Tiba-tiba, aku terbangun. Aku melihat jam, lalu terkejut dan meloncat bangun. Aku telat tugas koor untuk misa pagi! Setelah berganti baju, aku melihat jam kembali. Jam 04. 30 pagi. Ternyata masih 15 menit lebih awal dari alarm yang kupasang. Kenapa aku bisa tiba-tiba bangun lebih awal? Entah kenapa dalam pikiranku hanya terlintas satu alasan : Allah ingin aku menggunakan waktu ini untuk bercengkerama denganNya.

Akupun duduk tenang dan mulai menyapaNya. Aku mensyukuri bahwa setidaknya aku tidak sampai telat bangun dan bisa mempersiapkan pelayanan koor Misa nanti dengan baik. Aku membayangkan pula bahwa nanti aku akan bersatu denganNya melalui Komuni Kudus. Aku membayangkan diriku berjalan di antara deretan bangku, berjalan menuju Kristus yang menungguku di ujung lorong tersebut. Aneh, ini semua tampak seolah aku sedang menikah.

Berbicara soal kehidupan pernikahan, aku merenungkan masalah-masalah dalam pernikahan zaman sekarang. Pasangan bekerja begitu giat sehingga kadang keluarga terabaikan. Suami bekerja keras mencari nafkah demi pasangan dan keluarga. Begitu keras sehingga kadang sudah kelelahan saat tiba di rumah. Karena lelah, setelah mandi, makan, nonton TV, lalu tidur. Hanya ada perbincangan sekadarnya diantara pasangan. Ketika ditanya, jawabannya hanya,”Aku sudah capek. Kan seharian aku sudah kerja demi kamu dan anak-anak”. Kemesraan tidak lagi seperti dahulu. Yang tersisa hanyalah rutinitas.

Mendadak, aku tersadar pola ini seolah sangat mirip dengan apa yang aku alami sekarang. Belakangan ini, memang aku kurang intens dalam doa. Hanya ada perbincangan sekadarnya antara aku dan Allah. Alasannya,”Aku telah sibuk dalam pelayanan untuk Tuhan. Tuhan pasti mengerti aku sekarang sudah lelah”. Namun, itu dari sudut pandang saya. Aku tidak sadar betapa Allah ingin kita bisa bercengkerama dengan mesra seperti dahulu. Panggilan-Nya untuk berbincang denganNya memang selalu menimbulkan gelombang dalam hati. Namun, entah kenapa aku masih berkeras untuk terlalu giat dengan alasan “Pelayanan untuk Tuhan”. Aku telah membiarkan rutinitas, yang katanya melayani Tuhan, merenggangkanku dariNya.

Aku mengerti, Tuhan Yesus. Tuhan mau aku selalu bergiat untukMu. Namun, Tuhan mau kesibukanku semakin mendekatkan diriku pada-Nya. Aku bertekad untuk menyediakan waktu khusus bersama Tuhan yang tidak akan aku kompromikan. Aku mau “bekerja segiat-giatnya demi Tuhan, Allah pencipta alam semesta (1 Raj 19:14)” sambil “berdiri di hadirat Allah yang hidup (1 Raj 17:1)”.

Aku harus bekerja dengan giat, memintal gulali yang manis, besar, dan berwarna-warni. Namun, aku tidak boleh lupa Siapa yang memampukanku untuk memintal dan untuk Siapa kupintal gulali-gulali ini. Aku tidak boleh lupa bahwa Dia yang selalu besertaku selalu merindukanku untuk meletakkan sejenak tugas jasmaniku, bercengkerama denganNya, dan memintal gulali rohani yang manis.

“Betapa sering aku gagal dalam tugasku pada Allah karena aku tidak bersandar pada tiang doa yang kuat” – St. Theresa Avila.

Melalui doa, aku akan senantiasa terhubung dengan Allah, yang aku layani. Semoga, dengan mendengar apa pesan St. Theresa Avila, aku selalu diingatkan dari mana dan untuk siapa aku bekerja.