Pertanyaan:
Pengasuh Katolisitas
Mohon tanya apakah artinya hukum dosa dan hukum maut seperti yang ditulis dalam kitab Injil ?
Terima kasih. – H.Mudaya
Jawaban:
Shalom H. Mudaya,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang hukum dosa dan hukum maut.
Dari ayat-ayat tersebut di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan (lengkapnya silakan untuk membaca artikel ini – silakan klik):
1) Sebelum kedatangan Kristus, semua manusia berdosa dan tidak berdaya untuk melepaskan dosa. Hal ini dikarenakan bahwa setelah manusia pertama berdosa, manusia kehilangan rahmat kekudusan dan “four preternatural gifts“, yang termasuk “the gift of integrity“, yaitu karunia bahwa semua keinginan daging (passion) menurut secara penuh terhadap akal budi (reason). Karena dosa manusia pertama, semua manusia kehilangan rahmat kekudusan dan “four-preternatural gifts” (yaitu: (a) immortality, (b) immunity from suffering, (c) infused knowledge, and (d) integrity). Tanpa berkat-berkat ini, manusia hidup dalam gelimang dosa dan tidak kuasa untuk melepaskan diri dari dosa. Karena upah dosa adalah maut (Rm 6:23), maka adalah adil kalau manusia menerima hukum dosa dan hukum maut.
2) Hukum dosa dan hukum maut adalah dalam pengertian manusia kehilangan kebahagiaan abadi di Surga, atau manusia kehilangan kesempatan untuk dapat melihat muka dengan muka dengan Allah di Sorga. Namun di dalam kasih-Nya, Tuhan tidak membiarkan hal yang begitu mengenaskan ini terjadi pada umat manusia. Oleh karena itu Allah mengirimkan Putera-Nya yang tunggal untuk datang ke dunia dan menebus dosa manusia. Dan melalui Kristus – sungguh Allah, sungguh manusia – jembatan yang terputus antara Allah dan manusia dapat tersambung kembali.
3) Untuk menyambung kembali jembatan yang terputus, dan menerima kembali rahmat kekudusan (sanctifying grace), maka manusia perlu untuk menerima Sakramen Baptis. Berkat yang mengalir dalam Sakramen ini adalah bersumber pada misteri Paskah Kristus (sengsara, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus). Dan dengan menerima Sakramen Baptis, manusia diberi Roh Allah, sehingga dia dapat menjadi anak Allah di dalam Kristus, yang memampukannya untuk hidup kudus. Inilah sebabnya rasul Paulus menekankan akan kelahiran baru di dalam Kristus, yaitu melalui Sakramen Baptis.
4) Gereja Katolik mengajarkan bahwa Sakramen Baptis ini adalah satu-satunya jalan menuju keselamatan, seperti yang dikatakan di dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1257) mengatakan:
Semoga keterangan singkat di atas dapat menjawab pertanyaan Mudaya. Mari kita bersama-sama mensyukuri rahmat Sakramen Baptis yang membuat kita menjadi anak-anak Allah di dalam Kristus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org
saudara Katolisitas,
sampai sekarang saya masih belum pasti sangat apakah itu dosa maut dan dosa ringan.Tolong jelaskan kerana ia akan memberi manfaat untuk komoniti saya.
Terima kasih.
[Dari Katolisitas: Penjelasan tentang dosa berat (mortal sin) dan dosa ringan (venial sin) dapat dibaca di sini, silakan klik dan di artikel ini, silakan klik]
Dear Katolitas..
Saya seoarang katolik, tapi akir2 ini saya jadi bingung harus bagaimana.. saya ingin menjadi seorang katolik yang baik dan benar tapi dari cerita berikut, kira2 saya harus bagaimana?
begini kisahnya, keluarga kami 1 tahun terakir ini sembahyang dengan seorang beragama kristen yg punya kemampuan melihat masa depan dalam usaha mencari jalan keluar terhadap masalah2 kami..
dalam usaha pemecahan masalah, sebelum dia mendoakan kami dia selalu meminta kami melakukan Novena beberapa hari sebelumnya, jika kami tidak Novena, biasanya dia tahu dan dia tidak akan datang saat kami memintanya mendoakan kami. jika kami Novena maka dia pasti datang dan mendoakan kami.. tapi biasanya sebelum berdoa dia meminta kami menyiapkan air di dalam gelas dan menyiapkan derma ke Gereja di dalam Alkitab. dalam doanya dia menumpangkan tangannya diatas air dan setelah selesai berdoa dia meminta kami meminumnya.. dan dia meminta hari minggu sewaktu kami mengikuti misa maka kami harus menyertakan derma yang telah kami taruh dalam Alkitab kami tersebut..
kelebihan dari pendoa ini adalah bahwa semua yang dikatakannya tentang apa yang akan terjadi semenjak kami mengenalnya, hampir 90% benar, orangnya ramah dan baik serta dia tidak memungut upah dari pekerjaannya sebagai pendoa ini..
nah terakir waktu berdoa bersamanya ini dia berkata bahwa kakak saya harus berpindah rumah karena tempat tinggalnya tsb sudah di tanam pelet atau sejenisnya oleh orang yang membenci kakak saya dengan tujuan untuk membunuh kakak saya..
kata pendoa tsb jika kakak saya tidak berpindah rumah maka dalam bulan oktober ini kakak saya akan meninggal dunia.. jadi akirnya kakak saya berpindah rumah. selanjutnya dalam doa berikutnya, katanya kakak saya ada menggunakan ilmu-ilmu supranatural (obat sakti) dan itu memang diakui benar oleh kakak saya jadi dia meminta kakak saya untuk melepaskannya dengan cara melakukan Novena lalu kembali berdoa bersamanya supaya kakak saya dapat diampuni atau bersih dari pengaruh “obat sakti” dan dapat terhindar dari kematian akibat pelet dari orang yang membencinya tersebut.
yang ingin saya tanyakan dari cerita tersebut :
1. Apa kami tergolong orang yang telah meninggalkan Gereja Katolik dan telah melanggar perintah Gereja katolik atau tidak? jika iya, apa yang harus kami lakukan agar kami bisa diterima kembali oleh Gereja Katolik dan kesalahan kami ini bisa mendapatkan pengampunan..?
2. Apakah cara kami berdoa bersama orang tersebut termasuk ekumene atau tidak?
3. Apakah memiliki ilmu supranatural atau ilmu sakti yang diwariskan dari nenek moyang itu berdosa terhadap Tuhan atau tidak?
4. Dalam Gereja Katolik, cara apakah yang harus kami tempuh untuk membersihkan diri dari pengaruh pelet atau sejenisnya yang dikirim oleh orang yang membenci kita..?
Shalom Polo,
Terima kasih atas keterbukaan Polo untuk menceritakan permasalahan ini. Memang, hal-hal yang disebutkan oleh Polo sering menjadi jalan pintas bagi banyak orang untuk tahu bagaimana harus bertindak. Yang menjadi masalah dari perbuatan ini adalah, kita tidak tahu sampai dimana kebenaran dari keputusan-keputusan yang dibuat berdasarkan suatu penglihatan. Kita juga tidak dapat terus-menerus menggantungkan keputusan-keputusan di dalam hidup kita dengan cara seperti ini. Keputusan kita tidak boleh tergantung dari orang yang bisa melihat. Bagaimana kalau orang tersebut pindah kota atau meninggal? Bukankah kehidupan akan berjalan terus dan banyak keputusan-keputusan yang harus dibuat? Pada akhirnya, semua keputusan ini adalah senantiasa bersumber pada kedekatan kita dengan Yesus. Hubungan yang intim dengan Yesus membuat kita dapat melihat apakah yang diinginkan oleh Yesus dalam kehidupan kita. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:
1) Apa yang Polo lakukan sebenarnya mempunyai bahaya, karena keputusan-keputusan yang dilakukan mengikuti pendoa tersebut. Mungkin niatan dari pendoa tersebut baik, namun di dalam Gereja Katolik sendiri tidak kekurangan rahmat – melalui sakramen-sakramen -, sehingga dengan penuh kepercayaan, kita dapat menghadapi percobaan-percobaan yang kita alami dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, saya ingin menganjurkan kepada Polo untuk bertemu dengan pastor, berkonsultasi dan mengaku dosa. Kalau memang banyak permasalahan, mintalah seorang pastor untuk menjadi romo pembimbing rohani. Diskusikan semua permasalahan dengan beliau dan juga diskusikan bagaimana untuk dapat bertumbuh secara spiritual.
2) Saya pribadi tidak menganjurkan untuk berdoa dengan cara demikian. Berdoalah secara konsiten, dengan meluangkan waktu setiap hari, entah berdoa rosario, brevier, lectio divina, dll. Dan terutama bertumbuhlah secara spiritual dalam Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat.
3) Tentang mewarisi ilmu sakti dari nenek moyang, saya pribadi menganjurkan untuk membuangnya, terutama jika ilmu-ilmu tersebut berkaitan dengan alam-alam gaib, yang dapat bertentangan dengan Kristus sendiri. Apakah gunanya ilmu-ilmu ini? Apakah ilmu-ilmu ini dapat mengantar kita kepada keselamatan kekal? Keselamatan kekal inilah yang seharusnya menjadi fokus kehidupan kita di dunia ini. Kita mungkin tidak perkasa, tidak kaya, tidak berkuasa, namun yang penting kita berjuang untuk mendapatkan keselamatan kekal, yang sebenarnya telah terbuka bagi kita melalui Sakramen Baptis yang telah kita terima. Dan perjuangan ini terus berlangsung dengan cara hidup kudus.
4) Untuk membersihkan diri dari pengaruh pelet dan “kiriman” orang, adalah dengan terus bertekun dalam doa, sakramen, dan Firman Tuhan. Kita harus terus mengusahakan agar kita mempunyai hubungan yang baik dengan Kristus dan kita harus senantiasa dalam kondisi rahmat. Oleh karena itu, kita harus menjauhi dosa dan dengan pertolongan rahmat Tuhan memperbaiki hidup kita. Kalau kita melakukan dosa, cepat-cepatlah untuk bertobat dan menerima Sakramen Pengakuan.
Kalau sampai ada yang terkena (kerasukan), mintalah bantuan kepada Romo untuk menunjukkan Romo yang telah ditunjuk oleh keuskupan setempat untuk melakukan eksorsisme yang resmi/besar.
a) Katekismus Gereja Katolik mengajarkan tentang eksorsisme sebagai berikut:
KGK 1673 Kalau Gereja secara resmi dan otoritatif berdoa atas nama Yesus Kristus, supaya seorang atau satu benda dilindungi terhadap kekuatan musuh yang jahat dan dibebaskan dari kekuasaannya, orang lalu berbicara tentang eksorsisme. Yesus telah melakukan doa-doa semacam itu (Bdk. Mrk 1:25-26); Gereja menerima dari Dia kekuasaan dan tugas untuk melaksanakan eksorsisme (Bdk. Mrk 3:15; 6:7.13; 16:17). Dalam bentuk sederhana eksorsisme dilakukan dalam upacara Pembaptisan. Eksorsisme resmi atau yang dinamakan eksorsisme besar hanya dapat dilakukan oleh seorang imam dan hanya dengan persetujuan Uskup. Imam itu harus melakukannya dengan bijaksana dan harus memegang teguh peraturan-peraturan yang disusun Gereja. Eksorsisme itu digunakan untuk mengusir setan atau untuk membebaskan dari pengaruh setan, berkat otoritas rohani yang Yesus percayakan kepada Gereja-Nya. Lain sekali dengan penyakit-penyakit, terutama yang bersifat psikis; untuk menangani hal semacam itu adalah bidang kesehatan. Maka penting bahwa sebelum seorang melakukan eksorsisme, ia harus mendapat kepastian bagi dirinya bahwa yang dipersoalkan di sini adalah sungguh kehadiran musuh yang jahat, dan bukan suatu penyakit. (Bdk. CIC, can. 1172).
b) Kita mengetahui adanya dua macam eksorsisme, yaitu:
1) Eksorsisme sederhana yang yang dilakukan terhadap katekumen oleh imam yang membaptis.
2) Eksorsisme yang resmi/ besar (pada kasus orang-orang yang kesurupan/ terkena pengaruh roh jahat). Bentuk eksorsisme ini hanya dapat dilakukan oleh imam yang ditunjuk secara khusus oleh Uskup. Ia haruslah seorang yang kudus, dalam artian berakar kuat dalam doa, Sabda Allah, sakramen, puasa, matiraga, dan rendah hati dengan mengandalkan kekuatan Tuhan saja. Sebelum melakukan ritus eksorsisme, imam itu sendiri haruslah mengaku dosa di Sakramen Tobat, atau setidak-tidaknya mengucapkan doa “act of contrition” dan sedapat mungkin mempersembahkan Misa, dan memohon pertolongan Tuhan dengan doa-doa yang khusuk.
Selanjutnya doa ritus eksorsisme yang hanya dapat diucapkan oleh imam dengan kuasa Gereja, yang ditujukan pada orang yang positif dinyatakan kerasukan setan, dapat dilihat di link ini, silakan klik, atau ritus khusus yang memang masih dalam bahasa Latin, De exocismus et supplicationibus quibusdam, yang disetujui oleh Paus Yohanes Paulus II tahun 1998. Gereja memang menyarankan agar kita berhati-hati untuk menyatakan bahwa seseorang benar-benar kerasukan, sebab di banyak kasus, orang yang kelihatan ‘terganggu’ bukan disebabkan oleh kerasukan setan tetapi oleh hal-hal lain, seperti gangguan kejiwaan, penyakit, atau tekanan emosional, dst. Untuk ini memang diperlukan ‘discerment’ dari pihak mereka yang melayani di lapangan.
Semoga uraian di atas dapat membantu. Mari, dengan penuh kepercayaan akan kasih dan perlindungan Kristus, kita dengan yakin mengarungi kehidupan ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Pengasuh Katolisitas
Mohon tanya apa artinya : DITEBUS DARI DOSA ?
Terima kasih
H.Mudaya
Salam damai Harun Mudaya,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang apa artinya ditebus dari dosa.
1) Ditebus dari dosa berhubungan dengan dosa asal. Karena manusia mempunyai dosa asal, maka seluruh manusia telah berdosa. Dengan dosa asal ini, manusia kehilangan sesuatu yang paling berharga, yaitu rahmat kekudusan (sanctifying grace). Rahmat kekudusan inilah membuat manusia berkenan di hadapan Allah. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari belenggu dosa dengan usahanya sendiri.
Mungkin bagi orang non-Kristen akan sulit menerima konsep dosa asal. Ada baiknya kalau Harun dapat membaca artikel "Kesempurnaan rancangan keselamatan Allah" (silakan klik) dan juga tanya jawab tentang dosa asal (silakan klik).
2) Karena dosa adalah penolakan manusia akan kasih Allah, maka dosa adalah ketidakadaan kasih. Oleh karena itu, dosa hanya dapat digagalkan dengan mengisinya dengan kasih. Namun terpisah dari Allah, maka manusia menjadi semakin tidak berdaya, karena ketiadaan kasih menjadi semakin dalam. Atau dengan kata lain, kasih adalah suatu pemberian, dan oleh karena manusia yang berdosa tidak punya kasih, maka ia tidak dapat memberikan kasih itu. Sebab seseorang tak dapat memberikan kasih kalau ia tidak terlebih dahulu mempunyai kasih itu. Oleh karena itu, manusia tidak dapat melepaskan diri dari belenggu dosa, tanpa bantuan Tuhan, Sang Kasih. Dan semakin manusia menjauh dari Allah atau Kasih itu sendiri (lih. 1 Yoh 4:8), maka manusia semakin tidak memiliki kasih dan semakin tidak berdaya untuk melepaskan diri dari belenggu dosa. Yesus, yang sungguh Allah dan sungguh manusia, mengisi kekosongan ini dengan kasih-Nya, dengan cara mati di kayu salib. Kasih yang begitu sempurna yang dicurahkan sehabis-habisnya ini memberikan rahmat yang berlimpah kepada manusia. Jadi, Yesus menebus dosa manusia dengan kematian-Nya di kayu salib, yang didasari kasih yang besar kepada Allah dan manusia.
Oleh karena itu, rasul Petrus mengatakan "18 Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, 19 melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Pet 1:18-19).
Semoga dapat menjawab pertanyaan Harun.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Terima kasih Pak Stef atas uraiannya, saya jadi mulai mengerti sekarang.
Satu lagi pertanyaan saya.
Kata orang manusia itu terdiri dari TUBUH,JIWA dan ROH
Pada waktu manusia mati tubuhnya kembali ketanah (dari debu kembali menjadi debu atau biasanya sering diucapkan inalilahiwainalilahirujiun) , dan rohnya kembali pada Allah.
Yang ingin saya tanyakan JIWA nya pergi kemana ?
Terima kasih
H.Mudaya
Shalom H. Mudaya,
Untuk pertanyaan tentang tubuh, jiwa, dan Roh, silakan untuk melihat jawaban ini (silakan klik). Secara prinsip, manusia terdiri dari tubuh (body) dan jiwa (soul). Namun manusia mempunyai jiwa yang bersifat spiritual, sehingga banyak orang mengatakan bahwa ini adalah roh. Dan pada waktu manusia mati, jiwanya akan mengalami pengadilan khusus (particular judgment), sehingga jiwa tersebut langsung memasuki: 1) Sorga atau 2) neraka, atau 3) Api Penyucian. Dan pada saat kedatangan Yesus yang ke-dua atau akhir dari dunia ini, maka semua tubuh dibangkitkan dan bersatu dengan masing-masing jiwa. Dan pada saat itulah terjadi pengadilan umum (general judgment). Dan semua orang (dengan tubuh dan jiwa) hanya mempunyai dua kemungkinan pada saat pengadilan terakhir, yaitu ke: 1) Sorga atau 2) neraka.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan untuk membaca link di atas.
Semoga dapat membantu. Dan kalau ada yang masih ada yang ditanyakan, silakan menuliskannya kembali.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Stef
Apa benar seperti yang anda tulis :
Yesus, yang sungguh Allah dan sungguh manusia, mengisi kekosongan ini dengan kasih-Nya, dengan cara mati di kayu salib.
Setahu saya Yesus sudah meninggalkan ke-ilahianNya sewaktu berada di dunia , maka oleh sebab itu Yesus tidak tahu kapan saat dan waktu dari akhir zaman.
Yesus hanya memberitahukan tanda2nya saja kepada murid2Nya.
Kalau sewaktu hidupnya Yesus sebagai Allah pastilah Yesus tahu saat itu, sebab sebagai Allah bagaimana mungkin DIA tidak tahu.
Setelah Yesus kembali ke Sorga, barulah Yesus tahu kapan akhir zaman itu akan berlangsung, sebab DIA sudah kembali menjadi sebagai Allah.
Bagaimana tanggapan anda
Salam
Machmud
Shalom Machmud,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang Yesus, sungguh Allah dan sungguh manusia. Pendapat yang mengatakan bahwa Yesus telah meninggalkan ke-Ilahiannya sewaktu berada di dunia ini adalah mengikuti paham "Protestant Kenotic Christology", yang dipelopori oleh Martin Luther dan juga Wolfgang Friedrich Gess (1819-91). Pemahaman ini adalah sangat berbahaya, karena menyangkal kesetaraan antara Allah Putera dan Allah Bapa. Seolah-olah Tritunggal Maha Kudus berhenti menjadi Tritunggal Maha Kudus pada saat Yesus menjadi manusia. Ini bertentangan dengan first evidence principle of "non-contradiction". Allah yang mempunyai tiga pribadi adalah kekal dan tak berubah, termasuk pada saat Yesus masuk ke dalam sejarah manusia. Kalau Allah yang Tritunggal berhenti menjadi Allah Tritunggal, maka Dia bukan lagi Allah, karena Dia berubah. Di dalam Allah tidak ada perubahan, karena perubahan mengindikasikan sesuatu yang potensi (potency) menjadi aktual (act). Padahal di dalam diri Allah, semuanya adalah aktual dan tidak ada potensi. Oleh karena itu, paham "Protestant Kenotic Christology" bertentangan dengan Alkitab dan juga bertentangan dengan "first evidence principle", yaitu: Allah tidak dapat berhenti menjadi Allah.
Pemahaman literal akan ayat "Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri." (Mt 24:36), membawa seseorang kepada pemahaman "Agnoetae". Pemahaman yang salah ini berpendapat bahwa Yesus benar-benar tidak tahu akan hari kiamat dan hanya Bapa saja yang tahu. Gereja Katolik mempercayai bahwa Yesus tahu akan hari kiamat bukan atas dasar pengetahuan manusia, namun karena kodratnya yang sungguh Allah dan sungguh manusia (hypostatic union). Namun di ayat tersebut, Yesus memilih untuk tidak menyatakan hari dan saatnya.
Inilah salah satu bukti bahwa akan sangat berbahaya untuk menafsirkan ayat-ayat dalam Alkitab tanpa berpegang pada ajaran Magisterium Gereja. Semoga keterangan di atas dapat membantu. Keterangan lebih lengkap dapat dibaca disini (silakan klik).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Stef
ayat “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.” (Mt 24:36),
Jawaban anda :
Namun di ayat tersebut, Yesus memilih untuk tidak menyatakan hari dan saatnya.
Mat 24 : 36 dengan jelas menyatakan bahwa Anakpun tidak, berarti Yesuspun tidak tahu.
Anda menulis Yesus memilih untuk tidak menyatakan hari dan saatnya, (dimana ayatnya)
Jadi ayat tsb diatas siapa yang mengatakannya ? Yesus atau Matius ?
Kalau jawaban anda “benar”, maka berarti Yesus telah membohongi murid2Nya, dengan mengatakan tidak tahu hari dan saatnya. Kecuali Matius salah dalam menulis ayat ini.
Tolong diluruskan, jangan membuat kesimpulan yang membingungkan.
Salam
Mac
Shalom Machmud,
Terima kasih atas tanggapannya tentang Mt 24:36 "Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri." Machmud menyatakan bahwa ayat tersebut begitu jelas menyatakan bahwa hanya Bapa saja yang tahu, namun Anak tidak tahu. Sebelum saya memberikan argumentasi, saya ingin menanyakan kepada Machmud, kalau ayat tersebut begitu jelas, dan langsung diambil kesimpulan bahwa Yesus tidak tahu tentang hari kiamat, maka dapat disimpulkan Yesus bukan Tuhan (karena Tuhan adalah maha tahu) dan oleh karena itu Yesus tidak setara dengan Bapa. Dan inilah yang menjadi kesalahan dari bidaah Arianism, yang tidak percaya akan ke-Allahan Yesus.
Saya memang mengatakan bahwa di ayat tersebut Yesus tahu tentang hari dan saatnya, namun Yesus memilih untuk tidak mengatakannya kepada para muridnya. Hal ini telah menjadi topik diskusi oleh para Bapa Gereja. Patriakh Alexandria, Eulogius, uskup Yerusalem, Stefanus dan Sophronius mengecam posisi yang mengatakan bahwa Yesus tidak tahu hari dan saatnya. Eulogius kemudian melaporkan hal ini kepada Paus St. Gregorius Agung (Gregory the Great), yang kemudian menjawab:
"The omnipotent Son says He does not know the day which He causes not to be known, not because He himself is ignorant of it, but because He does not permit it to be known at all…. The Only-begotten having been incarnate, and made perfect man for us, did indeed know the day and the hour of judgment in His human nature, but nevertheless He did not know this from His human nature. . . . But the fact is certainly manifest that whoever is not a Nestorian, can in no wise be an Agnoetae. For with what purpose can he, who confesses that the Wisdom itself of God is incarnate say that there is anything which the Wisdom of God does not know? … It is written also: Jesus knowing, that the Father gave him all things into his hands [John 13:3]. If all things, surely both the day of judgment and the hour. Who, therefore, is so stupid as to say that the Son has received in His hands that of which He is unaware?"
"Putera yang maha kuasa mengatakan bahwa Dia tidak tahu hari tersebut yang mana Dia menyebabkan untuk tidak diketahui, bukan karena Dia sendiri tidak tahu tentang hal tersebut, tetapi karena Dia tidak mengijinkannya untuk diketahui oleh semua… Putera Tunggal yang telah berinkarnasi dan menjadi manusia yang sempurna untuk kita, memang tahu hari dan saat dari Penghakiman di dalam kodrat-Nya sebagai manusia, namun Dia tidak tahu hal ini dari kodrat-Nya sebagai manusia… Jelaslah bahwa siapa yang bukan Nestorian, tidak dapat menjadi seorang Agnoetae. Karena dengan maksud apakah dia, yang mengaku bahwa KebijaksanaanTuhan sendiri [Yesus] berinkarnasi mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak diketahui oleh Kebijaksanaan Tuhan [Yesus]? … Ada tertulis, Yesus mengetahui, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya (Yoh 13:3). Jika segala sesuatu, tentu saja baik hari dan saatnya Penghakiman. Maka, siapa yang begitu bodoh mengatakan bahwa Sang Putera yang telah menerima [segala sesuatu] di tangan-Nya, namun Dia tidak mengetahuinya?"
Jadi jelaslah, bahwa Yesus tahu akan hari dan saatnya, namun di dalam kebijaksanaan-Nya, Dia memilih untuk tidak mengatakannya kepada manusia. Di sinilah pentingnya untuk melihat apa yang dikatakan oleh para Bapa Gereja dan juga Magisterium Gereja, sehingga kita tidak jatuh pada pendapat yang salah. Alkitab tidak dapat menafsirkan sendiri, namun membutuhkan Magisterium Gereja agar pesan Kristus dapat dijaga kemurniaannya.
Apakah dengan demikian Yesus berbohong? Untuk menjawab hal ini, kita harus melihat definisi berbohong. Seseorang dikatakan berbohong kalau dia mengatakan sesuatu yang tidak benar. Namun dia tidak dapat dikatakan berbohong kalau dia tidak mengatakan sesuatu secara lengkap atau memilih untuk diam. Dalam hal ini, Yesus tidak berbohong, karena Dia memang tidak tahu hal tersebut dari kodrat-Nya sebagai manusia (catatan: Yesus mempunyai dua kodrat dalam satu pribadi-Nya- kodrat sebagai manusia dan kodrat sebagai Tuhan), namun Dia mengetahuinya dari kodrat-Nya sebagai Tuhan.
Semoga keterangan ini dapat memperjelas dan bukan malah membingungkan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Pak Stefanus,
Saya sebagai orang muslim sangat tertarik oleh diskusi antara bapak dengan sdr.Machmud.
Dari apa yang bisa saya tangkap dari tanggapan sdr.Machmud, dia tidak meragukan bahwa Yesus itu Allah, namun sudah meninggalkan keilahianNya sebelum diturunkan ke dalam dunia. Oleh sebab itu dia meragukan tulisan bapak yang mengatakan Yesus itu sungguh Allah, sungguh manusia, dengan menulis quote : Kalau sewaktu hidupnya Yesus sebagai Allah pastilah Yesus tahu saat itu, sebab sebagai Allah bagaimana mungkin DIA tidak tahu.
Pak Stefanus menjawab :
quote : Gereja Katolik mempercayai bahwa Yesus tahu akan hari kiamat bukan atas dasar pengetahuan manusia, namun karena kodratnya yang sungguh Allah dan sungguh manusia (hypostatic union). Namun di ayat tersebut, Yesus memilih untuk tidak menyatakan hari dan saatnya.
Dengan jawaban bapak yang seperti itu dia kembali bertanya :
quote :Kalau jawaban anda “benar”, maka berarti Yesus telah membohongi murid2Nya, dengan mengatakan tidak tahu hari dan saatnya. Kecuali Matius salah dalam menulis ayat ini.
Saya sebagai seorang muslim ketika membaca ayat tsb juga meng-aminkan bahwa Yesus tidak tahu kapan kiamat itu akan terjadi.
Tapi kalau kemudian bapak berargumen dengan
quote : Di sinilah pentingnya untuk melihat apa yang dikatakan oleh para Bapa Gereja dan juga Magisterium Gereja, sehingga kita tidak jatuh pada pendapat yang salah. Alkitab tidak dapat menafsirkan sendiri, namun membutuhkan Magisterium Gereja agar pesan Kristus dapat dijaga kemurniaannya.
Dari jawaban bapak yang terakhir ini, saya yakin dia tidak akan bertanya lagi, sebab setahu saya teman2 saya yang beragama Protestan hanya memiliki Alkitab sebagai pegangan iman percaya mereka dan tidak ada buku2 yang lain. Menurut mereka Alkitab itu Firman Allah yang hidup dan menurut mereka setiap ayat menerangkan ayat2 yang lainnya. Itu yang saya ketahui dari mereka.
Dari diskusi ini membuat saya jadi ingin bertanya pada bapak.
Apakah pendapat para Bapa Gereja dan juga Magisterium Gereja lebih benar dari Alkitab itu sendiri, yang adalah Firman Allah ?
Terima kasih
H.Mudaya
Shalom (salam damai) Harun,
Terima kasih atas tanggapannya tentang ke-Allahan Yesus Kristus.
1) Memang Machmud tidak meragukan ke-Allahan Yesus Kristus, namun dia mempertanyakan akan ke-Allahan Yesus Kristus akibat ada perkataan"Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri." (Mt 24:36). Dan ini dipengaruhi oleh faham "Protestant Kenotic Christology". Saya telah menjawab bahwa Yesus memang mengatakan hal tersebut, Matius tidak berbohong dalam menuliskan hal tersebut, dan Yesus – sebagai Tuhan – juga tidak mungkin berbohong. Silakan melihat jawaban saya di sini (silakan klik).
2) Saya juga menyadari bahwa saudara/i dari Protestan mempercayai "Sola Scriptura" yang berarti hanya Alkitab saja. Namun pengajaran ini tidaklah Alkitabiah. Silakan untuk melihat jawaban saya di sini – (silakan klik).
3) Kemudian Harun menanyakan "Apakah pendapat para Bapa Gereja dan juga Magisterium Gereja lebih benar dari Alkitab itu sendiri, yang adalah Firman Allah ?" Jawaban singkat: Tidak, karena ketiganya tidak mungkin saling bertentangan – karena ketiganya datang dari Tuhan sendiri -, bahkan saling mendukung. Untuk jawaban panjangnya, silakan membaca argumentasi di bawah ini.
Untuk menjawab pertanyaan yang terakhir, kita terlebih dahulu harus mengerti definisi dari ketiga istilah tersebut yang menjadi tiga pilar kebenaran dari Gereja Katolik, yaitu: 1) Alkitab, 2) Tradisi Suci (termasuk tulisan Bapa Gereja), dan 3) Magisterium Gereja.
a) Tradisi Suci (KGK 75-83). Tradisi Suci adalah Tradisi yang berasal dari para rasul yang meneruskan apa yang mereka terima dari ajaran dan contoh Yesus dan bimbingan dari Roh Kudus. Oleh Tradisi, Sabda Allah yang dipercayakan Yesus kepada para rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya dalam pewartaannya, mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia.[5] Maka Tradisi Suci ini bukan tradisi manusia yang hanya merupakan ‘adat kebiasaan’. Dalam hal ini, perlu kita ketahui bahwa Yesus tidak pernah mengecam seluruh adat kebiasaan manusia, Ia hanya mengecam adat kebiasaan yang bertentangan dengan perintah Tuhan (Mrk 7:8). Jadi, Tradisi Suci dan Kitab Suci tidak akan pernah bertentangan. Pengajaran para rasul seperti Allah Tritunggal, Api penyucian, Keperawanan Maria, telah sangat jelas diajarkan melalui Tradisi dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci, meskipun hal-hal itu tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Janganlah kita lupa, bahwa Kitab Suci sendiri mengajarkan agar kita memegang teguh Tradisi yang disampaikan kepada kita secara tertulis ataupun lisan (2Tes 2:15, 1Kor:2).
Juga perlu kita ketahui bahwa Tradisi Suci bukanlah kebiasaan-kebiasaan seperti doa rosario, berpuasa setiap hari Jumat, ataupun selibat para imam. Walaupun semua kebiasaan tersebut baik, namun hal-hal tersebut bukanlah doktrin. Tradisi Suci meneruskan doktrin yang diajarkan oleh Yesus kepada para rasulNya yang kemudian diteruskan kepada Gereja di bawah kepemimpinan penerus para rasul, yaitu para Paus dan uskup.
b) Kitab Suci (KGK 101-141) Allah memberi inspirasi kepada manusia yaitu para penulis suci yang dipilih Allah untuk menuliskan kebenaran. Allah melalui Roh KudusNya berkarya dalam dan melalui para penulis suci tersebut, dengan menggunakan kemampuan dan kecakapan mereka. “Oleh sebab itu, segala sesuatu yang dinyatakan oleh para pengarang yang diilhami tersebut, harus dipandang sebagai pernyataan Roh Kudus.”[6] Jadi jelaslah bahwa Kitab Suci yang mencakup Perjanjian Lama dan Baru adalah tulisan yang diilhami oleh Allah sendiri (2Tim 3:16). Kitab-kitab tersebut mengajarkan kebenaran dengan teguh dan setia, dan tidak mungkin keliru. Karena itu, Allah menghendaki agar kitab-kitab tersebut dicantumkan dalam Kitab Suci demi keselamatan kita.[7]Mungkin ada orang Kristen yang berkata, bahwa keselamatan mereka diperoleh melalui Kitab Suci saja. Namun, jika kita mau jujur, kita akan melihat bahwa hal itu tidak pernah diajarkan oleh Kitab Suci itu sendiri. Malah yang ada adalah sebaliknya, bahwa Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri (2Pet 1:20-21) sebab ada kemungkinan dapat diartikan keliru (2Pet 3:15-16). Gereja pada abad-abad awal juga tidak menerapkan teori ini. Teori ‘hanya KitabSuci’ atau ‘Sola Scriptura’ ini adalah salah satu inti daripengajaran pada zaman Reformasi pada tahun 1500-an, yang jika kita teliti, malah tidak berdasarkan Kitab Suci.Pada kenyataannya, Kitab Suci tidak dapat diinterpretasikan sendiri-sendiri, karena dapat menghasilkan pengertian yang berbeda-beda. Sejarah membuktikan hal ini, di mana dalam setiap tahun timbul berbagai gereja baru yang sama-sama mengklaim “Sola Scriptura” dan mendapat ilham dari Roh Kudus. Ini adalah suatu kenyataan yang memprihatinkan, karena menunjukkan bahwa pengertian mereka tentang Kitab suci berbeda-beda, satu dengan yang lainnya. Jika kita percaya bahwa Roh Kudus tidak mungkin menjadi penyebab perpecahan (lih. 1Kor14:33) dan Allah tidak mungkin menyebabkan pertentangan dalam hal iman, maka kesimpulan kita adalah: “Sola Scriptura” itu teori yang keliru.
c) Magisterium (Wewenang mengajar) Gereja (KGK 85-87, 888-892). Dari uraian di atas, kita mengetahui pentingnya peran Magisterium yang “bertugas untuk menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu yang kewibawaannya dilaksanakan dalam nama Yesus Kristus.”[8] Magisterium ini tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, supaya dapat diturunkan sesuai dengan yang seharusnya. Dengan demikian, oleh kuasa Roh Kudus, Magisterium yang terdiri dari Paus dan para uskup pembantunya menjaga dan melindungi Sabda Allah itu dari interpretasi yang salah. Kita perlu mengingat bahwa Gereja sudah ada terlebih dahulu sebelum keberadaan kitab-kitab Perjanjian Baru. Para pengarang/ penulis suci dari kitab-kitab tersebut adalah para anggota Gereja yang diilhami oleh Tuhan, sama seperti para penulis suci yang menuliskan kitab-kitab Perjanjian Lama. Magisterium dibimbing oleh Roh Kudus diberi kuasa untuk meng-interpretasikan kedua Kitab Perjanjian tersebut. Jelaslah bahwa Magisterium sangat diperlukan untuk memahami seluruh isi Kitab Suci. Karunia mengajar yang ‘infallible‘ (tidak mungkin sesat) itu diberikan kepada Magisterium pada saat mereka mengajarkan secara resmi doktrin-doktrin Gereja. Karunia ini adalah pemenuhan janji Kritus untuk mengirimkan Roh KudusNya untuk memimpin para rasul dan para penerus mereka kepada seluruh kebenaran (Yoh 16:12-13).Kesimpulan: Gereja sebagai Tonggak Kebenaran terdiri dari tiga unsur, yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium
Untuk memberitahukan rencana keselamatanNya, Allah berbicara pada GerejaNya melalui Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium. Ketiga hal ini adalah karunia Allah yang tidak terpisahkan untuk menyampaikan kebenaran melalui GerejaNya. Perlu kita ingat bahwa Rasul Paulus sendiri berkata bahwa Gereja adalah “jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran” (1Tim 3:15). Di dalam Gereja, wahyu Allah dinyatakan dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci. Karena Kitab Suci dan Tradisi Suci berasal dari Allah, kita harus menerima dan menghormati keduanya dengan hormat yang sama.[9] Jika kita membaca Kitab Suci, terutama di dalam hal iman dan moral, kita harus menempatkan pemahaman Magisterium Gereja di atas pemahaman pribadi, karena kepada merekalah telah dipercayakan tugas mengartikan Wahyu Allah secara otentik. Namun hal ini janganlah sampai mengurangi semangat kita untuk membaca Kitab Suci, karena Gereja mengajarkan kita agar kita rajin membaca Kitab Suci dan mempelajarinya, sebab melalui Kitab Suci kita dibawa pada ”pengenalan yang mulia akan Kristus” (Fil 3:8). St. Jerome mengatakan, bahwa jika kita tidak mengenal Kitab Suci, maka kita juga tidak mengenal Kristus.[10] Ini adalah suatu tantangan buat kita semua yang mengatakan bahwa kita mengenal dan mengasihi Yesus.
Jadi, sebagai Tonggak Kebenaran, Gereja memiliki tiga unsur, yaitu: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium. Ketiganya merupakan pemenuhan janji Allah yang selalu mendampingi GerejaNya sampai kepada ’seluruh kebenaran’ (Yoh 16:12-13), yang senantiasa bertahan sampai akhir jaman. Oleh karena ketiganya datang dari Tuhan sendiri, maka ketiganya tidak mungkin saling bertentangan. Semua dogma yang dikeluarkan oleh Magisterium tidak akan mungkin bertentangan dengan Tradisi dan Alkitab. Hal ini dikarenakan Magisterium tidak berhak untuk memberikan wahyu publik yang baru, karena wahyu publik telah selesai pada saat rasul terakhir – yaitu rasul Yohanes – meninggal. Yang dilakukan oleh Magisterium adalah mempertahankan harta kekayaan iman ini agar terjaga kesuciannya dan juga memperjelas pengajaran iman, agar umat dapat masuk ke dalam misteri iman dengan lebih baik lagi.
Semoga keterangan di atas dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Stef
APA ARTINYA DITEBUS DARI DOSA ?
Ditebus dari dosa berarti bebas dari dosa dan segala akibatnya !
MANUSIA BATINIAH DITEBUS
Orang yang sudah percaya Tuhan Yesus, sudah lahir baru itu manusia batiniahnya sudah ditebus, sudah merdeka dari segala dosa dan akibatnya.
Kita menjadi baru, lepas dari segala dosa dan ikatannya, lepas dari hukuman dosa dan maut sehingga kita merdeka, mati lepas dari dosa.
Kita sudah membuktikan ini dalam hidup kita.
Segala kebencian, zinah, mencuri, dendam, keduniawian, percabulan dll sudah lepas, sebab memang manusia batiniah kita sudah ditebus.
Tapi manusia lahiriah kita belum ditebus
MANUSIA LAHIRIAH DITEBUS
Kalau manusia lahiriah sudah ditebus, maka kita akan bebas dari segala akibat dosa di dalam tubuh lahiriah ini. Dan ini berarti :
• tidak bisa sakit
• tidak bisa lelah
• tidak bisa ngantuk
• tidak bisa lapar
• tidak bisa menjadi tua dan seterusnya
Sampai akhirnya juga tidak bisa mati !
(Maut adalah musuh yang terakhir 1Kor 15 : 26)
Dalam kenyataannya kita masih bisa lelah, ngantuk, lesu, menua dan mati !
Jadi jelaslah bahwa manusia lahiriah kita ini belum ditebus !
Sebab itu Firman Tuhan mengatakan bahwa kita ini masih menunggu hari penebusan yaitu tebus tubuh.
Akibat dosa itu jelas sekali dalam diri kita, baik manusia batiniah maupun manusia lahiriah.
Manusia batiniah kita sudah ditebus penuh, kita sudah selamat.
Tetapi manusia lahiriah belum.
Kita melihat sebuah contoh dari kehidupan Musa, bagaimana pekerjaan dosa ditahan / dihambat dalam tubuh Musa oleh karena ia bertemu dengan Tuhan, masuk dalam kemuliaan Tuhan, beberapa kali 40 hari 40 malam Musa bertemu dengan Tuhan (Kel 24 : 18 & 34 : 28) sampai kulit mukanya bersinar sehingga orang Israel takut, oleh karena kuasa kemuliaan Allah ada di dalam dirinya, maka pekerjaan dosa di dalam Musa tertahan.
Sampai usia 120 tahun matanya masih terang, kekuatan ototnya masih prima dan proses menua dalam dirinya tertahan (Ul 34 : 7)
Ini belum penebusan, baru penekanan terhadap pekerjaan dosa.
Juga setiap kali kalau kita berdoa dengan iman, maka kuasa Allah akan menyembuhkan segala penyakit, kelemahan, cacat atau proses penuaan dalam tubuh ini juga ditahan, dihambat oleh kuasa Allah.
Betapa indah kalau kita mengalami penebusan tubuh, seluruh pekerjaan dosa atas tubuh kita lenyap dan kita akan mempunyai suatu tubuh yang heran, seperti tubuh kebangkitan Anak manusia, yaitu tubuh kemuliaan
Fil 3 : 21 (yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya)
Salam
Machmud
Shalom Machmud,
Terima kasih atas tanggapannya. Dalam jawaban saya sebelumnya, saya mengatakan bahwa ditebus dari dosa adalah berhubungan dengan dosa asal. Sebelum jatuh ke dalam dosa, manusia dianugrahi oleh Tuhan dengan begitu banyak berkat, yaitu: 1) rahmat kekudusan, 2) "four preternatural gifts", yang terdiri dari (a) tidak dapat mati, (b) tidak dapat menderita, (c) "infused knowledge" / pengetahuan tentang Allah, dan (d) the gift of integrity – dimana senses tunduk kepada akal budi (reason).
Dengan dibaptis, maka manusia menerima kembali rahmat kekudusan, namun tidak menerima kembali "four preternatural gifts". Oleh karena itu, manusia mengalami (a) kematian, (b) penderitaan, (c) "ignorance" dan (d) kecenderungan berbuat dosa (concupiscence). Oleh karena itu, baptisan membuat manusia lahir baru karena manusia menerima kembali rahmat kekudusan. Namun manusia harus berjuang dalam hidup kudus, karena manusia tetap kehilangan "four preternatural gifts" (maaf, saya belum menemukan istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia) walaupun telah dibaptis. Kapan four preternatural gifts ini dikembalikan kepada manusia? Pada saat manusia mendapatkan kembali tubuh yang telah dimuliakan, yaitu pada saat kedatangan Kristus yang kedua (akhir jaman). Rasul Paulus mengatakan "dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah." (1 Kor 15:52) dan "yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya."(Fil 3:21)
Berikut ini adalah kutipan dari Katekismus Gereja Katolik (KGK) sehubungan dengan hal ini:
KGK, 405 "Walaupun "berada pada setiap orang secara pribadi" (Bdk. Konsili Trente: DS 1513.), namun dosa asal tidak mempunyai sifat kesalahan pribadi pada keturunan Adam. Manusia kehilangan kekudusan asli, namun kodrat manusiawi tidak rusak sama sekali, tetapi hanya dilukai dalam kekuatan alaminya. Ia takluk kepada kelemahan pikiran, kesengsaraan dan kekuasaan maut dan condong kepada dosa; kecondongan kepada yang jahat ini dinamakan "concupiscentia". Karena Pembaptisan memberikan kehidupan rahmat Kristus, ia menghapus dosa asal dan mengarahkan manusia kepada Allah lagi, tetapi akibat-akibat untuk kodrat, yang sudah diperlemah tinggal dalam manusia dan mengharuskan dia untuk berjuang secara rohani."
KGK, 2515 "Secara etimologis, kata "keinginan" dapat berarti setiap bentuk keinginan kuat manusia. Teologi Katolik mengartikannya dengan satu daya perasaan nafsu berahi yang kuat, yang melawan pikiran manusia. Rasul Paulus menggunakan kata itu untuk pemberontakan "daging" melawan "roh" (Bdk. Gal 5:16.17.24; Ef 2:3.). Keinginan berasal dari ketidaktaatan dosa pertama (Bdk. Kej 3:11.). Juga apabila keinginan itu bukan suatu pelanggaran, namun ia mengganggu tata kekuatan manusia yang susila dan membuatnya cenderung untuk melakukan dosa (Bdk. Konsili Trente: DS 1515.)"
KGK 377 "Kekuasaan" atas dunia yang diberikan oleh Allah kepada manusia sejak awal, dilaksanakan pada tempat pertama sekali di dalam manusia itu sendiri yaitu kekuasaan atas diri sendiri. Manusia dalam seluruh kodratnya utuh dan teratur, karena ia bebas dari tiga macam hawa nafsu (Bdk. 1 Yoh 2:16.), yang membuat dia menjadi hamba kenikmatan hawa nafsu, ketamakan akan harta duniawi, dan penonjolan diri yang bertentangan dengan petunjuk akal budi."
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Terima kasih atas jawaban nya
H.Mudaya
Pengasuh Katolisitas
Mohon tanya apakah artinya hukum dosa dan hukum maut seperti yang ditulis dalam kitab Injil ?
Terima kasih.
H.Mudaya
[dari katolisitas: telah dijawab di artikel di atas – silakan klik]
Salam damai sejahtera
Stef , jawaban anda atas pertanyaan sdr kita Harun Mudaya kok tidak jelas sama sekali.
Sdr Harun menanyakan tentang apa arti dari Hukum Dosa dan Hukum Maut , namun anda menjawab dengan Kesempurnaan Rancangan Keselamatan Allah dan tentang sacramen baptis.
Untuk pertanyaannya sendiri Stef hanya menjawab :
2) Hukum dosa dan hukum maut adalah dalam pengertian manusia kehilangan kebahagiaan abadi di Surga, atau manusia kehilangan kesempatan untuk dapat melihat muka dengan muka dengan Allah di Sorga. Namun di dalam kasih-Nya, Tuhan tidak membiarkan hal yang begitu mengenaskan ini terjadi pada umat manusia.
Jadi mana jawaban anda atas arti dari Hukum dosa dan Hukum Maut tsb ?
Saya juga kepingin tahu, kok agak aneh ada Hukum Dosa dan Hukum Maut.
Terima kasih
Machmud
Shalom Machmud,
Terima kasih atas tanggapan dan masukannya. Saya minta maaf kalau jawaban yang saya berikan kurang jelas. Dalam jawaban saya tentang hukum dosa dan hukum maut, saya mencoba menerangkan:
1) Kenapa ada hukum dosa dan hukum maut? Karena dosa asal yang diakibatkan atas kesombongan manusia, yang ingin membuat dirinya Tuhan.
2) Apakah hukum dosa dan hukum maut? Keadaan dimana manusia terjebak dalam kubangan dosa, dimana manusia sendiri tidak dapat melepaskan dirinya dari dosa, walaupun manusia telah berusaha. Dan keadaan ini membawa manusia kepada hukuman maut, yaitu keterpisahan manusia dengan Tuhan untuk selama-lamanya.
3) Bagaimana Allah menyelamatkan manusia dari hukum dosa dan hukum maut? Tuhan mengirimkan Yesus untuk mengangkat manusia dari kubangan dosa dengan penderitaan, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus ke Surga (misteri paskah). Dan karya penyelamatan ini dilanjutkan oleh Gereja dengan memberikan Sakramen Baptis dan dilanjutkan dengan sakramen- sakramen yang lain untuk keselamatan umat manusia.
Kalau mau diterangkan lebih jauh tentang point yang ke-dua, dapat melihat di Rm 7:5-11, dimana dikatakan:
“5 Sebab waktu kita masih hidup di dalam daging, hawa nafsu dosa, yang dirangsang oleh hukum Taurat, bekerja dalam anggota-anggota tubuh kita, agar kita berbuah bagi maut. 6 Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat. 7 Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: “Jangan mengingini!” 8 Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati. 9 Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat. Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, 10 sebaliknya aku mati. Dan perintah yang seharusnya membawa kepada hidup, ternyata bagiku justru membawa kepada kematian. 11 Sebab dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu aku dan oleh perintah itu ia membunuh aku.”
Dari sini kita melihat bahwa ada suatu misteri tentang hukum (law) dan dosa (sin). Dengan mengerti hukum, seolah-olah dosa dibangkitkan.
1) Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa melaksanakan hukum adalah yang terpenting. Hal ini dicontohkan oleh orang-orang Farisi, dan juga bidaah Pelagian. Namun hal ini tidaklah mungkin, karena mereka menempatkan hukum (law) di atas berkat Tuhan (grace). Hal ini disebabkan manusia kehilangan rahmat kekudusan (sanctifyng grace) dan “the gift of integrity” (salah satu akibat dosa asal) yang membuat keinginan daging tidak patuh terhadap akal budi. Jadi, walaupun manusia tahu mana yang baik dan tidak boleh dilanggar, tetapi karena kondisinya yang berdosa, maka sulit bagi manusia untuk mematuhi hukum (law).
2) St. Agustinus mengatakan bahwa dengan cara yang tidak dapat dijelaskan, hukum (law) membuat manusia tahu akan doa, namun pada saat yang bersamaan membangkitkan manusia untuk berdosa. Dengan kata lain, perbuatan dosa menjadi lebih menarik ketika dilarang (St. Augustine, On the Spirit and the Letter, IV, 6; XIV, 25). Inilah sebabnya, rasul Paulus mengatakan “Sebab dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu aku dan oleh perintah itu ia membunuh aku.“(Rm 7:11) atau lebih lanjut rasul Paulus mengatakan “Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat.” (1 Kor 15:56). Dan rasul Paulus menyatakan dualisme ini “Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.” (Rm 7:19). Oleh karena itu, hanya menuruti peraturan/hukum tidak akan membebaskan manusia.
3) Untuk membebaskan manusia, rasul Paulus mengatakan “Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan.” (2 Cor 3:6). Roh yang membebaskan manusia adalah Roh Kudus, yang mengalir kepada manusia karena misteri Paskah Kristus. Dan manusia mendapatkan Roh Kudus ini pada saat manusia menerima Sakramen Baptis. Pada saat manusia menerima Roh Kudus dan hidup di dalam Roh, maka hukum dan peraturan yang tadinya sulit untuk dijalankan menjadi peraturan yang dapat dijalankan dengan sigap dan sukacita. St. Augustinus mengatakan bahwa berkat Tuhan (God’s grace) diberikan kepada manusia sebagai pemberian untuk membantu manusia menjalankan peraturan atau law (St. Augustine, On the Spirit and the Letter, 16; On Grace and Free Will, introduction). Oleh karena itu, kekristenan dijamin oleh rahmat Tuhan sehingga manusia dapat menjalankan peraturan (St. Augustine, On the Spirit and the Letter, X, 16). Karena rahmat Tuhan diberikan cuma-cuma kepada manusia, maka tidak ada manusia yang dapat menyombongkan dirinya sendiri, karena secara umum, semua manusia telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23).
Oleh karena itu, mari kita bersama-sama berjuang dan bekerja sama dengan Roh Kudus yang telah kita terima dalam Sakramen Baptis dan Sakramen Penguatan, sehingga kita tidak hidup menuruti daging (lih. Gal 5:16-17).
Semoga keterangan di atas dapat lebih memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Stef
Kali ini jawaban anda sudah sangat jelas.
Tapi kalau boleh saya masih ingin nimbrung sedikit barangkali ada gunanya, semoga tulisan saya tidak melenceng terlalu jauh dari iman Katholik.
HUKUM DOSA DAN HUKUM MAUT
Ada ber-macam2 hukum dalam dunia ini dan semua perkara berjalan menurut hukum2nya masing2, tidak dapat lain, ber-ulang2 sama terus.
Kita ambil contoh hukum air mendatar, air itu jika ditaruh dimana saja , akhirnya ia selalu mendatar. Air tidak dapat melandai miring atau naik keatas.
Ini sudah menjadi suatu hukum yaitu hukum air mendatar.
Begitu juga setiap orang yang dikuasai oleh HUKUM DOSA , ia selalu menghasilkan dosa dan siapa yang dikuasai oleh HUKUM MAUT, ia akan menghasilkan maut, dan siapa yang masuk dalam HUKUM ROH, ia akan hidup oleh Roh dan bebas dari hukum dosa dan hukum maut.
HUKUM DOSA
Apa artinya hukum dosa ?
Contoh :”batu”.
Satu benda yang dibawah hukum gaya berat , setiap kali benda itu dilepaskan, ia selalu jatuh kebawah, tidak pernah batu yang dilepaskan lalu naik ke atas. Mengapa ?
Sebab batu itu ada dibawah hukum gaya berat dan takluk kepadanya.
Begitu juga manusia (orang lama) itu ada di bawah hukum dosa.
Setiap kali dilepaskan dalam pencobaan, jatuh dalam dosa.
Setiap kali digoda, jatuh dalam dosa.
Manusia lama yang lahir dalam dosa, ada di dalam kuasa hukum dosa.
Setiap kali ada orang me-ngata2i kita, kita dengar, langsung jadi benci.
Mungkin di luar belum benci, mungkin masih bisa tertawa, tetapi di dalam hati sudah timbul kebencian.
Sekalipun dari luar tidak nampak apa2 tetapi hati yang benci itu sudah dosa di hadapan Allah, sudah jatuh dalam dosa.
Mengapa setiap kali begitu ?
Sebab manusia lama dikuasai olah hukum dosa, diapakan saja hasilnya selalu dosa.
Kalau mendengar pujian, ia merasa senang, enak, menikmatinya, menerima kepujian itu sebagai milik dan haknya, itu sudah permulaan sombong. Inilah orang lama.
Tetapi orang baru lain reaksinya, lain hukumnya.
Waktu Paulus dipermuliakan, waktu kepadanya dipersembahkan oleh orang lain macam2 persembahan, Paulus menjadi susah.
Ia merobek bajunya, ia berkata : Aku bukan Dewa ! Aku sama seperti engkau !
Paulus tidak mau dipuji sebab itu bukan haknya.
Ini orang baru, ia dikuasai hukum yang lain, hukum Roh.
Jadi kalau orang baru dipuji, ia tidak akan menghasilkan dosa, ia tidak mau menjadi sombong, tidak mau menikmati kepujian itu, sebab kepujian itu bukan miliknya, ia mengembalikannya kepada Tuhan (Yes 42 : 8 = Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain atau kemasyhuran-Ku kepada patung)
Kemuliaan dan hormat untuk Tuhan tidak boleh dicuri .
Orang yang lahir baru dipuji atau tidak bukan soal, ia tidak mencari kepujian dari manusia.
Orang lama itu di bawah hukum dosa dan maut, segera dilepas, jatuh !
Paulus berkata : Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku.(Roma 7 : 21)
Tanpa diundang yang jahat itu otomatis sudah datang.
Tidak diajar membenci, tahu2 sudah jadi benci.
Sebelum kita menyadarinya “batu itu sudah jatuh ke bawah “, hukum dosa sudah “jalan”. Inilah hukum dosa.
Dilepas dalam godaan, jatuh dalam dosa.
Matanya melihat macam2, tahu2 dalam pikirannya sudah timbul dosa.
Manusia lama itu dibawah hukum dosa (di bawah hukum maut) terus menerus memproduksi dosa.
TUBUH DOSA
Manusia lama yang dikuasai oleh hukum dosa itulah yang disebut tubuh dosa.
Tubuh dosa ini dapat dinamakan “pabrik dosa”, sebab semua reaksinya itu dosa, menurut hukum dosa.
Dapat rangsangan apapun reaksinya selalu dosa, tidak dapat bereaksi yang lain.
Di dalam orang baru tidak ada lagi tubuh dosa sehingga tidak perlu lagi kita dikuasai hukum dosa.
Tetapi seringkali terjadi karena tidak mengerti, iblis memojokkan dengan tipu dayanya supaya “orang baru” itu bereaksi seperti masih mempunyai tubuh dosa.
Sebetulnya ini tidak perlu terjadi, ia sudah bebas dari hukum dosa, tetapi karena tidak mengerti, “seperti biasanya” seperti hari2 yang lalu sebelum lahir baru, ia bereaksi lagi seperti tubuh dosa ia tertipu oleh iblis !
Sebab itu kita perlu mengerti hal ini, supaya jangan “orang baru” ditipu dan dibujuk setan untuk berlaku dan bereaksi seperti tubuh dosa, tidak perlu, yang lama sudah lenyap, yang baru sudah terbit (2 Kor 5 : 17) Orang2 yang sudah lahir baru harus selalu hidup dalam kemenangan !
HUKUM MAUT
Maut itulah puncak dari kelemahan
1Kor 11 : 30 (Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal.)
LEMAH —– SAKIT —– MAUT (MENINGGAL)
Mat 26 : 41 ( …………………… roh memang penurut, tetapi daging lemah)
Setiap kali ia dituntut oleh Allah untuk taat pada hukum yang paling kecilpun tidak sanggup, lemah , gagal, selalu jatuh dalam dosa.
Orang lama selalu gagal dalam menanggapi tuntutan Allah untuk menurut FirmanNya.
Hukum dosa bekerja antara manusia lama dengan iblis, berakibat dosa
Hukum maut bekerja antara manusia lama dengan Allah, berakibatkan kegagalan dalam melakukan kehendak Allah karena daging ini lemah, sakit atau mati (maut), sehingga ia melanggar hukum2 Allah lalu jatuh dalam dosa.
Roma 8 : 3 (Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging)
Meskipun batu itu ingin “naik” , tetapi hukum gaya berat menariknya kebawah.
Begitu juga dengan hukum maut, menyebabkan “orang lama” itu gagal melakukan kehendak Allah, meskipun sebenarnya hatinya ingin.
Manusia lama, makin lama makin jauh diceraikan dari Allah (upah dosa itu maut Roma 6 : 23, semua ini menceraikan manusia dari Allah Yes 59 : 2 = tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu., baik di dunia, istimewa dalam kekekalan 2Tes 1 : 9 = Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya) Inilah hukum maut yang menceraikan manusia dari Allah.
TUBUH MAUT
Tubuh maut adalah orang lama yang dikuasai hukum kegagalan yaitu hukum maut (atau dalam ukuran yang lebih kecil : hukum kelemahan)
Dalam Perjanjian lama (Hukum Torat) :
Allah melarang, jangan menyembah berhala, tetapi manusia jatuh dalam penyembahan berhala.
Jangan berdusta, tetapi manusia jatuh dalam dusta
Jangan mencuri, tetapi manusia jatuh dalam mencuri
Jangan berzinah, tetapi manusia jatuh dalam perzinahan dan seterusnya
Dalam Perjanjian Baru manusia lama juga gagal :
Kasihilah seterumu, tetapi orang lama hanya dapat mengasihi dirinya sendiri
Kasihilah saudaramu, tetapi orang lama gagal dalam perbuatan kasih, dan seterusnya
Terhadap setan orang lama itu dinamai tubuh dosa dan terhadap Allah orang lama itu disebut tubuh maut sebab ia seperti mati (maut) dihadapan Allah, sama sekali tidak berdaya, tak mampu melakukan hukum2 Tuhan yang suci
Tetapi di dalam orang baru yang lama itu sudah lenyap, tubuh maut ini sudah lenyap, sudah menjadi anggota tubuh Kristus yang mampu berbuat segala kehendak Allah di dalam Kristus (yang jadi kepalanya)
Di dalam Kristus kita sanggup ! (Pil 4 : 13 = Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku)
Firman Tuhan mengatakan bahwa oleh Kristus kita sudah dilahirkan baru dan di dalam kelahiran yang baru, yang lama sudah lenyap (2Kor 5 : 17 – Roma 6 : 11 = Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus) Percayalah akan kebenaran yang kekal ini. Jangan percaya pada pengalaman. Jangan berpegang pada pengalaman. Firman Tuhan itulah kebenaran dan kalau kita mengerti serta memegangnya, Firman Tuhan itu akan memerdekakan kita secara penuh (Yah 8 : 32 = dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”)
Kita sudah jadi baru, jangan terpengaruh oleh pendapat orang banyak, atau dari pengalaman atau dari fakta2 yang lalu, itu bukan kebenaran yang sesungguhnya !
Percaya Firman Tuhan, orang baru sanggup, sebab Roh Kudus ada di dalamnya dan ia sudah lepas, bebas, merdeka dari hukum maut.
Demikian sedikit dari apa yang saya ketahui tentang hukum dosa dan hukum maut, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Salam
Machmud
Shalom Machmud,
Terima kasih atas tanggapannya. Saya hanya ingin memberikan tiga tanggapan:
1) Machmud mengatakan "Orang2 yang sudah lahir baru harus selalu hidup dalam kemenangan !" Kemenangan di sini kita harus artikan sebagai kemenangan terhadap dosa, bukan kemenangan terhadap kemiskinan, penderitaan fisik, dll. Dan kemenangan ini diwujudkan dalam hidup kudus.
2) Di bagian bawah, Machmud mengatakan "Percaya Firman Tuhan, orang baru sanggup, sebab Roh Kudus ada di dalamnya dan ia sudah lepas, bebas, merdeka dari hukum maut". Bagi umat Katolik, tiga pilar kebenaran yang membebaskan adalah 1) Firman Tuhan, 2) Tradisi Suci, dan 3) Magisterium/ kewenangan mengajar. Lihat pembahasan tentang topik ini di sini (silakan klik).
3) Intinya sebenarnya tidaklah sulit, bahwa hukum dosa telah dikalahkan dengan misteri Paska (penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus). Dan hukum dosa yang menyebabkan maut (kehilangan persatuan abadi dengan Allah) telah dikalahkan oleh Kristus. Dan rasul Paulus menyimpulkannnya dengan begitu indah:
"54 Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: "Maut telah ditelan dalam kemenangan. 55 Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" 56 Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. 57 Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. 58 Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia."(1 Cor 15:54-58)
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Comments are closed.