Pertanyaan:

Shalom Tim katolisitas,

Saya ingin bertanya tentang pengambilan air suci di pintu masuk gereja dan kemudian membuat tanda salib.. Apakah seperti wudhu pada agama islam?

Bagaimanakah sejarah, referensi Alkitab, tata cara yg benar, dan makna dari tradisi ini?

Terimakasih, Semoga Berkat Tuhan beserta Tim Katolisitas..

-Adrian-

Jawaban:

Shalom Adrian,

Berikut ini adalah ulasan tentang makna pengambilan air suci sebelum memasuki gedung gereja, yang disadur dari tulisan karya Scott Hahn yang berjudul “Tanda-tanda Kehidupan, 40 Kebiasaan Katolik dan Akar Biblisnya” terbitan Dioma Publishing, 2011, hal.35 :

Pengambilan air suci sebelum kita memasuki gereja tidak terlepas dari penghayatan akan pentingnya air di dalam hidup manusia, karena air merupakan simbol penting yang menggambarkan kehidupan. Ya, sebab hidup jasmani kita dimulai di dalam air, demikian pula hidup rohani kita.

Air merupakan awal kehidupan. Dalam Kitab Kejadian penciptaan alam semesta dimulai dengan “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” (Kej 1:2). Demikian pula yang terjadi dalam kehidupan setiap manusia, kita memperoleh wujud insani kita di dalam kantung cairan, “air ketuban” dalam rahim ibu; dan ketika kantung air ini pecah, kelahiran dimulai.

Demikian pula, kita mengawali kunjungan kita ke gereja dengan mencelupkan air ke dalam bejana air suci, dan dengan air itu kita membuat tanda salib, yang mengingatkan kita akan Allah Tritunggal Mahakudus: Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, yang di dalam-Nya kita dibaptis dan memperoleh kehidupan ilahi.

Sudah sejak jaman Gereja awal, air digunakan dalam doa Kristiani. Bapa Gereja abad ke-2, Tertulianus, mencatat kebiasaan simbolis membasuh tangan sebelum menadahkannya dalam doa (Tertullian, On Prayer, p. 13). Kebiasaan ini juga sudah ada di kalangan Yahudi, dan kemungkinan ini yang dicatat oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada Timotius dalam 1 Tim 2:8. Sejarahwan Eusebius (320) mencatat bahwa sebuah gereja di Tirus memiliki air mancur pada pintu masuknya sebagai tempat kaum beriman membasuh tangan mereka.

Namun penggunaan air di pintu masuk gereja bukan sekadar sebagai tempat membasuh tangan, tetapi lebih kepada makna simbolis akan kehidupan itu sendiri, penyucian/ pertobatan dan kelahiran kembali. Air itu mengingatkan kepada air bah di zaman Nabi Nuh, yang olehnya kemudian keluarga Nabi Nuh memperoleh kehidupan baru (lih. Kej 8-9). Air itu juga mengingatkan kita kepada Laut Merah yang dilintasi oleh bangsa Israel saat dibebaskan dari perbudakan Mesir (lih. Kel 14:15-31). Namun terutama, air itu mengingatkan kita kepada Pembaptisan kita di mana kita telah dikuburkan bersama Kristus (lih. KGK 1220) dan dibangkitkan bersama Dia dan memperoleh kehidupan baru “di dalam air dan Roh” (Yoh 3:5) sebagai anak- anak angkat Allah (lih. KGK 1265).

Menurut St. Thomas Aquinas, air “menandakan rahmat Roh Kudus…karena Roh Kudus adalah sumber yang tak kunjung kering dari mana mengalir segala karunia rahmat.”(St. Thomas Aquinas, Commentary on St. John, p. 577). Kitab Wahyu meneguhkan hubungan antara air dan Roh Kudus dengan menggambarkan rahmat Roh Kudus sebagai suatu “sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, yang mengalir dari tahta Allah dan tahta Anak Domba” (Why 2:1). Kita yang sudah dibaptis, lahir oleh air dan Roh, dan pengambilan air suci mengingatkan kita akan karunia rahmat Allah yang menguduskan kita, yang kita terima di dalam Pembaptisan.

Maka tindakan mengambil air suci sebelum memasuki gereja merupakan peringatan dan pembaruan pembaptisan kita. Juga, penggunaan air suci merupakan suatu penyegaran, yang membebaskan kita dari penindasan si jahat. St. Theresia dari Avila mengajarkan, “tidak ada suatu pun yang membuat roh-roh jahat lari tunggang langgang – tanpa memalingkan muka – kecuali air suci.” (St Theresia Avila, The Book of Her Life).

Jadi jika disimpulkan, pengambilan air suci di pintu gereja adalah untuk mengingatkan kita akan makna Pembaptisan kita (yaitu pertobatan, pengudusan, kehidupan baru di dalam Kristus dalam kesatuan dengan Allah Bapa dan Roh Kudus, dan partisipasi kita sebagai anak- anak angkat Allah di dalam misi Kristus) dan pengusiran roh-roh jahat.

Selanjutnya, kebanyakan gereja juga memiliki persediaan air suci sehingga warga paroki dapat mengambil air suci untuk dibawa pulang. Sejumlah keluarga Katolik menyiapkan wadah air suci kecil pada pintu masuk rumah/ setiap kamar; dan olehnya keluarga diingatkan akan rahmat pembaptisan yang menguduskan dan menyelamatkan.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Caecilia Triastuti dan Ingrid Listiati- katolisitas.org

25 COMMENTS

  1. Hm…penjelasan di atas rasanya kurang lengkap/menyeluruh, mungkin ini akibat alkitab perjanjian lama jarang dibaca. Gereja itu melambangkan bait suci/bait Allah. Di kita ulangan jelas diterangkan, bait suci itu terdiri dari pelataran, ruang suci dan ruang maha suci. di pelataran itu ada mezbah pembasuhan, terus mezbah korban bakaran, ruang suci ada lilin dan meja roti, di depan ruang maha suci ada mezbah dupa dan di dalam ruang tsb ada tabut perjanjian.

    Jadi mengapa harus ada air pembasuhan, karena ini perintah Tuhan mengenai struktur bait tsb. Perjanjian baru dlm Yesus adalah kegenapan hukum Taurat, tetapi tidak menghilangkan setitikpun hukum taurat, jadi hukum perjanjian lama tetap ada, contoh gereja secara fisik, dan hukum perjanjian baru yg menerangkan bahwa kitalah bait suci itu. Membasuh dengan air (wudhu dlm muslim) artinya kita harus membersihkan tubuh jasmani sebelum menghadap Tuhan, mezbah korban bakaran adalah tubuh kita sbg persembahan yg sejati dan mezah dupa adalah pujian2an, doa dan ucapan syukur kita sebagai dupa yg harum, meja roti adalah firman Tuhan, tabut perjanjian adalah janji2 Allah yg harus kita pegang dan simpan, lilin adalah kita secara terang dan garam dunia…dsb..dsbnya..

    Submitted on 2013/11/20 at 7:20 am

    Inilah dasar mengapa Islam harus wudhu, karena mereka juga mengacu pada struktur bait suci. Kalau kita pelajari lebih jauh mengenai tata cara meja sembahyang di kelenteng, mengapa ada meja persembahan dan dupa (hio) yg dibakar? Terus ada dua bilah kayu untuk meramal ? Kalau kita baca perjanjian lama, ini namanya Urim dan Tumim….Ternyata tata cara ibadah mereka juga meniru bait suci ini…Jadi jelas, semua manusia di bumi ini berasal dari nenek moyang yg sama. Ada yg meyakini mereka tersebar luas sewaktu mendirikan menara babel dan mereka dikacaukan Tuhan dengan memberikan bahasa2 yg berbeda.

    • Shalom Kris,

      Penggunaan air suci dalam ibadah Kristiani memang mengambil akar dari tradisi Yahudi sebagaimana  tertulis dalam kitab-kitab Perjanjian Lama, yang maknanya adalah pembasuhan ataupun pengudusan. Namun demikian, dalam kitab-kitab Perjanjian Lama, makna air juga tidak terbatas hanya sebagai sarana pembasuhan seperti yang digunakan pada saat memasuki bait Allah saja, tetapi juga makna yang lainnya, sebagai tanda kehidupan, maupun juga sebagai tanda yang menyelamatkan (seperti dalam peristiwa Nabi Nuh dan pembelahan Laut Merah di zaman Nabi Musa), sehingga menjadi gambaran samar-samar akan makna Pembaptisan.

      Maka walaupun gedung gereja dapat dihubungkan dengan gedung bait Allah, namun makna air di muka gedung gereja Katolik tidak terbatas sebagai ritual pembasuhan seperti dalam Perjanjian Lama, namun penekanannya adalah makna rohaninya, yaitu mengingatkan akan rahmat Baptisan yang menyelamatkan. Dalam hal ini, kita menekankan kepada penggenapan maknanya dalam Perjanjian Baru, dan bukannya kembali kepada gambaran yang masih samar-samar dalam Perjanjian Lama.

      Mengenai Urim dan Thummim, memang tercatat dalam tradisi Yahudi kuno, yang dapat dibaca di artikel di link ini, silakan klik. Kedua istilah ini mengacu kepada hal membuang undi yang dilakukan untuk mengetahui kehendak Tuhan di masa Perjanjian Lama. Selain itu, kehendak Tuhan diketahui melalui dua cara lainnya, yaitu mimpi ataupun melalui para imam/nabi (lih. 1 Sam 28:6). Nampaknya hal membuang undi ini juga tercatat dalam tradisi non- Yahudi, seperti halnya tradisi mempersembahkan kurban, juga terdapat dalam berbagai tradisi agama dan budaya. Mungkin saja memang hal ini merupakan sesuatu yang dinyatakan secara samar-samar oleh Tuhan kepada umat manusia, namun sebagai umat Kristiani, kita meyakininya bahwa segala sesuatu yang dinyatakan Allah kepada bangsa manusia merupakan persiapan akan penggenapannya di dalam Kristus. Maka dalam Tradisi Kristiani tidak ada lagi persembahan kurban (baik itu kurban hewan ataupun sesajian), karena sudah ada kurban yang sempurna di dalam Ekaristi, dan pembuangan undi tidak lagi dilakukan, saat segala keputusan dapat diambil dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Kristus dan para Rasul, yang ada dalam Kitab Suci, Tradisi Suci dan ajaran Magisterium Gereja.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. shallom. saya mau tanya mengenai air suci tersebut. pertama : apakah orang yang bukan agama kristen katolik boleh mengambil air suci tersebut dan membuat tanda salib? kedua : apakah saudara kita yang dari protestant yang sudah dibabtis secara protestant dan bukan katolik boleh ikutan ambil dan buat tanda salib?? terimakasih…

    • Shalom Bratha,
      Mengambil air suci dan membuat tanda salib dengan menggunakan air suci adalah termasuk dalam kategori sakramentali, yang bergantung juga pada disposisi hati dari orang yang melakukannya. Jadi, yang perlu dipertanyakan adalah apakah teman Anda yang non Katolik mempunyai disposisi hati yang baik untuk melakukannya? Kalau disposisi hatinya baik, maka sebenarnya menjadi kesempatan bagi Anda untuk mewartakan hal-hal yang lebih esensial, seperti Sakramen Ekaristi, Sakramen Tobat, dll. Selamat mewarta…

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  3. Yang disebut air suci itu apa? mengapa suci? apakah itu artinya kita harus memperlakukan air itu dengan hormat karena air itu suci? kalau air suci itu bener bener suci, kenapa air itu banyak kotorannya, seperti bakteri e coli alias ga bersih (kata penelitian)?

    [dari katolisitas: Air suci adalah air yang sudah diberkati oleh pastor, dan ini adalah termasuk kategori sakramentali. Kesuciannya bukanlah pada tidak ada bakteri di dalamnya, namun pada sifatnya dan doa yang diberikan, yaitu untuk memurnikan. Kita melihat penggunaannya di 2Raj 2:19-22, dan juga Kristus yang adalah air hidup (lih. Yoh 4:14, 7:37-39), dan air juga digunakan untuk baptisan. Dalam Gereja Katolik, air suci ini juga digunakan dalam upacara eksorsisme]

    • Terima kasih atas jawabannya. Mengapa perlu didoakan terlebih dahulu dan tidak langsung saja? Kan airnya sama saja sebelum dan setelah didoakan. Apakah air suci itu perlu diperlakukan dengan hormat atau diperlakukan seperti air biasa saja?

      • Shalom Sac,

        Prinsipnya benda-benda sakramentali merupakan tanda suci, yang memiliki kemiripan dengan sakramen (lih. KGK 1667), yang berfungsi untuk mempersiapkan manusia untuk menerima buah-buah sakramen. Artinya, benda-benda ini, atas permohonan doa Gereja, dapat digunakan sebagai sarana/ alat untuk memberkati, yang mengingatkan kita akan rahmat Baptisan. Mengacu kepada maknanya ini, maka, walaupun air suci rupanya tetap adalah air biasa, namun oleh kuasa doa permohonan Gereja, mempunyai makna rohani. Berhubungan dengan makna rohani inilah maka air itu perlu didoakan, sebab tanpa doa permohonan Gereja, maka air itu tetaplah air biasa. Namun setelah Gereja mendoakannya, maka atas kuasa Allah, maka ait tersebut dapat menjadi sarana bagi pengudusan umat Tuhan.
        Dengan demikian, air suci selayaknya digunakan sebagaimana mestinya, yaitu untuk memberkati dan untuk menyucikan dari pengaruh jahat. Dengan pemahaman ini, maka tidak selayaknya membuang air suci begitu saja atau menyimpannya di dalam lemari es, karena dianggap seperti minuman. Selanjutnya tentang Sakramentali, silakan klik di sini.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Saya inngin bertanya, bukan untuk menjawab pertanyaan diatas.

    Pertanyaan saya ialah,
    1. Mengapa patung Yesus pada waktu tertentu diselubungi kain ungu.
    2. Apa makna dari kain ungu tersebut.
    3. Mengapa sebelum masuk perbaktian, selalu ada bunyi Gong

    Trimakasih, Tuhan memberkati

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan no 1 dan 2, sudah pernah ditanyakan dan ditanggapi, klik di sini. Sedangkan untuk bunyi gong, umumnya bukan sebelum masuk perayaan Ekaristi, tetapi dibunyikan di tengah-tengah ibadah, yaitu pada saat konsekrasi (yaitu kata-kata doa yaang diucapkan oleh imam dengan perkataan Sabda Allah sebagaimana dikatakan Kristus dalam Kitab Suci, yang mengubah roti menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi darah Kristus). Bunyi Gong menandai saat yang sakral itu, demikian juga dengan bunyi lonceng yang mengiringinya.]

  5. salam

    topik ini mengingatkan sy kpd homili seorg romo saat misa. Romo tsb jg mengangkat topik hal2 sederhana dlm misa spti apakah kita harus sujud ato berlutut smp lutut menyentuh lantai sblm duduk, kaki kanan ato kiri yg ditekuk? Apakah masuk dan keluar dari grj harus mengambil air suci dn membuat tanda salib?dll. Jawaban romo sederhana, ya silahkan. Kalau semisal keluar masuk gereja sebanyak 10x dan setiap masuk dn keluar mengambil air suci dn membuat tanda salib tdk apa2. Sebelum duduk apakah hrs menyentuh lantai? Ya klo bs menyentuh lantai, silahkan, klo utk orgtua yg pnya rematik, asam urat tdk bisa tdk apa2 begitu jg dg kaki kanan ato kaki kiri yg ditekuk tdk aturan yg baku krn yg terpenting di sini hati kita. Jangan smp kita terll meributkn ato memikirkn hal2 yg sepele tp hati kita tdk ter7 kpd Yesus yg mjd pusat dr segalanya. Bertanya hal2 sederhana adlh baik tp alangkah baiknya klo kita bertanya ttg hal2 yg dpt membuat kita lebih dekat dg Tuhan. Demkian kutipan homili seorang romo, semoga dpt membantu.

  6. Ikut nimbrung tanya, kalau saudara kita Islam, mengambil air wudu, saat mau sembahyang/solad dan pada awal saja. Sedang kita umat katolik, mengambil air, dua kali, saat datang dan pulang. Kalau ingat akan citerita dalam K.S. tidak meyebutkan satu atau dua kali. Bagaimana ya…. untuk menjelskan satu atau dua kali.

    • Shalom Oentoeng,

      Pengambilan air suci dan pembuatan tanda salib sebelum dan sesudah memasuki gedung gereja adalah salah satu bentuk devosi, dan tidak termasuk bagian dari liturgi. Karena itu, hal tersebut tidak dilarang ataupun diharuskan oleh Gereja. Gereja tidak menentukan apakah pengambilan air suci hanya boleh dilakukan sebelum mengikuti perayaan Ekaristi dan tidak sesudahnya. Sebagai bentuk devosi, pengambilan air suci dapat dilakukan sebelum dan sesudah mengikuti perayaan Ekaristi, sebab maknanya merupakan peringatan akan Pembaptisan kita, yang mengandung arti: 1) pertobatan; 2) pengusiran roh jahat; 3) partisipasi kita dalam kehidupan ilahi Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus; 4) perutusan dan partisipasi kita di dalam ketiga misi Kristus (sebagai imam, nabi dan raja).

      Maka, jika pengambilan air suci dilakukan sebelum mengikuti perayaan Ekaristi, maknanya lebih kepada mengingatkan kita akan pertobatan kita di dalam Kristus, kita meninggalkan keterikatan kita dengan pikiran dunia untuk datang bersekutu dengan Allah Trinitas, yang oleh-Nya kita memperoleh hidup ilahi. Sedangkan pengambilan air suci sesudah kita mengikuti Misa Kudus, mengingatkan kita akan janji Baptis kita untuk selalu menolak setan dengan kekuatan ilahi yang baru saja kita peroleh dari Ekaristi, dan partisipasi kita dalam ketiga misi Kristus dalam kehidupan sehari- hari.

      Selanjutnya, silakan membaca jawaban Rm. Boli tentang hal ini di sini, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  7. Perkenankan saya bertanya saat keluar pintu gereja

    Bagaimana pada saat meninggalkan gereja ?

    Ada yang mengatakan mengambil air suci dan membuat tanda salib seperti saat memasuki gereja, sementara ada yang mengatakan tidak usah karena pada akhir Misa sudah diberikan berkat oleh imam

    Nah jika keluar gereja tidak dalam rangka Misa, apakah mengambil air suci ?

    Salam

    • Salam Juwono,

      Yang mengatakan tidak usah karena pada akhir Misa sudah diberikan berkat oleh imam, itu suatu pendapat pribadi yang punya alasan. Tetapi orang itu tidak ada hak untuk melarang orang melakukannya karena (meskipun dia boleh meyakinkan orang lain untuk berpendapat sama dengan dia) orang lain itu mempunyai hak untuk memilih melakukannya atau tidak melakukannya). Harus diingat bahwa Gereja TIDAK MELARANG orang beriman membuat kegiatan devosional sebelum dan sesudah kegiatan liturgi, malah dianjurkan untuk melaksanakannya bila ada waktu, sebagai persiapan untuk dan sebagai kelanjutan dari kegiatan liturgis, misalnya boleh mengucapkan doa-doa devosional secara pribadi atau bersama sebelum dan sesudah Ekaristi. Yang tidak dikehendaki oleh Gereja adalah melakukan tanda/kegiatan devosional itu dengan sikap magis. Yang juga dilarang oleh Gereja adalah memasukkan kegiatan devosional di tengah tata perayaan liturgi sebagai pengganti bagian/unsur tertentu atau sebagai selipan di antara bagian-bagian/unsur-unsur penting-pokok dari tata perayaan liturgi itu, kecuali dalam ritus pembuka dan ritus penutup yang umumnya lebih fleksibel. Dalam hal ini Gereja memberikan kemungkinan untuk “penyelarasan” atau “penyerasian” devosi dalam liturgi, yang berarti unsur devosional itu diproses sedemikian rupa hingga menjadi unsur kegiatan liturgis dengan memperhatikan tutuntutan-tuntutan liturgis dan wewennang pengambil keputusan dalam hal ini (tentang hal ini saya menulis sebuah artikel tentang “Kesalehan Umat dan Liturgi, Kemungkinan Penyerasiannya”, silakan klik di sini). Bila tanda itu kita lakukan pada saat keluar gereja langsung sesudah perayaan Ekaristi, tanda itu tetap kita lakukan “tidak dalam rangka Misa”, jadi bersifat devosional atau satu bentuk kesalehan umat, maka boleh dibuat boleh juga tidak. Kalau kita masuk-keluar gereja untuk doa pribadi atau bersama (bukan liturgi-Ekaristi), kita boleh melakukan tanda itu atau tidak melakukannya.

      Salam dan doa. Gbu.
      Rm Boli Ujan, SVD.
       

  8. Shalom, saya mau menanyakan mengenai pernyataan atau pemahaman bahwa air suci digunakan hanya di tempat suci atau di Rumah Tuhan ( Gereja ) saja bukan dirumah-rumah yang bukan tempat suci, apakah ini benar?

    pertanyaan selanjutnya adalah sering kali dilihat umat masuk ke gereja mencelupkan air suci dan membuat tanda salib itu memang sudah sewajarnya, namun apakah perlu setelah Misa Kudus atau pun keluar dari Gereja mencelupkan lagi air suci dan membuat tanda salib lagi? mengapa?

    Terimakasih Katolisitas, GBU :)

    • Salam Stefanus,

      Tidak benar, karena air suci tidak hanya digunakan di tempat suci/gereja, tetapi juga bisa digunakan di rumah-rumah yang bukan tempat suci, misalnya pada waktu pemberkatan rumah, kantor, kapal atau mobil, air suci itu dapat digunakan di tempat-tempat di mana benda-benda atau tempat itu diberkati.

      Mencelup air suci dan membuat tanda salib sebelum dan sesudah perayaan Ekaristi di pintu masuk-keluar gereja, adalah suatu bentuk devosi, bukan kegiatan liturgis. Jadi boleh dibuat dan boleh juga tidak. Kalau dilakukan apa maksudnya? Waktu masuk, hal itu menyadarkan kita bahwa kita adalah orang beriman (telah dibaptis), dan kita masuk sebagai orang beriman, bukan sebagai orang asing tak beriman, dan kita mau merayakan dan menghayati iman itu dengan mengambil bagian aktif dalam seluruh kegiatan liturgi Ekaristi. Ketika kita keluar, oleh tanda itu kita diingatkan untuk menyaksikan dan menghayati iman yang telah dirayakan di dalam Ekaristi (dalam gereja) itu juga di dalam hidup sehari-hari di luar gedung gereja di tengah dunia. Dengan demikian hidup dan karya serta seluruh diri kita semakin dibarui dalam Allah Tritunggal dan semakin bermakna bagi sesama, tidak hanya dalam perayaan Ekaristi tetapi juga dalam hidup dan pelayanan setiap hari. Sekali lagi tanda ini adalah suatu kegiatan non liturgis dan bersifat devosional, jadi boleh dilakukan atau boleh juga tidak.

      Salam dan doa. Gbu.
      Rm Boli.

      • Salam Rm Boli
        saya mau bertanya apakah saya yang belum dibaptis
        diperbolehkan untuk mengambil air suci ketika saya berdoa di gereja,??
        Salam
        Anto

        • Salam Natal dan Tahun Baru saudara Anto.

          Air suci itu disiapkan untuk mengingatkan orang akan pembaptisannya, bahwa dia masuk dan keluar gedung gereja/ibadat sebagai orang yang telah dibaptis. Kalau saudara Anto belum dibaptis, menurut saya (pendapat pribadi), Gereja tidak membuat larangan untuk mengambilnya, dan bila mau mengambil air itu boleh dimaknai sebagai harapan akan pembaptisan, harapan akan memperoleh berkat dan perlindungan dari Tuhan Mahabaik, sumber hidup dan kebahagiaan sejati.

          Salam dan doa. Gbu.
          Rm Boli, SVD.

  9. Syalom team katolisitas

    Saya ingin bertanya tentang kehidupan raja Sulaiman anak dari raja Daud sbb :

    Alkitab menulis dengan jelas bahwa Sulaiman melakukan hal-hal yang melanggar perintah Tuhan seperti “berzinah dan menyembah berhala”.

    Tidak seperti raja Daud, Allah selalu mengirimkan nabinya untuk memperingatkan pada Daud apabila Daud berbuat salah.

    Sedangkan pada Sulaiman tidak ada seorangpun nabi yang diutus Allah untuk memperingatkan segala kesalahannya, mengapa demikian ?

    Apakah karena Sulaiman mempunyai hikmat yang begitu besar dan banyak sehingga Allah merasa tidak perlu untuk mengirim nabi Nya ?
    Barangkali katolisitas bisa menjelaskan hal ini

    Terima kasih
    Machmud

    • Shalom Machmud,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang Raja Salomo. Prinsip yang harus kita pegang adalah apa yang baik adalah dari Allah dan apa yang berdosa adalah dari manusia. Pertanyaannya adalah mengapa Tuhan tidak mengirimkan nabi atau siapa saja untuk mengingatkan Salomo dari perbuatan dosanya? Kita mempercayai bahwa Tuhan, dengan kebijaksanaan-Nya telah memberikan kesempatan kepada Salomo untuk senantiasa berjalan di dalam ketetapan Tuhan. Apalagi kalau kita mengingat bahwa bahwa Tuhan telah memberikan rahmat kebijaksanaan kepada Salomo. Dengan kata lain, Tuhan telah melakukan apa yang menjadi bagian-Nya, namun Raja Salomo-lah yang tidak melakukan bagiannya. Kita tidak tahu bagaimana akhir dari kehidupannya secara persis.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  10. Shalom Tim katolisitas,

    Saya ingin bertanya tentang pengambilan air suci di pintu masuk gereja dan kemudian membuat tanda salib.. Apakah seperti wudhu pada agama islam?
    Bagaimanakah sejarah, referensi Alkitab, tata cara yg benar, dan makna dari tradisi ini?

    Terimakasih, Semoga Berkat Tuhan berserta Tim Katolisitas..

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

    • Syalom. Saya Louis, tertarik dengan diskusi ini. Terimakasih untuk diskusi ini, karena penjelasan secara teologi-biblis-dan liturgis amat memperkaya. Paling tidak juga saya makin meyakini bahwa apa yang saya lakukan terhadap ‘air suci di pintu gereja’ sesuai maksud Gereja.
      Di paroki saya juga berpartisipasi menyiapkan anak-anak calon komuni pertama. Selain pelajaran di kelas, juga saya programkan tour gereja, artinya para peserta belajar di dalam gedung gereja sambil saya berusaha secara lengkap menjelaskan makna gedung gereja, maksud pembagian/pembedaan ruangan di sana, arti tindakan fisik (duduk, berlutut, berdiri) dalam mengikuti Ekaristi, hingga semua benda rohani yang digunakan dalam Ekaristi (dibantu koster yang lengkap mengeluarkan semua perlengkapan Ekaristi).
      Tentang air berkat di pintu gereja, saya menjelaskan tentang makna air seperti penjelasan di atas, khususnya peringatan akan baptis. Hanya karena kepada anak-anak, maka perlu hal praktis. Pertama, seperti wudhu (yang banyak dikenal anak-anak dalam keseharian mereka karena tinggal dan bergaul di dalam mayoritas). Maknanya, sebagai ungkapan membersihkan diri sebelum menghadap Tuhan. Ke dua, karena dalam Ekaristi kita diundang untuk ‘makan bersama (Tuhan yang mengundang)’, maka seperti kebiasaan di rumah, kita mencuci tangan terlebih dahulu. Bahwa juga setelah selesai (Ekaristi) kita membasuh tangan dan membuat tanda salib, hal itu juga sebagai kebiasaan rutin : cuci tangan setelah makan. Ketiga, barangkali lebih sebagai tafsiran dengan maksud memudahkan pemahaman mereka. Bahwa, ketika membuat tanda salib selain mengucapkan ‘dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus’, juga sembari dalam hati mengatakan ‘Tuhan bersihkan pikiranku, hatiku, dan tindakanku’. Karena, kita akan masuk ke tempat yang khusus dan kudus (rumah Tuhan), maka kita mohon semoga Tuhan membuat kita layak diterimaNya.
      Itu saja dulu. Pertanyaan saya kepada Romo Boli dan Katolisitas.org, betulkah penjelasan saya seperti itu ?

      • Shalom Louis,

        Secara prinsip, makna mengambil air suci sebelum [ataupun sesudah] memasuki gedung gereja adalah untuk mengingatkan kita akan Pembaptisan. Maka anak- anak harus diajarkan makna ini, dan bukannya makna lain yang bukan khas ajaran iman Katolik, ataupun ajaran ini dipermudah sampai malah tidak tepat dan kehilangan makna sesungguhnya. Walaupun kita mengajarkan kepada anak-anak, namun bukan berarti kebenaran maknanya harus dikorting. Yang perlu diperhatikan adalah cara penyampaiannya, dan untuk itu memang harus dipermudah.

        Maka saya mengusulkan demikian. Tanyakan kepada anak- anak, “Apakah mereka pernah melihat upacara Pembaptisan?”; “Dengan apakah kita dibaptis?” Mereka akan menjawab, “Air”. “Apa gunanya air?” Nanti kan mereka menjawab, “Untuk membersihkan, mencuci, minum, supaya tetap hidup, dst” Dan semua jawaban itu ada benarnya. Sebab dengan air dalam Pembaptisan, kita dibersihkan dari dosa, dan dikuduskan Allah, diangkat menjadi anak- anak angkat Allah. Dengan air itu kita menerima Kristus yang memberi kita keselamatan dan hidup kekal (selamanya) di Surga. Kita membuat Tanda Salib, untuk mengingatkan bahwa kita telah dibaptis di dalam nama Allah Bapa Putera dan Roh Kudus, dan kita ini adalah milik Allah, anak- anak angkat Allah dan harus hidup yang baik sesuai dengan panggilan kita sebagai anggota keluarga Allah. Maka pada saat membuat tanda salib, dapat saja didoakan, “Tuhan, kumohon Engkau membersihkan pikiranku, hatiku dan tindakanku… Dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus.” atau, “Tuhan, terima kasih, Engkau telah menyelamatkan aku melalui Baptisan yang kuterima dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus.”

        Maka, walaupun memang kita datang untuk Perjamuan Ekaristi, namun hal itu tidak untuk disejajarkan dengan kita datang untuk ‘makan’ sesuatu yang membuat tangan kita kotor sehingga perlu dicuci kembali setelah makan, seperti yang Anda ceritakan. Sebab yang kita sambut adalah santapan rohani, yaitu Kristus yang malah menguduskan kita. Jadi seandainya setelah misa kita mau mengambil kembali air suci, maknanya adalah untuk mengingatkan kembali akan makna perutusan kita, yaitu bahwa kita semua yang menerima Kristus, diutus untuk hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai anak- anak Allah. “Tuhan, buatlah aku hidup sebagai anak-Mu, sesuai janji Baptis yang kuterima dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus.”

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.