dalam doa kita memohon kepada mereka agar mendoakan kita.

      1. Tradisi menghormati para kudus yang telah meninggal telah mulai sejak abad awal, atas dasar ajaran para rasul bahwa persekutuan orang kudus tidak terputus oleh maut. Silakan membaca di tanya jawab berikut ini, silakan klik.
      Tradisi menghormati para kudus ini juga berakar dari tradisi Yahudi yang memang menghormati para nabi/ tokoh PL dengan membangun kuburan mereka sebagai tempat ziarah (shrine). Contohnya yang masih dapat dilihat sampai sekarang adalah kubur Raja Daud, nabi Yesaya dan Samuel.
      Sedangkan tradisi mendoakan jiwa orang-orang yang sudah meninggal, juga berasal dari tradisi Yahudi seperti tercantum dalam 2 Mak 12: 38-45, dan juga diterapkan oleh Rasul Paulus, saat mendoakan Onesiforus (2 Tim 1:16-18)

      2. Jika anda membaca link di atas itu, anda akan mengetahui bahwa sejak abad awal, jemaat mempunyai tradisi baik memohon doa dari para orang kudus yang sudah meninggal, [demikian juga mendoakan jiwa orang yang sudah meninggal, seperti yang pernah dituliskan di sini, silakan klik].

      3. Sejak abad awal jemaat mempunyai penghargaan khusus kepada para martir yang menyerahkan hidup mereka bagi Kristus, seperti St. Petrus dan St. Paulus, dan para rasul lainnya, St. Polycarpus dan St. Ignatius dan St. Yustinus. Gereja perdana membangun gedung gereja atas makam mereka, dan menghormati mereka sebagai orang kudus.

      Demikian juga, devosi kepada Bunda Maria sudah ada sejak abad- abad awal. Tulisan- tulisan dari para Bapa Gereja seperti St. Yustinus Martir, St. Ignatius dari Antiokhia, St. Irenaeus, dst memberikan kesaksian akan penghormatan Gereja perdana kepada Bunda Maria. Demikian juga gambar- gambar di Katakombe (kubur bawah tanah) dari jemaat perdana menunjukkan devosi jemaat perdana kepada Bunda Maria. Para Bapa Gereja seperti St. Ambrosius, St. Jerome, St. Agustinus dan St. Gregory Nazianza (sekitar abad 4-5) juga mengajarkan kepada kita tentang doa perantaraan Bunda Maria.

      Jadi devosi kepada Bunda Maria sudah dikenal di abad- abad awal, dan bukannya baru pada saat Perang Salib (abad 11-13). Namun devosi dalam bentuk doa rosario memang diseberluaskan oleh para biarawan Dominikan, yang diawali oleh St. Dominikus di sekitar abad- 12. Tentang asal usul rosario ini, sudah pernah ditulis di sini, silakan klik. Sejarah mencatat bahwa pada abad- 15 doa rosario menjadi popular. Beberapa Paus yang menyebar-luaskannya adalah Paus Leo XIII dan Paus Pius V, Paus Pius XII, dan juga Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI.

      Demikian jawaban saya, semoga berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • Nah…. Tradisi menghormati para kudus ini juga berakar dari tradisi Yahudi yang memang menghormati para nabi/ tokoh PL…. ini yang saya rasa dipermasalahkan oleh salah satu teman protestan saya. Terpengaruh budaya setempat.

        • Shalom Alexander,

          Pertama-tama kita harus memahami bahwa tradisi menghormati para nabi dan tokoh PL itu bukan hanya semata-mata ‘budaya’ setempat. Itu adalah tradisi yang tertulis di dalam Kitab Suci dan dengan demikian merupakan ajaran yang dikehendaki oleh Allah sendiri. Dalam Kitab Suci terdapat ajaran yang menghormati orang yang meninggal, sehingga mereka layak dikuburkan sebagai manusia (Kej 23:6; 50:5, 1 Sam 25:1, Yeh 39). Maka di kitab Tobit tertulis bagaimana perbuatan menguburkan orang yang mati diajarkan sebagai suatu kebajikan (Tob 1, 2).

          Maka kita tidak dapat mengatakan bahwa semua tradisi Yahudi yang tertulis di dalam PL adalah sekedar ‘budaya’ yang tidak ada artinya. Kita harus melihatnya bahwa ada banyak tradisi di PL yang digenapi di PB. Sebagai contohnya adalah tradisi merayakan Paska. Paska Yahudi (pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir) adalah gambaran Paska kebangkitan Kristus (pembebasan umat manusia dari perbudakan dosa). Hari Pentakosta Yahudi (perayaan hari panen) gambaran hari Pentakosta (perayaan hari “panen” yang baru dengan turunnya Roh Kudus atas Gereja). Bahkan di buku Jesus of Nazareth, Paus Benediktus XVI condong menghubungkan pesta pengakuan nama YHWH pada peringatan Yom Kippur (di mana sekali setahun imam agung PL masuk ke tempat Maha Kudus di Bait Allah dan menyebutkan nama YHWH), dengan perayaan Gereja merayakan pengakuan Petrus atas Kristus sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup (Mat 16:16). Perayaan Yom Kippur ini yang diakhiri dengan perayaan 6 hari ditutup dengan Hari Tabernakel, yang dalam PB adalah Transfigurasi (Yesus dimuliakan di atas gunung Tabor) yang merupakan perayaan di mana terang penyertaan Allah bersinar atas umat-Nya.

          Maka tradisi Yahudi yang ada di Kitab Suci tidak harus dianggap buruk. Tradisi yang buruk itu memang ada, yaitu tradisi tambahan dari orang Farisi untuk menguduskan hari Sabat, sampai-sampai orang dilarang untuk menolong sesama pada hari itu. Tradisi macam ini ditentang oleh Kristus di PB. Namun tradisi menghormati orang tua, dan menguburkannya jika mereka meninggal, itu adalah perbuatan yang baik dan dianjurkan. Sedangkan perkataan Yesus pada Mat 8:22 tentang ‘biarlah orang mati menguburkan orang mati’ bukan dimaksudkan agar kita melalaikan tugas kita terhadap orang tua, tetapi Ia mengajarkan bahwa ‘orang mati’ di sini adalah orang yang mempunyai perhatian hanya kepada barang-barang fana, dan yang tidak mempunyai perhatian kepada hal- hal surgawi.

          Jadi mari kita pahami bersama bahwa tradisi di PL tersebut tidak semuanya dapat dikatakan sekedar hanya ‘budaya’ semata. Silakan anda membaca juga artikel tentang relikwi, silakan klik, yang juga menunjukkan bagaimana tradisi dalam PL tentang penghormatan kepada para nabi, mendasari juga penghormatan kita kepada para orang kudus.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

          • Wah… Terima Kasih Bu Inggrid. saya rasa cukup dengan mengutip ayat dari PL yang kitabnya dimiliki oleh alkitab protestan saja sudah cukup untuk membuat orang protestan berpikir ulang. (maklum… mereka kan sola scriptura, dan salah sendiri membuat doktrin sola scriptura, ehehehehehehehe~ ^^)

            Iya… jika tertulis di dalam alkitab berarti merupakan ajaran yang dikehendaki oleh Allah sendiri.

            Terima Kasih banyak Bu Inggrid !

  8. dari kata2 anda sendiri, kalo memang Kristus satu2 nya pengantara, terus ngapain lagi pake pengantara Santo Santa? apalagi kalo ada “daftar santo/santa yang dimintai pertolongannya dalam berdoa”, terus ini Kristusnya di mana? belum itu juga buatan manusia, cocok2in sendiri siapa cocok untuk doa apa. ini kan aneh

    • Shalom Koreksi,
      Memang terdapat perbedaan pengertian tentang Pengantaraan Kristus yang satu-satunya itu, antara pemahaman Protestan dan Gereja Katolik. Gereja Katolik melihat Kristus di sini adalah dalam kesatuan dengan Tubuh Mistik-Nya yang secara istimewa ditandai oleh para kudus-Nya (Santo dan Santa), dengan demikian Pengantaraan Yesus di sini bersifat inklusif. Sedangkan pemahaman Protestan adalah Yesus saja, atau pengantaraan Yesus yang bersifat eksklusif.

      Dasar pengajaran Gereja Katolik adalah juga dari Alkitab yang memang berkali-kali mengajarkan kita untuk saling mendoakan satu sama lain (lih 1 Tim 2:1; Yak 5:16), sehingga pada saat kita mendoakan orang lain, sebenarnya kita melakukan doa syafaat atau menjadi ‘pengantara’ bagi orang yang kita doakan kepada Tuhan. Namun demikian, tentu pengantaraan itu tidak pernah sama/ sejajar dengan Pengantaraan Yesus, sehingga pengantaraan/ doa syafaat umat beriman ini sepenuhnya bergantung pada Pengantaraan Kristus, jadi tidak berdiri sendiri sebagai ‘saingan’ Pengantaraan Kristus.

      Maka, doa syafaat para orang kudus (para Santo, Santa) ini juga sepenuhnya tergantung dari Pengantaraan Kristus. Dengan perkataan lain, Tuhan berkenan mengizinkan mereka mengambil bagian di dalam Pengantaraan Kristus, karena mereka adalah “kawan sekerja Allah” (1 Kor 3:9). Karena hingga sekarang Kristus masih terus berkarya untuk menyelamatkan manusia, maka mereka yang sekarang telah berada bersama- sama dengan Yesus di surga-pun dapat bekerja sama dengan Yesus untuk menuntun manusia memperoleh keselamatan. Nah, memang Tuhan menyelamatkan manusia dengan melalui Kristus, namun cara yang spesifik pada tiap-tiap orang berbeda-beda, karena pengalaman dan kondisi hidup tiap-tiap orang berbeda-beda. Dalam konteks inilah maka kita dapat melihat teladan para orang kudus, yang juga memang berbeda-beda kisahnya, teladan dan kharisma-nya.
      Seperti dalam Alkitab ditulis bahwa yang kuat harus menolong yang lemah (Rom 15:1), maka demikian pula, Gereja Katolik mengajarkan mereka yang telah lebih dulu sampai di surga, dapat mendoakan saudara- saudari mereka yang masih berziarah di dunia ini. Karena pada prinsipnya, mereka yang sudah mendahului kita, tidak ‘mati’ secara rohani, malah mereka secara rohani lebih ‘hidup’ dari kita, karena mereka telah bersatu dengan Tuhan Yesus yang adalah Sang Hidup (Yoh 14:6).

      Maka sama seperti di dunia ini, ada orang-orang beriman tertentu yang mempunyai kharisma tertentu untuk mendoakan kasus-kasus tertentu, maka demikian pula para kudus di surga. Jika kita dapat melihat ikatan persaudaraan kita sebagai umat beriman tidak terputus oleh maut, maka kita dapat melihat bahwa mohon pertolongan doa kepada para kudus itu sebagai sesuatu yang masuk akal dan wajar. Gereja Katolik tidak mengharuskan umatnya untuk memohon pertolongan doa kepada orang kudus, tetapi hanya menganjurkannya. Kalau seseorang tidak mau memohon pertolongan doa dari para orang kudus itu juga tidak apa-apa, namun kalau ia mau melakukannya, tentu baik bagi dirinya sendiri. Ini seperti layaknya seseorang yang sedang belajar ujian agar lulus sekolah: ia dapat belajar sendiri atau dapat juga meminta bantuan/ belajar dari dari kakak-kakak kelas yang sudah terlebih dahulu lulus. Kakak-kakak kelas itu juga tidak bisa menolong kalau tidak diizinkan oleh sang guru dan kalau sang murid itu tidak bekerjasama dan belajar sendiri dengan baik. Maka demikianlah kira-kira contohnya, walaupun memang bukan contoh yang sempurna.

      Maka karisma itu bukan karena asal dicocok-cocokkan. Gereja mempunyai tradisi sendiri untuk menyatakan seorang Santo/ Santa itu untuk mendoakan hal apa, tergantung dari riwayat hidupnya dahulu, bagaimana pergumulan semasa hidupnya, dan apa buah-buah dari doa-doa mereka, baik sewaktu mereka masih hidup di dunia maupun setelah mereka meninggal. Semuanya ada bukti-buktinya terlebih dahulu, sebelum dinyatakan oleh Gereja sebagai patron/ pelindung di dalam hal sesuatu. Jika anda ingin membaca bagaimana prosesnya seseorang dapat dinyatakan sebagai Santa/ Santo, anda dapat membaca di sini, silakan klik. Pada dasarnya, prosesnya panjang dan berliku bagi seseorang untuk dapat dinyatakan sebagai Santa/ Santo. Cukup ‘sulit’, karena harus ada mukjizat-mukjizat dahulu yang juga harus dinyatakan otentik (umumnya oleh dokter ahli, karena umumnya adalah mukjizat kesembuhan penyakit, yang tidak dapat dijelaskan secara ilmu kedokteran) dan mukjizat ini juga harus terjadi bahkan setelah mereka sudah meninggal dunia sebagai tanda bahwa Tuhan berkenan mendengarkan dan mengabulkan doa syafaat orang kudus itu.
      Selanjutnya jika anda ingin membaca dialog hal pengajaran tentang persekutuan orang kudus ini, silakan membaca tanya jawab di sini, silakan klik.

      Memang bagi umat non- Katolik memohon pertolongan doa dari orang kudus mungkin terdengar ‘aneh’, tetapi jika dipahami prinsipnya, yaitu persekutuan orang kudus yang tak terputus oleh maut dan persekutuan ini selalu saling tolong menolong: maka sebenarnya pengajaran ini tidak aneh. Tuhan Yesus menghendaki agar kita tidak terpisah dari kasih-Nya, dan kasih ini tidak memisahkan kita dari-Nya dan dari keseluruhan Tubuh-Nya, meski oleh maut sekalipun (lih. Rom 8:38-39) sebab Kristus telah mengalahkan maut itu dengan wafat dan kebangkitan-Nya di kayu salib.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati

    • Kalau anda menolak doa2 melalui orang2 kudus yang sudah pasti berada disurga bersama Kristus (Wahyu 6:9) mengapa anda berdoa melalui pendeta2 yang belum pasti bersama Kristus? Akankah lebih tidak ada gunanya! Doa melalui santo/santa ada karena kesaksian dari orang Kristen yang mengalami mujizat bukan dicocok2in. Kerendahan hati adalah kerinduan Tuhan, berdoa sendiri bisa salah karena mau memuaskan nafsu sendiri (Yakobus 4:3).

  9. Yth Katolisitas,

    Apakah ada daftar santo/santa yang dimintai pertolongannya dalam berdoa,
    misalnya Santo Antonius biasanya menjadi perantara doa untuk orang yang sedang kehilangan barang? atau mungkin ada situs lain yang bisa saya ketahui?

    Kemudian saya ingin tanya untuk orang/nabi dalam Perjanjian Lama apakah termasuk ke dalam daftar orang kudus? Kenapa biasanya dianjurkan mengambil dalam Perjanjian Baru? Saya jarang melihat orang Katolik menggunakan nama baptis dari Perjanjian Lama?

    terima kasih

    salam
    chris

    • Shalom Chris,
      Mengenai Santo dan Santa, silakan klik di link ini.
      Sebenarnya para nabi dalam Perjanjian Lama juga dapat dikatakan sebagai orang kudus, namun memang pada Pembaptisan, umumnya orang Katolik mengambil nama-nama pada Perjanjian Baru, atau para orang kudus yang ada pada jaman setelah kebangkitan Yesus. Alasannya adalah karena para nabi/ tokoh pada Perjanjian Lama bersatu dengan Kristus dalam Baptism of desire, namun tidak secara nyata dalam Sakramen Pembaptisan, maka orang Katolik yang dibaptis umumnya memilih nama orang kudus yang sudah terlebih dahulu menerima sakramen Baptis. Karena bagaimanapun juga segala hukum seremonial pada Perjanjian Lama, khususnya sunat hanya merupakan gambaran/ bayangan akan kepenuhan rahmat pengudusan yang sesungguhnya diterima pada saat Sakramen Pembaptisan. Melalui sakramen Pembaptisan, seseorang memang mati terhadap dosa dan bangkit untuk hidup bersama Kristus, dan ini nyata dicontohkan oleh para kudus yang hidupnya sungguh telah diubah menjadi kudus melalui Pembaptisan yang telah mereka terima. Teladan para kudus dan kesatuan kita semua sebagai anggota Tubuh Kristus memungkinkan para kudus itu untuk mendoakan kita semua, secara khusus kita yang mengambil nama mereka sebagai nama baptis kita.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

    • Katolik mempunyai buku hari orang-orang kudus utk mengenal iman orang2 kudus atau mujizat yg dialami.

      Anda suka mujizat? Doa kepada santa/santo bukan dibuat-buat, tetapi karena kesaksian orang Kristen yang mengalami mujizat. Secara logika kalau seseorang mengalami kesembuhan dari kanker, dan kita sakit kanker tentu kita ingin meniru iman orang tersebut. Proses pengukuhan menjadi santa/santo bukan karena dibuat Gereja Katolik tetapi karena pengalaman umat Kristen disekelilingnya. Paus hanya mengesahkan setelah menyelidiki dengan seksama kebenarannya dan biasanya memakan waktu sampai Gereja mempunyai bukti nyata karena juga mukjisat itu bisa terjadi sampai sekarang dan Gereja melihatnya. Mujizat terjadi tidak direncanakan tetapi kebetulan terjadi pada waktu santa/santo itu hidup dan bahkan waktu dikuburkan. Sedangkan nabi PL Gereja Katolik tidak punya saksi akan pengalaman itu, bagaimana Gereja bisa mempercayai doa melalui Nabi Musa utk kesembuhan kanker, tetapi mungkin kalau kehabisan air di gurun bisa berdoa melalui Nabi Musa. Nabi juga termasuk orang Kudus dalam Gereja Katolik, contoh Nabi Daniel, hari perayaannya adalah tgl 21 Juli, Nabi Musa tgl 4 September. Orang Katolik memakai nama orang kudus PB karena kerinduan memiliki iman kepada Tuhan Yesus seperti Orang Kudus tsb.

Comments are closed.