Pendahuluan
Karena Ekaristi adalah Yesus Kristus sendiri, Ekaristi menjadi ‘jantung’ dari iman Katolik. Katekismus Gerja Katolik mengajarkan bahwa Ekaristi adalah “sumber dan puncak seluruh kehidupan Kristiani” (KGK 1324) dan “hakikat dan rangkuman iman kita” (KGK 1327). Tentu idealnya semua orang Katolik mengetahui hal ini, tetapi sayangnya, kenyataan berbicara lain. Di Amerika, menurut polling pendapat yang diadakan oleh Gallup poll pada tahun 1992, pengertian ini tidak dimiliki oleh sebagian besar umat Katolik. ((Father Frank Chacon, Jim Burnham, Beginning Apologetics 3, How to Explain and Defend the Real Presence of Christ in the Eucharist, (San Juan Catholic Seminars, NM), p. 4.)) Hal yang serupa mungkin pula terjadi di Indonesia.
Hasil yang diperoleh cukup menggambarkan bahwa banyak orang Katolik yang tidak tahu dengan persis bahwa Yesus sungguh-sungguh hadir dalam Ekaristi:
- 30% percaya bahwa mereka sungguh-sungguh dan benar-benar menerima Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan Yesus Kristus dalam rupa roti dan anggur.
- 29% percaya bahwa mereka menerima roti dan anggur yang melambangkan Tubuh dan Darah Kristus.
- 10% percaya mereka menerima roti dan anggur di mana di dalamnya Yesus juga hadir.
- 24% percaya mereka menerima Tubuh dan Darah Yesus karena iman mereka sendiri mengatakan demikian.
Orang yang benar-benar mengerti akan pengajaran Gereja Katolik akan mengetahui bahwa pilihan yang benar itu hanya pilihan pertama, sedangkan pilihan yang lain itu keliru. Sayangnya, hanya 30% umat Katolik yang mengerti akan kebenaran ini; sedangkan 70% yang lain sepertinya ‘bingung’ atau memegang kepercayaan gereja lain yang bukan Katolik. Mari kita bertanya pada diri kita sendiri, termasuk golongan mana kita ini?
Apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik tentang Ekaristi?
1. Kehadiran Yesus Kristus yang real dan substansial di dalam Ekaristi
Selama kira-kira 2000 tahun, Gereja Katolik selalu mengajarkan bahwa Yesus Kristus sungguh hadir, secara riil/ nyata dan substansial, di dalam Ekaristi, yaitu Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan-Nya di dalam rupa roti dan anggur (KGK 1374). Pada saat imam selesai mengucapkan doa konsekrasi – “Inilah Tubuh-Ku” dan “Inilah darah-Ku”, Tuhan secara ajaib mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya. Kejadian ini disebut sebagai “transubstansiasi“, yang mengakibatkan substansi dari roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus (lih. KGK 1376). Jadi yang tinggal hanyalah rupa roti dan anggur, tetapi substansi roti dan anggur sudah lenyap, digantikan dengan kehadiran Yesus.
Yesus hadir seutuhnya di dalam roti itu, bahkan sampai di partikel yang terkecil dan di dalam setiap tetes anggur. Pemecahan roti bukan berarti pemecahan Kristus, sebab kehadiran Kristus utuh, tak berubah dan tak berkurang di dalam setiap partikel. Dengan demikian kita dapat menerima Kristus di dalam rupa roti saja, atau anggur saja, atau kedua bersama-sama (lih. KGK 1390). Dalam setiap hal ini, kita menerima Yesus yang utuh di dalam sakramen.
Karena Yesus sungguh-sungguh hadir di dalam Ekaristi, maka kita memberi hormat di depan tabernakel, kita berlutut dan menundukkan diri sebagai tanda penyembahan kepada Tuhan. Itulah sebabnya Gereja memperlakukan Hosti Kudus dengan hormat, dan melakukan prosesi untuk menghormati Hosti suci yang disebut Sakramen Maha Kudus, dan mengadakan adorasi di hadapan-Nya dengan meriah (lih. KGK 1378).
Kehadiran Kristus di dalam Ekaristi bermula pada waktu konsekrasi dan berlangsung selama rupa roti dan anggur masih ada (KGK 1377), maksudnya pada saat roti dan anggur itu dicerna di dalam tubuh kita dan sudah tidak lagi berbentuk roti, maka itu sudah bukan Yesus. Jadi kira-kira Yesus bertahan dalam diri kita [dalam rupa hosti] selama 15 menit. Sudah selayaknya kita menggunakan waktu itu untuk berdoa menyembah-Nya, karena untuk sesaat itu kita sungguh-sungguh menjadi tabernakel Allah yang hidup!
Kristus sendiri yang mengundang kita untuk menyambut Dia dalam Ekaristi (KGK 1384), dan karena itu kita harus mempersiapkan diri untuk saat yang agung dan kudus ini, dengan melakukan pemeriksaan batin. Karena Ekaristi itu sungguh-sungguh Allah, maka kita tidak boleh menyambutNya dalam keadaan berdosa berat. Untuk menyambut-Nya dengan layak kita harus berada dalam keadaan berdamai dengan Allah. Jika kita sedang dalam keadaan berdosa berat, kita harus menerima pengampunan melalui Sakramen Tobat sebelum kita dapat menyambut Komuni Kudus (KGK 1385).
2. Keutamaan Ekaristi disebabkan karena di dalamnya terkandung Kristus sendiri
Ekaristi disebut sebagai sumber dan puncak kehidupan Kristiani (LG 11) karena di dalamnya terkandung seluruh kekayaan rohani Gereja, yaitu Kristus sendiri (KGK 1324). Pada perjamuan terakhir, pada malam sebelum sengsara-Nya, Kristus menetapkan Ekaristi sebagai tanda kenangan yang dipercayakan oleh Kristus kepada mempelai-Nya yaitu Gereja (KGK 1324). Kenangan ini berupa kenangan akan wafat dan kebangkitan Kristus yang disebut sebagai Misteri Paska, yang menjadi puncak kasih Allah yang membawa kita kepada keselamatan (KGK 1067). Keutamaan Misteri Paska dalam rencana Keselamatan Allah mengakibatkan keutamaan Ekaristi, yang menghadirkan Misteri Paska tersebut, di dalam kehidupan Gereja (KGK 1085).
Gereja Katolik mengajarkan bahwa kurban salib Kristus terjadi hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr 9:28). Kristus tidak disalibkan kembali di dalam setiap Misa Kudus, tetapi kurban yang satu dan sama itu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus (KGK 1366). Hal itu dimungkinkan karena Yesus yang mengurbankan Diri adalah Tuhan yang tidak terbatas oleh waktu dan kematian. Kristus telah mengalahkan maut, karenanya Misteri Paska-Nya tidak hanya terbenam sebagai masa lampau, tetapi dapat dihadirkan di masa sekarang (KGK 1085). Karena bagi Tuhan, segala waktu adalah ‘saat ini’, sehingga masa lampau maupun yang akan datang terjadi sebagai ‘saat ini’. Dan kejadian Misteri Paska sebagai ‘saat ini’ itulah yang dihadirkan kembali di dalam Ekaristi, dengan cara yang berbeda, yaitu secara sakramental. Dengan demikian, Ekaristi menjadi kenangan hidup akan Misteri Paska dan akan segala karya agung yang telah dilakukan oleh Tuhan kepada umat-Nya, dan sekaligus harapan nyata untuk Perjamuan surgawi di kehidupan kekal (lih. KGK 1362,1364,1340,1402,1405).
3. Beberapa nama Ekaristi dan artinya
Ekaristi berasal dari kata ‘eucharistein‘ yang artinya ucapan terima kasih kepada Allah (KGK 1328). Ekaristi adalah kurban pujian dan syukur kepada Allah Bapa, di mana Gereja menyatakan terima kasihnya kepada Allah Bapa untuk segala kebaikan-Nya di dalam segala sesuatu: untuk penciptaan, penebusan oleh Kristus, dan pengudusan. Kurban pujian ini dinaikkan oleh Gereja kepada Bapa melalui Kristus: oleh Kristus, bersama Dia dan untuk diterima di dalam Dia. (KGK 1359-1361)
Ekaristi adalah Perjamuan Tuhan, yang memperingati perjamuan malam yang diadakan oleh Kristus bersama dengan murid-murid-Nya. Perjamuan ini juga merupakan antisipasi perjamuan pernikahan Anak Domba di surga (KGK 1329).
Ekaristi adalah kenangan akan kesengsaraan dan kebangkitan Tuhan (KGK 1330). Ekaristi diadakan untuk memenuhi perintah Yesus untuk merayakan kenangan akan hidup-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya dan akan pembelaan-Nya bagi kita di depan Allah Bapa (KGK 1341).
Ekaristi adalah Kurban kudus, karena ia menghadirkan kurban tunggal Yesus, dan juga kurban penyerahan diri Gereja yang mengambil bagian dalam kurban Yesus, Kepalanya (KGK 1330, 1368). Sebagai kenangan Paska Kristus, Ekaristi menghadirkan dan mempersembahkan secara sakramental kurban Kristus satu-satunya dalam liturgi Gereja (KGK 1362, 1365). Ekaristi menghadirkan kurban salib dan memberikan buah-buahnya yaitu pengampunan dosa (KGK 1366).
Ekaristi adalah Komuni kudus, karena di dalam sakramen ini kita menerima Kristus sendiri (KGK 1382) dan dengan demikian kita menyatukan diri dengan Kristus, yang mengundang kita mengambil bagian di dalam Tubuh dan Darah-Nya, supaya kita membentuk satu Tubuh dengan-Nya (KGK 1331).
Ekaristi dikenal juga dengan Misa kudus, karena perayaan misteri keselamatan ini berakhir dengan pengutusan umat beriman (missio) supaya mereka melaksanakan kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Buah-buah Ekaristi/ Komuni kudus
- Komuni memperdalam persatuan kita dengan Yesus, hal ini berdasarkan atas perkataan Yesus, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum Darah-Ku, ia tinggal dalam Aku dan Aku di dalam Dia” (KGK 1391).
- Komuni memisahkan kita dari dosa, karena dengan mempersatukan kita dengan Kristus kita sekaligus dibersihkan dari dosa yang telah kita lakukan dan melindungi kita dari dosa-dosa yang baru (KGK 1393).
- Ekaristi membangun Gereja di dalam kesatuan. Oleh Ekaristi Kristus mempersatukan kita dengan semua umat beriman menjadi satu Tubuh, yaitu Gereja. Ekaristi memperkuat kesatuan dengan Gereja yang telah dimulai pada saat pembaptisan (KGK 1396). Kesatuan dengan Gereja ini mencakup Gereja yang masih berziarah di dunia, Gereja yang sudah jaya di Surga, dan Gereja yang masih dimurnikan di dalam Api Penyucia (lih. KGK 954)
- Ekaristi mewajibkan kita terhadap kaum miskin, sebab dengan bersatu dengan Kristus dalam Ekaristi, kita juga mengakui Kristus yang hadir di dalam orang-orang termiskin yang juga menjadi saudara-saudara-Nya (KGK 1397), yang di dalam Dia, menjadi saudara-saudara kita juga.
- Ekaristi mendorong kita ke persatuan umat beriman, sebab Ekaristi, menurut perkataan Santo Agustinus adalah ‘sakramen kasih sayang, tanda kesatuan dan ikatan cinta,’ (KGK 1398) yang seharusnya secara penuh dialami bersama oleh semua orang yang beriman di dalam Kristus.
Dasar pengajaran tentang Ekaristi dari Alkitab
1. Perjanjian Lama:
- Imam Agung Melkisedek mempersembahkan roti dan anggur (Kej 14:18) yang menggambarkan Perjamuan Yesus pada Perjamuan Terakhir. Yesus sendiri dikatakan sebagai Imam Besar menurut peraturan Melkisedek (Ibr 6:20).
- Kurban anak domba Paska yang menyelamatkan umat Israel merupakan kurban yang dimakan sebagai makanan untuk menguatkan mereka menempuh perjalanan ke Tanah Terjanji (Kej 12:1-20). Hal ini menggambarkan Ekaristi yang merupakan kurban Anak Domba Allah, yaitu Yesus, yang dimakan sebagai makanan untuk menjadi bekal perjalanan kita ke Tanah Terjanji, yaitu surga.
- Roti Manna yang menjadi simbol Ekaristi pada Perjanjian Lama. Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia adalah Roti manna yang turun dari surga (lih. Yoh 6:32-51). Seperti halnya bahwa manna menguatkan bangsa Israel sepanjang perjalanan di gurun dan berhenti dicurahkan setelah mereka sampai di Tanah Terjanji; Ekaristi juga diberikan untuk menguatkan kita di perjalanan hidup di dunia, dan berhenti setelah kita sampai di surga.
- Pada Tabut Perjanjian Lama menggambarkan tabernakel pada gereja Katolik di manapun, yang merujuk pada Ekaristi. Dua loh batu (Kel 25:16) menggambarkan sabda kehidupan yang terkandung dalam Ekaristi. Manna (Kel 16:34) menggambarkan Ekaristi sebagai roti hidup yang turun dari surga (Yoh 6:51). Tongkat Harun (Bil 17: 5) yang menandai imamatnya, menggambarkan peran Imamat kudus dalam Kristus, yaitu tubuhNya. Seperti tongkat Harun yang bertunas, tubuh Yesus yang ditembus oleh tombak mengeluarkan air dan darah yang melambangkan sakramen Pembaptisan dan Ekaristi. ((Lihat Father Frank Chacon, Ibid., p. 9.))
2. Perjanjian Baru:
Yesus sungguh-sungguh hadir di dalam Ekaristi, seperti dinyatakan:
- Pada Perjamuan Terakhir Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk mengenangkan Dia dengan merayakan perjamuan tersebut. Yesus berkata, “Inilah Tubuh-Ku… (bukan ini melambangkan Tubuh-Ku)… (lih Mat 26:26-28; Mrk 14:22-24; Luk 22:15-20).”
- Yesus mengatakan sendiri bahwa Ia adalah “Roti hidup yang turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, dia akan hidup selama-lamanya; dan roti yang Ku-berikan itu ialah daging-Ku yang Kuberikan untuk hidup dunia (Yoh 6:35, 51).
- Pengajaran ini diberikan setelah Yesus mengadakan mukjizat pergandaan roti, yaitu mukjizat yang ditulis di dalam ke-empat Injil (Mat 14:13-21; Mrk 6:32-44; Luk 9:10-17; Yoh 6:1-15). Lima roti yang sama yang dibagikan oleh para rasul dapat memberi makan 5000 orang, dengan sisa 12 keranjang. Ini menggambarkan Yesus yang satu dan sama hadir dalam Ekaristi, dapat dibagikan kepada semua orang, tanpa Dia sendiri menjadi terbagi-bagi atau berkurang/ hilang.
- Yesus berkata bahwa Ia lebih tinggi nilainya dari pada manna yang diberikan kepada orang Israel di gurun. Padahal mukjizat manna adalah suatu mukjizat yang besar, setiap harinya berjuta orang Israel menerima 1 omer (1.1 liter) roti manna per orang, sehingga tiap harinya ada beberapa ratus ton roti manna tercurah dari langit, selama 40 tahun. ((Lihat Father Frank Chacon, Ibid., p. 10.)) Yesus mengatakan bahwa mukjizat-Nya lebih hebat daripada mukjizat manna ini, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam Ekaristi, roti dapat sungguh-sungguh diubah Yesus menjadi diri-Nya sendiri, seperti yang dikatakan-Nya.
- Orang-orang yang mendengarkan pengajaran ‘Roti Hidup’ ini memahami bahwa Yesus mengajarkan sesuatu yang literal (tidak figuratif/ simbolis), sehingga mereka meninggalkan Yesus sambil berkata, “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya untuk dimakan” (Yoh 6:52)
- Yesus menggunakan gaya bahasa yang kuat untuk menjelaskan arti literal pengajaran ini dengan mengulangi pengajaran ini sampai 6 kali di dalam 6 ayat (ay. 53-58),… jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu (Yoh 6:53); Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman (Yoh 6:55). Ini adalah gaya bahasa yang bukan kiasan/ simbolis!
- Banyak murid tidak dapat menerima pengajaran ini, dan meninggalkan Yesus (ay.66), tetapi Yesus tidak menarik kembali pengajaran-Nya tentang diri-Nya sebagai “Roti Hidup”. Dia tidak mengatakan bahwa Dia hanya berkata secara figuratif/simbolis. Pada beberapa kesempatan, jika Ia berbicara secara figuratif, Yesus menerangkan kembali maksud perkataan-Nya pada para murid-Nya yang mengartikannya secara literal. (Contohnya pada Yoh 4:31-34, Yesus menjelaskan bahwa ‘makanan-Nya yang tidak mereka kenal’ adalah melakukan kehendak Bapa yang mengutus-Nya. Atau pada Mat 16:5-12; tentang ragi orang-orang Farisi dan Saduki, maksudnya adalah bukan ragi secara literal, tetapi pengajaran mereka) ((Lihat Father Frank Chacon, Ibid., p. 11.))
- Setelah banyak yang meninggalkan Dia karena pengajaran ini, Yesus bahkan bertanya kepada ke dua-belas rasulNya, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?”(Yoh 6:67). Namun Petrus menjawab, “Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal (Yoh 6:69). Pertanyaan yang sama ditujukan pada kita, apakah kita mau percaya akan pengajaran ini seperti Petrus, ataukah kita seperti murid-murid lain yang meninggalkan Dia?
- Rasul Paulus mengingatkan jemaat agar tidak menerima Ekaristi secara tidak layak, supaya tidak berdosa terhadap Tubuh dan Darah Tuhan (1 Kor 11:27). Rasul Paulus juga menambahkan, jika seseorang makan dan minum tanpa mengakui Tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri (1 Kor 11:28-29). Pengajaran ini tidak masuk di akal, jika kehadiran Yesus dalam Ekaristi hanya simbolis belaka. Kesimpulannya, St. Paulus jelas mengajarkan bahwa Yesus sungguh-sungguh hadir di dalam Ekaristi.
3. Bukti dari para Bapa Gereja di abad awal
Tulisan para Bapa Gereja di abad awal merupakan bukti yang sangat penting tentang ‘keaslian’ pengajaran tentang Ekaristi. Para Bapa Gereja merupakan saksi yang menjamin keaslian pengajaran Alkitab, karena mereka sungguh-sungguh menyaksikan para rasul mengajar dan menuliskan Injil, seperti Rasul Matius, Yohanes dan St. Paulus menuliskan surat-suratnya. Melalui tulisan-tulisan mereka, kita mengetahui Tradisi Suci para Rasul, seperti Kehadiran Yesus dalam Ekaristi, Misa Kudus, kepemimpinan Rasul Petrus, devosi kepada Maria, Api penyucian, dll. Semua pengajaran ini adalah pengajaran yang diteruskan oleh Gereja Katolik. Berikut ini adalah para Bapa Gereja yang mengajarkan tentang kehadiran Yesus di dalam Ekaristi:
- Ignatius dari Antiokhia, murid dan pembantu Rasul Yohanes, uskup ke-3 di Antiokhia. Tahun 110 ia menulis 7 surat kepada gereja-gereja sebelum kematiannya sebagai martir di Roma. Pada suratnya ke gereja di Smyrna, St. Ignatius menyebutkan bahwa mereka yang tidak percaya kepada ‘Kehadiran Yesus di dalam Ekaristi’ adalah sesat (‘heretics‘). ((Terjemahan dari Letter to Smynaeans 6, 2; Jurgens, p.25, #64, “Perhatikanlah mereka yang memegang pendapat yang bermacam-macam tentang rahmat Yesus Kristus yang diberikan kepada kita, dan lihatlah bagaimana pendapat mereka bertentangan dengan pikiran Tuhan… Mereka menolak Ekaristi dan doa, karena mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah sungguh Tubuh Yesus Kristus Penebus kita. Tubuh yang sudah menderita demi dosa-dosa kita, dan yang telah dibangkitkan oleh Allah Bapa dengan kebaikan-Nya.”)) Kepada gereja di Roma, St. Ignatius menuliskan imannya tentang Ekaristi yang sungguh-sungguh adalah Tubuh dan Darah Yesus. ((Terjemahan dari Letter to the Romans 7,3, Jurgens, p.22, # 54a., “Aku tidak menginginkan makanan sementara maupun kesenangan untuk hidup ini. Aku menginginkan Roti dari Tuhan, yaitu Tubuh (Flesh) Yesus Kristus, yang adalah keturunan Daud, dan untuk minum, aku menginginkan Darah-Nya, yang adalah kasih yang abadi.”))
- St. Yustinus Martir, pengikut Kristus pada tahun 130, yang mendapat pengajaran dari Rasul Yohanes, seorang Apologist yang terkenal di abad ke-2. Pada tulisannya kepada Emperor di Roma, yaitu “Apology” pada tahun 150, St. Yustinus juga menjelaskan kebenaran pengajaran tentang kehadiran Yesus di dalam Ekaristi. ((Terjemahan dari First Apology 66, 20; Jurgens, p. 55, # 128, “Kami menamakan makanan ini Ekaristi; dan tidak ada seorangpun yang diizinkan untuk mengambil bagian di dalamnya, kecuali bagi yang percaya bahwa pengajaran kami adalah benar … Sebab bukan sebagai roti biasa atau minuman biasa kami mempercayai ini; tetapi karena Yesus Kristus telah dilahirkan melalui Sabda Tuhan dan memiliki tubuh dan darah untuk keselamatan kita, demikian pula, seperti kami diajarkan, makanan yang telah dijadikan sebagai Ekaristi dengan doa Ekaristi sebagaimana diajarkan oleh-Nya, dan dengan perubahannya yang menguatkan tubuh dan darah kami, adalah Tubuh dan Darah dari Yesus, Sabda yang menjadi manusia.”))
- St. Irenaeus, uskup Lyons, hidup tahun 140-202. Ia murid St. Polycarpus yang adalah murid Rasul Yohanes. Dengan menuliskan bukunya yang terkenal, “Against Heresies” (195), ia menghancurkan pandangan sesat yang bertentangan dengan kepercayaan Gereja yang dipegang oleh para rasul. ((Terjemahan dari Against Heresies 5,2,2; Jurgens, p.99, #249, “Ia(Yesus) telah menyatakan piala itu, sebagai bagian dari ciptaan, sebagai Darah-Nya sendiri, daripadanya Ia menyebabkan darah kita mengalir; dan roti itu, sebagai bagian dari ciptaan, Dia telah menjadikannya sebagai Tubuh-Nya sendiri, daripadanya Ia memberikan pertumbuhan pada tubuh kita.”))
- St. Cyril dari Yerusalem, pada tahun 350 mengajarkan agar kita sebagai pengikut Kristus percaya sepenuhnya akan kehadiran Yesus di dalam Ekaristi, sebab Yesus sendiri yang mengatakannya ((Terjemahan dari Catechetical Lectures: 22 (Mystagogic 4),1; Jurgens, p. 360, #843, “Dia (Yesus), dengan demikian, menyatakan dan mengatakan tentang Roti itu, “Ini adalah Tubuh-Ku,” siapa yang akan berani untuk terus meragukan? Dan ketika Ia sendiri mengatakan, “Ini adalah Darah-Ku,” siapa yang dapat ragu dan mengatakan bahwa itu bukan Darah-Nya?”
Terjemahan dari Catechetical Lectures: 22 (Mystagogic 6),1; Jurgens, p. 361, #846, “Karena itu, jangan menganggap bahwa roti dan anggur itu hanya semata-mata roti dan anggur, sebab mereka adalah, menurut perkataan Tuhan kita, Tubuh dan Darah Kristus. Walaupun perasaan mengatakan kepadamu sesuatu yang lain, biarlah iman membuat kamu teguh percaya. Jangan melihat berdasarkan rasa, tetapi percayalah penuh dengan iman, jangan meragukan, bahwa kamu telah dianggap layak untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus.”)) - St. Hilary, uskup Poitiers, Perancis, tahun 315-367. Dengan karyanya, “On the Trinity” (356), St. Hilary mengajarkan kehadiran Kristus dalam Ekaristi yang kita terima menjadikan kita tinggal di dalam Kristus dan Kristus di dalam kita. ((Terjemahan dari On the Trinity, Bk 8, Ch 14: dikutip oleh John Willis, S.J., dalam The Teachings of the Church Fathers, (Ignatius Press, San Francisco, 2002), p. 405, ” Dia (Yesus) sendiri berkata: ‘Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku tinggal dalam Aku dan Aku di dalam Dia’ (Yoh 6:55,56). Kita tidak boleh meragukan rupa tubuh dan darah itu, sebab sesuai dengan pernyataan dari Tuhan sendiri, dan sesuai dengan iman kita, ini adalah daging dan darah (Kristus). Dan kedua rupa ini yang kita terima menjadikan kita tinggal di dalam Kristus dan Kristus di dalam kita….”))
Para Bapa Gereja ini membuktikan bahwa jemaat Kristen awal percaya akan Kehadiran Yesus di dalam Ekaristi. St. Ignatius dari Antiokhia adalah murid Rasul Yohanes, sedangkan St. Yustinus Martir dan St. Irenaeus belajar langsung dari murid-murid Rasul Yohanes. Mereka semua mendapat pengajaran dari Rasul Yohanes yang menulis tentang Yesus sebagai “Roti Hidup” (Yoh 6). Siapa yang dapat mengatakan bahwa ia lebih memahami pengajaran Yesus tentang ‘Roti Hidup’ ini dari pada mereka yang mendengar langsung/ murid dari Rasul Yohanes?
Kesimpulan
Jika kita dengan hati terbuka mempelajari Alkitab, dan tulisan para Bapa Gereja, kita akan melihat bahwa kenyataan menunjukkan bukti yang kuat yang mendasari pengajaran Gereja Katolik tentang Kehadiran Yesus secara real dan substansial di dalam Ekaristi. Yesus sendiri hadir di dalam Ekaristi, di dalam rupa roti dan anggur, dan sudah menjadi kehendak-Nya agar kita mengenangkan Dia melalui perjamuan ini, agar kita dapat mengambil bagian di dalam Misteri Paska-Nya yang mendatangkan keselamatan bagi dunia. Ekaristi adalah cara yang dipilih Yesus agar kita dapat tinggal di dalam Dia dan Dia di dalam kita. Percaya penuh akan kehadiran-Nya di dalam Ekaristi dan menerima Ekaristi dengan sikap yang benar merupakan bentuk perwujudan iman dan kasih kita kepada Tuhan yang terlebih dahulu mengasihi kita sampai wafat di salib. Mari kita menerima dengan hati terbuka, cara Yesus mengasihi kita di dalam Ekaristi. Mari kita berdoa, agar makin hari kita makin dapat menghayati kasih-Nya yang tak terbatas, yang tercurah pada kita melalui Sakramen yang Maha Kudus ini…
Shalom
Saya mau tanya kebetulan saya katakumen tapi saya katolik dr kecil…
Dan sampe sekarang saya tidak mengerti artinya konsekrasi..
Bisa tolong di jelaskan apa yg harus kita ucapkan pd saat konsekrasi ?
Trimakasih
[Dari Katolisitas: Silakan membaca terlebih dahulu artikel di atas, silakan klik. Sedangkan untuk doa yang kita ucapkan dalam hati saat Konsekrasi, silakan membaca di sini, silakan klik, dan secara umum tentang Cara mempersiapkan diri menyambut Ekaristi, silakan klik.]
Jika pihak mempelai perempuan dibaptis secara Kristen Katolik sedang mempelai laki secara Kristen Protestan, apakah pengesahan perkawinannya di gereja itu hanya upacara pemberkatan saja atau bisa Sakramen Perkawinan. Jika sakramen perkawinan, apakah boleh dengan Misa yang konsekuensinya adalah liturgi Ekaristi dengan penerimaan komuni padahal setahu saya penerimaan komuni hanya bagi umat Katolik yang sudah dibaptis secara Katolik. Bagaimana solusinya?
Andryhat yth
Perayaaan perkawinan antara orang-orang yang terbaptis adalah sakramen. Baptisan Kristen jika mengikuti forma dan materi yang diakui Gereja Katolik adalah sah dan keduanya sakramental. Bisa dilakukan dengan perayaan Ekaristi pun pula jika baptisannya tidak diakui Gereja Katolik dengan izin ordinaris bisa dengan Ekaristi sebagai puncak dan perayaan iman Gereja. Tentu tidak komuni, yang komuni hanya katolik, pihak yang Katolik saja dan umat. Tidak menjadi suatu hal yang bermasalah, perayaan ekumene pun dianjurkan oleh Gereja Katolik sesuatu yang baik.
salam
Rm Wanta
Sejarah Pembuatan Hosti dan Anggur Ekaristi
1. Kapan dimulai pembuatan hosti seperti dalam bentuk sekarang ini.
2.Di beberapa toko benda-benda rohani, dijual juga hosti. Bahkan anak-anak membelinya dan mengunyah-ngunyah sambil jalan di sebuah mal. Apakah hosti yang dijual di toko tersebut berasal dari biara katolik atau dibuat oleh pihak non katolik?
3.Kapan dimulai pembuatan anggur seperti dalam bentuk yang sekarang ini?
4.Apakah Keuskupan-keuskupan di Indonesia mendapatkan anggur tersebut dari satu sumber saja? Apakah anggur itu sudah produksi lokal asli Indonesia?
5. Bagimana komposisi anggur ekaristi dibanding anggur yang diperdagangkan?
6. Kalau di suatu daerah terpencil, terjadi kehabisan anggur, apa alternatif anggur yang dapat digunakan Pastor?
7.Info dari tetangga sebelah: roti perjamuan kudus di gereja non katolik dapat dibawa pulang dan disimpan di lemari es. Dapat dimakankapan saja jika dibutuhkan. Rasanya tubuh Yesus menjadi lebih dekat dan menyatu di rumah tangga, apa demikian?
Shalom Herman Jay,
1. Menurut keterangan yang kami peroleh dari Catholic Encyclopedia, bentuk hosti seperti sekarang telah ada sejak abad ke-9, (menurut Abbé Corblet), atau sebelumnya, menurut penemuan di Karthago, ditemukan alat pencetak hosti yang berasal dari abad ke 6-7. Selanjutnya tentang sejarah pembuatan hosti, silakan membaca di link ini, silakan klik.
2. Nampaknya roti berbentuk hosti yang dijual di mall-mall bukan hosti yang dibuat oleh biara Katolik.
3. Ketika Yesus menentukan anggur untuk diubah-Nya menjadi Darah-Nya, itu adalah anggur (wine) yang terbuat dari buah anggur asli (lih KHK 924 § 3) yang terfermentasi, (jadi bukan jus anggur) karena wine itulah yang digunakan oleh Kristus saat menginstitusikan Ekaristi pada Perjamuan Terakhir. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Nomor 4 s/d 6 ini dijawab oleh Rm Santo, demikian:
4. Sampai saat ini anggur untuk Ekaristi diimpor dari Australia. Sedang ada upaya membuat pabrik anggur Ekaristi Indonesia dengan tanaman anggur yang ditanam di Indonesia pula.
5. Anggur Ekaristi sesuai yang ketentuan Yesus Kristus Tuhan kita ialah asli dari buah anggur yang difermentasi, tanpa tambahan zat lain. Hal ini berbeda dari anggur yang diproduksi untuk keperluan lain.
6. Satu-satunya pemecahan masalah ini ialah dengan mendatangkan anggur misa dari tempat lain. Jika gagal, maka tidak ada misa, demi dan sesuai perintah Tuhan kita. Acara bisa diganti pengajaran, doa bersama, ibadat sabda tanpa misa.
7. Gereja Katolik tidak memperbolehkan orang membawa pulang hosti yang sudah dikonsekrasikan untuk disimpan di rumah, apalagi ditaruh di dalam lemari es. Tubuh dan Darah Kristus harus dimakan pada saat perayaan Ekaristi, dalam kesatuan dengan perayaan liturgi Gereja, karena itulah yang diperintahkan oleh Kristus, “Terimalah dan makanlah, inilah Tubuh-Ku… (lih. Mat 26:26; Mrk 14:22) … perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk 22:19)… barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.” (1Kor 11:27). Maka hal memakan Tubuh Kristus dan minum Darah Kristus itu adalah suatu tindakan yang sakral, yang tidak dapat disamakan dengan memakan makanan biasa lainnya; demikian pula, tidak selayaknya menyimpan Tubuh dan Darah Tuhan di dalam lemari es, bersamaan dengan segala makanan biasa lainnya. Ini merupakan pencampuradukkan antara hal yang profan dan sakral, dan menurut Kitab Suci, ini dikecam oleh Allah (lih. Dan 5). Maka mari memperhatikan apa yang menjadi kehendak Allah dan bukannya memaksakan kehendak manusia, yang menginginkan untuk memakan Tubuh Kristus kapan saja, seturut cara dan keinginan manusia.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa jika Tubuh dan Darah Kristus tidak diperlakukan dengan hormat, itu adalah tindakan dosa sakrilegi:
KGK 2120 Sakrilegi dilakukan seorang yang menajiskan atau tidak menghormati Sakramen-sakramen atau tindakan liturgi yang lain, pribadi, benda, atau tempat yang telah ditahbiskan kepada Allah. Sakrilegi itu lalu merupakan dosa berat khusus, apabila itu ditujukan kepada Ekaristi, karena di dalam Sakramen ini, Tubuh Kristus hadir secara substansial (Bdk. KHK, Kann. 1367; 1376)
Mari kita menghormati Ekaristi sebagaimana Gereja menghormatinya, dan melaksanakan perayaannya dengan pantas, sebagaimana dikehendaki oleh Kristus.
Demikian tanggapan kami atas pertanyaan Anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
RD Yohanes Dwiharsanto,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Ingrid Listiati,
saya ingin bertanya mengenai perintah Yesus “….perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.”
apakah ini dapat diartikan bahwa Yesus memberi kuasa kepada muridNya untuk mengubah roti dan anggur menjadi tubuh dan darahNya?
saya tdk bermaksud untuk meragukan, saya hanya ingin mengerti, mengapa kedengarannya bagi saya Yesus hanya menyuruh para murid untuk mengenangNya, dan bukan memebri mereka kuasa untuk konsekrasi? saya perecaya bahwa Yesus sendiri tentu bisa mengubah kodrat roti itu menjaid tubuhNya, tetapi yg saya tanyakan apakah para murid juga memiliki kuasa itu?
karena ketika Yesus memberi kuasa kepada Petrus untuk mengampuni dosa ia jelas2 berkata” kepadamu akan Kuberikan kunci kerajaan sorga…..”
nah sya tdk melihat adanya penyerahan kuasa yang konkrit seumpama “kepadamu kuberikan kuasa untuk mengkonsekrasi roti dan anggir ini menjadi…”
Demikian apakah bisa kita yakini bahwa roti yang dikonsekrasi oleh imam sama dengan roti yang dikonsekrasi oleh Yesus pada malam perjamuan terakhir?
Salam sejahtera
[dari katolisitas: Silakan melihat diskusi ini – silakan klik]
Salam Damai Sejahtera dalam Kristus,
Halo tim Katolisitas,salam kenal sy sangat berterimakasih dengan adanya artikel ini krn sy gunakan sbg bahan renungan di lingkungan dan umat sangat terharu dan mjd diteguhkantentang pemahaman Ekaristi krn walaupun sy br berumur 33thn ttp sy sudah dipercaya mjd PIU lingkungan,dan sekali lagi terimakasih “Tuhan adalah satu dan sama dan tak pernah berkesudahan”.salam kenal sy dari paroki Mlati,Sleman.St.Aloysius Gonzaga.Tuhan Memberkati.
[Dari Katolisitas: Kami turut bersyukur jika ternyata apa yang ada di situs ini dapat membantu Anda dan umat di lingkungan Anda untuk semakin mengenali iman Katolik. Semoga dengan semakin mengenali iman kita, kita semakin dapat menghayatinya. Salam hangat kami kepada Anda sekeluarga dan umat lingkungan Anda. Tak ada kata terlalu muda untuk menjadi pemandu lingkungan. Semoga justru teladan hidup dan semangat Anda yang masih muda, dapat memberi inspirasi kepada banyak orang, baik yang sudah lebih senior, maupun juga kepada sesama orang muda.]
Saya ada pertanyaan mengenai ibadah/misa secara Katolik.
Pada waktu malam Natal, dikarenakan jauh dari Gereja Katolik (2 jam perjalanan) dan tidak mendukungnya situasi jika melakukan perjalanan malam (daerah hutan sawit) saya awalnya memutuskan untuk misa pada waktu Misa Keluarga Kudus yaitu tgl 30 Desember 2013, namun puji Tuhan saya menemukan Gereja Katolik (stasi) dekat dengan rumah (Desa Andala, Kab. Luwuk, Sulteng). Namun ketika saya mengikuti misa di sana, ternyata yang ‘melayani’ misa bukan romo atau pastor dari Paroki Luwuk Banggai (Paroki St. Maria Bintang Kejora), seperti yang biasa saya ketahui di Surabaya bahwa stasi akan dilayani oleh romo paroki terdekat, misal stasi Lamongan dilayani oleh romo paroki Gresik-Santa Perawan Maria. Dan yang mengejutkan, bapak tersebut melakukan ‘ritual’ misa hampir mirip dengan yang dilakukan oleh romo, meskipun tidak mengadakan sakramen ekaristi, dengan melagukan doa-doa dan mengikuti tata cara misa seperti pada TPE.
Yang mau saya tanyakan :
1. Bolehkan bapak tersebut melakukan hal itu?Apalagi untuk perayaan malam Natal.
2. Apakah tidak ada romo yang mau atau melayani stasi tersebut hingga umat disana memilih melakukan hal demikian?
3. Saat mengikuti ‘misa’ tersebut perasaan saya takut sekaligus sedih, “Takut” apakah ‘misa’ tersebut menyesatkan saya dan membuat saya berdosa?
“Sedih” karena dalam stasi tersebut banyak murid2 Yesus yang mau secara Katolik beriman namun tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya, terutama tidak bisa menerima ekaristi sebagaimana mestinya.
Salam Indra Hewmawan,
1. Boleh. Seorang awam yang diangkat untuk sementara sebagai Asisten Imam atau prodiakon paroki mendapat tugas dari imam. Salah satunya ialah untuk memimpin ibadat sabda, bukan Ekaristi.
2. Bukan karena imam tidak mau, namun jumlah imam yang terbatas. Tidak cukup jumlah imam di berbagai kawasan di luar pulau Jawa untuk melayani semua stasi. Maka prioritas untuk pas Hari Raya (Natal dan Paskah, misa hari Minggu) ialah di gereja Paroki. Sedangkan misa hari raya biasanya menunggu imam datang ke stasi tersebut, walaupun sudah beberapa hari atau beberapa minggu setelah hari raya.
3. Yang dirayakan itu ialah “Ibadat Sabda Tanpa Imam”. Ada bukunya keluaran Komisi Liturgi KWI. Ada “Ibadat Sabda Tanpa Imam Tanpa Komuni”, ada pula “Ibadat Sabda Tanpa Imam dengan komuni. Untuk ibadat sabda yang dengan komuni, maka hal ini sudah dengan keputusan uskup. Komuni diterimakan dari Sakramen Mahakudus yang dikirim dari paroki, atau dari tabernakel di mana disimpan Sakramen Mahakudus. Sakramen mahakudus itu dikonsakrir pada saat misa beberapa waktu sebelumnya ketika imam datang ke stasi tersebut untuk misa. Ibadat sabda dengan komuni ini memang tidak ideal. Namun hal ini merupakan pemecahan akan kerinduan umat stasi yang jauh dari paroki akan Ekaristi yang dipimpin imam. Sekarang setelah ada kesadaran mengenai hakikat Ekaristi, beberapa paroki dengan stasi yang banyak dan terpencil tidak lagi membuat ibadat sabda dengan komuni. Mereka tetap berkumpul dan beribadat dipimpin seorang bapak atau ibu asisten imam /prodiakon namun tanpa komuni. Karena, yang ideal, komuni kudus hanya diterimakan dalam kesatuan dengan perayaan Ekaristi. Komuni yang diterimakan di luar perayaan Ekaristi hanyalah untuk orang yang sakit di rumah maupun di rumah sakit, serta dalam orang dalam penjara.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Dear katolisitas,
Tertulis: Kejadian ini disebut sebagai “transubstansiasi“, yang mengakibatkan substansi dari roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus (lih. KGK 1376). Jadi yang tinggal hanyalah rupa roti dan anggur, tetapi substansi roti dan anggur sudah lenyap, digantikan dengan kehadiran Yesus.
Saya mengimani 100% transubstansiasi.
Saya hanya perlu penjelasan yang lebih mudah untuk memahami perbedaan antara: Substansi adalah Tubuh Kristus dan yang tinggal hanyalah rupa roti.
dengan kata lain apakah perbedaan antara substansi dengan rupa?
mungkin ada ilustrasi yang bisa diberikan untuk mempermudah pemahaman saya.
Bagi saya sendiri sebenarnya tidak penting karena saya percaya bahwa hosti yang sudah dikonsekrasi adalah Tubuh Kristus.
Saya perlu penjelasan untuk jaga jaga dari “serangan” pihak tertentu.
Mohon penjelasan. Terima kasih
[dari Katolisitas : setelah konsekrasi, hanya substansi roti dan anggur-nya saja yang berubah, sedangkan “accidents”/rupa/penampilan luarnya tetap. Untuk mengerti konsep ini memang diperlukan pengertian filosofis, yaitu bahwa pada setiap benda, kita mengenal adanya substansi dan “accidents”. Misalnya, hakekat kita manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang terdiri tubuh dan jiwa, yang punya ratio dan kehendak bebas, sedangkan “accidents” / rupa-nya adalah warna kulit, bangsa, tinggi/ berat badan, dst. Jika kita mencampuradukkan kedua hal ini (substansi dan “accidents”) maka akan sulit bagi kita untuk memahami konsep Transubstansiasi ini. Sebab setelah transubsansiasi, maka yang nampak sebagai hosti sudah bukan hosti lagi, karena substansinya telah berubah menjadi Tubuh Kristus, sedangkan “accidents” (rupa) nya tetap sama, yaitu dalam rupa roti dan anggur.]
Halo Mbak/Mas…Maaf,aku pernah dengar istilah Misa Hitam semasa sekolah menengah dulu.Apakah benar ada upacara atau Misa Hitam dalam Gereja Katolik dan bagaimana sejarahnya..?Makasih buat jawabannya..
[dari katolisitas: Tidak ada black mass di dalam Gereja Katolik. Misa hitam ini adalah adalah merupakan ejekan bagi Misa di dalam Gereja Katolik. Pelaku dari misa hitam ini biasanya adalah pemuja setan. Silakan melihatnya di sini – silakan klik.]
Yth. Ibu Ingrid,
Terima kasih banyak untuk artikel tentang ekaristi yang memuat banyak aspek yang memperbaharui hal-hal yang sudah selayaknya saya ketahui maupun aspek yang menyegarkan kembali dan melengkapi apa yang perlu diketahui.
Mengingat bahwa mestinya di seluruh dunia dengan jumlah umat Katolik yang beberapa milyar ini, tentunya diperlukan pengadaan sejumlah amat besar hosti untuk keperluan puluhan ribu misa di berbagai bagian dunia ini setiap hari. Dengan demikian dibutuhkan sejumlah amat besar hosti dan anggur yang tentunya disiapkan di amat banyak tempat berbeda di seluruh dunia ini. Adakah rambu-rambu baku yang perlu dipenuhi dalam pembuaan roti untuk komuni, entah bahan mentahnya, cara pembuatannya dsb. sehingga hosti yang tersedia layak digunakan untuk misa? Demikian pula untuk anggur yang digunakan. Kita tahu bahwa cukup banyak misa diselenggarakan di tempat-tempat yang terpencil jauh dari tempat-tempat yang “lumrah”. Singkatnya hanya roti dan anggur yang bagaimana dapat digunakan untuk dikorbankan di misa kudus? Di beberapa tempat (di luar Indonesia) seingat saya, saya pernah mengikuti misa di mana hosti kudusnya berupa roti biasa yang tidak sama dengan hosti yang biasa digunakan di Indonesia.
Mengenai penerimaan komuni dalam rupa roti dan anggur atau roti saja, kalau saya pikir-pikir agak membingungkan memahaminya. Kalau sama saja mengapa mesti dua bentuk ya? Saya belum dapat merumuskan pertanyaan yang ingin saya ajukan. Mungkin dalam hal ini sebaiknya saya gunakan saja patokan (saya): Kalo bingung, pasrah dan percaya saja dulu. Tidak segalanya harus di(per)tanyakan.
Soenardi
Shalom P. Soenardi,
1. Bahan Ekaristi MahaKudus
Menurut Redemptoris Sacramentum, ketentuan bahan untuk roti dan anggur untuk dipergunakan dalam liturgi Ekaristi adalah:
48. Roti yang dipergunakan dalam perayaan Kurban Ekaristi Mahakudus harus tidak beragi, seluruhnya dari gandum, dan baru dibuat sehingga dihindari bahaya menjadi basi. Karena itu roti yang dibuat dari bahan lain, sekalipun dari butir padi atau yang dicampur dengan suatu bahan lain yang bukan gandum sedemikian rupa sehingga orang tidak lagi memandang itu sebagai roti, tidak merupakan bahan sah untuk dipergunakan pada Kurban dan Sakramen Ekaristi. Adalah pelanggaran berat untuk memasukkan bahan lain ke dalam roti untuk Ekaristi itu, misalnya buah-buahan atau gula atau madu. Tentu saja hendaknya hosti-hosti dikerjakan oleh orang yang bukan hanya menyolok karena kesalehannya, tetapi juga trampil dalam hal mengerjakannya seraya diperlengkapi dengan peralatan yang sesuai.
50. Anggur yang dipergunakan dalam perayaan Kurban Ekaristi Mahakudus itu harus alamiah, berasal dari buah anggur, murni dan tidak masam dan tidak tercampur dengan bahan lain. Dalam perayaan ini, sedikit air akan dicampur dengannya. Perlu diperhatikan dengan seksama agar anggur yang hendak dimanfaatkan untuk perayaan Ekaristi itu tersimpan baik dan tidak menjadi masam. Sama sekali tidak diizinkan untuk mempergunakan anggur yang keasliannya atau asalnya diragukan, karena sebagai persyaratan yang harus dipenuhi demi sahnya sakramen-sakramen, Gereja menuntut kepastian. Tidak juga diperbolehkan minuman jenis lain apa pun dan demi alasan apa pun, karena minuman itu bukanlah bahan sah.
Penentuan ini sesuai juga dengan KHK kan. 924 1,3, Missale Romanum, Institutio Generalis, no.323.
2. Tentang Komuni dua rupa dan satu rupa.
Katekismus Gereja Katolik mengatakan demikian:
KGK 1377 …… Di dalam setiap rupa [baik rupa roti maupun anggur] dan di dalam setiap bagiannya tercakup seluruh Kristus, sehingga pemecahan roti tidak membagi Kristus (Bdk. Konsili Trente: DS 1641).
KGK 1390 Karena Kristus hadir secara sakramental dalam setiap rupa itu [baik dalam rupa roti maupun anggur], maka seluruh buah rahmat Ekaristi dapat diterima, walaupun komuni hanya diterima dalam rupa Roti saja. Karena alasan-alasan pastoral, maka cara menerima komuni inilah yang paling biasa di dalam ritus Latin. Tetapi “arti perlambangan komuni dinyatakan secara lebih penuh, apabila ia diberikan dalam dua rupa. Dalam bentuk ini lambang perjamuan Ekaristi dinyatakan atas cara yang lebih sempurna” (IGMR 240). Di dalam ritus Gereja-gereja Timur cara menerima komuni macam inilah yang biasa dipergunakan.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam damai dalam Yesus….
Beberapa bulan yg lalu sy pernah membaca artikel tentang manfaat dr perayaan Ekaristi, yg mana
dapat membantu jiwa2 naik ke surga.
Dalam penglihatan Santo (?) jiwa2 diangkat Ke surga pada saat konsekrasi ?
Mohon penjelasan yg lebih terperinci ….
Terima kasih….GBU..
Hormat saya…arif..
Shalom Arifianto,
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan demikian tentang kurban Ekaristi:
KGK 1371 Kurban Ekaristi juga dipersembahkan untuk umat beriman yang mati di dalam Kristus, “yang belum disucikan seluruhnya” (Konsili Trente: DS 1743), supaya mereka dapat masuk ke dalam Kerajaan Kristus, Kerajaan terang dan damai:
“Kuburkanlah badan ini di mana saja ia berada: kamu tidak perlu peduli dengannya. Hanya satu yang saya minta kepada kamu: Di mana pun kamu berada, kenangkan saya pada altar Tuhan” (Santa Monika sebelum wafatnya, kepada Santo Augustinus dan saudaranya: Agustinus, conf. 9,11,27).
“Lalu kita berdoa [dalam anaforal untuk Paus dan Uskup yang telah meninggal, dan untuk semua orang yang telah meninggal pada umumnya. Karena kita percaya bahwa jiwa-jiwa yang didoakan dalam kurban yang kudus dan agung ini, akan mendapat keuntungan yang besar darinya… Kita menyampaikan kepada Allah doa-doa kita untuk orang-orang yang telah meninggal, walaupun mereka adalah orang-orang berdosa… Kita mengurbankan Kristus yang dikurbankan untuk dosa kita. Olehnya kita mendamaikan Allah yang penuh kasih sayang kepada manusia dengan mereka dan dengan kita” (Sirilus dari Yerusalem, catech. myst. 5,9,10).
Dengan demikian dapat saja terjadi seperti yang dikatakan oleh orang kudus tersebut, jika ia memperoleh penglihatan bahwa jiwa-jiwa yang berada di Api Penyucian dapat beralih ke dalam Kerajaan Surga, atas jasa kurban Kristus yang oleh kuasa Roh Kudus dihadirkan kembali di dalam Ekaristi, secara khusus melalui konsekrasi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Mohon ijin, memperbanyak materi ini untuk dibagikan kepada Bapak Ibu Prodiakon Katedral Semarang. Terima kasih.
[dari katolisitas: Silakan untuk mengambil artikel dan tanya jawab dari situs ini, namun bukan untuk kepentingan komersial dan harus menyebutkan sumbernya, yaitu http://www.katolisitas.org, sehingga bagi yang ingin bertanya atau menyampaikan usulan, dapat menyampaikannya kepada kami.]
Shalom para Romo dan rekan-rekan di katolisitas..
[Sebelumnya mohon maaf, saya salah mengetikkan pertanyaan saya ini di bagian kontak, seharusnya di bagian buku tamu ini, karena tidak ada hal yang bersifat pribadi, dan dapat ditampilkan untuk umum.. Mohon maaf dan terima kasih..]
Ini pertanyaan saya:
Saya mau bertanya tentang Gereja Katolik di RRC.. Setahu saya, Vatikan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan RRC, dan Gereja Katolik di RRC, karena pengaruh tekanan dari Pemerintah, tidak berada di bawah naungan Bapa Suci..
Lalu saya pernah dengar juga, bahwa ada dua jenis Gereja Katolik di sana, yang resmi yang berada di bawah Pemerintah, dan yang “ilegal” atau “bawah tanah” yang bersekutu penuh dengan Bapa Suci.. Mohon penjelasan dan konfirmasi mengenai hal ini..
Lalu, seandainya saya tinggal di RRC untuk beberapa saat, ke Gereja manakah saya harus mengikuti misa?? Lalu, bagaimana membedakan apakah Gereja tersebut dalam persekutuan dengan Bapa Suci atau tidak?? Lalu, seandainya saya (bisa saja tahu, ataupun tidak tahu) menghadiri misa di Gereja yang konon tidak dalam persekutuan dengan Bapa Suci tersebut, bagaimana dengan keabsahan Sakramen Ekaristi-nya?? Dan apakah hal tersebut dapat dikategorikan sebagai dosa??
Sekian pertanyaan saya.. Terima kasih atas jawaban dan informasinya.. Berkah Dalem..
Salam Henry,
Tidak ada perbedaan mencolok secara fisik – liturgis antara Gereja Katolik Roma di bawah tanah dan gereja katolik patriotik yang diririkan Pemerintah RRC. Namun tetaplah perbedaan itu ada dan mengganjal. Sejarah singkat konflik politik keagamaan antara Pemerintah RRC dan Vatikan serta perkembangannya sekarang bisa dilihat di http://www.slate.com/articles/news_and_politics/explainer/2010/11/eastern_religion.html
Perkembangan sampai saat ini menurut artikel tersebut menyatakan bahwa ketegangan di antara keduanya menurun antara Gereja bawah tanah (Katolik yang mengakui Paus sebagai pemimpin Gereja) dan Katolik Patriotik (yang ada di bawah tekanan Pemerintah RRC). Perbedaan secara fisik itu hampir tidak tampak. Namun perbedaan tersebut tetap ada. Misalnya dalam ranah politis terjadi perbedaan perlakuan (diskriminasi) terhadap keduanya oleh Pemerintah Komunis RRC. Gereja bawah tanah tetap teraniaya dan tidak mendapatkan kemudahan untuk beribadat. Gedung gereja yang mencolok biasanya milik pemerintah (Katolik Patriotik). Paus Benediktus menyerukan agar kita mendoakan mereka dalakm berita ini http://www.cathnewsindonesia.com/2011/05/23/cina-ingin-%e2%80%9caksi%e2%80%9d-vatikan/
Pada masa kepausan Bapa Suci Benediktus XVI ini, pendekatan-pendekatan kepada pemerintah RRC dilakukan. Namun belum berhasil. Anda bisa bertanya-tanya kepada orang-orang Katolik di sana, apakah suatu gereja itu patriotik.
Karena menghadiri misa di gereja bawah tanah (Katolik Roma) dinyatakan ilegal oleh pemerintah dan karenanya berbahaya bagi Anda , maka Anda tidak wajib mengikutinya dan jika Anda mengikutinya harus waspada. Namun, jika situasi mendesak,Anda bisa menghadiri misa gereja patriotik atau gereja Katolik Roma ritus timur buatan pemerintah RRC, dengan dasar KHK Kanon 844 paragraf 2. “Setiap kali keadaan mendesak atau manfaat rohani benar-benar menganjurkan, dan asal tercegah bahaya kesesatan atau indiferentisme, orang beriman kristiani yang secara fisik atau moril tidak mungkin menghadap pelayan katolik, diperbolehkan menerima sakramen tobat, Ekaristi serta pengurapan orang sakit dari pelayan-pelayan tidak katolik, jika dalam Gereja mereka sakramen-sakramen tersebut adalah sah”. Dasar kedua ialah Surat Paus Benediktus XVI 27 Mei 2007 kepada Gereja China: “Concerning bishops whose consecrations took place without the pontifical mandate yet respecting the Catholic rite of episcopal ordination, the resulting problems must always be resolved in the light of the principles of Catholic doctrine. Their ordination as I have already said (cf. section 8 above, paragraph 12) is illegitimate but valid, just as priestly ordinations conferred by them are valid, and sacraments administered by such bishops and priests are likewise valid. Therefore the faithful, taking this into account, where the eucharistic celebration and the other sacraments are concerned, must, within the limits of the possible, seek bishops and priests who are in communion with the pope: Nevertheless, where this cannot be achieved without grave inconvenience, they may, for the sake of their spiritual good, turn also to those who are not in communion with the pope.”
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
salam
saat ke gereja kita dituntut mengikuti Misa dengan khidmat karena kita mempersiapkan diri kita menerima tubuh Yesus saat Ekaristi. Bagaimana dg orangtua yg punya anak2 yang masih batita khususnya anak yang masih di bawah 1 thn ato 2th yang masih aktif-aktifnya. Saya pernah dititipi anak saudara utk diajak ke gereja, anaknya kalem ngga banyak gerak tapi yang namanya anak 1th yang sedang belajar ngomong, anaknya ngoceh terus karena ngga enak sama umat lainnya, takut mengganggu maka saya ajak ponakan saya keluar tapi saya jadi kurang khidmat ato kurang bisa mengikuti Misa dg baik apalagi pas Doa Syukur Agung ponakan saya malah rewel minta tidur jadi saya tidak bisa mengikuti Doa Syukur Agung dengan baik. Atau pas saat saya berdoa setelah komuni saya persingkat karena mw minta berkat romo utk ponakan saya. Bagaimana posisi saya di hadapan gereja maupun di hadapan Yesus karena tenaga dan pikiran terbagi 2 saat Misa, apakah saya ato para ibu-ibu yang dalam posisi yang sama seperti saya berdosa karena tidak bisa fokus ato mempersiapkan diri saat Ekaristi atau tidak dapat mengikuti Misa dg baik? Karena yang saya ketahui perayaan Misa khususnya Ekaristi juga dihadiri oleh anggota Gereja yang lainnya baik yg ada di surga atau di api penyucian, jadi saya harus mempersiapkan diri dg baik.
trima kasih
Shalom Maria,
Terima kasih atas pertanyaan Anda yang menarik dan memang merupakan tantangan yang aktual bagi para orang tua yang merayakan Misa bersama anak-anak mereka yang masih kecil. Menurut hemat saya, “kesibukan” Anda dan para ibu dalam menangani si kecil selama perayaan Misa tidak membuat Anda berdosa, karena Tuhan tentu mengerti kesulitan itu dan tetap menghargai usaha dan ketulusan Anda untuk merayakan Ekaristi bersama anak-anak demi kemuliaan nama-Nya.
Saya pribadi sangat menghargai niat banyak orangtua untuk memperkenalkan perayaan Ekaristi pada anak-anak sejak usia mereka masih sangat muda, walaupun tantangannya cukup banyak, karena selain belum mengerti, pada usia dini anak-anak juga masih sukar untuk diajak duduk diam dan berkonsentrasi dalam waktu yang cukup panjang, dalam hal ini sekitar satu jam atau satu setengah jam merayakan Ekaristi. Memang bila sarananya tersedia, mengikuti kegiatan Sekolah Minggu juga baik, supaya anak-anak mengenal pengajaran Kitab Suci dan bertumbuh dalam pemahamannya akan kasih Tuhan. Namun keikutsertaan mereka di dalam perayaan Ekaristi tidak tergantikan oleh kegiatan Sekolah Minggu, dan bagaimanapun juga kegiatan mengikuti Misa sangat baik untuk dibiasakan sejak mereka sudah mulai dapat diajak bekerja sama selama mengikutinya. Dalam hal ini orangtua diajak untuk aktif dan kreatif mencari sarana yang memungkinkan anak-anak turut berpartisipasi dalam Misa tanpa menjadi bosan yang kemudian juga berpotensi mengganggu konsentrasi umat yang lain.
Membawakan berbagai jenis mainan pengalih perhatian atau makanan, tidak terlalu disarankan, karena selain hal itu tidak membuat anak-anak belajar untuk mengenal apa yang terjadi dalam Misa, orangtua pun dapat teralihkan perhatiannya kepada hal-hal yang tidak berhubungan dengan pujian dan penyembahan kepada Tuhan. Sebagai gantinya, di sela-sela mereka mulai jenuh atau kehilangan konsentrasi, supaya mereka tetap dapat mengikuti Misa tanpa menjadi rewel namun tetap mendapatkan situasi rohani, orangtua dapat memberikan berbagai buku rohani anak-anak yang mempunyai cerita yang menarik dan gambar-gambar yang juga menarik, buku-buku bergambar mengenai kisah santo santa, rosario dari plastik, dan benda-benda bersifat rohani lainnya. Usaha ini diberikan hanya pada saat mereka mulai jenuh. Namun dengan berbagai pengajaran yang sering diterapkan di rumah, anak-anak yang sudah lebih besar, misalnya 4 tahun ke atas, bisa diajak memperhatikan apa yang terjadi di sekitar altar, dan diajak tetap menghargai Tuhan Yesus yang ada di tengah-tengah umat-Nya sekalipun tidak kelihatan. Usaha ini berkesinambungan, misalnya, di rumah, di antara kegiatan bermain bersama anak-anak, orangtua dapat meluangkan waktu untuk bermain merayakan Misa bersama mereka. Anak-anak biasanya sangat senang menirukan kegiatan orang dewasa yang sering mereka lihat. Dengan peralatan sederhana untuk memberikan suasana seperti di gereja, orangtua bisa mengajarkan anak-anak untuk menirukan semua gerakan liturgis pada saat yang tepat, misalnya berdiri, berlutut, membuat tanda salib, ikut bernyanyi (sambil mengajarkan beberapa nyanyian liturgi yang bisa mereka ikuti), memberikan salam damai, gerakan menyembah pada saat konsekrasi, dan seterusnya, sambil memberikan penjelasan sederhana tentang makna di balik gerakan-gerakan tersebut. Termasuk mengajarkan pentingnya bersikap hormat dan hikmat pada saat Doa Syukur Agung. Keterlibatan orangtua dan penanaman bahwa semua itu adalah sesuatu yang indah dan menyenangkan bagi Tuhan, akan membuat anak-anak juga menghargai Ekaristi dan lama kelamaan dapat memahami dan mencintainya seiring pertambahan usia dan pertumbuhan mereka.
Salam kasih,
Triastuti – katolisitas.org
Tambahan dari Ingrid:
Mungkin juga baik untuk dicoba, jika anak sudah disiapkan dari rumah, untuk berjanji akan berlaku baik di gereja/ mengikuti Misa, lalu orang tua mengajak anak duduk justru di bangku depan, sehingga anak dengan leluasa dapat melihat ke altar, dan tidak terhalang oleh umat yang lain. Menurut banyak kesaksian orang tua, hal ini malah membantu orang tua, karena perhatian anak akan tertuju ke altar. Sedangkan kalau anak dan orang tua duduk di belakang, akan sulit bagi anak untuk memperhatikan apa yang terjadi di altar, sehingga mereka cenderung ‘main’/ asyik dengan ulahnya sendiri. Inilah yang kami lakukan terhadap anak baptis kami sejak dia berusia 2 tahun saat kami mulai membawanya mengikuti Misa harian. Sejak saat itu dia terbiasa untuk “behave” (berlaku sopan) pada saat Misa Kudus, dan mengetahui bahwa di altar itulah Tuhan Yesus hadir di dalam rupa Ekaristi.
Selanjutnya, adalah baik jika sehabis Misa anak diajak untuk berdoa dan menyalakan lilin di hadapan patung Tuhan Yesus atau Bunda Maria. Ajarilah anak berdoa di sana, cukup doa yang sederhana. Contoh: orang tua mengucapkan beberapa kata, dan anak mengulanginya. Yang penting dengan pengalaman itu anak memahami makna doa, dan bahwa gereja adalah rumah Tuhan, tempat jemaat-Nya berkumpul, berdoa dan mengucap syukur.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati – katolisitas.org
Salam dlm kasih Tuhan Jesus bagi pengasuh katolisitas serta Bu Maria.
Ini tambahan saja. Dari pengalaman kami, bapak-ibu 2 anak yg sekarang sudah remaja, membawah bayi/balita ke perayaan ekaristi adlh perkara mudah jika mengerti kebutuhan bayi/anak2. Mereka harus dibuat nyaman sebelum pergi ke gereja; artinya: mereka sudah cukup tidur, makan/minum susu, sudah puas mandi/main air dan buang air besar dgn demikian mereka tdk terganggu rasa lapar atau perasaan tdk nyaman pada pencernaannya. Tentunya kami hanya bisa ikut misa siang yg terakhir. Di gereja, bayi (sampai umur 1 thn) akan tenang sekali jika digendong dlm kantung bayi yg terletak di dada ibunya, barangkali krn mereka dapat mendengar detak jantung kita. Sayapun sbg bapaknya, tidak pernah sungkan/malu menggendong bayi kami jika ibunya sedang memerlukan sesuatu. Bayi tdk akan rewel jika tidak lapar, namun selalu sediakan sebuah botol dot berisi susu bubuk/formula yg belum dicairkan untuk berjaga-jaga.
Bayi satu thn pun sudah mampu memperhatikan sekitarnya; dan seperti yg ibu Ingrid ceritakan, sebaiknya kita memilih tempat di barisan depan agar bayi/balita bisa mengamati altar dan pastor. Ketika berumur 2 thn ke atas, anak2 sudah mengerti untuk duduk sendiri dgn manis jika kita selalu mengingatkan dan memberi contoh yg baik (misalnya tdk mengobrol atau sering menggerakkan anggota badan maupun menoleh kiri-kanan).
Syukurlah, sejak kecil anak2 kami tdk pernah rewel ataupun berjalan-jalan di gereja. Kami sering mengingatkan bhw ini adlh gereja; ada waktunya nanti untuk berlari-lari sepuasnya.
Sekian dahulu, mudah2an dapat membantu bapak-ibu yg masih punya bayi/balita.
Syaloom Pengurus Katolisitas
Saya mao tanya,
1.Kalau komuni di luar gereja Katolik apakah roti dan anggurnya diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus? Karena saya tidak tahu dulu, saya belom dibaptis saya makan dan minum saja karena pengen tahu rasanya. Dan saya menyesalinya apakah itu berubah atau tidak. Apakah saya akan diampuni?
2.Misalnya tidak berubah menurut anda? Misalnya gereja di luar Katolik melakukan Ekaristi dengan cara dan doa dan pemahaman yg bulat dan iman kalau sungguh Tubuh dan Darah yg Kristus yang dimakan. Tp mereka tidak bergabung ke Gereja katolik. Apakah itu “sah”? Saya melihat kalau St.Petrus yang diberikan kunci Kerajaan Sorga? Jadi ada kemungkinan Ekaristi di luar gereja Katolik tidak berubah jadi daging dan darah Kristus, tp kalau menurut saya kembali ke kehendak Tuhan ( maksudnya terserah Tuhan). Menurut anda bagaimana? Maaf saya tidak bermaksud mengadu domba atau semacamnya. Karena ini pertanyaan yg agak2 menjurus. Tp saya penasaran dan ingin tahu. Kalau misalnya tidak berkenan untuk tampil di web ini, bolehkah jawabannya dikirim ke email saya saja.
Terima kasih
Shalom Leonard,
Pertama-tama, nampaknya yang perlu kita sadari bersama adalah, Gereja merupakan ‘pemberian’ Kristus, dan kuasa yang diberikan kepada Kristus kepada para rasul merupakan juga ‘pemberian’ Kristus. Jika kita memahami hal ini, maka kita tidak dengan serta merta menganggap bahwa siapapun berhak untuk mendirikan gereja dan mengubah roti dan anggur itu menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Sebab Kristus juga tidak memberikan kuasa itu kepada semua pengikut-Nya, tetapi hanya kepada para rasul-Nya. Para rasul kemudian bertugas untuk melaksanakan amanat Kristus untuk melakukan perjamuan tersebut untuk mengenang kurban Kristus di tengah-tengah Gereja-Nya; dan membagikan Tubuh dan Darah Kristus itu kepada anggota- anggotaNya untuk menjadi santapan rohani mereka. Dan karena Kristus menghendaki agar Gereja-Nya terus ada sampai akhir jaman, maka kuasa yang diberikan Kristus kepada para rasul itu diteruskan pula kepada para penerus mereka (yaitu para imam yang ditahbiskan secara sah) sampai sekarang. Melalui merekalah, yang mengucapkan konsekrasi -yaitu Sabda Kristus atas roti dan anggur itu- maka kurban Kristus yang satu dan sama itu dihadirkan kembali di tengah- tengah kita oleh kuasa Roh Kudus. Dengan demikian ada dua hal yang menjadikan roti dan anggur itu menjadi Tubuh dan Darah Kristus: 1) perkataan Sabda Tuhan dalam Konsekrasi; 2) jalur apostolik (apostolic succession), artinya tahbisan yang sah berasal mula dari para rasul. Hal inilah yang membedakan antara perjamuan kudus dalam gereja Kristen non Katolik dengan perjamuan Ekaristi dalam Gereja Katolik. Hal ini sudah pernah ditulis dalam artikel ini, silakan klik.
Katelismus Gereja Katolik, mengajarkan demikian:
KGK 1410 Kristus sendiri, Imam Agung abadi Perjanjian Baru, mempersembahkan kurban Ekaristi melalui pelayanan imam. Demikian juga Kristus sendirilah menjadi bahan persembahan dalam kurban Ekaristi. Ia sendiri sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur.
KGK 1411 Hanya para imam yang ditahbiskan secara sah, dapat memimpin upacara Ekaristi dan mengkonsekrir roti dan anggur supaya menjadi tubuh dan darah Kristus.
KGK 1412 Tanda-tanda hakiki Sakramen Ekaristi adalah roti dari gandum dan anggur dari buah anggur. Berkat Roh Kudus dimohonkan ke atasnya dan imam mengucapkan kata-kata konsekrasi, yang Yesus ucapkan dalam perjamuan malam terakhir “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu…. Inilah piala darah-Ku. …”
KGK 1413 Oleh konsekrasi terjadilah perubahan [transsubstansiasi] roti dan anggur ke dalam tubuh dan darah Kristus. Di dalam rupa roti dan anggur yang telah dikonsekrir itu Kristus sendiri, Dia yang hidup dan dimuliakan, hadir sungguh, nyata, dan secara substansial dengan tubuh-Nya, darah-Nya, jiwa-Nya, dan kodrat ilahi-Nya (Bdk. Konsili Trente: DS 1640; 1651).
Dengan pemahaman ini saya menanggapi pertanyaan anda:
1. Komuni di luar gereja Katolik apakah Roti dan anggur nya diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus?
Suatu komunitas gerejawi yang tidak memiliki jalur apostolik (apostolic succession) sesungguhnya tidak dapat mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Jika anda menyambutnya dalam komunitas tersebut, sesungguhnya anda tidak menyambut Tubuh dan Darah Kristus. Namun bisa terjadi komunitas tersebut menganggap itu adalah Tubuh dan Darah Kristus, dan mensyaratkan orang yang menyambut harus sudah dibaptis/ menjadi anggota jemaat mereka. Maka, jika waktu anda menyambut itu anda belum dibaptis dan bukan menjadi anggota jemaat mereka, inilah kemungkinan yang menyebabkan mengapa hati nurani anda ‘menuduh’ anda sekarang, sebab motivasi anda menyambut bukan untuk menyambut Kristus ataupun mengenangkan Dia, tetapi hanya untuk sekedar ingin tahu rasanya saja. Nanti jika anda memutuskan untuk dibaptis secara Katolik, anda dapat mengaku dosa anda dalam Sakramen Pengakuan Dosa, dan anda akan dapat memperoleh pengampunan dari Tuhan.
2. Apakah iman yang bulat kalau itu sungguh Tubuh dan Darah Kristus maka menjadikan roti dan anggur itu sungguh Tubuh dan Darah Kristus, dan “sah”?
Telah diuraikan di atas, bahwa yang menjadikan roti dan anggur itu berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus adalah perkataan konsekrasi dan jalur apostolik. Maka perubahan substansi (Transubstansiasi) tidak tergantung dari kondisi iman/ batin si penerima ataupun kondisi batin imam yang mempersembahkannya. Dengan perkataan lain, meskipun jemaat itu yakin seyakin- yakinnya bahwa roti itu Tubuh dan Darah Kristus, namun jika yang mempersembahkannya adalah orang yang tidak mempunyai tahbisan yang sah (mempunyai jalur apostolik), maka transubstansiasi tidak terjadi. Sebaliknya, meskipun seorang imam yang mempersembahkan Misa sedang galau batinnya, namun oleh kuasa Sabda Tuhan dalam konsekrasi dan karena kuasa tahbisannya yang sah, maka transubstansiasi tetap terjadi. Konsekrasi yang diucapkan oleh imam yang sah tahbisannya akan mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Demikian juga, transubstansiasi terjadi tidak tergantung oleh disposisi batin orang yang menerima. Oleh karena itu, siapa yang menyambut Tubuh dan Darah itu dengan disposisi batin yang tidak baik, entah karena tidak percaya/ tidak mengimaninya, ataupun karena dosa berat, maka ia mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri, sebab ia berdosa terhadap Tubuh dan Darah Tuhan Yesus yang disambutnya. Ini dikatakan dalam 1 Kor 11:27-30.
Namun demikian, disposisi batin yang baik diperlukan untuk menyambut Tubuh dan Darah Kristus, sebab rahmat Allah yang kita peroleh dalam Ekaristi sebanding dengan disposisi batin kita pada saat menyambutnya. Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci mengajarkan demikian:
11. Akan tetapi supaya hasil guna itu diperoleh sepenuhnya, Umat beriman perlu datang menghadiri liturgi suci dengan sikap-sikap batin yang layak. Hendaklah mereka menyesuaikan hati dengan apa yang mereka ucapkan, serta bekerja sama dengan rahmat surgawi, supaya mereka jangan sia-sia saja menerimanya (lih. 2 Kor 6:1).
Demikian tanggapan saya atas pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom Saudari Ingrid
Terima kasih untuk jawabannya. Waktu itu saya sudah ditegur sama guru agama saya. Dan kami berdoa bersama untuk meminta ampun kepada Tuhan Yesus. Dan sekarang tiba2 saja saya teringat akan dosa saya di masa lalu. Walaupun skrg saya sudah dibaptis ( non-Katolik ) dan komuni itu dari luar jalur apolistik. Saya menyesal dan berharap bisa terima Komuni di gereja Katolik. Apakah harus baptis lagi?
Ketika saya ikut Misa kemarin, saya berpikir “Tuhan aku ingin sekali makan Tubuh dan darahMu melebihi Karunia Roh Kudus. ( tujuh karunia yang ada di Yesaya 11 dan karunia Karismatik)
Apakah cara berpikir saya itu salah? Karena setelah itu saya tidak tenang? Karena saya jadi seperti tidak mementingkan Roh Kudus. Menganggap Roh Kudus tidak sepenting Tubuh dan Darah Kristus.
Mohon bimbingannya
Terima kasih
Shalom Leonard,
Jika anda sudah pernah dibaptis dan baptisan itu sah (dengan materia dan forma yang benar, yaitu dengan air bersih dan diberikan atas nama Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, serta diberikan sesuai dengan maksud Pembaptisan seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik) maka anda tidak perlu dibaptis ulang. Sebab Gereja Katolik memegang prinsip bahwa Baptisan hanya boleh diberikan satu kali saja seumur hidup, karena menghormati otoritas Tuhan Yesus yang menginstitusikannya, hanya ada satu Baptisan (lih. Ef 4:5). Silakan anda menemui Pastor paroki anda, untuk mengetahui apakah gereja yang membaptis anda dulu itu termasuk dalam daftar PGI. Jika ya, maka baptisan anda sah diberikan, maka jika anda ingin menjadi Katolik, maka anda tidak perlu dibaptis ulang, hanya perlu diteguhkan. Namun anda tetap perlu mengikuti proses katekumenat, silakan tanyakan kepada pastor paroki bagaimana detailnya.
Jika anda sudah dibaptis dengan sah, sebetulnya anda sudah menerima Roh Kudus dan ketujuh karunia Roh Kudus, seperti yang disebutkan dalam Yesaya 11. Setelah seseorang dibaptis ia perlu bertumbuh di dalam iman, harapan dan kasih, dan Ekaristi merupakan jalan yang terbaik untuk membentuk kita bertumbuh di dalam hidup yang baru di dalam Roh Kudus tersebut.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
Jadi tidak salah jika kita menempatkan Ekaristi sebagai yang utama dalam kehidupan kita, sebab memang di dalam Ekaristi kita menyambut seluruh kepenuhan Kristus, yang merupakan seluruh kekayaan rohani Gereja. Bersamaan dengan kita menyambut Kristus, kita menerima pula rahmat dan karunia-Nya, untuk bertumbuh di dalam karunia- karunia Roh Kudus yang telah kita terima di dalam Pembaptisan.
Demikianlah tanggapan saya, semoga mencerahkan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Gereja Katolik menekankan arti Perjamuan Kudus atau Perayaan Ekaristi sebagai sarana keselamatan bagi umat, menjadikan Ekaristi sebagai sumber dan puncak gerak langkah Gereja Katolik. Mengapa ? Karrena Allah menyelamatkan dunia melalui kematian Yesus di puncak Kalvari, dengan kata lain “melakukan” Perjamuan Kudus atau Perayaan Ekaristi berarti “menghadirkan” Penebusan Kristus, kapan pun dan dimana pun.
Secara jasmani kita menerima roti dan anggur sebagai lambang perwujudan Tubuh dan Darah Kristus, dalam kuasa Roh Kudus kita dipersatukan dengan keilahian Kristus. Sumber dan puncaknya bukan roti (Tubuh Kristus) atau anggur (Darah Kristus), tetapi Kristus sendiri.
Selayaknyalah kita memperlakukan Sabda Yesus dengan adil, memberi kepercayaan dan meyakini semua dalam segala, tidak pilih-pilih ….. (~_~) DUC IN ALTUM – GO TO THE DEPTHS
Shalom Katolisitas,
Apakah ada peraturan Gereja yang mengatur bagi umat yang terlambat menghadiri rangkaian upacara Misa Kudus, sampai batas mana bagi si umat yang terlambat itu masih diperkenankan menyambut Tubuh dan Darah Kristus? Karena banyak umat yang datang (sangat) terlambat, katakanlah saat homili sedang berlangsung namun giliran komuni, ya ikut saja dalam barisan umat yang akan menerima komuni kudus. Misalnya: apakah kalau terlambat ritus pembuka masih boleh menerima komuni kudus? atau kalau sudah melewati ritus tobat masih diperkenankan menyambut komuni kudus?
Tentu ada dasar teologis yang bisa menjelaskan boleh tidaknya umat yang datang terlambat saat menghadiri Misa Kudus untuk menyambut komuni kudus.
Salam damai Kristus
Shalom Agust,
Sambil menunggu jawaban dari Rm Boli, ijinkan saya menanggapi. Jika ternyata nanti berbeda dengan jawaban Rm Boli, silakan anda mengambil jawaban Rm Boli, sebab memang beliaulah ahlinya dalam liturgi.
Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada ketentuan tertulis tentang syarat minimum bagi umat yang terlambat untuk agar masih dapat diperkenankan untuk menerima Komuni. Namun silakan dipahami prinsipnya, bahwa dalam Misa ada dua liturgi, yaitu Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Maka selayaknya umat tidak datang terlambat sampai tidak dapat mengikuti liturgi Sabda, yaitu bacaan pertama, Mazmur, bacaan kedua dan Injil; sebab jika demikian ia tidak mengikuti Misa secara lengkap. Untuk menyambut Komuni, silakan mengikuti Misa selengkapnya, yang terdiri dari Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Selanjutnya, jangan dilupakan syarat penting lainnya untuk menyambut Komuni, yaitu bahwa seseorang tidak boleh sedang dalam kondisi berdosa berat, sebab jika demikian, ia harus mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa terlebih dahulu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Agust,
Sampai sekarang saya belum lihat satu pedoman khusus yang menentukan dengan tegas batas kemungkinan terlambat paling akhir, yang memperbolehkan seseorang menerima Komuni Kudus. Pada dasarnya Gereja menghendaki agar umat mengikuti seluruh perayaan Misa dari awal sampai akhir serta mengambil bagian secara aktif lahir batin dan secara penuh (dengan menerima Komuni Kudus).
Salam dan doa. Gbu.
Rm Boli.
Romo… Saya heran… Kenapa skrg Misa rasanya jadi lebih pendek, cepet, singkat.
Rasa’e malah cumak sak jam tok wes mari. (Kyak gereja Protestan, ada loh gereja protestan yang namanya gereja 1 jam saja)
Trs… Seingat saya, dulu saya lihat kalau orang-orang itu sering, atau.. malah selalu membawa puji syukur. Skrg jarang. Malah sepertinya nga bawa apa-apa.
Trs… Dulu orang selalu membawa puji syukur, kemudian kita selalu menyanyikan bbrp nyanyian di puji syukur. Kadang malah banyak sekali kita bernyanyi. Misal, di Ritus Pembuka, kita menyanyikan bbrp lagu dari puji syukur. Tapi skrg rasanya Ritus Pembuka jadi super singkat. Dari awal Ritus Pembuka sampai sebelum homili, hanya 20 menit.
Seingat saya, dulu kita bernyanyi memuji-muji Tuhan itu cukup lama. Meski nga selama di gereja Protestan (yg Pujian Penyembahan nya saja sebelum kotbah kadang, kebanyakan, bisa 1 jam sendiri)
Jadi…
1. Kenapa misa jadi seperti “gereja satu jam saja” ?
2. Kenapa sepertinya tidak ada lagi pujian penyembahan di awal misa?
3. Kenapa Puji Syukur seperti tidak dipakai lagi di Misa?
Alexander Yth
Perasaan anda benar juga tapi itulah kalau kita sudah terjebak pada kompromi dengan kebutuhan zaman modern. Zaman modern dunia digital IT ditandai dengan serba instan, cepat saji, enak dan murah, sibuk kerja dan waktu menjadi penting. Hal hal inilah yang merasuki dalam Gereja kita. Maka sering terjadi Pastor Paroki dan Dewannya sie liturgi mematok kotbah tidak lama misa 1 jam 15 menit paling lama karena mengganggu jadwal misa selanjutnya. Mestinya untuk urusan surgawi Misa Kudus tidak boleh kompromi dengan duniawi. Jadi Misa jangan dipatok waktunya biarkan mengalir saja. Kalau menggangu ya ditambah jadwal misa kurang pastor ya kita harus menggiatkan panggilan menjadi pastor dukung seminari, dukung anak kita menjadi imam. Mengapa terasa cepat? Pertama tidak semua acara liturgi dinyanyikan, nyanyian ordinarium dan proprium serta credo tidak dinyanyikan. Credo hampir hilang nyanyian itu, apalagi memakai credo singkat. Coba teliti baik baik di paroki anda tetangga apakah credo dinyanyikan sudah tidak ada lagi kan? Itulah yang memperpendek lalu Anak domba Allah kadang diucapkan saja,. Lebih fatal lagi kalau ingin cepat cepat prefasi tidak dinyanyikan pada hal Misa meriah. nah itulah yang mengakibatkan mengapa misa sejam saja. Hal lain tergantung Pastor dan Dewan Paroki-nya kalau mau misa semua nyanyian dan meriah maka sekali misa memakan waktu 1,5 jam itu sudah baik. bukan sejam. Lalu kotbah biasanya paling lama 15 menit (12-15 menit) itu sudah bagus. Umat juga mempengaruhi keaadaan ini, karena mereka gelisah sekali kalau misa agak lama – benar kan? Jadi bagi saya misa sebaiknya dilakukan dengan meriah menyanyi dengan sungguh dan tidak perlu kawatir akan terlalu lama asalkan setiap tahapan liturgi berjalan dengan lancar dan mengalir.
salam
Rm Wanta
Oooo…. ya… saya tidak begitu mengerti yang romo jelaskan… tapi cukup menjawab pertanyaan saya. yaitu… memang ada perubahan di Misa sewaktu (masa-masa) saya meninggalkan Gereja Katolik.
[dari katolisitas: yang coba Romo jelaskan adalah tidak ada perubahan dari susunan Misa. Namun, kadang ada bagian-bagian yang tidak dilakukan dengan baik, seperti menghilangkan nyanyian ordinarium – Kyrie, Gloria, Credo, Sanctus, Pater Noster, Agnus Dei.]
Palk Alexander Pontoh, menurut saya sederhana saja, Pak. Yaitu karena orang sekarang kepengin praktis, keburu kepengin ke mall, kepengin segera jalan-jalan… maka Dewan Paroki meminta Pastor mempersingkat misa, hanya satu jam saja. Itu juga di Semarang terjadi dan saya yakin di semua kota besar. Lalu karena alasan parkir yang susah, maka sebaiknya misa satu jam selesai, agar orang yang mau masuk misa jam berikutnya tidak tabrakan dengan yang keluar parkir pada jam sebelumnya karena misa jam sebelumnya kelamaan. Pastornya setuju saja karena masuk akal, dan saya juga setuju karena syaratnya ialah asal cara menyingkatnya tidak menghilangkan bagian-bagian misa, tetapi dengan mempersingkat waktunya bagian-bagian misa itu. Misalnya Lagu pembukaan yg seharusnya 3 bait dinyanyikan hanya satu bait, Mazmur yg harusnya 4-5 ayat dipotong hanya 2 ayat, Homili yang bisa ngalor-ngidul lama (…. dari Katolisitas: kami edit) tak boleh, hanya boleh 10 menit saja, lagu persiapan persembahan harusnya dua-tiga bait dipotong sehingga jadi satu bait atau kadangkala ditiadakan, lagu Kudus tidak dilagukan, hanya dibaca, lagu Anak Domba Allah tidak dinyanyikan hanya dibaca, Komuni diterimakan oleh banyak prodiakon, Pengumuman dilakukan pada saat persembahan. Tapi pengumuman yg dipaskan persiapan persembahan katanya itu melanggar aturan liturgi…
Kesannya memang merusak makna hari Minggu karena kesannya tergesa-gesa. Menurut saya kalau mau tidak tergesa-gesa, ya diperpanjang jarak waktu antara misa stu dengan lainnya. Misalnya Misa pertama jam 06.00, misa kedua jam 09.00 misa ketiga jam 12.00 misa keempat jam 15.00, misa kelima jam 18.00. Tapi kalau jamnya segitu apa laku, Pak? Hal ini karena jumlah umat Katolik makin banyak dan jumlah gedung gereja atau luas gedung gereja tetap saja atau berkembang sedikit. Kalau satu paroki bisa bikin gereja seluas stadion, tentu misa hanya sekali dalam seminggu dan bisa lama, bisa 3-5 jam dengan aneka acara lain. Tetapi apakah itu yang dimaui Gereja Katolik? Saya kira kita mesti hidup dengan cara sekarang, tetapi inti misa tetap. Terserah tiap orang mempersiapkan misa yang hanya satu jam itu. Salam: Isa Inigo.
saya sedang membuat penelitian tentang ‘animo’ umat Kristiani dalam menyembah sakramen mahakudus. pertanyaan saya, apa yang membuat umat kristiani sangat tertarik kepada penyembahan ini. bukankah Kristus itu ada dimana-mana, bukan hanya dalam sakramen? adalah lebih baik kalau kita lebih mencintai Kristus dalam diri orang pinggiran dan orang miskin. tolong beri saya jawaban. termasuk jga sejarah penyembahan ini
Shalom Stefan,
Mengapa umat tertarik pada penyembahan Sakramen Mahakudus? Mungkin jawabnya sederhana: karena Kristus memilih untuk hadir secara istimewa dalam Ekaristi. Sebab Ia bersabda, “Inilah Tubuh-Ku”…. “Inilah Darah-Ku…” (Mat 26:26-29; Mrk 14:22-25; Luk 22:15-20; 1 Kor 11:23-25). Kristus memang hadir di dalam kaum miskin, namun Ia tidak bersabda, “Inilah Aku” sambil menunjuk kepada orang miskin.
Maka alasan kita menghormati Sakramen MahaKudus adalah pertama- tama karena hal itu dikehendaki oleh Yesus, dan inilah yang menjadi pesan Yesus di malam terakhir sebelum sengsara-Nya. Namun bukan berarti jika sudah menghormati Sakramen Maha Kudus maka kita tidak perlu mencintai Kristus yang hadir dalam diri orang miskin. Justru sebaliknya, penghormatan kepada Kristus dalam Sakramen Mahakudus mendorong kita untuk mewujudkannya secara nyata perintah-Nya untuk mengasihi sesama, terutama mereka yang sedang menderita dan membutuhkan bantuan, mereka yang sakit dan miskin, mereka yang ditolak masyarakat dan disebut orang pinggiran. Karena Tuhan Yesus berpesan bahwa jika kita mengasihi mereka, artinya kita telah mengasihi Kristus (lih Mat 25:40).
Selanjutnya tentang Adorasi, dan sekilas sejarah adorasi sakramen Maha Kudus, silakan klik di sini. Sedangkan untuk sejarah yang lebih mendetail tentang adorasi Sakramen Mahakudus ini, silakan klik di link ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
terimakash atas jawabannya…..saya ingin berdiskusi lebih lanjut……bagaimana pandangan Katolisitas melihat praktik devosional thdp ekaristi yg cendrung menyimpang dari praktik yang benar? dapatkah Katolisitas membuat penelitian tentang praktik devosional ekristi yang terjadi di surabaya dimana praktik semacam ini seolah-olahmendapat tempat bagi umat di sana. barangkali ada hubungannya dengan seruan paus Yohanes paulus Ii dan benediktus XVi tentang anjuran agar devosi ini mesti digiatakan bagi umat terutama masyarakat perkotaan.
Shalom Stefan,
Kami tidak tahu praktek devosional penyembahan Sakramen Maha Kudus yang terjadi di Surabaya, sehingga kami tidak dapat memberi komentar lebih lanjut. Yang jelas, praktek adorasi Sakramen Maha Kudus adalah devosi yang sungguh baik, yang disarankan oleh Gereja dan para santa-santo. Devosi ini dapat memberikan pertumbuhan iman yang baik dan dapat memberikan bibit-bibit panggilan. Mari, kita turut berpartisipasi dalam devosi ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Boleh saya tambahkan atau ikut bertanya?
Saya juga pernah ikut semacam retret yg dibawakan oleh seorg romo,.dlm satu sesi nya ada acara adorasi sakramen Maha Kudus yg waktu itu terasa asing bagi saya (pertama kali mengalaminya). Acra berlangsung dgn latar belakang musik dari kelompok band latar, dan pendoa, mungkin semacam worship leader,..musiknya amat keras namun kadang2 juga mengecil,.dan ditengah2 sebagian pemandu dan umat tiba2 berubah berdoa dlm bahasa yg tdkjelas, mungkin bahasa roh. Saya tidak tau apa pengalaman ini mirip dgn yg dimaksud sdr Stefan? Apa gaya dan cara spt itu memang sesuai? Terus terang saya memang tdk mengerti, selama ini adorasi sakramen maha kudus saya hanya ikut yg berlangsung di dlm gereja.
Terima kasih, shalom.
Antonius
Antonius yth
Banyak umat kurang mengerti liturgi yang benar sehingga membuat eksperimen sendiri dan improvisasi untuk menjawab kebutuhan umat (pasar), supaya disukai kegiatan liturgi tsb. Adorasi bagi saya hanya satu sujud menyembah dan memuji dalam keheningan dan kemesraan dengan Tuhan yang bertahta. Bila ada band dan nyanyian keras lebih baik di luar acara Adorasi. Adorasi – to adore You- menyembah-Mu. Sebaiknya tidak dengan campur persekutuan doa Kharismatik dengan bahasa rohnya. Adorasi ya khusus adorasi.
Demikian tanggapan saya terimakasih.
salam
Rm Wanta
saya setuju dengan komen katolisitias bahwa praktik adorasi itu dianjurkan dal Gereja bakan paus yoh. paulus IiI dan Benediktus ke 16 justru menganjurkan itu kepada kita semua utk terlibat aktif di dalamnya.
Dear Katolisitas;
Ada sedikit pertanyaan dalam liturgi.
Seorang pastur bercerita kepada saya bahwa anggur untuk Ekaristi di Indonesia adalah wine yang diimport dari Australia oleh KWI dalam gentong2 kemudian didistribusi ke seluruh Indonesia. Sedangkan roti untuk Ekaristi, Gereja Katolik (ritus barat?) menggunakan roti-tak-beragi.
Sejauh saya ketahui:
Roti-tak-beragi adalah benda mati. Tetapi wine adalah air anggur yang difermentasi oleh suatu jenis bakteri dan fungi (jamur) di dalamnya. Proses fermentasi ini menghasilkan kadar alkohol. Kualitas dan rasa wine sangat tergantung jenis bakteri dan fungi yg melakukan proses fermentasi di dalamnya.
Pertanyaan saya:
Setelah konsekrasi maka roti-tak-beragi (yg adalah benda mati) walaupun wujudnya tetap tetapi substansi nya menjadi Tubuh Tuhan. Tetapi wine mengandung makhluk hidup didalamnya. Setelah konsekrasi menjadi Darah Tuhan, apakah artinya bakteri dan fungi (makhluk hidup) didalam wine substansi (kodratnya?) menjadi Tuhan? Apakah Tuhan inkarnasi menjadi bakteri dan fungi didalam wine tsb.? Ataukah yg berubah menjadi Darah Tuhan hanya air anggur & alkoholnya saja, sedangkan bakteri & fungi tetap sebagai bakteri & fungi? Bila demikian kenapa dalam Ekaristi tidak digunakan jus anggur saja (anggur peras) yang tanpa bakteri & fungi di dalamnya?
Demikian sedikit keingintahuan saya…. Semoga Tuhan memberkati kita.
Shalom Fxe,
1. Transubstansiasi
Pertama- tama, mari kita pahami terlebih dahulu makna dari ‘Transubstansiasi’. Kita sebagai mahluk ciptaan mempunyai hakekat/ substansi (essence/ substance) dan ciri- ciri/ rupa (accidents). Contoh: hakekat kita adalah manusia, tetapi rupanya dapat berbeda satu dengan lainnya, misalnya, ada orang yang tinggi, kurus, berambut keriting, dan berkulit sawo matang. Tetapi ada orang yang pendek, gemuk, berambut lurus dan berkulit putih.
Demikianlah prinsip yang kita gunakan untuk memahami perubahan yang terjadi pada roti dan anggur dalam perjamuan Ekaristi, sebelum dan sesudah konsekrasi. Nah, sebelum konsekrasi, substansi dan rupa/ciri- ciri yang ada adalah hosti, dengan ciri- ciri yang dipunyai sebagai hosti; demikian pula dengan anggur. Namun setelah konsekrasi, oleh kuasa Roh Kudus, terjadilah Transusbtansiasi, artinya perubahan substansi, yaitu dari substansi roti/ hosti, dengan rupa: putih, tipis, bundar, rasanya tawar, terbuat dari roti tak beragi, menjadi Tubuh Kristus sendiri, dalam kesatuan dengan Darah-Nya, Jiwa-Nya dan ke-Allahan-Nya. Demikian juga, terjadi perubahan substansi anggur, dengan rupa sebagai cairan bening warna merah tua, dengan rasa tertentu, mengandung bakteri ataupun jamur tertentu, menjadi Darah Kristus, dalam kesatuan dengan Tubuh-Nya, Jiwa-Nya dan ke- Allahan-Nya. Karena itu, setelah konsekrasi, substansi dari hosti tersebut tidak lagi sebagai hosti, tetapi sebagai Kristus sendiri, walaupun rupa/ ciri- cirinya masih persis seperti hosti. Demikian pula, substansi anggur itu, setelah konsekrasi bukan anggur lagi, namun menjadi Kristus sendiri, walaupun ciri- cirinya tetap seperti anggur tadi (dengan ciri- ciri lahiriah seperti sebelum konsekrasi). Sesudah konsekrasi, dalam kedua rupa tersebut sudah tidak ada lagi substansi hosti dan anggur, melainkan substansinya menjadi Keseluruhan Kristus sendiri.
Maka di sini tidak menjadi soal apakah roti dan anggur terbuat dari benda mati ataukah juga mengandung benda hidup, ada bakteri atau tidak ada bakteri. Sebab dapat saja terjadi jika diteliti, walaupun terbuat dari ‘benda mati’/ tepung gandum kering- pada hosti tersebut dapat melekat debu dengan bakteri tertentu. Namun ini tidak menjadi masalah, karena semua itu akan diubah oleh kuasa Roh Kudus menjadi Keseluruhan Kristus (Tubuh dalam kesatuan dengan Darah, Jiwa dan ke-Allahan-Nya), karena kesatuan hipostatik-Nya (hypostatic union) yang mempersatukan baik Tubuh, Darah, Jiwa maupun ke- Allahan-Nya. Hal serupa terjadi pada anggur, seperti telah dijabarkan di atas.
2. Jawaban pertanyaan anda:
a. Melalui Transubtansiasi, yang berubah adalah substansinya (dari roti menjadi Tubuh Kristus- dalam kesatuan dengan Darah, Jiwa dan ke- Allahan-Nya; dan anggur menjadi Darah Kristus- dalam kesatuan dengan Tubuh, Jiwa dan ke- Allahan-Nya), walaupun rupa/ ciri- ciri fisiknya tetap sama.
b. Jadi di sini keseluruhan substansinya (termasuk jika ada benda hidup di dalamnya seperti bakteri/ jamur) semua diubah oleh kuasa Roh Kudus menjadi Keseluruhan Kristus, namun keseluruhan rupa/ ciri- cirinya tetap sama, yaitu dalam rupa hosti dan anggur.
c. Tuhan Yesus tidak berinkarnasi (lagi) di sini. Inkarnasi Tuhan hanya terjadi sekali pada saat penjelmaan-Nya ke dunia sebagai manusia, 2000 tahun yang lalu. Namun oleh kuasa Roh Kudus-Nya, Ia hadir kembali di tengah umat-Nya dalam rupa roti dan anggur setelah konsekrasi.
d. Dengan prinsip kesatuan hypostatik ini maka, Kristus tetap hadir secara utuh walaupun dalam satu rupa, karena baik di dalam rupa hosti saja, maupun di dalam rupa anggur saja, Kristus hadir sepenuhnya (Tubuh, Darah, Jiwa dan ke- Allahan-Nya).
e. Setelah konsekrasi, keutuhan Kristus hadir di setiap partikel hosti, dan di setiap tetes anggur.
f. Tentang penggunaan hosti dan anggur, adalah sesuai dengan ketentuan KHK kan. 924:
§ 1 Kurban Ekaristi mahakudus harus dipersembahkan dengan roti dan anggur, yang harus dicampur sedikit air.
§ 2 Roti haruslah dibuat dari gandum murni dan baru, sehingga tidak ada bahaya pembusukan.
§ 3 Anggur haruslah alamiah dari buah anggur dan tidak busuk.
3. Dogma Transubstansiasi
Berikut ini saya sertakan pernyataan Magisterium tentang Dogma dan Konsep dari Transubstansiasi (lihat Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p, 379):
1. Kristus menjadi hadir di dalam Sakramen Mahakudus melalui perubahan keseluruhan substansi dari roti menjadi Tubuh-Nya dan keseluruhan substansi anggur menjadi Darah-Nya.
2. Rupa/ ciri- ciri dari roti dan anggur tetap berlangsung setelah perubahan substansi tersebut.
3. Rupa/ ciri sakramental tetap bertahan di dalam kenyataan fisiknya, setelah perubahan substansi tersebut.
4. Rupa/ ciri sakramental berlangsung tanpa subyek yang melekat padanya. [Tambahan penjelasan dari Katolisitas: artinya substansinya sebagai hosti dan anggur sudah tidak ada lagi].
5. Tubuh dan Darah Kristus, bersama- sama dengan Jiwa dan ke-Allahan-Nya dan oleh karena itu, Keseluruhan Kristus sungguh- sungguh hadir di dalam Ekaristi.
6. Keseluruhan Kristus hadir di dalam setiap dari kedua Rupa tersebut. [Dari Katolisitas: artinya Kepenuhan Kristus hadir dalam rupa roti saja, atau dalam rupa anggur saja]
7. Ketika salah satu rupa tersebut dibagikan, Keseluruhan Kristus hadir di dalam setiap bagian dari rupa tersebut.
8. Setelah konsekrasi selesai, Tubuh dan Darah Kristus tetap secara permanen hadir di dalam Ekaristi.
Demikian, semoga uraian di atas berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Katolisitas,
Kehadiran Yesus adalah secara real dan substansial di dalam Ekaristi. Dari pernyataan ini jelas bahwa Tuhan sendiri yang hadir. Tetapi mengapa saat ini beragam sarana yang mau menekankan kehormatan akan kehadiran nyata ini sudah tidak diadakan lagi (atau “dikesampingkan”) di dalam sebagian besar gereja katolik. Seperti misalnya: tidak ada tempat berlutut untuk menyambut komuni kudus, menerima komuni di lidah; bukan di tangan, patena untuk menadahkan remah-remah hosti yang mungkin jatuh saat menerima komuni, posisi tabernakel tidak persis di tengah tapi di samping (sehingga perhatian umat tidak langsung tertuju).
Sebelum KV II tata perayaan ekaristi sungguh membantu umat dalam menghayati Praesentia Realis tersebut; tapi kini setelah KV II semua itu sedikit demi sedikit luntur..
Bagaimana pendapat katolisitas?
salam,
erwin
Erwin, yth
Sejauh yang saya tahu tidak ada peraturan KWI tentang penerimaan komuni kudus, diandaikan peraturan itu telah diketahui dan merujuk peraturan Gereja dalam Instruksi VI RS. Vatican 2004, bab IV ttg komuni suci, dijelaskan ttg syarat- syarat menyambut komuni dstnya. Sebenarnya dengan Konsili Vatikan II Sacrosanctum Concilium tidak menghapus kebiasaan baik yang ada di dalam peraturan Misa sebelumnya, hanya lebih ke pembaruan semangat aggiornamento di mana yang ditekankan adalah persatuan communio realis antara umat beriman dengan Yesus Tuhan bukan pada sarana yang mengharuskan orang untuk ber communio: seperti harus ada bangku tempat berlutut (untuk menerima komuni), harus ada patena ketika komuni kudus. Bagi umat pedalaman dan stasi yang kurang lengkap sarananya akan mengalami kesulitan. Yang penting disini persiapan hati umat beriman ketika menerima Yesus Tuhan dalam komuni kudus. Jadi hak masing-masing komunikan dan konteks budaya setempat. Di Jawa Bali ketikan Tubuh Kristus ditunjukan ke umat tangan umat menyembah terkatup kedua tanganya dan diangkat sampai ke atas, beda dengan di Eropa hanya dilihat saja tanpa ekspresi. India dengan membungkuk tidak berlutut, jadi tidak perlu diseragamkan. Kalau ada yang mempertahankan cara lama pra Vatikan II juga baik. Perihal tata ruang panti imam atau gedung Gereja memang ada hal yang kurang pas karena tidak tahu sehingga bangunan Gereja di Indonesia banyak yang kurang pas. Sekali lagi aturan baik namun konteks dan locus di mana di bangun Gereja kadang tidak memungkinkan sebagus dan seideal dalam bayangan kita sesuai aturan.
salam
Rm Wanta
Pater Wanta Pr. Yth.
Terima kasih atas tanggapannya. Di sela-sela kesibukan, Pater masih ada waktu untuk memberikan tanggapan.
Pater mengatakan “Sebenarnya dengan Konsili Vatikan II Sacrosanctum Concilium tidak menghapus kebiasaan baik yang ada di dalam peraturan Misa sebelumnya, hanya lebih ke pembaruan semangat aggiornamento di mana yang ditekankan adalah persatuan communio realis antara umat beriman dengan Yesus Tuhan bukan pada sarana…”
Tentunya aggiornamento (=bringing up to date) ini jangan sampai “mengorbankan” Praesentia Realis, bukan? Persiapan hati umat beriman ketika menerima Yesus Tuhan dalam komuni kudus memang penting. Dan hati yang penuh hasrat untuk menyambut Tubuh Tuhan akan bermuara pada aktualita – yang dalam hal ini paling praktis adalah berlutut. Ini sudah menjadi Tradisi Suci. Bahkan Bapa Suci Benediktus XVI meminta umat berlutut di hadapan saat menerima Sakramen Maha Kudus (linknya di sini: http://newsblaze.com/story/20090801065749zzzz.nb/topstory.html). Mengenai patena, Aturan di RS art.93 sudah jelas menyatakan “The Communion-plate for the Communion of the faithful should be retained, so as to avoid the danger of the sacred host or some fragment of it falling.”
Mungkin benar bahwa “Bagi umat pedalaman dan stasi yang kurang lengkap sarananya akan mengalami kesulitan” tapi bukan berarti tidak bisa, bukan? Apalagi dalam rangka mengusahakan hal baik untuk Tuhan. Di Katedral Jakarta – kota besar – bahkan juga belum tersedia tempat berlutut untuk menyambut komuni.
Saya merasa bahwa menerima dengan berlutut lebih sopan dibandingkan dengan berdiri, dan begitu juga menerima langsung di lidah lebih pas daripada menerima di tangan. Bagaimanapun sebaik-baiknya menerima Komuni Kudus dalam keadaan rahmat.
Salam dan terima kasih atas kesempatan untuk berpendapat.
-erwin-
Erwin Yth.
Pernyataan anda benar tidak bertentangan dengan pendapat saya dan ajaran Gereja. Namun pendapat anda tidak bisa memaksakan bahwa di semua keuskupan harus melakukan seperti itu apalagi setiap orang melakukan seperti itu. Berilah kebebasan kepada setiap orang untuk mengekspresikan imannya ketika menerima Yesus dan dalan ajaran Gereja diperkenankan dengan tangan tidak semuanya harus dengan lidah, demikian juga, dengan berlutut baik tetapi berdiripun baik karena itu sikap hormat pada Tuhan. Jadi sebuah norma aturan harus ada kebebasan bagi setiap orang untuk mengaktualkan imanya dalam gestikulasi rohani ketikan berkomunio dengan Tuhan: ada yang membungkuk lebih dulu, ada yang siap tegap, ada yang tunduk, ada yang menghormat sambil menyembah baru menerima komuni. Itulah keanekaragaman wajah umat dalam satu iman ketika berjumpa dan bersatu dengan Tuhan dalam komuni kudus. Tentang Katedral Jakarta, saya tidak memiliki kewenangan untuk mengatur supaya ada tempat berlutut ketika komuni yang dihadiri sekitar 1000 orang saat misa bisa dibayangkan berapa waktu lamanya kalau itu dilaksanakan dan terkadang ada yang meluber umat di luar Gereja. Apakah sikap berdiri dan sopan masih kurang pas dalam terima komuni? Saya kira tidak juga, berlutut baik berdiri juga baik karena tidak keliru dan tidak melanggar aturan yang penting hatinya bersih dan percaya kehadiran Tuhan. Aggiornamento tidak menghapus kebiasaan lama ya, apa yang baik tetap dilakukan sebagai tradisi Gereja. Ekaristi harus memiliki daya tarik yang menggugah dan menguatkan iman umat. Semuanya itu perlu disiapkan dengan sungguh mulai dari Imam pemimpin upacara, para petugasnya dan kebersihan serta kerapian ruang Gereja.
salam
Rm Wanta
Pater Wanta, Pr Ybk.
Terima kasih atas tanggapannya.
Dalam RS art.92. dikatakan “Although each of the faithful always has the right to receive Holy Communion on the tongue, at his choice, if any communicant should wish to receive the Sacrament in the hand, in areas where the Bishops’ Conference with the recognitio of the Apostolic See has given permission, the sacred host is to be administered to him or her. However, special care should be taken to ensure that the host is consumed by the communicant in the presence of the minister, so that no one goes away carrying the Eucharistic species in his hand. If there is a risk of profanation, then Holy Communion should not be given in the hand to the faithful.”
Jadi, memang HAK umat untuk menerima Holy Communion di lidah karena pilihannya. Dan jika ada umat yang ingin menerima Sakramen itu dengan tangan, di area dimana Konferensi Para Uskup dengan recognitio dari Kepausan memberi ijin, kepadanya Sakramen diberikan; dengan catatan jika ada resiko profanation, Komuni Kudus tidak boleh diberikan.
Berdasarkan ini bolehkah saya berkesimpulan: Penerimaan Komuni dengan tangan dan di ldah adalah hak umat. Namun penerimaan Komuni Kudus dengan tangan pada Ekaristi lebih beresiko profanasi daripada di lidah. Lebih aman di lidah sembari berlutut. Selain itu, di hadapan Raja Segala Raja Sang Penyelamat sudah selayaknya memberi penghormatan tertinggi yaitu berlutut (nasehat tentang aktualita kerendahan hati pada Filipi 2:10 Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi). Untuk Tuhan, saya rasa perlulah memberi lebih banyak/besar sebisa mungkin dilandasi kerelaaan dan kerendahan hati. (mohon koreksinya, Pater, jika ada yang keliru dalam kesimpulan saya ini)
Maka, saya juga yakin bahwa jika diusahakan dengan cermat/bijak dengan dilandasi kasih kepada Tuhan dan sesama, bangku untuk berlutut menyambut Komuni Kudus minimal satu buah di bagian tengah tidak akan menghambat 1000 umat yang hadir di Ekaristi.
Saya setuju, Pater bahwa Ekaristi harus memiliki daya tarik yang menggugah dan menguatkan iman umat.
Terima kasih atas kesempatannya untuk berdiskusi.
Salam.
erwin.
Erwin Yth
KWI sudah sejak tahun 1974 telah diperkenankan oleh Takhta Suci bahwa tata cara komuni kudus dengan dua cara dengan lidah yang tetap dipertahankan dan dengan tangan. Tradisi pada abad I sebenarnya justru menggunakan dengan tangan bukan dengan lidah baru pada abad ke 12 menggunakan tata cara menerima komuni kudus dengan lidah sambil berlutut di bangku yang diberi kain putih. Dulu dalam tradisi abad 12 ada dua bangku panjang dengan kain putih umat berlutut sambil menjulurkan lidah kemudian imam keliling memberikan komuni kudus. Sekarang cara itu meski sudah jarang dilakukan karena diperkenankan dengan tangan (kalau anda lihat dalam misa pontifical di Vatikan juga diperkenankan dengan tangan) hanya harus hati2 agar tidak terjadi profanasi, maka caranya: ketika mau menerima komuni menyembah dulu kemudian membuka tangan dengan sikap hormat menerima hosti kudus dengan menjawab lantang amin…dan menyantapnya dengan sopan kembali ke tempat duduk berdoa dalam hati bersyukur kepada Tuhan. Di Indonesia kebanyakan dengan tangan bukan berarti meniadakan tradisi abad 12 itu.
Pendasaran biblis anda dari Fil 2:10 dapat juga menjadi inspirasi umat ketika komunio dengan Tuhan.
salam
Rm Wanta
Salam Erwin,
Tempat komuni diperbanyak, tidak terpaku pada meja komuni tetapi diperbanyak tempatnya (di depan atau di tengah umat) demi memperlancar pelayanan komuni, tanpa mengurangkan/menghilangkan rasa hormat yang mendalam terhadap Sakramen Mahakudus maka di tempat komuni orang beriman harus menunjukkan rasa hormat itu dalam sikap jalan menuju dan kembali dari tempat komuni, menjelang penerimaan komuni dengan tunduk atau membungkuk atau berlutut, dengan menerima hosti kudus pada lidah atau pada tangan (bila ada aprobasi dari uskup dan rekonyisi dari Takhta Suci, dengan sarat langsung menyantap-Nya di tempat komuni dan tidak membawa pulang ke tempat duduk), di samping pelayan komuni ada pelayan yg memegang lilin dan yang lain memegang patena. Tentang posisi tabernakel, paling baik kalau ada di dalam kapela kecil dekat panti imam (pintu kapel dibuka bila tak ada Ekaristi di dalam gereja, tetapi ditutup pintunya bila sedang ada Ekaristi), agar selama perayaan Ekaristi pusat perhatian diarahkan kepada seluruh tindakan liturgis perayaan Ekaristi dan imam atau petugas lain di panti imam tidak membelakangi tabernakel.
P.Bernardus Boli Ujan SVD
Pater Bernardus SVD Ybk.
Terima kasih atas tanggapannya.
Nampaknya perlu juga ada ya semacam petunjuk standar praktis dari setiap keuskupan yang merupakan penjabaran lanjut dari RS art 92-93 dan disosialisasikan ke umat. Tujuannya tentu agar ada pedoman praktis. Jika dari magisterium memberikan tuntunan seperti ini saya yakin umat akan mengikutinya dengan setia.
Ada contoh baik yang dilakukan oleh Bapa Suci Benediktus dengan mengeluarkan Sumorum Pontificum untuk “memasyaraktkan” Misa Tridentine. Forma extraordinaria” (extraordinary form) dan ” Forma ordinaria” (ordinary form) disebutkan tidak saling kontradiksi dalam Roman Missal (Catholic Missal). Bapa Paus Benadiktus berkehendak “Tridentine Mass” sangat perlu dimasukkan dalam hal “Forma extraordinaria” karena “Tridentine Mass” sudah hampir punah atau sering tidak digunakan. “Tridentine Mass” adalah “Roman Rite Mass” yang dimulai oleh Paus Pius V tahun 1570 sampai Paus Yohanes XXIII tahun 1962 dengan style Bahasa Latin. Tahun 1962 misa itu digantikan oleh Forma Ordinaria oleh Paus Paulus VI yang dikenal dengan misa “Novus Ordo Missae” dan diteruskan oleh Paus Yohanes Paulus II. Dan Benadiktus XVI berkeinginan Forma Ordinaria dan Tridentine Mass dalam Forma Extraordinaria diusahakan dirayakan jauh lebih bebas dan meriah. Jadi seorang Pastor tidak perlu minta izin lagi untuk merayakan “Tridentine Mass” digereja-gereja baik untuk paroki pada Sunday dan Feast dan juga bersamaan dalam perkawinan, funeral, baptis dan penance. Jadi tidak menghilangkan tradisi lama dan tidak mengaburkan tradisi baru dalam Roman Rites yang semuanya adalah perayaan Liturgi Kepada Tuhan dalam Katolik.
Namun apa yang dijawab oleh KAJ ? Dikatakan bahwa hal ini tidak relevan dilaksanakan di KAJ. Mengapa dibilang tidak relevan? Padahal, maaf, setahu saya tidak ada survei untuk tujuan itu kepada umat katolik di KAJ. Sangat disayangkan jawabannya bagi saya pribadi. Sebagai umat di KAJ saya tentu menghormati keputusan itu; tetapi saya rasa perlu dikritisi – mengingat anjuran yang sangat baik ini diungkapkan sendiri oleh Bapa Suci dan sudah selayaknya kita taat kepada Bapa Suci karena dia tidak menyesatkan.
Salam,
-erwin-
Salam Erwin,
Setuju dengan usulan anda untuk membuat petunjuk praktis dari RS 92-93.
Kalau ada keberatan dengan keputusan yang diberlakukan di KAJ dapat disampaikan kepada pimpinan KAJ, tentu dengan alasan-alasan yang kuat seraya memperlihatkan dan membuktikan bahwa syarat-syarat yang dituntut untuk itu telah dan dapat dipenuhi.
P Bernardus Boli Ujan SVD
1. Mengapa anak yang sudah dibaptis secara katolik tidak otomatis dapat langsung menyambut komuni, tetapi harus mengikuti dulu persiapan komuni pertama? Lantas kalau orang dewasa yang dibaptis, kan mereka dapat langsung menyambut komuni? Bukankah gereja melakukan diskriminasi khususnya terhadap anak-anak yang sudah dibaptis? Ada yang tidak logis.
2.Mengapa orang Protestan tidak boleh menyambut komuni yang diberikan oleh gereja katolik, sedangkan sebaliknya orang katolik biasanya ada juga yang ikut perjamuan Protestan.
Shalom Herman Jay,
1. Persiapan Komuni pertama adalah pengajaran untuk mempersiapkan anak-anak yang sudah dibaptis (umumnya baptis bayi) untuk lebih memahami makna Ekaristi, sehingga pada saat anak-anak itu menyambut Ekaristi, mereka mempunyai disposisi hati dan pemahaman yang baik. Harap dimengerti bahwa meskipun mereka sudah dibaptis, namun jika tidak diberi pengertian, maka anak- anak ini dapat menyambut komuni, tetapi tidak memahami/ menghayati maknanya. Dan ini tidak sesuai dengan ajaran Kitab Suci yang mensyaratkan umat memahami makna Ekaristi sebelum dapat menyambutnya.
Sedangkan pada orang dewasa pendidikan tentang makna Ekaristi ini diberikan pada saat pelajaran Katekumen, sehingga seharusnya pada saat mereka dibaptis, mereka sudah memahami makna Ekaristi.
2. Ketentuannya jelas tertulis dalam Katekismus,
KGK 1400 Persekutuan-persekutuan Gereja yang muncul dari Reformasi, yang terpisah dari Gereja Katolik, “terutama karena tidak memiliki Sakramen Tahbisan, sudah kehilangan hakikat misteri Ekaristi yang otentik dan sepenuhnya” (Unitatis Redintegratio 22). Karena alasan ini, maka bagi Gereja Katolik tidak mungkin ada interkomuni Ekaristi dengan persekutuan-persekutuan ini. “Kendati begitu, bila dalam Perjamuan Kudus mereka mengenangkan wafat dan kebangkitan Tuhan, mereka mengimani, bahwa kehidupan terdapat dalam persekutuan dengan Kristus, dan mereka mendambakan kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan” (Unitatis Redintegratio 22).
Ini memberikan dua implikasi: 1) umat Katolik tidak dapat menerima Komuni di gereja Protestan, 2) umat Protestan-pun tidak dapat menerima Komuni di Misa Katolik, karena meskipun mereka dapat saja meyakini bahwa Eakristi itu Tubuh dan Darah Yesus, namun mereka tidak memiliki kesatuan penuh dengan Tubuh Mistik Kristus yaitu Gereja Katolik.
Silakan anda membaca di sini, silakan klik, untuk mengetahui perbedaan perjamuan kudus di gereja Protestan dan Ekaristi di Gereja Katolik.
Sedangkan selanjutnya untuk makna Ekaristi di Gereja Katolik, silakan membaca artikel di atas, silakan klik; dan juga artikel ini, Ekaristi, Sumber dan Puncak kehidupan Kristiani, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom Bpk. Stefanus dan bu Ingrid
Selama bertahun-tahun saya mengalami suatu keterpurukan iman Katolik, akan tetapi Yesus sungguh baik, saya diberikan terang akan iman Katolik yang selama ini saya ragukan bahkan saya ingkari.
Roh Kudus memberikan terang iman kepada saya khususnya akan kehadiran nyata Yesus Kristus dalam Ekaristi Kudus dan sejak saat itu saya mulai banyak membaca buku tentang ajaran gereja Katolik dan juga mencari di internet dan membawa saya menemukan website katolisitas.
Selama membaca tulisan tentang Ekaristi dari beberapa sumber, rasanya hal itu sebagai peneguh bagi saya, karena apa yang dituliskan menjabarkan apa yang saya rasakan ketika menghadiri Ekaristi.
Ekaristi menjadikan suatu hal yang luar biasa, menyadari bahwa saat itulah Surga hadir dibumi, tidak ada lagi koor jelek, kotbah jelek, membosankan….. semuanya indah. Bahkan ketika saya berkunjung ke negara lain, dengan bahasa yg kurang dapat saya tangkap, semua itu tidak mengurangi keindahan Ekaristi.
Saya menyadari pentingnya iman akan Ekaristi dan kehadiran nyata Yesus Kristus merupakan pilar utama dalam iman dan ajaran gereja Katolik.
Saya rasa jika kita mengimani Ekaristi maka Ekaristi bukanlah suatu kewajiban dan bukanlah hanya suatu ritual, melainkan kita datang karena kita diundang untuk menghadiri perjamuan bersama Yesus Kristus dan seluruh penghuni Surga.
Yang menyedihkan adalah masih banyak orang Katolik yang tidak menyadari ini, oleh karena itu saya tertarik untuk menghubungi Pastor (beliau sudah menjadwalkan untuk bertemu dengan saya) di kota saya agar mau memberikan seminar atau retret atau apapun bentuknya untuk lebih mengenalkan Ekaristi kepada umat Katolik.
Sambil menunggu untuk dapat bertemu dengan Pastor, saya mohon Bpk. Stefanus dan Ibu Ingrid jika berkenan untuk dapat memberikan saran akan bentuk acaranya dan materi (maaf jadi merepotkan), agar saya dapat sampaikan saat saya berbicara dengan Pastor.
Saya mohon maaf, saya sama sekali tidak merasa lebih baik dari umat Katilok lainnya, saya orang yang sangat berdosa, hanya oleh karena Kasih dan KaruniaNya saja maka saya dapat merasakan ini semua.
Mohon tanggapan juga akan ide ini, karena baru kemaren saya bicara hal ini dengan seorang teman yang aktivis dan telah mengikuti kursus evangelisasi, dia mengatakan bahwa jangan terlalu mengagungkan Ekaristi, yang terpenting adalah bahwa setiap saat ingat akan Yesus.
Bpk. Stefanus dan Ibu Ingrid, mohon doakan saya
Terima kasih.
Salama kasih dalam Yesus Kristus
Adihanapi
Shalom Adihanapi,
Ya saya rasa rencana anda sangat baik, yaitu untuk mendiskusikannya dengan Pastor paroki untuk mengadakan semacam katekese untuk umat mengenai makna Ekaristi. Saya juga setuju bahwa umat Katolik harus semakin memahami makna Ekaristi. Karena Ekaristi adalah sumber dan puncak kehidupan Kristiani, maka kita yang menjadi murid Kristus harus semakin menghargai dan menghayatinya. Jadi sudah selayaknya kita mengagungkan Ekaristi, karena Ekaristi itu adalah Kristus sendiri. Mungkin ada baiknya anda kembali berbicara dengan teman anda yang aktivis itu, karena bagi kita umat Katolik sesungguhnya tidak ada bentuk penyembahan yang lebih tinggi daripada perayaan Ekaristi. Sebenarnya Persekutuan doa, Bible study, atau apapun kegiatan lainnya adalah untuk membantu kita mengarahkan kehendak dan hati dan kepada Tuhan, agar kita dapat semakin dapat menghargai dan menghayati kehadiran Kristus dalam perayaan Ekaristi. Ekaristi (yang adalah perayaan Misteri PaskaNya) adalah cara yang dipilih oleh Kristus untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita, dan mari kita berusaha memahami dan menghayatinya, dan tidak menggantikannya dengan cara yang lain yang kita pilih sendiri.
Jadi jika anda pandang berguna, silakan anda mengutip artikel- artikel tentang Sakramen Ekaristi yang ada di situs ini dengan syarat anda menyertakan sumbernya, yaitu http://www.katolisitas.org sehingga jika ada yang mau bertanya atau memberi masukan dapat langsung menghubungi kepada kami.
Sudahkah kita pahami Ekaristi
Ekaristi Sumber dan Puncak Kehidupan Kristiani
Sejarah yang mendasari pengajaran tentang Ekaristi
Cara mempersiapkan diri menyambut Ekaristi
Selamat berkarya, semoga Tuhan memberkati.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
salam,
ada seorang teman protestan, dia ingin masuk katolik. Apa yang harus dia ikuti ? pembaptisannya khan diakui, berarti dia perlu ikut katekumen ? trus soal komuni gimana ? Terima Kasih.
Salam Anonymous,
Silakan anda menghubungi Pastor paroki anda/ paroki teman anda. Tanyakan kepada pastor apakah gereja Protestan teman anda itu termasuk dalam daftar gereja Protestan yang Baptisannya diakui oleh Gereja Katolik. (Hal ini tergantung dari forma Baptisan yang menunjukkan credo iman dari gereja itu). Kalau ya, maka teman anda itu hanya perlu diteguhkan, tetapi tidak perlu dibaptis ulang. Kalau tidak, (misalnya forma Baptisannya hanya dibaptis dalam nama Yesus (tanpa Allah Bapa dan Roh Kudus)) maka, teman itu perlu dibaptis ulang, agar sesuai dengan forma Gereja Katolik, yang sesuai dengan ajaran Alkitab dan para rasul.
Pastor akan memutuskan sejauh mana teman anda itu perlu mengikuti katekumen. Idealnya memang mengikuti katekumen selengkapnya, tetapi dapat juga diputuskan agar mengikuti katekumen di bagian pengajaran yang khusus iman Katolik, seperti makna dari Sakramen- sakramen, Bunda Maria, dst. Untuk itu silakan diskusikan dengan pastor paroki anda.
Baru setelah teman anda itu sudah resmi menjadi Katolik, ia boleh menerima Komuni dalam perjamuan Ekaristi/ Misa Kudus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom Bu,
saya mohon masukkannmengenai ilustrasi atau contoh apa yang bisa saya pakai dalam menerangkan mengenai kehadiran Yesus yang nyata dalam hosti pada saat ekaristi kepada anak-anak calon komuni pertama.
Terima kasih. Tuhan memberkati
Shalom Helena,
Sebenarnya lebih mudah untuk mengajarkan tentang mukjizat Ekaristi kepada anak-anak daripada kepada orang dewasa. Anak-anak mempunyai hati nurani yang polos, dan bagi mereka tidaklah sukar untuk membayangkan bahwa jika Allah berfirman demikian, maka akan terjadi sesuai yang difirmankan-Nya, seperti pada keadaan penciptaan dunia. Orang-orang dewasalah yang sering ingin me-rasionalkannya, sehingga ada banyak orang yang mempunyai kesulitan untuk mempercayai hal penciptaan dunia, maupun kehadiran Yesus yang nyata di dalam Ekaristi.
Maka, saya rasa yang perlu diajarkan adalah bagaimana Yesus yang telah bangkit dari kematian tetap hidup sampai sekarang dan bekerja di dalam dan melalui Gereja-Nya. Karena Tuhan Maha Kuasa, maka Ia dapat melakukan apa saja, sesuai dengan kehendak dan firman-Nya. Karena Ia adalah Allah yang tak terbatas oleh tempat dan waktu, maka Allah dapat hadir di mana- mana, dan kapan saja. Namun secara khusus, Ia memilih untuk hadir secara istimewa di dalam Ekaristi, yaitu dalam rupa hosti dan anggur, yang oleh Sabda-Nya yang diucapkan para imam-Nya, diubah oleh-Nya menjadi Tubuh dan Darah-Nya sendiri. Ini adalah mukjizat yang dapat kita alami setiap kali kita mengikuti Misa Kudus.
Semoga kita dapat selalu menyambut Tubuh dan Darah Kristus dengan disposisi hati yang baik. Dan semoga oleh kesaksian hidup kita, (terutama para pengajar Komuni pertama), anak-anak calon Komunikan dapat juga mempersiapkan diri dan hati mereka untuk menerima anugerah yang terbesar ini, yaitu menyambut Kristus sendiri yang hadir di dalam Komuni Kudus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Terima kasih Bu atas jawabannya.
Tuhan memberkati.
SHALOM….bu ingrid listiati…..
….saya mau bertanya mengenai penerimaan hosti…bu ada mengatakan bhwa mereka yg bdosa berat tidak boleh menerima hosti kecuali mengadakan pertobatan dahulu.jadi maksudnya, seseorang itu tidak boleh menerima hosti sampai bila pun,sehingga menunggu ada pengakuan dosa d gereja.tapi bukan ka “pengakuan dosa” di gereja ada pada hari perayaaan besar ,cthnya sebelum x’mas? tidak mengapa ka , jika itu lama tidak menerima hosti? haruskah menunggu “pengakuan dosa” di gereja untuk membolehkan seseoarng itu menerima hosti semula atau bagaimana??
makaseh ya…
Shalom PoNy,
Seseorang dapat menghubungi Pastor untuk menerima Sakramen Pengakuan Dosa meskipun di luar masa hari-hari besar Paskah dan Natal. Silakan menghubungi Pastor/ Romo di paroki anda, dan mengaku dosa, entah sebelum misa harian atau sebelum misa di hari Minggu. Jika perlu buatlah janji terlebih dahulu dengan menelpon ke sekretariat Paroki. Jika seseorang sadar akan bahwa ia melakukan dosa berat, ia harus mengaku dosa terlebih dahulu dalam Sakramen Pengakuan dosa ini, baru kemudian ia boleh menyambut komuni, sesuai dengan KGK 1385. Perhatikanlah jadwal paroki [di tiap-tiap paroki jadwal bisa berlainan] biasanya diadakan waktu sakramen Pengakuan seminggu sekali misalnya hari Sabtu sore sebelum Misa. Nah, jika ada jadwal itu, silakan datang, dan mengaku dosa dalam sakramen Tobat itu pada waktu yang sudah ditetapkan paroki. Jika tidak ada waktu yang ditetapkan, buatlah janji dengan Pastor Paroki.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Ekaristi SUNGGUH-SUNGGUH mnenyelamatkan hidup saya dan keluarga……saya sarankan….bila kita sedang suntuk, sedang jobless….mintalah kepada Tuhan kita Yesus Kristus dan Bunda Maria di dalam Ekaristi….pasti terjawab…saya sudah sering mengalaminya…..saya wiraswasta, begitu banyak Tuhan menolong usaha saya melalui doa-doa saya yang terjawab dalam Ekaristi…..beberapa orang sakit yang saya doakan dalam ujud intensi misa dapat sembuh…dan hal ini TERJADI pada anak saya sendiri, yang menderita radang saluran kemih…saya memohon kepada Bunda Maria dan Santo Rafael….dan ajaib..anak saya sembuh dari sakitnya dan tak ada yang tersisa sedikitpun….. [dari admin: no telpon tidak kami tampilkan, supaya tidak disalah gunakan]
salam damai bu inggrid
Ada teman prostestan yang menanyakan:
A. kenapa yang menerima ekaristi harus yang dibaptis katolik? Dalam gerejanya setiap orang bisa menerima hosti, alasannya:
1. Yesus memberi perintah untuk mengenangkan perjamuan ini tanpa menyebut orang tersebut beragama tertentu
2. setiap orang boleh menerima hosti asalkan mengimani bahwa hosti tersebut adalah Yesus
3. Hosti adalah roti yang hidup/Yesus/Firman yang hidup, sehingga setiap kali menerima hosti maka orang tersebut menerima firman Tuhan, sehingga dengan menerimanya 1x atau beberapa kali siapa tahu orang tersebut tergerak hatinya untuk masuk kristen (firman Tuhan tidak ada yang sia-sia)
B. Dalam agamanya, setiap orang bisa mengkonsenkrasikan hosti, tidak harus pendeta, seorang wanita biasa juga bisa, alasannya tidak ada dalam KS harus imam.
Mohon penjelasannya dari Bu Inggrid
dari Martha
Shalom Martha,
Saya berusaha menjawab sebagaian pertanyaan anda dalam artikel yang baru saya tuliskan, yaitu Sejarah yang mendasari ajaran tentang Ekaristi (silakan klik).
Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya sampaikan terhadap pertanyaan anda:
A. Kenapa yang menerima ekaristi harus yang dibaptis katolik?
Karena makna persatuan yang dimaknakan oleh Ekaristi tidak saja terbatas pada kesatuan dengan Tubuh jasmani Kristus yang hadir dalam rupa Roti, tetapi juga dalam Tubuh Mistik Kristus yaitu Gereja-Nya yang didirikan di atas Petrus, yaitu Gereja Katolik (lihat. Mat 16:18).
Justru karena Gereja Katolik menjunjung tinggi makna Ekaristi, maka Ekaristi tidak dibagikan kepada semua orang. Pemberian hal yang kudus secara sembarangan tidak sesuai dengan ajaran Kristus (lihat Mat 7:6), dan khusus tentang Ekaristi, Rasul Paulus sangat jelas menyatakan bahwa mereka yang “makan dan minum tanpa mengakui tubuh dan darah Tuhan Yesus akan mendatangkan hukuman terhadap dirinya sendiri” (1Kor 11:29). Maka larangan Gereja Katolik terhadap mereka yang tidak mengimani Ekaristi untuk menyambut Ekaristi, adalah demi kepentingan orang tersebut, sehingga mereka tidak mendatangkan hukuman atas diri mereka sendiri.
Untuk menginterpretasikan siapa-siapa yang boleh menyambut Ekaristi dan siapa yang tidak memang tidak secara eksplisit disebut di dalam Kitab Suci, tetapi itu tidak berarti bahwa tidak ada aturannya. Untuk hal ini memang kita harus melihat kepada Tradisi Para Rasul dan Bapa Gereja untuk dapat mengerti bagaimana seharusnya yang diinginkan oleh Tuhan Yesus dan diterapkan pada jaman Gereja awal. Kita ketahui bahwa tidak semua Tradisi dituliskan dalam Kitab Suci, seperti yang dikatakan oleh Rasul Yohanes (lihat Yoh 21: 25) maka, di sinilah peran Gereja, yang meneruskan Tradisi Suci tentang apa yang dikatakan/ diajarkan Yesus yang tidak tertulis dalam Kitab Suci dan dipegang teguh oleh para rasul.
Saudara-saudara kita yang Protestan banyak yang tidak melihat pentingnya Tradisi Suci, sehingga mereka menginterpretasikan ayat-ayat Alkitab sesuai dengan pengertian pribadi. Namun kita yang berakar pada Tradisi Para Rasul, kita akan melihat konsistensi penerapan ajaran tentang Ekaristi ini dari dahulu sampai sekarang. Dengan mempelajari sejarah Gereja, secara objektif kita dapat melihat, mana yang benar dan otentik berasal dari para rasul, yang tentu berasal dari Kristus; dan mana yang tidak, artinya yang baru timbul setelah tahun kesekian, dan yang tidak berakar dari pengajaran para rasul.
Untuk hal bahwa yang menerima Ekaristi harus dibaptis dulu dan dalam kesatuan dengan Gereja Katolik, kita melihat pengajaran St. Ignatius dari Antiokhia (110). Di sini terlihat bahwa para rasul tidak mencampur adukkan Sabda/ Firman dan Ekaristi. Sabda/ Firman Tuhan adalah Kristus, namun Kristus secara istimewa hadir, Tubuh, Jiwa dan KeAllahan-Nya dalam Ekaristi. Firman Tuhan diberikan sebagai persiapan akan penerimaan Komuni Kudus yaitu persatuan kita dengan Kristus yang menjadi puncak ibadah kita. Di sinilah letaknya perbedaan antara ibadah kita dengan ibadah gereja Kristen. Bagi mereka yang terpenting adalah Firman dan khotbah, namun bagi kita orang Katolik, puncak Ibadah kita adalah persatuan kita dengan Kristus sendiri yang nyata hadir dalam Ekaristi. Bagi kita, Firman adalah pengantar menuju persatuan kita yang sesungguhnya dengan Kristus, sama seperti yang dilakukan Kristus saat menampakkan diri kepada kedua murid-Nya dalam perjalanan ke Emmaus (lih. Luk 24:13-35) Dengan demikian, dalam Misa terdapat dua macam liturgi, yaitu Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, yang saling berkaitan dan menuju ke puncaknya yaitu Komuni Kudus. Karena dalamnya makna Komuni ini, maka tak mengherankan bahwa Gereja mempunyai aturan/ persyaratan yang jika ditelusuri, semua ada dasarnya dari Alkitab dan Tradisi Suci.
B. Kenapa yang mengkonsekrasikan hosti harus imam? Sebab menurut agama Protestan, setiap orang bisa mengkonsenkrasikan hosti, tidak harus pendeta, seorang wanita biasa juga bisa, alasannya tidak ada dalam KS harus imam.
Untuk menjawab pertanyaan ini saya kembali kepada Alkitab, bahwa Tuhan Yesus meninggalkan pesan untuk memperingati Perjamuan kudus (Ekaristi) ini pada saat perjamuan-Nya yang terakhir bersama kedua belas rasul-Nya. Tentu ada maksud Yesus bahwa Dia meninggalkan pesan yang berharga ini pada saat itu, bukannya pada saat ia mengajar ribuan orang. Artinya para rasul dipilih Kristus secara istimewa, untuk menjadi imam, agar dalam memperingati perjamuan ini, mereka dapat diberi kuasa untuk menghadirkan kembali Tubuh dan Darah-Nya oleh kuasa Roh Kudus-Nya, agar kemudian kita semua dapat mengambil bagian di dalam-Nya. Jadi kita semua sebagai umatnya turut serta memperingati Perjamuan ini, namun juga tahbisan imam menjadi penting, sebab oleh tahbisan itulah maka mereka diberi wewenang oleh Kristus untuk melakukan apa yang dulu dilakukan oleh para rasul tersebut. Pada hari Kamis Putih, Kita memperingati bagaimana Tuhan Yesus memberikan pesan terakhirnya kepada para rasul untuk menjadi pelayan, dengan mencuci kaki para rasul-Nya, agar dengan semangat melayani, mereka atas nama Kristus, melanjutkan karya keselamatan Kristus.
Pembahasan tentang imamat, dapat dibaca di artikel “Kami Mengasihi-mu Pastor” (silakan klik).
Di sini memang kita harus dengan rendah hati mengakui, bahwa Gereja adalah sesuatu yang merupakan pemberian Kristus kepada kita, dan bukannya sesuatu yang kita buat sendiri. Karena Gereja adalah pemberian Kristus, maka kita harus menyesuaikan diri dengan keinginan Kristus Yang Memberi, dan kita harus melihat dengan obyektif apa yang menjadi persyaratan yang diinginkan oleh Sang Pemberi itu. Dan untuk itu maka kita perlu melihat akan apa yang diterapkan oleh para Rasul, sebab kita mengakui, bahwa sedekat apapun kita dengan Kristus, kita tidak mungkin melebihi para Rasul yang selama 3 tahun hidup bersama dengan Yesus, yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana kesaksian hidup Yesus, dan yang terutama, yang dipilih khusus oleh Kristus untuk menjadi rasul-rasulNya yang menerima pengurapan Roh Kudus pada hari Pentakosta, sehingga mereka dengan berani dan demi kasih kepada Kristus dan Gereja, rela menjadi martir demi mempertahankan iman mereka. Jika kita menganggap diri kita lebih tahu dari pada mereka, sudah saatnya kita bertanya kepada diri kita sendiri, apakah kita memiliki kerendahan hati.
Demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
shalom bu inggrid
terima kasih atas penjelasan Ibu, dan semoga melalui website ini iman kita kepada Yesus melalui gerejaNya, gereja katolik kita semakin diperteguh dan bagi teman2 yang mengunjungi website ini tolong disebarluaskan kepada teman-teman yang seiman untuk saling menguatkan, amin.
terima kasih, gbu
Dalam Perayaan Ekaristi, tidak semua orang katolik diperbolehkan menerima Komuni (Tubuh Kristus) di karenakan adanya sejumlah halangan. Mohon penjelasan lebih lanjut tentang halangan-halangan tersebut. Dan apakah akibatnya bila seseorang yang jelas-jelas tidak diperkenankan menerima komuni karena suatu halangan, tetap saja nekat untuk menerimanya? Saya pernah mendapat penjelasan bahwa Hosti yang diterima oleh mereka yang tidak berhak, menjadi roti yang tidak punya makna. Benarkah ini ? Trimakasih dan Tuhan memberkati.
Shalom Wahyu,
Berikut ini adalah ketentuan bagi yang dapat menerima Komuni, menurut Kitab Hukum Kanonik:
Kan. 912 – Setiap orang yang telah dibaptis dan tidak dilarang oleh hukum, dapat dan harus diizinkan untuk menerima komuni suci.
Sekarang, larangan menyambut Komuni menurut KHK adalah:
1. Mereka yang terkena ekskomunikasi, interdik dan mereka yang secara publik berdosa berat.
Kan. 915 – Jangan diizinkan menerima komuni suci mereka yang terkena ekskomunikasi dan interdik, sesudah hukuman itu dijatuhkan atau dinyatakan, serta orang lain yang berkeras hati membandel dalam dosa berat yang nyata.
Contoh orang yang secara publik berdosa berat adalah:
– Suami istri yang telah bercerai namun telah menikah lagi. Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio 85, dengan tegas menegaskan:
” Walaupun demikian, Gereja menegaskan kembali praktek pelaksanaannya yang berdasarkan Kitab Suci, yaitu tidak memperbolehkan mereka yang telah bercerai dan menikah lagi untuk menerima Komuni Kudus. Mereka tidak dapat menerima Komuni, berdasarkan kondisi kehidupan mereka yang secara objektif bertentangan dengan kesatuan kasih antara Kristus dan Gereja-Nya yang ditandai dan diakibatkan oleh Ekaristi. Di samping itu, ada pula alasan pastoral lain: Jika orang-orang seperti ini diperbolehkan menerima Ekaristi, umat beriman yang lain dapat dipimpin pada kesalahan dan kebingungan mengenai hal ajaran Gereja tentang Perkawinan yang tak terceraikan.”
2. Mereka yang sadar berdosa berat, dan belum mengaku dosa.
Kan. 916 – Yang sadar berdosa berat, tanpa terlebih dahulu menerima sakramen pengakuan, jangan merayakan Misa atau menerima Tubuh Tuhan, kecuali ada alasan berat serta tiada kesempatan mengaku; dalam hal demikian hendaknya ia ingat bahwa ia wajib membuat tobat sempurna, yang mengandung niat untuk mengaku sesegera mungkin.
3. Mereka yang tidak berpuasa minimal 1 jam sebelum Komuni kudus
Kan. 919 – § 1. Yang akan menerima Ekaristi mahakudus hendaknya berpantang dari segala macam makanan dan minuman selama waktu sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni, terkecuali air semata-mata dan obat-obatan.
Kekecualian:
– kecuali imam yang merayakan misa 2 atau 3 kali dalam hari itu; ia boleh memakan sesuatu sebelum misa ke dia atau ketiga jika selang waktu di antaranya kurang dari satu jam.
– para manula, atau yang sakit.
Menurut St. Thomas Aquinas, puasa satu jam ini dimaksudkan untuk 1) menghormati sakramen ini, sehingga tidak mengkontaminasikannya dengan makanan dan minuman, 2) karena maknanya yang sangat penting, bahwa Kristus yang terkandung dalam sakramen dan kasih-Nya, harus menjadi yang utama di hati kita (lihat Mat 6:33), 3) menghindari kemungkinan makanan yang ada termuntahkan ke luar jika makan sebelumnya makan terlalu kenyang. (terjemahan Summa Theologica III, q. 80, a. 8.)
Lebih lanjut tentang puasa satu jam sebelum komuni sudah pernah ditulis di sini (silakan klik).
Sekarang bagaimana kalau mereka yang dilarang tetap menyambut Komuni?
St. Thomas Aquinas dalam Summa Theologica III, q. 80, a. 4 dengan mengutip Rasul Paulus (1 Kor 11:29), ia mengatakan, “Barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya.” Sekarang penjelasan dari ayat tersebut adalah, yang makan dan minum dengan tidak layak adalah mereka yang berada dalam dosa, atau yang menerima komuni dengan tidak hormat. Maka, jika ada orang yang berdosa berat menerima Komuni, maka ia menerima hukuman, dengan berdosa berat.” [karena melanggar ketentuan ini].
Lalu, apakah jika orang yang berdosa berat ini mernerima komuni, lalu bagi dia komuni itu bukan Tubuh dan Darah Kristus, tetapi hanya roti saja?
St. Thomas menjawab pertanyaan ini dalam Summa Theologica III, q. 80, a. 3: “Pada waktu lampau, beberapa orang keliru tentang hal ini, yang mengatakan bahwa Tubuh Kristus tidak diterima secara sakramental oleh orang-orang berdosa, bahwa begitu Tubuh ini menyentuh bibir mereka, maka kehadiran-Nya secara sakramental dalam roti itu tidak ada lagi. Hal ini salah; sebab ini menyalahi kebenaran yang ada dalam sakramen ini… selama roti itu masih berbentuk roti, maka Tubuh Yesus tidak berhenti untuk hadir di sana (seperti disebutkan dalam q. 77, a.4; q. 76, a. 6; q.77, a. 8). Sekarang, jelas bahwa roti yang disambut oleh para pendosa tidak tiba-tiba berhenti menjadi roti [pada saat memasuki mulut mereka] tetapi tetap berupa roti sampai dicernakan secara alami oleh panas tubuh: maka Tubuh Kristus tetap ada/ hadir secara sakramental dalam rupa roti, pada saat disambut oleh para pendosa.”
Uraian serupa dinyatakan oleh Katekismus Gereja Katolik:
KGK 1377 Kehadiran Kristus dalam Ekaristi mulai dari saat konsekrasi dan berlangsung selama rupa Ekaristi ada. Di dalam setiap rupa dan di dalam setiap bagiannya tercakup seluruh Kristus, sehingga pemecahan roti tidak membagi Kristus Bdk. Konsili Trente: DS 1641.
Maka, justru karena hosti itu sudah diubah menjadi Tubuh Kristus, dan tetap merupakan Tubuh Kristus walaupun disambut oleh mereka yang berdosa berat; maka mereka itu yang sadar bahwa berdosa berat tetapi tetap membandel menyambut Kristus, maka mereka berdosa dan mendatangkan hukuman bagi diri mereka sendiri (lihat 1Kor 11:29), atau mereka menerima Dia namun tidak mendatangkan buahnya/ menjadi sia-sia.
Semoga kita selalu dapat mempersiapkan diri sebelum menyambut Komuni, sehingga dapat menyambut komuni dengan disposisi hati yang baik, agar liturgi/ sakramen yang kita sambut dapat memberikan akibat yang lengkap. Sebab Sacrosanctum Concilium 11 mengatakan, “Akan tetapi supaya hasil guna itu diperoleh sepenuhnya, Umat beriman perlu datang menghadiri liturgi suci dengan sikap-sikap batin yang serasi. Hendaklah mereka menyesuaikan hati dengan apa yang mereka ucapkan, serta bekerja sama dengan rahmat surgawi, supaya mereka jangan sia-sia saja menerimanya.”
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
salam damai bu…
saya ada sedikit pertanyaan lagi bu…ini hanya buat memastikan apa yg saya tau…
teman saya protestan menanyakan, penumpahan darah pertama kali kapan ? sebelum or sesudah perjamuan…dan saya tau, itu adalah setelah perjamuan (salib).
dan dia mengatakan, klo blm tertumpah, bagaimana pada perjamuan terakhir itu adalah Tubuh dan Darah ?? dan saya jawab, krn Yesus mengatakan begitu…
Inilah DarahKu….dan Inilah Tubuhku…
kira2, adakah penjelasan yg lebih baik bu ??
terima kasih
Shalom Antonius,
Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui untuk memahami tentang kapankah saatnya ‘penumpahan darah’ Yesus. Pertama-tama, harus kita terima bersama, bahwa maksud dan misi Tuhan Yesus datang ke dunia adalah untuk mengorbankan Diri-Nya demi menebus dosa-dosa manusia. Hal itu dilakukannya melalui sengsara, wafat-Nya di salib, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga, yang kita kenal sebagai Misteri Paska. Maka tak heran, seluruh pengajaran Yesus mengacu kepada peristiwa yang istimewa itu, bahkan keseluruhan Kitab Suci menunjuk kepada misteri Paska tersebut. Peristiwa inilah yang kita peringati dan dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus dalam Gereja Katolik dalam sakramen Ekaristi. Katekismus mengatakan:
KGK 1067 "Adapun karya penebusan umat manusia dan pemuliaan Allah yang, sempurna itu telah diawali dengan karya agung Allah di tengah umat Perjanjian Lama. Karya itu diselesaikan oleh Kristus Tuhan, terutama dengan misteri Paska: sengsara-Nya yang suci, kebangkitan-Nya dari alam maut, dan kenaikan-Nya dalam kemuliaan. Dengan misteri itu Kristus ‘menghancurkan maut kita dengan wafat Nya, dan membangun kembali hidup kita dengan kebangkitan-Nya’. Sebab dari lambung Kristus yang beradu di salib muncullah Sakramen seluruh Gereja yang mengagumkan" (SC 5). Karena itu dalam liturgi, Gereja merayakan terutama misteri Paska, yang olehnya Kristus menyelesaikan karya keselamatan kita.
Maka di sini kita mengetahui bahwa Perjamuan Terakhir [Kamis Putih] di mana Yesus pertama kali mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya, adalah peristiwa antisipasi dari penumpahan darah-Nya secara fisik yang [akan] dilakukanNya esok harinya [Jumat Agung]. Memang bagi manusia hal ‘antisipasi’ ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah yang mengatasi segala ruang dan waktu, itu sangat mungkin. Sebab bagi Allah segala waktu (dari awal mula dunia, sekarang dan waktu akan datang) terjadi sebagai ‘saat ini’, sebab Ia tidak tunduk di bawah batas waktu seperti manusia. Maka pada saat Yesus mengatakan "Inilah Tubuh-Ku" dan "Inilah Darah-Ku", pada Perjamuan Terakhir, maka itu benar-benar merupakan Tubuh dan Darah Yesus; walaupun penumpahan darah yang sesungguhnya terjadi pada korban salib-Nya di hari berikutnya.
Sudah menjadi rencana Tuhan Yesus agar manusia mengenang peristiwa pengobanan-Nya dalam Misteri Paska tersebut, karena untuk maksud itulah Ia menjelma menjadi manusia. Penumpahan darah-Nya di salib adalah peristiwa yang sedih namun juga mulia karena merupakan gambaran kasih Allah yang tiada terbatas. Kristus meng-institusikan Ekaristi pada hari Kamis Putih, pada malam sebelum sengsara-Nya, supaya para murid-Nya dapat memahami makna korban salib-Nya yang terjadi di hari berikutnya. Film the Passion of the Christ, menggambarkan hal ini dengan sangat indahnya, karena pada saat murid-Nya [Yohanes] melihat bagaimana darah-Nya tertumpah di kayu salib, saat itu juga ia teringat bagaimana Yesus sudah mengatakan sebelumnya pada Perjamuan Terakhir, bahwa darah-Nya akan tertumpah dan seolah terpisah dari tubuh-Nya, "Inilah Tubuh-Ku…" dan "Inilah Darah-Ku, Darah Perjanjian Baru dan kekal yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa…." (Mat 26: 26-28; Luk 22: 19-20; Mrk 14:22-24)
Begitu pentingnya peristiwa ini, bahkan kita dapat mengatakan bahwa keselamatan manusia hanya dapat dicapai melalui korban Yesus di kayu salib, maka Tuhan Yesus ingin agar kita mengenang Dia dengan cara seperti ini. Dan bukan saja hanya sekedar mengenang, tetapi juga agar kita menerima buah-buah dari pengorbanan-Nya itu, yaitu pengampunan dosa. Inilah cara Allah menyatakan kasih-Nya kepada kita manusia, dan inilah yang diteruskan oleh Gereja Katolik dari awal hingga sekarang, sebagai bukti bahwa Ia terus menyertai kita umat-Nya sampai akhir jaman. Diperlukan kerendahan hati dari pihak kita manusia untuk memenuhi kehendak-Nya ini dan untuk berusaha memahami dan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menyambut-Nya dengan cara yang begitu agung ini.
Maka jika ada orang bertanya, kapan sebenarnya penumpahan darah Yesus? Jawabnya adalah:
(1) Secara fisik penumpahan darah Yesus terjadi pada hari Jumat Agung, yaitu saat Yesus didera, dan dikorbankan di kayu salib.
(2) Namun antisipasi penumpahan darah-Nya itu dilakukan Yesus pada hari Kamis Putih pada saat merayakan Perjamuan Terakhir bersama para rasul-Nya. Namun antisipasi ini harus dimengerti sebagai pengorbanan Yesus di kayu salib yang sama hanya dalam bentuk yang tidak berdarah. Ini adalah sama seperti yang terjadi dalam setiap perayaan Ekaristi kudus.
(3) Oleh kuasa Roh Kudus, peristiwa korban Yesus yang satu-satunya itu dihadirkan kembali dalam Gereja Katolik dalam perayaan Ekaristi. Jadi Perayaan Ekaristi merupakan peringatan korban Yesus, seperti yang dipesankan oleh Yesus dalam Perjamuan Terakhir sebelum sengsara-Nya. Walaupun maknanya sama, yaitu untuk pengampunan dosa, dan korbannya juga sama, yaitu Yesus Kristus, namun caranya berbeda, karena pada hari Jumat Agung, korban Yesus sungguh menumpahkan darah secara fisik, sedangkan pada setiap Misa Kudus, korban Yesus tidak menumpahkan darah secara fisik. Hal ini mungkin terjadi, karena Tuhan Yesus tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, dan Ia dapat memilih cara-Nya sendiri untuk hadir dan menyertai Gereja-Nya. Dengan demikian kita mendapat kesempatan yang sama dengan mereka yang hidup pada jaman Kristus, yaitu mengambil bagian dalam peristiwa penyelamatan Yesus melalui korban salib-Nya.
Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat Katekismus Gereja Katolik:
KGK 1367 Kurban Kristus dan kurban Ekaristi hanya satu kurban: "karena bahan persembahan adalah satu dan sama; yang sama, yang dulu mengurbankan diri di salib, sekarang membawakan kurban oleh pelayanan imam; hanya cara berkurban yang berbeda". "Dalam kurban ilahi ini, yang dilaksanakan di dalam misa, Kristus yang sama itu hadir dan dikurbankan secara tidak berdarah… yang mengurbankan diri sendiri di kayu salib secara berdarah satu kali untuk selama-lamanya" (Konsili Trente: DS 1743).
KGK 1340 Dengan merayakan perjamuan malam terakhir bersama murid-murid-Nya dalam rangka perjamuan Paska, Yesus memberi arti yang definitif kepada paska Yahudi, Kepergian Yesus kepada Bapa-Nya dalam kematian dan kebangkitan – Paska baru – diantisipasi dalam perjamuan malam. Dan itu dirayakan dalam Ekaristi. Ini menyempurnakan paska Yahudi dan mengantisipasi paska abadi Gereja dalam kemuliaan Kerajaan.
Semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan Antonius. Dan semoga kita semua dapat lebih menghayati perayaan Ekaristi yang memperingati korban Yesus yang telah menumpahkan darah-Nya di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati.
saya sangat menimati sajian-sajian ini. bentuknya pun tidak sulit untuk dipahami.jika saya boleh meminta, maukah anda mengirimkan sesuatu tentang sejarah ekaristi,lalu reformasi, kontra reformasi dan konsili vatikan II? semuanya tetap dalam konteks ekaristi.
terima kasih.
Shalom Baho,
Terima kasih atas kunjungan anda ke situs katolisitas. Kami mohon maaf sekarang ini kami belum bisa menyajikan artikel yang anda minta, mengingat topik yang anda tanyakan cukup panjang dan membutuhkan pembahasan yang mendalam. Tetapi kami akan mengingatnya, dan semoga dapat kami sajikan pada kesempatan yang akan datang.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid & Stef
salam damai bu ingrid..
saya mau bertanya…dalam tulisan ibu yg mengatakan, bhw roti dan anggur tersebut hanya bertahan dalam kurang lebih 15 menit menjadi tubuh dan darah Kristus…
pertanyaan saya, knp hanya 15 menit bu ?? apakah setelah kita makan dan dicerna juga sdh tidak lagi ?? menjelaskan hal ini bagaimana ya bu ?
terima kasih
Shalom Antonius,
Untuk menjawab pertanyaan anda, mari kita melihat adanya 3 macam cara bagaimana Tuhan Yesus hadir (sumber: Beginning Apologetics 3, oleh Fr. Frank Chacon & Jim Burnham, p. 6):
(1) Yesus hadir dalam segala sesuatu sebagai Tuhan, melalui pengetahuan-Nya, kuasa-Nya dan hakikat-Nya. Ini disebut sebagai kehadiran alami/ ‘natural presence’.
(2) Yesus hadir secara spiritual di dalam mereka yang dalam keadaan berdamai dengan Tuhan/ "in the state of grace".
(3) Yesus hadir secara nyata, Tubuh dan Darah-Nya dalam Ekaristi.
Dan juga KGK 1377, yang mengatakan: Kehadiran Kristus dalam Ekaristi mulai pada saat konsekrasi dan berlangsung selama rupa Ekaristi ada.
Maka, pada saat kita menyambut Ekaristi dalam rupa hosti, maka Kristus hadir secara nyata dalam Tubuh, dan Darah-Nya yang memasuki tubuh kita. Dalam waktu kira-kira 15 menit ini, menurut Fr. Chacon, hosti di dalam tubuh kita masih berbentuk hosti, namun setelah itu, hosti dicerna/ diuraikan oleh tubuh, sehingga rupanya sudah bukan hosti lagi. Dalam hal ini, maka kehadiran Yesus secara istimewa dalam Tubuh dan Darah-Nya tidak ada lagi, yang ada tinggal Dia yang hadir secara spiritual dalam diri kita. 15 menit ini adalah perkiraan waktu dan bukan patokan yang kaku. Jangka waktu ini hanya untuk mengingatkan kita bahwa untuk beberapa menit, kita mengalami suatu kenyataan yang sangat ajaib, di mana Tubuh dan Darah [bersama Jiwa dan Ke-Allahan] Yesus sungguh-sungguh bersatu dengan kita. Ini adalah makna terdalam dari Komuni kudus, yaitu Kristus yang dahulu merendahkan diri untuk mengambil rupa seorang hamba dan menjadi manusia; kini, Ia merendahkan diri-Nya lagi, dengan mengambil rupa sepotong roti, untuk bersatu dengan kita, umat yang dikasih-Nya.
Semoga menjadi lebih jelas, ya.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Terima kasih penjelasannya bu…
jangan bosan2 ya bu…saya lagi belajar tentang iman Katolik…:)
Iman Katolik memang seperti itu. Percaya bahwa di dalam hosti itu adalah tubuh dan darah Yesus sendiri. Dalam Syahadat Para Rasul sudah dinyatakan bahwa orang Katolik percaya akan Gereja yang satu, Gereja Katolik Yang Kudus, Persekutuan Para Kudus, Pengampunan Dosa, Kebangkitan Badan, dan Kehidupan Kekal. Bila ada orang Protestan percaya akan (ajaran) Gereja Katolik yang Kudus, barulah boleh ia menyambut Tubuh dan Darah Yesus di dalam rupa Hosti Suci. Orang Katolik untuk masuk ke Gereja Katolik harus membuat tanda salib dengan air suci. Orang Katolik percaya bahwa di dalam Gereja Katolik Yang Kudus (Yang suci) harus dimasuki dengan jiwa dan raga kita yang suci pula. Kita masuk Gereja Katolik harus menyucikan diri dahulu dengan air suci yang ada di pintu Gereja. Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Allah Roh Kudus, ada di dalam Gereja Katolik Yang Kudus (Yang Suci). Oleh karena itu juga kita berlutut dan menyembah Dia Yang Ada Di Dalam Gereja Katolik.
Shalom Thomas Suheri,
Terima kasih atas tanggapan anda tentang Ekaristi. Memang kita sebagai umat Katolik harus lebih menyadari akan kehadiran Yesus di dalam rupa Hosti Kudus dalam setiap perayaan Ekaristi. Namun saya ingin menyampaikan sedikit koreksi akan apa yang disampaikan oleh Thomas bahwa jemaat Protestan yang percaya akan kehadiran Yesus dalam Hosti lalu otomatis boleh menerima komuni dalam Gereja Katolik. Hal ini sesungguhnya tidak diijinkan oleh Gereja Katolik, karena ada ketentuan-ketentuan khusus mengenai hal ini. Silakan membaca jawaban yang sudah pernah dituliskan di sini (silakan klik). Jika nanti masih ada pertanyaan silakan bertanya kembali.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati.
Shalom Katolistas n sidang pembacanya,
Dgn jawaban Bu Listiati Tay di atas, maka kasus yg diutarakan (teman) pak Aris (10mar09) jadi kelihatan aneh (kalau benar2 demikian terjadinya).
Dear Ingrid Listiati,
Saya mempunyai sebuah kasus (kasus saya denganr dari sahabat saya yang pernah menjumpai) begini:
Ada seorang pendeta protestan melakukan meditasi pribadi di sebuah rumah retret. Setelah meditasi itu ia meminta kepada romo pembimbing untuk menerima hosti. Katanya si pendeta tersebut percaya bahwa hosti tersebut adalah benar-benar tubuh Kristus.Tetapi, setelah menerima hosti si pendeta tetap berpegang pada imannya semula, protestan.
Yang jadi pertanyaan saya: apakah memang bisa dibenarkan si pendeta tersebut menerima hosti suci dengan kondisi seperti itu?
Saya nantikan jawabannya Ibu Ingrid. Thank’s and God bless you.
Salam,
Aris
Shalom Aris,
Sebenarnya, keterangan yang anda peroleh tentang hal pemberian Komuni pada pendeta Protestan tersebut belum lengkap. Secara umum, memang pastor tidak dapat memberikan komuni kepada jemaat Protestan, sebab pengertian mereka akan misteri Ekaristi berbeda dengan penghayatan umat Katolik. Hal ini jelas dikatakan dalam KGK 1400, yaitu:
Persekutuan-persekutuan Gereja yang muncul dari Reformasi, yang terpisah dari Gereja Katolik, "terutama karena tidak memiliki Sakramen Tahbisan, sudah kehilangan hakikat misteri Ekaristi yang otentik dan sepenuhnya" (UR 22). Karena alasan ini, maka bagi Gereja Katolik tidak mungkin ada interkomuni Ekaristi dengan persekutuan-persekutuan ini. "Kendati begitu, bila dalam Perjamuan Kudus mereka mengenangkan wafat dan kebangkitan Tuhan, mereka mengimani, bahwa kehidupan terdapat dalam persekutuan dengan Kristus, dan mereka mendambakan kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan" (UR 22).
Lalu dalam Kitab Hukum Kanonik, juga disebutkan bahwa kekecualian hanya diberikan jika ada bahaya kematian, atau jika ada kondisi lain yang diizinkan karena kebutuhan mendesak menurut kebijaksanaan uskup atau konferensi uskup, seperti dalam KHK 844, § § 1 dan 4. Hal itupun hanya diberikan jika mereka memperlihatkan iman katolik dan dengan disposisi hati yang baik.
Selengkapnya adalah sebagai berikut:
Kan. 844 – § 1. Para pelayan katolik menerimakan sakramen-sakramen secara licit hanya kepada orang-orang beriman katolik, yang memang juga hanya menerimanya secara licit dari pelayan katolik, dengan tetap berlaku ketentuan § 2, § 3 dan § 4 kanon ini dan kan. 861, § 2.
Kan. 844 – § 4. Jika ada bahaya mati atau menurut penilaian Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup ada keperluan berat lain yang mendesak, pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen-sakramen tersebut juga kepada orang-orang kristen lain yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja katolik, dan tidak dapat menghadap pelayan jemaatnya sendiri serta secara sukarela memintanya, asalkan mengenai sakramen-sakramen itu mereka memperlihatkan iman katolik dan berdisposisi baik.
[tambahan dari menurut The Code of Canon Law, A Text and Commentary yang dikeluarkan oleh The Canon Law Society of America, keperluan berat yang mendesak ini misalnya, kondisi seseorang dalam penjara atau penyiksaan atau penderitaan dan bahaya, atau jika seseorang tinggal sangat berjauhan sekali dengan komunitasnya]
Maka yang menjadi pertanyaan di sini adalah apakah pastor yang memberikan komuni pada Pendeta itu sudah mengetahui hal di atas, karena sesungguhnya di luar kondisi mendesak tersebut di atas, pastor tidak dapat memberikan komuni kepada jemaat Protestan (termasuk kepada pendeta). Jadi dalam hal ini, ada dua macam pelanggaran, yaitu bahwa 1) pastor sesungguhnya tidak dapat memberikan komuni kepada Pendeta itu (kecuali jika ada keadaan mendesak seperti disebutkan di atas, dan 2) sesungguhnya pendeta itu juga tidak dapat menerima Komuni, sebab ia tidak mengakui komuni (persekutuan) dengan Tubuh Mistik Kristus yang ada dalam Gereja Katolik. [Karena yang diimaninya hanya Tubuh Kristus yang hadir dalam rupa hosti, namun ia tidak mengimani juga makna apostolik Gereja Katolik dalam kesatuan dengan Bapa Paus sebagai penerus Rasul Petrus].
Jadi penerapannya, jika pendeta itu menerima dengan keadaan mendesak, seperti salah satu yang disebutkan di atas, maka ia dapat menerima Komuni dalam Gereja Katolik. Namun jika tidak ada keadaan mendesak, sesungguhnya ia tidak boleh menerima Komuni, dan pastor pembimbing sebenarnya berada dalam kapasitas untuk menolak permohonan dari pendeta itu, karena persyaratan penerimaan Komuni tidak dipenuhi oleh pendeta itu.
Bahwa kenyataannya pendeta itu sudah menerima Komuni dalam Gereja Katolik, karena ia tidak tahu bahwa sesungguhnya hal itu tidak diperbolehkan, maka ia tidak berdosa (dengan catatan, ia menerimanya dengan disposisi hati yang baik). Namun jika pendeta itu kemudian mengetahui larangan ini, maka ia tidak boleh memohon untuk menerima Komuni lagi, karena ia tidak mengimani Ekaristi seperti iman umat Katolik. Selebihnya tentang perihal mengapa Komuni dalam Gereja Katolik berbeda maknanya dengan perjamuan kudus gereja Protestan, silakan baca di jawaban ini (silakan klik) dan ini (silakan klik).
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
[Dari admin: komentar ini dipindahkan ke artikel, “Sudahkah Kita Pahami Pengertian Ekaristi]
saya mau tanya apakah komuni yang kita terima itu benar2 yesus sendiri dengan kepenuhannya sebagai Allah dan manusia? jika ya..apakah kita mampu menerima kepenuhan Allah itu dalam diri kita melalui komuni? terimakasih
Shalom Chmel,
Terima kasih atas kunjungan anda di situs ini. Komentar anda telah dipindahkan dari di bawah artikel Semua Ada Waktunya ke bawah artikel Sudahkah Kita Pahami Ekaristi; karena kami pandang pertanyaan anda lebih berhubungan kepada artikel tersebut. Lebih lanjut mengenai Ekaristi, silakan membaca artikel ini (silakan klik) dan ini (silakan klik).
Sebenarnya, menurut saya, pertanyaan anda sudah terjawab dalam artikel di atas ini (Sudahkah Kita Pahami Ekaristi), silakan membaca, jika anda belum membacanya. Pada dasarnya, ya benar, bahwa yang kita sambut dalam Ekaristi adalah Tuhan Yesus sendiri, dalam kepenuhannya, yaitu Tubuh, Jiwa dan Ke-Allahan-Nya. Hal ini dimungkinkan karena kuasa Roh Kudus yang bekerja di dalam GerejaNya. Sehingga, apa yang dijanjikan Yesus kepada para murid-Nya untuk memberikan hidup, dengan memberi mereka makan Tubuh dan Darah-Nya (lih. Yoh 6: 53-56) dapat dipenuhi olehNya. Rasul Paulus sendiri pernah mengingatkan bahwa yang kita sambut dalam perjamuan Ekaristi adalah sungguh-sungguh Tubuh dan Darah Yesus, sehingga jika kita menyambutNya dengan tidak layak, misalnya dalam keadaan dosa berat ataupun tanpa disertai kesadaran dan rasa hormat kepada kehadiran Yesus dalam rupa Ekaristi kudus itu, maka hal itu akan mendatangkan hukuman bagi diri kita sendiri (lih. 1 Kor 11:27-29).
Memang jika kita berpikir, kita manusia lemah dan berdosa memang tidak layak menerima Kristus dengan segala kepenuhan kemuliaan surgawi dan ke-Allahan-Nya. Namun, sudah menjadi kehendak Yesus untuk mengasihi kita dengan cara demikian, yaitu dengan memberikan Diri-Nya sendiri kepada kita, agar Ia dapat mengangkat kita dari kelemahan kita. Ingatlah, bahwa Ia pernah bersabda pada Rasul Paulus, bahwa di dalam kelemahanlah kuasa-Nya menjadi sempurna (2 Kor 12:9) . Maka, kita perlu senantiasa memeriksa batin dan mempersiapkan diri sebelum menerima Ekaristi, agar sungguh kita dapat menerima Kristus dengan sikap batin yang baik, sehingga kita dapat mengalami kepenuhan rahmat yang terkandung di dalamnya. Dalam hal ini pernyataan sang perwira Kapernaum itu menjadi sungguh relevan, sehingga kita mengulanginya sebelum kita menerima Ekaristi, "Ya Tuhan, saya tidak pantas, Tuhan datang pada saya, namun bersabdalah saja maka saya akan sembuh" (lih. Luk 7: 6-7). Dan dengan kuasa yang sama dengan kuasa-Nya 2000 tahun yang lalu, Kristus akan menyembuhkan dan memulihkan kita dari segala kelemahan kita, asalkan kita mengimani dengan sungguh apa yang kita ucapkan tersebut di hadapan Yesus.
Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati
Comments are closed.