Sejumlah orang ada yang berpandangan bahwa Gereja itu tidak perlu atau tidak usah kelihatan karena Tuhan Yesus menghendakinya demikian, yaitu Gereja sebagai jemaat yang diikat oleh iman saja, dan tak perlu secara kelihatan keanggotaannya dan praktek pelaksanaannya. Pertanyaannya, benarkah demikian? Berikut ini adalah beberapa hal yang menunjukkan bahwa tidak mungkin Tuhan Yesus menghendaki Gereja-Nya tidak kelihatan. Demikian beberapa dasarnya:

1. Gereja kelihatan, sebab Kristus yang adalah Kepalanya, juga kelihatan.

Pertama-tama, mari kita sadari bahwa Gereja itu tidak terpisahkan dari Kristus, sebab Kristus adalah Kepala, dan Gereja adalah Tubuh-Nya (lih. Ef 5:23). Maka jika Kristus itu sendiri adalah Allah yang mengambil rupa manusia untuk menjadi ‘kelihatan’ -dapat dilihat oleh manusia, maka konsekuensinya, Gereja yang adalah Tubuh-Nya juga harus kelihatan. Maka hal Gereja yang ‘kelihatan’, itu bukan untuk diartikan sebagai organisasi yang tidak ada kaitannya dengan ‘jiwa’-nya yang tak kelihatan, tetapi bahwa kedua hal itu, baik yang tak kelihatan maupun kelihatan, adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sebab Kristus-pun demikian. Rasul Yohanes menuliskan tentang Kristus sebagai Firman Allah yang hidup dan kelihatan, di awal suratnya:

“Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup- itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami.” (1 Yoh 1:1-2)

Kristus adalah Terang dunia (Yoh 8:12), dan Ia mengajarkan bahwa terang pelita itu tidak untuk disembunyikan dan ditaruh di kolong/ bawah gantang, tetapi di atas kaki dian, untuk menerangi semua orang (Luk 11:33). Kita dipanggil juga untuk meneruskan terang Kristus, yang bersinar bagi semua orang, agar terlihat, bagaikan kota yang terletak di atas gunung, yang tidak tersembunyi (Mat 5:14).

2. Gereja Katolik mengacu kepada Gereja yang kelihatan, yang bersatu dengan uskupnya, dalam kesatuan dengan Gereja Roma.

Telah sejak abad awal, istilah Gereja Katolik, digunakan untuk membedakannya dengan klaim-klaim sejumlah orang yang menamakan dirinya sebagai jemaat/ gereja, namun yang tidak mengajarkan ajaran yang lengkap/ seluruhnya dari Kristus dan para Rasul. Tentang hal ini sudah pernah dijabarkan di artikel ini, silakan klik. Sejak saat itu, istilah Gereja Katolik mengacu kepada arti Gereja yang setia kepada keseluruhan ajaran para Rasul, sebagaimana diajarkan oleh para penerus Rasul Petrus yang juga disebut sebagai Paus atau Uskup Roma.

Dengan demikian kata ‘katolik’ bagi Gereja, tidak hanya mengacu sebagai kata sifat, yang artinya adalah umum/ universal yang boleh saja diperuntukkan bagi semua jemaat yang tak kelihatan. Sebab universal, itu juga berarti ‘merupakan kesatuan/ satu hal yang diterima oleh semua’. Nah kita ketahui, arti ini tidak berlaku pada semua denominasi gereja-gereja. Sebab nyatanya denominasi-denominasi tersebut tidak mempunyai ajaran yang sama, antara satu dengan yang lain. Sebab kalau sama, maka tidak ada alasan memisahkan diri dan membentuk suatu denominasi baru.

3. Otoritas dalam Gereja mensyaratkan Gereja harus kelihatan

Kitab Suci dan akal sehat menunjukkan bahwa Gereja membutuhkan otoritas, dan hal ini yang tidak ada jika pada ‘gereja yang tidak kelihatan’ itu. Sebab jika ada perbedaan pendapat atau perselisihan paham tentang suatu ajaran/ pemahaman Kitab Suci, kemanakah orang harus meminta arahan atau koreksi? Kalau dua orang atau lebih mempunyai pandangan yang bertentangan, darimana kita tahu mana yang benar, kalau tidak ada otoritas yang kelihatan yang bisa mengambil peran sebagai penengah ataupun penentu? Fakta bahwa Kristus menghendaki Gereja-Nya satu (lih. Yoh 17:20-23), kelihatan (lih. Mat 5:14) dan dipimpin oleh seseorang dengan otoritas (lih. Mat 16:18-19; Yoh 21:15-19), tidak mendukung paham bahwa ‘Gereja itu tidak kelihatan’.

Mari kita lihat secara khusus tentang doa Yesus bagi Gereja-Nya:

“Dan bukan untuk mereka [para rasul] ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (Yoh 17:20-21)

Di sini kita mengetahui bahwa Yesus menghendaki Gerejanya menjadi benar-benar satu, supaya dapat menjadi tanda bukti bagi dunia tentang kesatuan-Nya dengan Bapa. Nah, agar dunia dapat melihat kesatuan ini, maka Gereja harus dapat dilihat, dan bukan hanya bermakna spiritual murni. Bahwa Gereja mempunyai dimensi spiritual/ ilahi, itu benar, tetapi itu bukan satu-satunya dimensi dalam Gereja. Gereja harus kelihatan dan mempunyai otoritas, agar dunia dapat mengenalinya.

Selain itu, pada kenyataannya, Gereja yang kelihatan-lah yang menentukan kitab-kitab mana sajakah yang termasuk dalam Kitab Suci. Selain itu fakta bahwa di antara sesama umat beriman dapat terjadi adanya perbedaan interpretasi Kitab Suci, membuktikan bahwa Kitab Suci itu tidak dapat menjelaskan dirinya sendiri. Rasul Petrus-pun sudah memperingatkan tentang hal ini (2Pet 3:16). Maka memang harus ada sumber otoritas lain di luar Kitab Suci yang dapat menginterpretasikan Kitab Suci dengan benar. Otoritas itu adalah otoritas yang menulis dan yang menyusun Kitab Suci itu sendiri, dan ini adalah Gereja.

4. Kitab Suci menyatakan bahwa Gereja mempunyai otoritas

Sebelum naik ke Surga, Tuhan Yesus memberikan kuasa kepada para murid-Nya (Mat 28:18-20). Kuasa ini adalah: kuasa mengampuni dosa (Yoh 20:23), kuasa mempersembahkan kurban Tubuh dan Darah-Nya (1Kor 11:23-24), kuasa untuk berbicara dalam nama-Nya (Luk 10:16), kuasa untuk mengatur/menentukan hukum (Mat 18:18) dan menjatuhkan sanksi (Mat 18:17). Dari sudut pandang akal sehat, apakah point-nya mendirikan Gereja, kalau ia tidak diberi otoritas? Sebab kalau begitu, ia hanya merupakan kumpulan orang-orang percaya, tapi tidak ada siapapun yang bisa mengatur kalau ada dari mereka yang menyimpang. Dalam kondisi ini, siapapun dapat mengklaim tetap sebagai anggota Gereja, meskipun kenyataannya ia menyangkal semua hukum dan ajaran Gereja! Tentu bukan Gereja seperti ini yang dikehendaki oleh Kristus.

5. Empat tanda Gereja: satu, kudus, katolik, apostolik.

Demikianlah maka ada empat tanda Gereja yang otentik, yaitu Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.

Keempat tanda Gereja ini adalah konsekuensi logis dari kehendak Yesus, agar Gereja-Nya mempunyai kuasa, kelihatan/ dapat terlihat, dan dibangun di atas dasar para Rasul (Ef 2:20) sebagai sarana yang umum untuk keselamatan, yang harus eksis di sepanjang zaman. Sebab jika tidak kelihatan, bagaimana orang dapat menemukan Gereja yang sejati, yang dapat diyakini sebagai Gereja yang sungguh-sungguh didirikan oleh Kristus sendiri di atas para Rasul tersebut?

Gereja yang kelihatan ini merupakan ‘perpanjangan tangan’ Kristus untuk menjangkau umat-Nya di sepanjang zaman sampai kedatangan-Nya kembali. Itulah sebabnya Gereja yang kelihatan itu, seperti halnya Kristus Kepalanya, yang juga kelihatan saat Ia hidup di dunia, menyampaikan rahmat Tuhan yang tidak kelihatan. Gereja menyampaikannya melalui sakramen-sakramen, yang menjadi tanda dan sarana keselamatan, untuk menyampaikan rahmat Allah kepada umat-Nya, untuk menuntun mereka sampai kepada hidup yang kekal.

2 COMMENTS

  1. Syallom

    Saya mau tanya pengertian mengenai gereja yang tidak kelihatan dan gereja yang kelihatan ?
    Dalam banyak diskusi antara kristen katolik dengan kristen protestan , seringkali pihak katolik hanya menekankan pada jalur apostolik yang paling orisinil dan bersifat organisasi semata .

    Saya ingin tanya apakah konsep gereja yang tidak kelihatan itu ? Apakah gereja katolik memandang kaum protestan ini sebagai satu Tubuh Kristus , satu saudara di dalam Kristus , atau bagaimana ?

    Thanks ,GBU

    • Shalom Kian,

      Silakan membaca artikel di atas, yang baru saja ditayangkan untuk menanggapi pertanyaan Anda, silakan klik.

      Sesungguhnya Gereja Katolik tidak semata menekankan aspek organisasi pada Gereja yang kelihatan, sebab kami pun menyadari bahwa Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus, dan karena itu ada dimensi ilahi yang tidak kelihatan dalam Gereja. Namun dimensi ilahi ini bukan satu-satunya yang ada dalam Gereja, seperti sudah dijabarkan di artikel di atas.

      Nah, maka menurut Gereja Katolik, Tubuh Mistik Kristus itu adalah Gereja yang memiliki 4 tanda, yaitu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Namun demikian terhadap Gereja itu, seseorang dapat bersatu secara sempurna atau tidak sempurna. Nah saudara-saudari yang Kristen non-Katolik, tetap disebut saudara saudari dalam Kristus, oleh Gereja Katolik, karena kita semua disatukan oleh Baptisan. Namun demikian, kesatuan mereka dengan Gereja Katolik belum dapat dikatakan kesatuan yang sempurna, sebab mereka tidak menerima kepenuhan sarana/ upaya penyelamatan sebagaimana yang dikehendaki oleh Kristus dan diteruskan oleh para Rasul sejak awal mula.

      Tentang hal ini, Deklarasi Gereja Katolik Dominus Iesus, (selengkapnya, klik di sini) menjelaskan:

      16 …. “Umat Katolik disyaratkan untuk mengakui bahwa terdapat kesinambungan historis- yang berakar dari rantai apostolik [54] – antara Gereja yang didirikan Kristus dengan Gereja Katolik: “Itulah satu-satunya Gereja Kristus … Sesudah kebangkitan-Nya Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan (lih. Yoh 21:17). Ia mempercayakannya kepada Petrus dan para rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing (lih. Mat 28:18 dsl), dan mendirikannya untuk selama-lamanya sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran” (lih. 1Tim 3:15). Gereja itu, yang didunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada [subsistit in] dalam Gereja katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya”.[55] Dengan istilah subsistit ini, Konsili Vatikan II menyelaraskan dua pernyataan doktrin: di satu sisi, bahwa Gereja Kristus, meskipun terbagi-bagi di antara umat Kristen, tetaplah terus berada dalam kepenuhannya hanya di dalam Gereja Katolik dan di sisi lain, bahwa “di luar strukturnya, dapat ditemukan banyak elemen pengudusan dan kebenaran”, [56], yaitu di dalam Gereja- gereja dan komunitas eklesial yang belum bersatu dengan penuh dengan Gereja Katolik.[57] Tetapi berkenaan dengan hal ini, perlu dikatakan bahwa, “…hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan”.[58]

      17. Dengan demikian, terdapat sebuah Gereja Kristus, yang berada di dalam Gereja Katolik, dipimpin oleh Penerus Rasul Petrus dan dengan para Uskup dengan persekutuan dengannya.[59] Gereja -gereja yang, sementara ini tidak dalam persekutuan yang sempurna dengan Gereja Katolik, tetap bersatu dengannya melalui ikatan yang terdekat, yaitu dengan rantai apostolik dan Ekaristi yang sah, adalah Gereja-gereja partikular yang sejati.[60] Karena itu, Gereja Kristus hadir dan bekerja juga di dalam Gereja- gereja ini, meskipun mereka kurang dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik, karena mereka tidak menerima ajaran Katolik tentang Keutamaan Paus, yang menurut kehendak Tuhan,  telah secara obyektif dimiliki dan dilaksanakan oleh Uskup Roma terhadap seluruh Gereja.[61]

      Di lain pihak, komunitas-komunitas eklesial yang tidak mempertahankan Episkopat yang sah dan hakekat misteri Ekaristi yang asli dan menyeluruh,[62] tidak dapat disebut sebagai Gereja dalam arti yang sebenarnya; namun demikian mereka yang dibaptis di dalam komunitas ini adalah, dengan Pembaptisan, tergabung di dalam Kristus dan karenanya di dalam persekutuan tertentu, walaupun tidak sempurna, dengan Gereja.[63] Pembaptisan, sesungguhnya cenderung mengarah kepada perkembangan hidup yang penuh di dalam Kristus, melalui pengakuan iman yang menyeluruh, Ekaristi, dan persekutuan yang sempurna di dalam Gereja[64].

      “Karena itu, umat Kristiani tidak diijinkan untuk membayangkan bahwa Gereja Kristus adalah tidak lebih dari sekedar sebuah kumpulan – terbagi-bagi, tetapi dikatakan satu- dari Gereja-gereja dan komunitas eklesial; ataupun mereka tidak boleh menganggap bahwa sekarang ini Gereja Kristus tidak benar- benar ada, dan menganggap sebagai hanya sebuah tujuan yang harus dicapai dengan kerja keras oleh semua Gereja-gereja dan komunitas-komunitas eklesial.”[65] Sebenarnya, “elemen-elemen yang telah diberikan kepada Gereja, ada dan tergabung bersama di dalam kepenuhannya di dalam Gereja Katolik dan, tanpa kepenuhannya, di dalam komunitas-komunitas yang lain”.[66] “Oleh karena itu Gereja-Gereja dan Jemaat-Jemaat yang terpisah, walaupun menurut pandangan kita diwarnai oleh kekurangan-kekurangan, sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri keselamatan. Sebab Roh Kristus tidak menolak untuk menggunakan mereka sebagai upaya-upaya keselamatan, yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri, yang dipercayakan kepada Gereja Katolik.”[67]

      “Kekurangan kesatuan di antara umat Kristiani tentu adalah sebuah luka bagi Gereja; tidak dalam arti bahwa ia kehilangan kesatuannya, tetapi “bahwa hal itu menghambat pemenuhan yang lengkap dari ke-universalannya di dalam sejarah”.[68]

      Jadi seperti telah kami nyatakan dalam tanggapan kami pada pertanyaan Anda sebelum ini, kami Gereja Katolik, tetap menganggap saudara-saudari yang Kristen non-Katolik sebagai saudara-saudari dalam Kristus, walaupun tidak dalam kesatuan yang sempurna dengan Gereja Katolik. Dari kalangan ini ada dua klasifikasi, yaitu 1) mereka yang umum disebut sebagai Gereja Timur Orthodoks, yang tetap mempertahankan jalur apostolik (dari para rasul) dan sakramen-sakramen terutama Ekaristi, tapi menolak kepemimpinan Rasul Petrus dan penerusnya; dan 2) komunitas- komunitas gerejawi (ini yang umum dikenal dengan gereja-gereja Protestan). Nah, karena komunitas-komunitas ini tidak lagi memiliki jalur apostolik (yang nyata dalam kepemimpinan episkopat/ uskup sebagai penerus para Rasul) dan tidak lagi memiliki sakramen Ekaristi yang sah. Karena itu, walaupun komunitas-komunitas ini berarti dan bernilai dalam misteri keselamatan, namun secara obyektif tetap kekurangan dalam menerima dan meneruskan keseluruhan sarana/ upaya-upaya keselamatan. Keadaan ini seharusnya semakin mendorong dan mengarahkan semua umat yang mengimani Kristus untuk mengusahakan kesatuan. Dan betapapun mungkin sulit ataupun berat kedengarannya bagi Anda, saya -oleh karena kesetiaan saya pada pengajaran Magisterium Gereja Katolik- tetap harus menyampaikan bahwa kesatuan ini, sebagaimana dikehendaki oleh Kristus, sesungguhnya adalah kesatuan dengan/ dalam Gereja Katolik, di bawah pimpinan Bapa Paus.

      Salam dalam kasih Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      PS: Mungkin ada baiknya Anda membaca kesaksian/ penjabaran dari Fr. Dwight Longenecker, silakan klik. Ia lahir sebagai seorang Kristen Fundamentalist, tapi kemudian menjadi pastor Anglican, dan kemudian menjadi pastor Katolik. Silakan membaca tulisannya di sana, yang menunjukkan perjalanannya sampai akhirnya ia memutuskan untuk menjadi Katolik, yang disebutnya sebagai “the true Church” – Gereja yang benar/ sejati.

Comments are closed.