Pendahuluan

Ketika saya tinggal di Amerika, saya mempunyai kesempatan berkunjung ke Rocky Mountains, pegunungan yang menjulang sepanjang 4,800 km, dari British Columbia di Kanada sampai ke New Mexico di Amerika. Sungguh pemandangan yang begitu indah dan mengesankan. Tanah, sungai, bunga-bunga, rumput, pohon-pohon dari yang kecil sampai yang besar seolah-olah memuji Tuhan dan semuanya mencerminkan keagungan Pencipta mereka. Keriangan ini ditambah dengan keindahan begitu banyak binatang liar, seperti elk (sejenis rusa yang besar) yang berdiri dengan gagah, binatang menyusui yang lain berlari dengan leluasa dan burung-burung serta kupu-kupu yang terbang dengan bebas seolah-olah semuanya ingin memuji Tuhan. Dalam keindahan ini, saya memuji Tuhan akan kebesaran karya ciptaan-Nya, dan pada saat yang bersamaan menyadari keberadaan saya yang diciptakan oleh Tuhan untuk dapat memuliakan-Nya dengan cara yang berbeda. Semuanya, dari batu-batuan, bukit dan lembah, tumbuhan, binatang dan manusia diciptakan oleh Tuhan, dengan derajat kesempurnaan yang berbeda-beda, sehingga masing-masing dapat memberikan kemuliaan bagi nama Tuhan. Namun, manusia menempati suatu tempat yang istimewa, yang membedakannya dengan tumbuhan dan binatang, sehingga pemazmur mengatakan “apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” (Mzm 8:4).

Manusia sebagai ‘hewan’ yang rasional (rational animal)

Mari kita mencoba menganalisanya dari definisi manusia. Bagi yang belum pernah mendengar tentang definisi manusia menurut filosofi, mungkin akan kaget kalau manusia didefinisikan sebagai “binatang yang rasional atau berakal budi”. Definisi ini adalah berdasarkan akan pembagian “genus” dan “specific difference“. Genus mengindikasikan hakekat dari sesuatu dalam lingkup yang cukup luas, sedangkan specific difference merujuk kepada pengkategorian yang lebih spesifik. Sebagai contoh, binatang adalah genus dan kemudian dibagi menjadi specific difference, seperti: binatang melata, binatang menyusui, dll. Dalam bukunya “An introduction to the Categories of Aristotle“, filsuf Yunani, Porphyry, menjabarkan pembagian berdasarkan genus dari hakekat (substansi), sehingga menghasilkan manusia sebagai binatang yang berakal budi. Berikut ini adalah pembagiannya:

substansi —> non-material (spiritual)

—> material —> mati (mineral)

—> hidup —> bukan hewan (non-sentient) / tumbuhan

—> hewan (sentient) —> tidak berakal budi

—> berakal budi (manusia)

Dari penjabaran di atas, maka kita dapat melihat bahwa manusia adalah termasuk dalam kategori material (karena mempunyai tubuh) yang hidup  dan termasuk dalam kategori sentient (hewan) yang berakal budi, yang merupakan satu spesies, yang lengkap dan tidak dapat dibagi lagi. Kita tidak perlu untuk merasa tersinggung dengan pembagian ini, yang seolah-olah manusia disejajarkan dengan binatang. Pada saat Alkitab mengatakan bahwa kita diciptakan menurut gambaran Allah (lih. Kej 1:26), maka ini mengacu kepada akal budi yang dipunyai oleh manusia. Oleh karena itu, orang yang tidak menggunakan akal budi sebagaimana mestinya, maka orang tersebut berlaku sebagaimana layaknya hewan. Orang yang menggunakan seksualitas hanya berdasarkan nafsu semata tanpa adanya kasih, merendahkan dirinya sendiri pada tingkat hewan. Orang yang serakah, yang tidak mau  mengingat dan membagi pada sesama yang membutuhkan menjadi tidak berbeda dengan hewan. Orang yang hanya memikirkan kesenangan lahiriah belaka, tanpa memikirkan sesuatu yang bersifat spiritual, tidak mempunyai perbedaan dengan hewan yang tidak mempunyai rasio atau akal budi.

Rasionalitas inilah yang membedakan manusia dengan binatang, karena dengan rasionalitasnya, manusia mempunyai kemampuan 1) untuk membentuk konsep yang universal, 2) untuk membuat pertimbangan dengan menggabungkan (atau membagi) konsep, dan 3) menggabungkan beberapa pertimbangan dalam suatu logika yang berhubungan satu sama lain atau silogisme (syllogism), sehingga dapat menghasilkan pertimbangan yang baru, yang dinamakan kesimpulan. Kita melihat bagaimana anak kecil yang dapat mengatakan beberapa boneka yang menyerupai anjing sebagai boneka anjing, walaupun bentuk, warna, besar dari mainan tersebut berbeda, karena dia dapat menangkap esensi atau universality dari sesuatu, dalam hal ini, anjing. Kita juga melihat bahwa orang berkecimpung di dalam dunia bisnis dapat menganalisa, membuat sintesis dari beberapa kenyataan, sehingga dapat mengambil kesimpulan dengan baik. Dan kemampuan silogisme dari manusia ditunjukkan dalam setiap proses berfikir setiap hari, seperti: 1) Semua pengajaran Gereja Katolik adalah benar, 2) Baptisan penting untuk keselamatan adalah pengajaran Gereja Katolik, 3) kesimpulannya adalah Baptisan penting untuk keselamatan adalah benar. Hanya manusia yang mempunyai semua kemampuan ini, dan tentu saja, kita dapat menambahkan malaikat dengan derajat yang lebih sempurna dan Tuhan dalam derajat yang paling sempurna.

Tentang kodrat dari hidup

Kalau kita ingin membandingkan antara semua mahluk hidup: tumbuhan, binatang dan manusia, maka kita harus mulai dari definisi kata “hidup“. Secara prinsip, hidup (life) merupakan suatu kapasitas untuk dapat bergerak sendiri. St. Thomas mengikuti jejak dari Aristoteles mengatakan bahwa segala sesuatu dikatakan hidup karena mereka bergerak sendiri oleh semacam gerakan, ((St. Thomas Aquinas, ST, I, 1.18, a.1)) dan gerakan ini adalah dari dalam diri sendiri dan bukan dari faktor luar. Di dalam dunia materi, kehidupan ditandai oleh suatu gerakan dari dalam, yang menghasilkan suatu pertumbuhan. Dan pergerakan ini dimungkinkan karena adanya beberapa bagian atau organ yang saling berhubungan, sehingga terjadi suatu gerakan maupun pertumbuhan. Yang perlu ditekankan di sini adalah pergerakan (movement) tidak hanya diartikan secara sempit – perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain – namun juga dalam arti luas, yaitu suatu operasi yang datang dari dalam. Jadi dalam hal ini, sesuatu disebut hidup kalau mempunyai operasi yang disebabkan oleh sesuatu dari dalam. Mainan tidak dapat disebut benda hidup, karena pergerakannya dikarenakan faktor luar, seperti baterai. Sebaliknya, tumbuhan adalah mahluk hidup karena dapat bertumbuh sendiri karena suatu pergerakan dari dalam.

Prinsip dari operasi dalam kehidupan ini  dimanifestasikan sebagai 1) nutrisi (nutrition), 2) pertumbuhan (growth), 3) reproduksi (reproduction), 4) daya gerak (locomotive), 5) pengetahuan rasional (rational knowlege), 6) keinginan (desire) yang disebabkan oleh pengetahuan perasa (sense knowledge / sense appetite) atau pengetahuan rasional (rational knowledge) . Prinsip dari semua pergerakan (dari dalam) dan semua manifestasi di atas disebut jiwa. Oleh karena itu, jiwa adalah prinsip utama dari hidup, dimana tanpa jiwa tidak ada kehidupan.

Tingkatan kehidupan berdasarkan pergerakan

Mari sekarang kita melihat tingkatan dari hidup. Kita melihat di sekitar kita, bahwa ada suatu hirarki atau tingkatan kehidupan, dari tumbuhan, binatang, manusia, malaikat. Masing-masing mempunyai tingkat kesempurnaan, yang terletak pada derajat partisipasi dalam kesempurnaan Allah. Tingkat kesempurnaan ini dibagi tiga, yang terdiri dari tumbuhan, binatang dan binatang rasional, dan tentu saja ada malaikat dan Allah sendiri.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa hidup ditandai oleh pergerakan. Semakin pergerakan tersebut sempurna, maka tingkat hidup mereka akan semakin sempurna. Tingkat yang paling bawah berdasarkan kategori ini adalah tumbuhan. Mereka bergerak sendiri berdasarkan operasi tumbuhan (vegetative operation), seperti: mengambil makanan (nutritive), pertumbuhan, reproduksi. Namun, pergerakan mereka hanyalah mengikuti apa yang telah diberikan Tuhan di dalam kodrat mereka sebagai tanaman. Bunga mawar tidak dapat berlari untuk menghindari kucing yang akan merusak keindahan bunganya.

Tingkat yang lebih tinggi dari tumbuhan adalah binatang, karena mereka mempunyai semua yang dimiliki tumbuhan ditambah dengan sense knowledge atau mungkin dapat diterjemahkan sebagai pengetahuan perasa. Hal ini memungkinkan binatang mempunyai kemampuan bergerak untuk mendapatkan sesuatu yang baik maupun menghindari sesuatu yang buruk. Dengan demikian, aktivitas yang dilakukan oleh mereka, seperti: makan, berburu, lari, dll didasarkan pada pengetahuan yang didapatkan melalui operasi dari sense knowledge, yang dilakukan bersama dengan insting (instinct). Semakin sempurna indera (sense) dari binatang, maka semakin sempurna juga pergerakan mereka. Oleh karena itu, kapasitas sense knowledge dari binatang senantiasa berbarengan dengan kapasitas pergerakan, sehingga mereka mempunyai kemampuan untuk mendapatkan yang baik dan menghindari yang jahat.

Oleh karena itu, pergerakan binatang lebih sempurna dibandingkan dengan pergerakan tumbuhan, karena didasarkan oleh tindakan mereka untuk merasakan sesuatu. Melalui sensasi, mereka mempunyai masukan yang sesungguhnya yang dimanifestasikan dalam tindakan mereka. Mereka juga mempunyai fungsi yang berhubungan dengan indera-indera, daya penggerak, dan juga pergerakan selera, sehingga mereka secara kodrat dapat menginginkan, takut, menyenangi atau membenci obyek yang mereka rasakan. Daya pergerakan (locomotive) dan pergerakan selera (appetite) dari binatang mengikuti pengetahuan perasa (sense knowledge) mereka. Kita melihat bahwa kalau kucing didatangi majikannya yang menyanyanginya dan senantiasa memberi dia makan, maka dia akan mendekat. Sebaliknya, kalau dia didatangi oleh anjing, dia akan tahu bahwa ada bahaya yang mendekat, sehingga dia lari atau berusaha untuk bertahan kalau tidak mungkin lari. Dan hal-hal ini tidak dipunyai oleh tanaman.

Namun, pergerakan dari binatang hanyalah didasarkan dari insting mereka, dan mereka tidak dapat menentukan tujuan akhir dari pergerakan mereka. ((St. Thomas Aquinas, ST, I, q.18, a.3)). Walaupun laba-laba dapat membuat jaring yang indah, namun, dia tidak menentukan secara sadar dan memberikan pertimbangan akan ukuran, besaran dari jaring-jaring tersebut dari awal, sehingga mencapai suatu ukuran yang telah dipikirkan sebelumnya. Semua yang dilakukannya bukanlah pada perencanaan berdasarkan suatu tujuan akhir, namun hanya berdasarkan instingnya untuk membuat sarang dan mendapatkan makanan.

Pada tingkat yang lebih tinggi dari binatang adalah binatang yang berakal budi, atau manusia. Manusia mempunyai pergerakan yang lebih sempurna dibandingkan dengan binatang, yang dimungkinkan karena manusia mempunyai akal budi, sehingga manusia dapat mengatur dan menyusun cara tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Oleh karena itu, pergerakan yang dilakukan oleh manusia bukan berdasarkan pada insting seperti binatang, namun didasarkan pada suatu pertimbangan dan tindakan yang dipilihnya. ((cf. Ibid)) Hanya manusia yang dapat melakukan diet dan dengan sadar menghindari makanan tertentu, karena menginginkan turunnya berat badan. Hanya manusia yang tetap memilih hidup di negara bersuhu minus 25 derajac C, dengan cara membangun rumah yang mempunyai sistem pemanas yang baik, beserta dengan infra struktur yang menunjang kehidupan. Dan hanya manusia yang dapat menentukkan cara- cara hidup yang dipilihnya sehingga dia dapat mencapai kebahagiaan.

Tingkatan kehidupan berdasarkan interioritas.

Setelah kita melihat tingkatan hidup berdasarkan pergerakan, maka parameter kedua yang digunakan dalam menentukan tingkat hidup adalah berdasarkan interioritas. Secara prinsip, prinsip ini mengajarkan bahwa semakin tinggi tingkat kehidupan, maka efek dari pergerakan akan semakin bersifat interior atau spiritual. Untuk mengerti hal ini, kita harus membedakan antara tindakan yang bersifat transitive dan immanent. Tindakan transitive menghasilkan produk atau akibat di luar dari pelaku kegiatan tersebut, sedangkan tindakan immanent menghasilkan akibat yang bersifat interior. Contoh dari kegiatan transitive adalah sebuah palu atau gergaji yang dapat menghasilkan akibat – memaku maupun memotong -, dimana akibat tersebut tetap ada di luar dari palu tersebut. Sebaliknya, contoh dari aktivitas imminent adalah pengetahuan yang tetap ada di dalam diri kita ketika kita mengetahui sesuatu. Kalau kita mengetahui konsep penambahan atau pengurangan di dalam matematika, maka konsep tersebut tinggal di dalam pengertian kita, yang berarti efeknya ada di dalam diri kita dan bukan di luar, seperti contoh palu di atas.

Dalam hubungannya dengan tingkat hidup, maka kita melihat bahwa benda mati tidak mungkin menghasilkan sesuatu di mana efeknya tetap tinggal di dalam, sebaliknya benda hidup dapat menghasilkan efek di luar (transitive) maupun di dalam (immanent). Semakin tinggi tingkat kehidupan, maka semakin interior sesuatu yang dihasilkannya.

Tumbuhan dapat menghasilkan buah, yang dihasilkan dari pengambilan makanan, pertumbuhan, dan reproduksi. Selama menjadi bagian dari tumbuhan memang buah tersebut adalah interior. Namun buah ini tidak sepenuhnya interior, karena pada waktunya masak, maka buah ini memisahkan diri dan membentuk jenis yang sama, yang terpisah dari induknya, atau dengan kata lain menjadikan dirinya di luar dari induknya.

Di sisi lain, binatang mempunyai pengetahuan perasa (sense knowledge), sehingga memungkinkannya untuk mempunyai indera. Dan apa yang ditangkapnya dengan inderanya dapat disimpannya di dalam ingatannya. Seekor kucing yang pernah melihat, mencium, mendengar anjing atau binatang buas lainnya, akan berlari menjauh. Tidak menjadi masalah kalau anjing tersebut mempunyai warna berbeda, namun kucing tersebut akan tahu dan lari menjauhinya. Melalui inderanya, kucing dapat membayangkan sesuatu yang lezat ketika dia mencium ikan asin. Namun, kekurangan dari hal ini adalah binatang tidak dapat merefleksikan bahwa dia tahu kalau dia tahu sesuatu.

Sebaliknya, manusia mampu menghasilkan buah yang sepenuhnya bersifat interior dan spiritual. Apa yang dimengerti oleh manusia disimpan di dalam memori, dan lebih lagi pengertian dan keinginannya mempunyai kapasitas untuk memberikan refleksi dan pertimbangan terhadap dirinya sendiri. Sebagai contoh, manusia dapat menyadari bahwa dirinya tahu akan sesuatu. Pada saat kita mendalami konsep penambahan maupun pengurangan, maka kita tahu bahwa kita tahu, sehingga kalau ada yang bertanya kita tahu sebelumnya bahwa kita akan dapat menjawabnya. Kapasitas untuk merefleksikan operasi yang ada di dalam dirinya sendiri memungkinkan manusia mempunyai kehidupan interior. Hanya manusia yang mempunyai perasaan menyesal setelah dia melakukan kesalahan, menyesal karena tidak melakukan perbuatan yang baik, atau berterima kasih atas karunia pengetahuan yang dimilikinya, dll.

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, maka kita dapat menyimpulkan ada perbedaan tingkatan antara tumbuhan, binatang dan manusia. Perbedaan tingkat kehidupan ini didasarkan pada tingkat pergerakan dan interioritas. Dengan dua parameter tersebut, kita tahu bahwa tumbuhan ada pada tingkat yang paling bawah karena mereka mempunyai keterbatasan pergerakan (penyerapan makanan, pertumbuhan, dan reproduksi) dan keterbatasan interioritas yang menghasilkan buah yang akibat/efeknya tidak sepenuhnya berada di dalam (immanent). Binatang mempunyai tingkat pergerakan yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman, karena binatang mempunyai semua yang dipunyai oleh tanaman ditambah dengan pengetahuan perasa (sense knowledge), yang memungkinkan binatang mempunyai insting untuk menghindari yang buruk dan mendapatkan yang baik. Hal ini ditambahkan dengan kemampuan binatang untuk dapat merasakan sehingga dapat mengingat sesuatu yang disimpannya di dalam ingatannya, atau menghasilkan efek yang tetap tinggal di dalam (immanent), walaupun tidak dapat merefleksikannya.

Hanya manusia yang benar-benar mempunyai tingkat pergerakan yang paling baik, karena pergerakannya disertai dengan pertimbangan. Dan hanya manusia yang benar-benar mempunyai buah atau efek yang tetap tinggap di dalam (immanent) dan pada saat yang bersamaan dapat merefleksikan apa yang dia tahu dan apa yang diinginkannya. Kemampuan ini dimungkinkan karena manusia mempunyai akal budi, yang memungkinkan manusia mempunyai kehidupan spiritual. Dan hal ini hanya mungkin, karena Tuhan sendiri yang memberikan kemampuan ini kepada manusia, dengan cara memberikan jiwa yang kekal dan bersifat spiritual, yaitu ketika Tuhan menghebuskan nafas-Nya kepada setiap manusia yang ada di dunia ini (lih. Kej 2:7), sehingga manusia menjadi gambaran Allah.

Mari kita bersama-sama mensyukuri rahmat akal budi dan kehendak bebas yang diberikan oleh Tuhan sendiri. Kristus sendiri telah memberikan teladan bagaimana menjadi manusia yang utuh, yang berbeda dengan tanaman dan hewan, yaitu dengan melakukan segala sesuatunya dengan pertimbangan akal budi dan kehendak bebas-Nya dan dengan senantiasa mengikuti kehendak Bapa (lih. Mk 14:36). Kristus juga telah memberikan kekuatan kepada manusia untuk dapat menjalankan semua perintah-Nya, dengan mengirimkan Roh Kudus-Nya, yang telah kita terima pada saat kita menerima Sakramen Baptis. Mari kita yang telah menerima Sakramen Baptis, yang telah menjadi anak-anak Allah, untuk benar-benar berfikir, berkata-kata, dan bertindak sebagaimana layaknya anak-anak Allah, yang derajatnya jauh lebih tinggi daripada tumbuhan dan binatang.

20 COMMENTS

  1. Shalom.
    Lagi nih nanya nya :) jgn lelah ya Katolisitas *hug*
    Apakah binatang2, pohon-pohon dan juga benda mati berdoa kpd Tuhan ? maaf, prtanyaannya sdikit ngawur tp sya btul2 ingin tau jwaban nya dri kcamata Katolik . Lalu mungkinkah ada dri mreka2 ini yg msuk surga / neraka? maaf lgi, Mungkin sya trlalu ‘eager’ membandingkn ajaran kita Katolik dgn ajaran agama sebelah :) )

    Terimakasih
    Pax Christi

    [Dari Katolisitas: Mahluk yang bisa berdoa adalah mahluk yang mempunyai jiwa rohani, yang mempunyai akal budi dan kehendak bebas, sehingga bisa mengenal dan mengasihi Allah Pencipta mereka. Binatang, tumbuhan dan benda-benda mati tidak memiliki sifat ini, maka mereka tidak bisa berdoa. Jiwa pada tumbuhan dan binatang bukanlah jiwa yang rohani, sehingga mereka tidak dapat mengenal Tuhan dan mengasihi Tuhan, syarat untuk dapat bersatu dengan Allah di Surga. Selanjutnya silakan membaca artikel apakah perbedaan antara tumbuhan, binatang dan manusia, silakan klik.]

  2. Apakah hewan dan tumbuhan memiliki jiwa?

    [dari katolisitas: Mereka memiliki jiwa, namun jiwanya tidak bersifat kekal.]

    • maksud dari jiwanya tidak kekal apa?

      apakah jiwanya mati setelah hewan tersebut juga mati?
      atau jiwanya tidak ada tempat khusus untuk arwahnya?
      atau jiwanya di lenyapkan Allah?

      thanks

      [dari katolisitas: benar, jiwa binatang mati ketika mereka mengalami kematian]

  3. shalom, saya ingin bertanya,
    1. Mengapa manusia berbeda dengan ciptaan Allah yang lainnya?
    2. Apakah benar bahwa penciptaan manusia sesuai dengan rencana Tuhan? mengapa? apa buktinya?

    teerima kasih

    • Shalom Wahyu Kuncoro Jati,

      Perbedaan manusia dengan ciptaan Allah yang lain adalah manusia diciptakan dengan tubuh dan jiwa, sehingga berbeda dengan malaikat yang murni spiritual. Manusia mempunyai jiwa yang spiritual, sehingga berbeda dengan binatang. Pembahasan lebih lanjut, silakan melihat artikel di atas – silakan klik. Penciptaan manusia telah sesuai dengan rencana Allah, seperti yang telah dijelaskan di sini – silakan klik. Silakan membaca dua link tersebut, dan kalau ada pertanyaan lebih lanjut, silakan menyampaikannya kembali.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

    • Shalom Monica,

      Terima kasih atas pertanyaannya yang bagus. Secara prinsip, di dalam Sorga, para malaikat dan para kudus dapat menikmati kebahagiaan abadi, karena melihat Allah muka dengan muka, dapat mengetahui dan mengasihi Allah sebagaimana adanya Dia. Dengan demikian, kebahagiaan kita terletak pada persatuan dengan Allah. Dari pengertian ini, maka tidak menjadi masalah kalau hewan yang kita sayangi ada atau tidak ada di Sorga, karena kebahagiaan kita tidak tergantung dari binatang yang kita sayangi. Kalau kita menjelaskan kepada anak kecil, maka kita dapat mengatakan bahwa di Sorga, kita akan mendapatkan kebahagiaan yang sejati, karena telah bertemu dengan Tuhan. Jadi, mau binatang piaraan kita ada atau tidak ada, kita serahkan kepada Tuhan. Itu jawaban yang dapat saya berikan dan tidak ada dokumen atau pengajaran resmi dari Gereja Katolik tentang hal ini. Semoga dapat diterima.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  4. Salam,
    saya ingin mengajukan pertanyaan: apakah dalam Kitab Suci disebutkan bahwa bagi manusia, Allah menyediakan segalanya yang hidup untuk dimakan? Saya bingung bagaimana menjawab pertanyaan kawan saya – yang kemudian menjadi pertanyaan saya juga. Apakah ada anjuran Allah terhadap manusia untuk memakan semua hewan? Apakah benar bahwa keberadaan hewan-hewan di dunia ini adalah untuk dikuasai manusia semata dan untuk memenuhi hasrat lidah dan perut manusia?

    What does God suggest for us – human – to feed ourselves?

    Mengapa lalu sekarang sangat buannyyaakk manusia-manusia yang memandang hewan sebagai makanan, komoditas?
    Sebagai sesuatu yang ‘human has the full right in them to do anything on them’ ?

    Terima kasih,

    Liany M.

    [dari katolisitas: silakan melihat ini – silakan klik dan ini – klik ini]

    • Salam Arief Prilyandi,

      Membunuh hewan dan tumbuhan tidak merupakan perbuatan dosa, selama hal itu sesuai dengan tuntutan moral. Sebagai contoh membunuh sapi, ayam sebagai sumber makanan manusia tidak berdosa. Namun, membunuh binatang yang sama hanya sekedar menyiksa mereka adalah merupakan perbuatan dosa. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 2415-2418) menuliskan:

      2415. Perintah ketujuh juga menuntut agar keutuhan ciptaan diperhatikan. Binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk tak bernyawa, dari kodratnya ditentukan untuk kesejahteraan bersama umat manusia yang kemarin, hari ini, dan esok (BA. Kej 1:28-31.). Kekayaan alam, tumbuh-tumbuhan, dan hewan dunia ini, tidak boleh dimanfhatkan tanpa memperhatikan tuntutan moral. Kekuasaan alas dunia yang hidup dan tidak hidup, yang Pencipta anugerahkan kepada manusia, tidak absolut sifatnya; ia diukur menurut usaha mempertahankan kualitas hidup sesame, termasuk pula generasi yang akan datang; ia menuntut penghormatan kepada keutuhan ciptaan (BA. CA 37-38).

      2416. Binatang adalah makhluk-makhluk Allah dan berada di bawah penyelenggaraan ilahi (Bdk. Mat 6:26.). Hanya dengan keberadaannya saja mereka memuji dan memuliakan Allah (Bdk. Dan 3:57-58.). Karena itu manusia juga harus memberikan kebaikan hati kepada mereka. Kita perhatikan saja, dengan perasaan halus betapa besar para kudus, umpamanya santo Fransiskus dari Assisi dan Filipus Neri, memperlakukan binatang.

      2417. Allah menempatkan binatang di bawah kekuasaan manusia, yang telah Ia ciptakan menurut citra-Nya sendiri (Bdk. Kej 2:19-20;9:1-14.). Dengan demikian orang dapat memanfaatkan binatang sebagai makanan dan untuk pembuatan pakaian. Orang dapat menjinakkan mereka, supaya dapat melayani manusia dalam pekerjaannya dan dalam waktu senggangnya. Eksperimen dengan binatang demi kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan dalam batas-batas yang wajar, dapat diterima secara moral, karena mereka dapat menyumbang untuk menyembuhkan dan menyelamatkan manusia.

      2418. Bertentangan dengan martabat manusia ialah menyiksa binatang dan membunuhnya dengan cara yang tidak wajar. Juga tidak layak, kalau manusia mengeluarkan uang untuk binatang, yang pada tempat pertama harus meringankan penderitaan manusia. Orang dapat memiliki hewan, tetapi tidak boleh mencintai mereka sebagaimana layaknya hanya berlaku untuk manusia.

      Semoga dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Terima kasih Pak Stef atas tanggapan nya.

        Izinkan saya bertanya lagi, saya pernah melihat tayangan di National Geographic tentang pembantaian ikan hiu dengan cara memotong sirip dan ekornya hidup-hidup, dan langsung dibuang ke laut dan dapat dipastikan mati karena semua sirip dipotong hanya badan nya saja sehingga tidak bisa berenang. Pengambilan sirip ikan hiu digunakan untuk bahan makanan yang bernilai ekonomi tinggi, sehingga dieksploitasi besar-besaran demi uang. Oleh karena itu, populasi hiu dunia merosot tajam. Apakah kasus tersebut adalah dosa?

        Sekali lagi, di youtube ada video homili Rm. Santo yang merupakan anggota tim Katolisitas. Video tsb berisi tentang keinginan kita makan daging, dimana ditampilkan penyiksaan hewan yang digunakan bahan makanan seperti sapi, ayam, dan domba. Sehingga beliau mengajak untuk mengurangi makan daging. Apakah cara yg sadis dalam membunuh hewan bahan makanan itu adalah diperkenankan?

        • Shalom Arief Prilyandi,

          Terima kasih atas tanggapannya. Secara prinsip, Gereja Katolik tidak pernah mengatakan bahwa kalau seseorang makan daging binatang maka dia berdosa. Dikatakan “Akan takut dan akan gentar kepadamu segala bintang di bumi dan segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan. Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau” (Kej 9:2-3) Namun tentu saja, pemanfaatan tumbuhan maupun binatang harus dilakukan dengan bijaksana dan tidak dimaksudkan untuk keserakahan, sehingga akhirnya dapat mengganggu lingkungan hidup. Dengan prinsip ini, maka kita dapat mengatakan bahwa pengambilan sirip ikan hiu dengan membiarkannya mati di laut (diambil siripnya dan tubuhnya dibuang ke laut), menurut saya adalah satu perbuatan dosa. Hal ini berbeda kalau seseorang mengambil ikan hiu dan menjadikan daging dan siripnya sebagai makanan, seperti ikan-ikan yang lain – selama tidak dilarang oleh pemerintah (yang mungkin menimbang untuk menjaga ikan hiu dari kepunahan).

          Jadi, makan hewan (yang memang layak dimakan dan tidak menyalahi peraturan pemerintah – misal: tidak menimbulkan kepunahan spesies) dan dilakukan dengan bijaksana tidaklah berdosa. Perbuatan orang yang memperlakukan binatang dengan sadis seperti yang ditunjukkan dalam video, menurut saya adalah berdosa. Berdosanya karena perlakuan sadis mereka terhadap binatang. Namun tidak semua peternakan melakukan kesadisan seperti yang ditayangkan di video tersebut. Semoga dapat membantu.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  5. Mohon dibantu:
    saya ingin menanyakan, apakah hewan-hewan memiliki jiwa?
    apakah mereka memiliki Roh?
    apakah nyawa sama dengan jiwa? apakah nyawa sama dengan Roh?

    Terima kasih.

    [Dari Katolisitas: Silakan anda membaca artikel di atas ini, silakan klik]

  6. Pak Stef dan Bu Ingrid, saya tidak tahu pertanyaan saya ini masuk topik baru atau pernah di bahas. Pertanyaan saya adalah sbb :
    1. konsep tubuh, jiwa dan roh apakah merupakan ajaran resmi gereja katolik ?
    2. apakah binatang memiliki roh atau jiwa?
    3. apa beda antara jiwa dan roh? bagaimana dengan kata nyawa?
    4. adakah kaitan roh dengan pikiran?
    5. dalam bahasa inggris ada spirit, ghost, soul yang mana yang termasuk dalam roh?ruah dalam bahasa ibrani ekivalen dengan kata apa dalam bahasa inggrisnya, atau harus dilihat konteksnya?
    6. Kalau tidak salah Agustinus mengajarkan bahwa manusia terdiri dari badan dan jiwa? Jadi yang benar apakah jiwa-jiwa di api penyucian atau roh-roh di api penyucian?
    Demikian pertanyaan saya, terima kasih sebelumnya. Gbu.

    • Shalom Saulus,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang konsep tubuh, jiwa dan roh. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:

      1) Gereja Katolik mengajarkan bahwa manusia terdiri dari tubuh dan jiwa, dimana dapat dilihat di dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 362-368):

      363. Dalam Kitab Suci istilah jiwa sering berarti kehidupan manusia (Bdk. Mat 16:25-26; Yoh 15:13.) atau seluruh pribadi manusia (Bdk. Kis 2:41.). Tetapi ia berarti juga unsur terdalam pada manusia (Bdk. Mat 26:38; Yoh 12:27.), yang paling bernilai padanya (Bdk. Mat 10:28; 2 Mak 6:30.), yang paling mirip dengan citra Allah: "Jiwa" adalah prinsip hidup rohani dalam manusia.

      364. Tubuh manusia mengambil bagian pada martabat keberadaan "menurut citra Allah": ia adalah tubuh manusiawi karena ia dijiwai oleh jiwa rohani. Pribadi manusiawi secara menyeluruh sudah ditentukan menjadi kenisah Roh dalam Tubuh Kristus (Bdk. 1 Kor 6:19-20; 15:44-45.).
      "Manusia, yang satu jiwa maupun raganya, melalui kondisi badaniahnya sendiri menghimpun unsur-unsur dunia jasmani dalam dirinya, sehingga melalui dia unsur-unsur itu mencapai tarafnya tertinggi, dan melambungkan suaranya untuk dengan bebas memuliakan Sang Pencipta. Oleh karena itu manusia tidak boleh meremehkan hidup jasmaninya; tetapi sebaliknya, ia wajib memandang baik serta layak dihormati badannya sendiri, yang diciptakan oleh Allah dan harus dibangkitkan pada hari terakhir" (GS 14, 1).

      365. Kesatuan jiwa dan badan begitu mendalam, sehingga jiwa harus dipandang sebagai "bentuk" badan , artinya jiwa rohani menyebabkan, bahwa badan yang dibentuk dari materi menjadi badan manusiawi yang hidup. Dalam manusia, roh dan materi bukanlah dua kodrat yang bersatu, melainkan kesatuan mereka membentuk kodrat yang satu saja.

      367. Kadang kata jiwa dibedakan dengan roh. Santo Paulus berdoa demikian: "Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya, dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus" (1 Tes 5:23). Gereja mengajarkan bahwa perbedaan ini tidak membagi jiwa menjadi dua (Bdk. Konsili Konstantinopel IV, 870: DS 657.). Dengan "roh" dimaksudkan bahwa manusia sejak penciptaannya diarahkan kepada tujuan adikodratinya (Bdk. Konsili Vatikan 1: DS 3005; GS 22,5.) dan bahwa jiwanya dapat diangkat ke dalam persekutuan dengan Allah (Bdk. Pius XII, Ens. "Humani generis" 1950: DS 3891.) karena rahmat.

      Dari beberapa keterangan di dalam Katekismus Gereja Katolik, kita dapat menarik kesimpulan bahwa pengajaran jiwa, roh, dan tubuh manusia adalah resmi ajaran Gereja Katolik, namun semuanya harus dimengerti dengan benar, terutama jiwa dan roh. Secara prinsip, manusia terdiri dari tubuh (bersifat material) dan jiwa (bersifat spiritual). Keduanya tak terpisahkan menjadi kodrat manusia, dimana jiwa adalah bentuk (form) dari badan atau jiwa adalah prinsip hidup. Yang terpenting adalah, kita tidak dapat membagi jiwa menjadi dua, dimana terdiri dari jiwa dan roh, karena jiwa yang bersifat spiritual tidak dapat dibagi. Roh, yang dipakai oleh Santo Paulus untuk menekankan bahwa jiwa manusia bersifat spiritual. Saya pernah berdiskusi tentang hal ini di sini (silakan klik) dan juga diskusi ini (silakan klik).

      2) Binatang dan tumbuhan juga mempunyai jiwa, yaitu sentient soul dan vegetative soul. Karena jiwa mereka tidaklah bersifat spiritual, maka mereka tidak mempunyai roh (dalam pengertian jiwa yang spiritual dan bukannya sesuatu yang terpisah dari jiwa). Jiwa tumbuhan dan binatang akan mati kalau tubuh (yang bersifat material) juga mati. Sebaliknya jiwa manusia bersifat kekal dan tidak mungkin mati.

      3) Roh hanyalah untuk menekankan jiwa manusia yang bersifat spiritual. Namun, manusia tidak mungkin terdiri dari satu tubuh dan dua hal yang bersifat spiritual (bukan material). Kalau saya lihat di kamus besar bahasa Indonesia, maka nyawa adalah pemberi hidup atau jiwa atau hidup. Oleh karena itu, kita dapat menyamakan nyawa dengan jiwa, yaitu the principle of life (prinsip hidup manusia). Orang yang kehilangan nyawanya adalah mati, sama seperti kalau jiwa terpisah dari tubuh, maka manusia tersebut mati.

      4) Karena kita mengambil pengertian jiwa yang spiritual (sehingga sering disebut roh), maka saya akan menghubungkan jiwa manusia dan pikiran dan bukan roh dan pikiran. Karena Jiwa merupakan prinsip kehidupan, dimana manusia selain mempunyai kemampuan nutrisi, bertumbuh, berkembang biak, sense knowledge (perasa), maka manusia mempunyai kemampuan rasional. Kemampuan terakhir inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Dengan rasio atau akal budi, manusia mempunyai operasi akal /pemikiran dan operan budi / keinginan. Silakan membaca artikle di atas, tentang perbedaan tumbuhan, binatang dan manusia (silakan klik). Namun, jangan dilupakan bahwa manifestasi dari pikiran manusia adalah mengunakan organ, yaitu otak. Kalau otak mengalami kerusakan dan walaupun jiwanya masih ada, maka manusia tidak dapat berfikir.

      5) Kalau dalam konteks roh, maka dalam bahasa Inggris kita memakai spirit atau ghost. Ruach (H7307), mengacu kepada roh, seperti Kej 1:2 "Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air." Sedangkan jiwa adalah soul atau nephesh (H5315), seperti dipakai dalam Kej 2:7 "ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (living soul/being)." Namun Rasul Paulus sering menggunakan kedua kata ini berganti-ganti, yang seolah-olah tidak mempunyai perbedaan. Selama kita mengerti bahwa roh adalah mengacu dan menekankan kepada jiwa manusia yang bersifat spiritual, yang mempunyai akal budi, yang mempunyai kemampuan untuk mengetahui dan mengasihi Penciptanya, maka kita telah mendapatkan pengertian yang benar, seperti yang juga ditegaskan oleh St. Thomas Aquinas.

      6) Banyak Bapa Gereja mengajarkan bahwa manusia terdiri dari tubuh dan jiwa dan bukan tubuh, jiwa dan roh. Dengan demikian, kita mengacu jiwa-jiwa di Api Penyucian, seperti yang dikatakan di Katekismus Gereja Katolik 1498 "Oleh indulgensi umat beriman dapat memperoleh untuk diri sendiri dan untuk jiwa-jiwa di tempat penyucian, penghapusan siksa-siksa sementara, yang diakibatkan oleh dosa."

      Semoga keterangan di atas dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

      • Maksudnya jiwa manusia bersifat spiritual itu apa yah? Mengapa hewan dan tumbuhan tidak memiliki roh (jiwa spiritual)? Mengapa jiwa hewan dan tumbuhan tidak pergi ke Surga seperti manusia?

        [dari katolisitas: Jiwa manusia bersifat spiritual karena diciptakan Allah menurut gambar dan rupa-Nya (lih. Kej 1:27), sehingga mempunyai kemampuan untuk mengetahui dan mengasihi Sang Pencipta. Sedangkan tumbuhan dan binatang tidak diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya, sehingga tidak diciptakan untuk kekekalan.]

  7. Terima kasih bpk Stef , dan ada lagi pertanyaan berikutnya dimana apa arti jiwa demikian juga roh .-
    Apakah jiwa dan roh dimiliki oleh ketiga mahluk hidup ?
    terima kasih

    Salam kasih
    Adnilem.Sg

    • Shalom Adnilem,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Mengenai jiwa dan roh, silakan melihat tanya-jawab beserta dengan diskusi di bawahnya (silakan klik). Secara prinsip Gereja Katolik mengajarkan bahwa manusia terdiri dari tubuh dan jiwa, namun jiwanya bersifat spiritual. Dan spiritualitas dari jiwa manusia inilah yang membedakannya dengan jiwa tumbuhan dan binatang. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – https://katolisitas.org

  8. Syalom katolisitas.org

    Tuhan menciptakan manusia menurut gambaran-Nya , dan seterusnya………………..
    Kita mengetahui bahwasanya mahluk hidup itu adalah : manusia , hewan dan tumbuh-tumbuhan
    Disini saya ada pertanyaan :
    Apa perbedaan antara manusia dengan hewan dan dengan tumbuh-tumbuhan berdasarkan ilmu pengetahuan dan agama Katolik ?
    Sebelumnya , saya mengucapkan banyak terima kasih.-

    Salam kasih.-
    Adnilem.sg

    [dari katolisitas: silakan melihat artikel di atas – silakan kllik]

Comments are closed.