Pertanyaan:

Salam damai,
Bu Inggrid, maaf sy belum paham. Tradisi gereja contohnya seperti apa ya? Tolong diperjelas untuk sy. Terima kasih.
Maria Angela Selly

Jawaban:

Shalom Maria Selly,

Tradisi Gereja atau Tradisi Suci yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah Tradisi Apostolik, yaitu Tradisi yang diperoleh dari para rasul, yang diperintahkan oleh Kristus untuk mewartakan semua perintah-Nya (lih. Mat 28:19-20). Para rasul mewartakan Injil dengan dua cara, yaitu secara lisan dan tertulis, dan yang lisan ini disebut Tradisi Suci. Katekismus mengajarkan demikian tentang Tradisi Suci, yang tidak terpisahkan dari Kitab Suci:

KGK 75    “Maka Kristus Tuhan, yang menjadi kepenuhan seluruh wahyu Allah yang Maha tinggi, memerintahkan kepada para Rasul, supaya Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui para nabi dan dipenuhi oleh-Nya serta dimaklumkan-Nya sendiri, mereka wartakan kepada semua orang, sebagai sumber segala kebenaran yang menyelamatkan serta sumber ajaran kesusilaan, dan dengan demikian dibagi-bagikan karunia-karunia ilahi kepada mereka” (DV 7).

KGk 76    Sesuai dengan kehendak Allah terjadilah pengalihan Injil atas dua cara:
secara lisan “oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang mereka terima dari mulut, pergaulan, dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari”;
secara tertulis “oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga membukukan amanat keselamatan” (DV 7).

KGK 77    “Adapun, supaya Injil senantiasa terpelihara secara utuh dan hidup di dalam Gereja, para Rasul meninggalkan Uskup-Uskup sebagai pengganti-pengganti mereka, yang ‘mereka serahi kedudukan mereka untuk mengajar'” (DV 7). Maka, “pewartaan para Rasul, yang secara istimewa diungkapkan dalam kitab-kitab yang diilhami, harus dilestarikan sampai kepenuhan zaman melalui penggantian, penggantian yang tiada putusnya” (DV 8).

KGK 78    Penerusan yang hidup ini yang berlangsung dengan bantuan Roh Kudus, dinamakan “Tradisi”, yang walaupun berbeda dengan Kitab Suci, namun sangat erat berhubungan dengannya. “Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup serta ibadatnya dilestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan dirinya seluruhnya, imannya yang seutuhnya” (DV 8). “Ungkapan-ungkapan para Bapa Suci memberi kesaksian akan kehadiran Tradisi ini yang menghidupkan, dan yang kekayaannya meresapi praktik serta kehidupan Gereja yang beriman dan berdoa.” (DV 8). 174, 1124, 2651.

KGK 79    Dengan demikian penyampaian Diri Bapa melalui Sabda-Nya dalam Roh Kudus tetap hadir di dalam Gereja dan berkarya di dalamnya: “Demikianlah Allah, yang dahulu telah bersabda, tiada henti-hentinya berwawancara dengan Mempelai Putera-Nya yang terkasih. Dan Roh Kudus, yang menyebabkan suara Injil yang hidup bergema dalam Gereja, dan melalui Gereja dalam dunia, menghantarkan Umat beriman menuju segala kebenaran, dan menyebabkan Sabda Kristus menetap dalam diri mereka secara melimpah (lih. Kol 3:16)” (DV 8).

KGK 80    “Tradisi Suci dan Kitab Suci berhubungan erat sekali dan terpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama” (DV 9). Kedua-duanya menghadirkan dan mendaya-gunakan misteri Kristus di dalam Gereja, yang menjanjikan akan tinggal bersama orang-orang-Nya “sampai akhir zaman” (Mat 28:20).

KGK 81    “Kitab Suci adalah pembicaraan Allah sejauh itu termaktub dengan ilham Roh ilahi”.”Dan Tradisi Suci, menyalurkan secara keseluruhan Sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul. Tradisi menyalurkan Sabda Allah kepada para pengganti Rasul, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka, memelihara, menjelaskan, dan menyebarkannya dengan setia” (DV 9).

KGK 82    “Dengan demikian maka Gereja”, yang dipercayakan untuk meneruskan dan menjelaskan wahyu, “menimba kepastiannya tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka dari itu keduanya [baik Tradisi maupun Kitab Suci] harus diterima dan dihormati dengan cita rasa kesalehan dan hormat yang sama” (DV 9).

KGK 83    Tradisi yang kita bicarakan di sini, berasal dari para Rasul, yang meneruskan apa yang mereka ambil dari ajaran dan contoh Yesus dan yang mereka dengar dari Roh Kudus. Generasi Kristen yang pertama ini belum mempunyai Perjanjian Baru yang tertulis, dan Perjanjian Baru itu sendiri memberi kesaksian tentang proses tradisi yang hidup itu. Tradisi-tradisi teologis, disipliner, liturgis atau religius, yang dalam gelindingan waktu terjadi di Gereja-gereja setempat, bersifat lain. Mereka merupakan ungkapan-ungkapan Tradisi besar yang disesuaikan dengan tempat dan zaman yang berbeda-beda. Dalam terang Tradisi utama dan di bawah bimbingan Wewenang Mengajar Gereja, tradisi-tradisi konkret itu dapat dipertahankan, diubah, atau juga dihapus.

Maka contoh Tradisi Suci adalah: 1) Doktrin- doktrin yang diajarkan Gereja Katolik melalui Konsili- konsili; 2) Doktrin/ ajaran yang diajarkan oleh Bapa Paus, selaku penerus Rasul Petrus, dan yang juga diajarkan oleh para uskup dalam kesatuan dengan Bapa Paus; 3) Tulisan pengajaran dari para Bapa Gereja dan para orang kudus (Santo/ Santa) yang sesuai dengan pengajaran Magisterium; 4) Katekismus Gereja Katolik; 5) Liturgi dan sakramen-sakramen.

Selanjutnya, silakan melihat daftar dogma dan doktrin yang diajarkan secara definitif (de fide) oleh Gereja Katolik, yang merupakan butir- butir pengajaran yang mengambil dasar dari Tradisi Suci dan Kitab Suci, silakan klik.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

15 COMMENTS

  1. Darimana kita bisa tahu yang mana yang [T]radisi dan yang mana yang [t]radisi?
    Apakah membuat tanda salib itu Tradisi atau tradisi?
    Apakah mengunakan nama baptis itu Tradisi atau tradisi?
    Apakah penggunaan kerudung bagi wanita dalam beribadah itu Tradisi atau tradisi?
    Apakah larangan menjadi imam bagi wanita itu Tradisi atau tradisi?
    dan lain sebagainya.

    Dikatakan bahwa penggunaan kerudung bagi wanita adalah tradisi, tetapi hal itu terdapat di dalam Alkitab dan Gereja tidak menggunakannya lagi sekarang. Akan tetapi, larangan mengajar bagi wanita juga terdapat dalam Alkitab, tetapi Gereja mengatakan hal ini sebagai Tradisi sehingga tidak bisa berubah. Bagaimana mengenai hal ini? Bagaimana membedakan diantara keduanya?

    • Shalom Kristo,

      Tradisi Suci (dengan huruf besar) adalah semua ajaran yang menyangkut artikel iman Kristiani yang diajarkan Gereja, “yang berasal dari para Rasul, yang meneruskan apa yang mereka ambil dari ajaran dan contoh Yesus dan yang mereka dengar dari Roh Kudus” (KGK 83). Nah, maka Tradisi (dengan huruf besar T) berkaitan dengan doktrin/ ajaran iman yang tidak mungkin salah, dan tidak dapat diubah. Point-pointnya secara garis besar, dapat dilihat di daftar ini, silakan klik. (Secara umum adalah ajaran tentang Allah Trinitas, Allah Sang Pencipta, Allah Sang Penebus, Bunda Penebus, Allah Sang Pengudus, Gereja Katolik, Persekutuan para kudus, Sakramen-sakramen, dan Hal-hal Terakhir.)

      Sedangkan tradisi (dengan huruf kecil) ini adalah kebiasaan-kebiasaan atau praktek kesalehan ataupun devosi untuk mengekspresikan ajaran Tradisi suci. Maka, tradisi (dengan huruf kecil t) berkaitan dengan kebiasaan untuk mengungkapkan iman yang berkembang dalam kurun waktu sejalan dengan pertumbuhan Gereja, yang dapat terdiri dari banyak rupa, cara/ bentuk yang diadaptasi secara berbeda di daerah/tempat-tempat yang berbeda.

      Maka termasuk dalam tradisi adalah tanda salib, untuk mengekspresikan iman akan Allah Tritunggal. Ajaran tentang Allah Tritunggal-nya adalah Tradisi Suci (dengan T) yang berasal dari Kristus dan para rasul. Namun praktek untuk menyatakan ajaran iman itu, yaitu membuat tanda salib, itu adalah tradisi (dengan t). Karena membuat tanda salib merupakan tradisi, maka membuat tanda salib dengan cara yang berbeda, tergantung dari penghayatannya, dapat diperbolehkan, seperti pernah diulas sekilas di ini, silakan klik. Sedangkan ajaran yang mendasarinya yaitu tentang Allah Trinitas, itu sama, tidak berbeda dan tidak dapat diubah.

      Selanjutnya, penggunaan nama baptis adalah tradisi, untuk mengekspresikan penghayatan akan makna Baptisan. Nah ajaran tentang Sakramen Baptisan itu adalah Tradisi Suci yang diperoleh dari Kristus dan para Rasul, namun penerapannya dengan memberikan nama baptis kepada orang yang dibaptis itu adalah kebiasaan berkembang kemudian. Sejarah mencatat tulisan St. Balsamus yang wafat di tahun 331 yang mempunyai nama baptis Petrus, sebagai salah satu bukti tertua tentang penggunaan nama baptis.

      Demikian pula, penggunaan kerudung bagi wanita, walaupun disebutkan dalam Kitab Suci (1 Kor 11:1-16), namun itu lebih berhubungan dengan tradisi berpakaian pada masyarakat pada saat itu. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik. Bagi Gereja Katolik, patokannya adalah pengajaran dari Magisterium, sebab Magisteriumlah yang berhak menginterpretasikan Kitab Suci dengan benar (lih. KGK 85 dan KGK 86). Selanjutnya tentang apakah itu Magisterium, silakan membaca di sini, silakan klik.

      Sedangkan tentang ketentuan untuk tidak menahbiskan wanita untuk menjadi imam, itu termasuk dalamTradisi Suci, karena itu bukan merupakan kebiasaan yang menyangkut devosi atau ungkapan kesalehan, tetapi langsung berhubungan dengan doktrin itu sendiri, yaitu sehubungan dengan salah satu makna fundamental dari sakramen imamat itu sendiri. Sebab menurut hakekatnya, imam saat menjalankan tugasnya menyampaikan sakramen, ia adalah “in persona Christi” berperan sebagai Kristus. Secara khusus dalam perayaan Ekaristi, Kristus memberikan diri-Nya kepada Gereja bagaikan Mempelai Pria memberikan dirinya kepada mempelai wanitanya. Makna ini tidak dapat disampaikan atau menjadi rancu, jika imamnya wanita. Dalam hal ini, sebagaimana disampaikan oleh Paus Yohanes Paulus II, dalam Ordinatio Sacerdotalis, Magisterium tidak dapat mengubahnya, karena hal tahbisan imamat hanya kepada kaum pria, itu sudah ditetapkan sejak zaman Kristus dan para Rasul tidak pernah diubah sampai sekarang. Maka Paus, yang menerima mandat dari para Rasul itu, tidak dapat mengubahnya. Teks lengkap penjelasan Paus Yohanes Paulus II tentang hal ini dalam Ordinatio Sacerdotalis, klik di sini.

      Selanjutnya tentang sakramen imamat, silakan membaca di artikel ini, silakan klik.

      Bagi kita umat Katolik, sebenarnya mudah untuk membedakan manakah yang Tradisi Suci dan manakah yang tradisi. Kita dapat mengetahuinya jika kita mengetahui secara garis besar apakah yang menjadi artikel iman Katolik. Inilah yang dapat kita pegang sebagai Tradisi Suci. Di samping itu, kita berpegang kepada ajaran Magisterium, maka akan menjadi lebih jelas lagi, mana yang Tradisi Suci (T) dan mana yang tradisi (t).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  2. Kalo Consensus Patrum, apa termasuk Tradisi?

    Terima kasih atas tanggapannya

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca tanggapan kami untuk pertanyaan serupa, di sini, silakan klik]

  3. http://articles.tutorialonline.info/portal/language-id/Maxalmena

    mengenai the seven sleepers, mengapa gereja katolik sudah tidak mempercayai kejadian tersebut padahal awalnya Gereja Katolik mengakui kejadian tersebut tetapi akhirnya Gereja Katolik hanya menganggapnya mitos belaka saja… Apa alasan Gereja Katolik tidak mengakui kejadian the seven sleepers itu? Sedangkan Gereja Ortodoks masih mengakui kejadian tersebut…

    Jika saya sebagai umat Katolik mempercayai kejadian the seven sleepers apa diizinkan oleh Gereja Katolik?
    Thanks…

    • Shalom Krisna,

      Kisah riwayat hidup orang-orang kudus, baik yang dirayakan oleh Gereja, maupun yang tidak dirayakan oleh Gereja, itu bukan merupakan ajaran definitif iman dan moral, dan karena itu bukan merupakan Tradisi Suci. Karena bukan merupakan Tradisi Suci yang mengikat, maka Anda boleh saja percaya akan kisah ‘the seven sleepers‘ tersebut.

      Sesungguhnya kisah ‘the seven sleepers‘ tercatat dalam dokumen Martyrologium Romanum, untuk tanggal 27 Juli. Di buku Butler’s Lives of the Saints, vol iii, ed. Herbert J. Thurston SJ, reprinted 1996, tentang riwayat para orang kudus, kisah ‘the seven sleepers‘ ini disebutkan, dengan catatan di bawahnya, yaitu bahwa tentang kisah tersebut, terdapat banyak diskusi tentang keaslian/ keotentikannya, sebab hal seseorang yang tertidur dan kemudian terbangun bertahun-tahun kemudian, itu umum terdapat dalam kisah legenda yang terdapat di banyak tempat di dunia….

      Jadi jika kemudian Gereja Katolik tidak merayakannya secara khusus, kemungkinan disebabkan karena kurangnya bukti tentang keaslian kisah tersebut, walaupun kisah tersebut pernah disampaikan dalam homili uskup James dari Sarug (wafat 521), dan dikisahkan juga oleh St. Gregorius dari Tours. Hal ini serupa dengan alasan diadakannya cultus suppress, yang pernah dibahas di sini, silakan klik

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Shalom Krisna,

      Link yang Anda sertakan itu memuat kisah tentang tombak yang konon dipakai oleh seorang serdadu Romawi yang bernama Longinus untuk menusuk lambung Yesus. Kisah tentang tombak Longinus tersebut adalah semacam legenda yang diambil dari injil apokrif Nikodemus yang menjadi tambahan manuskrip Kisah Pilatus (Acts of Pilate) di abad ke-4. Kisah ini bukan Tradisi Suci (dengan huruf besar), karena yang dimaksud Tradisi Suci adalah Sabda Allah yang disampaikan secara turun temurun berkaitan dengan ajaran iman. Kisah tombak Longinus ini tidak ada kaitannya dengan ajaran iman, dan juga bukan Sabda Allah. Kisah itu tidak ditulis atas inspirasi Roh Kudus, karena yang menjadi acuannya juga bukan dari Injil kanonik, melainkan dari injil apokrif sekitar 3 abad setelah kejadian. Hal ini berbeda misalnya dengan kisah sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus yang ditulis keempat Injil (Matius, Yohanes, Markus, Lukas) yang ditulis di abad pertama itu juga, oleh para rasul yang menjadi saksi langsung kehidupan Kristus, yaitu Rasul Matius dan Rasul Yohanes dan para murid mereka, yaitu Markus yang adalah murid Rasul Petrus; dan Lukas yang adalah murid Rasul Paulus. Keempat pengarang Injil kanonik tersebut menuliskan Injil di saat para saksi mata masih hidup, sehingga kita dapat yakin akan kebenaran tulisan tersebut.

      Contoh Tradisi Suci, misalnya adalah ajaran bahwa Bunda Maria adalah “Hawa yang baru” yang bekerja sama dengan Kristus sebagai “Adam yang baru”. Sebab perbandingan antara ketidaktaatan Hawa dengan ketaatan Bunda Maria sebagai Hawa yang baru ini sudah diajarkan oleh St. Yustinus Martir (155), dan St. Irenaeus (180). Kesaksian St. Irenaeus menjadi penting, karena ia adalah murid St. Polycarpus, yang adalah murid Rasul Yohanes. Jangan dilupakan bahwa Rasul Yohanes adalah rasul yang menerima Maria sebagai ibunya, melaksanakan pesan terakhir Kristus sebelum wafat-Nya (lih Yoh 19:26-27). Sehingga ajaran para Bapa Gereja yang terhubung dengan Rasul Yohanes tersebut, tentu merupakan ajaran yang melanjutkan ajaran dari Rasul Yohanes, yang menuliskan sebagian ajarannya itu dalam Injil Yohanes. Dan karena ajaran tentang Maria sebagai “Hawa yang baru” itu berhubungan dengan ajaran iman tentang Kristus sebagai “Adam yang baru”, maka dapat dikatakan bahwa kedua hal tersebut saling melengkapi, memperjelas dan berada dalam satu kesatuan. Ajaran tersebut sama-sama diinspirasikan oleh Roh Kudus, dan diturunkan oleh para Rasul dan para penerus mereka, sebagai Tradisi Suci. Lebih lanjut tentang Bunda Maria sebagai Hawa yang baru, silakan klik di sini.

      Semoga memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Salam kasih ,
    Bu Inggrid , maaf sebelumnya . Saya diberi tugas tentang tradisi – tradisi dalam gereja katolik .

    Tradisi itu sebenarnya bisa berubah atau tidak ?

    Saya masih bingung apa saja contoh tradisi – tradisi dalam gereja katolik yang tidak dapat diubah ?

    Apakah pemilihan Sri Paus Vatikan sebagai pemimpin umat katolik termasuk dalam tradisi gereja katolik yang tidak dapat diubah ?

    Apakah tata cara perayaan ekaristi temasuk Roti dan Anggur dalam misa adalah tradisi dalam gereja katolik ?

    • Shalom Maria Cathalina,

      1. Tradisi dan tradisi

      Pertama- tama harus dibedakan dahulu antara tradisi (dengan huruf kecil) dengan Tradisi Suci (dengan huruf besar). Karena jika tradisi (dengan huruf kecil) itu dapat berubah dan disesuaikan dengan kondisi setempat, seperti penggunaan daun palma pada Minggu Palma (daun palmanya bisa tidak sama jenisnya di satu tempat dengan yang lain), doa rosario dengan tambahan permenungan peristiwa- peristiwa Terang, pemasangan goa Natal dan pohon Natal pada masa Natal, dst. Sedangkan Tradisi Suci yang bersumber dari ajaran lisan dari Tuhan Yesus dan para Rasul, yang dilestarikan oleh para penerus mereka, tidak dapat diubah. Contoh ajaran ini adalah yang termaktub dalam daftar dogma (pernyataan de fide), sebagaimana pernah disampaikan di sini, silakan klik. Prinsip-prinsip ajaran ini diuraikan secara sistematis dalam Katekismus Gereja Katolik.

      2. Tentang kepemimpinan Paus

      Tentang kepemimpinan Paus, silakan melihat di point IV: The Catholic Church (Gereja Katolik), secara khusus point 3-9, terutama point 5 -7.

      5. Kristus menunjuk Rasul Petrus menjadi yang pertama dari semua Rasul dan untuk menjadi Kepala yang kelihatan bagi seluruh Gereja Katolik, dengan menujuknya secara langsung dan secara pribadi kepada keutamaan yurisdiksi.

      6. Menurut ketentuan Kristus, Petrus harus mempunyai para penerus dalam keutamaan-nya mengatasi seluruh Gereja Katolik dan untuk sepanjang waktu.

      7. Para penerus Rasul Petrus dalam keutamaannya adalah para Uskup Roma.

      Dengan demikian maka penentuan Sri Paus menjadi pemimpin seluruh Gereja Katolik merupakan ajaran Tradisi Suci, dan ini tidak akan pernah berubah. Namun hal praktis tentang metoda pelaksanaannya masih dapat disesuaikan.

      3. Tentang roti dan anggur dalam perayaan Ekaristi

      Tentang Ekaristi lihat secara garis besar pernyataan de fide-nya di point XI. Holy Eucharist (Ekaristi Kudus).

      Sakramen Ekaristi merupakan sakramen yang diinstitusikan oleh Kristus sendiri. Tata caranya memang mengalami perkembangan dari abad pertama sampai sekarang, namun secara prinsipnya tetap sama, yaitu adanya dua liturgi yaitu liturgi Sabda dan liturgi Ekaristi; demikian pula dengan urutan-urutannya.

      Setelah konsekrasi, roti dan anggur seluruhnya berubah substansinya (hakekatnya) menjadi Tubuh dan Darah Kristus, dan Kristus sungguh hadir di dalam kedua rupa (roti dan anggur) tersebut, maka penerimaan Komuni dalam satu rupa saja tidak mengurangi esensinya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. Apakah katolisitas.org sudah (pernah) memuat/mem-posting (terjemahan) tulisan2 para Bapak gereja purba (mulai dari st. Clemens dari Roma, St. Ignatius dari Antiokia pd abad 1-2 M, misalnya), hingga Bapak gereja masa kini? Barangkali bisa ditaruh di dlm bagian “DOK GEREJA”.

    Saya coba2 mencari di berbagai situs website dan ketemu a.l. http://www.earlychristianwritings.com. Tapi krn belum ada “nihil obstat” dan “imprimaturnya” dan isinya campur aduk antara tulisan yg diterima gereja dan tulisan “gnostik” (minimal belum ada komentar yg sah dari ahli alkitab gereja Katolik), maka selera saya untuk membacanya saya redam dulu. Terima kasih.

    [dari katolisitas: Kami belum pernah memuat tulisan-tulisan Bapa Gereja secara menyeluruh berdasarkan tahun dan nama Bapa Gereja, karena memang tulisan mereka terlalu banyak. Dan kalau semuanya ingin diterjemahkan mungkin seumur hidup juga tidak akan selesai. Namun, kami mengutip tulisan-tulisan dari para Bapa Gereja sesuai dengan topik bahasan.]

  6. Salam Kasih,
    Ibu Inggrid,
    Membaca sejarah Natal di Katolisitas, saya ingin menanyakan, apakah perayaan Natal juga merupakan salah satu dari Tradisi Suci? ataukah hanya merupakan suatu kebiasaan yang turun menurun saja? Kalau memang itu salah satu Tradisi Suci, berarti saudara kita dari Gereja sebrang secara tidak langsung mengikuti Tradisi Suci juga.
    Mohon maaf atas pertanyaan saya yang mungkin kurang berbobot, tapi sungguh setelah membaca dari artikel-artikel di Katolisitas timbul banyak sekali pertanyaan-pertanyaan kecil (yang mungkin tdk berbobot) dalam pemikiran saya tapi sungguh memerlukan jawaban.
    Terimkasih.

    [dari katolisitas: tradisi natal adalah bukan Tradisi Suci, namun tradisi (dengan huruf ‘t’ kecil). Dengan melakukan tradisi ini, maka harapannya umat semakin menghayati misteri keselamatan Kristus.]

  7. Salam Kasih,
    Ibu Ingrid,
    Jadi apakah dapat diambil kesimpulan antara Kitab Suci dan Tradisi suci seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan? Kalau terpisahkan berarti tidak lengkap? Saya sudah berusaha menjelaskan akan tetapi dari saudara kita di gereja sebrang berpendapat bahwa pengajaran lisan/Tradisi Suci rawan penyimpangan karena bisa saja dari pengajaran lisan tersebut ada penyimpangan di tiap generasinya/perpindahan pimpinan GK, karena tidak ada patokan secara tertulis. Mohon penjelasannya. Terimakasih.

    • Shalom Dominicus Endy,

      Ya, nampaknya pengandaian Anda bahwa Tradisi Suci dan Kitab Suci bagaikan dua sisi dalam mata uang dapat dipergunakan untuk menggambarkan bahwa keduanya tidak terpisahkan. Dengan catatan, bahwa Kitab Suci (dalam hal ini Injil) juga sebenarnya berasal dari Tradisi Suci, yaitu pengajaran Kristus yang disampaikan secara lisan kepada para rasul, yang kemudian dituliskan oleh para rasul (Matius dan Yohanes) dan oleh para murid Rasul (Markus- menuliskan apa yang sering dikhotbahkan Petrus; dan Lukas menuliskan apa yang sering dikhotbahkan Paulus); dan kemudian para Rasul menuliskan surat- surat-Nya, yang semuanya tergabung dalam Kitab Perjanjian Baru. Dan bersama dengan Kitab Perjanjian Lama, membentuk Kitab Suci yang ada pada kita sekarang.

      Kitab Suci sendiri menuliskan bahwa tidak semua yang dilakukan (dan diajarkan) Kristus dituliskan dalam Kitab Suci, sebab tak mungkin ada kitab yang sanggup memuatnya  (lih. Yoh 21:25). Rasul Paulus mengajarkan agar jemaat berpegang kepada ajaran- ajaran para rasul baik yang lisan maupun tulisan (2 Tes 2:15); dan dengan demikian, mensejajarkan Tradisi Suci (pengajaran para rasul yang lisan) dengan Kitab Suci (pengajaran para rasul yang dituliskan oleh mereka sendiri atau asisten mereka).

      Maka, Tradisi Suci memang berasal dari ajaran lisan Kristus dan para rasul. Namun setelah diteruskan oleh para rasul kepada para penerus/murid mereka, lalu Tradisi tersebut dituliskan oleh mereka, yang kita kenal sebagai tulisan para Bapa Gereja. Dari tulisan para Bapa Gerejalah, kita mengetahui misalnya otentisitas keempat Injil, asal usul perayaan Ekaristi, Pembaptisan, adanya hirarki kepemimpinan dalam Gereja (uskup, imam, diakon), adanya keutamaan Petrus dan Paus, penghormatan kepada para martir, dst, yang telah menjadi Tradisi Gereja sejak abad- abad awal. Tradisi ini kemudian dilestarikan secara turun temurun dan dijelaskan dengan lebih rinci oleh Magisterium Gereja Katolik. Inilah yang disebut dengan Tradisi Suci.

      Nah, maka yang terjadi adalah walaupun sumbernya dari Kristus dan para rasul itu bersifat lisan, tetapi kemudian dituliskan oleh para penerus mereka, sehingga tidak rawan terhadap penyimpangan. Yang dilakukan Gereja adalah meneruskannya, dan memperjelas ajaran tersebut. Ini disebut perkembangan doktrin yang organik, seperti dari tumbuhan yang kecil bertumbuh menjadi besar, namun berasal dari biji tumbuhan yang sama. Apa yang sudah dinyatakan benar di abad awal, tidak akan menjadi salah di abad berikutnya, demikian juga sebaliknya. Misalnya, tata perayaan Ekaristi yang terdiri dari liturgi Sabda dan liturgi Ekaristi, yang sudah diajarkan oleh Kristus dalam penampakan-Nya di Emaus (Luk 24:13-35), dan yang kemudian dilaksanakan oleh para rasul (Kis 2:42), tetap dijalankan oleh Gereja Katolik sampai sekarang, dengan bentuk yang lebih jelas dan kaya, yaitu dalam perayaan Ekaristi Kudus. Kehadiran Yesus secara nyata dalam Ekaristi, yang sudah diimani oleh Gereja sejak awal mula, tetap diimani oleh Gereja Katolik sampai sekarang. Tentang sejarah pengajaran tentang kehadiran Kristus dalam Ekaristi ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      Jadi tidak benar jika dikatakan Tradisi suci itu tidak ada patokannya, sebab walaupun asalnya dari pengajaran lisan Kristus dan para rasul, namun kemudian ajaran ini dituliskan oleh para Bapa Gereja, dan karena itu dapat dipegang sebagai patokan untuk dilestarikan di sepanjang sejarah Gereja sampai sekarang. Dengan patokan ini, maka Gereja Katolik tidak berkuasa mengubah apa yang sudah diimani oleh Gereja sejak awal. Maka ketika ada ajaran di abad ke-16 yang mengajarkan bahwa Kristus tidak hadir secara nyata dalam roti dan anggur, namun hanya merupakan simbol saja, maka Gereja Katolik tidak dapat menyetujui pandangan itu, karena memang tidak sesuai dengan apa yang diimani Gereja sejak awal yang berdasarkan atas pengajaran para rasul.

      Semoga ulasan singkat ini dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  8. Salam damai,
    Bu Inggrid, maaf sy belum paham. Tradisi gereja contohnya seperti apa ya? Tolong diperjelas untuk sy. Terima kasih.

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

Comments are closed.