Pendahuluan
Jika kita mendengar kata ‘spiritualitas’, kita dibawa pada suatu kenyataan bahwa di dalam hidup, manusia selalu mencari ‘sesuatu di atas dirinya’ sebagai manusia. Hal ini disebabkan karena kita manusia tidak hanya terdiri dari tubuh saja, melainkan juga jiwa spiritual, sehingga kita selalu memiliki kecenderungan untuk menemukan jati diri kita dengan mengenali Sang Pencipta. Seperti halnya ikan salmon yang mengembara ribuan kilometer dalam hidupnya untuk kembali ke tempat ia dilahirkan dan mati di tempat asalnya tersebut; demikian halnya dengan manusia. Sudah selayaknya, kita –yang diciptakan lebih sempurna dari ikan salmon- menyadari, bahwa kita berasal dari Tuhan dan suatu saat akan kembali kepada Tuhan. Maka, di dalam hidup, kita akan berusaha untuk mengenal diri sendiri dan Tuhan, dan di sinilah spiritualitas berperan dalam kehidupan kita.
Tuhanlah yang memberi makna hidup
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat, bahkan mengalami pergumulan untuk pencarian jati diri, yang lebih umum dikenal dengan pencarian makna hidup, atau singkat kata, kebahagiaan. Dan karena asal dan akhir manusia adalah Tuhan, maka tidak mengherankan bahwa di dalam pergumulan ini, banyak orang mengalami seperti yang dikatakan oleh Santo Agustinus, “Hatiku tak pernah merasa damai sampai aku beristirahat di dalam Engkau, ya Tuhan.” Tuhanlah sumber kebahagiaan kita dan Dia-lah yang memberi arti dan maksud dari hidup ini. Maka, hanya jika kita sampai kepada Tuhan, barulah kita menemukan damai dan pemenuhan makna hidup. Kesaksian dari banyak orang membuktikan hal ini: ada banyak orang yang secara materiil tak kurang sesuatu apapun, tetapi tidak bahagia, sementara ada orang-orang lain yang hidup sederhana tetapi dapat sungguh berbahagia dan menikmati hidup. Pertanyaannya, kenapa demikian?
Dapat dimengerti, spiritualitaslah yang membedakan kedua kelompok ini. Spiritualitas di sini mengacu pada nilai- nilai religius yang mengarahkan tindakan seseorang. ((Lihat Jordan Aumann, Spiritual Theology, Spiritual Theology, (Continuum, London, reprint 2006, first published in 1980), p17, “…spirituality refers to any religious or ethical value that is concretized as an attitude or spirit from which one’s actions flow.”)) Jika nilai- nilai yang dipegang tidak mengarah pada Tuhan, kebahagiaan yang dicapai adalah ‘semu’ sedangkan jika nilai-nilai itu mengarah pada Tuhan, kebahagiaan yang diperoleh adalah kebahagiaan sejati. Meskipun spiritualitas ini tidak terbatas pada agama tertentu, namun, kita bisa memahami, bahwa spiritualitas mengarah pada Tuhan Sang Pencipta, karena semua manusia diciptakan oleh Tuhan yang satu dan sama, dan karena hanya di dalam Tuhanlah kita mendapatkan jawaban atas segala pertanyaan di dalam kehidupan ini.
Spiritualitas Kristiani adalah Spiritualitas Tritunggal Maha Kudus yang berpusat pada Kristus
Sebagai umat Kristiani, kita percaya bahwa Tuhan telah menyatakan diri-Nya di dalam diri Yesus Kristus PuteraNya ((Kristus dan Allah Bapa adalah satu (Yoh 10: 30; 14: 9-11).)) oleh kuasa Roh Kudus-Nya. Oleh karena itu, spiritualitas Kristen bersumber pada Allah Tritunggal Maha Kudus, yang berpusat kepada Kristus, Penyelamat kita, ((Paus Yohanes Paulus II, dalam Redemptoris Hominis (Penyelamat Manusia), Surat Ensiklikal, 7, menulis, “Jiwa kita diarahkan pada satu arah, pada satu-satunya arah akal budi, kehendak dan hati – menuju Kristus Penyelamat kita, menuju Kristus, Sang Penyelamat manusia. Kita berusaha untuk mengarahkan pandangan kita kepada Dia- sebab tidak ada keselamatan di dalam siapapun selain dari Dia, Sang Putera Allah…” Our spirit is set in one direction, the only direction for our intellect, will and heart is – toward Christ our Redeemer, towards Christ, the Redeemer of man. We wish to look towards Him – because there is no salvation in no one else but Him, the Son of God…”)) karena hanya di dalam nama Kristus kita diselamatkan (Kis 4:12). Allah Bapa telah menciptakan kita sesuai dengan gambaran-Nya; dan menginginkan agar kita selalu tinggal di dalam kasihNya yang tak terhingga sebagaimana ditunjukkan oleh Kristus dengan wafat dan kebangkitanNya, untuk menghapus dosa-dosa kita (1 Yoh 4:10). Oleh Kristus, kita angkat kita menjadi anak-anak Allah (Rom 8:15). dan dipersatukan dengan Tuhan sendiri; Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Jadi, ‘komuni’ atau persatuan kudus kita dengan Allah Tritunggal adalah tujuan hidup kita. Sekarang masalahnya adalah, apakah kalau kita percaya kepada Tuhan, otomatis kita pasti bisa bersatu dengan Dia? Pertama-tama kita harus menyadari, bahwa persatuan dengan Tuhan yang membawa kita pada keselamatan adalah suatu karunia; itu adalah pemberian, bukan karena usaha manusia (Ef 2:8). Karunia keselamatan tersebut diberikan oleh Kristus melalui wafatNya di salib, kebangkitanNya dan kenaikanNya ke surga. Misteri ini-lah yang sampai sekarang selalu dihadirkan kembali oleh Gereja Katolik, melalui sakramen sakramennya, terutama Sakramen Ekaristi, ((Lihat Katekismus Gereja Katolik, 1085, dan 1362, “Ekaristi adalah kenangan akan Paska Kristus yang menghadirkan dan mempersembahkan secara sakramental kurban satu-satunya dalam liturgi Tubuh-Nya yaitu Gereja.”)) di mana kita dipersatukan dengan Tubuh dan Darah Kristus, Jiwa dan Ke–ilahianNya. Persatuan atau komuni kudus ini adalah cara yang dipilih Allah untuk mengangkat kita menjadi serupa dengan Dia. Untuk maksud persatuan kudus inilah, Kristus mendirikan Gereja Katolik untuk melanjutkan karya Keselamatan-Nya kepada dunia sampai kepada akhir zaman.
Peranan Iman
Dalam hal persatuan dengan Tuhan melalui misteri Keselamatan inilah, iman mengambil peranan penting. Iman di sini bukan berarti kepercayaan subjektif bahwa pasti kita diampuni sehingga kita tidak perlu melakukan sesuatu apapun sebagai konsekuensi, melainkan iman yang objektif, yang diawali dengan pertobatan sejati dan diikuti dengan proses memperbaiki diri, yaitu suatu perjuangan untuk semakin menjadikan diri kita semakin mirip dengan Tuhan yang menciptakan kita. Dalam hal ini, iman yang dimaksud adalah ketaatan iman (Rom 16:26; 1: 5) yang diberikan kepada Allah yaitu dengan cara mempersembahkan ketaatan kita secara penuh yang mencakup kehendak dan akal budi, dan dengan mematuhi dan menyetujui segala kebenaran yang dinyatakan oleh Tuhan kepada kita. ((Dei Verbum, Dokumen Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi 5, “Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan “ketaatan iman” (Rom16:26 ;lih. Rom1:5 ; 2Cor10:5-6). Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”, dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya.”)) Kebenaran yang dinyatakan oleh Kristus dilanjutkan oleh Gereja-Nya, Gereja Katolik, sehingga ketaatan total kepada Tuhan membawa kita kepada ketaatan kepada kepada Gereja. Taat di sini tidak saja mencakup taat kepada Firman Tuhan yang tertera pada kitab suci, tetapi juga kepada Gereja-Nya, karena keduanya sejalan dan tidak dapat dipisahkan.
Spiritualitas Katolik adalah spiritualitas yang otentik
Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa spiritualitas yang dinyatakan oleh Kristus adalah spiritualitas yang otentik, meskipun Gereja Katolik tidak menolak apa yang benar dan kudus yang dinyatakan oleh agama-agama lain. ((Lihat Nostra Aetate 2, Dokumen Vatikan II, Dokumen Vatikan II, Pernyataan tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama bukan Kristiani, “Gereja katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, Tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya.”)) Dikatakan otentik karena spiritualitas ini berasal dari Tuhan sendiri, yang kini berada di dalam Gereja Katolik yang dipimpin oleh penerus Rasul Petrus dan para uskup pembantunya, meskipun ada banyak unsur pengudusan dan kebenaran ditemukan di luar struktur Gereja Katolik. ((Lihat Lumen Gentium 8, Dokumen Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, “Sesudah kebangkitan-Nya Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan (lih. Yoh 21:17). Ia mempercayakannya kepada Petrus dan para rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing (lih. Mat 28:18 dsl), dan mendirikannya untuk selama-lamanya sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran” (lih. 1Tim 3:15). Gereja itu, yang didunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam Gereja katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya[[13]], walaupun diluar persekutuan itupun terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran, yang merupakan karunia-karunia khas bagi Gereja Kristus dan mendorong ke arah kesatuan katolik.)) Berakar dari Firman Tuhan dan ajaran Gereja inilah, kita mengetahui bahwa panggilan hidup kita sebagai manusia adalah agar kita hidup kudus dan mengasihi, karena Allah itu Kudus dan Kasih (Im 19:2, 1Yoh 4:16). Di sini kekudusan berkaitan erat dengan memegang dan melakukan perintah Tuhan ((Lihat Im 20:7-8, “Maka kamu harus menguduskan dirimu, dan kuduslah kamu sebab Akulah Tuhan Allahmu. Demikianlah kamu harus berpegang pada ketetapan-Ku dan melakukannya; Akulah Tuhan yang menguduskan kamu”)), yang adalah perintah untuk mengasihi Tuhan dan sesama (Mat 22:37-39; Mrk 12:30-31) (Lihat artikel: Bagaimana caranya untuk hidup kudus?). Hanya dengan cara ini, maka kita dapat bertumbuh untuk menjadi ‘serupa’ dengan Allah, dan dikuduskan oleh Allah. Panggilan hidup kudus adalah panggilan bagi semua orang Kristen, bahkan panggilan untuk semua orang, karena kita semua diciptakan oleh Tuhan yang satu dan sama. Jadi kekudusan bukan monopoli kelompok para pastor, suster dan religius lainnya tetapi harus menjadi tujuan bagi kita semua.
Konsili Vatikan II menyerukan pada semua orang panggilan untuk hidup kudus. Siapapun kita, dalam kondisi yang berbeda satu dengan lainnya, dipanggil Tuhan untuk menjadi kudus, sebab Allah sendiri adalah Kudus. ((Lumen Gentium 40, Dokumen Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, “…semua orang kristiani, bagaimanapun status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup kristiani dan kesempurnaan cinta kasih.”)) Jadi panggilan ini berasal dari Allah yang satu, dan berlaku untuk semua orang, karena Allah menciptakan semua orang di dalam kesatuan, dan menginginkan kesatuan itu kembali di dalam diriNya, yang berlandaskan kasih. Maka nyatalah bahwa Spiritualitas Katolik mengarah kepada kekudusan dan kasih di dalam kesatuan yang universal, yaitu yang merangkul semua orang kepada persatuan di dalam Tuhan. Persatuan ini adalah kesempurnaan dari hidup Kristiani, yang dihasilkan dari penerapan pengajaran Tuhan di dalam kehidupan sehari- hari. ((Lihat Jordan Aumann, Spiritual Theology, (Continuum, London, reprint 2006, first published in 1980), p25, 23. ”Spiritual theology reflects precisely on the mystery of our participation in divine life….Spiritual theology …is not a pure speculative science but also a practical and applied theology.”)) Jadi spiritualitas yang otentik haruslah diikuti oleh penerapan di dalam perbuatan, sebab jika tidak, spiritualitas menjadi hanya sebatas teori.
Ciri-ciri Spiritualitas Katolik
Dengan demikian, ciri-ciri dari Spiritualitas Katolik adalah ((Diterjemahkan dan disederhanakan dari tulisan Douglas G. Bushman, S.T.L., Foundation of Catholic Spirituality, Institute for Pastoral Theology, Ave Maria University, 2006, p. 35-37.)):
- Berpusat pada Kristus. Kristuslah yang menciptakan hidup spiritual, sebab di dalam Dia, Tuhan menyatakan diriNya oleh kuasa Roh Kudus. Oleh karena itu spiritualitas tergantung dari semua pengajaran Kristus.
- Melalui Kristus menuju kesatuan dengan Allah Tritunggal. Karena Kristus adalah Pribadi kedua di dalam kesatuan Tritunggal Maha Kudus, maka jika kita bersatu dengan Kristus, maka kita akan bersatu dengan Allah Tritunggal.
- Keikutsertaan di dalam misteri Paska Kristus (salib, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga), melalui rahmat Tuhan, iman, kasih, dan nilai-nilai Kristiani lainnya. Singkatnya, Spiritualitas Katolik tak terlepas dari Salib Kristus, ((Hal ini sangat nyata dalam pengajaran Rasul Paulus, “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengatahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.”(1 Kor 2:2).)) penderitaan dan kesadaran diri akan dosa- dosa kita yang membawa kita pada kebangkitan di dalam Dia. Karena misi Keselamatan Kristus diperoleh melalui Salib, maka sebagai pengikutNya, kita-pun selayaknya mengambil bagian dalam penderitaan itu, terutama dengan kesediaan untuk terus-menerus bertobat dan mau menanggung penderitaan demi keselamatan sesama, dan dengan demikian kita dapat mengambil bagian di dalam kemuliaan-Nya. Jika kita hanya mau mengambil bagian dalam ‘kemuliaan’ tanpa mau mengambil bagian dalam ‘penderitaan’ –yang dizinkan oleh Tuhan untuk terjadi di dalam hidup kita- maka kita tidak menerapkan Injil dengan seutuhnya.
- Berdasarkan kesaksian akan Kasih Tuhan. Kitab Suci bukan hanya wahyu Tuhan, tapi juga pernyataan akan pengalaman manusia di dalam wahyu Tuhan itu. Apa yang dialami oleh Adam dan Hawa, Nabi Abraham, Ayub, Bunda Maria, Rasul Petrus dan Paulus, dapat dialami oleh kita semua.
- Disertai kesadaran akan dosa dan belas kasihan Tuhan. Spiritualitas Katolik berlandaskan atas keyakinan akan Kasih Tuhan di atas segalanya yang mampu mengubah segala sesuatu. Pada saat Tuhan mengasihi kita, dan jika kita membuang segala dosa yang menghalangi kita untuk menerima kasih-Nya, dan dengan iman dan doa, maka kita dapat sungguh diubah, dikuduskan dan dimampukan berbuat baik.
- Mengarah pada kehidupan kekal yang dijanjikan oleh Allah.
- Melihat Bunda Maria sebagai contoh teladan. Spiritualitas Katolik menerima segala kebijaksanaan Tuhan yang selalu menggunakan peran pengantara, yaitu Musa, para nabi, Yohanes Pembaptis, dan terutama Bunda Maria untuk menyelenggarakan karya keselamatan-Nya. Karya Tuhan yang ajaib juga nampak dalam mukjizat keperawanan Maria dan melalui ketaatan dan kesediaan Maria, Allah menganugerahkan rahmat yang tiada batasnya, yaitu kelahiran Yesus Kristus, Penyelamat kita di dunia.
- Mangacu pada Gereja-Nya, Gereja Katolik. Gereja merupakan sumber atau alat yang meneruskan rahmat Tuhan. Rahmat Tuhan ini kita peroleh melalui sakramen-sakramen terutama Ekaristi; dan juga melalui ketaatan kita pada para penerus Rasul Kristus yang telah dipilih oleh- Nya. Gereja sebagai kesatuan (komuni) manusia dengan Tuhan, selalu memperjuangkan martabat manusia, dan memperhatikan kesatuannya dengan para orang kudus; sebab melalui kesatuan ini Allah dimuliakan.
Kesimpulan
Dengan melihat ciri-ciri di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa tujuan akhir Spiritualitas Katolik adalah kemuliaan Tuhan, yang diwujudkan oleh kasih kepada Tuhan dan sesama. Untuk mencapai hal ini, bukan kesuksesan yang menjadi tolok ukurnya melainkan kesetiaan untuk bergantung pada Kristus, sebab tanpa Dia kita tidak bisa berbuah (bdk. Yoh 15:15). Bentuk wujud kesatuan dengan Kristus yang paling nyata di dunia ini adalah melalui Ekaristi kudus, di mana kita menyambut Tubuh dan Darah, Jiwa dan ke-Ilahian Kristus, sehingga olehNya kita dipersatukan dengan Allah Tritunggal. Oleh karena itu, Spiritulitas Katolik selalu berpusat dan bersumber pada Ekaristi, yang adalah Allah sendiri, ((Lihat Katekismus Gereja Katolik, dan Lumen Gentium 11, “Ekaristi adalah ‘sumber dan puncak seluruh hidup kristiani.”)) karena kekudusan adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan. Melalui Ekaristi, kita tinggal di dalam Kristus dan dimampukan untuk mengikuti teladan-Nya, sehingga dapat berjalan menuju kekudusan, yaitu persekutuan dengan Allah, yang menjadi sumber kebahagiaan kita. Di sinilah kebahagiaan kita sebagai manusia menjadi juga kemuliaan bagi Allah, karena Allah menciptakan kita agar kita berbahagia bersama-Nya!
Dear Katolisitas,
Mengenai masalah spritualistas, apakah kita bisa menerima ayat2 yang diberikan oleh Kristen non-katolik? Kalau saya dikirim ayat FT (Firman Tuhan) biasanya saya baca, tapi ini beda, isinya selalu dibuat untuk menghakimi saya. Dan kadang orang tersebut selalu menghakimi saya berdasarkan “vision” yang dia dapat. Saya yang mengetahui diri saya sebenarnya kadang bingung untuk menanggapi, dari pada saya lawan nanti disangka saya offensive/defensive dan justru nanti membenarkan kesalahan karena penghakiman dia terhadap saya (padahal saya tidak melakukannya). Sudah 3 kali saya diperlakukan demikian, kadang dia bertanya maksud/arti mimpinya kepada saya, saya sendiri tidak tahu maksudya, dan terlalu banyak dipikirannya, sehingga kadang membuat saya ikut juga bermain2 dengan pikiran saya sendiri. Awal yang membuat saya tidak sreg ketika dia menyebutkan harga nominal agar bisa menerima berkat. Dan ini tidak pernah saya bahas ke saudari saya karena dia sangat “hormat” kepada orang ini, dan saya hanya bisa menyerahkan sepenuhnya saja kepada Tuhan saja. Dan terakhir karena saya sudah bosan, saya menolaknya ketika dia mengirim FT yang kembali menyudutkan secara tidak jelas ke saya, akhirnya dia mengadu ke saudari saya, bahwa saya tidak mau lagi menerima FT dari dia, akhirnya membuat saya merasa disudutkan, karena saudari saya percaya bahwa dia adalah orang diurapi oleh Tuhan. Saya berusaha menjelaskan menurut apa yang saya perlu jelaskan mengenai penolakan tapi saya tidak menjelaskan alasan saya kenapa saya menolaknya, karena akan menimbulkan perdebatan lagi. Saya capek menghadapi demikian. Awalnya orang ini datang ke keluarga saya karena saudari saya tersebut. Dikeluarga saya mayoritas non-katolik, dan saya seorang katolik yang sudah berjalan selama 2 tahun. Saya merasa wajar melakukan penolakan tersebut karena menurut saya, FT itu membantu kepercayaan iman bukan untuk digunakan menghakimi orang, karena hak penghakiman itu milik TUHAN, dan KRISTUS-lah teladan kita bukan manusia. Menurut ibu Inggrid/Pak Stef/RM apakah cara saya salah? Tuhan berkati.
Shalom Rafael,
Sejujurnya tidak ada salahnya dengan menerima kiriman ayat-ayat Firman Tuhan, walaupun dikirimkan oleh umat Kristen non Katolik, sepanjang yang dikirimkan adalah memang ayat-ayat dari Kitab Suci yang resmi, dan sepanjang disampaikan dengan interpretasi yang benar. Firman Tuhan memang berguna untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, mendidik kita dalam kebenaran (lih. 2 Tim 3:16). Maka, marilah melihat situasi Anda dengan kacamata yang positif. Faktanya adalah, Anda mendapat perhatian khusus dari si pengirim FT tersebut. Dengan mengandaikan maksud baiknya, kesampingkan pikiran negatif Anda dahulu, dan silakan Anda memeriksa diri dengan jujur, apakah memang Firman Tuhan yang dikirimkan itu memang dapat mengajarkan Anda sesuatu, ataupun menyatakan hal-hal yang perlu diperbaiki agar Anda dapat menjadi seseorang yang lebih baik seturut teladan Kristus. Jika memang secara obyektif, ada yang harus dan dapat diperbaiki, silakan diperbaiki.
Masalah mungkin timbul, jika selain ayat-ayat Firman Tuhan, dikirimkan juga interpretasinya yang dihubungkan dengan vision (penglihatan) dan mimpi-mimpi. Hal vision dan mimpi-mimpi itu sifatnya subyektif dan jika itu dihubungkan untuk menghakimi orang lain, dapat berpotensi menjadi hal yang tidak sesuai dengan ajaran Kitab Suci sendiri. Sebab Firman Tuhan mengajarkan kita untuk tidak menghakimi sesama (lih. Mat 7:1), apalagi jika dasar penghakiman itu bukan dari firman Tuhan ataupun sesuatu yang kita ketahui dengan pasti, melainkan atas dasar mimpi. Sedangkan Firman Tuhan mengajarkan bahwa nubuat-nubuat yang tertulis dalam Kitab Suci tidak dapat ditafsirkan menurut kehendak sendiri (lih. 1 Pet 1:20-21).
Oleh karena itu, jika Anda merasa terganggu dengan interpretasi pribadi orang tersebut, yang memang sekilas terdengar asing bagi saya, yaitu tentang ‘penyebutan harga nominal tertentu untuk menerima berkat‘, maka sepertinya adalah hak Anda untuk meminta agar ia tidak mengirimi lagi bermacam renungan/ interpretasi tersebut, yang memang berbeda prinsipnya dengan cara menginterpretasikan Kitab Suci menurut ajaran iman Katolik. Injil mengajarkan bahwa berkat karunia Allah diberikan dengan cuma-cuma (lih. Mat 10:8). Tidak ada ayat dalam Kitab Suci yang menyatakan bahwa harus ada sejumlah uang yang harus dibayarkan sebagai down payment agar seseorang dapat menerima berkat Tuhan. Maka, Kitab Suci tidak mengajarkan tentang adanya harga nominal yang harus dibayar untuk menerima berkat, ataupun penekanan ajaran pada berkat-berkat jasmani. Sepertinya prinsip tersebut adalah ajaran teologi kemakmuran, yang sesungguhnya malah tidak sesuai dengan pesan keseluruhan Kitab Suci. Silakan membaca di sini untuk topik teologi kemakmuran, dan mengapa ajaran ini keliru, silakan klik.
Maka jika kenalan Anda itu “hanya” mengirimkan ayat Firman Tuhan saja, Anda dapat menerimanya, namun adalah hak Anda untuk tidak menerima interpretasinya. Atas azas saling menghormati, saya pikir adalah sesuatu yang wajar jika Anda bersikap demikian. Namun tentu Anda perlu menyampaikan pandangan Anda ini dengan bijaksana, tidak marah ataupun dengan nada menyalahkan. Sampaikan saja, bahwa dalam hal membaca dan menginterpretasikan Kitab Suci, Gereja Katolik mempunyai prinsip yang berbeda, dan Anda mengikuti cara sesuai dengan ajaran iman Anda. Ucapkanlah terima kasih atas perhatian dan maksud baiknya, dan mohon maaf jika Anda tidak dapat menerima kiriman interpretasinya, karena berbeda prinsipnya dengan ajaran iman Anda.
Selanjutnya, tanggapilah pengalaman ini dengan mendalami Firman Tuhan sendiri, namun dengan cara yang sesuai dengan ajaran iman Katolik. Kita tidak usah dan tidak perlu menghakimi orang yang mengklaim mempunyai karunia ‘vision‘/ penglihatan ini itu. Sebab dari buahnyalah, kita mengetahui apakah karunia itu sungguh dari Tuhan atau bukan, dan semua itu akan nampak dengan sendirinya dalam selang waktu. Biarlah Tuhan sendiri yang menjadi hakimnya. Namun bagian kita adalah berusaha mendalami iman kita sendiri, membaca dan merenungkan Firman Tuhan setiap hari, sehingga kita tidak mudah goncang ataupun tawar hati menghadapi tantangan kehidupan kita sehari-hari. Biarlah Firman Tuhan itu menjadi hidup dalam keseharian kita, memberikan kita penghiburan, kekuatan, suka cita, damai sejahtera, dan yang terpenting, kasih yang tulus yang mengalir dalam perkataan maupun perbuatan kita. Jika ini terjadi pada Anda, tidak ada yang perlu Anda risaukan. Kita tak perlu pusing memikirkan apa kata orang lain tentang kita, namun, apa kata Tuhan tentang kita. Jika ini yang menjadi fokus pikiran kita, maka kita akan terdorong untuk selalu mencari kehendak Tuhan dan menyenangkan hati-Nya dengan berbuat kasih, demi kasih kita kepada Tuhan yang sudah lebih dahulu mengasihi kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Sangat setuju dengan tulisan bu Inggrid “Kita tidak usah dan tidak perlu menghakimi orang yang mengklaim mempunyai karunia ‘vision‘/ penglihatan ini itu. Sebab dari buahnyalah, kita mengetahui apakah karunia itu sungguh dari Tuhan atau bukan, dan semua itu akan nampak dengan sendirinya dalam selang waktu. Biarlah Tuhan sendiri yang menjadi hakimnya. Namun bagian kita adalah berusaha mendalami iman kita sendiri, membaca dan merenungkan Firman Tuhan setiap hari, sehingga kita tidak mudah goncang ataupun tawar hati menghadapi tantangan kehidupan kita sehari-hari. ” two tumbs up buat bu Inggrid dan tim. GBU
Apakah tim katolisitas dapat merekomendasikan nama rm. yang khusus di bidang spiritual? Terima kasih
Salam Felisitas,
Semua Keuskupan, Ordo dan kongregasi mempunyai Pusat-Pusat SpiritualitasKatolik. Ada banyak, saya hanya sebutkan beberapa:
*) Pusat Spiritualitas Girisonta, dikelola oleh para pater Jesuit, info selengkapnya ada di http://puspita.provindo.org/
*) Pusat Spiritulitas Pratista, dikelola oleh para imam Ordo Salib Suci, info selengkapnya ada di http://www.pratista.org/
*) Institut Roncalli, untuk pembinaan lanjut para biarawan dan biarawati dengan aneka kursus spiritualitas, di Jl Diponegoro 90 Salatiga. Berita ada di http://www.reformata.com/index.php?m=news&a=view&id=843
*) Pusat Spiritualitas (Puspita) Keuskupan Surabaya ada di Jl. Dharmahusada Permai XII/5; Blok N-403 Surabaya Telp (031)5935656; Fax (031) 5942799 website http://adorasiabadi.com dan Email : adorasiabadi@gmail.com
*) Para petapa / rahib OCSO pria di Rawaseneng Temanggung dan di Lamanabi Larantuka, dan rahib perempuan (rubiah) di Gedono Salatiga selalu siap menerima Anda dalam bimbingan doa. Silahkan klik http://sites.google.com/site/rawaseneng/home dan http://www.ocso.org/index.php?option=com_mtree&task=viewlink&link_id=2374&Itemid=88&lang=en serta http://admonike.multiply.com/photos/album/7/Pertapaan_Bunda_Pemersatu_Gedono
*) Pusat Spiritualitas Karmel bisa dilihat di http://www.karmelindonesia.org/index.php/spiritualitas/pengertian-spiritualitas-karmel/26-spiritualitas/pengertian-spiritualitas-karmel?format=feed&type=rss serta http://www.carmeliaindo.org/index.php?option=com_content&view=article&id=78&Itemid=499
Rumah-rumah retret biasanya memiliki Direktur dan Spiritualis yang bisa Anda hubungi untuk bimbingan rohani.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Saya ingin mengajak sidang pembaca untuk lebih mendalami spiritualitas dengan berfikir sedikit lebih bebas . Saya melihat Gereja Katolik sekarang menjadi lebih membanggakan ( tentu saja kalau dibandingkan dng yang lain , dan sesuai pandangan Dunia ) karena beberapa contoh sbb :
1. Gereja Katolik ,( kalaupun nantinya terbukti salah jalan / keliru) , pada akhirnya akan masih membanggakan , karena mengajarkan Kasih Sayang .
2. Gereja Katolik imannya bertumbuh dan bisa menyadari kekeliruan masa lalu , ini bisa dilihat dari hasil Konsili Vatikan II yang membanggakan . Ini berarti sebagai suatu badan bisa sakit tapi juga bisa menyembuhkan dirinya sendiri .
3. Lihatlah Pimpinan 2 nya Paus 2 Modern :
a. Yohannes 23 – Paus Perdamaian , seorang yang sederhana dan rendah hati , bukankah dia pengikut Kristus yang sesungguhnya , mengutamakan Kasih Sayang kepada semua sesama .
b. Yohannes paulus II , seorang Paus yang bisa minta maaf dan sekaligus pemaaf (tidak mengingat kesalahan sesamanya ) beliau bisa mengakui kesalahan sendiri maupun pendahulunya ,meskipun umatnya maupun gereja menganggap Paus tidak akan pernah salah /keliru , bukankah inilah ajaran Kristus yang sesungguhnya , bukankah beliau sangat dikagumi baik oleh kawan dan lawan
4. Mother Teresa ; Mother Teresa pernah ditenggarai mengejar Popularitas ,karena dia meragukan kebenaran Iman nya ; akan tetapi kita bisa melihat bahwa apa yang dialami Mother Teresa adalah ungkapan Iman yang menunjukkan kesungguhan Mother Teresa dalam memanggul salibnya , bukankah keraguan ini cukup manusiawi . Mother Teresa mengutamakan Hidup sesuai Kehendak Allah . Saya pikir demikian juga dengan Anthony de Mello SJ , karena beliau ingin semua bukunya dan pelayannannya bisa diterima seluruh lapisan masyarakat , beragama apapun juga , saya tidak membaca apa yang diutarakan A De Mello berseberangan dengan ajaran Kristus di Alkitab . Dia hanya menginginkan semua sesamanya hidup berbahagia dalam Damai sejahtera Allah , kalaupun ada ekskomunikasi dari Kardinal Ratzinger tempo dulu , mungkin pihak Gereja bisa menanyakan kembali pada Paus Benediktus apakah beliau masih berpendapat sama . mudah 2 an setelah menjabat sebagai Paus , dia berubah pikiran , karena mampu memahami lebih dalam lagi dalam perjalanan hidupnya .
Saya merasakan bahwa justru pada hal 2 yang kita sulit fahami dan seolah keliru ternyata ada kebenaran yang membanggakan .
Mungkin jalan ini lebih baik dari pada kita membanggakan sebagai Front Pembela katolik .
Paulus Sutikno. .
Shalom Paulus Sutikno Panuwun,
Terima kasih atas tanggapan anda. Ada cara yang berbeda-beda dalam membangun Gereja Katolik yang kita kasihi atau kita “banggakan“. Bagi kami di katolisitas, cara kami mengekspresikan kasih kami kepada Kristus adalah dengan mengasihi Gereja-Nya, karena tidak mungkin kita mengasihi Kristus secara menyeluruh, kalau kita tidak mengasihi Tubuh-Nya – dan Tubuh Mistik Kristus adalah Gereja Katolik. Dan cara kami untuk mengasihi Gereja Katolik dengan mengenal dan mengasihi iman Katolik. Website katolisitas adalah website Katolik yang bertujuan untuk memaparkan iman Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Magisterium Gereja Katolik.
Yang mungkin membedakan pendekatan yang kita lakukan adalah menyikapi kemajemukan atau pluralisme. Kami beranggapan bahwa pluralisme tidak harus disikapi dengan sikap yang menutupi apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik dan mencoba untuk mencari persamaan-persamaan. Menurut kami, tidak masalah untuk menyadari perbedaan-perbedaan dan berdialog tentang perbedaan-perbedaan ini, sejauh dilakukan dengan dasar kasih, disampaikan dengan hormat dan lemah lembut (lih. 1Pet 3:15), dan menempatkan kebenaran di atas kepentingan pribadi. Berikut ini adalah tanggapan yang dapat saya berikan:
1. Gereja Katolik memang mengajarkan kasih sayang, dan memang sudah seharusnya dilakukan oleh murid Kristus. Namun bukankah gereja-gereja non-Katolik juga mengajarkan kasih sayang, dan bukankah semua agama juga mengajarkan kasih sayang? Jadi apa yang membuat kita memeluk agama Katolik? Tentang kalau Gereja Katolik terbukti bersalah, maka perlu dijabarkan dan dibuktikan terlebih dahulu. Bagi kami, kita memilih Gereja Katolik karena hal ini – silakan klik.
2. Gereja Katolik imannya bertumbuh: Vatikan II tidak memberikan pengajaran yang baru, namun memaparkan doktrin-doktrin yang telah dipercayai dan dipresentasikan secara pastoral, sehingga lebih dapat dimengerti. Jadi, apanya yang baru dan apanya yang keliru di masa lalu?
3. Tentang Yohanes Paulus II yang meminta maaf, saya pernah membahasnya di sini – silakan klik. Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan bahwa Paus tidak akan pernah salah. Ini adalah kesalahan umum dari banyak orang. Oleh karena itu, silakan memahami prinsip ex-cathedra di tanya jawab ini – silakan klik. Untuk dapat memberikan keputusan yang tidak dapat salah (karena dilindungi oleh Kristus sendiri – lih. Mt 16:16-19), maka seorang Paus harus memenuhi 3 syarat: pengajaran tentang iman dan moral, dilakukan dalam kapasitasnya sebagai seorang paus, dan mengikat untuk seluruh dunia.
4. Tentang lain-lain: Tentang Mother Teresa: Kalau kita mengerti konsep dark night of the soul, maka kita dapat melihat bahwa apa yang terlihat seolah-olah Bunda Teresa meragukan imannya adalah merupakan suatu tingkatan yang tinggi dalam spiritualitas. Walaupun dalam kondisi seperti ini, namun Mother Teresa senantiasa menjalankan imannya dengan teguh, termasuk: menerima Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat, adorasi, tetap melayani, dll. Tentang Anthony de Mella SJ, anda dapat membacanya di sini – silakan klik.
Pada akhirnya kita harus menyadari bahwa Gereja terdiri dari pendosa dan orang kudus. Orang kudus membangun Gereja dan pendosa menjadi batu sandungan. Namun, hal ini tidak menutup kebenaran bahwa Kristus mendirikan Gereja Katolik dengan empat tanda: satu, kudus, katolik dan apostolik. Kami tidak membanggakan diri kami sebagai front pembela Katolik. Website ini adalah manifestasi kami dalam mengemban misi yang kami terima dalam Sakramen Baptis, yaitu turut serta dalam menyebarkan kabar gembira ke seluruh dunia (lih. Mt 28:19-20). Jadi, dalam keterbatasan kami, kami ingin turut berpartisipasi dalam membangun Gereja Katolik. Mari, dalam kapasitas kita masing-masing, kita membangun Gereja Katolik yang kita kasihi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Pak . Stefanus , saya sangat senang dengan jawaban anda .
Saya sebelumnya juga mau minta maaf untuk kesalahan santo pelindung saya terhadap santo pelindung anda .
Saya hendak mencoba meluruskan apa yang saya ketengahkan sebelumnya , meskipun ini hanya hasil dari pemikiran setelah membaca buku , menonton film , menonton TV dsb .
1. Saya bisa memahami kebenaran akan adanya beberapa kesalahan dari Gereja tempo dulu , sebagai seorang Katolik saya jadi kepingin tahu lebih dalam dan saya berfikir bahwa hal ini tidak perlu dibantah atau dibuktikan , kalau itu tidak terjadi masakan Johannes Paulus II meminta maaf atas bermacam hal ( Inkuisi Spanyol , kejahatan pada Perang Dunia II di Eropa dsb 2 ). Bukankah pelaku 2 kejahatan tsb pejabat 2 Gereja , atau sikap pasif / pembiaran dari pejabat Gereja terhadap mereka yang melakukan kejahatan (hampir semua tokoh Nazi Jerman adalah orang 2 Kristen & Katolik , mereka minimal pernah mendapatkan pendidikan Kristen dan Katolik ) ; Kalau tidak ada kesalahan masakan Gereja terpecah belah , apakah ini hanya melulu kesalahan pendiri Gereja sempalan .
2. Seperti yang saya ketengahkan sebelumnya saya lebih happy (sesungguhnya saya hanya menyetujui pandangan umum dunia mengenai Gereja ) dengan apa yang saya ketengahkan sebagai membanggakan .
Suatu contoh yang mantap adalah hasil Pemikiran dari Konsili Vatikan ke II bahwa ” Keselamatan tidak hanya datang melalui Gereja ” , sedangkan dunia ini penuh dengan kekerasan , pertentangan antar Agama , hampir semua agama akan menyatakan dirinya yang paling benar , yang nomor 1 , yang lain masuk neraka jahanam .
Bukankah pandangan Konsili tsb lebih membanggakan dan lebih sesuai dengan ajaran Kristus :
Mateus 7 – 21 : ” Bukan kamu yang memanggil aku Tuhan akan masuk kedalam kerajaan Allah , melainkan mereka yang melakukan kehendak Bapa.
Saya justru merasa bahwa Gereja setelah Konsili menjadi bangkit kembali dan lebih sesuai dengan kehendak Tuhan .
Pada umumnya saya lebih senang dengan sesuatu yang positive dari pada tindakan 2 , negative , inkuisi , ekskomunikasi dsb ( lihat contohnya Galileo ; adakah sisi kebenaran tindakan Gereja ? ) .
3. Sepertinya apa yang dialami Mother Teresa sangatlah manusiawi , dan saya menganggap keraguan itu menunjukkan kejujuran dan Kasih . Bukankah Tuhan pun pada akhirnya berteriak :
Bapa 2 kenapa Engkau meninggalkan Aku .
4. Saya meyakini bahwa Gereja yang bisa sakit tapi bisa menyembuhkan dirinya sendiri , bisa jatuh tapi bisa juga bangkit , terlebih membanggakan dari pada yang merasa selalu ” sempurna ” dan nomor satu .
5. Kebenaran Iman nomor satu kita : Bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan ; tidak perlu dipertahankan dan diributkan , cukup kalau ” Kita sebagai murid / pengikutnya ; bisa melakukan apa yang Dia minta ” .
6. Saya justru sedang bingung ; kenapa ya , dunia ini kok terasa makin buruk ( apa anda setuju ? ) ; padahal begitu banyak orang Kristen & Katolik , apakah ini bukan karena kegagalan kita sebagai Katolik melakukan apa yang diminta Tuhan .
Saya jakin bahwa kebanyakan kita lebih mengutamakan keinginan Duniawi kita , kita mengejar damai sejahtera dunia ; bukankaah anda mendengarkan dunia kapitalisme barat sedang runtuh karena ” Cinta akan Uang ” ; nah karena saya juga berpenyakit seperti itu saya jadi yakin akan hal tsb .
Saya senang dengan diskusi ini , karena memberi kesempatan kita melepaskan unek 2 .
Terima kasih .
Paulus sutikno.
Shalom Paulus,
Terima kasih atas tanggapan anda. Sebenarnya diskusi tentang inkuisisi Spanyol, Galilee, dll, telah dibahas di beberapa tanya jawab, beberapa di antaranya, lihat ini – silakan klik, dan ini – klik ini. Secara prinsip, Gereja Katolik terdiri dari orang kudus dan pendosa. Adalah suatu kenyataan bahwa ada sebagian oknum di dalam Gereja Katolik tidak menjalankan pengajaran Gereja Katolik dengan baik. Oleh karena itu, Gereja Katolik mengadakan pemeriksaan batin dan meminta maaf atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh oknum-oknum ini. Hitler memang dikatakan sekolah di sekolah Katolik. Namun, yang jelas, dia tidak menjalankan apa yang sebenarnya diajarkan oleh Gereja Katolik. Orang sering melihat bahwa Gereja Katolik tidak cukup melakukan sesuatu untuk menyelamatkan umat Yahudi pada waktu zaman nazi, namun banyak orang melupakan bahwa melalui kepemimpinan Pius XII, Gereja Katolik telah menyelamatkan umat Yahudi paling banyak dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh semua pemimpin dunia pada waktu itu. Bukankah dengan demikian, seharusnya seluruh kepala negara pada waktu itu sebaiknya minta maaf? Tentang perpecahan Gereja tidak berhubungan dengan topik ini. Anda dapat membaca diskusi tentang perpecahan Gereja di sini – silakan klik dan jangan lupa klik di diskusi panjangnya di sini – klik ini dan di bagian bawahnya – klik ini.
2. Orang sering salah sangka bahwa Konsili Vatikan II menghapus dan menggantikan doktrin-doktrin sebelumnya. Ini adalah pernyataan yang tidak benar, karena Vatikan II tidak berniat untuk membuat doktrin baru, namun hanya menyajikan doktrin-dokrin yang telah dipercayai sebelumnya dengan lebih jelas dan pastoral. Coba anda kaji lagi dokumen mana dari Vatikan II yang menyatakan perubahan dari doktrin sebelumnya. Dikatakan di Lumen Gentium 14 “…Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.” (silakan klik). Namun, hendaknya tidak dilupakan bahwa umat Katolikpun dapat kehilangan keselamatan jika tidak terus bertumbuh dalam kekudusan. Paragraf yang sama dari LG mengatakan “Dimasukkan sepenuhnya ke dalam sertifikat Gereja, mereka, yang mempunyai Roh Kristus, menerima baik seluruh tata-susunan Gereja serta semua upaya keselamatan yang diadakan di dalamnya, dan dalam himpunannya yang kelihatan digabungkan dengan Kristus yang membimbingnya melalui Imam Agung dan para uskup, dengan ikatan-ikatan ini, yakni: pengakuan iman, sakramen-sakramen dan kepemimpinan gerejani serta persekutuan. Tetapi tidak diselamatkan orang, yang meskipun termasuk anggota Gereja namun tidak bertambah dalm cinta-kasih; jadi yang “dengan badan” memang berada dalam pangkuan Gereja, melainkan tidak “dengan hatinya”[26].“
Kalau Gereja Katolik percaya bahwa kepenuhan kebenaran ada di dalam Gereja Katolik, maka hal ini tidak membuat umat Katolik sombong dan kemudian merendahkan agama yang lain. Justru kesadaran ini merupakan suatu tugas agar dalam kapasitas kita masing-masing, kita dapat mewartakan Kristus dan Gereja-Nya. Anda dapat mengambil Mt 7:21, namun, kita juga jangan melupakan Lk 10:16 “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.” Tentang Galileo Galilee, cobalah anda membaca link yang saya berikan di sini – silakan klik. Kita jangan lupa bahwa teori yang diajukan oleh Galileo Galilee juga tidak seluruhnya benar, karena matahari juga tidak diam, namun juga berputar dalam suatu sistem galaksi.
3. Apa yang dialami oleh Mother Teresa adalah manusiawi, dan juga manusia seseorang mengalami dark night of the soul ketika mencapai tingkat spiritualitas yang tinggi. Kalau anda mau mendalami hal ini, cobalah untuk membaca buku dari Yohanes Salib yaitu “Dark Nigh of the Soul“. Adalah manusiawi bahwa seseorang dapat mencapai tingkatan spiritualitas yang tinggi, karena untuk itukah kita diciptakan, yaitu agar kita dapat mengalami persatuan dengan Tuhan. Dalam spiritualitas, sebelum mencapai tingkat persatuan ini (unitive), maka seseorang akan mengalami pemurnian (dark night of the soul), di mana kembang-kembang manis dari rasa dan akal budi yang dapat merasakan kedekatan dengan Tuhan tiba-tiba menghilang. Namun, di tengah-tengah situasi seperti ini, orang tersebut tetap mempunyai komitmen doa dan pelayanan dan lebih baik mati daripada melakukan dosa ringan sekalipun. Dengan kata lain, dalam kondisi ini, mereka tetap mengasihi Tuhan dengan segenap hati, pikiran dan kekuatan. Jadi, janganlah kita melihat apa yang dialami oleh Bunda Teresa sebagai suatu indikasi bahwa dia meragukan imannya, namun justru dia sebenarnya dia telah mencapai suatu tingkatan spiritualitas yang begitu tinggi, seperti yang dialami oleh santa-santo lain, seperti St. Yohanes Salib dan St. Teresa Avilla.
4. Gereja memang senantiasa memperbaiki dirinya dalam konteks Gereja sebagai cara. Namun, Gereja sebagai tujuan tidaklah dapat diperbaharui. Kita harus melihat Gereja bukan hanya sebagai institusi, karena institusi adalah salah satu aspek Gereja, yaitu cara (means). Kita tidak boleh melupakan aspek ilahi dari Gereja. Dan kalau kita mengatakan bahwa Gereja Katolik menjadi Sakramen Keselamatan, maka tidak ada yang dibanggakan dari anggotanya, karena semua ini adalah pemberian dari Kristus – yang adalah kepala dari Gereja. Gereja dalam sisi ilahi adalah sempurna, karena KepalaNya adalah sempurna, yaitu Kristus sendiri. Cobalah membaca artikel tentang Gereja, terutama bagian 2.
5. Kebenaran iman Katolik adalah Kristus dan Gereja-Nya tidaklah terpisahkan. Kita tidak dapat mengasihi Kristus secara penuh kalau kita tidak mengasihi Gereja-Nya. Iman ini harus kita junjung tinggi dan kita tempatkan lebih tinggi dari kepentingan pribadi kita. Menjadi tantangan bagi kita untuk mempelajari iman kita, sehingga kita dapat mempertanggungjawabkannya dengan hormat dan lemah lembut jika ada yang minta pertanggungjawaban iman kita (lih. 1Pet 3:15).
6. Dunia memang terasa semakin sakit. Namun, sebagai umat Katolik, kita dituntut untuk turut berpartisipasi dalam membangun dunia ini. St. Agustinus mengatakan bahwa kita ada di dunia namun bukan dari dunia ini. Oleh karena itu, mata kita harus terus tertuju pada Sorga, namun kita harus tetap membangun dunia yang kita singgahi ini dengan baik.
Jadi, mari kita bersama-sama membangun Gereja dan dunia ini dalam kapasitas kita masing-masing, sehingga kita dapat menjadi refleksi dari terang Kristus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Saya melihat adaya peranan gereja yang ditafsirkan sebagai “menghalangi upaya pendakian” iman-spiritual.
Anda semua adalah satu. Satu tubuh (gereja) dengan Yesus sendiri sebagai kepala-nya. Katolik memang benar-benar kaya dengan pernak-pernik kehidupan beriman. Ini yang seringkali, secara sepihak dan tergesa-gesa – bahkan oleh oknum pendaki spiritual di lingkungan Katolik sendiri- sebagai agama (baca: keyakinan) yang tidak fokus.
Tengoklah bagaimana komunitas kehidupan beriman, sebelum Yesus, semasa Yesus, dan sesudah (kebangkitan) Yesus. Di situ sudah sarat dengan konflik cara memandang Allah yang Esa. Ibarat Allah yang membuat soal kepada murid-Nya, dan sekaligus sudah membuat kunci jawabannya yang dibuat oleh Allah sendiri (Mat 3 : 17), toch murid-Nya yang disebut “manusia” itu, tetap saja tidak semua mau menggunakan kunci jawaban tsb.
Mereka yang tidak menggunakan kunci jawaban tsb, umumnya mengambil alasan :
1. Mereka ingin mencari jawabannya sediri (kelompok aktif, PD banget),
2. Mereka meragukan, bisa saja itu salah ketik/kutip (kelompok pesimis)
3. Mereka tidak tahu jawabannya (klmpok pasif)
Bahkan pada jaman kehidupan Yesus saja, diantara murid-Nya sendiri itu juga tidak semua taat dan tunduk pada ajaran-Nya. Ambil contoh, Petrus yang bergaya komandan tentara-Nya, sempat menyangkal 3 x atas eksistensi Komandan-nya, meskipun akhirnya dia tobat dan menyesal, dan buah pertobatan ini kelak menghantar dia diberi “ganjaran” pelimpahan kuasa memimpin pasukan-Nya (Mat 16 : 13-20).
Eling nak ! sadarlah teman ! Bacalah baik-baik dan renungkanlah isi Mat 16 :13-20 itu, kemudian bawalah dalam doa-mu dan mintalah Roh Kudus memimpin doa-mu.
Sebagai sharing, saya dulu juga berada dalam persimpangan dan meragukan peranan gereja. Saat-saat saya lagi “entrance” saya berada dalam situasi “tidak perlu ada yang lain lagi, baik sebagai pribadi maupun institusi, selain Dia sendiri saja”. Ajaran gereja saya nilai sebagai “mengekang” kebebasan untuk “bulan madu” dengan-Nya. Namun ketika saya sudah “melek”, eling bahwa saya masih hidup di alam nyata, saya mulai haus, lapar, butuh kehangatan, butuh teman, butuh pengakuan, butuh perlindungan, butuh saluran kasih. Dan itu semua tidak dapat saya lakukan sendiri.
Ketika anak-anak saya mulai tumbuh besar, mereka sudah mulai ingin membuat gaya hidup sendiri, meniru, menafsirkan sendiri, pokoknya ingin tampil beda. Penyidikan kepadanya saya lakukan, tetapi sebelum saya mengadilinya, entah dari mana dan entah apa sebabnya, saya diarahkan untuk belajar pada komunitas di luar keluarga saya.
Akhirnya saya menemukan perilaku dan aturan emas bahwa :
1. Setiap anggota dalam suatu komunitas tertentu, tidak bisa membuat aturannya sendiri (meskipun dia kaya ide/gagasan),
2. Adaya keinginan yang tidak pernah final, yaitu agar orang lain berbuat sesuai yang kita kehendaki.
3. Pada titik tertinggi dan terdalam, ada dorongan batin yang kuat bahwa segala sesuatu yang ingin kita kehendaki, terlebih dahulu agar dilakukan hal yang sama kepada orang lain.
4. Selama kita berada dalam pengembaraan iman-spiritual, ternyata diperlukan adanya satu (dan hanya satu saja) otoritas (wewenang)untuk menafsirkan pengalaman-pengalaman spiritual seseorang.
Ini bisa kita renungkan bersama :
Andaikan gereja (baca: gereja perdana) yang didirikan Yesus itu hanya sekali saja atau pernah didirikan-Nya namun sekarang telah punah, maka benarlah apa yang dikatakan bahwa kesaksian tentang Yesus itu (khususnya dalam Injil) adalah ilusi manusia atau sebagai kebohongan yang kudus.
Sebaliknya, apakah kita sudah tidak bisa menemukan ciri-ciri gereja-Nya, yang sejak dari awalnya, adalah yang satu, kudus, katolik dan apostolik ?
Jika saudara telah menemukannya, bersukacitalah, wartakanlah dan kerjakanlah, Kerajaan Allah sudah dekat. Amin.
Shalom Paulus Sartono,
Terima kasih atas sharing perjalanan iman anda. Memang setiap dari kita mempunyai perjalanan iman sendiri-sendiri, yang jika kita lalui dengan kerendahan hati dan keinginan untuk selalu menomorsatukan kehendak Tuhan di atas segala sesuatu, maka kita dapat sampai pada mengasihi Tuhan di dalam Gereja Katolik.
Namun selayaknya, kita yang sudah berada di pangkuan Gereja Katolik tidak menjadi tinggi hati, sebab kita mengetahui bahwa kita sebagai manusia masih jauh dari sempurna. Tuhan berkehendak kita bertumbuh di dalam iman menuju kekudusan, yaitu dengan mengasihi Tuhan lebih dari segala sesuatu dan mengasihi sesama. Ini tidak selamanya mudah, oleh sebab itu, mari kita bersama menimba kekuatan dari Tuhan Yesus sendiri, yang secara khusus kita sambut di dalam Ekaristi. Maka, perayaan Ekaristi menjadi sumber dan puncak Spiritualitas Katolik.
Akhirnya, mari kita berdoa bagi Gereja-Nya, Gereja Katolik, dan para pemimpinnya, yaitu Bapa Paus, para uskup dan para pastor/ imam, agar mereka diberi rahmat kebijaksanaan untuk memimpin kita umat-Nya. Terutama kepada Bapa Paus, yang menjadi penerus Rasul Petrus, yang telah diberi mandat dan kepercayaan oleh Yesus untuk menjadi wakil-Nya di dunia ini untuk memimpin Gereja-Nya.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Shalom katolisitas
Kis 11:26 Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.
Pertanyaan saya : tahun berapakah pengikut Yesus disebut Kristen dan kapan adanya sebutan Katolik ?
Mohon pencerahaannya
Salam kasih
K.Paulus J.C
Shalom Paulus,
Sesungguhnya kata ‘Katolik’ berasal dari bahasa Yunani, katholikos, yang artinya "keseluruhan/ universal– wholeness" atau "komplit/ lengkap– fullness". Jadi dalam hal ini kata katholik mempunyai dua konotasi: bahwa Gereja yang didirikan Yesus ini bukan hanya milik suku tertentu atau kelompok eksklusif yang terbatas; melainkan mencakup ‘keseluruhan‘ keluarga Tuhan yang ada di ‘seluruh dunia‘, yang merangkul semua, dari setiap suku, bangsa, kaum dan bahasa (Why 7:9). Kata ‘katolik’ juga berarti bahwa Gereja tidak dapat memilih-milih doktrin yang tertentu asal cocok sesuai dengan selera/ pendapat kita, tetapi harus doktrin yang setia kepada ‘seluruh‘ kebenaran. Rasul Paulus mengatakan bahwa hakekatnya seorang rasul adalah untuk menjadi pengajar yang ‘katolik’ artinya yang "meneruskan firman-Nya (Allah) dengan sepenuhnya…. tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus." (Kol 1:25, 28)
Kata Gereja Katolik yang ditulis dalam bahasa Yunani dalam Kitab Suci sebagai "Ekklesia Katha Holos" (asal mula kata katholikos) ada di Kis 9:31, yang bunyinya, "Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus." Di sini kata"Katha holos atau katholikos" dalam bahasa Indonesia adalah Jemaat/ umat Seluruh/ Universal atau Gereja Katolik, sehingga kalau ingin diterjemahkan secara konsisten, maka Kis 9:31, bunyinya adalah, "Selama beberapa waktu Gereja Katolik di Yudea, Galilea, dan Samaria berada dalam keadaan damai. Gereja itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus."
Memang ada bukti lain disamping Kitab Suci, yaitu tulisan St. Ignatius dari Antiokia (murid St. Yohanes rasul) kepada jemaat di Smyrna 8 (106), yang dipakai untuk membedakan umat Kristen dari para heretik pada saat itu yang menolak bahwa Yesus adalah Allah yang sungguh-sungguh menjelma menjadi manusia, yaitu heresi/ bidaah Docetism dan Gnosticism. Dengan surat ini St. Ignatius mengajarkan tentang hirarki Gereja, imam, dan Ekaristi yang bertujuan untuk menunjukkan kesatuan Gereja dan kesetiaan Gereja kepada ajaran yang diajarkan oleh Kristus. Demikian penggalan kalimatnya,
"…Di mana uskup berada, maka di sana pula umat berada, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, maka di sana juga ada Gereja Katolik."
Di sinilah baru Gereja Katolik memiliki arti yang kurang lebih sama dengan yang kita ketahui sekarang, bahwa Gereja Katolik adalah Gereja universal di bawah pimpinan para uskup yang mengajarkan doktrin yang lengkap, sesuai dengan yang diajarkan Kristus.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Rekan-rekan ytk,
Ada buku bagus sekali !!! untuk dibaca bagi rekan-rekan yg ingin menambah wawasan kita untuk mengenal lebih jauh pribadi Yesus, karya-Nya, ajaran-Nya ditengah banyak beredarnya buku penafsiran tentang pribadi Yesus, yaitu Yesus dari Nazareth yang ditulis oleh Paus Benediktus XVI Kardinal Joseph Ratzinger dan telah diterjemahkan dengan baik sekali oleh Romo Mardiatmaja SJ (bukan KKN lho ! ) terbitan Gramedia.
Saya sendiri berkali-kali terkejut dan surprise dengan pandangan tentang Yesus dari Paus kita ini, sangat menggairahkan untuk dibaca !!
Shalom
Yohanes Paulus ( Paroki Pandu Bandung )
[dari admin: saya pindahkan pesan ini dari buku tamu ke “Apakah Spiritualitas Katolik”.]
Syalom,
Terimakasih dan syukur bagi Tuhan atas keberadaan website ini. Membantu saya tepat di saat saya sangat membutuhkan. Semoga Tuhan memberkati pelayanan anda sekalian, baik melalui web ini, studi maupun yang lainnya^^
Dari beberapa artikel maupun jawaban – jawaban, saya menarik kesimpulan bahwa pewartaan yang terbaik adalah lewat sikap hidup dan teladan (dari ‘buah2’ nya)
yang ingin saya tanyakan, seringkali di lingkungan saya sbg ank2 muda, banyak orang yang ingin ‘tarik – tarikan’ dan adu argumentasi mengenai alkitab, gereja dsb. yang mengganggu saya adalah kadang kala sikap ‘menghakimi’ dan ‘sok tau’, padahal jika kita pandai dalam menghapal dan mengerti alkitab tentunya bukan untuk disombongkan tetapi untuk membantu sesama demi kemuliaan Tuhan. Bagaimana seharusnya kita sbg orang katolik menyikapi hal – hal tersebut?
Untungnya keberadaan web ini sangat membantu saya dalam memahami pandangan dan ajaran katolik. Trimakasih ats perhatiannya, God Bless^^
Shalom Sesilia,
Terima kasih juga sudah mengunjungi website ini.
Pertama-tama, jika kita melihat adanya banyak orang yang tergerak untuk mempelajari atau bahkan menghafalkan Kitab Suci, kita patut bersyukur. Karena jika hal itu didorong oleh kasih mereka kepada Tuhan, tentu hal itu sungguh sangat baik. Tetapi jika kemudian maka ada kecenderungan ‘sok tahu dan menghakimi’, itu sebenarnya adalah sesuatu yang harus dihindari. Maka sebelum melihat kepada orang lain, maka kita mulai dari diri kita sendiri, untuk berusaha tidak menghakimi orang lain, terutama untuk mengatakan seseorang itu masuk surga atau neraka.
Komentar saya yang berhubungan dengan pertanyaan ini:
1) Apa yang harus kita lakukan sebagai orang Katolik, jika kita sudah yakin bahwa di Gereja Katolik terdapat kepenuhan kebenaran Kristus, silakan baca di artikel tersebut (silakan klik). Pada intinya; Pertama, kenali iman kita, sayangilah Tuhan dan Gereja kita, kedua, hiduplah sesuai dengan iman kita dan ketiga, sebarkanlah iman kita.
2) Apa yang menjadi sikap kita, dalam menanggapi soal menghakimi si ini atau si itu masuk surga atau neraka. Pada dasarnya kita tidak usah ikut-ikutan menghakimi. (silakan klik)
3) Mari kita berdoa untuk persatuan umat Kristiani, untuk mereka yang berjuang demi persatuan tersebut, dan mereka yang tidak sengaja atau sengaja malah menghambat persatuan tersebut. Semoga Tuhan juga menyatakan kepada mereka, akan apa yang menjadi kehendak-Nya bagi persatuan Gereja. Dan kita juga mohon kepada Tuhan, agar kita dapat menjalankan bagian kita untuk menjadi saksiNya untuk mewartakan keberanan Kristus, demi kesatuan umat beriman.
Demikian yang dapat saya tuliskan, semoga dapat menjawab pertanyaan Sesilia.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
[Dari admin: saya pindahkan pertanyaan ini dari artikel Maria ke Spiritualitas Katolik]
Salam Damai Yesus Kristus buat Kita Semua.
Saya tidak bertanya tentang Bunda Maria
Saya sudah yakin & percaya 100% kepada Bunda Maria dan segala seluk beluk pertanyaan ttg Bunda Maria sudah saya temukan jawabnya.
Sekarang saya mau minta pertolongan buat Bapak Pastor, Suster, atau saudara – saudara saya yang seiman akan Yesus Kristus & Bunda Maria
Saya seorang wanita, berusia 21 tahun dan menganut agama katolik
yang mau saya curahkan tentang beban hidup saya
Kenapa Bunda Maria selalu membiarkan mama saya dipenuhi penderitaan
mama saya selalu berkata St.Monika 15 tahun mendoakan anak & suami nya. Setelah 15 tahun baru dikabulkan oleh Bunda Maria.
Mama saya bertanya sudah lebih 20 tahun mendoakan anaknya (abang saya), tapi belum bertobat juga. Mama saya tidak pernuh bosan memohon kepada Bunda Maria supaya mau memimpin abang saya ke dalam jalan yang benar dalam DIA. Dengan kata lain, kenapa Bunda Maria belum mengabulkan doa mama saya supaya abang saya kembali ke jalan yang benar. Justru tingkah laku abang saya, makin hari semakin membuat ibu saya hampir putus asa.
Atas perhatian saudara-saudari seiman, saya sampaikan terimakasih banyak.
Shalom Monika,
Memang, penderitaan yang ada di dunia ini adalah suatu kenyataan yang tidak bisa diacuhkan. Kita semua melihat ada banyak orang menderita, entah karena sakit, atau karena masalah- masalah yang lain. Masalahnya jadi makin tidak sederhana, jika itu menyangkut orang-orang terdekat kita, saudara, dan keluarga, apalagi jika masalahnya sudah bertahun- tahun. Sehingga, di dalam penderitaan ini memang orang jadi bertanya-tanya, di manakah Tuhan, atau seperti Monika, jadi bertanya mengapa Tuhan atau Bunda Maria seolah-olah ‘membiarkan’ atau tidak menolong.
Sebagai pengikut Kristus, sesungguhnya kita selalu diingatkan bahwa penderitaan itu bukan akhir dari segalanya. Sebab Tuhan berkuasa untuk mendatangkan sesuatu yang lebih baik, ya bahkan melalui penderitaan. Dalam kasus St. Monica, Tuhan mendatangkan kebaikan sebagai buah dari kesetiaan doanya, sehingga Agustinus anaknya dapat bertobat, dan bahkan menjadi orang kudus (St. Agustinus) yang berguna bagi Gereja. Saya percaya, bahwa Tuhan-pun dapat melakukan hal yang serupa pada kakak Monika, walaupun memang kita harus terus bersabar dan bertekun dalam doa untuk mendoakan kakak Monika tersebut.
Mengenai masalah penderitaan ini, sudah pernah dituliskan pada jawaban ini (silakan klik) dan juga jawaban ini (silakan klik), walaupun kasusnya tidak sama. Namun prinsip dasarnya sama, bahwa Allah bukannya tidak menolong, sebab jika tanpa campur tangan Allah, bukannya tidak mungkin kejadiannya dapat menjadi lebih parah. Bahwa sampai saat ini kakak Monika belum bertobat, itu bukan karena Tuhan berhenti mengirimkan dorongan untuk bertobat, tetapi karena oleh kehendak bebas kakak Monika yang menolak dorongan tersebut. Jadi Allah tidak mungkin berpangku tangan, dan juga Bunda Maria dalam hal ini juga pasti mendoakan, namun Allah tidak memaksa, dalam artian Ia tetap menghormati kehendak bebas kakak Monika tersebut. Jadi, bahwa kelihatannya doa belum mendatangkan hasil yang diinginkan, itu disebabkan karena kita melihatnya tidak dari kacamata Allah. Dalam hal ini, memang mungkin Monika sekeluarga sedang dibentuk Allah, dimurnikan di dalam iman, untuk terus bersandar pada Tuhan, justru pada saat yang sangat sulit ini. Kita harus percaya, bahwa jika kita menghadapi penderitaan ini bersama Yesus, Tuhan akan mendatangkan kebaikan pada waktunya.
Ayat yang selalu menghibur saya dalam penderitaan adalah ini:
"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia…." (Rom 8:28). Sekarang, pertanyaannya adalah sejauh mana kita mengasihi Allah? Jika ya, sudahkah kita sungguh-sungguh menyatakannya? Mari di saat kita susah, kita katakan pada Tuhan, "Tuhan, di tengah kemelut yang sedang kuhadapi ini, aku tetap mau mengatakan kepadaMu, bahwa aku mengasihi Engkau, sebab aku percaya, kasihMu mengatasi segalanya dan Engkau memiliki rencana yang indah di balik semua ini, meskipun aku belum dapat melihatnya."
Sungguh, di saat kita susah, sesungguhnya iman kita harus bertumbuh. Sebab kita dapat belajar untuk tidak hanya bersyukur di saat kita mendapat berkat, tetapi di saat kita mendapat kesusahan sekalipun, kita bersyukur. Karena jika kita mau jujur, tangan pemeliharaan Tuhan juga tetap menyertai kita. Mungkin ada baiknya Monika merenung sejenak, betapa Tuhan selalu menyertai selama tahun-tahun yang sulit ini.
Penderitaan menurut ajaran Gereja, harus dipakai untuk mendekatkan diri kita pada Tuhan. Kita diajak mempersatukan penderitaan kita dengan penderitaan Kristus, sebab kuasa kebangkitan-Nya akan menguatkan kita. Sebab Kristus dapat mengubah penderitaan itu untuk mendatangkan keselamatan bagi diri kita dan orang-orang yang kita doakan. Maka, jika Tuhan mengijinkan kita mengalami penderitaan, jangan biarkan penderitaan itu lewat begitu saja, tanpa melibatkan Kristus. Dan kalaupun kita sudah melewatinya bersama Kristus, coba kita tingkatkan hal itu, misalnya dengan doa bersama sekeluarga. Bukannya tidak mungkin, jika Monika sekeluarga, saling mendukung, berdoa bersama setiap hari (saya usulkan berdoa rosario bersama), Tuhan dapat mendatangkan sesuatu yang ajaib. Tidak saja buat kakak Monika, tapi buat seluruh anggota keluarga. Bahkan siapapun yang melihat bagaimana Monika sekeluarga menghadapi penderitaan ini, akan dikuatkan di dalam iman. Hal ini akan menjadi kesaksian hidup yang lebih ‘lantang’ dari pada khotbah manapun.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengajak para pembaca website ini untuk mendoakan Monika sekeluarga, terutama untuk kakak Monika, agar Roh Kudus mengubah hatinya untuk kembali kepada Tuhan dan meninggalkan perbuatan-perbuatannya yang salah.
"Bapa di surga, kami bersyukur atas karunia iman yang Engkau berikan kepada kami di dalam nama Yesus Putera-Mu yang kudus. Oleh-Nya, kami memperoleh pengharapan, bahwa akan ada kebangkitan setelah penderitaan, selalu ada jalan keluar dari segala permasalahan hidup kami. Saat ini kami bersatu hati, bersama dengan Monika sekeluarga, untuk mendoakan kakak dari saudari kami Monika, agar Engkau mengutus Roh Kudus-Mu kepadanya. Kami mohon, mampukanlah ia untuk melihat semua kesalahannya, dan supaya seperti anak yang hilang, ia dapat kembali kepada-Mu. Kami juga memohon agar Engkau berkenan memberikan karunia iman dan pengharapan yang tak pernah pudar kepada Monika dan keluarga, terutama kepada Mama Monika, agar mereka dikuatkan di dalam menghadapi penderitaan ini.
Tuhan Yesus, kasihanilah kami.
Tuhan Yesus, kami mengandalkan Engkau.
Bunda Maria, doakanlah kami.
Di dalam nama Yesus kami menaikkan doa ini. Amin."
Semoga di dalam kehidupan Monika sekeluarga dan juga di dalam hidup kita semua yang tak lepas dari penderitaan, dipenuhilah janji Tuhan, "Allah membawa banyak orang kepada kemuliaan, …memimpin kepada mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan." (Ibr 2: 10).
Salam kasih dari https://katolisitas.org
Ingrid Listiati
Salam Damai Kristus buat Qt semua
salom mbak Ingrid
terimakasih bnyk y mbak atas doa nya serta suatu nasihat mbak yang m’ingatkan kepada saya untuk semakin mendekat kan diri dengan Bunda Maria dan Tuhan Yesus.
Saya juga sadar
Kadang apa yang kelihatan nya sebagai musibah dalam hidup kita ternyata merupakan sebuah anugerah buat kita.
Saya juga sadar, kita tidak pernah mengetahui bagaimana Tuhan itu melalui jalan Nya kita diberikan suatu kekuatan yang begitu besar.
Pengalaman pribadi: Saya adalah salah satu penggemar buku Romo Antony de Mello. sewaktu beliau meninggal, beliau ‘seakan’ sudah tau kapan waktunya. (ada disebut di buku karangan teman dekat beliau).
saya berani katakan kalo buku karangan beliau sudah lengkap saya miliki. Doa sang katak 1 +2 , sadhana dll. (sewaktu saya pindah maka buku de mello yang lebih dulu saya utamakan).
saya akui selesasi baca bahwa saya mengalami kedewasaan imam TETAPI saya kehilangan “sesuatu”. karena saya bukanlah seorang KATOLIK.
Inti dari semua berasal dari Yesus Kristus. oleh sebab itu membaca de mello tanpa pemahaman dan sharing sesama teman maka akan mengalami kehilangan jati diri Yesus Kristus.
usul buat admin: gimana kalo jadi wacana karangan de mello agar saya juga bisa belajar.
salam buat kak Stef.
Shalom Ali,
Kita mengetahui bahwa memang banyak orang merasa terbantu dengan tulisan Anthony de Mello. Namun, kita mengetahui juga bahwa ada bahayanya jika kita menginterpretasikan beberapa tulisan tersebut, yang seolah dapat mengarah pada ‘pencerahan’ yang terlepas dari peran Kristus. Untuk itulah maka Vatikan memberi peringatan kepada umat Katolik untuk lebih waspada dalam membaca karya Rm. Anthony de Mello. Saya pernah menulis tentang hal ini dalam jawaban surat Yosep yaitu di sini (silakan klik).
Untuk usulan Ali untuk mengulas tulisan Anthony de Mello di sini, rasanya sementara ini belum menjadi prioritas kami, maaf ya. Karena masih banyak tentang pengajaran iman Katolik yang mungkin lebih baik untuk dituliskan terlebih dahulu.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Terimakasih atas warning adanya bahaya pencerahan terlepas dari peran Kristus. Tetapi Kristus sebagai Tuhan dalam memberikan pencerahan kepada umatNya bisa saja memakai perantaraan seseorang, termasuk de Mello atau para sufi bahkan Buddha.
Shalom Marjoko,
Ya, sebaiknya kita waspada terhadap pengajaran-pengajaran yang mungkin kita dengar mengenai ‘pencerahan’. Sebagai pengikut Kristus, kita percaya bahwa ‘pencerahan’ hanya dapat diperoleh di dalam iman dan kepenuhan kebenaran di dalam Kristus melalui Gereja Katolik. Jadi jika kita mendengar ajaran yang menawarkan kebenaran di luar Kristus/ terlepas dari Kristus, kita dapat menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang keliru. Namun ajaran-ajaran yang baik dari para sufi dan agama yang lain dapat saja kita terima dan menganggapnya sebagai ‘persiapan Injil’, dan akan mencapai pemenuhannya dalam ajaran Injil. Hal ini kita ketahui dari Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Vatikan II, 16:
"Namun rencana keselamatan juga merangkum mereka, yang mengakui Sang Pencipta; diantara mereka terdapat terutama kaum muslimin, yang menyatakan bahwa mereka berpegang pada iman Abraham, dan bersama kita bersujud menyembah Allah yang tunggal dan maharahim, yang akan menghakimi manusia pada hari kiamat. Pun dari umat lain, yang mencari Allah yang tak mereka kenal dalam bayangan dan gambaran, tidak jauhlah Allah, karena Ia memberi semua kehidupan dan nafas dan segalanya (lih. Kis 17:25-28), dan sebagai Penyelamat menhendaki keselamatan semua orang (lih. 1Tim 2:4). Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal. Penyelenggaraan ilahi juga tidak menolak memberi bantuan yang diperlukan untuk keselamatan kepada mereka, yang tanpa bersalah belum sampai kepada pengetahuan yang jelas tentang Allah, namun berkat rahmat ilahi berusaha menempuh hidup yang benar. Sebab apapun yang baik dan benar, yang terdapat pada mereka, Gereja dipandang sebagai persiapan Injil, dan sebagai kurnia Dia, yang menerangi setiap orang, supaya akhirnya memperoleh kehidupan.Tetapi sering orang-orang, karena ditipu oleh si Jahat, jatuh ke dalam pikiran-pikiran yang sesat, yang mengubah kebenaran Allah menjadi dusta, dengan lebih mengabdi kepada ciptaan daripada Sang Pencipta (lih. Rom 1:21 dan 25). Atau mereka hidup dan mati tanpa Allah di dunia ini dan menghadapi bahaya putus asa yang amat berat. Maka dari itu, dengan mengingat perintah Tuhan: “Wartakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk 16:15), Gereja dengan sungguh-sungguh berusaha mendukung misi-misi, untuk memajukan kemuliaan Allah dan keselamatan semua orang itu."
Jadi berdasarkan ajaran Lumen Gentium 16 tersebut, kita melihatnya demikian: apa yang baik dan benar pada ajaran agama lain adalah persiapan untuk menerima Injil, dan bukan sebaliknya, yaitu kita yang sudah menerima kepenuhan kebenaran, mencari kebenaran yang lain di luar pengajaran Kristus. Karena jika kita ‘mencari’ kebenaran lain di luar Gereja, itu mengundang juga resiko bagi kita, sebab kita malah dapat menjadi ‘tersesat’ dan bingung. Jadi bagi kita yang sudah menerima dengan iman, segala pengajaran Kristus dalam Gereja Katolik, lebih baik kita mempelajari pengajaran tersebut dengan hati yang berpusat pada Kristus, seperti yang diajarkan Gereja. Dengan demikian kita lebih dapat bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih.
Demikian tanggapan saya atas pernyataan Marjoko. Terima kasih, anda sudah mengunjungi website ini.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Terimakasih. Saya akan rekomendasikan teman-teman saya mengunjungi situs ini. Inilah tempat bertanya yang kami cari.
Salam Sejahtera
Bagaimana jika kita ingin mendalami Allah Tritunggal Maha Kudus dalam agama Katolik.
Tk
Gbu
Shalom Matthew,
Harap bersabar ya, sebab topik mengenai Allah Tritunggal Maha Kudus akan ditulis dalam artikel tersendiri. Sementara ini, silakan membaca di Katekismus Gereja Katolik tentang Allah Tritunggal Maha Kudus, terutama no. 228- 267, 290-292.
Tambahan: Artikel tentang Allah Tritunggal Maha Kudus dapat dibaca di sini (silakan klik).
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Sejalan dengan tulisan tentang R de Mello sangat berarti bagi perjalanan batin saya sebagai orang Katolik dan memang mempengaruhi jalan dan cara pandang saya sebagia KATOLIK. Sejak kecil saya diajar dan dididik secara Katolik tradisonal dengan lingkungan yang kental dengan budaya Jawa. Yang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan INDIA (dan ini dekat dengan tradisi yang ada dalam tulisan R de Mello). Dan saya mengalami perjalanan batin dengan tulisan-tulisan beliau.
Saya pernah lima tahun tidak ke gereja yaitu selepas SMA, dan saya kembali ke gereja setelah membaca tulisan beliau dalam “Burung Berkicau” dan saya menemukan kembali tentang Yesus dalam ke-ALLAH-an-Nya. Dan saya meyakinkan diri saya bahwa saya menerima warisan ke-KATOLIK-an ini dan mempertahankan dan mewariskannya kembali ke anak-keturunan saya.
Sewaktu kecil-remaja saya aktif di Gereja, baik sebagai Putra Altar dan Mudika. Lalu saya setelah menikah dan punya anak, saya lebih baik terlibat aktif di kampung. Itu lebih baik, dari pada aktif di Lingkungan Katolik yang tidak pernah sama dalam cara berpikir dan bermasyarakat. Dan saya menemukan cara keKATOLIKAN dalam cara R de Mello. Saya seorang tradisional, dan saya sulit menyatu dengan cara KARISMATIK yang saat ini sangat mempengaruhi cara ibadat dan kegiatan lingkungan dan GEREJA. Saya sangat sesuai dengan hening, dan semakin lama saya hayati dan rasakan saya menemukan tenang dan nyaman dalam cara saya berKATOLIK.
Sebagai orang KATOLIK saya tetap beriman kepada TUHAN YESUS dan TRITUNGGAL.
Cuma saya merasa terasing.
Shalom, Bapak Yosep,
Saya bersyukur Bapak dapat terbantu dengan membaca tulisan R.Mello. Saya juga senang dengan tulisan R. Mello dalam ‘Burung Berkicau’. Asal kita menyadari bahwa karunia ‘pencerahan’, dan kebenaran datang dari Allah melalui Yesus, saya rasa tidak menjadi masalah jika kita membaca ‘Burung Berkicau’ tersebut. Sebenarnya, banyak juga tulisan dari para Santo/ Santa tentang doa batin/ hening, misalnya saja dari St. Yohanes Salib, St. Teresia dari Avila, St.Franciskus de Sales. Saya punya buku-buku itu dalam bahasa Inggris. Tetapi, saya pernah mendengar bahwa beberapa buku dari St. Yohanes Salib dan St. Teresia sudah diterjemahkan oleh para romo/ frater dari Rumah Retret Romo. Yohanes.
Kalau Bapak senang dengan doa hening, itu bagus sekali, karena menurut Katekismus Gereja Katolik, doa hening, atau doa batin itulah yang disebut sebagai puncak doa (KGK 2714). Kalau Bapak punya buku Katekismus, tentang doa batin itu dijelaskan cukup rinci di no. 2709-2719. Tetapi harus disadari bahwa untuk mencapai doa batin, dimana kita sungguh bersekutu dengan Tuhan itu cukup sulit, karena sering pikiran kita melayang (KGK 2729). Sehingga mungkin untuk kebanyakan orang, mereka memilih doa vokal (yang diucapkan) atau dinyanyikan. Pada akhirnya semua bentuk doa ini berakhir pada mengarahkan hati dan pikiran sepenuhnya kepada Tuhan, atau persekutuan dengan Tuhan.
Persekutuan dengan Tuhan inilah yang seharusnya menjadi motivasi kita pergi ke gereja, mengikuti misa, atau aktif di dalam kegiatan Gereja. Dalam situasi Bapak, apakah di lingkungan Bapak ada juga yang menyenangi doa hening, atau rosario, misalnya? Bapak bisa memulai sendiri, seandainya Bapak merasa terpanggil, misal dengan 2 atau 3 keluarga berdoa rosario bersama, sambil merenungkan peristiwa hidup Yesus. Atau mengikuti kegiatan rosario lingkungan seandainya sudah ada. Mungkin Bapak bisa membantu dengan menyusun renungannya, misalnya.
Saya berdoa semoga Bapak dapat menemukan teman-teman di lingkungan tempat tinggal Bapak yang bisa saling mendoakan dan mendukung di dalam doa dan persahabatan. Sebab, seharusnya Gereja adalah keluarga, yang merangkul semua orang.
Salam kenal untuk ibu dan anak-anak.
Semoga Tuhan memberkati keluarga Bapak Yosep.
Salam damai Kristus dari http://www.katolisitas.org.
Ingrid Listiati
Saya ingin tahu, bagaimana komentar tentang tulisan-tulisan dari Romo Antony de Mello. Saya pengagum dan mengkoleksi sebagian dari tulisan beilau. Dan saya sangat menyukai dan mencoba untuk dapat menghayati cara hidup yang beliau uraikan. Dan saya sering diragukan ke-Katolikan-saya. Tapi tidak penting bagi saya. Bagiamana toh sebagai Katolik yang baik dan benar ?????
Ada yang bilang harus aktif di GEREJA walaupun kita tidak perlu kenal dengan tetangga sebelah, betulkah ?????
Shalom, Bp. Yosep.
Saya juga sudah membaca tulisan-tulisan R. Anthony de Mello, memang banyak yang baik. Tetapi jika kita terus membaca karya-karyanya, lama kelamaan secara implisit kita dapat menangkap, seolah-olah pencerahan itu dapat diperoleh sendiri secara pribadi dalam keheningan, dan bukan melalui Kristus. Kardinal Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) pernah secara khusus menulis komentar tentang karya R. Mello, pada tahun 1998,yang ada di link http://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/documents/rc_con_cfaith_doc_19980624_demello_en.html
Kardinal Ratzinger mengatakan bahwa di awal karyanya R. Mello memang masih setia dengan pengajaran Katolik, tapi lama kelamaan cenderung menyimpang, dengan memperkenalkan sosok Tuhan sebagai ‘pure void’/ ‘kosong’, yang bukan berupa ‘Pribadi Ilahi’. Dengan demikian spiritualitas yang diajarkan R. Mello meninggalkan konsep Allah Tritunggal (Allah yang satu dengan tiga Pribadi); figur Kristus-pun disejajarkan dengan tokoh agama lain; lalu agama dipandang sebagai penghalang untuk menemukan kebenaran. Hal-hal ini yang bertentangan dengan Spiritualitas Katolik.
Untuk komentar tentang kekatolikan, pada akhirnya, kekatolikan kita dinyatakan jika kita mempunyai Roh dan semangat Kritus, menerima dengan taat pengajaranNya yang disampaikan oleh Gereja (Lumen Gentium 14). Jadi, suara Gereja tentang tulisan R. Mello harusnya mengarahkan sikap kita terhadap tulisan beliau. Kita menerima dengan rendah hati pandangan Gereja, yang pasti telah didahului dengan segala penelitian akan semua karya-karya R. Mello. Sedangkan yang kita baca mungkin hanya sebagian saja.
Mengenai hidup sebagai seorang Katolik yang baik, ya sebenarnya sederhana, yaitu mengikuti teladan Kristus yang dinyatakan secara penuh di dalam Gereja Katolik, yaitu : hidup kudus (mengasihi Tuhan dan sesama). Kelihatannya sederhana, tetapi ini merupakan perjuangan seumur hidup yang tidak mudah dipraktekkan. (Ini dijabarkan di artikel: Apa itu kekudusan? dan Bagaimana caranya untuk hidup kudus?) Mengenai hal keterlibatan di Gereja: Sebagai orang Katolik kita dipanggil untuk hidup seimbang, karena ketidakseimbangan mengakibatkan banyak masalah di dunia ini (Gaudium et Spes 10). Aktif pelayanan di Gereja harus seimbang dengan pelayanan di dalam keluarga, di dalam lingkungan tempat kita tinggal dan bekerja, dan seimbang dengan waktu untuk berdoa dan merenungkan Sabda Tuhan.
Jadi kalau kita aktif di Gereja tapi rumah tangga berantakan, atau kita tidak kenal tetangga, ya tentu itu tidak sesuai dengan panggilan hidup kita. Dalam hal ini mungkin perumpamaan ‘Orang Samaria yang murah hati’(Luk 10:25-36) bisa menolong kita untuk berintrospeksi.
Salam damai dalam Kristus dari https://katolisitas.org
Ingrid Listiati
Comments are closed.