1. Pengantar
Orang Muda Katolik (OMK) Indonesia sebagaimana orang muda pada umumnya ialah penentu masa depan. Gelora semangat orang muda menjadikan orang yang tidak muda lagi, memiliki berpengharapan. Jika Gereja dan bangsa memiliki orang muda yang bersemangat, penuh kasih, bertanggung jawab, berwatak luhur, beriman, maka sebagian besar dari kita tentu sepakat bahwa kita memiliki masa depan yang cerah, bahwa Gereja kita bukan calon museum belaka, dan bangsa kita bukan calon negara gagal. Tanggungjawab kita-lah untuk menentukan masa depan itu, sebagaimana kita dididik oleh para pendahulu kita sampai menjadi seperti sekarang ini. OMK memerlukan bimbingan dari para pendamping. Para pembina OMK mesti mewujudkan syukur atas pendidikan yang mereka terima dengan ikut bertanggungjawab mendidik orang muda demi masa depan. Maka kita mesti mengenal ciri pokok orang muda, dan mengenal apa kompetensi menjadi pendamping OMK.
2. Tiga Ciri Orang Muda: Jati Diri, Ketidakpastian, Hubungan-Hubungan
Jati Diri: OMK dipanggil untuk menjadi dirinya sendiri – yaitu menjadi diri sendiri seperti yang dikehendaki Tuhan. Hanya dengan mengetahui jati dirinya sesuai yang dikehendaki Tuhan, maka OMK bisa membangun dunia dan handal. Meminjam kata-kata Santa Katharina dari Siena (1347-1380), “Be who God meant you to be and you will set the world on fire”.
Namun, orang muda masa kini, tak terkecuali di tempat kita, sedang mengalami ketimpangan biologis-psikososial. Kebutuhan untuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan telah memperpanjang masa muda mereka, dan menunda masa “mentas” mereka. Di alam pedesaan tradisional pemuda dinyatakan lulus dari remaja ke dewasa dengan pernikahan dini. Sekarang orangtua diharapkan untuk merawat orang dewasa muda lebih lama lagi. Sementara itu perbaikan diet dan kondisi lingkungan yang lebih baik telah mengakibatkan pubertas awal. Jadi, anak-anak secara biologis siap untuk menikah lebih awal daripada di masa lalu, namun kini mereka harus menunda pernikahan karena alasan psikososial. Ada ketimpangan antara perkembangan biologis yang lebih cepat dan kematangan psikososial yang lebih lambat. Pengenalan Jati diri menjadi makin susah dalam situasi ini.
Ketidakpastian: Dari sisi sosio-ekonomi, Umat Katolik Indonesia terbagi menjadi dua: sekitar separuh menikmati kesejahteraan yang membuat mereka gampang meraih apa yang mereka inginkan, dan separuh masih berjuang untuk meningkatkan taraf kesejahteraan mereka. Bagi Orang Muda Katolik (OMK) dari kalangan kaum beruntung, sering ada beberapa pilihan pekerjaan yang bermanfaat bagi mereka. Bagi OMK yang dari kalangan kurang beruntung, hampir tidak ada pilihan sama sekali. Setengah pengangguran atau pindah-pindah kerja (bekerja tidak sesuai dengan ilmu yang dipelajari) mengalami peningkatan jumlah. Bagi kebanyakan OMK, wajah mereka menampakkan ketidakpastian masa depan.
Hubungan-Hubungan: Sementara OMK masih bergulat dengan jati diri yang tak kunjung jelas, dan berjuang mendapatkan pekerjaan, maka OMK harus belajar membangun relasi antar-pribadi dalam keluarga, teman sebaya dan menemukan jodoh atau panggilan hidup (mau pacaran dan menikah, atau melajang, atau selibat demi Kerajaan Allah?). Suatu relasi-relasi yang membelit mereka dan bisa membingungkan jika tidak didampingi secara bijaksana. Mereka membutuhkan relasi yang bermakna, bukan hanya “just for fun” maupun main-main.
3. Dunia Kita
OMK, seperti sebagian dari kita juga, hidup dalam beberapa dunia. Tidak aneh, karena kita ini multidimensional. Sekularisasi yang baik membawa di dalamnya cara pandang buruk sekularistik: penyembahan dewa-dewi ilmu pengetahuan (idols of science), teknologi dan kemajuan wahana elektronika, pengejaran tiada henti atas pertumbuhan ekonomi, agama konsumeristis dengan “katedral-katedral shopping mall”, proses peningkatan budaya, bukan saja gaya hidup impor dan perilaku, atau jeans dan KFC yang tampak fisik, namun juga penerimaan tanpa sadar atas nilai-nilai konsumeristis dalam budaya instan dan budaya “klik copy-paste”.
Sekarang, giliran kita berpikir. Bagaikan permainan bola sodok, manakah bola putih yang ketika kita sodok, maka akan mengenai bola-bola lainnya? Manakah yang pertama-tama kita bidik, agar OMK bisa memecahkan aneka masalah mereka sekaligus membuat mereka beranjak dewasa? Saya setuju dengan pandangan bahwa semua persoalan mesti kita dekati mula-mula dengan Spiritualitas. Namun spiritualitas yang mana? Tentu saja Spiritualitas Katolik/Kristiani, dengan mengindahkan spiritualitas lokal kita yang khas sebagai bangsa Indonesia atau Asia Tenggara, atau khas Asia. Karena Yesus orang Asia dan para nabi pun tiada beda dengan-Nya, ialah orang Asia.
4. Spiritualitas Dialog
Gereja mengharapkan OMK tangguh imannya dan tanggap –peduli terhadap keprihatinan masyarakat. ”Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan warga masyarakat khususnya yang miskin dan menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan OMK pula ” (bdk GS 1). Jika kunci yang bisa membuka pembinaan OMK ialah spiritualitas, maka spiritualitas dialog merupakan jalan utama menuju pembinaan OMK di berbagai pembinaan.
Sekarang, dialog merupakan cara satu-satunya bagi perdamaian dan bahkan bagi pembentukan karakter manusia. Karena itu, dengan memperhatikan ciri-ciri dan konteks di atas, kita hendaknya mengembangkan spiritualitas dialog sebagai dasar dari pembinaan OMK.
5. Jago Kandang Saja ?
Ada ungkaan mengatakan: ”OMK itu jago kandang saja. Beraninya berkokok di kandang sendiri seperti ayam jantan kate, tidak berani bergaul dengan kelompok di luar kelompoknya sendiri.” Benarkah? Ada benarnya walaupun tidak sepenuhnya. Jika demikian, prinsip-prinsip kaderisasi macam apa yang dibutuhkan untuk menjawab harapan OMK yang beriman mendalam dan tangguh serta berani terlibat dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia yang plural ini?
Saya menawarkan spiritualitas dialog sebagai landasan kaderisasi. Spiritualitas yang pada dasarnya tidak asing bagi OMK, yaitu yang mengalir dari dialog Allah sendiri dengan manusia, melalui Yesus Kristus Putera-Nya dalam Roh Kudus. OMK sendiri harus mengalami hidup nyata yang dibimbing oleh-Nya, mengalami Allah dalam kehidupan. Mereka mesti diajak refleksi untuk menemukan makna iman atau nilai kehidupan tertentu dalam peristiwa dan perjumpaan dengan sesama yang beraneka ragam.
Setelah prinsip dasar spiritualitas, barulah menyusul aneka kemampuan lainnya untuk diberikan dalam kursus kaderisasi. Namun demikian, kaderisasi sejati bukan pada kursus kaderisasi yang hanya empat-lima hari atau satu minggu atau satu bulan. Tidak demikian. Kaderisasi sejati ada dalam pendampingan OMK terus menerus sampai mereka mentas. Biarkan mereka mengalami sendiri dinamika hidup itu, kemudian didampingi dengan mengajak mereka merefleksikan pengalaman dalam Tuhan, lalu beraksi kembali dan seterusnya. Inilah prinsip ”see-judge-act” yang menjadi pokok pendampingan dan kaderisasi. Sebenarnya, inti kaderisasi sederhana saja, yaitu penemuan jatidiri yang dikasihi dan dikehendaki Allah untuk berbuat nyata dalam kehidupan yaitu mau berdialog dengan realitas kemiskinan, dialog dengan realitas budaya-budaya dan dialog dengan agama-agama. Intinya, OMK yang berbuat kebaikan konkret.
6. Pendamping yang Tangguh
Di balik sosok OMK yang tangguh dan berkiprah dalam masyarakat, ada pendamping yang tangguh pula. Tak mungkin seorang pemain sepakbola berprestasi tanpa seorang pelatih yang bertangan dingin dan berpengalaman. Maka yang diperlukan sekarang ialah para pendamping yang sadar akan jati dirinya sebagai pendamping, mengalami kasih Allah sendiri dan mengasihi OMK. Justru sekarang, fokus kami Komisi Kepemudan KWI ialah para pendamping yang kami cita-citakan: memiliki pengalaman rohani yang dalam, mau belajar mengembangkan diri, memiliki hati dan cinta yang besar untuk OMK yang didampingi, serta menjadi teladan dalam menggereja dan memasyarakat. Para pendamping itu pertama-tama ialah orangtua dalam keluarga. Berikutnya ialah para pendamping yang ditugasi oleh paroki serta keuskupan. Sedangkan kami membantu melengkapi dengan pendidikan para pendamping di tingkat regio dan keuskupan.
7. Kemampuan Pembina: Penggerak (Animator), Pendamping (Chaplain), Pembina/Pemimpin (Leader)
7.1 Penggerak (Animator)
Kemampuan yang dituntut dari seorang penggerak adalah:
1. Kepribadian: mengenal diri (kecenderungan psikologis, seksual-hormonal, sosial-budaya sekitar); daya empati-simpati; daya juang, ingin lebih maju/ menanggapi secara positif.
2. Hidup Rohani: punya kemauan untuk makin mengenal Kristus dlm GerejaNya (keinginan menggeluti Kitab Suci, Sakramen, pernah mengerti dokumen Gereja dan beberapa kutipan penting).
3. Hidup Intelektual: keingintahuan (indikasi: membaca, menulis). Menguasai bidang minat tertentu..
4. Berminat pada Pergaulan – Budaya – Kesenian – dan Badan yg sehat
5. Memiliki (dan dimiliki oleh) sebuah Komunitas
6. KETRAMPILAN :
– memimpin animasi (gerak-lagu) bahkan secara spontan.
– memimpin pertemuan terbatas, misalnya 10-20 orang
– memimpin doa bersama dan ibadat sabda ringkas
7.2 Pendamping (Chaplain)
Memiliki Kemampuan Dasar Penggerak ditambah beberapa hal berikut ini:
1. Kepribadian: Daya Tahan (asertif), terbuka terhadap perkembangan, memiliki penguasaan diri secara emosional.
2. Rohani: Mulai mengalami kedalaman relasi dengan Kristus dalam Gereja-Nya
3. Penghubung antar komunitas
4. Ketrampilan memotivasi agar yang didampingi berani maju / Public appearance meyakinkan.
7.3. Pembina/Pemimpin (Leader)
Memiliki kemampuan Penggerak + Pendamping ditambah hal-hal berikut ini:
1. Kepribadian: Daya ubah dari dalam (transformatif) menuju keadaan rendah hati.
2. Rohani: Kemampuan menangkap rahmat untuk tetap tinggal bersama Kristus dalam GerejaNya pada situasi tekanan, kesimpangsiuran, maupun kesepian rohani yang akut. Mulai menjadi pesan Injil, bukan hanya penyampai pesan Injil. Menjadi tanda harapan. Berserah, semua untuk Tuhan saja. Demi makin besarnya kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa OMK (bdk. St Ignatius Loyola, ”Latihan Rohani”no 23, azas dan dasar), yang bisa diartikan demi makin besarnya OMK yg kupimpin.
3. Intelektual: Visioner dan memiliki kebijaksanaan.
8. Penutup
Sebagai pembina OMK, kita di tingkat mana? Semoga Pembina OMK mendampingi Orang Muda Indonesia, bersemangat dan terampil menyambut estafet kepemimpinan dan pembudayaan Gereja Katolik dan bangsa Indonesia sekarang dan ke depan.
Jakarta, Februari 2012
(Penulis: Yohanes Dwi Harsanto Pr, Imam Keuskupan Agung Semarang, saat teks ini diunggah masih bertugas sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia/KWI. Teks ini diolah ulang dari teks sama yang dimuat di Majalah ”Inspirasi” bulan Oktober 2011. Pemikiran ini diilhami oleh tantangan Dr John Manford Prior SVD, dalam makalah untuk FABC Office of Laity and Family Southeast Asia 2 Consultation Meeting on Youth: “ Youth and Asian Spirituality” Juni 2011).
Dear katolisitas,
saya seorang pengurus KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik). Saya sangat miris dengan teman-teman saya yang lain karena acuh dengan komunitas saudara seimannya. Dari total 40an anggota, hanya belasan yang aktif.
Kalau diajak pun enggan dengan alasan sudah sibuk dengan organisasi lain, padahal KMK juga tidak pernah full (sehingga tidak mengganggu kegiatan lain) dalam mengadakan acara. Ada saran bagaimana memecahkan masalah ini? Terimakasih
Salam Brigita,
Tugas pengurus komunitas Anda ialah menawarkan dan berusaha menyelenggarakan kegiatan yang bermanfaat dan bermutu, menampilkan diri semenarik mungkin agar makin banyak orang tertarik, menawarkan (menyebarkan informasi), dan kemudahan keterjangkuan informasi. Berdoa dan pengolahan spiritualitas pribadi dan pengetahuan iman dari para pengurusnya pun perlu. Artinya, alih-alih Anda kecewa karena jumlahnya sedikit, lebih baik meningkatkan mutu penyelenggaraan acara dan pembinaan dari orang-orang yang sudah ada sekarang. Jika mereka merasakan manfaat dan mutu hidup dan iman mereka meningkat, maka semoga berita mengenai keunggulan komunitas Anda akan terdengar ke mana-mana.Semoga.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Salam kasih….
Perkenalkan Saya/kami dari PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesi), mempunyai rencana memfasilitasi / membuat suatu Event besar dimana acara ini melibatkan Orang Muda Katolik secara khusus Pelajar SMA kelas tiga yang hendak menempuh jenjang Pendidikan yang lebih tinggi sebagai mahasiswa.
Event yang akan dibuat adalah RETRET dan CHARACTER BUILDING CAMP (CBC) yang masing-masing berbeda waktu, dimana RETRET akan dilaksanakan setelah UAN (3hr2mlm) dan CBC dilaksanakan setelah mereka memasuki dunia perkuliahan (kurang lebih 5-7hr). Dan setelah acara tersebut ada kemungkinan kita membuat BAKTI SOSIAL..
Yang kami ingin pertanyakan/ bisa dikatakan meminta masukan dari tim katolisitas.org/pastur.. Point2 apa saja yang baik, khususnya nilai2 pendidikan/unsur2 yg baik untuk diberikan para calon mahasiswa agar dapat survive sesuai iman katolik..? (dalam retret dan CBC)
[dari katolisitas: Silakan pembaca katolisitas juga dapat memberikan masukan kepada Joey.]
menanggapi joey,
sy mau berbagi ide-saran berdasarkan pengalaman waktu dulu pernah ikut pelatihan sejenis CBC,
1. Sebaiknya ditentukan dulu tema rangkaian kegiatan CBC-nya. Kalau kegiatannya sejenis Character building, baiknya sepefik lagi karakter yang bagaimana akan ditampilkan, targetnya siapa dan efeknya apa. Misal,kalau ingin membangun karakter seorang pemimpin bagi peserta. nah, sosok pemimpin yang akan dibawa adalah Yesus Kristus, jadi temanya ‘berjalan bersama Yesus’. Kisah Yesus mulai tampil sebagai pemimpin, memilih rasul, bagaimana DIA memimpin rasul itu semua bisa jadi inspirasi buat menyusun kegiatannya. boleh juga kita lihat sosok kepemimpinan Bapa Paus. Pertimbangan sy atas ini ini karna pada skrg minimnya sosok pemimpin yang bisa menepati janji, berbuat baik kepada rakyatnya.
2. kalau memang CBC, enaknya sih outdoor. lumayan tuh peserta merasakan alam ciptaan Tuhan, melepaskan beban setelah peserta yang baru menempuh UN dan semangat baru buat mahasiswa yang baru memulai masa kuliah (jadi bisa memimpin diri sendiri minimal) hehe..
3. harus dipikirin juga efek setelah kegiatan ini apa. Bagi peserta apa yang mereka dapat, trus bagi masyarakat, ga ketinggalan juga donk bagi gereja kita (mudah-mudahan ada yang terpanggil seperti sosok yang dibuat dalam thema)..
itu aja sih masukan dari aku, mudah-mudahn membantu ya. masih banyak thema yang bisa diangkat ko, boleh melihat kondisi atau fenomena yang terjadi pada calon peserta kegiatan saat ini. Sukses buat PMKRI..
Salam Kasih
Salam kasih saudara Joey,
Untuk mendapatkan point-point penting yang kiranya bermanfaat dan dapat membantu, sebenarnya saudara dapat pula menyimak dari surat dari Paus Benediktus XVI kepada para seminaris yang telah diterjemahkan oleh Romo Wanta di https://katolisitas.org/surat-kepada-para-seminaris. Karena disana ada banyak elemen yang tampaknya juga searah dan mendukung untuk dapat diterapkan bagi para calon mahasiswa dalam kehidupan sekularitas Kristiani sebagai sosok ‘abdi Allah’ baik dalam keluarga, masyarakat dan negara.
Selanjutnya adalah baik sekali bila ‘Spiritualitas Dialog’ dapat dilakukan sebagaimana telah disampaikan di atas oleh Romo Santo. Artikel yang dapat membantu dapat juga saudara baca di
https://katolisitas.org/apakah-spiritualitas-katolik guna mempermudah memahami dasar utama spiritualitas katolik yang sesungguhnya. Sedangkan untuk sosok pribadi imitasi Yesus yang dapat ditiru salah satunya adalah St Fransiskus Assisi. Ia dikenal dengan kehidupan spiritualitasnya yang begitu akrab dan mesra dalam Kristus. St Fransiskus adalah orang sangat sakramental, yang sepenuhnya Katolik, Ekaristi seluruhnya dalam spiritualitasnya. Sebagai bahan yang mungkin dapat memberikan inspirasi, saudara dapat melihat filmnya yang berjudul ‘Brother Sun, Sister Moon’ atau membaca buku sederhana sebagai bahan refleksi, yang salah satunya berjudul ‘365 St Francis of Assisi’ – Prayers and Meditations for every day of the year (selected and translated by Murray Bodo OFM, HarperCollins Publishers, Great Britain, 1997), yang beberapa kutipannya adalah sebagai berikut:
xxi
We would do well to remember this Scripture passage if we continue to be surprised at what the joy-filled Saint of Assisi sometimes says. St Francis’s attitudes are not merely those of a simple, saintly, but unenlightened man of the Middle Ages who has little to say to the liberated Modern world. St Francis is the total gospel person, hearing the Good News proclaimed and interpreted in the liturgy of the Church. He does not rationalize or explain away any of the words of the Lord. He simply hears them and puts them into practice. This was what was called ‘devotion’ in the Middle Ages: alacrity in putting into practice the Word of God.
January 6
The Spirit of the Lord and His Grace
Guard against all pride, vanity, envy, avarice, the cares and worries of this world, detraction and complaining. And if you do not have book-learning, do not be eager to acquire it, but pursue instead what you should desire above all else, namely, to have the Spirit of the Lord and his grace working in you, to pray always with purity of heart and to have humility, patience in persecution and in infirmity, and to love those who persecute and rebuke and slander you, because the Lord says, ‘Love your enemies and pray for those who are persecuted in the cause of uprightness: the kingdom of Heaven is theirs’ (Matthew 5:10). ‘Anyone who stands firm to the end will be saved’ (Matthew 10:22)
January 8
Lesser Brothers
Francis, the model of humility, wanted his brothers to be called Lesser and the superiors of the Order to bear the name ‘servants’, thereby preserving the very words used in the gospel which he had promised to observe. At the same time he enabled his followers to learn from their very name that they had come to the school of the humble Christ to learn humility. Jesus Christ, the teacher of humility, intending to form his disciples in true humility, said, ‘Anyone who wants to become great among you must be your servant, and anyone who wants to be first among you must be your slave’ (Matthew 20:26-27)
Langkah berikutnya bila memungkinkan, saudara beserta panitia dapat mengundang Pak Stef dan Bu Ingrid secara formil juga. Sebab saya yakin, sesuai dengan kapasitas mereka berdua tentu bisa membantu memberi masukan banyak dan bermanfaat dalam sebuah dialog bersama. Misalkan saja tentang apa cara-cara atau bagaimana strategi mengambil keputusan yang tepat antara dua pilihan yang sama baik, yang biasanya memerlukan proses discernment dan kadang kala mengisyaratkan suatu pengorbanan. Setelah selesai event tersebut, pembinaan atau pendampingan berikutnya dapat pula dilanjutkan secara interaktiv dan terbuka dalam website katolisitas.org ini hingga secara konsisten dapat membantu memberi pencerahan bagi pembaca lainnya atau bahkan mungkin sebaliknya.
Akhir kata kembali kita diingatkan oleh St Fransiskus Assisi bahwasanya adalah sebuah rasa malu kemudian, bila sementara orang-orang kudus benar-benar mengikuti jejak Tuhan, kita, hamba Allah hari ini, mengharapkan kemuliaan dan hormat hanya karena kita dapat membaca apa yang mereka lakukan. Demikian yang ingin saya sampaikan, semoga berkenan.
Peace and Best Wishes
Anastasia Rafaela
Katolisitas Yth,
Saya pendamping OMK di paroki. Kepada saya diberitahu bahwa yang masuk OMK itu adalah pemuda-pemudi katolik berusia 16 – 35 tahun DAN belum menikah. Namun ketika saya terjun di paroki, saya sedikit menemukan masalah dengan keanggotaan. Bagaimana dengan mereka yang sudah hidup bersama dan punya anak tapi belum menikah? Di paroki saya ada cukup banyak pemuda-pemudi yang sudah hidup bersama dan punya anak namun belum sah menikah, baik secara agama, sipil maupun adat.
Demikianlah permasalahan saya. Atas perhatian dan jawabannya, sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih. GBU!!!
Salam Brian,
Bicarakanlah dengan pastor paroki setempat. Orang yang sudah memiliki anak dan isteri walaupun belum menikah secara sah, akan menghayati diri sebagai “orangtua”. Secara kejiwaan, hidupnya lain dari orang muda yang lajang. Tidak elok pula jika aktivis OMK tidak menerima komuni dalam Ekaristi karena hidup bersama di luar pernikahan. Soal pokok pada kasus ini ialah pastoral pemberesan perkawinan kanonik. Jika secara kanonik sudah dibereskan, mereka bisa menjadi anggota komunitas orang yang berkeluarga atau menjadi Pendamping OMK, bukan anggota komunitas OMK yang biasa. Namun demikian, berbicaralah dengan pastor paroki, karena pastor paroki paling tahu situasi setempat.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Terima kasih banyak Romo Dwi atas jawabannya. Saya hanya mau sharing saja. Saya pernah tanya kepada senior saya yang dulu pernah menangani OMK. Kasus ini memang sudah ada. Dia pernah tanya pada pastor paroki yang dulu bahwa mereka-mereka itu masuk dalam anggota luar biasa. Alasan pastor itu, keanggotaan luar biasa itu bisa menjadi tekanan buat mereka untuk segera membereskan pernikahannya.
Tapi, saya coba ikuti saran Romo, bertanya kepada pastor paroki.
Sekali lagi terima kasih Romo. GBU!!!
Salam untuk Romo,
Perkenalkan saya dari Maumere-Flores, Saya sementara ini menjadi salah satu pengurus OMK. Ada beberapa teman pengurus OMK yang secara usia masih dibawah 30 tahun, namun sudah menikah. Beberapa alasan sehingga sampai saat ini kehadiran mereka di OMK diterima antara lain karena kondisi sosial dan pendidikan dari kebanyakan anggota OMK lainnya yang masih rendah, yang kedua kami memaknai bahwa “Orang Muda” adalah semangat muda, semangat pembaharu, Muda bukan hanya soal umur dan status tapi juga soal semangat hidup, tapi bukan juga berarti bahwa mereka melupakan anak dan istrinya. Ini beberapa alasan sehingga kami dengan sengaja menabrak aturan2 ini. Mungkin untuk tempat-tempat dengan kondisi ideal, aturan itu bisa dijalankan dengan konsekuen. Mohon tanggapannya. Damai dalam persaudaraan. Terimakasih.
Salam Clementiano,
Pedoman Pastoral OMK Indonesia bukanlah AD/ART, bukan pula aturan undang-undang. Namanya pedoman, maka ia merupakan arah umum. Di wilayah-wilayah dan situasi tertentu, asalkan semangatnya sama dengan pedoman, maka ukuran tertentu bisa diterapkan. Misalnya, di daerah Anda. Saran saya, kondisi tidak ideal diterima sebagai kenyataan dan lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan. Semoga, yang sudah menikah, akan segera terbantu menghayati panggilan perkawinannya dengan lebih baik karena pencerahan setelah ikut kegiatan OMK dan bisa lambat laun dibina untuk menjadi pendamping atau pembina OMK. Jika ada kegiatan dari Komisi Keluarga atau komisi PSE atau komisi lain, ia pun semestinya ikut agar mendapat wawasan yang lebih luas.
Salam
Rm Yohanes Dwi Harsanto Pr
Saya seorang Embah, umur saya 75 th.Dulu saya aktif di MKI dan Pemuda Katolik.masa tua saya saya isi dengan menulis buku2.Beberapa diterbitkan secara nasional.Yang ingin saya tanyakan,apa jalan yg ditempuh agar orang muda Katolik ini mendapat bekal yg memadai untuk menjadi pemimpin masa depan yang tanggap,tangguh,tanggon, menjadi rasul awam yg “ngatoliki” di bidang apa pun yg mereka gumuli?[ baik di legislatif,eksekutif,yudikatif, dsb]
[Dari Katolisitas: Silakan jika ada dari pembaca yang ingin memberikan komentar/ tanggapan.]
Mbah PC Kahono Ytk
Hanya sedikit masukan saja, mungkin tidak detail dan menjawab pertanyaan secara memuaskan he he
Type pemimpin ada beberapa, mungkin Embah Kahono sudah membuatnya di buku yg Mbah tulis dan diterbitkan secara Nasional. Pemimpin menurutku lebih tepat “pengabdi”.
Pengabdi yg tangguh, tanggap dan tanggon adalah yg mengalami perjuangan yg dipimpin, nah ini khan proses, bukan ujug-ujug jadi pemimpin/pengabdi(pemimpin/pengabdi karbitan). Mengetahui Roh setiap jengkal kehidupan yg dipimpin/diabdi, karena beliau sendiri pernah mengalami dipimpin/diabdi(jadi bawahan dan anggota). menterengnya, jiwa/visi/misi organisasi telah mendarah daging dalam seluruh sepak terjang juangnya. Mengerti fungsi tugas setiap sendi organisasi, Cerdas sosial dan multikompetensi. Tangguh “kaul kekal” dengan Ajaran Sosial Gereja.
Mgsr Justinus Harjosusanto, yg membawahi kerawam tentu lebih paham hal ini…Dokumen ASG yg berkaitan dgn kerawam misalnya : Mater Et Magistra, Guadragasimo Anno, Gaudium Et Spes dst
Hanya ini mungkin yg bisa aku sampaikan, memang hanya normatif, namun dengan pengalaman Mbah Kahono, aku yakin yg substansial pasti sudah siap dipaparkan lewat tulisannya….Sumonggo Mbah
Matur sembah nuwun
agp
Selamat malam Mbah Kahono,
Saya justru berharap mbah yang bersedia berbagi dengan kami semua terkait gerakan MKI dan Pemuda Katolik pada masa mbah sehingga bisa mencapai taraf militansi dan soliditas sebagaimana pernah dicapai. Ada banyak komentar yang mengatakan belajar dari masa lalu itu romantisme kosong belaka, saya berpikir sebaliknya, belajar dari masa lalu berartri mencoba memahami bagaimana akar pertama diletakkan.
Saya rasa bertahun tahun kita sudah memiliki jawaban itu : kesetiaan dan komitmen, juga strategi dan pendekatan pendampingan yang terus menerus tanpa henti. Sayang, kita selalu bagus dalam gagasan tetapi lemah dalam eksekusi, penyakit yang berlangsung di semua lini mulai dari aktivis Mudika lingkungan di kampung-kampung, hingga di tingkat penanggung jawab reksa pastoral keuskupan. Bagi saya resepnya satu itu saja, konsistensi dan pematangan pendampingan. Bukan hanya fokus pada kegiatan Mudika, tetapi pada karya pendampingan.
saya jhon smith usia 21 thun sya adalah sbagian dari anggota OMK n saya sangat bahagia dlam msa mudaku krna bsa berkumpul dngan smu tman pemuda khatolik.
Salam damai.
OMK kami butuh banyak informasi tentang OMK jd kami meminta agar kami slalu diinfokan lewat media.
Submitted on 2012/10/18 at 6:58 am
Saya anggota OMK pada Paroki St.Martinus, Kaimana, Papua barat, kami mengalami keterbatasan informasi OMK, akhirnya pengurus yg ada dari ketua sampai dengan koordinator sdh menikah, oleh karena itu kami minta petunjuk.
Salam Kelly Adopak,
Bagaimana gema Indonesian Youth Day di keuskupan dan wilayah Anda? Semoga IYD 2012 di Kalimantan Barat menyemangati OMK di tempat Anda. Mengenai informasi pastoral OMK, silahkan klik http://www.orangmudakatolik.net
Mengenai pengurus komunitas OMK yang sudah menikah, biarlah tetap berjalan sampai akhir periode, dan selama melayani itu, tugas pengurus itu ialah mempersiapkan OMK agar siap menjadi pengurus yang menggantikannya pada saatnya.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Apakah Ketua Mudika itu harus masih muda atau sudah berkeluarga
Pertanyaan digabungkan : (Submitted on 2012/09/30 at 9:35 pm)
Persyaratan Jadi Ketua Mudika
Salam Jansen Polii,
Ketua dari sebuah komunitas OMK atau kelompok OMK Teritorial (Mudika) semestinya orang muda yaitu lajang Katolik berusia antara 13 – 35 tahun. Sedangkan orang yang sudah berkeluarga hendaknya menjadi pendamping atau pembimbing, bukan ketua, bukan pula pengurus komunitas OMK.
Yang bisa menjadi ketua komunitas OMK ialah OMK yang memiliki perilaku moral yang baik, beriman setia. Beriman ditunjukkan dengan kehadiran dalam Ekaristi dan acara-acara doa. Ia pun harus dikenal dan dipercaya dengan cara dipilih dalam pemilihan oleh komunitasnya.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
saya mau bertanya informasi tentang WYD.
adakah rombongan dari Indonesia yang ikut ke event ini.
kemudian apa kesan mereka setelah mereka mengikuti event ini.
jika ada bisakah saya meminta informasi berita terkait.
atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih.
Hormat saya
sdr. Aloysius Anong
Salam Aloysius Anong,
Selalu ada rombongan – rombongan OMK Indonesia yang berangkat ke World Youth Day. Mereka tergabung dalam berbagai rombongan yang berangkat karena dikoordinir oleh komunitas atau kongregasi atau ordo atau paroki. Namun juga ada yang berangkat secara perorangan (berdua-dua. Sejak 2008, Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia berusaha menjalin hubungan dengan berbagai komunitas, ordo, dan kongregasi yang memberangkatkan OMK Indonesia ke WYD agar tercipta sinergi dan saling mengetahui satu sama lain sebagai rombongan Indonesia. Sebelum itu, Komisi Kepemudaan KWI sendiri menjadi pihak yang memberangkatkan serombongan OMK ke WYD dengan membentuk panitia, namun tidak berhubungan dengan berbagai rombongan yang lain yang berangkat. Tahun 2011 mulai terjalin komunikasi antara Komisi Kepemudaan KWI dan berbagai komunitas yang mau memberangkatkan rombongan OMK ke WYD. KomKep KWI membuat Panitia Indonesia untuk WYD, yang memberi fasilitasi dan pelayanan bagi rombongan-rombongan yang hendak berangkat dan pulang dengan semangat kesatuan sebagai peserta Indonesia. Dalam WYD, KomKep KWI mengajak rombongan Indonesia untuk bersama bergabung dalam “Asian Youth Gathering” yang diselenggarakn oleh FABC-Youth Desk. Di tingkat benua Asia, juga ada pertemuan OMK se Asia yang disebut Asian Youth Day. Tahun 2014 akan diadakan di Daejon, dan Komisi Kepemudaan KWI selalu aktif mengirim rombongan OMK ke WYD maupun AYD.
Mengenai delegasi Indonesia untuk WYD, antara lain bisa dilihat “jejak-jejak” informasinya misalnya di http://indonesia.ucanews.com/tag/world-youth-day/ dan jika Anda mencari di mesin pencari dengan kata kunci “panitia Indonesia untuk WYD” atau kata kunci semacam, tentu akan muncul berbagai hal termasuk FB mereka. Saat jawaban ini diketik, Panitia Indonesia untuk WYD yang difasilitasi oleh Komisi Kepemudaan KWI sedang menyiapkan keberangkatan ke WYD Rio De Janeiro, termasuk membuat website yang masih tahap awal sekali yaitu http://wydindo-rio2013.org/ .
Output setelah mengikuti WYD antara lain: secara pribadi mereka dikuatkan menjadi semakin baik mantap menjalani hidup, makin mengenal dan menyayangi Gereja yang didirikan Tuhan Yesus yaitu Gereja Katolik,(lihatlah sharing mereka di FB atau jejaring sosial mereka lainnya); secara bersama mereka membangun komunitas yang saling berjumpa, dan mendalami iman Katolik. Beberapa bahkan saling berjodoh dan telah menikah. Mereka tersemangati oleh WYD, menjadi giat mewartakan kebenaran iman Katolik.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Salam Kenal Romo…
Saya OMK Paroki St. Yohanes Penginjil Masohi di Maluku Tengah.
Setelah saya membaca comment” dari teman” yang lain di situs ini, saya terdorong untuk menanyakan sesuatu kepada Romo, soalnya di Paroki kami baru hari minggu kemarin kami dilantik oleh pastor paroki sebagai pengurus OMK yang baru setelah pengurus OMK yang lama tertidur.
Tips atau saran apa yang bisa Romo berikan kepada kami untuk mengembangkan OMK ini sehingga dapat berkembang dan tidak tertidur lagi seperti kepengurusan yang lama.
Dan mungkin Romo bisa berikan hal-hal lain atau kegiatan” apa yang bisa kami lakukan sebagai program jangka pendek dan program jangka panjang, serta bagaimana penanganan masalah yang sering terjadi dalam sebuah organisasi Gereja.
Setelah dilantik hari Minggu kemarin kami baru berjalan dengan ibadah OMK dan latihan koor di gereja.
Mohon pencerahannya Romo.
Salam Hendri Resusun,
Saya ucapkan selamat atas pelantikan Anda dkk sebagai pengurus atau pelayan OMK Paroki St Yohanes Penginjil Masohi. Pertama-tama harus diingat bahwa pelayanan Anda mengarahkan OMK pada Kristus dan Gereja-Nya dan membuat mereka bersemangat mewujudkan iman dalam suka cita. Satu-satunya visi pastoral OMK di paroki ialah menemani perjalanan mereka pada Kristus dan Gereja, membuat OMK bersemangat untuk makin mengenal indah dan dalamnya kebenaran iman Katolik. Anda bisa berkreasi apapun untuk membuat program yang aneka rupa seperti musik, olahraga, rekoleksi, lomba koor, Ekaristi OMK, ibadat tobat khas OMK, bersepeda santai, rekreasi, menyelamatkan lingkungan hidup, festival budaya, kuliner, donor darah, merancang website, tulis menulis, dan aneka ragam kreativitas lainnya, namun harus dicatat tebal-tebal dalam hati dan budi bahwa semua itu harus membuat OMK mengalami pribadi Tuhan Yesus Kristus yang hidup dan mengasihi mereka. Setiap kali kegiatan dibuat, harus mengarah ke visi tersebut. Setiap bentuk kegiatan apapun, mesti ada refleksi Alkitab dan Ajaran Gereja bagi mereka, kemudian suka cita dalam kebersamaan, dan pembaharuan hidup. Jika OMK paroki tidak memakai Alkitab dan Ajaran Gereja sebagai pokok refleksi tiap kegiatan, maka yang muncul ialah buah yang buruk. Sebaliknya jika Alkitab dan Ajaran Gereja Katolik menjadi tajuk atau judul atau tema dalam kegiatan serta dihayati dalam setiap rapat dan pembicaraan, maka pastilah buah-buah roh yang baik dalam Gal 5:22-23 – lah yang muncul di sana sini. Yang terpenting bukanlah bentuk kegiatan apa saja yang ingin Anda buat, melainkan suasana dan cara-cara bagaimana yang ingin Anda ciptakan.
Saya memberi dua ilustrasi ekstrem yang pernah benar-benar terjadi.
Ilustrasi A: Sekelompok pengurus OMK di sebuah paroki jarang berdoa dan tanpa membuat refleksi iman. Setiap kali rapat, mereka hanya memulai dengan doa singkat, dan diakhiri dengan doa singkat. Itu pun sering lupa. Rapat sering berlarut-larut. Tiap pribadi pengurus memperlakukan diri sebagai orang yang ingin mempengaruhi teman-temannya yang lain. Saling berebut pengaruh, saling adu kepintaran berlomba mencari muka, sok penting. Beberapa mulai mundur, beberapa kecewa, beberapa sakit hati. Merasa paling benar merasa paling menonjol dan mendominasi setiap hati. Setiap kali sebuah program dijalankan, berkuranglah rasa saling percaya. Kesombongan rohani dan jasmani mencuat di sana-sini. Sampai tiga tahun kepengurusan tak ada buah yang baik selain semua makan hati. Satu-satunya program hanyalah mengganti pengurus, dan saling menyingkirkan. Dalam keadaan seperti itu, mereka saling menyalahkan, bahkan menyalahkan pihak orangtua yang tidak mendukung OMK, menyalahkan dewan paroki dan pastor paroki yang tidak menyemangati, dsb. Gossip dan fitnah menyebar. Komunikasi tidak jalan satu sama lain. Ada kasak-kusuk antar pribadi, tidak terbuka. Dalam keadaan seperti itu, laporan keuangan kegiatan tidak pernah dibuat dan kepercayaan menipis. Sementara itu, para orangtua memberi komentar: “Mana rela saya izinkan anak saya ikut kegiatan OMK kalau tidak mendapatkan manfaat apa-apa selain membuang waktu?”
Ilustrasi B: Pengurus OMK Paroki selalu mengawali rapat dengan doa berdasar Alkitab hari ini. Kemudian mereka merefleksikan hidup dan panggilan mereka berdasar Sabda Tuhan. Kemudian dimulailah pembicaraan dan rapat-rapat dengan suka cita. Pada akhir rapat, semua saling mendoakan dan ditutup dengan pujian bersama pada Tuhan. Visi-Misi mereka tetapkan secara jelas, selama setahun ini ingin mengajak OMK mengalami kasih Tuhan Yesus dalam rekoleksi. Tahun kedua mau mengajak OMK mengalami kebersamaan kasih Tuhan dengan saudara yang susah dan lingkungan hidup yang rusak. Tahun ketiga ingin mengajak OMK megalami pendalaman ajaran iman Katolik. Mereka membuat Youth Camp, membuat aneka rekoleksi dan seminar, serta kunjungan. Yang menjadi titik kekuatan mereka ialah membuat refleksi berdasarkan Alkitab dan Ajaran Gereja bagaimana mengalami peristiwa itu sebagai peristiwa iman akan Yesus Kristus yang mengasihi. Para pengurus suka bersharing iman satu sama lain. Sebagai akibatnya, persaudaraan mereka kuat dan pengetahuan iman mereka bertambah, serta dikasihi umat paroki dan masyarakat.
Saya harap Anda memilih ilustrasi B sebagai acuan Anda.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Terima kasih Romo atas Masukannya, dan saya akan menggunakan ilustrasi B seperti saran dari romo untuk pengembangan OMK Paroki Masohi St. Yohanes Penginjil.
Salam
Hendri Resusun
Saya memiliki seorang kenalan yang menjadi leader OMK di suatu kota di Belanda, kota kecil dengan umat Katolik yang kecil pula, lebih-lebih dengan jumlah OMK Indonesia yang lebih sedikit lagi, kesulitan yang sering ditemui adalah sebagai leader kelompok kategorial(OMK), secara pribadi dia tidak simpatik pada kelompok kategorial lainnya(KTM). Saat beberapa anggota OMK juga menjadi anggota KTM , sang leader mulai goyah, karena selain jumlah mereka yang kecil, beberapa anggota itu makin lalai dalam tanggungjawab masing-masing sebagai anggota OMK. Seringkali kita temui sebagai pendamping maupun leader kelompok dengan clash terhadap kelompok lain, pola apa yang harus dibangun, aspek2 apa sajakah yang harus dipertimbangkan. Patut dicatat, sang leader adalah pecinta Ekaristi, termasuk tata perayaan , musik liturgis dll, kadang kala anggota lainnya merasa bosan dengan kekayaan liturgis itu sendiri dan lebih menyukai sorak ria dalam kelompok Kharismatik. Apakah saran yang tepat untuk kasus ini? Salam
Salam Kevin,
Kata kuncinya tetaplah dialog terus menerus tanpa bosan, dengan kesabaran dan ketekunan. Biasanya orang merasa bahwa dialog cukup hanya sekali-sakali. Tidak. Dialog ialah pembicaraan sedemikian rupa sehingga mentransformasi kedua belah pihak akan kebenaran. Dalam konteks ini, kebenaran iman Katolik dalam komunitas-komunitas OMK.
Langkah berikutnya ialah memperdalam pengetahuan dan memperluas pengalaman akan hakikat yang menjadi kunci masalah. Menurut kisah Anda, kunci masalahnya ada pada “kebosanan”. Suatu kekhasan remaja dan OMK. Di sini justru tantangannya ialah menghayati hal yang dibosankan itu secara baru dan kreatif. Bisa jadi dengan saling belajar.
Saya memberikan contoh, misalnya kreativitas dalam hal menciptakan lagu Katolik (bukan sekedar mencomot lagu plagu-lagu pop rohani Protestan). OMK yang bertalenta dalam musik dan komposisi lagu (mengarang lagu), mengapa tidak menciptakan lagu baru yang kental ajaran Katolik?
Maaf contohnya dari USA, ada komposer lagu Katolik bernama David Haas, lahir 1957 di Michigan, USA. Dia adalah komposer musik liturgi kontemporer. Beberapa gubahannya telah disetujui oleh Konferensi Waligereja USA untuk dipakai dalam Liturgi. Hebatnya, lagu-lagunya juga dipakai oleh beberapa gereja Protestan. Tokoh satu lagi ialah Daniel L. Schutte (lahir 1947, di Neenah, Wisconsin), salah satu lagu Katolik gubahannya ialah lagu “Here I Am, Lord”(1981). Keduanya merupakan komposer lagu-lagu Katolik modern di USA, dan lagu-lagunya beberapa lolos penilaian Komisi Liturgi untuk masuk menjadi lagu liturgi resmi Gereja, bukan hanya sekedar lagu pop rohani yg tidak bisa dipakai dalam liturgi. Anda bisa klik misalnya di:
http://www.youtube.com/watch?v=chqY9S1Lm2w juga
http://www.youtube.com/watch?v=8vMYP4uJAqY juga
http://www.youtube.com/watch?v=1EuIIl7yHfc dan
http://www.youtube.com/watch?v=C0vrXSQzaTU
OMK boleh saja merasa bosan namun harus bisa melampaui kebosanan itu karena kebenaran dan kesatuan iman. Bisa saja dengan rendah hati pemimpin kelompok OMK itu sekali waktu mengikuti kegiatan kelompok lain. Sekali waktu mengundang pula jika sudah saling berkenalan untuk membuat kegiatan bersama. Pemimpin OMK itu bukan pemimpin parpol yang mencari konstituen, melainkan pemimpin yang melayani, menggembalakan OMK pada bertumbuhnya iman Katolik.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto, Pr
Salam Kasih Kristus,
Saya sedikit punya kesulitan dalam mengembangkan OMK di paroki. Kesulitan itu datangnya dari para orang tua, termasuk pastornya. Setiap kali kami mau merencanakan kegiatan, selalu saja dipandang negatif. Mereka selalu mengidentikkan acara OMK dengan senang-senang, yang bermuara pada pemborosan. Pandangan negatif inilah yang membuat teman-teman OMK jadi malas berkumpul. Memang pandangan negatif ini memiliki dasarnya, yaitu kejadian masa lalu.
Nah, bagaimana sikap kami seharusnya. Apa yang harus kami lakukan. Sementara untuk melakukan sesuatu butuh dana. Dan tak mungkin dana itu murni berasal dari OMK sendiri.
Terima kasih atas jawabannya.
Salam Brian,
Paus Benediktus XVI melanjutkan pendahulunya Beato Paus Yohanes Paulus II, sangat menekankan bahwa Gereja harus berpihak pada OMK agar OMK mengalami Kristus dalam Gereja. Silahkan klik http://www.xt3.com/library/view.php?id=7283
Dalam homili misa penutupan World Youth Day di Madrid, beliau mendesak OMK agar bersatu dengan Kristus dan menjadi tanda kasihNya bagi dunia. Betapa pentingnya OMK dan pastoral OMK sampai Keuskupan Agung Semarang sampai-sampai dalam “Nota Pastoral” tahun 2001 disebut bahwa OMK ialah jantung Gereja. Mereka ada di hati uskup.
Anda dan OMK yang Anda dampingi harus berakar pada Kristus. Jika pastor paroki menilai Anda bahwa kegiatan hanya hura-hura, Anda harus berkaca diri, sebaiknya kegiatan apa saja yang membuat pastor percaya. Jika orangtua menganggap Anda dan OMK berhura-hura, maka Anda harus melihat diri sendiri, apakah kurang mengkomunikasikan tujuan maksud dan betapa pentingnya kegiatan OMK, atau apakah kegiatan selama ini memang kurang bermutu dari sisi iman kita. Apakah kegiatan menekankan keberakaran pada Kristus dan GerejaNya? Ataukah hanya kegiatan luaran saja kurang refleksi bagi OMK peserta kegiatan?
“World Youth Day” memiliki program yang bagus yang bisa diacu. Antara lain: Doa, devosi, sakramen, katekese (pengajaran pokok-pokok iman), lokakarya tema-tema riil yang dibutuhkan OMK (misalnya cara menggunakan Alkitab, cara menghindari narkoba, cara menolong sesama yang miskin, cara mandiri secara keuangan, dst), festival, kebersamaan, sharing pengalaman, refleksi. Tujuannya agar OMK berakar dalam Kristus dan tergerak makin mengasihi Kristus yang mendirikan Gereja Katolik dan terdorong dari dalam untuk menyelamatkan sesama, memperbaiki situasi dunia.
Saya usulkan, agar Anda meyakinkan orangtua dan pastor bukan dengan pertama-tanma membuat proposal kegiatan, namun dengan mengumpulkan OMK untuk berdoa dan berefleksi dengan Alkitab. Anda harus percaya bahwa berdoa di sekeliling Kristus-lah yang membuat “World Youth Day” ataupun “Indonesian Youth Day” atapun Dioces Youth Day” ataupun “Parish Youth Day” menjadi menarik.
Sebagai ilustrasi, jika Anda mengklik http://www.ewtn.com bagian Television lalu klik “Live TV – English” lalu klik “United States”, Anda akan tahu bahwa acara yang diminati pemirsa televisi EWTN ialah doa rosario dan pengakses terbanyak melalui gadget ialah OMK. Siapa bilang doa membuat OMK tidak tertarik berkegiatan? Santo Yohanes Maria Vianney mengumpulkan OMK dengan doa. OMK suka berdoa karena mereka rindu akan damai sejati dan keterarahan hidup. Mereka kecewa jika pembina OMK tidak berdoa. Jika doa selalu dilakukan, kegiatan akan mengalir dari doa sesuai pola WYD yang sudah saya paparkan di atas. Jika demikian, kegiatan Anda pasti mencari Kerajaan Allah dan kebenaranNya bagi OMK, dan karenanya semua akan ditambahkan, termasuk dana.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
dear katolisitas,
Ketika saya masuk, OMK di paroki sudah lama vakum. Kevakuman ini disebabkan kurangnya kepercayaan para orang tua dan juga pastornya. Saat mau memulai lagi, saya coba mencari momen, yang bertujuan bisa mengumpulkan rekan-rekan OMK. Saya menemukan acara pentas seni dan kreativitas. Nah, ketika ide ini diutarakan di rapat DPP, langsung ada tanggapan miring. Dan memori pengalaman masa lalu (yang saya sendiri tidak tahu menahu) diungkit lagi.
Gagasan saya adalah dengan mengumpulkan mereka ini, barulah saya bergerak bersama mereka sesuai dengan kebutuhan OMK. Tentulah acara doa tak bisa ditinggalkan. Oya, konon, ketika muncul rencana OMK mau ikut kegiatan di Sanggau aja sudah ada suara miring.
Kalau disuruh berkaca, saya sendiri tidak punya “kaca”nya, karena saya baru di sini. Saya memang mau membawa rekan-rekan OMK seperti informasi-informasi yang saya dapat dari orangmudakatolik.net. Memang kesan “senang-senang” pasti akan ada, karena bagi saya itulah jiwa muda. Masak kita mengikuti kegiatan dengan cemberut, sedih dan lesu.
terima kasih & Salam
Salam Brian,
Pastoral OMK tidak befokus pada suara miring. Lanjutkan ke fokus pastoral OMK pada keberakaran akan Kristus, Ajaran Gereja, Tradisi apostolik (Sakramen Ekaristi, Sakramen Tobat, doa-doa devosional, Alkitab). Mintalah pastor paroki untuk rapat bersama Anda, karena dialah sebenarnya penanggungjawab penginjilan di parokinya. Buatlah tim yang tangguh, bukan yang bersuara miring. Suara miring tetap ada namun kita perlukan untuk mengingatkan, tetapi arah besar Anda harus jelas. Maka, kalau Anda mau pentas seni, harus tetap terfokus pada refleksi iman OMK, suka cita pada OMK. Anda berkaca pada pengalaman masa lalu. Anda tetap tidak nol. Tempat itu punya catatan sejarah yang bisa Anda pelajari dan atasi. Saya yakin Anda bisa. Mulailah dari yang kecil namun nyata. Pentas seni begitu saja jika ada penolakan, tentu ada sebabnya. Mungkin saja kesan pentas seni itu tidak terkesan hura-hura jika pentas berakar pada basis-basis. Mungkin harus ada banyak hal dibuat sebelum dipuncaki dengan pentas agar tidak terkesan tiba-tiba. Tetapkan misi berkala sekian tahun ke depan dengan langkah terukur. Pendekatan dan doa-doa kelompok maupun sharing kelompok. Saya yakin Anda bisa menetapkan hal itu. Justru karena Anda orang “baru”, Anda bisa membangun kredibilitas karena tak punya masa lalu yang buruk di tempat itu.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Shalom Katolisitas,
Saya sangat tertarik dengan mengembangkan hidup OMK,
Nah yg menjadi bahan pertanyaan sy, apa pokok2 bahan ajar kaderisasi, serta bagaimanakah cara2 membentuk kaderisasi bagi orang muda Katolik dlm KMK, MUDIKA, dan berbagai Komunitas Gerejawi lainnya seperti misalnya KTM juga berperan penting dlm hal kaderisasi spiritualitas?
Terimakasih.. Tuhan memberkati..
Salam Rafael,
Pokok-pokok bahan ajar kaderisasi selalu berdasar “need” (kebutuhan). Ada 2 macam kebutuhan: 1. Kebutuhan OMK untuk berkembang; 2. Kebutuhan organisasi/ lembaga dalam Gereja Katolik untuk melanjutkan kehidupannya. Usaha pengkaderan dalam Gereja Katolik secara umum mengacu pada kedua kebutuhan tersebut, namun dengan arah pandang melaksanakan amanat Kristus untuk menghadirkan Kerajaan Allah dan menyatakan kabar gembira keselamatan. Usaha kaderisasi dari zaman ke zaman sejak zaman Yesus membuat kaderisasi di kawasan Timur Tengah, zaman Gereja, sampai kelak Kristus datang kembali.
Karena itu, bahan ajar kaderisasi selalu berkembang. Modul-modul di Komisi Kepemudaan KWI kebanyakan ialah modul yang dikumpulkan setelah proses-proses kaderisasi berjalan atau selesai. Ketika jadi buku, maka hal baru pun sudah mulai muncul dan ketika dibukukan kembali, maka hal baru muncul lagi dan seterusnya. Memang ada dasar dan pola yang sama, namun selalu ada kebaharuan, yang menunjukkan dinamika Roh Kudus dalam membimbing kader-kader Gereja.
Ada banyak kumpulan bahan oleh lembaga-lembaga dalam Gereja Katolik dan ormas-ormas Katolik Indonesia (Pemuda Katolik, PMKRI, WKRI, ISKA). Kami sendiri berprinsip bahwa yang pokok dalam kaderisasi ialah “menemani perjalanan OMK kepada Kristus”. Karena kaderisasi itu multi dimensi, maka segala dimensi harus dibuat: spiritualitas, kepribadian/jati diri, profesionalitas/kewirausahaan, organisasi/kepemimpinan, kemasyarakatan.
Juga harus diperhatikan tingkat usia, dan bagaimana kesinambungan antar jenjang. “Berjenjang dan berkelanjutan” ialah kata kuncinya jika mau berhasil, sejak dari anak-anak dalam keluarga hingga jenjang kaderisasi usia 30-an tahun dalam kaderisasi Gereja.
Tahun 2010 KWI pernah mengumpulkan semua lembaga kader yang ada dalam Gereja Katolik Indonesia antara lain KTM. Harus ada sinergi dan diakui, masih harus ditindaklanjuti oleh Komisi Kepemudaan KWI. KTM sangat bisa menyumbangkan ide dan modul untuk lembaga dan komunitas lain, sejak dari lembaga Katolik yang bergerak di bidang kemasyarakatan (ormas) hingga ke kelompok-kelompok doa.
Salah satu pengakuan yang muncul dalam pertemuan 2010 tersebut ialah bahwa organ-organ kita agak kendor dalam dua dekade ini dalam hal pembinaan spiritualitas. KTM dan kelompok rohani lain bisa tampil di titik ini agar para kader mengalami Kristus yang hidup.
Kami mencoba sharing modul di http://www.orangmudakatolik.net bagian “Gudang Ilmu”. Semoga berguna.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Salam sejahtera.
Hari minggu yang lalu di paroki kami telah memilih kepengurusan MUDIKA yang baru. Saat ini saya sebagai Seksi Kepemudaan di paroki. Dengan jujur saya merasa tidak memiliki keahlian, pengalaman dan kemampuan untuk membina kaum muda yang berada di lingkup gereja. Sebagai pendamping kaum muda di dalam lingkup gereja ,pasti berbeda dengan pendamping kaum muda dalam organisasi di luar lingkup Gereja.
Memang saya pernah sebagai pendamping atau pembina kaum muda di lingkungan tempat tinggal saya dan pernah ikut serta dalam organisasi kepemudaan.
Yang ingin saya tanyakan kepada Romo
1. Apa yang harus saya lakukan dalam waktu dekat ini, yang berhubungan dengan program kerja jangka pendek, sehingga untuk langkah awal ini saya merasa dapat memberikan diri kepada kaum muda ini dan mereka dapat merasakan kehadiran saya di tengah-tengah mereka, dengan segala keterbatasan saya.
Salam
Agustinus s
Salam Agustinus Silalahi,
Tidak ada resep jadi untuk mendampingi OMK. Namun yang prinsip adalah kehadiran fisik bersama mereka sangat mutlak. Dengan kehadiran fisik pembina/pendamping/penggerak bisa mendengarkan dan menyerap dalam-dalam, aspirasi dan damba OMK, karena mengalami sendiri kebersamaan itu. Bahasa tubuh mereka bisa terbaca dengan jelas, apakah yang sedang terjadi di dalam hidupnya jika kita berada bersama mereka. Pembina bisa menjadi satu hati dengan mereka, dan mereka pun satu hati dengan pembina.
Pertemuan kecil atau sedang dengan 10-20 OMK mesti selalu dimulai dengan doa, dan dalam doa itu hendaknya dibacakan perikop dari Kitab Suci. Saya usulkan, karena Anda pertama kali bersama mereka untuk memulai program, ambilah perikop KS yang menyemangati perutusan, misalnya Luk 5:1-11. Dengan metode lectio divina semangat Anda sendiri dan mereka bisa ditumbuhkan oleh Tuhan sendiri. Sekedar mengingatkan metode lectio divina 7 langkah pendalaman Sabda yaitu: 1. Tanda Salib, 2. membaca teks, 3. hening sejenak, 4. mengatakan dengan lantang (misalnya 3 kali) kata-kata yang bermakna dari teks itu, 5. sharing singkat kepada teman sebelah mengenai kata yang diambil tadi, apa perasaannya, apa yang muncul di imajinasi, apa yang yang muncul sebagai niat. 6. Bapa Kami 7. Tanda Salib.
Bisa pula memakai metode lain, namun bahannya tetap Kitab Suci.Biarlah mimpi OMK terbentuk oleh inspirasi Sabda Tuhan sendiri. Itulah kekhasan pertemuan OMK dibandingkan pertemuan orang muda umumnya.
Setelah itu, pertemuan dijalankan sesuai agenda. Jangan lupa setelah pertemuan, hendaknya dengan resmi ditutup dengan doa. Biasanya setelah pertemuan resmi ditutup masih ada pembicaraan-pembicaraan, namun harus diingatkan bahwa pembicaraan setelah pertemuan resmi tidak lagi mempengaruhi keputusan, selain hanya tinggal konsolidasi dan pengakraban satu sama lain. Selamat melayani OMK dalam kepengurusan Mudika ini.
Salam
Yohanes Dwi harsanto Pr
Salam sejahtera.
Saya ucapkan terima kasih buat Romo atas penjelasan mengenai pertanyaan saya tentang MUDIKA dan OMK. Penjelasan Romo ini jelas sangat bermanfaat buat saya .Semoga OMK semakin maju ….
Salam
Agustinus Silalahi
Seksi Kepemudaan
Paroki StFransisikus Assisi
Jl medan -P, Siantar
Sumatera Utara
Diparoki kami sampai saat ini kelompok muda masih di sebut MUDIKA.
Dan dalam waktu dekat ini akan merubah nama dari MUDIKA menjadi OMK.
Yang ingin saya tanyakan adalah:
1. Apakah MUDIKA( muda – MUDI KATOLIK ) sama atau tidak dengan OMK ?
2. Apakah kelompok MUDIKA dan OMK dua -duanya dapat berdiri dalam satu
PAROKI?
3. Apa perbedaan dan persamaan MUDIKA dengan OMK ?
salam
Agustinus s
Salam Agustinus S,
Jawaban saya sebagai berikut:
1. Muda-Mudi Katolik (Mudika) ialah kelompok OMK (pemuda beragama Katolik) teritorial paroki. Mudika berkembang menjadi salah satu organisasi dalam paroki. Sejarah Mudika dimulai sejak “Pemuda Katolik” menjadi Organisasi Massa pada awal Orde Baru. OMK yang tidak mau menjadi ormas “Pemuda Katolik” kemudian membentuk kelompok teritorial paroki bernama Mudika. Pencetus nama Mudika ini ialah FX Puniman (seorang aktivis OMK 1970-an) yang juga wartawan di kota Bogor. Sedangkan anggota Mudika ialah OMK-OMK yang tidak mau menjadi anggota Ormas “Pemuda Katolik”. Sedangkan OMK ialah individu atau seklompok orang yang berusia muda dan beragama Katolik. Sedangkan OMK lebih luas daripada Mudika. OMK ada di mana-mana, baik di organisasi Mudika maupun komunitas non – Mudika. Banyak pula OMK yang tidak mau menjadi anggota Mudika. Mereka lebih suka menjadi anggota kelompok kategorial seperti Persekutuan Doa Karismatik Katolik, Persekutuan Doa Legio Mariae, Komunitas OMK Peduli Sampah, Persekutuan Doa Meditatif ala Taize, dll, atau, banyak pula OMK yang hanya misa sekali seminggu.
2. Dapat. Namun harap dicatat bahwa OMK bukan organisasi. OMK ialah individu atau komunitas orang berusia muda dan beragama Katolik.
3. Lihat keterangan di atas. Mudika merupakan salah satu kelompok OMK di Gereja Paroki lingkupnya teritorial. Sementara OMK adalah individu atau komunitas yang tak hanya lingkup teritorial. Persamaan keduanya: keduanya beranggota orang berusia muda beragama Katolik.
Seksi Kepemudaan di Paroki lah yang bertugas membina baik komunitas OMK teritorial (Mudika) maupun berbagai komunitas OMK kategorial.
Semoga membantu.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
dear katolisitas,
Di paroki kami ada seksi kepemudaan dan juga OMK. Ketika saya masuk, saya tidak menemukan batasan-batasan keduanya. Para pengurus juga tidak tahu. Mereka juga tidak tahu job description masing-masing. Dari sini saya langsung bisa memahami kenapa sering terjadi benturan kepentingan.
Pertanyaan saya:
1. Apakah keberadaan seksi kepemudaan dan OMK seperti ini ideal?
2. Apa batasan-batasan kedua kelompok ini?
3. Tolong berikan juga gambaran job description masing-masing kelompok.
Terima kasih, Shalom
Salam Brian,
1. Diatur sendiri menurut tata kerja / Pedoman Dewan Paroki Keuskupan.
2. Contohnya di Keuskupan Agung Semarang, ada tata kerja / job desc. sebuah paroki mengenai Seksi Kepemudaan sbb:
Dewan Paroki meliputi 5 bagian berdasar 5 bidang hidup Gereja. salah satunya bidang Koinonia. Bidang Koinonia membawahi beberapa seksi, salah satunya Seksi Kepemudaan. Sesuai Visi Paroki/Keuskupan, Seksi Kepemudaan punya misi 5 tahun ke depan: Mempersatukan, mendampingi, memperkembangkan paguyuban-paguyuban/ Komunitas-Komunitas OMK yang ada di paroki baik komunitas teritorial maupun kategorial. Misi itu dilaksanalan dengan program-program per tahun. Untuk misi Mempersatukan, dibuat program kunjungan antar paguyuban, lomba-lomba Olah Raga, (utk tahun 2012) . Untuk Misi Mendampingi, dilakukan dengan Seksi Kepemudaan datang menemui ketua paguyuban OMK untuk “choaching” (utk th 2012). Untuk Misi Mengembangkan, dilakukan program: mengadakan seminar / workshop untuk paguyuban-paguyuban OMK dengan topik “Bagaimana merancang misa OMK yang baik dan benar” (untuk tahun 2012).
Dalam sebuyah paguyuban OMK, ada pula susunan organisasi, punya visi misinya sendiri pula. Yang pasti, visi pokok ialah mengalami Yesus Kristus, dan misinya ialah memperkembangkan iman OMK.
Sebuah komunitas/paguyuban OMK di paroki, bersama komunitas-komunitas OMK lainnya ada di bawah payung pastoral dari Seksi Kepemudaan Paroki.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Salam Brian,
Jawaban saya:
1. Tidak ideal. Idelanya ialah OMK tak boleh dibatasi menjadi sebuah seksi dalam organisasi. OMK ialah Orang berusia Muda yang beragama Katolik. OMK hanya bisa menjadi komunitas OMK, misalnya komunitas OMK pencinta Bunda maria; Komunitas OMK pencinta Sebi Budaya; OMK pencinnta Lagu-Lagu ala Taize, dan semacamnya. Sedangkan Seksi Kepemudaan hukumnya wajib ada di paroki. Tugas Seksi Kepemudaan ialah membina kelompok-kelompok komunitas OMK yang ada di paroki tersebut, atau menumbuhkan munculnya kelompok-kelompok komunitas OMK.
2. Batasannya ialah: OMK bukan organisasi. OMK ialah orang berusia muda beragama katolik. Sedangkan Seksi Kepemudaan ialah kepengurusan Dewan Paroki yang bertugas melayani OMK dan komunitas OMK agar iman OMK berkembang.
3. Sudah jelas dalam jawaban nomer 2. Saya beri contoh: Tugas Seksi Kepemudaan ialah: 1. membuat program peningkatan kemampuan ketua-ketua komunitas OMK: misalnya pengetahuan dan kemampuan tentang “bible-drama”, “kepemimpinan”, “enterprenership”. 2. Membuat program acara kebersamaan OMK Paroki: misalnya, misa OMK (yang wajib dihadiri oleh setiap orang yang berusia muda yang beragama Katolik di wilayah paroki), rekreasi dan ziarah OMK, dan semacamnya. Sedangkan tugas OMK ialah: mengembangkan diri semaksimal mungkin sebagai orang yang berusia muda dan beriman Katolik.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Dear Romo Dwi,
Terima kasih banyak atas informasinya. Dari uraian di atas, jelas sekali kalau apa yang saya pikirkan selama ini sejalan dengan apa yang telah Romo utarakan. Jawaban ini akan menjadi rujukan saya untuk menata kembali OMK di paroki saya.
Terima kasih!!!
Membaca tulisan di atas, ada banyak hal yang sangat menarik dan memang perlu didukung, terlebih untuk diwujudnyatakan. Namun demikian, kalau bicara soal kaum muda dan pendampingan bagi teman-teman kaum muda, yang pertama-tama harus dimiliki adalah kecintaan kepada kaum muda. Orang yang memiliki hati dan cinta untuk kaum muda adalah orang yang mau memberikan diri bagi kaum muda. Dengan demikian, orang tersebut, siapa pun dia, berapa pun usianya dan apa pun pekerjaannya, tentu akan berusaha memberikan yang terbaik baik kaum muda. Itulah sebenarnya yang akan menjadi titik awal proses pengembangan diri para pendamping, penggerak,maupun animator kaum muda. Setiap orang yang punya hati dan cinta bagi kaum muda tentu akan berusaha memberikan yang terbaik kepada yang dicintainya. Hal ini hanya akan terwujud dengan cara para pendamping mengembangkan diri semaksimal mungkin, bahkan kalau bisa mencapai tataran ideal sebagaimana diungkapkan dalam tulisan Rm. Santo di atas. Hal itu, bukan demi diri pendamping sendiri tetapi demi yang didampingi dengan hati dan cinta, yaitu kaum muda.
Kaum muda bukan soal masa depan Gereja tetapi masa kini. Oleh sebab itu, hati dan cinta bagi kaum muda bukan soal nanti tapi soal kini dan di sini. Yang dibutuhkan adalah orang yang pertama-tama mau mempunyai dan memberikan hati serta cintanya bagi kaum muda.
Semakin banyak hati dan cinta untuk kaum muda, Gereja akan semakin semarak dan hidup….
Comments are closed.