Pertanyaan:
Pak Stef & bu Ingrid, Saya ada keraguan dan mohon penjelasan: 1. KGK-1259 saya dapat mengerti, karena katekumen yg meninggal pasti punya explicit desire untuk dibaptis sebelum meninggal, sehingga mendapat keselamatan. 2. KGK-1260: ini yg membuat saya agak bingung. Untuk orang yg tidak kenal Injil & Gereja, “…but seeks the truth and does the will of God in accordance with his understanding of it,” apakah sudah cukup untuk selamat ? Tetapi kenapa di pasal ini ditambah kalimat: “It may be supposed that such persons would have desired Baptism explicitly if they had known its necessity.” ? Kalimat di Catechism masih lunak, di sini saya masih bisa memaksa diri mengerti, yaitu: kita punya dugaan positif terhadap orang tsb, kalau mengerti perlunya baptis pasti mau dibaptis. Di Catholic Encyclopedia definisi untuk “baptism of desire” lebih keras: “… is a perfect contrition of heart, and every act of perfect charity or pure love of God which contains, at least implicitly, a desire (votum) of baptism.”. Apakah “contrition of heart and charity” saja tidak cukup? Harus ditambah “love God”, dan lagi HARUS ada “implicit desire” untuk dibaptis? Apakah maksud “IMPLICIT DESIRE” ini, kenapa tidak ada di Catechism tapi banyak Paus juga menyebutnya? Misal: “Further the Catechism of Pope St. Pius X states that “The absence of Baptism can be supplied by martyrdom, which is called Baptism of Blood, or by an act of perfect love of God, or of contrition, along with the desire, at least IMPLICIT OF BAPTISM, and this is called Baptism of Desire”. Apakah pendeta-2 Budha di kuil terpencil yang berusaha menjalankan dharma dgn sempurna, tapi punya konsep ttg God berbeda dengan iman Kristiani, tidak pernah dengar Kristus, Gereja, dan Baptism sehingga tidak punya “implicit desire” untuk dibaptis (karena tidak tahu apa itu Baptis, Gereja, maupun Kristus) menurut Gereja apakah mereka dapat selamat ? Juga, bagaimana orang yang berusaha berbuat baik / charity karena memegang nilai2 leluhur, tetapi tidak begitu peduli / ingin tahu ttg Tuhan, bisa selamat? 3. Sebenarnya , mana yg utama: a) berusaha membuat orang tsb mau dibaptis b) mengajak orang tsb berbuat baik / kasih ? bukankah St.Yohanes berkata “setiap orang yg mengasihi tinggal di dalam Aku, dan Aku di dalam dia… Sebab Allah adalah kasih”? Kenapa Gereja seolah menambah: Kasih saja tidak cukup, harus ada “at least implicit desire for baptism”? Demikian pertanyaan saya, maaf kalau terlalu panjang. Saya ingin bertanya ini bukan sekedar ingin tahu, tetapi menurut saya ini berhubungan dengan pandangan hidup kita. Sekali lagi, terima kasih.
[Dari Admin: komentar berikut ini digabungkan]
maaf ada tambahan:
saya dapat dari website, kutipan dari St.Thomas Aquinas, juga menekankan pentingnya “implicit desire”:
St. Thomas Aquinas when speaking of the salvation of infidels states that “Granted that everyone is bound to believe something explicitly, no untenable conclusion follows even if someone is brought up in the forest or among wild beasts. For it pertains to divine providence to furnish everyone with what is necessary for salvation, provided that of his part there is no hindrance. Thus, if someone so brought up followed the direction of natural reason in seeking good and avoiding evil, we must most certainly hold that God would either reveal to him through internal inspiration what had to be believed, (in which case a desire for baptism would still be necessary) or would send some preacher of the faith to him as he sent Peter to Cornelius (Acts 10:20).”
Dan, tentang hal-hal berikut, saya lebih pusing lagi…. mohon pencerahan:
It is only with a proper understanding of the faith that we are able to put the Church’s teaching on this issue in its proper context, without avoiding excess or defect. For that same reason, it is worth noting that the Church has always condemned the following as errors opposed to the faith:[30]
First error: “Every man is free to embrace and profess that religion which, guided by the light of reason, he shall consider true.” (Proposition XV).
Second error that: “Man may, in the observance of any religion whatever, find the way of eternal salvation and arrive at eternal salvation.” (Proposition XVI).
Third error: “Good hope at least is to be entertained of the eternal salvation of all those who are not at all in the true Church of Christ.” (Proposition XVII).
Fourth error: “Protestantism is nothing more than another form of the same true Christian religion, in which form it is given to please God equally as in the Catholic Church.” (Proposition XVIII).
wah … jadi orang Katolik saja, dan at least “yang ingin jadi Katolik eksplisit atau implisit (takut karena di lingkungan tdk kondisif)” SAJA yang bisa selamat?
Fxe
Jawaban:
Shalom Fxe,
Menurut ajaran Gereja Katolik, “Impicit desire for Baptism” atau yang diterjemahkan menjadi keinginan tersembunyi untuk dibaptis memang menjadi syarat agar seseorang untuk dapat diselamatkan, walaupun mungkin ia tidak tahu persis seperti apa itu Baptisan yang disyaratkan Allah. Orang yang termasuk dalam katagori ini adalah orang yang membenci dosa (Kis 2:38), dan mau bertobat akan segala kesalahannya, dan mereka yang dengan segenap hatinya mencari Tuhan dan mau taat melaksanakan kehendak-Nya dengan melaksanakan hukum kasih (lihat Yak 2:17, 2:24 -6, Yoh 14:15, 1 Kor 13:2). Maka di sini memang, diperlukan ‘a perfect contrition‘ (penyesalan/ pertobatan yang sungguh), dan ‘acts of perfect charity or pure love of God‘ yang maksudnya tindakan kasih yang sempurna yang didasari oleh kasih yang murni kepada Tuhan. Misalnya jika ia membantu orang miskin, maksudnya harus demi kasihnya kepada Tuhan, dan bukan agar dihargai oleh orang lain. Jadi walaupun istilah ‘implicit desire‘ ini tidak disebut secara khusus dalam Katekismus, namun maknanya tertulis di sana, yaitu:
KGK 1260 “Sebab karena Kristus telah wafat bagi semua orang, dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya satu, yakni bersifat ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua orang, untuk bergabung dengan cara yang diketahui oleh Allah dengan misteri Paska itu” (GS 22) Bdk. LG 16; AG 7.. Setiap manusia yang tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pemahamannya akan hal itu, dapat diselamatkan. Orang dapat mengandaikan bahwa orang-orang semacam itu memang menginginkan Pembaptisan, seandainya mereka sadar akan peranannya demi keselamatan.
Kalimat tersebut (yang diberi garis bawah) menjelaskan makna ‘implicit desire for Baptism‘.
Oleh karena itu ‘implicit desire for Baptism‘ memang diajarkan oleh para Bapa Paus, contohnya Paus St. Pius X, yang mengajarkan sesuai juga dengan pengajaran St. Thomas Aquinas, bahwa, ketiadaan Pembaptisan [dengan air] hanya dapat diisi dengan Kemartiran (Baptism of Blood/ Baptis darah) dan kasih yang murni kepada Allah, penyesalan/ pertobatan, dan sedikitnya keinginan untuk dibaptis (Baptism of Desire/ Baptis rindu).
Nah sekarang pertanyaannya:
1) Bagaimana dengan para pendeta Buddha yang terpencil, yang telah berusaha menjalankan dharma dengan sempurna, namun punya konsep Tuhan yang berbeda dengan iman Kristiani, tidak pernah dengar tentang Kristus dan Gereja-Nya?
Memang, akan sulit bagi orang yang tidak pernah mendengar tentang Tuhan Yesus dan Gereja Katolik akan mempunyai keinginan untuk dibaptis, sebab mereka tidak tahu apa itu baptisan. Tetapi sesungguhnya, menurut St. Thomas, kerinduan untuk dibaptis itu dapat dinyatakan dengan keinginan yang sungguh untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan. Berikut ini adalah kutipan St. Agustinus dalam De Baptismo, IV.25,32, yaitu bahwa St. Agustinus menghubungkan antara Pembaptisan dan pertobatan untuk kembali kepada Tuhan. Ia mengajarkan bahwa jika keduanya tidak dapat dilakukan, maka salah satu dapat menjadi cukup pada kondisi-kondisi tertentu yang tidak memungkinkan. Misalnya, jika anak kecil yang sudah dibaptis meninggal dunia, sebelum ia mencapai usia akal/ “the age of reason” yang memungkinkannya menggunakan akal untuk bertobat, maka anak itu tetap dapat diselamatkan. Demikian pula, jika seorang dewasa sungguh-sungguh bertobat sebelum meninggal, namun tak mungkin baginya untuk mengenal Kristus dan Gereja, dan asalkan ia tidak dalam bentuk apapun membenci sakramen baptis, maka ia dapat diselamatkan. Jika orang tersebut sungguh-sungguh dalam kapasitasnya mengasihi Allah, dan karena Allah adalah Kasih dan kebenaran, maka sesungguhnya dapat saja ia mempunyai tobat sejati, dan jika ia dipenuhi oleh kasih, maka ia tidak akan membenci orang lain, ataupun membenci sakramen Pembaptisan. Masalahnya di sini memang, tidak ada yang tahu persis, apakah orang itu sungguh bertobat, dan tidak membenci Pembaptisan, dan apakah benar bahwa memang tidak ada kemungkinan/ jalan baginya untuk dapat mengenal Kristus dan Gereja Katolik. Namun, di atas semuanya itu, kita juga perlu menyadari bahwa pada akhirnya urusan penentuan keselamatan ini merupakan sepenuhnya hak Tuhan, dan Tuhan yang paling memahami hati semua orang.
2) Bagaimana orang yang memegang nilai-nilai leluhur tetapi tidak ingin tahu tentang Tuhan, apakah bisa selamat?
Sebenarnya di sini kata kuncinya adalah, apakah orang itu mengakui dahulu ada “Seseorang/ Sesuatu” di atas dirinya, dan apakah orang itu dengan kapasitas yang dimilikinya telah mencari dengan segenap hatinya, untuk mengenal “Seseorang/ Sesuatu”, yang adalah Tuhan, di atas dirinya itu. Karena sesungguhnya, entah seseorang itu pengikut Kristus atau bukan, setiap orang diberi oleh Tuhan keinginan untuk mengenal dan mengasihi Penciptannya. Namun, Tuhan juga memberi kesempatan pada manusia untuk memilih bekerja sama dengan rahmat itu atau tidak. Jika manusia memilih untuk sama sekali tidak bekerja sama dengan rahmat itu, maka ia tidak diselamatkan, karena ia menutup diri sendiri terhadap Allah yang menyelamatkan.
3) Mana yang lebih utama, mengajak seorang untuk mau dibaptis atau mengajak orang tersebut berbuat baik/ kasih? Sebenarnya, dengan definisi di atas, kedua hal ini mengacu kepada sumber yang sama. Sebab sesungguhnya kasih yang murni kepada Allah akan membawa seseorang kepada keinginan untuk mengikuti semua pengajaran-Nya, dan kalau ia mengetahui bahwa Allah menginginkan bahwa Pembaptisan adalah jalannya, maka orang tersebut akan dengan keterbukaan hati menaatinya. Dalam hal ini, niat untuk berbuat kasih mudah-mudahan dapat menghantarnya kepada Kasih yang sesungguhnya yaitu Kristus. Untuk memutuskan ajakan yang pertama atau kedua, kita perlu mempertimbangkannya dengan kebijaksanaan kita (prudence), mana yang paling tepat pada situasi tertentu. Misalnya jika pada orang tua yang sudah sakit-sakitan, memang menurut saya, lebih baik ‘to the point‘ saja, mengajak apakah ia mau dibaptis, sebab waktu yang tersedia baginya untuk mencari Tuhan mungkin sudah terbatas. Namun tentu, hal ini juga harus dilakukan dengan kasih dan tidak memaksa, dan dengan menceritakan terlebih dahulu kepadanya makna Pembaptisan dan pengajaran pokok-pokok iman Katolik (seperti yang ada dalam syahadat). Namun, jika misalnya kepada orang muda yang kritis dan banyak mempertanyakan masalah keimanan, kita tidak perlu ‘terburu-buru’ untuk mengajak mereka untuk dibaptis [walaupun jika kita sudah mengenalnya dengan baik dan saatnya kita pandang tepat, maka kita dapat melakukannya]. Dalam hal ini mungkin teladan hidup kita yang baik, akan jauh lebih berbicara daripada segala ajakan langsung agar ia dibaptis. Prinsipnya, kita percaya bahwa rahmat Tuhan sendiri akan memimpin orang itu untuk sampai kepada kepenuhan kebenaran. Maka, dalam hal ini kita dapat terus membawanya dalam doa.
Jadi kita ketahui sebenarnya kedua hal di atas (ajakan untuk pembaptisan dan ajakan berbuat kasih) sesungguhnya sangat berkaitan dan tak terpisahkan. Jika kita mengajak seseorang untuk dibaptis, selayaknya ini diimbangi dengan mengajaknya untuk berbuat kasih, dan sebaliknya ajakan untuk berbuat baik/ kasih, harus dibarengi dengan teladan hidup kita yang penuh kasih, agar mereka pada waktunya dapat tertarik untuk dibaptis.
4) Kenapa walaupun Rasul Yohanes mengatakan, “setiap orang yg mengasihi tinggal di dalam Aku, dan Aku di dalam dia… Sebab Allah adalah kasih” – Gereja masih menambahkan “at least implicit desire for baptism“?
Sebenarnya, Gereja bukannya menambahkan syarat, sebab yang mensyaratkan pembaptisan adalah Tuhan Yesus sendiri, seperti yang tertulis dalam Yoh 3: 5, “…sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk dalam Kerajaan Allah.” Dengan perkataan Yesus ini, kita mengetahui betapa pentingnya Pembaptisan bagi keselamatan kita, sebab tanpanya kita tidak dapat masuk Kerajaan Allah. Begitu pentingnya hal Pembaptisan ini, sehingga Gereja tidak dapat menghilangkan persyaratan ini. Maka Gereja mengajarkan bahwa jika seseorang tidak dapat secara eksplisit menginginkan Pembaptisan, minimal ia harus mempunyai keinginan implisit.
Baptisan sendiri di sini adalah merupakan sakramen/ tanda Ilahi yang menunjukkan bahwa keselamatan bukan semata-mata usaha manusia, dan bukan diperoleh karena jasa manusia melakukan perbuatan baik. Keselamatan adalah pertama-tama rahmat/ pemberian Tuhan (Ef 2:5, 8), dan pemberian rahmat ini adalah dengan cara Pembaptisan.
5) Implicit desire menurut St. Thomas, apa maksudnya?
St. Thomas Aquinas when speaking of the salvation of infidels states that “Granted that everyone is bound to believe something explicitly, no untenable conclusion follows even if someone is brought up in the forest or among wild beasts. For it pertains to divine providence to furnish everyone with what is necessary for salvation, provided that of his part there is no hindrance. Thus, if someone so brought up followed the direction of natural reason in seeking good and avoiding evil, we must most certainly hold that God would either reveal to him through internal inspiration what had to be believed, (in which case a desire for baptism would still be necessary) or would send some preacher of the faith to him as he sent Peter to Cornelius (Acts 10:20).”
Terjemahannya kurang lebih adalah: menurut St. Thomas, setiap orang harus mengimani sesuatu secara eksplisit, dan ini berlaku pada semua orang, entah ia dibesarkan di hutan atau dikelilingi binatang. Sebab sudah menjadi bagian dari kebijaksanaa Ilahi untuk memperlengkapi setiap orang dengan pengetahuan akan apa yang diperlukan untuk mencapai keselamatan, asalkan tidak ada penolakan dari pihak orang itu sendiri. Jadi jika seseorang dibesarkan dengan mengikuti arahan akal budi untuk mengejar sesuatu yang baik dan menghindari yang jahat, maka kita musti yakin bahwa Tuhan akan berbuat dua hal terhadap orang tersebut: entah Tuhan akan menyatakan sendiri dalam hati orang itu melalui dorongan/ inspirasi untukmempercayai apa yang seharusnya dipercaya, (dalam hal ini keinginan untuk dibaptis juga termasuk di dalamnya) atau Tuhan akan mengirimkan kepadanya seorang hamba Tuhan, seperti ketika ia mengirimkan Rasul Petrus kepada Kornelius (Kis 12:20).
Jadi St. Thomas hanya ingin menunjukkan bahwa, keinginan untuk mempercayai Tuhan dengan segenap hati seharusnya juga sampai kepada keinginan untuk memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan Allah untuk mencapai keselamatan.
6) Pernyataan kesalahan persepsi tentang Keselamatan, yang diajarkan oleh Paus Pius X dalam Principal errors concerning the Church, Syllabus, Dec. 8, 1884″
First error: “Every man is free to embrace and profess that religion which, guided by the light of reason, he shall consider true.” (Proposition XV).
Kesalahan #1: “Setiap orang bebas untuk memeluk dan menyatakan agamanya, sesuai dengan terang akal, yang ia anggap benar.”
Artinya, sesungguhnya orang tidak boleh hanya mengandalkan akal semata-mata untuk menentukan agamanya. Jika hanya akal saja patokannya, maka seseorang tidak dapat dianggap benar. Sebab dalam pencarian kebenaran, akal dan iman harus berjalan bersama-sama, seperti yang diajarkan juga oleh Paus Yohanes Paulus II dalam pembukaan surat ensikliknya Fides et Ratio, “Faith and reason are like two wings on which the human spirit rises to the contemplation of truth.” Artinya akal harus dibarengi oleh iman, baru seseorang dapat mencapai kepada kebenaran yang menghantar kepada keselamatan.
Second error that: “Man may, in the observance of any religion whatever, find the way of eternal salvation and arrive at eternal salvation.” (Proposition XVI).
Kesalahan #2:”Manusia boleh, dengan memenuhi kewajiban agama manapun, dapat menemukan jalan keselamatan dan sampai pada keselamatkan kekal.”
Artinya, keselamatan itu bukannya sesuatu yang diperoleh sebagai ‘gaji’/ wage yang harus dibayarkan oleh majikan kepada pelayannya. Sebab jika demikian, hubungannya adalah seolah-olah Tuhan berhutang dengan manusia: kalau manusia melakukan tugasnya maka ia layak diberi upah keselamatan. Menurut Alkitab, keselamatan adalah semata-mata rahmat Tuhan. “Sebab oleh kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman: itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu, jangan ada orang yang memegahkan diri.” (Ef 2:8-9).
Third error: “Good hope at least is to be entertained of the eternal salvation of all those who are not at all in the true Church of Christ.” (Proposition XVII).
Kesalahan #3: “Ada pengharapan yang baik untuk memperoleh keselamatan kekal bagi semua orang yang tidak dalam Gereja sejati yang didirikan Kristus.”
Artinya, bahwa tidak semua orang yang mengaku Kristen dapat memperoleh keselamatan. Sebab sekarang terdapat banyak sekali jenis gereja, yang mengaku Kristen, namun bahkan tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan. Dalam keadaan demikian, mereka tidak dapat dikatakan memiliki kemungkinan besar untuk diselamatkan, terutama jika kemudian ada faktor mengeraskan hati untuk menerima kebenaran yang ditawarkan oleh Tuhan. St. Agustinus mengajarkan, bahwa sebagai orang Kristen kita harus menginginkan persatuan umat Kristen, dan jika ini diabaikan, dengan memisahkan diri dengan kesatuan Gereja, maka ia dapat dikatakan tidak lagi memiliki kasih yang murni kepada Allah. St. Agustinus mengatakan, “Those who do not love the unity of the Church do not have the love of God in them.” (De Baptismo, III, 16,21). Dan kesatuan yang dimaksud adalah kesatuan dengan Gereja Katolik, sebab Gereja sebagai Tubuh Kristus dan Mempelai Kristus hanya ada satu. Ia mengatakan, “The Catholic Church alone is the Body of Christ…. (Epistle 185, 11). Maka, sekarang terpulang kepada sikap batin para saudara kita yang non-Katolik, jika bukan karena kesalahannya mereka tidak menjadi anggota Gereja Katolik, [misalnya dibesarkan dalam gereja Protestan], sejauh mana mereka juga menginginkan persatuan Gereja, dan memandang kita umat Katolik sebagai saudara dalam Kristus.
Vatikan II menjelaskan hubungan antara gereja-gereja Protestan dengan Gereja Katolik sebagai saudara, namun tidak dalam persatuan sempurna. Vatikan II, dalam Unitatis Redintegratio 3, mengatakan:
“Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja katolik, kadang-kadang bukan karena kesalahan kedua belah pihak. Tetapi mereka, yang sekarang lahir dan di besarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan diri. Gereja Katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara penuh hormat dan cinta kasih. Sebab mereka itu, yang beriman akan Kristus dan dibaptis secara sah, berada dalam suatu persekutuan dengan Gereja katolik, baik perihal ajaran dan ada kalanya juga dalam tata-tertib, maupun mengenai tata-susunan Gereja, persekutuan gerejawi yang sepenuhnya terhalang oleh cukup banyak hambatan, diantaranya ada yang memang agak berat. Gerakan ekumenis bertujuan mengatasi hambatan-hambatan itu. Sungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disaturagakan dalam Kristus[17]]. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama kristen, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan[18]]……
Oleh karena itu Gereja-Gereja[19]]dan Jemaat-Jemaat yang terpisah, walaupun menurut pandangan kita diwarnai oleh kekurangan-kekurangan, sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri keselamatan. Sebab Roh Kristus tidak menolak untuk menggunakan mereka sebagai upaya-upaya keselamatan, yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri, yang dipercayakan kepada Gereja Katolik.
Akan tetapi saudara-saudari yang tercerai dari kita, baik secara perorangan maupun sebagai Jemaat dan Gereja, tidak menikmati kesatuan, yang oleh Yesus Kristus hendak dikurniakan kepada mereka semua, yang telah dilahirkan-Nya kembali dan dihidupkan-Nya untuk menjadi satu tubuh, bagi kehidupan yang serba baru, menurut kesaksian Kitab suci dan tradisi Gereja yang terhormat. Sebab hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh kristus di dunia. Dalam tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk umat Allah. Selama berziarah di dunia, umat itu, meskipun dalam para anggotanya tetap tidak terluputkan dari dosa, berkembang dalam Kristus, dan secara halus dibimbing oleh Allah, menurut rencana-Nya yang penuh rahasia, sampai akhirnya penuh kegembiraan meraih seluruh kepenuhan kemuliaan kekal di kota Yerusalem sorgawi.”
Fourth error: “Protestantism is nothing more than another form of the same true Christian religion, in which form it is given to please God equally as in the Catholic Church.” (Proposition XVIII).
Kesalahan #4: “Gereja Protestan adalah sebuah bentuk agama Kristen, yang dibentuk untuk menyenangkan hati Tuhan, sama dengan Gereja Katolik.”
Maksudnya, disini tidak mungkin fakta perpecahan Gereja merupakan sesuatu yang menyenangkan hati Tuhan. Tuhan Yesus sendiri dalam doanya menjelang sengsara-Nya, berdoa untuk persatuan Gereja, “Aku berdoa, ….untuk orang-orang yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka [para rasul], supaya mereka menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku (Yoh 17: 20-21).
Vatikan II, dalam Unitatis Redintegratio 1 mengatakan:
Sebab yang didirikan oleh Kristus Tuhan ialah Gereja yang satu dan tunggal. Sedangkan banyak persekutuan kristen membawakan diri sebagai pusaka warisan Yesus Kristus yang sejati bagi umat manusia. Mereka semua mengaku sebagai murid-murid Tuhan, tetapi berbeda-beda pandangan dan menempuh jalan yang berlain-lainan pula, seolah-olah Kristus sendiri terbagi-bagi [1]]. Jelaslah perpecahan itu terang-terangan berlawanan dengan kehendak Kristus, dan menjadi batu sandungan bagi dunia, serta merugikan perutusan suci, yakni mewartakan Injil kepada semua makhluk.
Maka dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa saudara-saudari kita yang beragama Kristen Protestan, jika karena invincible ignorance (ketidaktahuannya) akan pengajaran Gereja Katolik namun hidup sesuai dengan pimpinan hati nuraninya, maka ia dapat diselamatkan. Tulisan tentang ini sudah pernah dijawab oleh Stef di sini (silakan klik).
Demikianlah Fxe, yang dapat saya tuliskan sehubungan dengan pertanyaan anda. Semoga saya menjawab pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org
bu Ingrid, terima kasih banyak Anda telah meluangkan waktu untuk menjawab.
saya bersyukur punya hirarki yg menjadi standar ajaran, dan saya bersyukur ada orang-orang pandai spt anda yang mau mempelajarinya dgn bimbingan Roh Kudus, dan kemudian menjelaskannya ke banyak orang yg blm mengerti.
semoga Tuhan memberkati website ini,
dan saya sedikit kuatir kelangsungan web ini… kalo anda sudah selesai studi bagaimana?
tentunya banyak kontributor website ini yg bersedia membantu agar sarana yg baik ini
bisa terus berlangsung.
sekali lagi , terima kasih.
(tidak usah di -reply ga apa kok :)) )
[quote] Oleh karena itu Gereja-Gereja[19]]dan Jemaat-Jemaat yang terpisah, walaupun menurut pandangan kita diwarnai oleh kekurangan-kekurangan, sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri keselamatan. Sebab Roh Kristus tidak menolak untuk menggunakan mereka sebagai upaya-upaya keselamatan, yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri, yang dipercayakan kepada Gereja Katolik. [unquote]
pertanyaan
a) kata “nya” dalam kalimat [quote} yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri, yang dipercayakan kepada Gereja Katolik [unquote] apakah mengacu pada “Roh Kudus” – jika demikian maka apakah Gereja Katolik meng-klaim bahwa Roh Kudus terbatas dipercayakan hanya pada Gereja Katolik ?
b) [quote] sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri keselamatan [unquote] apakah ini macam pengakuan dari pihak Gereja Katolik bahwa keselamatan pada akhirnya adalah misteri – dalam arti keselamatan adalah lebih luas dari Gereja Katolik – alias : dalam gereja Katolik ada keselamatan, tetapi keselamatan sendiri [yang adalah misteri] tidak terbatas dalam gereja Katolik saja
Mohon edukasi
Shalom Skywalker,
1) Gereja Katolik percaya bahwa Roh Kudus ada/ subsists dalam Gereja Katolik, sebab kita percaya bahwa hanya ada "satu Tubuh dan satu Roh [Kudus], sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu baptisan" (Ef 4:4-5). Oleh karena itu memang dalam Vatikan II tidak dikatakan apakah di luar Gereja pasti tidak ada Roh Kudus, namun Gereja Katolik meyakini bahwa Roh Kudus ada dalam Gereja Katolik. Jika Gereja Katolik konsisten dengan prinsip satu Baptisan, maka konsekuensinya, Gereja dapat menerima bahwa pada saat Pembaptisan itu, Roh Kudus juga dicurahkan kepada saudara-saudari kita yang Kristen non-Katolik. Namun karena selanjutnya rahmat pengudusan itu dapat dihilangkan oleh dosa berat (dan ini juga berlaku untuk umat Katolik) maka memang, tak ada yang bisa menjamin apakah orang-orang yang sudah dibaptis itu dapat terus menjadi tempat kediaman Roh Kudus. St. Agustinus mengajarkan jika seseorang tidak mengasihi, memisahkan diri dari Gereja Katolik dan menjadi heretik, maka ia akan kehilangan Roh Kudus. Sebab prinsipnya, "Barangsiapa yang tidak mengasihi kesatuan Gereja tidak memiliki kasih kepada Tuhan" (De Baptismo, III, 16,21). Dan Gereja di sini menurut St. Agustinus adalah Gereja Katolik, sebab ia berkata, "Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus, dan Roh Kudus adalah jiwa dari Tubuh ini." (Sermon. 295, 2)."Hanya Gereja Katolik adalah Tubuh Kristus, di luar Tubuh ini tak seorangpun menerima hidup dari Roh Kudus. Artinya, mereka yang di luar Gereja tidak memiliki Roh Kudus… Tetapi mereka yang masuk dalam Gereja Katolik tanpa keyakinan rohani (inner conviction) juga tidak menerima Roh Kudus."(Epistle 185, 11, 50)
Namun, St. Agustinus tidak menyangkal bahwa ada orang-orang Kristen yang dengan iman yang baik namun terpisah dari Gereja Katolik, meskipun gambaran tentang ‘saudara/i yang terpisah’ ini St. Agustinus tidak seluas seperti sekarang dimana telah terdapat puluhan ribu denominasi Kristen Protestan. Menurut St. Agustinus, ada orang-orang Kristen yang "…mempertahankan pandangan mereka yang bukan karena disebabkan oleh kesalahan asumsi/ ‘presumption‘ mereka sendiri, namun yang mereka terima dari orang tua mereka….. dan mereka dengan seksama dan rajin mencari kebenaran, dan siap untuk dikoreksi ketika mereka menemukan kebenaran itu." Orang-orang seperti ini menurut St. Agustinus, "tidak dapat dianggap sebagai heretik." (Epistle 43,1). Selanjutnya, St. Agustinus menjelaskan apa yang disebut sebagai heretik, yaitu: "mereka yang menolak pengajaran iman Katolik, ketika hal itu sudah diajarkan kepada mereka." (De baptismo, IV, 16,23).
2) Dengan pengertian di atas, maka benarlah apa yang dikatakan dalam Unitatis Redintegratio, 3( mengutip St. Agustinus, In Ps32, Enarr, II, 29: PL 36, 299), bahwa "mereka yang telah menerima Pembaptisan [dengan forma dan materia yang benar] tepat pula oleh putera-puteri Gereja katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan."
Inilah dasarnya, mengapa Gereja Katolik mengatakan bahwa gereja-gereja Protestan "sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri keselamatan. Sebab Roh Kristus tidak menolak untuk menggunakan mereka sebagai upaya-upaya keselamatan, yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri, yang dipercayakan kepada Gereja Katolik." (UR 3). Gereja Katolik percaya bahwa segala yang baik sehubungan dengan iman, pengharapan dan kasih kepada Allah berasal dari sumber yang sama, yaitu Roh Kudus.
Maka dalam hal ini benar jika kita mengatakan, bahwa kita percaya bahwa dalam Gereja Katolik ada keselamatan, dan seandainya ada orang yang dapat diselamatkan walaupun ia tidak menjadi anggota penuh Gereja Katolik, itu semua terjadi oleh karya Roh Kudus yang kepenuhannya ada dalam Gereja Katolik. Ini sesuai dengan yang diajarkan dalam Ketekismus:
KGK, 1257: “Tuhan sendiri mengatakan bahwa Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan (Bdk. Yoh 3:5.). Karena itu, Ia memberi perintah kepada para murid-Nya, untuk mewartakan Injil dan membaptis semua bangsa (Bdk. Mat 28:19-20; DS 1618; LG 14; AG 5.). Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan orang-orang, kepada siapa Injil telah diwartakan dan yang mempunyai kemungkinan untuk memohon Sakramen ini (Bdk. Mrk 16:16.). Gereja tidak mengenal sarana lain dari Pembaptisan, untuk menjamin langkah masuk ke dalam kebahagiaan abadi. Karena itu, dengan rela hati ia mematuhi perintah yang diterimanya dari Tuhan, supaya membantu semua orang yang dapat dibaptis, untuk memperoleh “kelahiran kembali dari air dan Roh”. Tuhan telah mengikatkan keselamatan pada Sakramen Pembaptisan, tetapi Ia sendiri tidak terikat pada Sakramen-sakramen-Nya.”
Dengan pengertian di atas memang kita tidak bisa membatasi Tuhan dalam sakramen-sakramen-Nya, walaupun kita dapat yakin bahwa Ia berkarya lewat sakramen-sakramen-Nya itu, yang diberikan di dalam Gereja Katolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
terima kasih edukasi nya
underlined #1
[quote] dalam Gereja Katolik ada keselamatan, dan seandainya ada orang yang dapat diselamatkan walaupun ia tidak menjadi anggota penuh Gereja Katolik, itu semua terjadi oleh karya Roh Kudus yang kepenuhannya ada dalam Gereja Katolik. [unquote]
saya membaca ini sebagai pernyataan bahwa keselamatan ada dalam gereja Katolik – JUGA diluar gereja katolik. Meski demikian hal keselamatan diluar Gereja Katolik agak saya ragukan karena tertulis :
[quote] dan seandainya ada… [unquote]
bagaimana duduk perkara persisnya ?
mohon advis
underlined #2
[quote] memang kita tidak bisa membatasi Tuhan dalam sakramen-sakramen-Nya [unquote]
Tuhan memang lebih agung dari sakramen -sakramen-Nya
terima kasih
Shalom Skywalker,
Prinsip yang bisa kita pegang adalah bahwa Gereja tidak mengenal cara lain bagi seseorang untuk dapat diselamatkan, yaitu dengan Pembaptisan. Hal ini berdasarkan atas ajaran Yesus sendiri dalam Yoh 3:5, bahwa seseorang harus dilahirkan dari air dan Roh Kudus, dan ini terjadi pada waktu Pembaptisan. Hakekat Pembaptisan ini adalah seseorang dibaptis dengan kematiannya terhadap dosa untuk bangkit dan hidup baru bersama Kristus. Dengan hakekat ini, maka Gereja Katolik mengenal 2 cara Baptisan selain Sakramen Pembaptisan dan ini disebut Baptisan darah dan Baptisan Rindu/ Baptism of desire (lihat KGK 1258, 1260). Silakan membaca artikel Sudahkah kita diselamatkan? silakan klik.
Maka dengan demikian, jika seseorang mempunyai implicit desire for Baptism, maka sesungguhnya ia tergabung dengan Gereja Katolik, walaupun mungkin bukan anggota dalam struktur Gereja Katolik. Dengan pengertian inilah maka Gereja Katolik mengatakan bahwa keselamatan hanya ada di dalam Gereja Katolik, [atau jika dikatakan dalam bentuk negatif, menjadi “tidak ada keselamatan di luar Gereja Katolik”/ EENS], karena di Gereja Katolik-lah Kristus mempercayakan kepenuhan makna Pembaptisan tersebut.
Nah yang harus kita terima juga adalah: yang mengetahui ketulusan hati seseorang, apakah ia memiliki atau tidak memiliki “implicit desire for Baptism” itu hanya Tuhan. Karena hanya Tuhan yang paling mengetahui isi hati setiap orang, dan juga hanya Tuhan yang Maha Tahu kondisi isi hati manusia sampai titik akhir sebelum manusia itu wafat. Jika sesaat sebelum wafatnya orang itu sungguh-sungguh bertobat dan kemudian memiliki ‘desire’/ keinginan untuk dibaptis, walaupun tak sempat dilakukan atau bahkan belum sempat dikatakannya, dapat saja Tuhan tetap mengampuninya. Dan sungguh, kita perlu dengan rendah hati mengakui, bahwa hal ini adalah ‘hak prerogatif’ Allah. Sebab memang benar, kita tidak bisa membatasi Tuhan dalam sakramen-sakramen-Nya. (KGK 1257).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam ibu Ingrid Listiati
melihat kalimat di YOH 3:5, dan dibandingkan penjelasan ibu, dan ganjalan di hati saya, Mohon penjelasan ibu apakah benar kata di dalam ALKITAB disebutkan “DILAHIRKAN” atau “DIBAPTISKAN” ????
terimakasih
salam damai & kasih
rusli
Shalom Rusli,
Kelahiran kembali dalam air dan Roh (lih. Yoh 3:5) yang dikehendaki oleh itu adalah Baptisan/ Permandian, sebab firman Tuhan dalam Tit 3:5 mengajarkan, “pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus….“
Atas dasar ini Gereja Katolik mengajarkan dalam Katekismus bahwa Baptisan itu perlu untuk keselamatan (KGK 1215), sebab rahmat keselamatan dari Allah itu tercurah melalui Permandian kelahiran kembali dan pembaharuan oleh Roh Kudus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
salam Ibu Ingrid
mohon diinformasikan bahasa asli dan bahasa inggrisnya di alkitab Yoh3:5 dibandingkan Tit 3:5 sehingga kata “DILAHIRKAN” = “DIBAPTISKAN” adalah sama ???
terimakasih
salam kasih
rusli
Shalom Rusli,
Masalahnya bukan pada bahasa aslinya, tetapi pada membaca kedua ayat itu bersama-sama dengan menggunakan prinsip logika sederhana, sehingga dapat terlihat hubungannya. Tit 3:5 menjelaskan apa yang disebut sebagai ‘dilahirkan dari air dan Roh’ yang disebutkan dalam Yoh 3:5.
Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan (gennáō/ born) dari air (húdōr/ water) dan Roh (pneúma/ Spirit), ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Yoh 3:5)
Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian (loutrón/ washing) kelahiran (paliggenesía/ regeneration) kembali dan oleh pembaharuan (anakaínōsis/ renewing) yang dikerjakan oleh Roh Kudus (pneúma/ Spirit)…. (Tit 3:4-5)
1) Yoh 3:5: Agar A (selamat/ masuk dalam Kerajaan Allah), seseorang perlu B (dilahirkan dari air dan Roh).
2) Tit 3:5: Agar A (selamat), seseorang perlu C (permandian kelahiran kembali dan pembaharuan oleh Roh Kudus)
Kesimpulannya: B=C
Agar selamat, seseorang perlu permandian, yang artinya ia dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus dan diperbaharui oleh Roh Kudus.
Selain itu, perlunya Baptisan untuk keselamatan juga ditegaskan oleh Kristus sebelum Ia naik ke Surga (lih. Mat 28:19-20).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Pak Stef & bu Ingrid, Saya ada keraguan dan mohon penjelasan: 1. KGK-1259 saya dapat mengerti, karena katekumen yg meninggal pasti punya explicit desire untuk dibaptis sebelum meninggal, sehingga mendapat keselamatan. 2. KGK-1260: ini yg membuat saya agak bingung. Untuk orang yg tidak kenal Injil & Gereja, "…but seeks the truth and does the will of God in accordance with his understanding of it," apakah sudah cukup untuk selamat ? Tetapi kenapa di pasal ini ditambah kalimat: "It may be supposed that such persons would have desired Baptism explicitly if they had known its necessity." ? Kalimat di Catechism masih lunak, di sini saya masih bisa memaksa diri mengerti, yaitu: kita punya dugaan positif terhadap orang tsb, kalau mengerti perlunya baptis pasti mau dibaptis. Di Catholic Encyclopedia definisi untuk "baptism of desire" lebih keras: "… is a perfect contrition of heart, and every act of perfect charity or pure love of God which contains, at least implicitly, a desire (votum) of baptism.". Apakah "contrition of heart and charity" saja tidak cukup? Harus ditambah "love God", dan lagi HARUS ada "implicit desire" untuk dibaptis? Apakah maksud "IMPLICIT DESIRE" ini, kenapa tidak ada di Catechism tapi banyak Paus juga menyebutnya? Misal: "Further the Catechism of Pope St. Pius X states that "The absence of Baptism can be supplied by martyrdom, which is called Baptism of Blood, or by an act of perfect love of God, or of contrition, along with the desire, at least IMPLICIT OF BAPTISM, and this is called Baptism of Desire". Apakah pendeta-2 Budha di kuil terpencil yang berusaha menjalankan dharma dgn sempurna, tapi punya konsep ttg God berbeda dengan iman Kristiani, tidak pernah dengar Kristus, Gereja, dan Baptism sehingga tidak punya "implicit desire" untuk dibaptis (karena tidak tahu apa itu Baptis, Gereja, maupun Kristus) menurut Gereja apakah mereka dapat selamat ? Juga, bagaimana orang yang berusaha berbuat baik / charity karena memegang nilai2 leluhur, tetapi tidak begitu peduli / ingin tahu ttg Tuhan, bisa selamat? 3. Sebenarnya , mana yg utama: a) berusaha membuat orang tsb mau dibaptis b) mengajak orang tsb berbuat baik / kasih ? bukankah St.Yohanes berkata "setiap orang yg mengasihi tinggal di dalam Aku, dan Aku di dalam dia… Sebab Allah adalah kasih"? Kenapa Gereja seolah menambah: Kasih saja tidak cukup, harus ada "at least implicit desire for baptism"? Demikian pertanyaan saya, maaf kalau terlalu panjang. Saya ingin bertanya ini bukan sekedar ingin tahu, tetapi menurut saya ini berhubungan dengan pandangan hidup kita. Sekali lagi, terima kasih.
[Dari Admin: komentar berikut ini digabungkan]
maaf ada tambahan:
saya dapat dari website, kutipan dari St.Thomas Aquinas, juga menekankan pentingnya “implicit desire”:
St. Thomas Aquinas when speaking of the salvation of infidels states that “Granted that everyone is bound to believe something explicitly, no untenable conclusion follows even if someone is brought up in the forest or among wild beasts. For it pertains to divine providence to furnish everyone with what is necessary for salvation, provided that of his part there is no hindrance. Thus, if someone so brought up followed the direction of natural reason in seeking good and avoiding evil, we must most certainly hold that God would either reveal to him through internal inspiration what had to be believed, (in which case a desire for baptism would still be necessary) or would send some preacher of the faith to him as he sent Peter to Cornelius (Acts 10:20).”
Dan, tentang hal-hal berikut, saya lebih pusing lagi…. mohon pencerahan:
It is only with a proper understanding of the faith that we are able to put the Church’s teaching on this issue in its proper context, without avoiding excess or defect. For that same reason, it is worth noting that the Church has always condemned the following as errors opposed to the faith:[30]
First error: “Every man is free to embrace and profess that religion which, guided by the light of reason, he shall consider true.” (Proposition XV).
Second error that: “Man may, in the observance of any religion whatever, find the way of eternal salvation and arrive at eternal salvation.” (Proposition XVI).
Third error: “Good hope at least is to be entertained of the eternal salvation of all those who are not at all in the true Church of Christ.” (Proposition XVII).
Fourth error: “Protestantism is nothing more than another form of the same true Christian religion, in which form it is given to please God equally as in the Catholic Church.” (Proposition XVIII).
wah … jadi orang Katolik saja, dan at least “yang ingin jadi Katolik eksplisit atau implisit (takut karena di lingkungan tdk kondisif)” SAJA yang bisa selamat?
Fxe
[Dari admin: telah terjawab di artikel di atas (silakan klik)]
Comments are closed.