Sakramen Pengakuan Dosa bertentangan dengan Alkitab?

Tulisan bagian pertama Sakramen Pengakuan Dosa telah membahas apa itu dosa, perbedaan dosa, konsekuensi dosa, dan juga tahapan dosa, sehingga kita dapat melihat bahwa Tuhan benar-benar merencanakan Gereja-Nya untuk diberiNya kuasa mengampuni dosa. Namun sayangnya tidak semua orang percaya akan hal ini. Lebih sayang lagi kalau umat Katolik yang diberi berkat yang indah ini tidak menyadari manfaatnya dan menggunakannya.

Mari sekarang kita melihat beberapa keberatan yang diajukan tentang Sakramen Pengakuan Dosa, terutama dari umat Kristen, non-katolik. Mereka mungkin akan mengajukan keberatan-keberatan yang bersumber dari Alkitab, seperti berikut ini:

Keberatan 1: Mengaku dosa hanya kepada Tuhan saja, bukan kepada manusia.

Keberatan pertama ini mengatakan bahwa hanya kepada Tuhan sajalah kita mengakukan dosa kita (Mzm 32:5; Neh 1:4-11; Dan 9:3-19; Ez 9:5-10; Ez 10:11), karena hanya Tuhan saja yang dapat mengampuni dosa (Yes 43:25). Dengan dasar inilah, orang Kristen mengatakan bahwa seharusnya mengakukan dosa secara langsung kepada Tuhan dan tidak perlu untuk mengaku dosa di depan pastor. Mari kita melihat bahwa sebenarnya, ada suatu kesinambungan dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yaitu bahwa Tuhan menggunakan perantara untuk mengampuni dosa seseorang.

Pada masa Perjanjian Lama, kalau seseorang melakukan kesalahan, maka dia harus membawa korban tebusan dan seorang imam harus mengadakan perdamaian bagi orang itu dengan Tuhan, sehingga pendosa tersebut dapat memperoleh pengampunan (Im 19:20-22). Musa menjadi perantara antara bangsa Israel yang telah berbuat dosa dengan Tuhan (Kel 32:20). Pertanyaannya, kenapa mereka tidak minta ampun saja kepada Tuhan, namun harus melalui imam dan juga nabi Musa? Bukankah mereka juga bisa minta ampun kepada Tuhan secara langsung? Hal ini disebabkan karena Tuhan seringkali memakai perantara, baik nabi maupun imam untuk menjembatani manusia dengan Tuhan. Yang penting adalah para perantara tersebut benar-benar membawa umat kepada Tuhan.

Namun mungkin ada yang mengatakan bahwa konsep perantara hanya terjadi di Perjanjian Lama, sedang di Perjanjian Baru tidak ada perantara lagi, karena Yesus adalah perantara satu-satunya antara manusia dengan Tuhan (Lih 1 Tim 2:5; Ibr 3:1; Ibr 7:22-27; Ibr 9:15; Ibr 12:24). Mari sekarang kita melihat bukti bahwa Tuhan juga memakai perantara di dalam Perjanjian Baru.

Dalam Perjanjian Baru, Yesus tidak pernah melarang perantara sejauh perantara tersebut berpartisipasi dalam karya keselamatan Yesus. Pada saat Yesus menyembuhkan sepuluh orang kusta, Yesus menyuruh mereka untuk memperlihatkan diri mereka kepada para imam (Luk 17:12-14) agar para imam dapat menyatakan mereka tahir. Rasul Petrus juga mengajarkan tentang partisipasi dalam karya keselamatan Tuhan, yaitu setiap dari kita menjadi batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi imamat kudus (1 Pet 2:5). Lebih lanjut Rasul Petrus menegaskan bahwa semua umat Allah adalah bangsa terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, kepunyaan Allah sendiri (1 Pet 2:9). Pemilihan bangsa Israel sebagai bangsa pilihan untuk mendatangkan keselamatan pada bangsa-bangsa lain membuktikan bahwa Tuhan menggunakan ‘perantara’ untuk melaksanakan rencana-Nya.

Dalam konteks 1 Pet 2:9, kita melihat bahwa rasul Petrus merujuk kepada Kel 19:5-6, yang menyatakan bahwa Tuhan memerintahkan Musa untuk memberitahukan kepada seluruh umat Israel, bahwa kalau mereka berpegang pada perintah Tuhan, mereka akan menjadi umat kesayangan, kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Disamping mengangkat Israel sebagai kerajaan imam, Perjanjian Lama juga mengatakan bahwa suku Lewi dipersiapkan secara khusus sebagai imam (Bil 3:5-13). Apakah kedua ayat di atas bertentangan? Tidak, sebab secara umum memang bangsa Israel dipersiapkan Tuhan menjadi imam dan bangsa yang kudus, namun secara khusus, Tuhan juga menunjuk suku Lewi untuk menjadi imam dan menjalankan tugas yang berhubungan dengan korban dan persembahan. Suku Lewi yang ditunjuk secara khusus oleh Tuhan untuk menjadi imam (imamat jabatan) melayani umat yang lain atau imam secara umum (imamat bersama). Hal yang sama dapat diterapkan di dalam ajaran Gereja Katolik. Gereja Katolik mengenal adanya dua imamat: (1) Imamat jabatan dan (2) imamat bersama. Dimana imamat jabatan melayani imamat bersama.[1]

Kita juga melihat bahwa rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus bahwa dia adalah utusan Kristus, dan dengan mendengarkan Rasul Paulus, maka sama saja mereka mendengarkan Kristus, karena Allah menasihati mereka dengan perantaraan para rasul (2 Kor 5:17-21). Rasul Yakobus mengatakan bahwa kita harus saling mendoakan dan mengakukan dosa (Yak 5:16). Dengan ini, maka dapat disimpulkan bahwa mengaku dosa bukan hanya kepada Allah, namun juga melalui perantara yang ditunjuk oleh Allah, seperti Rasul Paulus, Rasul Yakobus, dll.

Keberatan 2: Hanya Yesus yang dapat mendamaikan kita dengan Tuhan, bukan manusia.

Hanya Yesus sendiri yang dapat mendamaikan kita dengan Tuhan atas segala dosa-dosa yang dibuat oleh umat manusia (1 Yoh 2:2; 1 Tim 2:5). Karena hanya ada satu Imam yang benar, yaitu Yesus Kristus (Ibr 3:1; Ibr 7:22-27). Imam atau pastor di Gereja Katolik tidak dapat menggantikan Yesus, satu-satunya Imam besar dan benar.

Namun, sebenarnya, Yesus sendiri yang memberikan kuasa kepada Gereja yang dilaksakan oleh para imam. Mari sekarang kita melihat apa yang dikatakan oleh Yesus sendiri sebelum Dia naik ke Surga di dalam Yohanes 20:21-23 yang menjadi dasar untuk Sakramen Pengampunan Dosa.[2]

21) Maka kata Yesus sekali lagi: “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” 22)Dan sesudah berkata demikian, Ia menghembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. 23)Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.”

Dari ayat ini, kita dapat menyimpulkan beberapa hal:

  1. Yesus memberikan pengutusan kepada para murid untuk meneruskan karya keselamatan Allah (ayat 21). Untuk apakah Yesus datang ke dunia ini? Dia datang untuk menjadi perantara antara Allah dan manusia dengan cara: mewartakan kabar gembira (lih. Luk 4:16-21), menjadi Pengantara untuk menyelamatkan semua orang (Ibr 7:25), dengan kuasa-Nya sebagai Raja dari segala raja (Why 19:16). Dan secara khusus tugas perantaraan tersebut dipenuhi dengan cara membebaskan manusia dari belenggu dosa dengan pengampunan dosa (1 Pet 2:21-25; Mrk 2:5-10).[3]
  2. Namun karya keselamatan ini tidak dapat dijalankan oleh manusia tanpa karya Roh Kudus. Oleh karena itu, Yesus menghembuskan Roh-Nya kepada para murid, sehingga mereka diberi kemampuan untuk menjalankan misi yang dipercayakan oleh Yesus (ayat 22). Dan ini juga merupakan antisipasi untuk hari Pentakosta.
  3. Dan lebih lanjut, Yesus memberikan penugasan dan otoritas yang begitu penting kepada para murid, yaitu otoritas untuk mengampuni dosa. Memang hanya Tuhan yang mempunyai hak untuk mengampuni dosa manusia. Namun Yesus sendiri yang memberikan kekuasaan ini kepada para murid. Kalau ditanya, apakah para murid mempunyai kemampuan untuk mengampuni dosa? Tidak. Namun ini adalah perintah dari Yesus sendiri. Yesus memberikan Roh KudusNya kepada para murid dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengampuni dosa untuk menguduskan umatNya sampai akhir jaman. Jadi di ayat ini, Yesus, Sang Imam Agung memberikan mandat kepada para murid untuk meneruskan misi keselamatan di dunia ini dengan otoritas untuk mengampuni dosa dalam nama Kristus. Ayat ini juga mengingatkan kita tentang pengakuan Rasul Petrus akan ke-Allahan Yesus Kristus di Kaisarea Filipi, sehingga Yesus memberikan kunci kerajaan surga kepada Rasul Petrus (Mat 16:16-19).

Mungkin ada yang berkeberatan dengan penafsiran ini. Ada yang mengatakan bahwa di ayat 23, Yesus hanya memberikan doktrin keselamatan dan penghukuman.[4] Ada yang mengatakan bahwa Yesus tidak pernah memberikan mandat kepada manusia untuk mengampuni dosa, karena hanya Tuhan saja yang berhak untuk mengampuni dosa.[5] Ada juga yang mengatakan bahwa perintah ini hanya untuk para rasul dan berhenti setelah para rasul wafat. Di sinilah kita melihat, bahwa ini adalah salah satu dari ayat-ayat di dalam Alkitab yang tidak ditafsirkan secara harafiah oleh orang-orang Kristen non-Katolik yang biasanya menafsirkan ayat-ayat Alkitab secara harafiah.

Kalau kita baca secara lebih teliti, kita tidak dapat menghindari konsekuensi logis dari ayat 21, yang menyatakan relasi antara Allah Bapa dan Allah Putera dan pengutusan para murid, kemudian dilanjutkan dengan Allah Roh Kudus yang terus berkarya di dunia ini membantu para murid untuk menjalankan misi pengampunan dosa (ayat 22). Kemudian diperjelas dengan perintah yang sangat spesifik, yaitu mengampuni atau tidak mengampuni dosa. Dan karena tugas para murid kemudian diteruskan oleh para uskup dan termasuk pembantu uskup, yaitu para pastor, maka kuasa mengampuni dosa yang diberikan oleh Yesus tidak hanya ‘berhenti’ pada para rasul, melainkan diteruskan juga kepada para uskup dan para imam (ayat 23).

Hal ini berkaitan erat dengan amanat yang diberikan Yesus kepada para murid sebelum Ia naik ke surga, yaitu agar para murid pergi dan menjadikan semua bangsa murid-Nya dan membaptis mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus … (Mat 28:18-20). Kita tidak dapat mengatakan bahwa ini hanya berlaku untuk para rasul dan murid-murid perdana, namun kita menyimpulkan bahwa amanat agung ini tetap berlaku sampai sekarang. Demikian juga dengan perintah untuk mengampuni dosa. Perintah ini tetap berlaku sampai sekarang, yaitu bahwa para imam Gereja Katolik diberikan kuasa oleh Yesus sendiri untuk mengampuni dosa.

Pertanyaannya, bagaimana para uskup dan imam dapat mengampuni dosa kalau mereka tidak mendengarnya terlebih dahulu? Tentu umat harus terlebih dahulu mengakukan dosanya, dan kemudian para imam dengan hak yang diberikan Yesus melalui Gereja-Nya membuat pertimbangan untuk memberikan pengampunan atau tidak. Hal inilah yang terjadi di dalam Sakramen Pengampunan Dosa.

Bukti Sakramen Pengakuan Dosa dari Bapa Gereja

Pembuktian di atas dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru memperlihatkan kepada kita bahwa ada suatu konsistensi dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru, bahkan terus berlanjut sampai saat ini.

Mari kita lihat bagaimana para Bapa Gereja pada abad awal menerapkan Sakramen Pengakuan Dosa, yang juga membuktikan bahwa Sakramen ini bukanlah karangan Gereja Katolik, namun berdasarkan Alkitab dan Tradisi suci yang terus berkembang secara konsisten, yang diturunkan sejak dari jaman para rasul.

  • Didache (awal abad ke-2) mengatakan pentingnya pertobatan dan mengakukan dosa sebelum menerima Komuni Kudus. (Bab 14): “Tetapi pada Hari Tuhan, berkumpullah kamu, dan memecah roti, dan mengucap syukur setelah mengakukan dosa-dosamu, supaya kurbanmu menjadi murni….”
  • St. Clemens dari Roma (+ 96) mengatakan kepada jemaat di Korintus untuk taat kepada para penatua (presbyters) dan untuk menerima disiplin dan melakukan silih dosa dengan sepenuh hati (Cor. 57,1). Karena disebutkan “para penatua,” maka dapat disimpulkan sebagai disiplin dari Gereja.
  • St. Ignasius dari Antiokia (+ 107) mengatakan bahwa Tuhan mengampuni mereka yang melakukan penitensi ketika mereka kembali kepada persatuan dengan Tuhan dan kepada persatuan dengan para uskup. (Philad. 8, I; cf. 3,2)
  • St. Policarpus, murid rasul Yohanes, (+ 156) mengatakan kepada para penatua untuk lebih lemah lembut dan berbelaskasihan kepada semua, jangan terlalu keras dalam keputusan (catatan penulis: dalam pengakuan dosa), karena tahu bahwa kita semua adalah pendosa. (Phil 6,1)
  • St. Irenaeus (+ 202) melaporkan banyak kejadian tentang orang-orang yang melakukan pelanggaran dosa dan kemudian diterima kembali dalam komunitas Gereja setelah mengakukan dosanya secara terbuka, melakukan silih dosa (Adv. Haer. I 6,3; I 13,5,7; IV 40, I).
  • Tertullian (155-222) dalam tulisannya De Poenitentia, mengatakan bahwa ada dua penitensi, yang pertama adalah sebagai persiapan untuk Baptisan (C. I-6), dan yang kedua adalah penitensi setelah Baptisan (C. 7-12).
  • St. Klemens dari Aleksandria (150-211) mengatakan bahwa pintu-pintu terbuka untuk semua, di mana dalam kebenaran seluruh hatinya kembali kepada Tuhan, dan Tuhan menerima dengan hati yang penuh kegembiraan anak-anak yang benar-benar melakukan silih dosa (Quis dies salvetur 39, 2; cf. 42). … yang membutuhkan kerja keras adalah pengampunan dosa dengan melakukan silih dosa, dimana diperoleh dari pengakuan dosa di depan “imam dari Tuhan” dan mempraktekan silih dosa yang berat (In Lev. Hom 2, 4). Cf. C. Celsum III-51.
  • St. Cyprian (+ 258) mengemukakan bahwa Gereja Katolik mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa, termasuk dosa kemurtadan (Ep. 55, 27).
  • St. Ambrose (+ 338) mengatakan bahwa dosa diampuni melalui Roh Kudus. Namun manusia memakai para pelayan Tuhan untuk mengampuni dosa, mereka tidak menggunakan kekuatan mereka sendiri. Karena mereka mengampuni dosa bukan atas nama mereka, namun atas nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Mereka meminta, dan Tuhan memberikannya… (On The Holy Spirit, Bk.3, Chap. 18; ML 16, 808; NPNF X, 154).
  • St. Agustinus dari Hippo (+ 354-430) mengatakan bahwa jangan memperdulikan orang-orang yang menolak bahwa Gereja Tuhan mempunyai otoritas untuk mengampuni dosa … (The Christian Combat, Chap. 31:33; ML 40, 308; FC IV, 350).

Dari sini kita melihat bahwa jemaat awal, yang diwakili oleh para Bapa Gereja telah menyatakan bahwa Gereja Katolik sesuai dengan perintah Yesus diberi kuasa untuk mengampuni atau tidak mengampuni dosa. Jadi sampai tahap ini, kita tahu bahwa Alkitab mendukung adanya Sakramen Pengakuan Dosa dan tulisan para Bapa Gereja memperkuat bahwa Sakramen Pengakuan Dosa telah diterapkan pada jemaat awal, walaupun dengan cara yang berbeda dengan sekarang.

Di samping para Bapa Gereja, para pendiri gereja Protestan- pun mengajarkan Pengakuan dosa kepada seorang ‘confessor‘, seperti yang diutarakan oleh Martin Luther:

  • Dalam bukunya “Small Catechism” di bagian pengakuan dosa atau “Confession”, Luther mengatakan bahwa pengakuan dosa terdiri dari dua bagian: (1) kita mengakukan dosa kita, (2) kita menerima absolusi, atau pengampunan dosa, dari pemberi pengakuan dosa atau “confessor”, seperti menerimanya dari Tuhan sendiri.[6]
  • Luther juga mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkan seseorang mengambil pengakuan dosa pribadi darinya, dan dia tidak akan menyerahkan harta yang tak ternilai, karena dia tahu akan kekuataan yang didapatkan dari pengakuan dosa. …. Biarlah setiap orang datang dan mengakukan dosanya kepada yang lain secara rahasia, dan menerima apa yang dia katakan seperti Tuhan sendiri yang berbicara melalui mulut orang tersebut. [7]

Dari sini kita melihat, bahwa pendiri gereja Protestan-pun mempunyai penghargaan yang begitu tinggi terhadap pengakuan dosa. Jadi, kalau kita tetap berprinsip bahwa Sakramen Pengakuan Dosa hanyalah karangan Gereja Katolik semata, maka prinsip ini sama saja dengan mengatakan bahwa semua Bapa Gereja melakukan kesalahan dan tidak tahu apa-apa dalam menafsirkan Alkitab, termasuk di sini adalah Martin Luther. Martin Luther sendiri, walaupun tidak membuat pengakuan dosa sebagai satu sakramen, namun dia mengatakan bahwa dia begitu menghargainya, karena pengakuan dosa memberikan kekuatan. Luther tidak mengatakan – di bagian Confession dari Small Catechism – bahwa kita mengaku secara langsung kepada Tuhan, namun Luther mengaku bahwa diperlukan confessor atau orang yang menerima pengakuan dosa. Pertanyaannya adalah, kenapa begitu banyak gereja yang menghilangkan pengakuan dosa dan mengatakan bahwa cukup untuk mengaku kepada Tuhan secara langsung? Ini adalah bahan permenungan bagi kita.

Perkembangan Sakramen Pengakuan Dosa dalam sejarah Gereja

Pada masa awal, dosa-dosa berat yang dilakukan umat yang telah dibaptis, hanya dapat diampuni setelah mereka disatukan kembali ke dalam Gereja melalui uskup. Beberapa ajaran yang bertentangan dengan Gereja Katolik mengatakan bahwa dosa-dosa yang berat dan serius, seperti: perzinahan, kemurtadan, dan pembunuhan tidak dapat diampuni. Namun, Gereja Katolik melalui Konsili of Nicea (325) menolak hal tersebut dan mengatakan bahwa Yesus mengajarkan untuk mengampuni semua pendosa. Pada tahap ini, Sakramen Pengakuan Dosa hanya dipraktekkan untuk mengampuni dosa-dosa yang berat, dan biasanya dilakukan secara terbuka di depan seluruh umat dan juga uskup.[8] Kemudian uskup akan memberikan penitensi atau silih dosa, yang kemudian pada hari Paskah mereka yang telah menjalani penitensi diterima kembali dalam komunitas.

Pada abad ke-6, para biarawan dari Irlandia mulai menerapkan pengakuan dosa untuk dosa-dosa yang tidak berat dan juga dilakukan secara pribadi bukan umum. Dan kemudian penitensi juga diperingan.

Pada abad ke-12, dicapai suatu rumusan yang baku yang direrapkan sampai sekarang. Dimana Sakramen Pengakuan Dosa terdiri dari empat bagian: 1) penyesalan atau “contrition” (dukacita dan konversi), 2) pengakuan dosa kepada pastor, 3) penitensi atau “satisfaction” (melakukan penitensi sebagai konsekuensi dari dosa yang dilakukan), 4) pengampunan atau “absolution” (pengampunan dari Tuhan, yang dilakukan melalui pastor).

Pada abad ke-16, gerakan Protestantism mempertanyakan keabsahan dari Sakramen Pengakuan Dosa. Sebagai jawaban, Konsili Trente (1551) mendefinisikan keabsahan dari Sakramen Pengakuan Dosa, yang terdiri dari empat hal diatas: contrition, confession, satisfaction, dan absolution.[9] Roman Catechism (1566) mendefinisikan secara jelas tentang essensi dan ritual dari sakramen ini.

Pada abad ke-20, Konsili Vatican II (1962-1965) dan Katekismus Gereja Katolik (1986-1992)[x] menegaskan kembali keempat komponen dari Sakramen Pengakuan Dosa, namun dengan mengadakan pendekatan yang lebih bersifat “pastoral“. Penggunaan ayat-ayat kitab suci ditambahkan, diberikan kesempatan untuk mengaku dosa berhadapan muka dengan pastor atau dibatasi oleh penyekat, sehingga pastor tidak mengenal siapa orang yang mengaku dosa. Juga diijinkan untuk mengadakan ibadah tobat secara bersama-sama, yang kemudian disusul dengan pengakuan dosa secara pribadi. Alternatif yang lain, dalam kondisi yang benar-benar terpaksa, seperti dalam perang, kecelakaan fatal, dll, dapat diberikan pengampunan secara bersama-sama.

Perkembangan organik dari Sakramen Pengampunan Dosa

Setelah kita melihat pembuktian dari Alkitab, Bapa Gereja, dan juga penerapan dan perkembangan doktrin Sakramen Pengakuan Dosa, kita dapat menyimpulkan bahwa Sakramen ini bukanlah karangan Gereja Katolik semata, namun sungguh-sungguh bersumber kepada Yesus. Dan kalau dilihat perkembangan dari doktrin ini hanya semata-mata untuk membuatnya menjadi lebih jelas. Perkembangan doktrin seperti ini adalah disebut “perkembangan organik“, seperti yang dituturkan oleh Cardinal John Henry Newman dalam bukunya “The Development of Christian Doctrine“.[11]

Perkembangan organik adalah tanda bahwa doktrin ini berkembang secara murni dan tidak dibuat-buat atau merupakan karangan gereja. Ini bukanlah sesuatu yang tadinya tidak ada, baru setelah ribuan tahun menjadi ada. Yang perlu dipertanyakan adalah, kalau dari tadinya ada – seperti yang telah ditunjukkan oleh bukti-bukti diatas – kenapa tiba-tiba setelah jaman Martin Luther dan juga penerusnya menjadi tidak ada?

Untuk mengatakan bahwa sakramen ini hanya merupakan karangan belaka, orang tersebut harus berani juga berkata bahwa dia lebih pandai dalam menafsirkan apa yang dikatakan oleh Yesus dan para rasul daripada jemaat Kristen abad awal, para Bapa Gereja, juga Martin Luther, dan semua konsili para uskup.

Panggilan untuk kembali mempercayai Sakramen Pengakuan Dosa

Dengan semua bukti di atas, sungguh sangat sulit untuk menyangkal bahwa Yesus sendiri yang menginstitusikan Sakramen Pengakuan Dosa. Kalau Yesus yang menginginkan agar Sakramen ini dapat dipergunakan untuk membantu umat-Nya menjadi kudus, maka sebagai umat-Nya, kita hanya dapat mensyukuri dan berterimakasih atas berkat yang begitu ajaib. Kalau kita pikir, malaikatpun tidak mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa, namun Yesus sudah memberikan kuasa-Nya kepada Gereja yang dilaksanakan oleh para imam untuk mengampuni dosa, demi maksud pengudusan umat Allah.

Sebagai umat Katolik, kita harus mensyukuri berkat yang begitu indah ini. Dan kita dipanggil bukan hanya untuk mensyukuri, namun juga menggunakan Sakramen Pengakuan Dosa untuk membantu kita hidup kudus.

Dalam tulisan mendatang, kita akan melihat dan menelaah apakah sebenarnya yang diajarkan oleh Gereja Katolik tentang Sakramen Pengakuan Dosa.


[1] Gereja Katolik , Katekismus Gereja Katolik, Edisi Indonesia., 1547.; Vatican II, Dogmatic Constitution on the Church: Lumen Gentium (Pauline Books & Media, 1965), 10.

[2] KGK, 1461.

[3] Tim Staples, Nuts & Bolts: A Practical Guide for Explaining and Defending the Catholic Faith (Basilica Press, 1999), p.74-75.

[4] Bible Commentary by Adam Clarke (http://www.godrules.net/library/clarke/clarkejoh20.htm): Whose soever sins ye remit – See the notes on Mat_16:19; Mat_18:18. It is certain God alone can forgive sins; and it would not only be blasphemous, but grossly absurd, to say that any creature could remit the guilt of a transgression which had been committed against the Creator. The apostles received from the Lord the doctrine of reconciliation, and the doctrine of condemnation. They who believed on the Son of God, in consequence of their preaching, had their sins remitted; and they who would not believe were declared to lie under condemnation. The reader is desired to consult the note referred to above, where the custom to which our Lord alludes is particularly considered. Dr. Lightfoot supposes that the power of life and death, and the power of delivering over to Satan, which was granted to the apostles, is here referred to. This was a power which the primitive apostles exclusively possessed.

[5] Bible Commentary by John Gill: Joh 20:23 (http://www.freegrace.net/gill/) – Whose soever sins ye remit,…. God only can forgive sins, and Christ being God, has a power to do so likewise; but he never communicated any such power to his apostles; nor did they ever assume any such power to themselves, or pretend to exercise it; it is the mark of antichrist, to attempt anything of the kind; who, in so doing, usurps the divine prerogative, places himself in his seat, and shows himself as if he was God: but this is to be understood only in a doctrinal, or ministerial way, by preaching the full and free remission of sins, through the blood of Christ, according to the riches of God’s grace, to such as repent of their sins, and believe in Christ; declaring, that all such persons as do so repent and believe, all their sins are forgiven for Christ’s sake….

[6] Dalam salah satu bagian dari “Book of Concord” yang menjadi pegangan bagi para pengikut Martin Luther, disebutkan apa itu pengakuan dosa, cara dan prosesnya, yang dapat diakses di http://www.bookofconcord.org/smallcatechism.html#confession.

[7] Martin Luther, Sermon of 16 March 1522; LW, Vol. 51, 97-98

[8] Kita bisa melihat dari beberapa dokumen dari St. Ignasius dari Antiokia (+ 107) mengatakan bahwa Tuhan mengampuni mereka yang melakukan penitensi ketika mereka kembali kepada persatuan dengan Tuhan dan kepada persatuan dengan para uskup. (Philad. 8, I; cf. 3,2). Dan St. Cyprian (+ 258) mengemukakan bahwa Gereja Katolik mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa, termasuk dosa kemurtadan (Ep. 55, 27).

[9] Konsili Trente, Session XIV, Doctrine on the Sacrament of Penance, 893a-898. Paragraf 896 menjelaskan tentang “matter” dari sakramen ini, yang terdiri dari: contrition, confession, satisfaction. Dan kemudian “form” dari sacramen ini adalah kata-kata absolusi atau pengampunan dari Pastor.

[10] KGK, 1422-1498

[11] Cardinal Newman, dalam bukunya “The Development of Christian Doctrines”, meneliti bahwa Gereja yang mempunyai pengajaran yang benar adalah Gereja yang mempunyai perkembangan ajarannya dapat ditelusuri sampai kepada jaman awal kekristenan, yang bersumber pada Yesus sendiri. Ini berarti harus ada konsistensi dalam pengajaran, sama seperti perkembangan pohon kecil ke pohon yang besar. Yang dimaksudkan dari kecil ke besar adalah ajaran yang sama, namun perkembangannya hanya untuk memperjelas pengertian bukan merubah ajaran. Hal inilah yang ditemukan oleh kardinal Newmann dalam Gereja Katolik, sehingga untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, dia berpindah dari Anglikan ke Gereja Katolik.

36 COMMENTS

  1. Shalom Pak Stef dan Bu Inggrid

    Saya membaca di tanya jawab,beberapa kali di sebut sebaiknya kita mempunyai bapa pengakuan,yang akan membimbing kehidupan rohani kita.yang saya tanyakan,bagaimana caranya supaya romo tersebut menjadi bapa pengakuan kita?apa saya harus mengutarakan pada romo tersebut?karena di paroki saya,jadwal pengakuan dosa setiap sabtu sore sebelum misa.dan romo yang melayani berganti ganti.mohon petunjuknya Pak Stef dan Bu Inggrid karena saya ingin mempunyai seorang bapa pengakuan yang dapat membimbing saya dalam kehidupan rohani saya.
    Terima kasih,Tuhan memberkati.

    • Shalom Vinsensia,

      Anda dapat berbicara kepada salah satu Romo yang Anda pandang baik kehidupan rohani dan bagus dalam teologi. Kemudian, ungkapkan keinginan Anda kepada Romo agar beliau dapat menjadi pembimbing rohani Anda. Dan silakan merundingkan dengan Romo, apakah dapat bertemu sebulan sekali, yang dapat digunakan untuk berdiskusi tentang bagaimana agar Anda dapat bertumbuh secara spiritual, sekaligus mungkin dengan kesempatan untuk mengaku dosa. Semoga berhasil ya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. Shalom Katolisitas.org,
    Saya seorang katekumen berusia 23 tahun, anak tengah, putri satu-satunya dari 3 bersaudara. Saya baru sebulan mengikuti katekument. Keluarga saya non-Kristiani, tetapi saya bersekolah di sekolah katolik sejak SD. Saya ingin bertanya tentang pengakuan dosa. Apabila saya melakukan dosa yang berat, apakah pastor dapat melaporkan saya ke pihak berwajib?

    Selama ini saya dihantui oleh 1 dosa ini. Ya saya memang belum dibaptis, dan semakin saya mendalami iman Katolik, saya semakin sadar bahwa itu adalah dosa berat. Saya selalu menjadi “tempat curhat/ tong sampah” ibu saya, sebagai satu2nya anak perempuan. Sewaktu saya SD, belasan tahun yg lalu, ibu saya (ketika itu berusia 40 tahunan) yang saat itu sedang bingung pernah bertanya kepada saya apakah saya mau punya adik lagi atau tidak. Saya jawab saya tidak mau, mengingat saya trlalu sering bertengkar dengan adik laki2 saya. 2-3 tahun kemudian, saya baru mengetahui bahwa saat itu Ibu hamil dan telah menggugurkan kandungannya. Saya bertanya “kenapa diaborsi bu?”. Ibu saya menjawab karena saya tidak menginginkan adik lagi. Saya jadi merasa sangat berdosa, karena saya telah terlibat dalam aborsi itu secara tidak langsung. Terlebih lagi, saya telah menyebabkan Ibu yg saya cintai melakukan dosa berat. Saya sering merasa tidak adil mengapa saya yang harus mengetahui semua ini, saya merasa terbebani karena saya membiarkan dosa itu terjadi. Saya ingin sekali mengaku dosa, agar saya diampuni (dan agar ibu saya diampuni, walaupun beliau non-kristiani. karena saya sangat mencintainya). Namun, saya takut jika saya mengaku dosa, pastor akan melaporkan tindak aborsi ini kepada pihak berwajib dan ibu saya pasti sangat kecewa pada saya karena telah “menyebarkan” aibnya kepada orang lain. Saya tidak ingin menambah beban itu pada keluarga saya. Saya ingin diselamatkan. Belakangan ini hubungan saya dengan keluarga saya juga agak merenggang karena mereka belum mendukung saya ikut katekumen. Saya takut nanti saat sebelum dibaptis dan harus mengaku dosa, malah membuat petaka bagi Ibu saya dan keluarga saya. Saya tidak pernah menceritakan ini kepada siapaun karena alasan tersebut (tidak ingin menyebar aib dan tidak ingin ibu saya dilaporkan).

    Terima kasih. God Bless

    Loveguru

    • Salam, Loveguru

      Menurut Katekismus Gereja Katolik, ada tiga kondisi agar suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai dosa berat :
      1. Tindakan itu termasuk kategori dosa-dosa berat (mis : membunuh, berzinah, dll).
      2. Pelaku sepenuhnya mengerti bahwa tindakan tersebut adalah sesuatu yang salah.
      3. Pelaku melakukan tindakan tersebut secara sadar dan sukarela.

      Berdasarkan pengakuan Anda, memang jawaban Anda berakibat pada keputusan buruk ibu Anda. Namun, tindakan tersebut tidak otomatis menjadikan Anda telah melakukan dosa berat. Pertimbangan pertama adalah Anda saat itu masih SD, dimana Anda secara intelektual belum memahami sepenuhnya mengenai aborsi. Kedua, ibu Anda tidak memberitahu kepada Anda bahwa beliau merencanakan aborsi berdasarkan jawaban Anda. Ketiga, Anda menunjukkan penyesalan mendalam ketika sekarang Anda mengetahui konsekuensi jawaban Anda. Anda akan menanggung dosa berat apabila anda saat itu telah memahami sepenuhnya tentang aborsi, mengetahui rencana aborsi ibu Anda, dan memberikan persetujuan dengan sadar pada keputusan ibu Anda. Berdasarkan keterangan Anda, Anda tidak sepenuhnya paham dan tahu rencana ibu Anda. Oleh sebab itu, anda tidak dapat dipersalahkan sebagai yang patut menanggung beban dosa atas tindakan ibu Anda. Apabila Anda merasa menyesal akan jawaban Anda di masa lalu tersebut, Anda dapat mengaku dosa dalam Sakramen Tobat, dan kemudian mendoakan saudara Anda yang telah diaborsi tersebut kepada Allah agar Allah menerima jiwanya ke dalam Kerajaan Surga, sekaligus mohon pengampunan atas tindakan ibu Anda.

      Mengenai Pengakuan Dosa, setiap imam terikat sumpah agar menjaga kerahasiaaan isi pengakuan dosa, agar tidak tersebar keluar. Isi pengakuan dosa adalah rahasia. Oleh sebab itu, Anda tidak perlu khawatir isi pengakuan dosa Anda akan tersebar atau dilaporkan ke pihak lain.

      Selamat atas dimulainya perjalanan Anda menuju iman Katolik. Semoga Allah mencurahkan rahmat berlimpah agar iman Anda semakin bertumbuh dan dapat memulai perjalanan hidup baru sebagai seorang Katolik. Untuk memperkaya iman Anda, saya menyarankan Anda membaca Katekismus Gereja Katolik. Katekismus merangkum seluruh ajaran iman Katolik dan isu-isu yang berhubungan dengannya, termasuk aborsi (KGK 2270-2274). Dengan membaca KGK, pemahaman dan penghayatan iman Anda akan berkembang. Semoga jawaban ini berguna bagi perkembangan iman Anda. Semoga cinta kasih Allah, damai Kristus, dan persekutuan Roh Kudus beserta kita.

      Pax Christi,
      Ioannes

  3. Halo Katolisitas

    Bolehkah kita bila mau mengaku dosa memilih-milih pastor?
    karena malu mengaku dengan pastor yang dikenal.

    Mohon pencerahannya. Terima Kasih.

    [Dari Katolisitas: Silakan Anda memilih seorang pastor untuk menjadi pembimbing rohani Anda, yang kepadanya Anda dapat secara rutin mengaku dosa. Anda bebas memilih Romo/ pastor ini, itu adalah hak Anda.]

  4. Saya ingin bertanya, dimanakah didalam alkitab yang menyatakan seorang katolik harus mengaku dosa kepada pastor sedangkan pastor tersebut hanyalah manusia biasa yang berdosa dan pastor tersebut akan mengaku dosanya dengan siapa? apakah dengan pastor yang lain?

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca kembali artikel di atas, di sana tertera ayat-ayatnya. Yesus mengutus para murid-Nya dan menghembusi mereka dengan Roh Kudus, dan memberi kuasa kepada para murid untuk mengampuni dosa (lih. Yoh 20:21-23). Pengutusan Yesus masih berlaku sampai sekarang, dan karena itu kuasa mengampuni dosa yang diberikan Kristus juga masih berlaku sampai sekarang, yang dilanjutkan oleh para penerus murid Kristus, yaitu para imam. Sebagaimana para murid waktu itu juga manusia berdosa, namun diberi kuasa mengampuni dosa oleh Yesus, demikianlah juga para imam penerus mereka. Para imam juga adalah manusia berdosa namun diberi kuasa oleh Kristus. Para imam/ pastor itu sendiri perlu mengaku dosanya kepada Tuhan melalui sesama iman yang lain, dapat juga imam yang lebih senior yang menjadi pembimbing rohaninya atau kepada bapa Uskup]

    • Salam dalam Kristus.terus terang saya tidak sengaja masuk ke dalam web ini,beberapa bulan ini saya sedang mengalami masalah terberat yg ada dalam hidup saya.berawal dari liburan ke bali pada bulan mei kemarin dengan seorang teman wanita (bkn pacar),selama 5hari.kami tidur sekamar,dan semua baik2 saja sampai pada hari terakhir di bali pada pagi hari,entah setan apa yg merasuk ke dalam pikiran saya hingga kami berhubungan begitu jauh.padahal hari2 sebelumnya saya bisa menahan godaan untuk tidak berbuat yg aneh2.untuk ini saya mengakui saya juga pernah melakukan nya dengan pacar saya sebelumnya.hingga akhirnya saya tau dia hamil,namun samapi sekarang saya tidak tau dia benar2 hamil atau tidak karena tmn saya itu tidak meminta saya bertanggung jawab dan berkata akan menggugurkan nya.namun batin nya melawan saya berpikir saya sudah melakukan berzinah dan bila sampai tmn saya melakukan aborsi itu berarti saya juga telah membunuh,dua dosa besar yg membuat saya begitu stres saat ini.bahkan sampai ke gereja pun saya merasa tidak pantas untuk berdoa karna Tuhan Yesus pasti marah dan benci terhadap saya yg telah melakukan dosa yg sangat berat dan saya pun takut jika nanti nya saya meninggal saya akan masuk neraka.saya tidak berani menceritakan masalah ini pada siapapun.benar2 entah apa yg harus saya lakukan,saya baptis pada tahun 2004 dan setelah kejadian ini serta melihat hidup saya kebelakang,rasa nya saya juga ingin menerima sakramen pertobatan untuk memulai hidup saya yg baru.tapi saya juga merasa tidak siap saya merasa kotor dan bertanya apakah Tuhan Yesus akan memaafkan dosa saya yg besar ini.saat ini saya hanya bisa bejanji pada diri saya untuk tidak melakukan hal itu lagi maupun yg lain yg bisa membuat dosa saya bertambah semakin banyak.meskipun saya belum menerima sakramen pertobataan saya siap memulai hidup saya yg baru dan berharap semoga saya masih di beri umur panjang untuk menerima sakramen pertobatan.Ya Tuhan,apa yg telah saya perbuat,ampunilah saya ya Tuhan…

      • Shalom Yohanes Boy,

        Terima kasih atas sharingnya. Sesungguhnya, memang tidak boleh kita menganggap bahwa diri kita kuat dalam menghadapi percobaan, karena pada dasarnya kita memang lemah. Rasul Paulus menekankan bahwa kita justru harus bertekun dalam doa, dan berjaga-jaga sambil mengucap syukur (lih. Kol 4:2). Menyadari kelemahan kita, maka cara terbaik untuk mengatasi godaan adalah dengan menghindari kesempatan berbuat dosa. Dalam kasus Anda, sesungguhnya Anda telah bermain-main dengan api. Tinggal tunggu waktu, maka hampir semua orang dalam situasi Anda akan jatuh ke dalam dosa. Namun, semua telah terjadi. Yang terpenting adalah untuk belajar dari semua kesalahan di masa lalu dan kemudian jangan sampai jatuh lagi dalam kesalahan yang sama.

        Kita harus percaya, bahwa kasih Allah sungguh jauh lebih besar dari semua dosa-dosa yang kita lakukan. Yang ditunggu oleh Allah adalah agar kita seperti anak bungsu yang telah pergi jauh dari rumah, kemudian menyadari dosa-dosanya dan kembali pulang, serta meminta pengampunan dari Bapa. Pada saat kita mengadakan pertobatan yang tulus seperti yang dilakukan oleh anak bungsu dalam cerita anak yang hilang (lih. Luk 15:11-32), maka Bapa yang penuh kasih akan menerima kita kembali. Dan pengampunan ini telah tersedia dalam Sakramen Tobat. Jadi, datanglah kepada pastor secepatnya, dan mengakukan segala dosa yang pernah Anda lakukan, sehingga Anda dapat menerima pengampunan dari Allah dan dapat kembali menjadi anak Allah. Jangan menunggu kita siap dan layak, karena sesungguhnya memang kita tidak layak menerima pengampunan Allah. Namun, kita mohon belas kasih Allah karena kita mempunyai Kristus yang telah mengorbankan diri-Nya dan mati untuk menebus dosa-dosa kita serta memberikan rahmat kepada kita untuk dapat lepas dari belenggu dosa. 

        Jadi apa yang Anda tunggu?… Datanglah kepada Allah sang maha rahim. Kami turut mendoakan.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        stef – katolisitas.org

  5. maaf, saya mau bertanya:
    bagaimana seorang pastor yang juga mempunyai dosa bisa memberikan pengampunan dosa kepada orang lain?

    di saat kita berdoa secara pribadi dan meminta pengampunan kepada Tuhan, apakah dosa kita sudah diampuni ataukah kita harus mengaku dosa kepada pastor agar kita diampuni?

    apakah dengan pengakuan dosa, dosa-dosa kita dihapus semuanya atau hanya diampuni sehingga kita masih mempunyai daftar dosa di akhirat nanti?
    terimakasih atas jawabannya, Tuhan memberkati

    • Shalom Adven,

      Pastor yang mempunyai dosa memang dapat mengampuni dosa, dapat mengubah hosti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Kemampuan atau lebih tepatnya “karunia” untuk melakukan semua hal tersebut bukan berdasarkan kesucian dari pastor tersebut. Kalau dipikir pastor yang kita anggap paling sucipun sebenarnya tidak layak untuk melakukan semua hal tersebut. Namun, dari individu-individu yang tidak layak dan penuh dosa ini, Kristus sendiri telah memberikan perintah dan memberikan kuasa untuk mengikat dan melepaskan dosa kepada Petrus yang kemudian diteruskan oleh para Paus (lih. Mat 16:16-19) dan kepada para rasul yang lain yang diteruskan oleh para uskup yang dibantu oleh para imam (lih. Yoh 20:21-23).

      Pengakuan dosa dapat menghapuskan dosa ringan dan dosa berat. Namun, dosa berat hanya dapat diampuni dengan Pengakuan Dosa atau sesal sempurna. Sesal sempurna adalah penyesalan yang dimotivasi bukan karena takut hukuman namun karena telah menyedihkan hati Tuhan, dan juga dibarengi dengan niat yang tulus untuk mengaku dosa kepada pastor secepatnya jika keadaan memungkinkan.

      Dosa-dosa kita – termasuk dosa berat – diampuni, sehingga memungkinkan kita untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga, karena orang yang meninggal dalam kondisi dosa berat tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Namun, karena hanya yang kudus yang dapat melihat Allah atau masuk ke dalam Sorga (lih. Ibr 12:14), maka walaupun kita telah menerima pengampunan namun tidak sempurna dalam kasih, maka kita akan dimurnikan di dalam Api Penyucian – lihat artikel ini – silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  6. shalom……..
    Yang ingin saya tanyakan, apakah dosa-dosa yang diakui dihadapan pastor akan tetap dirahasikana oleh pastor?? Bagaimana jika dosa yang diakui itu berkaitan dengan masalah publik.. Misalnya seseorang mengakui bahwa dirinya sesungghuhnya adalah pembunuh bayaran namun orang lain telah menjalani hukuman pidana karena kesalahan pemeriksaan oleh pihak yang berwenang.. Dalam kasus ini apakah pastor dapat melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian atau kepada pihak-pihak lain yang berwenang?
    Terima kasih…

    • Theresha yth

      Para Pastor/imam katolik terikat pada janji/sumpah imamat dan dalam KHK 1983 para imam dilarang menyampaikan kepada publik isi pengakuan dosa dari umat. Bahkan melakukan pelanggaran sakramen pengakuan dosa dengan pihak peniten dikenakan sangsi otomatis latae setentiae artinya tanpa proses hukum pidana melainkan langsung. Oleh karena itu jawabannya tidak bisa, lebih mati dibunuh dari pada melanggar sumpah di hadapan Allah dan jabatan imamat.

      salam
      rm wanta

  7. salam

    sy prnh melakukan dosa berat tp tlh mengaku dosa dn skrg sy sdh meninggalkn hidup lama sy dn berusaha utk setia kpd Yesus. Sekarang sy jg mpy devosi kpd jiwa2 di api penyucian krn entah knp saya spti memiliki kesamaan dn prnh merasakan perasaan ato keadaan yg sama spti mereka yaitu kerinduan utk bersatu dg Yesus tp terhalang oleh dosa2 sewaktu di dunia. Saat sy blm mengakukan dosa sy, sy jg merasakan kerinduan utk dtg kepd Yesus tp terhalang oleh dosa sy. Fisik sy baik2 sj tp batin sy menjerit, menangis krn ingin memeluk Yesus tp tdk bs krn ada ‘tembok dosa’ sy. Jiwa2 di api penyucian jg ada di situ krn hrs menjalani akibat dr dosa2 mrk. Saya tlh berdosa berat mk sy hrs mempertanggung jwbkn akibat dr dosa sy terhdp jiwa sy, Yesus maupun org lain. Hal tsb yg membuat sy sering berdoa kpd jiwa2 di api penyucian krn sy berpikir sy tdk akan ke surga, sy akan ke api penyucian atas dosa2 yg tlh sy lakukan, sy ikhlas dn bersedia ke api penyucian jika Tuhan memutuskn saat ajal sy nti. Apakah yg sy pikirkn dosa. Kdg sy jg jika melihat ato mengetahui org yg berdosa tp tdk mw bertobat ato seseorg yg tdk msk ke Grj Katolik/penganut agama lain sy srg berkata dlm diri sy”puji Tuhan sy tlh masuk Gereja Katolik” ato “puji Tuhan, sy tlh diampuni dosa sy dn tlh mengaku dosa”apakah sy berdosa tlh bersikap sombong spti itu? Terima kasih

    • Shalom Maria,

      Terima kasih atas sharingnya. Memang dosa tidak dapat bercampur dengan Tuhan, karena Tuhan adalah kudus. Tanpa kekudusan, tidak ada seorangpun dapat melihat Allah (lih. Heb 12:14). Kita dipanggil untuk melakukan pertobatan secara terus-menerus dan berjuang dalam kekudusan dengan bekerja sama dengan rahmat Allah sampai kita meninggal, karena kita dipanggil untuk menjadi sempurna sama seperti Bapa di Sorga adalah sempurna (lih. Mat 5:48). Kita harus mempunyai pengharapan yang besar akan belas kasih Allah, dan percaya bahwa keadilan-Nya adalah sungguh-sungguh adil. Oleh karena itu, kalau Tuhan melihat ada ketidaksempurnaan di dalam diri kita yang perlu dimurnikan, maka Tuhan akan memurnikannya di dalam Api Penyucian. Dan hanya ada satu jalan setelah Api Penyucian, yaitu Sorga. Jiwa-jiwa di Api Penyucian mempunyai kerinduan yang begitu besar untuk bertemu dengan Tuhan, namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita yang berada di dunia ini, didorong oleh kasih kepada sesama, mendoakan jiwa-jiwa yang berada di dalam Api Penyucian.

      Tentang sikap kita kepada orang-orang berdosa, bukanlah hanya dengan mengucapkan syukur karena kita telah dipanggil menjadi umat Allah. Kalau sikap ini dibarengi dengan kesombongan, maka Tuhan tidak akan berkenan kepada kita (lih. Luk 18:9-14) Sebaliknya, kita harus membawa mereka kepada Kristus, dengan cara mendoakan mereka, mengarahkan mereka ke jalan Tuhan, menunjukkan sikap hidup yang baik, sehingga mereka terinspirasi untuk mengenal Kristus, memberikan pertanggungjawaban iman dengan baik dan bijaksana. Dan sikap yang sama juga harus kita tunjukkan kepada umat dari agama lain. Mari, kita yang telah dipanggil menjadi kawan sekerja Allah (lih. 1Kor 3:9), dalam kapasitas kita masing-masing, kita merefleksikan wajah Kristus dalam kehidupan kita.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  8. saya hanya ingin memperteguh teman2 & saudara2 yang mungkin bingung atau ragu2 akan sakramen pengakuan dosa di Gereja Katolik. saya pernah membaca tentang buku yang memperteguh itu, kesaksian seorang Maria Simma, biarawati yang memperoleh karunia penglihatan jiwa2 di api pencucian yang datang padanya dan minta didoakan. di sana dijelaskan mengapa kita sangat perlu mengaku dosa di hadapan imam. penjelasan di atas memang benar, nah dg membaca buku tersebut kita bisa mengerti ‘pengaruh’ dan apa yg sebenarnya terjadi apabila menerima sakramen rekonsiliasi / sakramen tobat melalui imam. Yang saya tahu ketika membaca buku tersebut, Sr.Maria Simma masih hidup.
    kalau tidak salah judulnya Jiwa-jiwa di Api Pencucian (saya agak lupa karena bukunya belum saya cr kembali ktk menulis ini).

    atau kita juga bisa membaca tentang kesaksian Catalina (sudah banyak beredar) mengenai penglihatan yang dia alami saat mengikuti Perayaan Ekaristi… Ajaib sekali & indah sekali yang sebenarnya terjadi.. jujur saya beruntung memiliki iman Katolik dg segala kekayaan rohaninya..
    saya juga tengah berjuang & memohon pertolongan dan rahmat Tuhan untuk menemui imam dalam Sakramen Tobat mengenai dosa2 berat saya yang saya simpan sejak dulu.. menyedihkan.. namun saya percaya tidak ada dosa yang tidak diampuni Tuhan. Iblis memang akan selalu menarik Anak2 Tuhan dalam kehancuran & maut namun kita harus percaya pada Kasih Tuhan akan terus berlangung menyelamatkan kita dari dosa & kebinasaan. Amin

    [dari katolisitas: Menjadi tugas kita yang tahu untuk menjalankan apa yang kita tahu. Semoga, anda dapat secepatnya menemui imam untuk menerima Pengakuan Dosa.]

    • terima kasih atas anugerahNya…
      saya sudah melakukan pengakuan dosa secara menyeluruh/general (seluruh dosa sejak lalu lalu)…
      saya berniat untuk rutin melakukan pengakuan dosa misal sebulan sekali namun bingung karena Rama di paroki kami jarang ada (nongol) karena pada sibuk – tugasnya merangkap-rangkap… bahkan ada imam yang bilang selain na-pas pengakuan dosa biasanya saat retret padahal retret saja jarang ada.. (agak disayangkan krn tidak ada jadwal pengakuan sebulan sekali)

      Satu hal yang saya doakan dan dikabulkan Allah adalah saya mengakukan pada seorang imam yang tidak menghakimi (walau dalam pikiran – karena sangat menyiksa). Pernah dalam suatu pengakuan, saya pernah mengakukan beberapa dosa kebandelan saya namun imam itu seperti kaget… jadi setelah pengakuan saya jadi merasa bersalah malahan.. saya malah jatuh kembali dalam dosa yang sama.

      Namun pengkuan saya yang terakhir lalu, Tuhan menunjukkan jalanNya… dari sekian banyak dosa yang saya akukan imam tersebut mengurai satu-persatu (mungkin dicari akar permasalahannya) mengajak ngobrol seperti ngobrol dengan seorang teman bukan dengan pendosa (ini yang betul-betul saya berterima kasih pada Tuhan).. sampai seluruh permasalahan berat dalam hidup saya dapat saya sampaikan dengan mengalir.. (sungguh Tuhan luar biasa – saya percaya Tuhan hadir sendiri dalam diri iman saat pengakuan tsb.).. Uniknya sampai saat ini saya tidak mengetahui nama imam tersebut secara persis karena saya memang mencari di luar paroki & tidak sempat berkenalan hanya mendengar ketika namanya dipanggil -saya jg tidak membuat janji terlebih dulu dg imam tsb – itu tiba2 bertemu.

      (Memang saya sebelumnya berdoa pada Tuhan agar dapat mengakukan dosa secara general.. karena saya ingin dibentuk sesuai rencana Tuhan krn saya mencoba mengerti inipun jd kerinduan Tuhan. Dari beberapa buku yang saya baca rahmat Tuhan tidak akan bekerja sempurna dalam diri seseorang apalagi yang memiliki dosa berat – ini sudah kodrati & ada dlm Kitab Suci).

      Saya percaya, sebenarnya Tuhan sendiri yang menginginkan anak-AnakNya untuk bertobat. Dia yang menaruh kerinduan pada hati kita untuk bertobat, termasuk saya. Saya mengalami masa-masa sulit & beberapa peristiwa berat sejak kecil – meski berat namun dalam hati kecil saya mengatakan ini kehendak Tuhan untuk membentuk saya, dan benar, menurut imam itu juga Tuhan sengaja ingin membebaskan saya dari dosa berat yang tidak betul-betul sadar saya lakukan..

      Pertama-tama saya berdoa rosario setiap hari & berpuasa untuk proses menuju pengakuan saya ini. Kemudian mencari informasi imam2 yang sekiranya dapat menerima pengakuan dosa dengan baik (bukan berarti saya pilih2 – namun bagi saya pengakuan dosa general itu penting sekali & berharap dapat bertemu dengan imam yg tepat). Menuju pengakuan pun berat, saya bolak-balik di jalan sampai 4 -5 kali karena ragu-ragu & takut.. sampai di gereja pun rasanya mau pergi.. Puji Tuhan akhirnya dapat, terima kasih Tuhan, terima kasih imam. Berdoalah untuk imam juga karena mereka juga manusia biasa yg jg bisa lemah..

      Saya hanya ingin menyampaikan pesan yg diberikan oleh imam tsb, bahwa tidak usah malu & takut ketika akan mengakukan dosa (jangan sampai rasa takut anda mengalahkan kerinduan & keinginan untuk kembali padaNya – berdoalah & jgn kaget jika Tuhan malah memberi masalah dalam hidup agar kt ingat & kembali padaNya lalu membuat kt menyadari beberapa hal keliru dlm jalan kita).
      Jika jatuh dalam dosa segera bangkit, jatuh lagi bangkit lagi. Imam itu mengatakan bahwa seberdosanya anda ingatlah bahwa Tuhan sangat mengasihiMu, kita adalah putra-putri Allah. & menginginkan kita untuk kembali.
      Dalam pengakuan, percaya bahwa Tuhan sdr yg mendengarkan & mengampuni dosa anda melalui wakilNya yakni Imam (bisa baca kesaksian komplit Catalina).
      Meski saya sbg manusia lemah juga berdoa agar imam2 juga dapat lapang menerima pengakuan dosa & memberi nasihat yg baik serta penitensi yang berguna agar seseorang dapat mengakukan dosa dg baik & kembali total pd Tuhan..
      Yang menguatkan saya untuk mengaku selain kerinduan yg diberi Tuhan sdr adalah fakta : Tidak ada seorangpun yang tidak berdosa & tidak ada dosa yang tidak diampuni Allah jika kita mau berserah diri padanya.

      Sekarang saya menikmati pemulihan luar biasa dari Tuhan – lebih percaya diri & semakin yakin pada jalan Tuhan. Semoga saya tidak mundur dalam berdoa, menjalankan penitensi, mengikuti Ekaristi harian, melayaniNya. YOU raise me up to more than i can be. Semoga saya dapat menjadi diri saya yg terbaik dengan setia mengikuti & taat padaNya (ini sesuai rencanaNya & kehendakNya agar sempurna di dalamNya). Amin.
      Tuhan memberkati.

      [Dari Katolisitas: Terima kasih atas sharing Anda. Ya, untuk bertumbuh secara rohani, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah mengadakan general confession (Pengakuan dosa atas semua dosa yang pernah dilakukan sampai saat itu); dan kemudian secara teratur mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan dosa, misalnya sebulan sekali. Jika ini terus dilakukan kita akan mempunyai kepekaan yang lebih untuk menghindari dosa- dosa, terutama menghindari dosa berat]

  9. Syaloom,

    Apakah orang yang belum dibaptis Katolik tidak boleh menerima sakramen pengakuan dosa?

    Saya seorang katakumen, waktu itu saya mengakukan dosa ke Romo di paroki saya, dia tetap menerima pengakuan dosa saya karena Tuhan pasti mengampuni tetapi tidak memberikan sakramen itu. Saya jadi bingung

    1. Sakramen pengakuan dosa itu apa sih sebenarnya? Bukannya pas Romo bilang dengan kuasa yang diberikan padanya maka dosaku diampuni. Atau ada yang lain?

    2.Kenapa sebegitu ketatnya sakramen ini, bukannya kalau orang yang percaya kepada Yesus berhak mendapatkan sakramen ini atau kalau mau disempitkan adalah orang yang ingin masuk Katolik? Maksud saya orang yang sedang katakumen sekalipun. Kalau Ekaristi saya setuju kalau kita harus menunggu sampai dibaptis. Kalau menerima sakramen pengakuan dosa, apakah ini ngga kaku peraturannya? Karena jadi membenarkan pendapat yang non-Katolik kalau tidak perlu ngaku dosa ke pastor tapi ke Tuhan saja.

    Itu sih pertanyaan dan pendapat saya. Mohon petunjuknya

    Terima Kasih

    Salam Damai

    • Shalom Leonard,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang Sakramen Tobat. Pengertian dan proses Sakramen Tobat dapat anda baca di sini – silakan klik. Dalam Sakramen Tobat diperlukan pertobatan dan pastor memberikan pengampunan atas kuasa yang diberikan oleh Kristus kepada Gereja-Nya (lih. Mat 16:16-19; Yoh 20:21-23). Kalau memang seorang Kristen non-Katolik mempercayai Sakramen Pengampunan Dosa, seperti yang dilakukan dalam Gereja Katolik, maka pertanyaannya adalah apakah yang menghalangi dia untuk dapat masuk ke dalam Gereja Katolik? Namun, dalam kondisi yang sungguh mendesak dan kalau diminta orang yang akan meninggal, maka pastor dapat memberikan Sakramen Tobat. Selama tidak dalam kondisi terdesak, maka orang yang mempercayai Sakramen Tobat, terlebih dahulu harus mempercayai Gereja Katolik, yang diberikan kuasa oleh Kristus untuk mengampuni dosa. Kalau dia tidak mempercayai Gereja Katolik yang diberikan kuasa untuk mengampuni dosa, mengapa dia mempercayai pengampunan yang diberikan lewat pastor? Sakramen Baptis adalah gerbang ke sakramen-sakramen yang lain. Ibaratnya, Sakramen Baptis adalah satu kelahiran; pertumbuhan dengan Sakramen Ekaristi; dikuatkan dengan Sakramen Penguatan; kalau sakit jasmani dan rohani disembuhkan dengan Sakramen Perminyakan, dan kalau sakit rohani disembuhkan dengan Sakramen Tobat; mengemban misi keluarga dengan Sakramen Perkawinan dan misi khusus dengan Sakramen Imamat. Kalau sedang katekumen dan ingin menerima Sakramen Tobat, maka tunggulah dengan sabar dan terus berdoa, sehingga pada saatnya setelah dibaptis anda dapat menerima Sakramen Tobat. Semoga dapat menjawab pertanyaan anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  10. Maaf, saya tidak mengerti sejak kapan ada kebiasaan pengakuan dosa ini, apa di masa Yesus sudah ada? Kalau hal ini tidak pernah diajarkan oleh Yesus, apakah ada jaminan kalau pengakuan dosa kita dimaafkan Tuhan?

    Bagaimana dengan ayat ini?

    Lukas 5:32 Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.”

    Apa bertobat itu mengakui dosa?

    Apa selama hidup Yesus, dia menerima pengakuan dosa?

    • Shalom Yudas,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang Sakramen Pengakuan Dosa. Saya mohon agar anda dapat membaca artikel di atas – silakan klik, yang menjelaskan tentang dasar dari Sakramen Pengakuan Dosa dan juga perkembangan Sakramen Pengakuan Dosa. Dengan dasar-dasar yang saya tuliskan di atas, maka sebenarnya Kristus sendiri yang menginstitusikan Sakramen Tobat. Bagaimana anda menjelaskan Mat 16:16-19 dan Yoh 20:21-23? Ayat-ayat yang menyatakan bahwa Kristus memberikan kuasa kepada Gereja-Nya untuk mengampuni atau mengikat dosa itulah jaminan akan pengampunan Tuhan. Gereja, Paus, uskup maupun para pastor tidak dapat mengampuni dosa kalau kuasa untuk mengampuni dosa tidak diberikan oleh Kristus. Dengan demikian, kalau Gereja Katolik menjalankan Sakramen Tobat ini, maka ini adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Kristus yang menginginkan agar umat Allah dapat bertumbuh dalam kekudusan. Ayat Lk 5:32 tidak bertentangan dengan Sakramen Tobat, karena Sakramen Tobat juga mensyaratkan pertobatan dari orang yang mengaku dosa. Apakah harus dengan mengaku dosa? Kalau kita ingin menjalankan apa yang diperintahkan Kristus di Yoh 20:21-23, maka kita harus melakukannya. Pertanyaan anda, apakah selama hidupnya Yesus mengaku dosa, sebenarnya tidak perlu diajukan kalau anda mengerti secara persis tentang Sakramen Pengakuan Dosa. Pengakuan dosa adalah untuk menghapuskan dosa. Kalau Yesus tidak berdosa, mengapa Dia harus mengaku dosa? Dan Sakramen Pengakuan Dosa adalah bersumber pada misteri Paskah (penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikan). Inilah sebabnya setelah Kristus bangkit, maka Dia sendiri menghembuskan nafas-Nya dan memberikan Roh Kudus serta memberikan kuasa untuk mengampuni atau mengikat dosa. (lih. Yoh 20:21-23) Dan kita juga dapat melihat bagaimana tulisan-tulisan dari Bapa Gereja, yang juga Didache memberikan konfirmasi tentang pentingnya Sakramen Tobat. Semoga penjelasan ini dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  11. Damai Kristus sertamu

    Bu inggrid,ini adalah pertanyaan saya yang 6,kehausanku semakin terobati,semakin aku dekat dan mengenal yesus,terimakasih pada Romo Widiyatmoko di Paroki Trinitas Cengkareng,yang menunjukkan jalan ini .Terimakasih

    Bu inggrid,dalam ajaran Khatolik kita mengenal ada 7 sakramen,dimana saya dapat melihat dalam ayat alkitap tentang sakramen itu,Terimakasih

    [dari katolisitas: silakan melihat arsip ini – silakan klik]

  12. Syalom Ibu

    Mohon jelaskan pada saya,sebab saya pernah mendengar :”Kalau mau mengaku dosa,dimana pun bisa,tdk kepada Romo”
    mengapa ada pengakuan dosa yang kita lakukan pada agenda gereja?terimakasih

    [dari katolisitas: silakan melihat artikel di atas bagian ini – silakan klik]

  13. Shalom Katolisitas,

    Saya ingin bertanya mengenai Sakramen Pertobatan. Allah memberikan rahmat pemulihan melalui Sakramen Pertobatan yang diselenggarakan oleh Gereja Katolik. Selama ini, salah satu ayat yang menguatkan otoritas Gereja mengampuni dosa melalui imam adalah Yoh 20 : 22-23 :

    “Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. 23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada. ”

    Akan tetapi, saya menemukan bantahan yang menarik dari salah satu sepupu kita :
    “Tugas yang diemban murid-murid ada di ayat 23. Tugas ini tidak berarti bahwa diampuni atau tidaknya seseorang tergantung pada murid-murid Yesus. Kita hanya diberi otoritas untuk menyatakan/memproklamasikan, bukan memberikan/menahan pengampunan. Tense perfect yang dipakai untuk “mereka diampuni” dan “mereka tetap” (afewntai/kekrathntai) menunjukkan bahwa mereka “dulu berada dalam keadaan yang sama dengan sekarang”, yaitu “diampuni dosanya” atau “tidak diampuni”. Selain itu, bentuk pasif pada kedua kata kerja tersebut menyiratkan bahwa Allahlah yang melakukan tindakan tersebut.

    Sama seperti Yesus menyatakan seseorang benar dan salah di hadapan Allah (Yoh 9:39-41), kita juga punya tugas yang sama. Sebagaimana Roh Kudus berperan menyatakan dosa dunia (Yoh 16:8), kita juga punya peran yang sama. Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk memproklamasikan damai sejahtera yang sesungguhnya, yaitu ketika seseorang didamaikan dengan Allah (dosanya diampuni).”

    Pembahasan tersebut memang lebih menekankan pembahasan secara gramatika dan semantik. Akan tetapi, saya mohon tanggapan dari tim supaya saya bisa mengerti mengenai kebenaran lebih baik. Terima kasih. :)

    • Shalom Reno,

      Jawaban berikut ini saya peroleh dari Rm. Pidyarto O Carm, seorang pakar Kitab Suci di tanah air. Beliau mengatakan:

      “Tidak perlu menanggapi teori-teori aneh dengan argumentasi yang tampak ilmiah. Yang jelas: bunyi teksnya jelas: “Jika engkau mengampuni dosa orang ….” Dalam terjemahan Inggris: “If you forgive  (NAS), “Whose soever sins ye remit … (KJV). Perhatikan bahwa subyek dari kata kerja “mengampuni” adalah kamu, you. Memang pada akhirnya yang mengampuni adalah Allah tetapi Dia berkuasa menitipkan kuasa tersebut kepada para murid Yesus. Perhatikan juga terjemahan Inggris memakai present tense: forgive, remit.”

      Jadi walaupun dikatakan, “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya [sudah] diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada,” seperti terjemahan New American Bible, tetap artinya tidak berubah, sebab dikatakan di situ bahwa Tuhan Yesus mengatakan kepada para rasul-Nya bahwa yang diberi kuasa mengampuni itu adalah “you“/ kamu, dalam hal ini adalah para Rasul itu sendiri. Selanjutnya, dikatakan di sana jelas- jelas: “you forgive/ remit“, kamu mengampuni, dan bukannya “you proclaim that the sin of someone is forgiven” (kamu memproklamasikan bahwa dosa seseorang diampuni), seperti yang disangka oleh sebagian orang.

      Maka mari menginterpretasikan teks Kitab Suci berdasarkan dari apa yang literal tertulis di sana, dan tidak berusaha menyesuaikannya dengan pemahaman pribadi.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      PS: Berikut ini adalah beberapa versi ayat Yoh 20:23

      Menurut versi Douay Rheims (terjemahan Vulgate):

      Whose sins you shall forgive, they are forgiven them: and whose sins you shall retain, they are retained.”

      Menurut versi RSV (Revised Standard Version):

      If you forgive the sins of any, they are forgiven; if you retain the sins of any, they are retained.”

      Menurut versi KJV (King James Version yang banyak dipakai di gereja Protestan):

      Whose soever sins ye remit, they are remitted unto them; and whose soever sins ye retain, they are retained.”

      Menurut New American Bible (NAB):

      If you forgive the sins of any, their sins have been forgiven them; if you retain the sins of any, they have been retained.”

       

  14. Romo, hati saya sangat sedih dan gundah, rasanya ada yg hilang dr hidup saya. Seperti ingin mati saja. Hdp saya tanpa arah n tujuan.

    Saya bingung sekali Romo, betapa susahnya saya dan pasangan bertemu dgn romo2x paroki utk mengaku dosa n berkonsultasi. Dari awal mendapat masalah km sepertinya, ‘dijauhkan’ dari gereja. Ada saja halangan bagi km sampai km melakukan dosa lbh besar.. Dalam hal ini, kami skrg bingung ‘kok susah sekali?’.
    Jujur saya jd ragu akan iman saya, tp d satu sisi saya coba berkata ‘mungkin sedang diuji’

    Romo, km telah berdosa besar n kami tidak mau menambah dosa lg dengan meninggalkan GK meski km merasa agak kecewa.
    Doakan km Romo, agar diberi kemudahan utk menerima sakramen tobat n cepat menikah.

    • Salam Vi
      Saya tidak mengetahui apa masalah Anda karena Anda tidak mengatakannya. Namun percayalah bahwa Bunda Gereja memberikan aturan bagi kita semua anggotanya atas dasar kasih Allah dan bertujuan menyelamatkan kita. Kita percaya bahwa Gereja yang Satu, Kudus, katolik, apostolik ini didirikan Kristus sebagai sarana keselamatan yang perlu dari Allah sendiri. Karena itu, jika kita memiliki masalah sehubungan dengan relasi dengan Allah dan sesama serta masalah dengan diri sendiri, kita diminta untuk dengan rendah hati mengungkapkannya kepada imam/uskup serta mematuhi saran Gereja melalui para uskup dan para imam pembantu Uskup. Semoga Anda cepat menemui imam terdekat untuk mendapatkan pertolongan.
      Salam
      Rm Y Dwi Harsanto Pr

  15. Shalom katolisitas.org,

    Sebelumnya maaf bila pertanyaan saya sudah terjawab sebelumnya, tapi saya sudah berusaha mencari di berbagai artikel mengenai Sakramen Pengakuan Dosa di website katolisitas.org ini, namun saya belum menemukannya.

    Yang ingin saya tanyakan sangatlah mendasar, yaitu: Manakah yang lebih penting/baik, apakah mengakukan dosa langsung kepada Allah, atau melalui perantaraNya, yaitu imam-imam? Dan apakah alasannya? Mohon penjelasannya.

    Saya sudah cukup paham bahwa mengakukan dosa kepada imam adalah hal yang tidak dilarang menurut Kitab Suci, apalagi Tradisi Suci. Namun yang masih saya bingung, bagaimana dengan mengakukan dosa kepada Allah secara langsung? Bagaimana bila saudara/i Katolik saya, lebih memilih (prefer) mengakukan dosanya kepada Allah dibandingkan imam? Apakah mereka salah, kurang tepat, atau sah-sah saja ber-anggapan demikian?

    Namun sepengetahuan saya, Sakramen Pengakuan Dosa merupakan hal yang sangat penting sebelum kita menerima komuni kudus. Dan kemudian apakah mungkin/tidak mungkin dosa berat dihapuskan hanya dengan berdoa kepada Allah, tanpa melalui pengakuan dosa dengan perantaraan imam?

    Bila ada terlihat konsep yang keliru dari pertanyaan-pertanyaan saya, mohon koreksinya.

    Terima Kasih.
    Semoga berkat Tuhan semakin melimpah bagi katolisitas.org dalam karya kerasulannya di tahun 2011 ini.

    • Shalom Yohanes,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang pengakuan dosa. Tentang Sakramen Pengakuan dosa itu sendiri dapat anda lihat di rangkaian artikel tentang Sakramen Pengakuan Dosa bagian 3 di sini – silakan klik. Pertanyaan tentang manakah yang baik untuk mengaku dosa secara langsung atau melalui imam dalam Sakramen Pengakuan dosa akan lebih baik jika kita bertanya “Apakah yang diinginkan oleh Kristus untuk menyalurkan rahmat pengampunan-Nya?” Artikel pengakuan dosa bagian 2 di atas sebenarnya telah menjawab pertanyaan ini – klik ini. Kalau Kristus telah menginstitusikan Sakramen Tobat, maka siapakah kita yang berani mengubahnya? Jadi pertanyaannya, apakah Kristus benar-benar menginstitusikan Sakramen Tobat atau tidak. Kalau ya, maka kita harus melakukannya. Sakramen Tobat bukanlah mengambil pengampunan secara langsung kepada Tuhan, karena di dalam Sakramen Tobat, maka imam sebenarnya bertindak dalam nama Kristus (in persona Christi) dan pengakuan yang kita lakukan, juga dipanjatkan di hadirat Allah. Di samping itu, seorang imam dapat memberikan nasehat yang berguna bagi perkembangan spiritual orang yang mengaku dosa. Pertanyaan anda selanjutnya tentang mengaku dosa sebelum komuni, sebenarnya karena Gereja Katolik ingin menerapkan apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.” (1Kor 11:27). Jadi, bagi yang berdosa berat, maka dia harus mengakukan dosanya dalam Sakramen Tobat sebelum dia menerima Ekaristi Kudus, karena dosa berat yang dilakukan setelah pembaptisan hanya dapat diampuni dalam Sakramen Tobat (lih. KGK, 1423). Semoga keterangan ini dapat memperjelas. Silakan bertanya lebih lanjut kalau masih ada yang ingin ditanyakan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Shalom, katolisitas.org

        Terima kasih banyak atas jawaban anda sebelumnya, namun masih ada sedikit yang kurang saya mengerti.

        Saya ingin bertanya sebagai berikut:

        1) Kristus seringkali memakai perantara untuk seseorang mengakukan dosa-dosanya. Namun yang menjadi pertanyakan apakah dengan demikian Kristus melarang/mencegah kita untuk mengaku dosa secara langsung kepada Allah?

        2) Kemudian mengapa kita tidak bisa diampuni dosa berat-nya bila hanya dengan mengakui dosa secara langsung kepada Tuhan melalui doa kita sehari-hari? Saya mengerti bahwa kita harus melalui Sakramen Pengakuan Dosa, namun saya tidak bisa menjelaskan alasannya.

        3) Apakah dengan demikian, doa dengan mengakui kesalahan dan dosa, hanya bisa menghapus dosa ringan? Dan bagaimana pula menjelaskan alasan?

        4) Pada intinya yang masih saya kurang mengerti, bahwa Kristus memang menginstitusikan Sakramen Pengakuan Dosa, namun sesungguhnya bila demikian, berguna-kah bila kita mengakui dosa langsung kepada Allah? Apakah mengaku dosa langsung itu perlu, ‘bebas-bebas’ saja, tidak perlu, atau tergantung, atau lainnya?

        Terima Kasih, dan sebelumnya mohon maaf bila pertanyaan terkesan “berbelit-belit” karena keterbatasan saya menyusun kata-kata dengan baik.
        Tuhan memberkati.

        • Shalom Yohanes,

          Terima kasih atas pertanyaannya tentang pengakuan dosa. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:

          1. Anda bertanya “Kristus seringkali memakai perantara untuk seseorang mengakukan dosa-dosanya. Namun yang menjadi pertanyakan apakah dengan demikian Kristus melarang/mencegah kita untuk mengaku dosa secara langsung kepada Allah?

          Tidak ada yang melarang seseorang untuk mengakukan dosanya kepada Allah secara langsung. Bahkan sebagai seorang Katolik yang baik, kita justru harus mohon ampun dengan segera atas segala dosa kita dalam doa pribadi kita dan dalam pemeriksaan batin yang kita lakukan. Dan permohonan ampun ini, juga kita lakukan setiap kali kita menghadiri perayaan Misa Kudus. Namun, pertanyaannya adalah, kalau Kristus telah menginstitusikan Sakramen Pengakuan Dosa untuk menyalurkan rahmat pengampunan-Nya, maka siapakah kita yang tidak mau taat untuk meminta pengampunan dari-Nya di dalam Sakramen Tobat? Kita harus bersyukur bahwa dengan Sakramen Tobat ini, maka umat Allah dapat terus mendapatkan keyakinan akan pengampunan dosanya dan pada saat yang bersamaan dibimbing oleh pastor, agar kita tidak terjebak pada dosa yang sama.

          2. Anda bertanya “Kemudian mengapa kita tidak bisa diampuni dosa berat-nya bila hanya dengan mengakui dosa secara langsung kepada Tuhan melalui doa kita sehari-hari? Saya mengerti bahwa kita harus melalui Sakramen Pengakuan Dosa, namun saya tidak bisa menjelaskan alasannya.

          Karena Yesus sendiri telah memberikan kuasa untuk mengampuni (melepaskan dan mengikat) kepada rasul Petrus (lih. Mt 16:16-19) dan juga kepada para rasul (lih. Yoh 20;21-23). Dan mandat ini kemudian diteruskan oleh Paus sebagai penerus Petrus dan para uskup sebagai penerus para rasul, yang dibantu dengan para pastor. Silakan melihat jawaban dari keberatan 1 – klik ini dan jawaban dari keberatan 2 – klik ini, dalam artikel di atas.

          Kalau dosa berat menghancurkan kasih dalam diri kita dan membelokkan kita dari tujuan akhir, yaitu Sorga, maka untuk memperbaiki kondisi ini, rahmat Tuhanlah yang dapat membantu. Nah, kalau Kristus berjanji untuk memberikan rahmat pengampunan-Nya lewat Sakramen Tobat, maka orang-orang yang menyadari kesalahan atas dosa-dosanya, dan berjanji dengan pertolongan rahmat Allah untuk memperbaiki dosa-dosanya, akan menerima rahmat Allah dalam sakramen ini, sehingga dia memperoleh kekuatan untuk tidak berbuat dosa yang sama.

          3. Anda bertanya “Apakah dengan demikian, doa dengan mengakui kesalahan dan dosa, hanya bisa menghapus dosa ringan? Dan bagaimana pula menjelaskan alasan?

          Mengakui kesalahan dan bertobat secara sungguh dalam doa pribadi dapat menghapus dosa ringan. Mengikuti perayaan Ekaristi juga dapat menghapuskan dosa-dosa ringan. Dosa berat dapat terhapuskan dalam doa pribadi, kalau dia mempunyai “pertobatan sempurna“, yaitu pertobatan, bukan karena takut akan hukuman, namun pertobatan berdasarkan kasih kepada Tuhan. Namun, hal ini harus dibarengi dengan keinginan kuat untuk tetap mengakukan dosanya di dalam Sakramen Tobat secepat mungkin.

          4) Anda bertanya “Pada intinya yang masih saya kurang mengerti, bahwa Kristus memang menginstitusikan Sakramen Pengakuan Dosa, namun sesungguhnya bila demikian, berguna-kah bila kita mengakui dosa langsung kepada Allah? Apakah mengaku dosa langsung itu perlu, ‘bebas-bebas’ saja, tidak perlu, atau tergantung, atau lainnya?

          Untuk mudahnya, bandingkan dengan pertanyaan ini “Apakah saya dapat berdoa di rumah saja dan tidak perlu mengikuti perayaan Ekaristi pada hari Minggu?” Tentu saja berdoa di rumah adalah perlu, karena doa memberikan kekuatan kepada kita untuk dapat hidup dalam kekudusan dan memungkinkan rahmat Allah mengalir secara berlimpah dalam kehidupan kita. Namun apakah dengan demikian kita tidak perlu mengikuti perayaan Ekaristi? Tentu saja tidak benar, karena kita perlu beribadah kepada Tuhan bersama dengan saudara/i satu iman, sehingga kita dapat memuji Tuhan bersama-sama. Alasan yang lain, terutama karena memang Kristus sendiri yang menginstitusikan Sakramen Ekaristi pada saat perjamuan terakhir dan Kristus sendiri menginginkan untuk dikenang dengan cara tersebut. Bahkan, bukan hanya dikenang, namun perayaan Ekaristi menghadirkan kembali misteri Paskah Kristus.

          Dengan logika yang sama, maka kita dapat menjawab bahwa doa pribadi untuk meminta pengampunan adalah perlu, bahkan harus kita lakukan setiap hari. Namun apakah dengan demikian Sakramen Tobat tidak perlu? Tidak menjadi perlu kalau Kristus tidak menginstitusikan Sakramen Tobat. Namun, kalau Kristus sendiri menginstitusikan sakramen ini dan memberikan kuasa kepada Gereja untuk melepaskan dan mengikat, maka sebagai umat yang mengasihi Kristus, maka kita harus dengan sukacita mengikuti perintah-Nya. Dan dengan mengikuti perintah-Nya untuk mendapatkan pengampunan dosa (baik dosa ringan maupun dosa berat) di dalam Sakramen Tobat, maka hubungan kita yang terputus karena dosa dipulihkan kembali.

          Semoga jawaban di atas dapat membantu. Diskusi dengan teman anda mungkin akan menjadi substansial, kalau mendiskusikan apakah Kristus menginstitusikan Sakramen Tobat atau tidak. Karena kalau Kristus sendiri menginstitusikan Sakramen Tobat, maka baik kita suka atau tidak, baik itu sulit maupun gampang, baik itu terasa berat atau ringan, maka tidak menjadi masalah, karena sebagai umat Allah, kita harus mengikuti perintah Kristus, sebagai bukti bahwa kita mengasihi Allah (lih. 1Yoh 5:3). Jadi, kalau Kristus menginstitusikan Sakramen Tobat, apakah sulitnya kita untuk menerimanya dan dengan sukacita dan rasa syukur berpartisipasi di dalamnya, sehingga kita dapat terus berjuang dalam kekudusan.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  16. Shalom,

    Apa maksud dari “dibatasi oleh penyekat” tsb?? maaf karena saya kurang mengerti, kiranya ibu/bpk mau menjawabnya. Thx

    • Shalom Leon,
      Terima kasih atas pertanyaannya tentang pengakuan dosa. Sama seperti pengakuan dosa yang kita lakukan saat ini, maka di dalam kamar pengakuan biasanya dibatasi oleh penyekat (kisi-kisi, teralis, korden kecil). Intinya adalah agar pastor tidak perlu untuk mengenali siapa yang mengaku dosa. Namun, kalau kita mengaku dosa secara teratur kepada pastor yang sama, maka akan lebih baik jika pastor tahu dosa apa yang kita perbuat, sehingga pastor dapat mengenali kelemahan kita dan dapat memberikan nasehat yang lebih baik, yang berguna bagi pertumbuhan spiritual kita. Semoga keterangan ini dapat menjawab pertanyaan Leon.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  17. kalau jarang ke gereja dan berdoa tapi dalam kehidupan nya baik begitu ? apakah tetap berdosa?

    • Shalom Christianto,

      Kalau jarang ke gereja dan berdoa, tapi kehidupannya baik adalah tetap berdosa. Kenapa?
      1) Karena perintah Yesus dapat dibagi menjadi dua (Mat 22:37-38), yaitu (a) Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, (b) Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
      Kalau kita teliti, 10 perintah Allah juga dibagi menjadi dua: (a) perintah 1-3 adalah perintah untuk mengasihi Tuhan, (b) perintah 4-10 adalah perintah untuk mengasihi sesama.

      Dua perintah tersebut di atas tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
      Berdoa dan ke gereja adalah bentuk kasih kepada Tuhan. Jadi, kita dapat mempertanyakan kepada diri kita sendiri apakah kita benar-benar mengasihi Tuhan tanpa meluangkan sedikit waktu untuk berdoa dan ke gereja.
      Namun sebaliknya orang yang berdoa dan ke gereja terus-menerus, namun tidak ada kasih kepada sesama juga berdosa, karena orang tersebut melupakan penerapan kasih kepada sesama. Bahkan dapat dipertanyakan kasih orang ini kepada Tuhan, karena kasih kepada Tuhan juga harus diwujudkan dalam bentuk kasih kepada sesama.

      Kalau kita teliti, pertanyaan di atas mirip seperti kalau kita berkata “saya mengasihi orang tua saya, namun saya tidak punya waktu untuk bicara dan meluangkan waktu bersama dengan mereka.”
      Ini bukanlah kasih yang diinginkan oleh Yesus.

      2) Doa dan ke Gereja (Misa merupakan bentuk doa dan penyembahan yang tertinggi, karena Yesus sendiri hadir dan menjadi kurban persembahan) adalah menjadi sumber kekuatan bagi kita untuk mengasihi sesama dan memampukan kita untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik. Kita memerlukan rahmat Tuhan – yang didapat melalui doa – untuk dapat menerapkan pengajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dikatakan bahwa kekudusan adalah merupakan buah dari persatuan dengan Kristus (KGK, 2074).

      Semoga penjelasan di atas dapat menjawab pertanyaan Christianto.
      Mari kita bersama-sama mengasihi Tuhan dan sesama kita.

      Salam kasih dari https://katolisitas.org
      stef

    • sebagai orang Katolik, sudah selayaknya kita ke gereja. Perayaan Ekaristi adalah “Pesta” perayaan. Tuan rumahnya Allah lhooo…..kalau anda jarang datang ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi, gimana Allah mau mengenal anda “Kelak”, kan jarang datang.

      apakah tetap berdosa?, itu urusan anda dengan Tuhan

Comments are closed.