Pertanyaan:

C. TENTANG PENCIPTAAN
Problema Tentang Penciptaan
Untuk Apa Mencipta? Apa Tujuan dari Penciptaan?

Orang-orang Theis mengklaim bahwa Tuhan itu Maha Sempurna, dan Dia itu Sempurna dalam segala hal. Tapi, jika Tuhan memang benar Sang Pencipta, pernyataan di bawah akan membuktikan bahwa Tuhan itu tidak sempurna.

Marilah kita lihat dan buktikan bersama.

Sebelum Tuhan menciptakan alam semesta ini, yang ada hanyalah kekosongan dan kehampaan – tidak ada matahari, tidak ada bumi, tidak ada orang, tidak ada kebaikan maupun kejahatan, tidak ada penderitaan. Yang ada hanyalah Tuhan yang Maha Sempurna di mata orang Theis. Jadi, jika Tuhan itu sempurna dan hanya ada kesempurnaan sebelum diciptakannnya alam semesta, apa gerangan yang menggerakkan Tuhan untuk menciptakan alam semesta dan ketidaksempurnaan ke dalam seluruh ciptaan-Nya? Apakah karena Tuhan itu bosan dan tidak punya kerjaan? Apakah karena Tuhan merasa kesepian dan ingin didoakan dan dipuja?

Menurut orang-orang Theis, Tuhan menciptakan semuanya karena cinta-Nya yang besar kepada manusia. Tapi ini adalah mustahil! Tuhan tidak mungkin bisa mencintai manusia sebelum manusia itu tercipta. Sama halnya seorang wanita tidak mungkin bisa mencintai anaknya jika wanita itu tidak mengandung dan melahirkan anaknya. Keinginan dan kebutuhan Tuhan untuk mencipta telah menjelaskan bahwa Tuhan sangat tidak puas dengan segala sesuatu sebelum penciptaan. Ketidakpuasan Tuhan itu telah membuktikan bahwa Tuhan itu tidak sempurna (kalau Tuhan ada). Orang-orang Theis mungkin akan mengatakan Tuhan menciptakan secara spontan tanpa keinginan ataupun kebutuhan untuk mencipta. Pernyataan seperti ini hanyalah membuktikan bahwa penciptaan alam semesta ini sama sekali tidak ada tujuannya, dan tidak ada rencana di balik penciptaan alam semesta ini.

Tuhan macam apa yang menciptakan segala sesuatu tanpa perencanaan dan tujuan?
Tentu saja bukan Tuhan yang Maha Pengasih dan Pencipta. – Lodewijk

Jawaban:

JAWABAN UNTUK POINT C: TENTANG PENCIPTAAN

Berikut ini adalah jawaban untuk point C, yaitu keraguan tentang mengapa Tuhan menciptakan manusia berdasarkan kasih. Orang ini beranggapan bahwa Tuhan tidak mungkin menciptakan manusia berdasarkan kasih karena seseorang tidak mungkin mencintai sesuatu yang belum ada. Oleh karena itu, Tuhan tidak mungkin menciptakan berdasarkan kasih, namun karena ketidaksempurnaan Tuhan, yaitu merujuk kepada ketidakpuasan Tuhan. Dan Akhirnya disimpulkan bahwa penciptaan alam semesta tidak ada tujuannya, yang berarti bahwa Tuhan tidak mempunyai rencana dan tujuan, sehingga kesimpulan akhir adalah Tuhan bukan Maha Pengasih dan Pencipta.

I. TUJUAN PENCIPTAAN

1) Mari kita sekarang melihat argumentasi penciptaan. Untuk masuk ke dalam diskusi ini mensyaratkan seseorang untuk percaya bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Kalau bukan Tuhan Pencipta segala sesuatu atau segala sesuatu terjadi secara kebetulan, maka percuma saja membahas untuk apakah Tuhan menciptakan segala sesuatu. Syarat yang lain adalah Tuhan adalah Maha Sempurna dan Maha Kasih. Kalau kita belum menerima tentang hakekat Tuhan yang Maha Sempurna dan Maha Kasih, maka kita belum setuju tentang konsep Tuhan. Tuhan yang tidak Maha Sempurna dan Maha Kasih bukanlah Tuhan. Kalau dua hal ini terpenuhi, maka kita baru dapat masuk ke dalam diskusi ini. Saya mengusulkan untuk membaca artikel tentang: Trinitas: Satu Tuhan dalam Tiga Pribadi (silakan klik).

2) Kalau Tuhan Maha Sempurna, maka Dia tidak kekurangan suatu apapun. Kalau Dia tidak kekurangan suatu apapun, maka akibatnya adalah Tuhan tidak membutuhkan siapa-siapa. Dan Tuhan yang Maha Sempurna ini adalah suatu Pribadi, yang mempunyai akal budi (reason) yang terdiri dari pemikiran (intellect) dan keinginan (will). Inilah sebabnya manusia sebagai mahluk, yang diciptakan menurut gambaran Allah mempunyai akal budi (intellect) dan kehendak bebas (will). Berdasarkan prinsip ” sesuatu tidak mungkin memberi yang tidak dipunyai” dan “sebab selalu lebih besar daripada akibat“, maka Tuhan harus mempunyai akal budi sebelum Tuhan memberikannya kepada manusia. Nah, mari kita lihat analogi ini: kalau manusia menyatakan suatu pemikiran, maka manusia memerlukan kata-kata. Tuhan, dalam kadar sempurna, menyatakan pikiran-Nya dalam bentuk Sang Sabda, yang kita kenal sebagai Yesus, Putera Allah. Inilah sebabnya, Injil Yohanes 1:1 menyatakan bahwa “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.

Selanjutnya, kesempurnaan manusia sebagai mahluk personal dinyatakan, tidak hanya melalui kemampuannya untuk mengetahui, namun juga mengasihi, yaitu memberikan dirinya kepada orang lain dalam persekutuannya dengan sesama. Maka ‘mengasihi’ di sini melibatkan pribadi yang lain, yang menerima kasih tersebut. Kalau hal ini benar untuk manusia pada tingkat natural, maka di tingkat supernatural ada kebenaran yang sama dalam tingkatan yang paling sempurna. Jadi Tuhan tidak mungkin Tuhan yang ‘terisolasi’ sendirian, namun “keluarga Tuhan”, dimana keberadaan-Nya, kasih-Nya, dan kemampuan-Nya untuk bersekutu dapat terwujud, dan dapat menjadi contoh sempurna bagi kita dalam hal mengasihi. Dalam hal ini, hubungan kasih timbal balik antara Allah Bapa dengan Putera-Nya (Sang Sabda) ‘menghembuskan’ Roh Kudus; dan Roh Kudus kita kenal sebagai Pribadi Allah yang ketiga.

3) Argumentasi dari definisi kasih:Kasih tidak mungkin berdiri sendiri, namun melibatkan dua belah pihak. Sebagai contoh, kasih suami istri, melibatkan kedua belah pihak, maka disebut sebagai “saling” mengasihi. Kalau Tuhan adalah kasih yang paling sempurna, maka tidak mungkin Tuhan tidak melibatkan pihak lain yang dapat menjadi saluran kasih-Nya dan juga dapat membalas kasih-Nya dengan derajat yang sama. Jadi Tuhan itu harus satu, namun bukan Tuhan betul- betul sendirian. Jika tidak demikian, maka Tuhan tidak mungkin dapat menyalurkan dan menerima kasih yang sejati.

Orang mungkin berargumentasi bahwa Tuhan bisa saja satu dan sendirian dan Dia dapat menyalurkan kasih-Nya dan menerima balasan kasih dari manusia. Namun, secara logis, hal ini tidaklah mungkin, karena Tuhan Sang Kasih Ilahi tidak mungkin tergantung pada manusia yang kasihnya tidak sempurna, dan kasih manusia tidak berarti jika dibandingkan dengan kasih Tuhan. Dengan demikian, sangatlah masuk di akal, jika Tuhan mempunyai “kehidupan batin,” di mana Dia dapat memberikan kasih sempurna dan juga menerima kembali kasih yang sempurna. Jadi, dalam kehidupan batin Allah inilah Yesus Kristus berada sebagai Allah Putera, yang dapat memberikan derajat kasih yang sama dengan Allah Bapa. Hubungan antara Allah Bapa dan Allah Putera adalah hubungan kasih yang kekal, sempurna, dan tak terbatas. Kasih ini antara Allah Bapa dan Putera inilah yang disebut sebagai Roh Kudus.

Dengan hubungan kasih yang sempurna tesebut kita mengenal Allah yang pada hakekatnya adalah KASIH. Kesempurnaan kasih Allah ini ditunjukkan dengan kerelaan Yesus untuk menyerahkan nyawa-Nya demi kasih-Nya kepada Allah Bapa dan kepada kita. Yesus memberikan Diri-Nya sendiri demi keselamatan kita, agar kita dapat mengambil bagian dalam kehidupan-Nya oleh kuasa Roh-Nya yaitu Roh Kudus.

4) Dari point-point tersebut di atas, maka tidak mungkin Tuhan tergantung kepada manusia untuk menyalurkan kasih-Nya, karena di dalam Tuhan telah ada kegiatan mengetahui dan mengasihi secara Ilahi dan sempurna. Kalau Tuhan tergantung dari manusia untuk pemenuhan kasih, maka Tuhan bukan Tuhan lagi, karena kasih yang tergantung dari manusia tidaklah mungkin sempurna – karena manusia dapat berubah-ubah.

5) Oleh karena itu, satu-satunya yang memungkinkan dari semua alternatif tentang penciptaan manusia adalah karena kasih Allah yang ingin membagikan kebaikan-Nya kepada semua ciptaan-Nya. Pada akhirnya semua ciptaan akan memuliakan Tuhan. Namun demikian, perlu diingat bahwa kemuliaan Tuhan tidaklah berkurang dengan manusia turut serta memuliakan atau menolak untuk memuja Tuhan, karena kesempurnaan Tuhan adalah mutlak dan tidak tergantung dari apapun.

II. TIDAK MUNGKIN MENGASIHI SESUATU YANG TIDAK/ BELUM ADA

1) Dalam argumentasinya, orang ini berpendapat bahwa seseorang, termasuk Tuhan tidak mungkin mengasihi seseorang kalau orang tersebut belum ada. Prinsip ini ada benarnya dalam ukuran manusia, karena “seseorang tidak mungkin mengasihi sesuatu yang tidak diketahuinya“. Dalam contoh yang dikemukakan, seorang ibu tidak mungkin mengasihi anaknya kalau dia belum mengandung atau melahirkan anaknya. Namun kalau kita mundur sedikit, dan kita tanya kepada ibu tersebut: “Apakah, kalau dia mengandung dan melahirkan dari buah kasih dari suami tercinta, dia akan mengasihi anaknya?” Jawabannya pasti “Ya”. Hanya dengan memaparkan ide tentang kemungkinan untuk mempunyai anak, buah dari kasih antara dia dan sang suami mendatangkan perasaan yang penuh kasih dan hangat.

2) Nah, di dalam contoh di atas, untuk manusia yang mengalami sesuatu dalam urutan waktu, seperti yang dialami oleh ibu tersebut, mulai dari pernikahan, saling mengasihi dengan suami, mengandung, dan melahirkan, maka proses dari ide untuk mempunyai anak sampai kepada realitas, terikat oleh dimensi waktu. Namun kita tidak dapat menerapkan hal ini pada Tuhan, karena Tuhan tidak terikat oleh dimensi waktu. Di dalam Tuhan, sebuah ide atau pemikiran adalah sebuah kenyataan ’saat ini‘. Jadi, pada waktu Dia menciptakan manusia pertama, semua manusia dari Adam sampai manusia terakhir terbentang di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, Tuhan dapat mengasihi manusia sebelum manusia, seperti kita, dilahirkan di dunia ini. Oleh karena itu Tuhan menciptakan manusia dengan didasari kasih, karena seluruh kehidupan manusia terbentang di hadapan-Nya dengan jelas. Ini artinya, Tuhan dapat mengasihi kita secara pribadi – termasuk orang yang bertanya tentang hal ini, bukan hanya semua umat manusia.

III. KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas, maka sangat jelas, bahwa Tuhan menciptakan seluruh alam raya dan manusia menurut rencana, kebijaksanaan, dan kasih Tuhan. Kesimpulan yang dinyatakan oleh orang yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatunya secara spontan tidaklah benar. Perkataan “spontan” juga tidak tepat, karena mengandung konotasi “terikat dimensi waktu” dan “tidak ada rencana”, yang berarti “seolah-olah terkejut dengan apa yang terjadi”. Kalau kita percaya bahwa Tuhan adalah Maha Tahu, maka tidak ada “keterkejutan” dalam segala apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh Tuhan.

IV. PERTANYAAN:

Saya ingin juga bertanya, kalau manusia bukan diciptakan karena kasih Allah, maka apakah manusia diciptakan karena kebetulan? Kalau manusia diciptakan secara kebetulan, maka sungguh keberadaan kita menjadi sangat menyedihkan. Apakah jiwa manusia diciptakan oleh manusia atau oleh Tuhan? Kalau memang diciptakan oleh manusia, bagaimana manusia – yang terdiri dari tubuh dan jiwa – dapat menciptakan jiwa yang bersifat kekal?

Demikian jawaban dan pertanyaan yang dapat saya berikan untuk point C. Semoga dapat membantu.

Salam kasih dari https://katolisitas.org
stef

8 COMMENTS

  1. Syalom Pak Stev & Bu Inggrid,

    Terima kasih sebelumnya atas adanya tulisan ini. Sangat membantu dlm penalaran dan menumbuhkan iman. Maju terus Pak Stev krn anda berada di jalur yg benar yaitu sesuai dng prinsip-prinsip iman Kristen, itu artinya Tuhan Yesus memberkati aktivitas katolisitas.org selama itu untuk melayani sesama yg kurang pemahaman iman kristiani, Amin

    Berdasarkan isi tulisan di atas, saya belum menemukan ALASAN KUAT dari Allah sehingga Allah menciptakan semua ciptaan, terlebih khusus manusia.

    Karena, jika dari “keluarga Allah” saja, Allah yg maha Pencipta itu sdh mendapat penyaluran untuk menyatakan kasih yg sempurna dari-Nya, lalu pertanyaannya, ngapain DIA repot2 menciptakan segala mahkluk termasuk manusia yg sejatinya tidaklah sempurna. Yg artinya manusia dan segala mahkluk tidak mampu menjadi saluran pernyataan kasih Allah yg sempurna krn mereka tidak sempurna adanya.

    Mohon petunjuk, syalom

    [dari katolisitas: Silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik]

  2. Yth Bpk Stef/Ibu Inggrid,

    Saya dan suami saya akhir2 ini berdebat ttg keberadaan dunia (kehidupan) lain, selain bumi/dunia yg kita diami saat ini. Menurut pandangan suami saya, karena Allah itu Maha Kuasa, maka tidak akan heran apabila Allahpun menciptakan dunia yang lain selain bumi kita. Namun, menurut pendapat saya sendiri, bumi yang kita diami pada saat ini adalah satu2nya kehidupan yang Allah ciptakan sesuai dg yang tertulis di kitab perjanjian lama. Bagaimana menurut pendapat Bpk Stef/Ibu Inggrid?
    Saya mohon tanggapannya.

    Salam dan doa
    Maria

    • Shalom Maria,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang apakan ada kehidupan lain di bumi atau di dunia yang kita diami saat ini. Pandangan suami anda bahwa Allah itu Maha Kuasa adalah benar. Namun, pertanyaannya adalah: apakah Tuhan menciptakan dunia lain selain bumi ini? Inilah yang harus dikaji lebih jauh. Kalau melihat bahwa Tuhan Maha Kuasa, tentu saja semuanya mungkin dilakukan oleh Tuhan (walaupun Tuhan tidak dapat mengkontradiksi Diri-Nya sendiri). Dengan demikian, kita dapat mempertanyakan apakah dengan adanya kehidupan seperti manusia di luar adalah “fitting“. Kalau kita melihat, Tuhan mempersiapkan kedatangan Yesus, Sang Penebus secara bertahap, dari tingkat pasangan (Adam dan Hawa), tingkat beberapa keluarga (Nuh dan keluarga), tingkat suku (Abraham), tingkat bangsa (Musa), tingkat kerajaan bangsa (Daud), tingkat seluruh bangsa di dalam Gereja Katolik (Yesus). Dengan demikian, Yesus yang turun ke dunia di dalam sejarah manusia, menjadi sama seperti manusia (kecuali dalam hal dosa), wafat dan mati untuk umat manusia, membebaskan manusia sebagaimana kodrat manusia yang kita kenal. Jadi, untuk mengatakan bahwa ada kehidupan mahkluk lain (yang berakal budi) selain di bumi ini, mensyaratakan suatu wahyu kepada mereka (yang mungkin juga harus dilakukan secara bertahap seperti yang ditulis dalam Perjanjian Lama) dan menyaratkan kedatangan Yesus ke dalam sejarah kehidupan mereka. Namun, kita tahu bahwa pengorbanan Yesus adalah satu kali, seperti yang dikatakan rasul Paulus dalam surat Ibrani “demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang.” (Ibr 9:28). Jadi, walaupun Tuhan dapat menciptakan mahluk berakal budi di luar bumi, namun hal tersebut tidaklah “fitting“. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

      • Yth Bpk Stef,

        Terimakasih atas penjelasan/tanggapan dari bapak, keterangan diatas sangat membantu kami.

        Salam dan doa,
        Maria

  3. Dear Katolisitas,org

    Terima kasih atas penjelasan atas pendekatan filosofis yang telah dituliskan di atas. Memang menjelaskan akan misteri Allah suatu tantangan yang berat bagi akal budi kita yang terbatas dan luput atas segala kesempurnaan. Sebab Allah sungguh Maha segalanya, dan kita manusia adalah suatu bagian dalam penyelenggaraan Ilahi yang sedang di tengah perjalanannya (in statu viae) menuju tujuan akhir yaitu kesempurnaan dalam Allah itu sendiri. Tulisan ini sungguh amat berharga bagi aku untuk memberikan tambahan dalam menjelaskan akan Allah ini kepada sebagian rekan komunitasku (sains) yang seringkali mereduksi Allah sebatas akal budi dan ilmu pengetahuan (sains).

    Saya akan bertanya di luar topik menanggapi pernyataan Sdr.Johannes yus kepada staf Katolisitas yang aku kasihi, perihal “Gereja” dan “gereja” seperti yang tertulis dalam pernyataan baik Sdr.Johannes yus maupun Sdr.Stefanus Tay. Mohon maaf karena pertanyaan ini menyimpang dari topik, namun apabila pertanyaan ini akan ditampilkan dan di-edit untuk keperluan kerapian topik, aku mempersilahkannya, sebab aku belum memiliki kesempatan untuk mencantumkan pertanyaan ini dengan mencari pada topik yang sesuai yang mungkin sudah ada sebelumnya.

    Apakah jemaat Protestan layak disebut sebagai “gereja”?

    Pertanyaanku ini sekilas terdengar seperti provokatif dan “merusak” ketenangan sesama jemaat kristiani terlebih dalam semangat ekumenisme pasca Konsili Vatikan II (KV II), tetapi pertanyaan ini adalah untuk kembali menegaskan identitas Katolik kita di tengah keramaian sikap indifferentist sekarang-sekarang ini akibat berbagai pengajaran dari penafsiran yang sekiranya kurang tepat akan hasil KV II.

    Kita mempercayai sebagai seorang Katolik, bahwa “Gereja” atau “Ecclesia”, adalah suatu kesatuan jemaat dengan Kristus sebagai kepalanya, Petrus sebagai wakil Kristus di dunia beserta para penggantinya bersama para rasul sebagai gembalanya, dan umat sebagai anggota-anggota tubuhNya. “Gereja” adalah tubuh mistik Kristus di dunia. Sesuai dengan Mat 16:18, maka jemaat ini haruslah dipimpin oleh Petrus dan penerusnya yang kepadanya diserahi kunci kerajaan Sorga dan kuasa untuk mengikat (mengajar) serta melepas (pengampunan dosa) baik di Sorga maupun di Bumi, yaitu para Paus dan uskup dalam satu kesatuan Magisterium. Sehingga dalam syahadat iman disebutkanlah; “Aku mengakui Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik” atau “Unam, Sanctam, Catholicam, Apostolicam.” Syarat “Gereja” haruslah empat itu, sehingga yang sungguh-sungguh memenuhi syarat tersebut hanyalah Gereja Katolik. Atau minimal yaitu “Apostolik”, sehingga Orthodox pun juga bisa disebut sebagai Gereja karena memiliki penerusan tahta Apostolik yang sah sekalipun tindakan skisma pada tahun 1054 telah mengingkari sifat yang “Satu” itu akan GerejaNya.

    Lepas daripada itu, jemaat atau yang ditulis sebagai “gereja” (Protestan) dalam tulisan di atas, aku melihatnya tidaklah pantas untuk sekalipun disebut sebagai “gereja” dalam “g” kecil sekalipun, karena sudah mengingkari empat sifat Gereja tersebut;

    1. Perpecahan dalam jemaat Protestan selalu terjadi karena adanya wewenang menafsir Kitan Suci yang legal atas setiap individu yang mengatasnamakan Roh Kudus. Sifat Gereja yang “Satu” telah teringkari.

    2. Lalu sifat “Kudus”, apakah perpecahan dan pengingkaran transubstansiasi Ekaristi bisa dikatakan sebagai “kudus”, yang mana segala sesuatunya berasal dari Allah? pengingkaran terhadap sakramen yang utama dalam iman Kristiani? suatu kurban yang senantiasa menyenangkan hati Allah, yang melebihi segala bentuk kurban apapun? Tentu ini tidaklah dengan mudah untuk dikategorikan atau bahkan untuk dibenarkan sebagai pemenuhan sifat sebagai salah satu dari keempat sifat tersebut yaitu “Kudus”.

    3. Sifat “katolik”, sekalipun berarti universal, atau untuk seluruh manusia, tetapi juga terkandung didalamnya sifat kesatuan dengan Gereja Roma (KGK 834). Hal ini telah berulang-kali ditegaskan oleh para Bapa Gereja akan kesatuan Gereja-gereja lokal akan sifat katolik ini sebagaimana diungkapkan oleh Maximus.

    4. Dan sifat “apostolik”, yang mana di dalamnya terdapat suksesi apostolik/rasuli, bila dirunut seluruh tahbisan sah uskup akan sampai pada para rasul dan para rasul mendapatkannya dari Yesus sendiri. Jemaat Protestan tidak memilikinya bahkan mengingkarinya.

    Maka, dalam Konsili Vatikan II pun jemaat Protestan tidak disebut sebagai “gereja”, melainkan “saudara terpisah” (Unitatis Redintegratio (UR) art. 3). Mungkin dalam bahasa sehari-hari bisa disebut sebagai jemaat, bukan “gereja”. Jadi ketika seorang Katolik yang berpindah “gereja” akan lebih tepat disebut sebagai “keluar dari Gereja”, sebab tidak ada “G(g)ereja” di luar Gereja Katolik, dan di luarnya tidak ada (jaminan) keselamatan (Extra Ecclesiam Nulla Salus). Lalu dalam pendidikan agama Katolik mungkin haruslah dilengkapi dan ditekankan akan definisi “Gereja” sesuai syahadat Nicea-Konstantinopel dengan penekanan akan kesatuan empat sifat Gereja yang tak terpisahkan satu sifat dengan yang lain itu. Bukan hanya “gereja” sebagai “kumpulan umat beriman kepada Kristus” saja, sebab definisi tersebut bagai kawanan domba (jemaat) tanpa gembala (Paus dan Uskup) yang bisa tercerai-berai dan diintai oleh kawanan serigala jahat (iblis, dosa dan siksa alam maut) yang siap menerkam kawanan domba itu. Namun, jika memang jemaat Protestan menganggap kalau itulah definisi “gereja” menurut mereka, silahkan, tetapi tidaklah demikian bagi kita orang Katolik. Terima kasih sebelumnya.

    Pax Christe

    Julius Paulo

    • Shalom Julius,

      Terima kasih atas tanggapannya. Memang apa yang dikatakan oleh Julius benar, bahwa Gereja Katolik melihat komunitas-komunitas Kristen yang ada sebagai akibat peristiwa reformasi/revolusi di abad ke-16 sebagai “ecclesial communities” atau jemaat atau saudara-saudara yang terpisah. Hal ini ditegaskan juga dalam dokumen terbaru dari Congregation for the Doctrine of Faith “RESPONSES TO SOME QUESTIONS REGARDING CERTAIN ASPECTS OF THE DOCTRINE ON THE CHURCH” (silakan klik), pertanyaan 4, yang menuliskan:

      FIFTH QUESTION
      Why do the texts of the Council and those of the Magisterium since the Council not use the title of “Church” with regard to those Christian Communities born out of the Reformation of the sixteenth century?

      RESPONSE
      According to Catholic doctrine, these Communities do not enjoy apostolic succession in the sacrament of Orders, and are, therefore, deprived of a constitutive element of the Church. These ecclesial Communities which, specifically because of the absence of the sacramental priesthood, have not preserved the genuine and integral substance of the Eucharistic Mystery[19] cannot, according to Catholic doctrine, be called “Churches” in the proper sense[20].

      Menurut saya, asal kita mengerti bahwa gereja-gereja bukanlah Gereja (Church in the proper sense), kita dapat menggunakannya. Dan untuk membedakan “ecclesial communities” dengan Gereja, memang kami memakai “gereja” dalam huruf kecil. Kalau tidak, setiap kali kami harus memberikan definisi dalam setiap diskusi. Kecuali kalau memang pembahasannya memang menggunakan “technical term” dan topik yang berhubungan, maka kita harus menggunakan kata yang tepat. Kalau Julius lihat, di website vatican, terlihat ada beberapa renungan atau refleksi, yang tetap menggunakan perkataan church untuk ecclessial community, seperti ini (silakan klik) dan ini (silakan klik). Namun, terima kasih atas masukan dan kejeliannya. Semoga penjelasan ini dapat diterima.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  4. aku tidak tahu harus bagaimana tapi maaf kecerdasan theologi dan filosofi anda membutakan mata rohani anda untuk mendapatkam pembukaanKEBENARAN secara roh FIRMAN TUHAN dan anda akan mengalami bagaimana firman tuhan tergenapi dan terbukti dalam hidup anda danKEBENARANYA MUTLAK BENARkalau belu mengalami sendiri ya tidak percaya gereja anda secara rohani tertinggal jauh dibelakang tapi perkara duniawi memang hebatapalagi kalau disuruh pakai pikiran hebat tetapi rohaninya butaRENUNGKAN.hubungi lewat email saya bicara jujur

    2009/11/24 at 11:26pm
    yaampun tuhan anda dalam filosifi membuat orang terpana tapibuta akan kebenaran dari dulu sayamenangisi hal ini ampunilah kamituhaan bagaimana cara mengingatkan sauadara tua kami ini belum belum merekamalah mau memimpin semua gereja aduh tuhan engkauyang mahatahu singat sebelum kegelapan yangmembutakan mata rohani mereka.amiiiin

    2009/11/24 at 11:31pm
    singkap selubung kegelapan yang menutupi mata rohani mereka SINGKAP SELUBUNG KEGELAPAN YANGMENUTUPI MATA ROHANI MEREKA.SEHINGGA MEREKA berhEnti tertipu filosofi mereka sendiri mulai mengalami pembukaan rhema kebenaran firman MU

    2009/11/24 at 11:33pm
    DIKEJADIAN ITU SEMUA DIUNGKAP SANGAT JELAS

    • Shalom Johannes Yus,

      Terima kasih atas tanggapannya. Berikut ini adalah tanggapan yang dapat saya berikan.

      1) Untuk mengatakan kepada seseorang bahwa "kecerdasan theologi dan filosofi anda membutakan mata rohani anda" diperlukan suatu argumentasi. Bagi saya tidak menjadi masalah kalau anda mempunyai pendapat negatif seperti di atas. Namun, alangkah baik, kalau pernyataan tersebut disertai dengan data dan argumentasi. Misalkan: anda mengatakan bahwa …. oleh karena itu pandangan tersebut membutakan mata rohani anda. Menurut saya ….. Dan kalau memang apa yang dikatakan oleh anda terbukti benar, maka saya dapat memperbaikinya.

      Tentu saja saya menyadari akan pentingnya Firman Allah, seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus kepada Timotius "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Tim 3:16). Namun, di ayat tersebut tidak dikatakan bahwa hanya Alkitab sajalah sumber kebenaran, bahkan sebaliknya 1 Tim 3:15 mengatakan "Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat (RSV = the Church / Gereja) dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran." Oleh karena itu, penting sekali bagi umat beriman untuk tetap berpegang pada pengajaran Gereja.

      2) Umat Katolik, termasuk saya memang dituntut untuk terus mendalami Firman Tuhan. Mungkin anda yang dulunya seorang Katolik telah tahu bahwa kalau kita mengikuti liturgi Gereja, maka dalam tiga tahun (tahun A, B, C, serta I & II) kita hampir dapat membaca Alkitab secara keseluruhan. Apakah ada umat Katolik yang suam-suam kuku? Tentu saja ada, sama seperti ada umat dari gereja Protestan yang juga suam-suam kuku. Kalau mau melihat umat Katolik yang benar-benar menjalankan iman Katolik, silakan melihat santa-santo, termasuk Ibu Teresa dari Kalkuta. Saya sendiri merasa bahwa apa yang saya lakukan tidaklah berarti apa-apa dibandingkan dengan Ibu Teresa dari Kalkuta.

      3) Untuk mengatakan bahwa "gereja anda secara rohani tertinggal jauh dibelakang tapi perkara duniawi memang hebat apalagi kalau disuruh pakai pikiran hebat tetapi rohaninya buta" diperlukan begitu banyak data dan argumentasi. Oleh karena itu, saya ingin bertanya beberapa hal: apakah parameter yang digunakan bahwa Gereja Katolik tertinggal jauh di belakang? Dan apakah yang dimaksud dengan perkara duniawi? Apakah dengan memakai pikiran, seseorang dikatakan rohaninya buta? Apakah pikiran bertentangan dengan iman? Apakah hubungan antara keduanya?

      4) Untuk mengatakan seseorang buta terhadap kebenaran, maka anda yang menganggap telah "melihat kebenaran dan berada dalam kebenaran" harus menunjukkan di bagian mana dari apa yang saya tulis yang mencerminkan kebutaan. Dengan demikian, anda dapat membawa orang kepada kebenaran. Apa yang sebenarnya ditangisi oleh anda? Kalau anda menangisi Gereja Katolik yang salah, silakan memberitahu bagian mana yang salah. Pengajaran mana dari Gereja Katolik yang salah? Apakah anda benar-benar mencari tahu tentang apa sebenarnya yang dipercayai oleh Gereja Katolik, sebelum mencap bahwa Gereja Katolik adalah salah dan perlu ditangisi?

      Gereja Katolik bukannya mau memimpin semua gereja, namun lebih tepat Gereja Katolik menjalankan apa yang diperintahkan oleh Kristus sendiri yang mengatakan "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku (Gereja-Ku) dan alam maut tidak akan menguasainya." (Mt 16:18). Dan dibawah kepemimpinan penerus dari rasul Petrus, yaitu para Paus, yang dapat diruntut dari Petrus sampai Paus Benediktus XVI (Paus ke-265), Gereja Katolik terus mengusahakan kesatuan Gereja, sehingga pesan Yesus agar seluruh orang yang percaya kepada-Nya menjadi satu (lih. Yoh 17:21) dapat terwujud. Namun, kalau ini juga dianggap sesat oleh anda, maka silakan memberikan argumentasi, sehingga kita dapat berdiskusi secara lebih mendalam.

      5) Terima kasih atas semua doa-doanya. Kita semua berdoa, agar Tuhan membukakan mata hati kita, sehingga kita dapat melihat kebenaran dan berjalan di dalam kebenaran. Mungkin anda dapat memberikan penjelasan, bukti apakah yang dapat diberikan oleh anda sehingga anda senantiasa beranggapan bahwa Gereja Katolik adalah sesat? Apakah menurut anda filosofi adalah sesuatu yang berdosa? Di bagian manakah filosofi bertentangan dengan Alkitab? Apakah hubungan filosofi (akal budi) dengan iman? Apakah keduanya berhubungan atau tidak berhubungan sama sekali? Bukankah keduanya datang dari sumber yang sama? Kalau keduanya datang dari sumber yang sama, bagaimana mungkin keduanya dapat bertentangan?

      6) Dalam jawaban yang saya berikan tentang apakah tujuan penciptaan, yang bertanya adalah seorang atheis, yang tidak percaya akan Tuhan, yang tidak percaya akan kebenaran Alkitab. Kalau memang jawaban yang saya berikan dianggap kurang tepat, saya senang sekali kalau anda dapat membantu saya untuk menjawab pertanyaan ini:

      Problema Tentang Penciptaan
      Untuk Apa Mencipta? Apa Tujuan dari Penciptaan?

      Orang-orang Theis mengklaim bahwa Tuhan itu Maha Sempurna, dan Dia itu Sempurna dalam segala hal. Tapi, jika Tuhan memang benar Sang Pencipta, pernyataan di bawah akan membuktikan bahwa Tuhan itu tidak sempurna.

      Marilah kita lihat dan buktikan bersama.

      Sebelum Tuhan menciptakan alam semesta ini, yang ada hanyalah kekosongan dan kehampaan – tidak ada matahari, tidak ada bumi, tidak ada orang, tidak ada kebaikan maupun kejahatan, tidak ada penderitaan. Yang ada hanyalah Tuhan yang Maha Sempurna di mata orang Theis. Jadi, jika Tuhan itu sempurna dan hanya ada kesempurnaan sebelum diciptakannnya alam semesta, apa gerangan yang menggerakkan Tuhan untuk menciptakan alam semesta dan ketidaksempurnaan ke dalam seluruh ciptaan-Nya? Apakah karena Tuhan itu bosan dan tidak punya kerjaan? Apakah karena Tuhan merasa kesepian dan ingin didoakan dan dipuja?

      Menurut orang-orang Theis, Tuhan menciptakan semuanya karena cinta-Nya yang besar kepada manusia. Tapi ini adalah mustahil! Tuhan tidak mungkin bisa mencintai manusia sebelum manusia itu tercipta. Sama halnya seorang wanita tidak mungkin bisa mencintai anaknya jika wanita itu tidak mengandung dan melahirkan anaknya. Keinginan dan kebutuhan Tuhan untuk mencipta telah menjelaskan bahwa Tuhan sangat tidak puas dengan segala sesuatu sebelum penciptaan. Ketidakpuasan Tuhan itu telah membuktikan bahwa Tuhan itu tidak sempurna (kalau Tuhan ada). Orang-orang Theis mungkin akan mengatakan Tuhan menciptakan secara spontan tanpa keinginan ataupun kebutuhan untuk mencipta. Pernyataan seperti ini hanyalah membuktikan bahwa penciptaan alam semesta ini sama sekali tidak ada tujuannya, dan tidak ada rencana di balik penciptaan alam semesta ini.

      Tuhan macam apa yang menciptakan segala sesuatu tanpa perencanaan dan tujuan?
      Tentu saja bukan Tuhan yang Maha Pengasih dan Pencipta

      Silakan anda memberikan jawaban dari kitab Kejadian, sehingga dapat memberikan masukan bagi yang bertanya dan juga bagi pengunjung katolisitas.org. Di dalam berdiskusi, harus ada pijakan atau dasar yang sama. Kalau kita berdiskusi dengan seorang atheis, kita tidak bisa hanya mengandalkan Alkitab, karena mereka tidak percaya akan kebenaran Alkitab. Namun, baik atheis maupun yang percaya Tuhan mempunyai persamaan, yaitu akal budi. Dengan akal budi, yaitu melalui pendekatan filosofi, maka diharapkan mereka dapat melihat kebenaran, sehingga dapat dibawa kepada kebenaran yang penuh, seperti yang dikatakan di dalam Alkitab, yaitu Yesus sendiri.

      Semoga dengan diskusi ini, minimal anda dapat melihat bahwa pengajaran Gereja Katolik mempunyai dasar yang kokoh. Saya melihat ada begitu banyak kesalahpahaman dari anda tentang apa yang sebenarnya dipercayai oleh Gereja Katolik. Dan saya sungguh menyayangkan akan kepindahan anda dari Gereja Katolik ke gereja yang lain, tanpa mencari tahu terlebih dahulu tentang iman Katolik yang benar. Kalau anda mau meluangkan waktu, saya juga bersedia berdiskusi dengan anda tentang iman Katolik yang masih menjadi batu sandungan di dalam perjalanan iman anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

Comments are closed.