Pertanyaan:
Dear Pengasuh,
Saya akan bertanya mengenai “Sungguh adakah Keselamatan diluar Tuhan Yesus/Gereja ” ?. Apakah pernyataan konsili Vatikan II mengenai hal itu sudah benar dan sesuai terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia ?. Karena kalau saya amati buah2 dari pemahaman pernyataan konsili vatikan II ini menjadi tidak baik yaitu banyak anak2 Tuhan yang sudah dibabtis meninggalkan gereja, karena mereka beranggapan dalam iman yang lainpun orang bisa selamat. Kalau kita menilik Sabda Tuhan sudah sangat jelas ” Akulah Jalan Kebenaran dan Hidup, tidak ada seorang pun sampai kepada Bapaku kalau tidak melalui Aku.”, “Kalau kamu percaya berikan dirimu dibabtis kalau tidak percaya akan dihukum”. Mohon jawaban karena saya masih bingung dengan hal ini, terima kasih. JBU.
Stefana
Jawaban:
Shalom Stefana,
Mengenai topik, “Adakah Keselamatan di luar Gereja Katolik” sekilas telah disinggung di dalam artikel Mengapa Kita Memilih Gereja Katolik, di bagian akhir artikel dengan sub-judul, Bagaimana dengan orang yang tidak mengenal Kristus atau umat yang sudah menjadi anggota gereja lain? Silakan membaca artikel tersebut. Namun untuk lebih jelasnya, topik ini akan ditulis lebih rinci di artikel terpisah.
Ya, betul, keselamatan hanya ada pada Yesus, Jalan, Kebenaran dan Hidup, dan tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa tanpa melalui Yesus (lih.Yoh 14:6). Namun, jangan lupa, bahwa Allah juga menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (1 Tim 2: 3-4). Jadi jika ada orang yang di luar Gereja Katolik dapat diselamatkan, itu hanya terjadi karena jasa Kristus yang telah wafat bagi semua orang. Dengan pengertian ini, maka benar jika dikatakan tidak ada keselamatan di luar Tuhan Yesus dan Gereja-Nya yang adalah Tubuh Kristus. Sebab keselamatan yang diberikan Allah kepada manusia, itu diberikannya melalui Kristus dan Gereja-Nya. Berikut ini adalah kutipan lengkap dari Katekismus Gereja Katolik 1260:
“Sebab karena Kristus telah wafat bagi semua orang, dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya satu, yakni bersifat ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua orang, untuk bergabung dengan cara yang diketahui oleh Allah dengan misteri Paska itu (GS 22). Setiap manusia yang tidak mengenal Injil Kristus dan GerejaNya, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pemahamannya akan hal itu, dapat diselamatkan. Orang dapat mengandaikan bahwa orang-orang semacam itu memang menginginkan Pembaptisan, seandainya mereka sadar akan perannya demi keselamatan.”
Jadi dalam hal ini, kalimat ‘tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya’ itu hanya berlaku bagi mereka yang belum dibaptis. Sedangkan bagi yang sudah dibaptis ataupun yang sudah mengerti bahwa Gereja Katolik adalah Sakramen Keselamatan yang telah direncanakan Allah, ketentuannya dapat kita baca pada Lumen Gentium 14,
“… andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.”
Jadi, hal ini sesuai dengan sabda Yesus, bahwa, “Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, daripadanya akan banyak dituntut “(Luk 12:48). Kita yang sudah diberi (lebih banyak) karunia iman di dalam Kristus (daripada mereka yang belum mengenal Yesus), dituntut untuk melakukan lebih banyak dan lebih baik, sesuai dengan yang telah diajarkan oleh iman itu kepada kita. Jika tidak, kita akan ‘menerima banyak pukulan’ (lih Luk 12:47). Namun orang yang tetap bertahan di dalam iman sampai kesudahannya akan selamat (lihat Mat 10:22, Mat 24:13).
Maka, jika seseorang yang sudah dibaptis Katolik betul-betul mempelajari dan mengenal imannya, sesungguhnya ia tidak mungkin pindah ataupun meninggalkan Gereja. Bahwa kenyataannya ada banyak orang pindah/ meninggalkan Gereja, mungkin memang disebabkan karena alasan-alasan tertentu. Namun dari yang saya ketahui, alasan tersebut banyak yang disebabkan karena ketidaktahuan/ kekurangan pengertian akan pengajaran Gereja Katolik yang adalah pengajaran Tuhan Yesus sendiri, atau karena alasan yang lebih bersifat praktis atau berhubungan dengan perasaan, misalnya karena pergaulan, senang dengan musik atau khotbah, atau mendapat kemudahan yang lain, seperti pekerjaan, dll.
Adalah tantangan bagi kita umat Katolik untuk mempelajari iman kita, agar kita dapat sungguh-sungguh mengenal iman kita ini dan mempraktekkannya (Silakan baca: Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan, terutama bagian 5). Dengan demikian, kita menjadi saksi iman yang hidup bagi orang-orang di sekitar kita dan dapat membawa mereka agar mempunyai keinginan untuk datang kepada Tuhan dan Gereja-Nya.
Semoga tulisan di atas menjawab pertanyaan Stefana.
Salam kasih dalam Ktristus Tuhan,
Ingrid Listiati- https://katolisitas.org
Shalom Katolisitas,
Kalau saya tidak salah berarti kenapa pihak Katolik mengeluarkan pernyataan bahwa hanya melalui Gereja Katolik ada keselamatan karena Gereja Katolik adalah mempelai Kristus yg langsung berasal dari Tuhan Yesus melalui Rasul Petrus dan merupakan misi kelanjutan akan keselamatan dari Tuhan Yesus dimana Rasul Petrus adalah perpanjangan tangan Tuhan Yesus Kristus yg di dukung oleh Roh Kudus dan memang benar bahwa Rasul Petrus benar2 seperti batu karang, imannya tidak goyah pada saat mau di salibkan malah Rasul Petrus meminta di salibkan terbalik karena tidak pantas apabila di salibkan seperti Tuhan Yesus.
Dan saya mau menanggapi email dari Katolisitas yg ini :
Jika Tuhan Yesus mengandaikan hubungan-Nya dengan Gereja sebagai hubungan
kasih antara mempelai pria dan mempelai wanita; dan Kristus juga
mengajarkan perkawinan adalah hanya untuk seorang pria dan seorang wanita, maka adalah layak bahwa Ia hanya mendirikan SATU Gereja (bukan banyak Gereja dengan bermacam ajaran yang berbeda. Sebab tak mungkin Kristus sebagai Mempelai pria mempunyai banyak mempelai wanita.
Tanggapan saya :
klo Gereja – Gereja Kristen Protestan yg adalah sebenarnya pecahan dari Gereja Katolik dan apabila benar2 mengikuti ajaran apa yg benar2 ada di Alkitab sebenarnya tidak ada yg namanya “bermacam ajaran yang berbeda” karena Alkitab adalah 1 dan ajarannya tidak mungkin pernah bisa berubah karena semuanya telah di genapi dan selesai Dan bisa di lihat juga buah yg di hasilkan dari Gereja tsb apakah baik atau tidak karena klo baik sudah pasti berasal dari Tuhan Yesus. Dan saya mau tanya apakah di Alkitab yg berbahasa latin ada tulisan Kata Ekklesia Katha Holos yang di Indonesiakan adalah Katolik (Jemaat)? Tetapi klo artinya adalah Jemaat sebenarnya tidak berarti harus Katolik tetapi seluruh jemaat yg mengikuti Alkitab dan balik lagi bisa di lihat bagaimana buahnya (kehidupan umatnya) dan berarti juga ada keselamatan di Gereja – Gereja di luar Katolik walaupun saya tidak pungkiri (hehehe bahasa saya dewasa amat nih)bahwa pada Gereja Katolik sudah pasti ada keselamatan karena Gereja Katolik berasal dari Tuhan Yesus langsung melalui Rasul Petrus. Dan saya mau menambahkan klo mau di lihat sebenarnya Gereja – Gereja Kristen Protestan berasal dari Gereja Katolik jadi sebenarnya Gereja – Gereja Kristen Protestan juga berasal dari Tuhan Yesus juga yaitu Gereja Kristen atau Gereja Kristus, karena yg memisahkan Gereja Kristen Protestan dari Gereja Katolik adalah Martin Luther dimana Martin Luther mengenal Kristus dari Gereja Katolik sebagai seorang Romo/Pastur Katolik juga yg lokasinya di Jerman dan Gereja Kristen Protestan yg di bangun juga atas nama Allah Trinitas (bukan atas nama pribadi Martin Luther jadi sebenarnya Martin Luther hanya meneruskan saja) dan bisa di lihat dari salah satu buah yg di hasilkan dari Gereja Kristen Protestan yg di berikan Tuhan Yesus adalah penerjemahan bahasa yg membuat penyebaran Firman dan kerajaan Allah dapat lebih mudah untuk di sebarkan.
Terima kasih
Shalom Anggi,
Menurut saya, diskusi akan berjalan dengan lebih baik, kalau Anda dapat mengerti terlebih dahulu tentang konsep keselamatan dalam Gereja Katolik. Anda dapat mulai membaca tentang EENS – silakan klik. Dengan observasi yang jujur, kita sebenarnya dapat melihat bahwa gereja-gereja yang hanya bersumber pada “Kitab Suci saja” akan tercerai berai. Kalau Anda mau mempelajari lebih dalam, silakan untuk melakukan riset, berapa banyak perpecahan gereja setelah zaman Martin Luther. Saran saya, cobalah untuk berfokus pada satu topik, entah tentang keselamatan atau tentang sola scriptura. Dan cobalah juga melihat arsip diskusi panjang yang telah dilakukan di sini – silakan klik. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Salam Kasih dan Persaudaraan untuk kita semua,
Membaca artikel ini “Adakah Keselamatan di luar Tuhan Yesus/Gereja “?, Kalau anda semua mengimani Yesus sebagai manusia biasa anda pasti tersesat karena kata “YESUS” (“ISA ALMASIH” bagi saudara kita yang Muslim) adalah ucapan dari malaikat Gabriel (malaikat “JIBRIL” bagi saudara kita yang Muslim) untuk dijadikan ungkapan agar dapat dibedakan antara “ALLAH PUTRA” dengan “ALLAH YANG MAHA PENCIPTA”, bahwa sesungguhnya ALLAH sudah memberi perintah kepadanya (Gabriel) untuk disampaikan kepada seorang wanita yang sudah disucikan (sudah dipersiapkan ALLAH untuk dijadikan media perantara). Dalam hal ini “KEMAHAAN ALLAH” terjadi melalui proses pemindahan wujud yang hanya dapat diejawantahkan secara iman oleh manusia yang beriman (Percaya Bahwa ALLAH MAHAKUASA), jadi percayalah bahwa Yesus adalah Allah dan Allah adalah Yesus yang Kristus. Nah sekarang tinggal diri kita masing-masing mau atau tidak menjalani perintah ALLAH dan ajaran-NYA dengan cara kita yang sudah terbentuk sejak jaman “Adam dan Hawa” sampai sekarang ini dengan tidak mengatakan bahwa “Agama A paling benar !, Agama B paling benar !, apalagi sampai ditambahi bumbu radikalisme yang tidak berperikemanusiaan dengan cara mendiskriminasikan agama lain sambil menghujat, membunuh, mencaci maki seperti “orang-orang farisi”.
Semoga ini dapat dijadikan bahan refleksi kita bersama, amin.
[dari katolisitas: karena artikel tersebut ditulis oleh seorang Katolik dalam perspektif iman Katolik, maka Yesus Kristus harus dimengerti dalam konteks iman Katolik – yang adalah Pribadi ke-2 dari Tritunggal Maha Kudus.]
Selama saya di Katolik belum pernah denger ayat bahwa Yesus berkata: “akulah tuhanmu maka sembahlah aku”
Yesus itu dinobatkan sbg tuhan oleh manusia bukan wahyu Allah, jgn salah mentafsir ayat. Dulu saya Katolik tp skrg masuk Islam krn udah ragu dgn Katolik, masa ayat kitab bisa berubah-ubah sesuai tahun terbit, udah gitu banyak ayat cerita yang sama tapi beda surat beda isinya ketahuan kan boongnya
[dari katolisitas: Silakan membaca dua link ini – silakan klik, dan klik ini, yang telah membahas semua yang anda tanyakan. Kalau anda mau membahas secara lebih mendalam, silakan untuk berfokus pada salah satu topik pembahasan. Terima kasih.]
Salam persaudaraan dan kasih menyertai anda yang “mantan katolik”
Apa yang anda komentari itu memang tidak ada, tetapi rupanya anda selama menjadi katolik belum pernah membaca kitab Injil Yohanes 14 : 1 – 14. Di dalam kitab tsb jelas sangat menguatkan iman kita yang kristen bahwa Yesus adalah Allah. 1.”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” dan 2. “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia”. dan 3.”Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa”. Dari 3 perikop ayat tersebut sudah tidak dapat dipungkiri secara iman bahwa Yesus adalah Allah dan Allah adalah Yesus. Bagaimana anda dapat mengatakan bahwa Yesus bukan Allah dan apakah anda masih belum percaya bahwa Allah Mahakuasa dan Mahasegalanya, …….. Percayalah !!!!!!!
saya meragukan bahwa anda benar mantan katolik. saya lebih senang anda jujur. dari nama yang anda pakai saya sudah meragukan. mengapa tidak pakai nama asli anda, tetapi malah pakai nama mantan katolik. saya dengan mudah memakai nama mantan islam, dan menulis yang tidak baik tentang islam. namun itu tdk saya lakukan karena saya mau jujur/genuine dan tidak ada gunanya menjelekkan agama lain. anda jujur atau tidak hanya Allah dan anda yang tahu.
Yesus menjawab mereka: “Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku,
tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku.
Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku,
dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.
( Yoh 10 : 25 – 28 )
Selamat malam katolisitas.org, saya ke sini meminta bantuan katolisitas.org menengahi perdebatan yang saya rasa hanya memecah belah mereka yang tergabung di facebook Gereja Katolik karena ada pernyataan :
http://www.facebook.com/gerejakatolik/posts/10150404150684638
Banyak yang berkata banyak jalan keselamatan menuju Surga, tetapi Gereja Katolik mengatakan hanya Gereja Katoliklah jalan yang menuju keselamatan itu, Gereja Katolik bagaikan Nuh yang menyelamatkan manusia dari banyak kesesatan dan penyimpangan…”
Dan pertanyaan saya apakah status yang ditulis pada wall gereja Katolik itu benar, karena saya rasa bukannya timbul sukacita dan kedamaian, melainkan buahnya pertikaian dan perdebatan,
Atas bantuan katolisitas.org saya ucapkan terima kasih banyak, Tuhan beserta kita, Amin
[dari katolisitas: Konsep keselamatan atau secara spesifik EENS adalah topik yang cukup sensitif dan sulit dipahami. Dan hanya mengatakan konsep ini tanpa penjelasan yang baik tidak akan membawa kebaikan. Oleh karena itu, silakan melihat arsip tentang keselamatan di sini – silakan klik. Bacalah beberap artikel yang terkait, dan baca juga ini – silakan klik dan klik ini. Semoga dapat membantu.]
Saya ingin memberikan contoh yg konkret, yaitu mengenai Mahatma Gandhi. Dikatakan bahwa ia terbuka kepada Injil dan menyukai sosok/pribadi Kristus dan ajaran/sabda-Nya, tetapi menolak untuk menjadi kristen hanya karena perilaku buruk orang-orang kristen yang ia lihat. Bagaimana tanggapan Pak Stef/Bu Inggrid? Menurut ajaran Gereja, apakah ia dapat diselamatkan karena ia telah melakukan banyak perbuatan kasih semasa hidupnya tetapi ia menolak untuk bergabung dengan Gereja?
Shalom Aloysius,
Prinsipnya, kita tidak pernah bisa menghakimi seseorang pasti masuk surga atau neraka hanya dengan melihat dari apa yang terlihat dari luar mengenai kehidupannya. Telah kita ketahui salah satu prinsip ajaran tentang keselamatan menurut Magisterum Gereja Katolik, yaitu, “… andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.” (Lumen Gentium 14, KGK 846). Namun di sini, kita tidak pernah dapat tahu dengan pasti akan tiga hal: 1) seberapa jauh Mahatma Gandhi benar- benar tahu bahwa Gereja Katolik itu merupakan upaya yang perlu untuk memperoleh keselamatan dari Allah melalui Kristus? 2) Seandainya ia sudah benar- benar tahu tetapi menolak, apakah sikap ini terus berlangsung dalam hati nuraninya sampai saat terakhir dalam hidupnya? 3) Apakah ia sungguh mempunyai iman yang adikodrati akan Allah dan ia mempunyai keinginan yang tulus untuk memasuki Gereja? Sebab tentang ketiga hal ini sesungguhnya hanya Tuhan yang mengetahuinya.
Jika ia tidak benar-benar tahu (walaupun kelihatannya sudah tahu) bahwa menjadi anggota Gereja dengan Baptisan itu perlu untuk keselamatan, maka ketentuan ini yang berlaku: “Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal. Penyelenggaraan ilahi juga tidak menolak memberi bantuan yang diperlukan untuk keselamatan kepada mereka, yang tanpa bersalah belum sampai kepada pengetahuan yang jelas tentang Allah, namun berkat rahmat ilahi berusaha menempuh hidup yang benar.” (Lumen Gentium 16, KGK 847)
Marilah kita tidak menghakimi orang lain akan apakah dia diselamatkan atau tidak, sebab pada akhirnya, Tuhanlah yang mengetahuinya. Adalah baik bagi kita untuk mengetahui syarat- syaratnya, bukan untuk menghakimi orang lain, tetapi pertama- tama untuk memimpin diri sendiri, agar terus bertumbuh di dalam pengetahuan dan penghayatan iman kita, supaya jangan sampai kita meninggalkan Kristus dan Gereja-Nya demi kepentingan pribadi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam,
Terima kasih Bu Inggrid. Memang hanya Tuhan yang mengenal hati dan iman setiap orang dan hanya Dialah juga yang berhak menghakimi setiap orang.
Saya jadi berpikir bahwa tidak semua orang dipanggil/dipilih(dalam artian menerima rahmat) menjadi Katolik(Kristen) atau menjadi anggota Gereja-Nya meskipun banyak orang telah membaca/mendengar Injil dan kesaksian dari orang-orang kudus Gereja, sama seperti dalam Perjanjian Lama bahwa tidak semua bangsa dipilih menjadi umat Allah melainkan hanya bangsa Israel. Menjadi Katolik/Kristen mutlak adalah rahmat Allah seperti tertulis:”Bukan kamu yang memilih Aku melainkan Aku yang memilih kamu(Yoh 15:16)”. Karena tidak semua orang menerima rahmat/karunia menjadi nabi, rasul dan Bunda Allah demikian juga tidak semua orang menerima rahmat menjadi Katolik/Kristen. Allah sendiri menurut kehendak-Nya telah memilih/menentukan sejak semula siapa saja yang menjadi umat-Nya seperti Ia sendiri telah memilih Israel sebagai umat-Nya dalam Perjanjian Lama dan Gereja-Nya dalam Perjanjian Baru.
Demikian juga dengan saya sendiri. Saya dilahirkan oleh orang tua Katolik, maka saya pun menjadi Katolik sejak bayi meskipun saya belum mengetahui kebenaran iman dan ajaran Katolik. Saya sangat bersyukur bahwa saya menerima rahmat panggilan menjadi Katolik padahal waktu dibaptis(bayi) saya belum membaca/mendegar tentang Injil bahkan saya tidak tahu siapa itu Yesus. Syukur kepada Allah, iman saya akan Yesus semakin tumbuh seiring dengan pengenalan akan Yesus.
Maka dengan konsep pemikirian di atas dan refleksi atas rahmat panggilan saya sendiri, saya berpandangan bahwa seseorang, meskipun ia telah mendengar/membaca Injil dan/atau mengetahui dengan benar upaya yang perlu untuk keselamatan, namun apabila ia tidak dipilih/ditentukan oleh Allah menjadi anggota Gereja Katolik, orang tersebut tidak akan menjadi anggota Gereja.
Mohon tanggapan dan koreksi dari Pak Stef/Bu Inggrid.
Terima kasih,
Salam
Shalom Aloysius,
Terima kasih atas tanggapanya. Memang iman adalah satu anugerah. Katekismus Gereja Katolik menegaskan “Iman adalah satu anugerah rahmat yang Allah berikan kepada manusia. Kita dapat kehilangan anugerah yang tak ternilai itu. Santo Paulus memperingatkan Timotius mengenai hal itu: “Hendaklah engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni. Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka” (1 Tim 1:18-19). Supaya dapat hidup dalam iman, dapat tumbuh dan dapat bertahan sampai akhir, kita harus memupuknya dengan Sabda Allah dan minta kepada Tuhan supaya menumbuhkan iman itu (Bdk. Mrk. 9:24; Luk 17:5; 22:32.). Ia harus “bekerja oleh kasih” (Gal 5:6) (Bdk. Yak 2:14-26.), ditopang oleh pengharapan (Bdk. Rm 15:13.) dan berakar dalam iman Gereja.” (KGK, 162) Memang tidak semua orang dilahirkan di dalam keluarga Katolik, atau tidak semua orang berada dalam lingkungan yang memungkinkan dia mengenal iman Katolik dengan benar. Namun, Tuhan yang melihat hati, sehingga hanya Dialah yang tahu benar-benar keadaan orang tersebut. (lih. Mzm 139:23). Pertanyaannya adalah sampai seberapa jauh orang yang tidak sampai kepada Gereja Katolik telah benar-benar mencari kebenaran dan menempatkan kebenaran itu di atas kepentingan pribadi, sampai seberapa jauh mereka menerapkan kasih dan mempunyai iman yang sungguh. Hanya Tuhan saja yang tahu. Silakan juga membaca konsep invincible ignorance dan culpable ignorance di sini – silakan klik. Semoga jawaban singkat ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
trims atas uraian diatas..membantu saya dalam memberi penjelasan kepada orang lain….We love Lord Jesus
[quote] Juga perlu diketahui, bahwa perbuatan kasih dan keinginan untuk selalu melakukan kehendak Tuhan sebenarnya secara tidak langsung berkaitan dengan Gereja Katolik, [unquote]
berbuat kasih dan berkendak baik tidak akan ada harganya bagi keselamatan ybs jika ia tidak dibaptis dalam gereja katolik karena at the end of the day [quote] ‘tidak ada keselamatan di luar Gereja Katolik’ [unquote]
terhadap non katolik yang berbuat baik pada kita -orang katolik- kita katakan : terima kasih banyak. Tuhan memakai engkau untuk memberikan yang baik pada ku – tetapi too bad engkau tidak akan Ia selamatkan – so thank you and good bye
betapa sia-sia hidup mereka
Shalom Skywalker,
Terima kasih atas tanggapannya. Silakan untuk membaca jawaban "Siapa saja yang dapat diselamatkan" (Silakan klik).
Dan terhadap umat non-Katolik yang berbuat baik kepada kita, maka itu adalah suatu tantangan bagi umat Katolik, agar dapat berbuat lebih baik, karena kita telah diberikan Roh Kudus yang memampukan kita untuk hidup dalam kasih. Dan kita berdoa agar kita diberikan kebijaksanaan untuk membagikan iman Katolik kita kepada mereka dengan cara yang baik, sehingga dapat terjadi diskusi yang terbuka dan baik. Urusan mengubah hati adalah urusan Tuhan, yang penting adalah kita menjalankan bagian kita, dan sisanya kita serahkan kepada Tuhan. Mungkin kita hanya menaburkan benih, dan orang lain yang akan menuai. Semoga ini dapat menjadi tantangan bagi kita semua – umat Katolik – untuk dapat membagikan iman Katolik kepada teman-teman di sekitar kita atas dasar kasih kepada Tuhan dan kasih terhadap sesama berdasarkan kasih kita kepada Tuhan.
Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Jika demikian alangkah egoisnya umat katolik, mau menerima kebaikan orang lain yg berbuat baik terhadap kita namun tidak mau memikirkan nasib mereka apalagi berusaha untuk menyelamatkan mereka.
Sungguh hal yang mengecewakan mendapatkan kepercayaan / pemikiran yang demikian ini,
bukankah Yesus terutama mengajarkan kasih yang menyelematkan ? Apakah umat katolik merasa diri paling benar ?
Shalom Anton,
Terima kasih atas tanggapannya anda. Saya tidak tahu secara persis komentar anda untuk menjawab komentar siapa. Kalau anda menjawab komentar dari skywalker yang mengatakan “terhadap non katolik yang berbuat baik pada kita -orang katolik- kita katakan : terima kasih banyak. Tuhan memakai engkau untuk memberikan yang baik pada ku – tetapi too bad engkau tidak akan Ia selamatkan – so thank you and good bye” maka ini bukanlah pandangan Gereja Katolik. Oleh karena itu, silakan membaca jawaban yang pernah saya berikan di sini – silakan klik.
Dengan demikian, komentar anda tidaklah valid dengan mengambil komentar dari skywalker (salah satu pembaca) dan mengklaim bahwa hal tersebut adalah pandangan Gereja Katolik. Memang Gereja Katolik mengatakan bahwa kepenuhan kebenaran ada di dalamnya, karena Kristus sendiri yang mendirikan Gereja Katolik, yang merupakan Tubuh Mistik-Nya. Hal ini dinyatakan dalam dokumen Vatikan II – Lumen Gentium, 8:
Dan inilah pandangan Gereja Katolik terhadap umat Kristen non-Katolik, yang dinyatakan dalam Lumen Gentium, 15.
Kalau anda mau, anda dapat membaca Lumen Gentium secara keseluruhan di sini – silakan klik, sehingga anda dapat memperoleh gambaran apa yang sebenarnya diajarkan oleh Gereja Katolik – bukan dari komentar orang lain, namun dari dokumen resmi Gereja Katolik. Setelah anda membaca dokumen tersebut, anda dapat memberikan komentar lebih lanjut dan kita dapat melanjutkan dialog. Anda juga dapat melihat arsip diskusi dengan Kristen non-Katolik di sini – silakan klik. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Dear Pengasuh,
Saya akan bertanya mengenai “Sungguh adakah Keselamatan diluar Tuhan Yesus/Gereja ” ?. Apakah pernyataan konsili Vatikan II mengenai hal itu sudah benar dan sesuai terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia ?. Karena kalau saya amati buah2 dari pemahaman pernyataan konsili vatikan II ini menjadi tidak baik yaitu banyak anak2 Tuhan yang sudah dibabtis meninggalkan gereja, karena mereka beranggapan dalam iman yang lainpun orang bisa selamat. Kalau kita menilik Sabda Tuhan sudah sangat jelas ” Akulah Jalan Kebenaran dan Hidup, tidak ada seorang pun sampai kepada Bapaku kalau tidak melalui Aku.”, “Kalau kamu percaya berikan dirimu dibabtis kalau tidak percaya akan dihukum”. Mohon jawaban karena saya masih bingung dengan hal ini, terima kasih. JBU.
Stefana
[Dari Admin: pertanyaan ini sudah dijawab oleh Ingrid di tulisan di atas]
Salam Kasih Dalam Kristus,
Mba Inggrid yang dikasihi Tuhan Yesus dan Bunda Maria, terima kasih jawabannya dan kutipan katekismus Gereja yang sudah di jelaskan kepada saya, Luar Biasa……, Puji Tuhan saya lebih mengerti dan tidak bingung lagi.
Berarti dalam memahami ajaran Gereja (terutama Katekismus Gereja Katholik 1260) tidak bisa dong dengan mengambil sebagian/sepenggal kata saja “Diluar Gereja ada Keselamatan”, karena artinya sudah berbeda dengan apa yang sudah tertulis lengkap. Kadang pernyataan itu justru datang dari orang-orang yang berpengaruh di dalam Gereja (pastor, dewan paroki, ketua wilayah atau lingkungan) sehingga kadang sepertinya mereka MENGAMINI Iman atau kepercayaan agama lainpun adalah Kebenaran dan Keselamatan. Seperti anda katakan orang2 yang seperti ini tidak/kurang mempelajari/memahami/mengenal benar2 iman Katholik mereka.
Pemahaman saya mengenai katekismus Gereja yang lengkap, berarti “Ada keselamatan bagi orang yang tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah (Yesus Kristus) sesuai dengan pemahamannya, dapat diandaikan bahwa orang2 semacam itu memang menginginkan Pembaptisan “, ini berarti berlaku hanya untuk orang2 yang sudah meninggal dalam Baptis Rindu dan Baptis Darah, tetapi tentu TIDAK berlaku bagi orang2 yang dalam hidupnya selalu berbuat baik, tetapi dengan sadar dia menolak Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat serta menolak ajaranNya atau Menutup Hati bagi Tuhan Yesus.
Semoga pemahaman saya ini benar, sekali lagi terima kasih, JBU.
Salam
Stefana
Shalom Stefana,
Ya benar, bahwa kita harus membaca KGK 1260 secara keseluruhan. Dengan demikian kita mengetahui bahwa keselamatan diberikan dalam nama Yesus melalui GerejaNya. Namun, kita juga percaya bahwa karena Allah menghendaki semua orang diselamatkan (1 Tim 2:4) Maka, kita percaya juga bahwa Tuhan sudah menanamkan di dalam hati semua orang suatu hasrat untuk mencari kebenaran. Jadi, jika bukan karena kesalahannya sendiri, dia tidak sampai mengenal Kristus dan GerejaNya, namun dia selalu hidup baik, mencari dan melakukan kehendak Tuhan dengan perbuatan kasih, berdasarkan iman dan pengharapannya, dan ia juga memiliki pertobatan yang sungguh, maka ia-pun dapat diselamatkan. Hal ini kita ketahui dari pengajaran Gereja, khususnya Lumen Gentium 16 dan KGK 1260. Jangan kita lupa firman Tuhan sendiri yang mengatakan “setiap orang yang mengasihi lahir dari Allah dan mengenal Allah” (1Yoh 4:7). Mungkin berdasarkan pengertian sedemikian maka ada pastor/ pemuka umat mengatakan “di luar Gereja ada keselamatan”. Namun kita perlu menyadari bahwa pernyataan tersebut belum lengkap. Sebab yang dapat diselamatkan di dalam konteks ini adalah orang yang benar-benar tidak tahu, dan yang bukan karena kesalahan sendiri, tidak mengenal Yesus dan Gereja-Nya, misalnya mereka yang di pedalaman China yang tidak tersentuh oleh para misionaris, atau mereka yang secara ketat dibesarkan di lingkungan Yahudi, atau di lingkungan Islam. Nah, sejauh mana mereka benar-benar tidak tahu itu sungguh-sungguh hanya Tuhan yang tahu, maka kita sebaiknya tidak berspekulasi dalam hal ini. Juga perlu diketahui, bahwa perbuatan kasih dan keinginan untuk selalu melakukan kehendak Tuhan sebenarnya secara tidak langsung berkaitan dengan Gereja Katolik, dalam hal ini dengan sakramen Baptis, (Baptism of desire/ Baptis rindu) sebab jika orang-orang ini akhirnya mengetahui bahwa Tuhan menginginkan mereka untuk dibaptis agar mereka dapat selamat, mereka akan mau dibaptis, untuk lebih lagi mengambil bagian dalam hidup Ilahi, yang adalah Kasih.
Mungkin ada baiknya kita melihat ilustrasi berikut, yang memang tidak bisa menggambarkan secara persis, namun dapat membantu kita memahami hal ini: Dalam perziarahan kita di dunia menuju surga, semua orang sesungguhnya telah diberikan ‘peta’. Sebagai orang Katolik, kita mengimani bahwa peta yang kita pegang adalah peta yang lengkap, yaitu iman kepada Kristus melalui Gereja Katolik. Kita yakin dan percaya, seperti yang dinyatakan oleh Tuhan sendiri, bahwa dengan ‘peta’ tersebut, kita akan sampai ke surga. (Silakan baca seluruhrangkaian artikel Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan, bagian 1-5). Nah, banyak orang tidak memiliki peta yang lengkap dan jelas seperti yang kita pegang. Bukannya tidak mungkin mereka akhirnya sampai juga. Tetapi tentu saja tidak semua orang yang demikian sampai ke tujuan. Mereka dapat saja kesasar, dan akhirnya tidak ‘nyampe’. Ilustrasi ini memang sangat disederhanakan, tetapi maksudnya adalah, dengan memegang peta yang tidak lengkap, seseorang mempunyai resiko tidak ’sampai’ ke tujuan Hal ini yang kurang lebih disampaikan oleh surat Paus Pius XII yang memperjelas pernyataan yang dibuatnya tentang ‘tidak ada keselamatan di luar Gereja Katolik’ (‘extram ecclesiam nulla salus’ yang dinyatakan dalam surat ensiklik, Mystici corporis Christi, 29 Juni 1943)
Surat penjelasan dari Kongregasi Kepausan (THE SACRED CONGREGATION OF THE HOLY OFFICE) tertanggal 8 Agustus 1949, merupakan surat penjelasan, sekaligus peringatan kepada seorang Pastor di Boston Amerika Serikat yang salah menginterpretasikan ajaran tersebut. Surat ini ditujukan kepada Uskup setempat, yaitu Richard. J Cushing, yang kemudian mendukung isi surat penjelasan tersebut. Surat tersebut dibuat berkaitan dengan Fr. Leonard Feeney yang melalui St. Benedict center dan Boston College, mengajarkan dengan ekstrim bahwa tidak ada keselamatan di luar Gereja Katolik.
Berikut ini adalah beberapa kutipan surat Kongregasi Kepausan tersebut:
“In His infinite mercy God has willed that the effects, necessary for one to be saved, of those helps to salvation which are directed toward man’s final end, not by intrinsic necessity, but only by divine institution, can also be obtained in certain circumstances when those helps are used only in desire and longing. This we see clearly stated in the Sacred Council of Trent, both in reference to the sacrament of regeneration and in reference to the sacrament of penance (<Denzinger>, nn. 797, 807). The same in its own degree must be asserted of the Church, in as far as she is the general help to salvation. Therefore, that one may obtain eternal salvation, it is not always required that he be incorporated into the Church actually as a member, but it is necessary that at least he be united to her by desire and longing.”
Terjemahannya adalah sebagai berikut:
“Namun, di dalam belas kasihan-Nya yang tak terbatas, Tuhan berkehendak bahwa efek-efek yang diperlukan agar seseorang dapat diselamatkan, yang adalah bantuan untuk mengarahkan seseorang kepada keselamatan yang menjadi tujuan hidupnya, tidak dengan keharusan yang mutlak, namun dengan institusi ilahi, dapat juga diperoleh di dalam keadaan- keadaan tertentu di mana bentuan tersebut digunakan hanya melalui keinginan dan kerinduan. Hai ini jelas diajarkan di dalam Konsili Trente, berkaitan dengan sakramen Pembaptisan dan Pengakuan dosa. Demikianlah dengan derajat yang sama, harus diajarkan bahwa Gereja adalah bantuan umum untuk keselamatan. Maka, bahwa untuk dapat mencapai keselamatan, seseorang tidak harus tergabung di dalam Gereja sebagai anggota secara nyata, tetapi setidak-tidaknya, tergabung dengannya (Gereja) melalui keinginan dan kerinduan.”
Selanjutnya Paus mengatakan, bahwa orang-orang tersebut, yang tergabung dengan Gereja lewat keinginan dan kerinduan, bukannya tidak mungkin dapat selamat, namun mereka ada di dalam keadaan ’di mana mereka tidak dapat memastikan hal keselamatan mereka’ sebab mereka tetap tidak dapat menerima banyak karunia surgawi dan bantuan-bantuan yang hanya dapat diberikan melalui/ di dalam Gereja Katolik. (..they are in a condition “in which they cannot be sure of their salvation” since “they still remain deprived of those many heavenly gifts and helps which can only be enjoyed in the Catholic Church” (AAS, 1. c., p. 243).
Paus juga mengatakan tidak cukup bahwa seseorang hanya berkeinginan bergabung dengan Gereja, untuk dapat diselamatkan. Orang itu juga harus melakukan perbuatan-perbuatan kasih, yang didasari oleh ‘supernatural faith’/ iman kepada Tuhan.
Untuk selengkapnya, surat ini dapat dibaca di link: http://www.ewtn.com/library/CURIA/CDFFEENY.HTM
Semoga dengan penjelasan di atas ini, kita dapat mendapat pengertian yang benar tentang “tidak ada keselamatan di luar Gereja Katolik”.
Salam kasih dari https://katolisitas.org
Ingrid Listiati.
Dear Katolisitas
Terima kasih atas segala pengajaran katekese di website ini, sungguh telah membukakan cakrawala iman Katolik saya dalam mendalami dan mempelajari buku Katekismus Gereja Katolik.
Dalam kesempatan ini aku hendak bertanya perihal “Gereja Anonim” dalam kaitannya dengan “kemungkinan keselamatan di luar Gereja fisik di dunia.” Pada pertanyaan yang lalu telah aku cantumkan beberapa kutipan dari para Bapa Gereja perihal “Extra Ecclesiam Nulla Salus” dan dari jawaban komentar pada artikel; https://katolisitas.org/adakah-keselamatan-di-luar-tuhan-yesus-gereja-katolik/comment-page-1/#comment-239 , sama sekali tidak bertentangan dengan adanya kemungkinan bagi yang tidak mengenal Kristus dan GerejaNya untuk diselamatkan asalkan adanya prinsip “ketidaktahuan yang tidak dapat diatasi”/”Invincible Ignorance”. Dari percakapan dengan seorang romo dan teman yang juga belajar iman Katolik, aku mendapatkan adanya istilah “Gereja Anonim”, yaitu sekumpulan orang yang dengan tulus dan rendah hati mencari kebenaran, hidup seturut perintah Allah, menjalankan hukum kasih, namun belum mengenal Allah atau Kristus atau Gereja secara fisik eksistensial, atau mungkin bisa aku sebut sebagai “mereka yang mengalami baptis rindu.” Kita tentu percaya bahwa kedalaman hati nurani seseorang hanya Allah saja yang mengetahuinya, dan kita tidak dapat berspekulasi dalam hal ini. Yang menggelitik aku untuk bertanya adalah,
1. Bagaimanakah dengan mereka, yang dalam beberapa pemahaman dalam agama lain, secara jelas menyangkal wafat dan kebangkitan Kristus? Bahkan tercantum dalam kitab sucinya?
2. Dan ketika hidup berdampingan dengan anggota Gereja eksistensial yang terus menerus tanpa henti beriman dan mewartakan misteri sengsara, wafat dan bangkit, justru secara terang-terangan menentang dan bahkan melanggar hakikat kodrati manusia menjalankan peribadatan sesuai agamanya? Atau dengan kata lain, menolak segala macam bentuk pewartaan Gereja.
3. Bagaimana menjelaskan sikap-sikap intoleransi yang juga jelas bermanifestasi dari ajaran agama mereka? Seperti membakar tempat peribadatan, melarang mengucapkan “selamat hari raya” kepada yang berkeyakinan berbeda?
4. Akankah mereka yang menolak pewartaan tersebut, yang juga hidup berdampingan dengan Gereja eksistensial dapat dikategorikan sebagai “Invincible Ignorance”? Yang mana dengan demikian memiliki kemungkinan untuk diselamatkan? Mungkin memang jawaban atas pertanyaan ini kembali kepada konsep “Baptis Kerinduan” dan “Invincible Ignorance”, jika dalam sekian per seribu detik menjelang ajal mengalami suatu pertobatan dan kerinduan yang dalam akan kasih, menyadari dan menyesali segala perbuatannya, ia pun masih bisa diselamatkan. Sekali lagi, hanya Tuhan yang tahu. Tetapi, dalam rangka kehidupan mereka di dunia, apakah hal ini dapat dibenarkan sebagai mereka yang memiliki kemungkinan untuk diselamatkan?
Pertanyaanku yang lain lagi adalah,
5. Bagaimana dengan mereka yang terdoktrin untuk membunuh demi membela agamanya, lalu membunuh membabi-buta atas nama tuhannya? Apakah mungkin mereka sungguh tidak tahu bahwa membunuh sesamanya manusia adalah salah dan merupakan larangan dari Allah? Memang dalam hal membunuh untuk membela diri dalam batasan tertentu masihlah mendapat beberapa pembenaran dari segi kesusilaan. Tetapi apakah hal tersebut yaitu membolehkan membunuh sesama atas nama agama dan tuhannya dapat dibenarkan sekalipun pelaku tersebut “tidak tahu” karena doktrin ketat yang mereka peroleh semenjak kecil? Apakah mereka dapat dibenarkan untuk digolongkan sebagai “Invincible Ignorant”?
6. Menanggapi kisah yang dituliskan oleh Sdri.Stefana di atas, aku pun mendapati adanya buku-buku pelajaran agama Katolik yang secara jelas menuliskan; “paham Extra Ecclesiam Nulla Salus telah ditinggalkan.” Aku rasa tulisan ini sungguh tidak tepat untuk diajarkan walau dengan bagaimanapun cara menjelaskannya, karena berupa sintesa kesimpulan yang menentang ajaran semula dan melalui proses yang kurang tepat pula, bukan pertumbuhan alami pemahaman. Lumen Gentium 14 mensyaratkan adanya “Invincible Ignorance” sebagai syarat kemungkinan keselamatan bagi mereka yang belum atau tidak mengenal Kristus melalui Gereja Katolik. Juga dinyatakan di dalam dokumen Nostra Aetate art.1,
“…Gereja katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, Tetapi tidak jarang toh MEMANTULKAN sinar kebenaran, yang menerangi semua orang. ….” (NA 1)
Jika kita memerhatikan, “memantulkan”, ia bukanlah “sumber cahaya kebenaran”, ia hanyalah “memantulkan” apa yang sudah ada dan terpancar. Aku berpendapat, Gereja mengakui adanya kebenaran di luar Gereja, karena kodrat manusia yang sekalipun rusak sebagian akibat dosa asal, masih menyimpan kerinduan akan persatuan kembali dengan Allah yang membimbing manusia tersebut menuju terang kebenaran, maka memang ada nilai-nilai kebenaran untuk menuntun mereka menuju terang kebenaran sejati yaitu Kristus melalui GerejaNya. Hanya saja, kebenaran di luar Gereja tersebut tidaklah sempurna, sehingga tertulis pula dalam Lumen Gentium art.16;
“..Tetapi sering orang-orang, karena ditipu oleh si Jahat, jatuh ke dalam pikiran-pikiran yang sesat, yang mengubah kebenaran Allah menjadi dusta, dengan lebih mengabdi kepada ciptaan daripada Sang Pencipta (lih. Rom 1:21 dan 25)… “ (LG 16)
Jadi, “kebenaran” yang terkandung dalam agama-agama di luar Gereja, TIDAK bisa diidentikkan dengan “keselamatan” yang memang adalah murni rahmat Allah, diberikan kepada manusia melalui karya penebusan dosa oleh Kristus dengan kerja sama manusia, dan sakramen-sakramen dalam Gereja. Namun “kebenaran-kebenaran” tersebut akan mengantar manusia di luar Gereja kepada Gereja, sumber terang kebenaran sejati yang langsung dari Allah.
Konsekuensi yang ditimbulkan jika ada ajaran yang menyatakan; “Extra Ecclesiam Nulla Salus telah ditinggalkan”, yaitu melahirkan sikap ignorance, indifferentisme, ekumenisme yang salah, penyangkalan kesaksian Bapa Gereja, hingga, kematian sia-sia para martir dan misionaris.
Bagaimana menurut pendapat Katolisitas?
Terima kasih dan maju terus Katolisitas, dominus vobiscum…
Julius Paulo
Shalom Julius Paulo,
Memang terdapat banyak hal yang tidak dapat kita ketahui secara persis dalam hal mereka yang mempunyai “invincible ignorance” akan kabar keselamatan Kristus dan Gereja-Nya. Justru karena banyak hal yang tidak dapat kita ketahui secara penuh inilah, maka Gereja Katolik tidak pernah menganjurkan kita untuk berspekulasi mengenai hal ini dan kemudian mengumumkan “hasilnya” bahwa ‘si ini dan si itu’ pasti tidak diselamatkan/ masuk neraka, karena tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya.
Sebaliknya, istilah “Anonymous Christianity” seperti yang diajarkan oleh Karl Rahner (bahwa seseorang yang belum pernah mendengar tentang Kristus dan bahkan menolak Kristus dapat diselamatkan melalui Kristus) sebaiknya tidak digunakan, sebab yang diajarkan oleh Gereja adalah kondisi “invincible ignorance“. Sebab, dari pengertiannya, invincible ignorance ini mensyaratkan seseorang benar-benar tidak dapat tahu, sedangkan kalau seseorang itu dapat tahu, ia sesungguhnya tidak lagi dapat dikatakan sebagai invincibly ignorant.
1 & 2. Agama lain memang ada yang menyangkal wafat dan kebangkitan Yesus, dan jika seseorang dibesarkan dan dididik dengan pengetahuan yang demikian, tentu sedikit banyak akan mempengaruhi cara pikir dan hati nuraninya tentang ajaran Kristiani. Jika ia dibesarkan di lingkungan yang begitu ketat, sehingga tidak dapat mengenal kebenaran ajaran Kristiani, maka memang seumur hidupnya ada kemungkinan ia tidak dapat melihat kepenuhan kebenaran yang diajarkan Kristus. Dalam hal ini memang hanya Tuhan yang tahu, apakah orang itu sudah sungguh-sungguh mencari Tuhan, dan dalam kapasitasnya melakukan segala cara untuk melakukan kehendak-Nya namun gagal untuk mengetahui kebenaran dalam Kristus (sehingga ketidaktahuannya dapat termasuk kategori “invicible ignorance“.
Jadi pada akhirnya, Tuhan sendiri yang dapat menilai hati mereka, apakah mereka sudah cukup terbuka untuk memeriksa batin dan pengajaran agama mereka sendiri, dan inilah sebenarnya yang menjadi ajakan dari pengajaran Bapa Paus Benediktus XVI pada saat memberikan kuliah di Regensburg, Sept 12 2006, yang sempat mengundang reaksi keras dari berbagai pihak non- Katolik/ non-Kristen. Padahal sebenarnya maksud Paus hanya sederhana saja, bahwa setiap umat beriman sebenarnya harus dengan jujur merenungkan ajaran agamanya, apakah ada kontradiksi di dalamnya, karena sebenarnya Kebenaran itu tidak membawa kontradiksi. Misalnya di bagian tertentu dikatakan, “Tidak ada pemaksaan di dalam agama”, namun di bagian lain, “Sebarkan iman melalui kekerasan”. Hal inilah yang harus direnungkan bersama, yaitu keselarasan antara iman dan akal budi, sebab tidak mungkin Allah memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan akal budi.
3. Jika seseorang sudah dapat melihat bahwa Allah tidak pernah memerintahkan segala sesuatunya bertentangan dengan akal sehat, baru seseorang dapat melihat bahwa membakar tempat ibadah, dst sebenarnya bukan hal yang dapat dibenarkan, karena bertentangan dengan perintah Allah yang tertulis di dalam setiap hati manusia sebagai hukum kodrat, yaitu kita tidak boleh membunuh. Pelarangan mengucapkan ‘selamat hari raya’ memang mungkin ada, yang semuanya terpulang pada bagaimana mereka dididik dalam agama mereka; yang seolah mengatakan demikian itu adalah dosa, sehingga mereka tidak melakukannya. Namun ini tentu bobotnya tidak sama dengan ‘membakar tempat ibadah’, sebab untuk hal yang kedua ini, sesungguhnya orang yang menggunakan akal sehatnya, dapat mengetahui bahwa perbuatan ini salah.
4. Apakah seseorang selalu menentang Gereja dapat dikatakan “invincible ignorance“?
Untuk hal ini, kita dapat melihat contoh nyatanya dalam pribadi Rasul Paulus. Sebelum menjadi murid Kristus, ia banyak menganiaya dan membunuh orang-orang Kristen, sebab ia berpikir hal itulah yang dikehendaki Allah (Kis 22: 3). Namun kita mengetahui bahwa Kristus menyatakan diri-Nya di perjalanan Paulus ke Damsyik, sehingga ia bertobat (lih. Kis 9:3-. 22: 6-). Dengan melihat kisah Rasul Paulus ini, memang kita tidak dapat menghakimi sesama kita yang melakukan hal yang serupa dengan yang dilakukan oleh Paulus ini sebelum pertobatannya. Singkatnya, kita tidak pernah mengetahui tentang karya Allah dalam diri mereka yang menentang Kristus, sebab dapat saja terjadi mereka mengalami pengalaman seperti Rasul Paulus itu, sebelum mereka wafat. Dan jika mereka sungguh bertobat, seperti halnya Rasul Paulus, maka Tuhan Yesus tetap dapat mengampuni mereka, seperti Ia mengampuni Paulus dan penjahat yang disalibkan bersama-sama dengan-Nya.
Namun memang masalahnya, tidak semua orang bertobat sebelum wafatnya. Ada juga orang- orang yang seperti Yudas, yang memilih untuk mengkhianati Dia, tidak bertobat dan memilih untuk mengakhiri hidupnya dalam ‘permusuhan’ dengan Tuhan. Orang semacam ini tidak dapat dikatagorikan sebagai invincibly ignorant. Yesus mengatakan tentang ini demikian, “…. tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” (Mat 26:24, Mrk 14:21)
Jadi, di sini lebih baik kita tidak berspekulasi apakah orang- orang tertentu sempat bertobat atau tidak sebelum wafatnya, sebab memang kita tidak dapat mengetahui secara persis, dan karenanya tidak ada gunanya menduga- duga, apalagi menghakimi. Biarlah Tuhan sendiri yang memutuskan dalam hal ini.
5. Pertanyaan anda ini sungguh sulit dijawab, sebab kembali lagi, kita tidak dapat sepenuhnya memahami keadaan yang sesungguhnya dari mereka yang diindoktrinasi tersebut. Yang mungkin lebih besar tanggungjawabnya adalah mereka yang meng-indoktrinasi, terutama jika mereka sesungguhnya memiliki akal budi yang cukup untuk mempelajari ajaran agamanya, dan merenungkan ajaran kasih dan perdamaian yang pasti ada dalam setiap agama; dan bagaimana mereka memenuhi ajaran ini, jika mereka malah memilih tindakan yang berlawanan dengan kasih dan perdamaian ini.
Di sinilah peran para misionaris dan pewarta iman Kristiani untuk menyampaikan ajaran Kristus; dengan harapan, agar mereka yang belum mengenal Kristus dapat melihat kepenuhan kebenaran di dalam Kristus melalui pewartaan mereka. Sebenarnya, kitapun mempunyai tugas yang serupa di lingkungan kita masing-masing, walau dengan derajat yang berbeda. Semoga dengan hidup sesuai dengan iman kita, kita dapat membawa terang Kristus kepada mereka yang belum mengenal Kristus, sehingga mereka dapat memperoleh gambaran yang lebih baik akan ajaran Kristiani. Selebihnya kita serahkan kepada Roh Kudus untuk menggerakkan hati mereka untuk bekerjasama dengan rahmat Tuhan yang menyapa dalam hati nurani mereka.
6. Ya, EENS ini harus dimengerti dalam konteks pengajaran yang disampaikan oleh Gereja Katolik, seperti yang sudah pernah kami sampaikan di artikel di atas, atau juga penjelasan dari Vatikan terhadap kasus Fr. Feeny yang pernah kami tuliskan di sini, silakan klik.
Dengan pemahaman yang lebih menyeluruh tentang EENS ini, kita dipanggil untuk tidak acuh tak acuh terhadap misi evangelisasi yang selamanya melekat pada setiap anggota Gereja. Kita harus menyebarkan Kabar Gembira Kristus sampai ke ujung bumi. Dan semoga Tuhan menyertai kita semua, seperti yang dijanjikan-Nya, sampai akhir jaman.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org.
Comments are closed.