Pertanyaan:

Berkah dalem bu ingrid dan Bpk Stef
Langsung saja saya mau menanyakan tentang Yakobus 5;7-11 itu berbicara tentang apa ya
Terima kasih – DGT

Jawaban:

Shalom DGT,

Terima kasih atas pertanyaannya tentang Yakobus 5:7-11. Untuk mengerti konteks dari ayat-ayat tersebut, kita harus melihatnya dari ayat 1. Kalau kita melihat ayat 1-6, maka kita melihat rasul Yakobus memberikan teguran yang begitu keras kepada orang-orang kaya yang tidak menunjukkan kasih. Teguran ini, bukan karena mereka kaya, namun karena mereka menggunakan kekayaannya untuk (a) menimbun kekayaan untuk diri sendiri (ay. 1-3), (b) perlakuan mereka yang tidak adil terhadap buruh (ay.4), (c) menggunakan kekayaan untuk berfoya-foya dan untuk kepuasan sendiri, sementara mereka juga menindas buruh mereka (ay.4-5), (d) mereka menghukum dan membunuh orang-orang benar dengan menggunakan kekayaan dan kekuasaan mereka (ay.6). Dari sini, kita melihat bahwa kekayaan yang tidak digunakan secara benar dapat menjadikan seseorang melawan Allah. Kita mengingat apa yang dikatakan oleh Yesus “Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” (Lk 12:48)

Dan setelah rasul Yakobus memberikan teguran yang begitu keras kepada orang-orang kaya yang menyalahgunakan kekayaannya, maka dia memberikan penghiburan kepada orang-orang miskin di ayat 7-11. Di sini, rasul Yakobus memberikan nasihat, agar mereka yang miskin, yang tertindas dapat dengan sabar menanggung segala penderitaan mereka (ay. 8), dengan tidak bersungut-sungut (ay.9), melainkan dengan senantiasa menaruh pengharapan kepada Sang Hakim Agung. Semua penderitaan di dunia ini bersifat sementara dan akan datang suatu pengadilan yang adil. Dan hal ini terjadi pada saat kedatangan Kristus yang kedua. Rasul Yakobus juga menekankan pentingnya untuk senantiasa bertekun. Dan kita mengingat apa yang dikatakan oleh rasul Paulus dalam Rm 5:3-5:

3 Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan,
4  dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.
5  Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.

Dan orang yang senantiasa menaruh pengharapan pada Kristus tidak akan dikecewakan, walaupun dia mengalami kesulitan, kemiskinan, maupun penderitaan. Semoga dapat membantu.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

13 COMMENTS

  1. Syalom team katolisitas

    Anak kami adalah penyandang autis. Dan anak autis sering mempunyai perilaku yang ekstrim. Salah satunya suka menyakiti dirinya sendiri seperti membenturkan kepala ke tembok, memukul kepalanya dengan tangan samapi kepalanya meemar, berteriak – teriak seperti orang kesurupan, dll. Terkadang kami tidak tahan dan tidak terima mendapat anak seperti ini. Tetapi kami berusaha tegar dan tetap setia menerima dan menjalankan segala usaha yang terbaik.

    Sampai suatu malam disaat kami akan tidur, istri saya menanyakan apakah memang Tuhan sudah menentukan bahwa kami berdua akan mempunyai anak autis?

    Saya hanya menjawab, mungkin saja. Itu adalah misteri kehidupan dimana hanya Tuhan yang tahu.

    Jadi apakah memang penderitaan yang kita alami di dunia ini sudah direncanakan dan ditentukan oleh Tuhan?

    Terima kasih

    • Shalom Nico,

      Adakalanya sulit bagi kita mengetahui rencana Allah dalam hidup kita, terutama ketika Ia mengizinkan sesuatu terjadi yang bertentangan dengan kehendak kita. Namun demikian, satu hal yang kita ketahui dengan pasti adalah bahwa rancangan Tuhan bukanlah suatu rancangan kecelakaan, namun adalah rancangan damai sejahtera untuk memberikan kepada kita hari yang penuh harapan (lih. Yer 29:11). Maka, Allah tidak merencanakan yang buruk pada anak Anda dan Anda dan istri Anda, dengan kasus autism yang disandangnya. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ketidaknormalan tersebut. Namun jika Allah mengizinkan itu terjadi dalam kehidupan Anda sekeluarga, itu disebabkan karena Allah telah melihat bahwa Ia dapat menggunakannya untuk mendatangkan kebaikan bagi keluarga Anda. Sebab bagi kita yang mengasihi Dia, Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan (lih. Rom 8:28).

      Dalam bukunya Life-giving Love, Kimberly Hahn mengutip tulisan seorang pengarang yang bernama Beth Matthews. Beth menuliskan pengalamannya sendiri dengan Patrick, anaknya yang menyandang autism. Demikian terjemahan kutipannya:

      “Sekitar sembilan tahun lalu, Tuhan mengirimkan keluarga saya kepada sebuah perjalanan yang aneh namun menakjubkan. Tahun 1991, anak kami yang ketiga, didiagnosa mengidap autism. Demikianlah petualangan kami dimulai. Walaupun sudah diberikan pengobatan, diet, terapi, ataupun guru-guru, Patrick hanya maju sedikit sekali ….

      Ketika saya sedang mengendarai mobil melalui jalan tol dengan Patrick di sebelah saya, sekali lagi saya berdoa doa yang diajarkan oleh St. Ignatius dari Loyola, dan memohon rahmat untuk mensyukuri setiap saat dengan Patrick, sebagaimana adanya dia. Air mataku berderai di wajahku. Aku berpikir, “Ia tak akan pernah bermain bola, atau berkata, ‘Mami’, tetapi ia tetaplah selalu menjadi seorang anak yang istimewa bagi Tuhan.

      Dan lalu sesuatu menyadarkanku. Tuhan telah memberkati aku dengan sebuah eskalator ke surga, seperti apa yang telah kumohon lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Tuhan mengetahui kelemahanku. Ia mengetahui bahwa aku membutuhkan lebih dari sekedar tangga, sehingga Ia memberikan aku, tangan dari anakku yang cakap dan memintaku untuk menaiki eskalator itu. Sesekali eskalator itu berhenti, sesekali berubah arah, tetapi selalu menuju menuju surga….” 

      Keadaan Patrick telah memberikan kesempatan kepada seluruh keluarga Matthew untuk bertumbuh di dalam iman, harapan dan kasih. Keluarga itu sekarang mempunyai sepuluh orang anak…. (Kimberly Hahn, Life-giving Love, (Ann Arbor, Michigan: Servant Publications, 2001, p. 61)

      Maka di saat-saat sulit dalam kehidupan kita, saat kita belum dapat melihat rencana dan kehendak Tuhan, nampaknya kita perlu memohon kepada Tuhan, agar kita dapat menghadapi segala sesuatunya dengan iman. Kita juga mohon agar beroleh pengharapan bahwa Tuhan akan selalu menyertai dan memberi kekuatan, agar dalam keadaan yang sulit sekalipun, kita dapat terus dan semakin mengalami kasih Tuhan, supaya kitapun dapat mensyukurinya dan membalas kasih-Nya. Sebab sesungguhnya melalui semua ujian hidup ini Tuhan membentuk dan memurnikan kita, agar semakin menyerupai Dia. Melalui kesulitan yang kita hadapi, Tuhan menghendaki kita bertumbuh dalam iman, harapan dan kasih: ketiga hal yang harus kita miliki, menjelang persatuan kita dengan-Nya di surga kelak. Maka jika kita mengalami ujian hidup, kita selayaknya berpikir, bahwa ujian ini adalah cara yang diijinkan Allah terjadi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, agar kita terhindarkan dari sikap terlalu mengandalkan diri sendiri, hidup di dalam dunia kita sendiri, memikirkan hal-hal duniawi dan bahkan tak pernah/ kurang memikirkan tentang hal-hal surgawi. Jika kita tak pernah diuji, maka jangan-jangan kita didapatinya tidak siap saat Tuhan menjemput kita menghadap-Nya, karena kita tak memiliki kemiripan dengan sifat Tuhan, yaitu kasih yang memberi tanpa syarat, yang justru harus dibuktikan di dalam berbagai kesulitan dan tantangan hidup.

      Maka kesetiaan Anda dan istri Anda untuk memelihara, mendidik dan mengasihi anak Anda itu dapat menjadi bukti kasih Anda yang nyata kepada Tuhan, dan dapat menjadi teladan iman yang memberkati banyak orang. Kesaksian hidup Anda sekeluarga berbicara lebih lantang dari khotbah, bahwa sungguh setiap anak adalah berkat, tak peduli apakah hidupnya panjang atau pendek, apakah ia sehat atau sakit. Semoga Tuhan memberikan kekuatan, penghiburan dan suka cita dalam menjalani panggilan hidup Anda dan istri Anda sebagai orang tua, dan melalui kesaksian hidup Anda berdua, semakin banyak orang dapat melihat gambaran Allah yang setia memelihara anak-anak-Nya. Dan semoga kasih Tuhan bertumbuh berlipat ganda di dalam keluarga Anda, dan di antara Anda berdua.

      Teriring doa dari kami di Katolisitas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      PS: Selanjutnya tentang mengapa Tuhan membiarkan penderitaan, klik di sini
      Sedangkan Tentang topik Apakah Takdir dan Pencobaan dari Allah?, klik di sini.

  2. Apa yg dimaksud dgn “Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.”? Mat 8: 20.
    Thx n Gbu :)

    • Shalom Eric,

      Dalam Mat 8:20 Yesus berkata “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Secara literal, kita dapat melihat bahwa dalam karya publik-Nya, Yesus tidak mempunyai tempat menetap yang tetap. Dia sering berpindah-pindah tempat dan sering beristirahat di mana saja dalam kesederhanaan. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa selama kehidupan-Nya, Yesus memilih untuk menjadi orang miskin. Dan perkataan Yesus di atas juga bertujuan untuk memberikan kontras antara pelayanan yang dilakukan Yesus, yaitu dengan semangat kemiskinan dengan apa yang dilakukan oleh kaum farisi – yang sering mencari ketenaran, kehormatan dan kekayaan. Jadi, secara spiritual, ayat tersebut juga berbicara tentang kaum Farisi, yang seperti serigala – mementingkan kepentingan diri sendiri dan licik – dan seperti burung – yang penuh dengan kesombongan karena menduduki posisi yang tinggi. Namun, Yesus yang adalah Anak Manusia – yang sungguh manusia dan sungguh Allah (lih. Dan 7:13) – datang ke dunia dengan kerendahan hati untuk menyelamatkan manusia. Dan inilah kesempurnaan dari dari apa yang dikotbahkan Yesus di dalam kotbah-Nya di bukit “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Mat 5:3).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  3. Yth: pengasuh rubrik katolisitas,

    Menjalani hidup seturut iman Katolik adalah mengikuti seluruh teladan yang sudah Yesus(Kristus) wariskan kepada kita termasuk sengsara-NYA.

    Di satu sisi IA adalah daya kekuatan bagi kita dalam mengatasi seluruh masalah yang muncul dalam hidup(rumah tangga, keluarga, pekerjaan, dll).

    Pertanyaan saya, apakah seumur hidup kita harus siap menjalani sengsara?

    Salam kasih
    Palar

    • Shalom Palar,

      Nampaknya mungkin lebih tepat jika pernyataannya: Seumur hidup kita harus siap menjalani segala sesuatu bersama Yesus, baik itu kejayaan maupun kesengsaraan.

      Jangan dilupakan bahwa kesengsaraan/ penderitaan itu dapat pula merupakan akibat dari keputusan yang kita buat sendiri. Namun dalam penderitaan karena ulah kita sendiripun, Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Maka kuncinya di sini adalah “bersama Yesus”. Bahkan dalam Injil dikatakan, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat 16:24, Mrk 8:34, Luk 9:23) Maka hal penderitaan karena memikul salib ini baru memperoleh maknanya jika dilanjutkan dengan mengikuti Yesus. Sebab jika penderitaan dilalui bersama Yesus, maka dapat terjadi tidak lagi terasa sebagai beban yang memberatkan, melainkan sebagai masa penyatukan diri dengan Kristus dan penderitaan-Nya sementara mengharapkan kekuatan baru oleh karena kebangkitan-Nya.

      Nah, dalam kenyataannya secara umum, hidup manusia tidak hanya terdiri dari kesengsaraan/ penderitaan. Kita mengalami masa susah, namun juga masa sukacita. Justru dalam keadaan sukacita dan diberkati Tuhan, kita juga harus tetap berada di dalam Tuhan dan bersama Dia, agar jangan sampai kita malah jatuh ke dalam dosa, karena tidak bijaksana dalam menggunakan berkat- berkat itu ataupun menyia- nyiakannya.

      Jadi lebih tepat jika kita menyiapkan hati untuk menerima segala sesuatu yang Tuhan ijinkan terjadi di dalam kehidupan kita. Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa segala sesuatu ada masanya, ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa… namun Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya….Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir (lih. Pkh 3:1-11). Jadi sekalipun kita mengalami kesusahan, dan walaupun kita saat ini belum memahami rencana Allah, kita dapat selalu mempunyai pengharapan bahwa Allah dapat mengubah penderitaan ini menjadi indah asalkan kita setia kepada-Nya. Hal inilah yang sering dialami oleh para orang kudus (Santa/o), yang walaupun hidup menderita, namun mereka justru mengalami keakraban yang luar biasa dengan Tuhan Yesus. Karena, jika dihadapi dengan sikap tobat dan iman yang teguh, justru segala penderitaan/ kesengsaraan kita di dunia dapat membantu kita untuk mengarahkan pandangan kita ke Surga, di mana terdapat segala kesempurnaan, tanpa ada lagi ratap tangis dan air mata (lih. Why 21:4), dan bahwa segala sesuatu yang tak pernah dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga, dan yang tak pernah timbul di hati manusia, disediakan Allah bagi mereka yang mengasihi Dia (lih. 1 Kor 2:9).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Yth: ibu Ingrid

        Terimakasih atas tanggapannya.

        Meski terkesan sederhana namun penjelasan yang ibu sampaikan mudah untuk saya mengerti dan memiliki makna yang sangat dalam. Membaca tulisan ibu saya jadi malu, sesungguhnya apa yang saya utarakan adalah sebuah pernyataan. Disaat suasana lemah spiritual terkadang perasaan jadi campur aduk yang membuat hidup seperti hilang arah.

        Sekali lagi terimakasih saya sudah di ingatkan.

        Salam kasih dalam Kristus
        shalom

  4. Dengan berpengharapan pada Jesus dan memandang penderitaan Jesus memikil salib menuju Golgata menguatkan kita dalam memikul penderitaan di dunia yang fana ini

    • Shalom Petrus dan semuanya,
      Selama kita memikul salib bersama Yesus, maka tidak sia-sialah pengharapan kita. Kita mengingat apa yang dikatakan oleh rasul Paulus “3. Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, 4. dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. 5. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rm 5:3-5) Mari, selama masa prapaskah ini, kita lebih merenungkan penderitaan Yesus Kristus yang rela mati untuk menebus dosa kita, sehingga memungkinkan kita semua untuk mendapatkan kehidupan yang kekal.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  5. Salam damai
    Mohon informasinya tentang Yakobus 5;7-11, kok bisa dari petani terus dihubungkan dengan kedatangan Tuhan, dilanjutkan dengan pembicaraan tengan Hakim.
    Terima kasih

    • Shalom DGT,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang Yak 5:7-11. Silakan anda membaca jawaban yang telah diberikan di sini (silakan klik). Tentang petani di ayat 7, kata tersebut hanyalah merupakan suatu kiasan. Kiasan ini digunakan untuk menggambarkan bahwa dalam menantikan kedatangan Tuhan, kita harus sabar – sama seperti petani yang sabar dalam menantikan hasil, bertekun – sama seperti petani yang terus bertekun menggarap sawahnya. Dan kemudian di ayat 8 diungkapkan “Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!” Semoga dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  6. Berkah dalem bu ingrid dan Bpk Stef
    Langsung saja saya mau menanyakan tentang Yakobus 5;7-11 itu berbicara tentang apa ya
    Terima kasih

    [dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]

Comments are closed.