Berikut ini definisi dan penjelasan tentang Magisterium, yang terjemahan bebasnya adalah “Wewenang mengajar”, yang diambil dari Katekismus Gereja Katolik (KGK):

KGK 85     “Adapun tugas menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu, dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus” (DV 10).

KGK 86     “Wewenang Mengajar itu tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan,hanya mengajarkan apa yang diturunkan saja, sejauh Sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh Kudus, didengarkannya dengan khidmat, dipelihara dengan suci, dan diterangkannya dengan-setia; dan itu semua diambilnya dari satu perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal yang diwahyukan oleh Allah” (DV 10).

KGK 87     Kaum beriman mengenangkan perkataan Kristus kepada para Rasul: “Barang siapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku” (Luk 10:16) Bdk. LG 20. dan menerima dengan rela ajaran dan petunjuk yang diberikan para gembala kepada mereka dalam berbagai macam bentuk.

KGK 888     Bersama para imam, rekan sekerjanya, para Uskup mempunyai “tugas utama… mewartakan Injil Allah kepada semua orang” (PO 4), seperti yang diperintahkan Tuhan Bdk. Mrk 16:15.. Mereka adalah “pewarta iman, yang mengantarkan murid-murid baru kepada Kristus dan mereka pengajar yang otentik atau mengemban kewibawaan Kristus” (LG 25).

KGK 889     Untuk memelihara Gereja dalam kemurnian iman yang diwariskan oleh para Rasul, maka Kristus yang adalah kebenaran itu sendiri, menghendaki agar Gereja-Nya mengambil bagian dalam sifat-Nya sendiri yang tidak dapat keliru. Dengan “cita rasa iman yang adikodrati”, Umat Allah memegang teguh iman dan tidak menghilangkannya di bawah bimbingan Wewenang Mengajar Gereja yang hidup Bdk. LG12;DV 10.

KGK 890     Perutusan Wewenang Mengajar berkaitan dengan sifat definitif perjanjian, yang Allah adakan di dalam Kristus dengan Umat-Nya. Wewenang Mengajar itu harus melindungi umat terhadap kekeliruan dan kelemahan iman dan menjamin baginya kemungkinan obyektif, untuk mengakui iman asli, bebas dari kekeliruan. Tugas pastoral Wewenang Mengajar ialah menjaga agar Umat Allah tetap bertahan dalam kebenaran yang membebaskan. Untuk memenuhi pelayanan ini Kristus telah menganugerahkan kepada para gembala karisma “tidak dapat sesat” [infallibilitas] dalam masalah-masalah iman dan susila. Karisma ini dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara:

KGK 891     “Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma, kepala dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman, menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif… Sifat tidak dapat sesat, yang dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada Badan para Uskup, bila melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus” (LG 25) terutama dalam konsili ekumenis Bdk. Konsili Vatikan 1: DS 3074.. Apabila Gereja melalui Wewenang Mengajar tertingginya “menyampaikan sesuatu untuk diimani sebagai diwahyukan oleh Allah” (DV 10) dan sebagai ajaran Kristus, maka umat beriman harus “menerima ketetapan-ketetapan itu dengan ketaatan iman” (LG 25). Infallibilitas ini sama luasnya seperti warisan wahyu ilahi Bdk. LG 25.

KGK 892     Bantuan ilahi juga dianugerahkan kepada pengganti-pengganti para Rasul, yang mengajarkan dalam persekutuan dengan pengganti Petrus, dan terutama kepada Uskup Roma, gembala seluruh Gereja, apabila mereka, walaupun tidak memberikan ketetapan-ketetapan kebal salah dan tidak menyatakannya secara definitif, tetapi dalam pelaksanaan Wewenang Mengajarnya yang biasa mengemukakan satu ajaran, yang dapat memberi pengertian yang lebih baik mengenai wahyu dalam masalah-masalah iman dan susila. Umat beriman harus mematuhi ajaran-ajaran otentik ini dengan: “kepatuhan kehendak dan akal budi yang suci” (LG 25), yang walaupun berbeda dengan persetujuan iman, namun mendukungnya.

Jadi kesimpulannya, Magisterium adalah Wewenang Mengajar Gereja, yang terdiri dari Bapa Paus (sebagai pengganti Rasul Petrus) dan para uskup (sebagai pengganti para rasul) dalam persekutuan dengannya, yang diberikan karisma “tidak dapat sesat” (infalibilitas) oleh Yesus, yaitu dalam hal pengajaran mengenai iman dan moral. Maka kita ketahui bahwa sifat infalibilitas ini tidak berlaku dalam segala hal, namun hanya dalam hal iman dan moral, yaitu pada saat mereka mengajarkan dengan tindakan definitif, seperti yang tercantum dalam Dogma dan doktrin resmi Gereja Katolik.

Lebih lanjut mengenai peran Magisterium dan Tradisi Suci dalam menjadikan Gereja Katolik sebagai Tonggak Kebenaran dapat dibaca dalam artikel di atas ini, silakan klik
Masih ada lagi keterangan yang lebih rinci tentang hubungan Magisterium dan kehidupan moral, yang tertulis dalam KGK 2032 sampai 2040.

21 COMMENTS

  1. dear ibu, mohon bantuan penjelasannya mengenai 3 pilar Iman Katolik, yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium, namun di dalam (pembahasan yg cukup panjang pada link ini) dinyatakan bahwa Dasar Iman Gereja Katolik hanya pada 2 yaitu Kitab Suci dan Tradisi Suci saja, bagaimana pendapatnya bu

    saya sertakan linknya http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.ekaristi.org%2Fforum%2Fviewtopic.php%3Ft%3D9815%26postdays%3D0%26postorder%3Dasc%26start%3D36&h=1AQGbNvSJAQH5Nyaue-OAS-BbYB_AOCqfLm-P0TBRlUJTPQ

    thank’s atas penjelasan dan bantuannya
    Dominus Vobiscum

    [Dari Katolisitas: Mohon membaca terlebih dahulu artikel Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan (bagian-3), silakan klik]

  2. Yth Ibu Ingrid,
    Terima kasih untuk jawaban dan komentar terhadap pertanyaan saya tentang magisterium. Sebenarnya sama sekali bukan makusd saya untuk secara tidak langsung mengatakan: mengapa tidak sejak dulu-dulu mulai mengajarkan KS dengan giat (karena saya rasa GK sudah sejak lama melakukannya dengan giat). Mungkin lebih tepat dirumuskan sebagai kerindaun saya agar pengajaran dan pembinaan iamn itu lebih secara jelas dan konsisten dikaitkan dengan KS agar umat lebih akrab dengan dan “melek” KS dari pada selama ini. Memang di beberapa gereja kita, seperti halnya di gereja Katedral Malang, selama beberap tahun belakangan ini KS disediakan di bangku-bangku tempat duduk umat. Namun karena memang tidak pernah diprogramkan/ dan dilakukan sesuatu untuk memanfaatkannya secara jelas selama misa, KS itu tinggal tergeletak di bangku-bangku umat, nyaris tidak seorangpun menyentuh, membuka, atau menggunakannya. Betul-betul minim atau tidak ada kepedulian terhadap maksud pastor paroki meletakkan KS di bangku-bangkau umat, dan memang tidak pernah,, ulangi tidak pernah, disinggung apalagi ditunjukkan (oleh Romo yang memimpin misa) untuk menunjuk atau mengajurkan untuk membuka dan menggunakan puluhan/ratusan KS yang sudah disediakan itu. Itu yang membuat sekurang-kurangnya rasa risi dan “gregeten” terhadap diri sendiri (umat , romo-romo, GK) dalam upaya untuk lebih mengakrabkan umat dengan KS agar menjadi lebih paham dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Terima kasih.
    Salam,
    Soenardi.
    . .

    • Shalom P. Soenardi,
      Mohon maaf jika saya salah paham. Maksud saya bahwa Gereja Katolik terkesan kurang giat dalam mengajarkan Kitab Suci di luar Misa Kudus adalah, relatif kurangnya kegiatan khusus pengajaran pendalaman Kitab Suci di paroki- paroki. Mungkin yang ditekankan oleh Gereja Katolik selama ini bukan menghafal ayat Kitab Suci, tetapi melaksanakannya. Namun demikian, saya juga setuju dengan Bapak, bahwa untuk melaksanakan apa yang diajarkan oleh Kitab Suci tersebut, seseorang harus lebih dahulu akrab dengan Kitab Suci, dan inilah yang perlu terus menerus diingatkan kepada umat, yaitu untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci setiap hari, agar kita dapat semakin akrab dengan Sabda Tuhan itu.

      Tentang mengapa di gereja disediakan Kitab Suci, tentu maksudnya membantu umat, untuk mengikuti bacaan Kitab Suci dalam Misa Kudus. Namun sesungguhnya yang terbaik adalah bukan baru membaca Kitab Suci di gereja saat Misa; tetapi lebih dahulu membaca dan merenungkan teks Kitab Suci yang akan dibacakan di Misa Kudus itu, sebelumnya. Jadi silakan dipilih waktunya sendiri, bisa sesaat sebelum mengikuti Misa Kudus, di rumah ataupun di gereja dengan datang lebih awal; atau semalam sebelumnya. Sekarang ada banyak buku renungan atau dapat pula mengunduh di internet tentang informasi bacaan Kitab Suci sesuai dengan kalender liturgi pada hari itu, sehingga kita dapat mengetahui bacaan KS setiap hari yang dapat kita renungkan sebelum kita mengikuti perayaan Ekaristi.

      Selanjutnya tentang Cara Mempersiapkan diri Menyambut Ekaristi, silakan klik.

      Mari melakukan bagian yang dapat kita lakukan untuk membangun Gereja dari dalam, tentang hal mencintai Sabda Tuhan, dimulai dari diri kita sendiri dan keluarga kita. Semoga kemudian hal ini dapat memancar keluar kepada orang- orang di sekeliling kita.

      Salam kasih dalam Kristus,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. Dalam kaitan dengan magisterium ini, beberapa waktu yang lalu saya menemui Rektor STFT Widya Sasana untuk mengungkapkan “keresahan” saya tentang mutu dan kedalaman pengetahuan saya (sebagai bagian dari umat GK) tentang firman Tuhan dan Kitab Suci pada umumnya. Saya ungkapkan bahwa pada usia saya yang sudah jauh melampaui kepala 7, dan selama ini secara kasat mata dan nampak luar telah mengisi kehidupan dengan berbagai kegiatan umat (misdinar dan MKI ketika muda, PGK sebagai guru, PMKRI sebagai mahasiswa, ISKA sebagai sarjana, bahkan ikut-ikut Partai Katolik, ketua Dewan Paroki dll), ke gereja secara (relatif) sangat ajeg, dan mengikuti berbagai kegiatan rohani seperti rekoleksi dan berbagai retret, dll. Berdasarkan rentetan kegiatan hidup sebagai umat Katolik itu (sepertinya seumur hidup), saya dengan “gegabah” sempat bertanya kepada Romo Rektor itu: Mengapa mutu pengetahuan saya (dan pasti juga penghayatan saya, dan rasanya juga cukup banyak umat GK), kok terasa begitu-begitu saja. Tanpa ragu dan tanpa malu saya mengaku bahwa sepertinya apa yang saya ketahui (mestinya juga apa yang saya lakukan) sampai pada usia tua ini, ya terasa cuma begitu-begitu saja juga. Dengan “sembrono” saya katakan juga bahwa sepertinya demikian juga kebanyakan umat GK yang saya lihat

    Dihadapkan pada kenyataan semacam itu, dengan sedikit “kurang ajar” dan terkesan “tidak tahu diri” serta “gegabah” saya berkencenderungan menyalahkan cara dengan mana Gereja (GK) melakukan pembinaan bagi pertumbuhan dan perkembangan kedalaman dan mutu iman umatnya. Bagi sebagian (besar) umat hal itu tergantung amat banyak pada khotbah imam yang disampaikan lewat mimbar misa Minggu. Saya bertanya (lebih tepatnya: mengeluh) kepada Romo Rektor STFT itu yang intinya: dapat dirumuskan: Tidakkah para pimpinan GK merasakan dan memahami kerinduan, kehausan, “kelaparan”, umat semacam ini? Tidak dapatkah kita berbuat serupa mendekati/serupa dengan umat Kristen Protestan yang sepertinya lebih “melek” KS, tanpa mengubah dasar dan fondasi penyebaran dan pendalaman iman kita menjadi sepenuhnya sola scriptura, tetapai upaya untuk lebih membuat umat GK menjadi jauh lebih kenal, akrab, dengan firman Tuhan dalam KS? Jawaban yang saya terima dari Romo Rektor terhadap sebagian dari pertanyaan saya kala itu bahwa jawabannya terkait dengan wewenang magisterium, baik magisterium pada tingkat keuskupan maupun pada tingkat teratas (di Vatican).

    Itulah pendahuluan panjang bagi pertanyaan saya tentang magisterium yang merupakan pokok bahasan bagian ini. Pertanyaannya adalah:: (1) Benarkah bahwa isi, cakupan, dan cara penyampaian pengajaran KS memang merupakan bagian wewenang magisterium? (2) Benarkah ada magisterium tingkat dunia di Vatican (?) dan magisterium tingkat keuskupan? Bila ada, apa perbedaan cakupan dan wewenang tugasnya?
    (3) Magisterium itu beranggotakan siapa, berapa orang, dan untuk berapa lama? Dan bagaimana mekanisme kerjanya?

    Terima kasih untuk penjelasan dan tanggapannya.
    Salam hormat,
    Soenardi

    .

    • Shalom P. Soenardi,

      Saya sungguh terkesan dengan surat Bapak ini, yang menggambarkan semangat yang sangat berkobar untuk menjadi semakin akrab dengan Sabda Tuhan dalam Kitab Suci. Alangkah baiknya jika semua umat Katolik mempunyai semangat seperti ini. Namun demikian di balik semangat itu, saya juga menangkap semacam penyesalan mengapa tidak dari dulu- dulu Gereja Katolik mengajarkan tentang Kitab Suci dengan giat (di luar perayaan Ekaristi). Ya, ini terus terang juga menjadi keprihatinan saya, karena ibu saya juga pernah menyuarakan keprihatian serupa seperti yang Bapak ungkapkan. Namun demikian, tidak baik bagi kita jika terus melihat ke belakang, sebab saatnya sudah tiba untuk mengarahkan pandangan ke depan dan memperbaiki keadaan, tentu bersama dengan rahmat Tuhan.

      Berikut ini, saya mencoba menjawab pertanyaan Bapak. Izinkan saya menjawabnya menurut urutan yang baru:

      1. Siapa itu Magisterium?

      Magisterium itu adalah Wewenang Mengajar Gereja, dan anggotanya adalah Bapa Paus dan para uskup (yang adalah para penerus rasul) di seluruh dunia, yang berada dalam persekutuan dengan Bapa Paus. Jumlahnya sama dengan jumlah uskup di seluruh dunia, ditambah satu orang (yaitu Paus), dengan catatan jika semua Uskup tersebut berada dalam kesatuan/ persekutuan dengan Bapa Paus.

      2. Ada berapa jenis Magisterium?

      Terdapat dua jenis Magisterium, yaitu: 1) Ordinary Magisterium, yaitu para Uskup (dalam kesatuan dengan Bapa Paus) yang mengajar di wilayah keuskupannya; 2) Extra-ordinary/ Solemn Magisterium, yaitu pengajaran yang diperoleh melalui konsili-konsili para Uskup ataupun jika Bapa Paus menggunakan haknya untuk menyatakan suatu ajaran secara ex-cathedra (dengan kuasa dari Yesus dan Rasul Petrus, mengajarkan ajaran tentang iman dan moral secara definitif, yang berlaku untuk Gereja universal).

      Maka jika melihat kepada pengertian ini memang Magisterium dapat mengajar di tingkat keuskupan (tentu tetap sesuai dengan ajaran Gereja universal), namun ada juga ajaran Magisterium yang diberikan di tingkat seluruh Gereja universal. Sepanjang pengetahuan saya, secara umum yang diajarkan Gereja di tingkat Keuskupan harus tetap mengambil dasar ajaran Gereja universal, jadi tidak boleh menentangnya. Namun memang secara spesifik ada yang boleh ditentukan oleh Gereja lokal (keuskupan) misalnya peraturan tentang pantang dan puasa, atau diperbolehkannya penggunaan alat musik daerah sebagai pengiring Misa Kudus, atau hal inkulturasi dalam liturgi, dst, yang secara prinsip tidak mengubah ajaran Gereja universal, namun masih diperbolehkan penyesuaian- penyesuaian dengan keadaan setempat.

      3. Isi, cakupan dan cara penyampaian pengajaran Kitab Suci merupakan Wewenang Magisterium?

      Yang saya ketahui adalah, pihak Magisterium memberikan semacam guide-line, yaitu ajaran- ajaran yang harus diimani secara penuh dengan iman Katolik dan iman ilahi, dan artikel ini umum dikenal dengan artikel iman (De Fide), dan artikel iman ini mengambil dasar dari Kitab Suci, Tradisi Suci dan ajaran Magisterium. Sumber yang terpenting untuk memahami ajaran Gereja Katolik adalah Katekismus Gereja Katolik.

      Namun selanjutnya, hal makna setiap ayat dalam Kitab Suci tidak secara langsung ditentukan oleh Magisterium. Kekecualian adalah di ayat- ayat tertentu yang memang secara langsung berhubungan dengan artikel iman De Fide tersebut, hal ini mengacu kepada pengajaran Magisterium, dan tidak dapat diinterpretasikan lain oleh kita umat Katolik. Oleh karena itu penting bagi kita untuk membaca Kitab Suci bersama-sama dengan Katekismus Gereja Katolik, ataupun membaca Kitab Suci dengan penjelasan- penjelasan yang sudah disetujui oleh Magisterium Gereja Katolik. Sebagai screening awal, dapat dilihat apakah buku penjelasan tersebut memperoleh nihil obstat dan imprimatur dari pihak otoritas Gereja (keuskupan). Dengan mempelajari buku- buku penjelasan tentang Kitab Suci menurut iman Katolik, kita dapat lebih memahami makna ayat- ayat Kitab Suci tersebut dengan lebih baik, tanpa hanya mengandalkan pemahaman kita sendiri secara pribadi.

      Sedangkan untuk cara penyampaian pengajaran Kitab Suci, itu memang bervariasi, namun yang terpenting bukan bagaimana menyampaikannya, tetapi apa yang disampaikan (walaupun tentu kita tidak boleh mengabaikan cara bagaimana menyampaikannya). Bagi kita umat Katolik, yang terbaik adalah menyampaikan pengajaran Kitab Suci mendasarkan atas interpretasi yang benar dan otentik, yang diperoleh dengan membaca teks, kemudian menyampaikan makna literal dan spiritual yang ada di dalamnya, (tentang cara menginterpretasikan Kitab Suci, silakan klik di sini), lalu carilah kiranya apakah ada pengajaran dalam Katekimus ataupun para Bapa Gereja tentang perikop tersebut. Baru kemudian ajaran tersebut direnungkan terlebih dahulu oleh si pengajar, baik jika melalui Lectio Divina, sehingga Roh Kudus membimbing agar diperoleh contoh- contoh yang dapat menyentuh kehidupan sehari- hari. Dengan demikian, harapannya pengajaran yang disampaikan tidak hanya merupakan pengajaran di awang- awang ataupun semacam ilmu pengetahuan di kepala, tetapi masuk dan turun sampai ke hati, baik di hati pendengarnya maupun di hati pengajarnya sendiri. Semoga dengan demikian, pemahaman kita dapat menjadi semakin lengkap dan dalam, sebagaimana diajarkan oleh Kristus dan para rasul, yang terus mengajar kita melalui Gereja-Nya.

      Akhirnya, jangan dilupakan bahwa diperlukan rahmat Tuhan untuk dapat memahami Kitab Suci, namun juga, kerendahan hati dari pihak kita untuk mempelajarinya dalam terang Roh Kudus yang telah membimbing Gereja-Nya melalui pengajaran para rasul dan para penerus mereka.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  4. “Jika demikian keadaannya, maka Bapa Paus mempunyai hak untuk memberi peringatan kepada Uskup tersebut, dan jika setelah berkali-kali tidak diindahkan, maka Paus berhak dan bahkan berwewenang untuk meng-ekskomunikasi uskup tersebut, demi melindungi umat dari ajaran sesat yang dapat membahayakan iman umat dan kesatuan umat beriman. Dasar dari Alkitab adalah dari Mat 15:15-17. Jika seorang berbuat salah, pertama dapat ditegur di bawah empat mata, lalu jika tidak berhasil, dapat melibatkan beberapa saksi. Jika tidak mendengarkan juga, persoalan disampaikan ke jemaat, dan jika tidak didengarkan juga, maka yang bersalah dapat dianggap sebagai orang yang tidak mengenal Allah

    Bagaimana dengan para Romo, dalam hal ini kejadian di Bali beberapa waktu yang lalu,seorang Romo tidak mau dipindahkan tempat tugasnya,dengan alasan umat masih membutuhkan, apa yang bisa dilakukan oleh Gereja,apa dengan pemaksaan untuk keluar dari Paroki? dan apa bisa Romo dipecat dari Imamatnya, apakah hal tersebut juga dapat dikatakan bersalah melawan kehendak Allah?(Saya tidak mengikuti berita dengan sepenuhnya tentang hal ini.mungkin kalo ada hal yang tidak saya ketahui mohon ditambahkan tentang berita tersebut terimakasih

    • Joan Heru Yth,
      Berikut ini adalah penjelasan resmi dari Uskup Den Pasar.
      Salam,
      Romo Wanta, Pr.

      KEUSKUPAN DENPASAR (BALI &NTB)
      JL. Rambutan No. 27 P.O. Box 3081
      Telp (0361) 222 020; Fax (0361) 261 407
      Denpasa 80030 Bali
      Indonesia
      Email: sekret_kdps@yahoo.com Bank BNI, Giro No. 0049378099

      No. : 269/KDPS/AGT/2010 Denpasar, 28 Agustus 2010
      Lampiran : –
      Hal : Penjelasan Resmi Uskup Denpasar
      Tentang Penyelesaian Kasus Romo Yohanes Tanumiarja

      Kepada
      Yth. Para Pastor, Biarawan/wati dan
      Umat Se-Keuskupan Denpasar
      di
      Tempat.

      Dengan hormat,
      Sehubungan dengan penyelesaian kasus Romo Yohanes Tanumiarja yang terjadi pada hari selasa, tanggal 24 Agustus 2010, saya, Mgr. DR. Silvester San, Pr selaku Uskup Denpasar harus memberikan penjelasan resmi sebagai berikut:

      1. Perlu dingat bahwa pada tanggal 16 Desember 2009 kepada para Pastor, Biarawan/ti dan Umat se-Keuskupan Denpasar telah diberikan penjelasan resmi tentang kasus Romo Yohanes Tanumiarja dalam Surat Uskup Denpasar No. 334/KDPS/DES/2009, dengan beberapa penegasan berikut ini.
      a. Rm. Yohanes Tanumiarja (selanjutnya disingkat Rm. Yan Tanu) telah dicabut yurisdiksinya oleh Uskup yang sah, sehingga segala pelayanan pastoral yang dilakukannya tidak sah menurut Hukum Gereja Katolik. Dalam konteks ini, umat yang terlanjur mendapat pelayanan pastoral dari Rm. Yan Tanu, perlu mendapat pengesahan kembali dari para Pastor Paroki yang mempunyai yurisdiksi.
      b. Rm. Yan Tanu telah dipecat secara definitif dari Tarekat SVD, sehingga dia tidak berhak menggunakan identitas SVD di belakang namanya.
      c. Karena Rm. Yan Tanu telah dicabut yurisdiksinya, apalagi telah dipecat dari tarekat SVD, maka dia bukan Pastor Paroki Santo Paulus Singaraja dan harus segera meninggalkan Gereja Paroki Jl. Kartini no. 1 karena Gereja Paroki Singaraja adalah milik Keuskupan Denpasar.

      2. Sejak kasus ini terjadi, telah dilaksanakan berbagai upaya oleh Uskup Denpasar terdahulu untuk menyelesaikan kasus ini. Demikian juga, selaku Uskup Denpasar, saya telah melakukan beberapa pertemuan dengan Rm. Yan Tanu untuk mencari jalan keluar terbaik atas kasus yang dialaminya. Jalan keluar kompromistis yang saya tawarkan, tetapi masih dalam koridor Hukum Gereja Katolik, yaitu menjadi imam diosesan Keuskupan Denpasar, agar yurisdisksinya bisa dikembalikan, telah ditolaknya secara definitif. Sekalipun dia menolak, tawaran Uskup masih tetap terus terbuka untuk menjadi imam diosesan Keuskupan Denpasar.

      3. Kenyataannya, selama kurang lebih 14 tahun Rm. Yan Tanu masih menempati/menguasai secara tidak sah gedung gereja, rumah Pastor (Pastoran), fasilitas gereja lainnya di Jl. Kartini No. 1, Paroki Santo Paulus Singaraja dan masih memberikan pelayanan pastoral secara tidak sah. Oleh karena itu pada tanggal 15 Desember 2009 selaku Uskup Denpasar saya telah meminta kepada Muspida Buleleng untuk membantu Keuskupan Denpasar, agar Romo Yohanes Tanumiarja dapat segera meninggalkan Paroki Santo Paulus Singaraja, sehingga dengan demikian seorang Pastor lain yang sah dapat menempatinya demi pelayanan pastoral keagamaan secara legitim kepada seluruh umat Katolik di Singaraja. Menanggapi permintaan itu, Pemda Buleleng melalui Departemen Agama Kabupaten Buleleng (Surat KaKanDepag Kabupaten Buleleng tertanggal 17 Desember 2009, No. Kd.18.01/1/BA.01.1/3165/2009) telah mengupayakan mediasi melalui pertemuan pada tanggal 22 Desember 2009 yang dihadiri oleh wakil Muspida Buleleng dan Uskup Denpasar, sedangkan Rm. Yan Tanu sendiri tidak mau hadir dan hanya mengirim surat dengan alasan bahwa ini urusan internal Gereja.

      4. Sementara itu Pihak Keluarga Rm. Yan Tanu di Tuka bersama sekelompok umat Paroki Tuka meminta kepada Uskup agar diijinkan melakukan upaya kekeluargaan, sebelum Uskup melakukan tindakan lain lebih lanjut. Namun upaya kekeluargaan dan persuasif agar Rm. Yan Tanu mau meninggalkan Paroki Santo Paulus Singaraja dan kembali ke pihak keluarga di Tuka, ditolaknya sama sekali.

      5. Selanjutnya dilaksanakan upaya hukum non litigasi melalui somasi/tegoran pertama pada tanggal 15 Pebruari 2010 dan somasi/tegoran kedua pada tanggal 4 Maret 2010 . Tetapi kedua somasi tersebut tidak mendapat tanggapan apapun dari Rm. Yan Tanu. Oleh karena tidak ada tanggapan, maka pada tanggal 24 Maret 2010 Uskup Denpasar melalui kuasa hukum melaporkan permasalahan tersebut ke Dit. Reskrim Polda Bali. Lalu dilakukan pemeriksaan kepada pelapor dan saksi. Namun terlapor, yaitu Rm. Yan Tanu telah dua kali dipanggil, tetapi yang bersangkutan tidak mau hadir. Setelah menunggu lama, pada tanggal 16 Agustus 2010 diterima dari Dit Reskrim Polda Bali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), No. B/828/VIII/2010/Dit Reskrim, yang isinya tidak memenuhi unsur pidana sebagaimana yang dilaporkan oleh pihak pelapor. Hal tersebut mengherankan karena terlapor belum pernah diperiksa, namun Dit Reskrim Polda Bali telah menerbitkan SP2HP. Dengan demikian kelihatannya Pihak kepolisian tidak mau terlibat dalam urusan internal Gereja dan Rm. Yan Tanu sendiri selalu mengatakan bahwa kasus ini adalah masalah internal Gereja; sementara itu Rm. Yan Tanu sendiri tidak punya kemauan baik untuk menyelesaikan kasusnya itu.

      6. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, nampak jelas bahwa kasus Rm. Yan Tanu harus diselesaikan sendiri oleh pihak Keuskupan Denpasar. Dengan pertimbangan itu, maka Pastor Paroki Santo Paulus Singaraja, Rm, Handriyanto Wijaya, Pr yang telah diangkat pada tanggal 21 Juli 2010 untuk periode 2010-2015 (SK Uskup Denpasar No. 221/KDPS/JUL/2010) membuat dan mengirim Permakluman kepada Muspida Buleleng dengan tembusan ke Muspida Propinsi Bali, Uskup Denpasar dan Instansi terkait. Isinya menyatakan bahwa pada hari selasa, tanggal 24 Agustus 2010, jam 09.00 wita, Pastor Paroki akan melaksanakan tugas-tugas pelayanan pastoral di Gereja Katolik Santo Paulus Jalan Kartini No. 1 Singaraja, Kabupaten Buleleng.

      7. Pada tanggal 24 Agustus 2010 VikJen dan Direktur Pusat Pastoral Keuskupan Denpasar beserta para Imam dan puluhan Umat Keuskupan Denpasar mengantar Pastor Paroki Santo Paulus Singaraja, Rm, Yohanes Handriyanto Wijaya, Pr. untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan pastoral di Gereja Katolik Santo Paulus Jalan Kartini No. 1 Singaraja. Oleh sebab itu Rm. Yan Tanu yang bukan Pastor Paroki Santo Paulus Singaraja harus segera meninggalkan Gereja Katolik Santo Paulus Singaraja tersebut. Tetapi karena dia melawan/ tidak mau meninggalkan tempat itu, maka umat Keuskupan Denpasar membawanya keluar dari Gereja Paroki Jl. Kartini no. 1 Singaraja, Buleleng dan diserahkan kepada umat Paroki Tuka yang ikut serta ke Singaraja. Selanjutnya Rm.Yan Tanu dibawa ke Tuka dan diserahkan kepada Keluarganya sesuai pembicaraan/kesepakatan Uskup Denpasar dengan utusan Paroki Tuka. Cara ini terpaksa digunakan sebab Gereja Katolik Keuskupan Denpasar harus mengambil kembali harta milik Gereja yang dikuasai oleh imam yang tidak punya wewenang yurisdiksi karena telah dicabut oleh Uskup yang sah. Memang cara ini terpaksa diambil karena semua cara persuasif, kekeluargaan dan hukum untuk menyelesaikan kasusnya, tidak digubris oleh Rm. Yan Tanu. Cara ini pun terpaksa diambil supaya Rm. Yan Tanu tidak lagi melakukan tindakan pelayanan pastoral yang tidak sah menurut Hukum Gereja Katolik, yang jelas sekali sangat merugikan Gereja Katolik Keuskupan Denpasar sekitar 14 tahun. Selanjutnya Rm. Yan Tanu tidak diperkenankan atau dilarang untuk melaksanakan pelayanan pastoral kepada umat di seluruh wilayah Keuskupan Denpasar, karena sekarang ini dia telah dipecat dari Tarekat SVD dan bukan imam diosesan Keuskupan Denpasar.

      8. Demikian penjelasan resmi saya selaku Uskup Denpasar. Saya mengucapkan limpah terima kasih kepada semua pihak, para Pastor, Biarawan/wati dan Umat se-Keuskupan Denpasar yang telah memberikan dukungan dan doa demi terselesainya kasus ini. Saya juga memohon maaf kepada semua pihak, para Pastor, Biarawan-ti dan Umat se-Keuskupan Denpasar jika cara yang ditempuh ini tidak disetujui dan mengganggu Anda. Namun mudah-mudahan Anda bisa memahami cara ini karena semua proses penyelesaian kasus ini telah ditempuh dan dilewati. Selanjutnya saya mengharapkan dukungan dan kerjasama semua pihak yang berkehendak baik untuk menumbuhkan dan mengembangkan Paroki Santo Paulus Singaraja khususnya dan Keuskupan Denpasar pada umumnya, sambil tetap menyadari Deus incrementum dedit. Momen Yubileum 75 tahun Gereja Katolik Keuskupan Denpasar hendaknya menjadi kesempatan emas bagi seluruh umat Katolik Keuskupan Denpasar untuk membangun persatuan dan persaudaraan dalam iman katolik menuju pertumbuhan Gereja Katolik yang inklusif dan transformatif.

      Selamat merayakan Yubileum 75 tahun Gereja Katolik Keuskupan Denpasar.
      Tuhan memberkati.

      Salam dan hormat,

      Mgr. DR. Silvester San, Pr.
      Uskup Denpasar

  5. paus adalah anggota magisterium. hanya secara pribadi tidak mempunyai kuasa untuk merubah pengajaran.

    bisakah magisterium–yang terdiri dari Bapa Paus dan para uskup dalam persekutuan dengannya, yang diberikan karisma “tidak dapat sesat” (infalibilitas) oleh Yesus, yaitu dalam hal pengajaran mengenai iman dan moral–merubah pengajaran yang telah di tentukan?

    • Shalom Alexander Pontoh,

      Terima kasih atas tanggapannya. Secara prinsip benar bahwa Paus dan uskup dalam kesatuan dengan Paus adalah Magisterium Gereja. Namun, kita juga harus mengingat bahwa pada waktu Paus berbicara ex-cathedra (tentang iman dan moral, dari kursi Petrus dan untuk umat Katolik seluruh dunia), maka keputusannya mengikat, mengingat Mt 16:16-19. Baik Paus secara pribadi maupun magisterium, tidak mempunyai kuasa untuk mengubah pengajaran yang telah ditetapkan sebagai suatu dogma (de fide). Yang dapat dilakukan oleh mereka adalah memperjelas dogma tersebut, sehingga dapat menjadi lebih jelas. Silakan melihat tingkatan pengajaran magisterium di sini – silakan klik, yang terdiri dari (tingkat tertinggi sampai terendah: credenda, tenenda, obsequium pengajaran, obsequium otoritas, servandi). Dari tingkat yang rendah dapat naik, namun dari credenda dan tenenda tidak boleh turun ke tempat yang lebih rendah. Dengan demikian, dogma yang telah dinyatakan oleh magisterium dapat kita yakini kebenarannya, karena tidak mungkin berubah dari masa ke masa. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Syalom Pak Stef & Alexander

        Sebenarnya kalo dipikir logika mudah kok, kalo Magisterium menyatakan 1 + 1 = 2, maka sudah pasti BENAR ( karena ilmu matematikapun menyatakan hal itu ), TIDAK PERLU dirubah, karena yang dikatakan sudah 100 % KEBENARAN PENUH. kalau dirubah malah tambah salah. sedangkan fungsi MAGISTERIUM adalah menyatakan KEBENARAN PENUH 100%. Dan hal ini diikat di Surga juga.

        TUHAN YESUS Memberkati & BUNDA MARIA selalu menuntun anda pada putraNYA

  6. shalom katolisitas..
    selamat malam saudara seiman,..saya mau tanya tentang diakon tertahbis..apakah itu? dan apakah sekarang ini masih ada diakon awam diindonesia? mohon penjelasannya…terimakasih

    • Shalom Inus,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang diakon. Diakon dalam hal ini harus dibedakan dengan pro-diakon yang sering kita jumpai di Indonesia. Di Indonesia kita mengenal prodiakon dengan tugas untuk membantu pastor membagi Komuni Kudus dalam Misa (istilah tepatnya adalah extraordinary ministry of the Holy Eucharists atau pelayan luar biasa dari Ekaristi Kudus), maupun mengantar Komuni Kudus kepada orang-orang sakit. Sedangkan diakon adalah pelayan tertahbis, sehingga masuk dalam kategori klerus, yang terdiri dari: uskup, imam, dan diakon. Tugas dari diakon ini adalah untuk berkotbah, membaptis, memimpin doa, memberikan (saksi) Sakramen Perkawinan, memimpin upacara mendoakan arwah dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pelayanan kasih. Diakon juga dapat menjadi pemimpin di dalam komunitas, menggerakkan umat untuk bersama-sama membangun Gereja. Kita juga dapat membagi diakon menjadi dua, yaitu: “transitional” “permanent“. Yang pertama adalah para frater yang telah menerima tahbisan diakon sebelum menerima tahbisan imamat, sedangkan yang kedua adalah tahbisan diakon yang bersifat tetap. Pada jenis yang kedua ini, sejauh dipandang baik oleh keuskupan masing-masing, pria yang telah menikah juga dapat ditahbiskan menjadi diakon tetap (permanent diaconate). Namun, ketika istri dari seorang diakon tetap meninggal, dia tidak dapat mempunyai istri lagi tanpa ijin khusus. Setahu saya, di Indonesia diakon hanya berada di daerah-daerah seperti Irian Jaya. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  7. Salam Damai
    Sy inging tanya, sebenarnya apa sih yg disebut Magisterium Gereja, bentuknya spt apa, apa berupa dokumen2, dan dokumen apa saja yg termasuk didalamnya, jika ada daftar dokumen2nya.
    Apakah KGK termasuk juga, apalkah tulisan2 Paus juga termasuk.
    Mohon penjelasan
    Salam Damai
    (jika mungkin jawaban juga dikirim ke email saya, terima kasih)

    • Shalom Agustinus Dirgantoro,
      Tentang pengertian Magisterium Gereja, sudah pernah dituliskan di sini, silakan klik.

      Tentang tingkatan Pengajaran Magisterium pernah dituliskan di sini, silakan klik

      Ajaran yang tidak mungkin salah ini juga tertulis dalam Dogma, dan daftar dogma Gereja Katolik adalah sebagai berikut, silakan klik.

      Jadi Katekismus Gereja Katolik memang merupakan salah satu dokumen ajaran Magisterium Gereja Katolik, karena disusun oleh banyak Uskup di seluruh dunia dalam persekutuan dengan Bapa Paus.

      Tulisan-tulisan dalam ensiklikal para Paus yang dituliskan dalam kapasitasnya sebagai penerus rasul Petrus, dan segala pernyataannya yang definitif tentang ajaran iman dan moral juga dapat dikatakan sebagai pengajaran Magisterium yang infallible/ tidak mungkin salah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  8. bila Paus tidak dapat sesat dalam “ajaran ttg iman dan moral”, dalam tugas Paus sebagai gembala & guru, dan penjaga kemurnian wahyu, bagaimana kita dapat membedakan dalam satu pribadi paus, antara “ajaran” beliau dan “perbuatan/tindakan/habit” beliau?

    ataukah karena paus sebagai satu pribadi, maka: ingatan, pikiran(ajaran), dan kehendak(perbuatan) adalah kesatuan yg tidak terpisah? bagaimana menjelaskan perbuatan para “black popes”? [dari Admin: mungkin maksudnya, “bad popes?”]

    • Shalom Fxe,
      Sebenarnya tidak sulit untuk membedakan apa yang disebut ajaran Bapa Paus dan perbuatan/ tindakan beliau. Sebab yang disebut sebagai ‘ajaran’ Bapa Paus ini adalah ajaran yang diucapkannya secara definitif mengenai iman dan moral, (yang paling jelasnya, pengajaran ex-cathedra) pada saat ia duduk di kursi Petrus, dan mewakili Rasul Petrus dan atas kuasa yang diberikan oleh Kristus. Pengajaran yang juga termasuk infallible adalah hasil dari konsili para uskup. Berikutnya memang ada tingkatan di bawahnya, yang walaupun tidak infallible, namun juga mensyaratkan ketaatan dari pihak umat beriman. Urutan- urutan yang ada beserta penjelasannya, akan kami sertakan dalam artikel yang terpisah.
      Sedangkan tindakan/ perbuatan Bapa Paus adalah segala sesuatu yang dilakukannya tidak dalam kapasitas sebagai Bapa Paus. Misalnya Bapa Paus Benediktus XVI adalah seorang pemusik/ pianis yang sangat baik. Jika ia menuliskan buku musik atau mengajar musik, maka itu bukan merupakan ajaran yang dilakukannya dalam kapasitasnya sebagai Magisterium, dan karenanya tidak infallible. Maka dalam hal ini jelas, bahwa yang mendapat ciri ‘Infallibility’/ tidak dapat sesat itu hanya yang merupakan ajaran definitif mengenai iman dan moral; sedangkan di luar hal itu, Bapa Paus tidak infallible. Dengan prinsip yang sama kita menjelaskan para ‘bad popes’, yaitu Bapa Paus yang hidup/ tindakan-nya tidak sesuai dengan panggilan luhurnya sebagai pengganti Rasul Petrus. St. Agustinus mengajarkan bahwa Tuhan, "telah menempatkan wewenang pengajaran kebenaran di atas kursi persatuan ini.". Ketika duduk di kursi ini, yaitu yang merupakan tahta pengajaran keselamatan…. bahkan Paus yang jahat (wicked) sekalipun dipaksa untuk mengajarkan sesuatu yang baik. Sebab …yang mereka ajarkan bukan merupakan pengajaran mereka, tetapi pengajaran Tuhan." (lihat Epistle 105, 16). Hal di atas dimungkinkan oleh janji Kristus sendiri yang menjanjikan kepada rasul Petrus untuk selalu menyertai Gereja-Nya [yang didirikan atas Rasul Petrus] sampai akhir jaman dan alam maut tak akan menguasainya (lih. Mat 16:18).
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  9. Salam Kasih,

    saya ada pertanyaan, boleh minta tolong jawabannya?
    1. berhubungan dengan pertanyaan dengan Martin & Connie ,
    kita sudah diberitahui oleh staf katolisitas definisi magisterium.. namun.. saya ingin tahu sebenarnya siapa Magisterium itu? para pastor? para Imam?
    2. Uskup adalah pengganti para Rasul … kenapa Uskup jumlahnya banyak.. bukan 12 saja?
    3. mengapa Uskup dapat pula sesat (sy baca berita ada uskup yg sesat ) ? dan kenapa bisa di-ekskomunikasi ? (dasar alkitabiahnya mana?)
    4. adakah artikel ttg jabatan-jabatan di Gereja ada apa saja, dan tugasnya… seperti Paus, Uskup, Kardinal, Biarawan, dll? ada pepatah, tidak kenal tidak sayang , hehe”
    maaf, saya belum sempat menelusuri keseluruhan dari katolisitas, jika ada pengulangan pertanyaan, mohon maafnya
    Terima kasih

    • Shalom Kristofer,
      Berikut ini adalah jawaban pertanyaan anda:
      1) Siapa yang menjadi Magisterium?  [silakan dibaca kembali artikel di atas]:

      "Dengan demikian, oleh kuasa Roh Kudus, Magisterium yang terdiri dari Bapa Paus dan para uskup pembantunya [yang dalam kesatuan dengan Bapa Paus] menjaga dan melindungi Sabda Allah itu dari interpretasi yang salah."

      Ini sesuai dengan dokumen Vatikan II tentang Gereja, Lumen Gentium (LG) 25, "Bila para Uskup mengajar dalam persekutuan dengan Imam Agung di Roma, mereka harus dihormati oleh semua sebagai saksi kebenaran ilahi dan katolik. Kaum beriman wajib menyambut dengan baik ajaran Uskup mereka tentang iman dan kesusilaan, yang disampaikan atas nama Kristus, dan mematuhinya dengan ketaatan hati yang suci. Kepatuhan kehendak dan akal budi yang suci itu secara istimewa harus ditunjukkan terhadap wewenang mengajar [Magisterium] otentik Imam Agung di Roma, juga bila beliau tidak beramanat ex cathedra; yakni sedemikian rupa, sehingga wewenang beliau yang tertinggi untuk mengajar diakui penuh hormat, dan ajaran yang beliau kemukakan diterima setulus hati, sesuai dengan maksud dan kehendak beliau yang nyata, yang dapat diketahui terutama atau dari sifat dokumen-dokumen, atau karena ajaran tertentu sering beliau kemukakan, atau juga dari cara beliau berbicara.

      Biarpun Uskup masing-masing tidak mempunyai kurnia istimewa tidak dapat sesat, namun kalau mereka – juga bila tersebar di seluruh dunia, tetapi tetap berada dalam persekutuan antar mereka dan dengan pengganti Petrus – dalam ajaran otentik tentang perkara iman dan kesusilaan sepakat bahwa suatu ajaran tertentu harus diterima secara definitif, merekapun memaklumkan ajaran Kristus tanpa dapat sesat[77]. Dan itu terjadi dengan lebih jelas lagi, bila mereka bersidang dalam Konsili Ekumenis, serta bertindak sebagai guru dan hakim iman serta kesusilaan terhadap Gereja semesta; keputusan-keputusan mereka harus diterima dengan kepatuhan iman"[78].

      2) Mengapa jumlah Uskup yang katanya menggantikan rasul berjumlah lebih dari 12 orang?

      Kristus menunjuk para rasul sebanyak 12 orang, untuk melambangkan ke-12 suku Israel. Dengan demikian Ia menunjukkan kaitan misi penyelamatan-Nya dengan Perjanjian Lama, yaitu sebagai pemenuhan terhadap apa yang telah dijanjikan Allah kepada bangsa Israel. Namun, pemenuhan itu juga direncanakan Allah untuk menjangkau ke segala bangsa, maka sebelum kenaikan-Nya ke surga, Yesus berpesan kepada para muridNya untuk pergi ke seluruh dunia, untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya, membaptis mereka dan mengajarkan kepada mereka semua perintah-Nya (lih. Mat 28: 19-20).

      Karena itu, jumlah para uskup yang menjadi pengganti para rasul itu tidak lagi terbatas 12 orang, melainkan lebih banyak, seperti yang ditetapkan oleh Magisterium di bawah pimpinan Bapa Paus, untuk menjawab kebutuhan umat. Para uskup itu menjadi penerus rasul karena mereka telah ditandai dengan kepenuhan sakramen Tahbisan, maka ia menjadi “pengurus rahmat imamat tertinggi” (lihat LG 26).

      3) Mengapa Uskup bisa sesat? Apa dasarnya sehingga Uskup yang sesat itu bisa di-ekskomunikasi?

      Janji ‘tidak bisa sesat’ itu hanya diberikan Yesus kepada Petrus (lihat Mat 16:18 dan Luk 22:32), dan itupun hanya diberikan dalam konteks pengajaran iman dan moral ( faith and morals), seperti yang dikatakan dalam LG 25, sbb:

      "Adapun ciri tidak dapat sesat itu, yang atas kehendak Penebus ilahi dimiliki Gereja-Nya dalam menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan, meliputi seluruh perbendaharaan Wahyu ilahi, yang harus dijagai dengan cermat dan diuraikan dengan setia.

      Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma, Kepala Dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap Umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman (lih. Luk 22:32), menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif. Oleh karena itu sepantasnyalah dikatakan, bahwa ketetapan-ketetapan ajaran beliau tidak mungkin diubah dari dirinya sendiri, dan bukan karena persetujuan Gereja. Sebab ketetapan-ketetapan itu dikemukakan dengan bantuan Roh Kudus, yang dijanjikan kepada Gereja dalam diri Santo Petrus.

      Oleh karena itu tidak membutuhkan persetujuan orang-orang lain, lagi pula tidak ada kemungkinan naik banding kepada keputusan yang lain. Sebab disitulah Imam Agung di Roma mengemukakan ajaran beliau bukan sebagai perorangan privat; melainkan selaku guru tertinggi Gereja semesta, yang secara istimewa mengemban kurnia tidak dapat sesat  Gereja sendiri, beliau menjelaskan atau menjaga ajaran iman katolik. Sifat tidak dapat sesat yang dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada badan para Uskup, bila melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus. Ketetapan-ketetapan ajaran itu tidak akan pernah tidak disetujui oleh Gereja berkat karya Roh Kudus itu juga, yang memelihara dan memajukan seluruh kawanan Kristus dalam kesatuan iman.

      Maka, uskup secara pribadi memang tidak memiliki karunia ‘tidak dapat sesat’ (infallible), sebab sifat ‘tidak dapat sesat’ itu hanya ada pada Dewan Uskup dalam persatuan dengan Bapa Uskup. Sedangkan sebagai manusia biasa, uskup dapat saja karena satu dan lain hal, mengajarkan sesuatu berdasarkan pengertian dirinya sendiri, yang jika tidak sesuai dengan kesatuan pengajaran Dewan Uskup di bawah pimpinan Bapa Paus, maka pengajarannya tidak dapat dikatakan ‘tidak dapat sesat’.

      Jika demikian keadaannya, maka Bapa Paus mempunyai hak untuk memberi peringatan kepada Uskup tersebut, dan jika setelah berkali-kali tidak diindahkan, maka Paus berhak dan bahkan berwewenang untuk meng-ekskomunikasi uskup tersebut, demi melindungi umat dari ajaran sesat yang dapat membahayakan iman umat dan kesatuan umat beriman. Dasar dari Alkitab adalah dari Mat 15:15-17. Jika seorang berbuat salah, pertama dapat ditegur di bawah empat mata, lalu jika tidak berhasil, dapat melibatkan beberapa saksi. Jika tidak mendengarkan juga, persoalan disampaikan ke jemaat, dan jika tidak didengarkan juga, maka yang bersalah dapat dianggap sebagai orang yang tidak mengenal Allah.

      Eks-komunikasi sebenarnya adalah hukuman yang maksudnya untuk menyembuhkan, seperti halnya hukuman orang tua pada seorang anak yang berbuat salah, dengan harapan anak tersebut mengerti akan kesalahannya dan bertobat untuk kembali ke pangkuan orang tuanya. Lebih lanjut tentang eks-komunikasi sudah pernah ditulis di sini silakan klik

      4) Apa tugas pokok Paus, Uskup, Imam?

      Secara umum:

      Seperti Santo Petrus dan para Rasul lainnya atas penetapan Tuhan merupakan satu Dewan para Rasul, begitu pula Imam Agung di Roma, pengganti Petrus, bersama para Rasul, merupakan himpunan yang serupa. Adanya kebiasaan amat kuno, bahwa

      para Uskup di seluruh dunia berhubungan satu dengan lainnya serta dengan Uskup di Roma dalam ikatan kesatuan, cinta kasih dan damai[59]    

      (LG 22).

      Maka urutannya secara hirarkis adalah Bapa Paus, Uskup, Imam dan diakon. Kardinal merupakan wakil dari para uskup yang memiliki kesempatan untuk dapat dipilih menjadi Bapa Paus dan dalam kesatuan dengan para kardinal yang lain, dapat memilih Bapa Paus.

      Berikut adalah petikan dari dokumen Vatikan II, Lumen Gentium mengenai tugas Bapa Paus, Uskup dan imam:

      Tugas Paus:

      a. Menjadi azas dan dasar kesatuan iman dan persekutuan

      "…supaya episkopat itu sendiri tetap satu dan tak terbagi, Ia [Kristus] mengangkat santo Petrus menjadi ketua para Rasul lainnya. Dan dalam diri Petrus itu Ia menetapkan adanya azas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap dan kelihatan[37] (LG 18).
      Imam Agung di Roma, sebagai pengganti Petrus, menjadi azas dan dasar yang kekal dan kelihatan bagi kesatuan para Uskup maupun segenap kaum beriman[66] (LG 23).

      b. Menjadi gembala utama dan guru orang beriman dalam hal iman dan moral

      "Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma, Kepala Dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap Umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman (lih. Luk 22:32), menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif[79] (LG 25).

      c. Bersama-sama dengan para uskup dalam persekutuan dengannya, menjaga kemurnian wahyu ilahi

      "Wahyu itu secara tertulis atau melalui tradisi secara utuh diteruskan melalui pergantian para Uskup yang sah, dan terutama berkat usaha Imam Agung di Roma sendiri. Berkat cahaya Roh kebenaran wahyu itu dalam Gereja dijaga dengan cermat dan diuraikan dengan setia[82] (LG 25).

      Tugas Uskup:

      a. Menjaga kesatuan umat dan mendidik umat

      Sedangkan masing-masing Uskup menjadi azas dan dasar kelihatan bagi kesatuan dalam Gereja khususnya[67], yang terbentuk menurut citra Gereja semesta. (LG 23).

      Sebab semua Uskup wajib memajukan dan melindungi kesatuan iman dan tata-tertib yang berlaku umum bagi segenap Gereja, mendidik umat beriman untuk mencintai seluruh Tubuh Kristus yang mistik, terutama para anggotanya yang miskin serta bersedih hati, dan mereka yang menanggung penganiayaan demi kebenaran (lih. Mat 5:10); akhirnya memajukan segala kegiatan, yang umum bagi seluruh Gereja, terutama agar supaya iman berkembang dan cahaya kebenaran yang penuh terbit bagi semua orang (LG 23).

      b. Mengajar umat tentang Injil

      "Dari Tuhan, yang diserahi segala kuasa di langit dan di bumi, para Uskup selaku pengganti para Rasul menerima perutusan untuk mengajar semua suku bangsa dan mewartakan Injil kepada segenap makhluk, supaya semua orang, karena iman, baptis dan pelaksanaan perintah-perintah memperoleh keselamatan (lih. Mat 28:18-20; Mrk 16:15-16; Kis 26:17 dsl.) (LG 24).

      "Diantara tugas-tugas para Uskup pewartaan Injillah yang terpenting[76]. Sebab para Uskup itu pewarta iman, yang mengantarkan murid-murid baru kepada Kristus.Mereka mengajar yang otentik, atau mengemban kewibawaan Kristus, artinya: mewartakan kepada Umat yang diserahkan kepada mereka iman yang harus dipercayai dan diterapkan pada perilaku manusia. Dibawah cahaya Roh Kudus mereka menjelaskan iman dengan mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaan Perwahyuan (lih. Mat 13:52) (LG 25).

      c. Menguduskan umat, terutama melalui sakramen-sakramen dan teladan hidup

      "Ia diserahi tugas mempersembahkan ibadat agama kristiani kepada Allah yang maha agung, dan mengaturnya menurut perintah Tuhan dan hukum Gereja, yang untuk keuskupan masih perlu diperinci menurut pandangan Uskup sendiri. Demikianlah para Uskup, dengan berdoa dan bekerja bagi Umat, membagikan kepenuhan kesucian Kristus dengan pelbagai cara dan secara melimpah. Dengan pelayanan sabda mereka menyampaikan kekuatan Allah kepada Umat beriman demi keselamatannya (lih. Rom 1:16). Dengan sakramen-sakramen, yang pembagiannya mereka urus dengan kewibawaan mereka supaya teratur dan bermanfaat[93], mereka menguduskan umat beriman (LG 25)
      "Demikianlah para Uskup, dengan berdoa dan bekerja bagi Umat, membagikan kepenuhan kesucian Kristus dengan pelbagai cara dan secara melimpah. Dengan pelayanan sabda mereka menyampaikan kekuatan Allah kepada Umat beriman demi keselamatannya (lih. Rom 1:16). Dengan sakramen-sakramen, yang pembagiannya mereka urus dengan kewibawaan mereka supaya teratur dan bermanfaat[93], mereka menguduskan umat beriman. Mereka mengatur penerimaan babtis, yang memperoleh keikut-sertaan dalam imamat rajawi Kristus. Merekalah pelayan sesungguhnya sakramen penguatan, mereka pula yang menerima tahbisan-tahbisan suci dan mengatur dan mengurus tata-tertib pertobatan. Dengan saksama mereka mendorong dan mendidik Umat, supaya dengan iman dan hormat menunaikan perannya dalam liturgi, dan terutama dalam korban kudus misa. Akhirnya mereka wajib membantu umat yang mereka pimpin dengan teladan hidup mereka, yakni dengan mengendalikan perilaku mereka dan menjauhkan dari segala cela, dan – sedapat mungkin, dengan pertolongan Tuhan – mengubahnya menjadi baik. Dengan demikian mereka akan mencapai hidup kekal, bersama dengan kawanan yang dipercayakan kepada mereka[94]. (LG 26)

      d. Menggembalakan Gereja khusus yang dipercayakan kepadanya menuju kekudusan.

      "Para Uskup membimbing Gereja-Gereja khusus yang dipercayakan kepada mereka sebagai wakil dan utusan Kristus[95], dengan petunjuk-petunjuk, nasehat-nasehat dan teladan mereka, tetapi juga dengan kewibawaan dan kuasa suci. Kuasa itu hanyalah mereka gunakan untuk membangun kawanan mereka dalam kebenaran dan kesucian, dengan mengingat bahwa yang terbesar hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan (lih. Luk 22:26-27) (LG 27)

      e. Bersama dengan para pembantunya, para imam dan diakon, melayani umat sebagai wakil Allah dan sebagai gembala, sebagai guru, imam dan pelayan.

      "Jadi para Uskup menerima tugas melayani jemaat bersama dengan para pembantu mereka, yakni para imam dan diakon. Sebagai wakil Allah mereka memimpin kawanan[48] yang mereka gembalakan, sebagai guru dalam ajaran, imam dalam ibadat suci, pelayan dalam bimbingan[49]." (LG 20)

      "….tugas yang oleh Tuhan diserahkan kepada para gembala umat-Nya itu, sungguh-sungguh merupakan pengabdian, yang dalam Kitab suci dengan tepat di sebut diakonia atau pelayanan (lih. Kis 1:17 dan 25; 21:19; Rom 11:13; 1Tim 1:12)." (LG 24)

      f. Memandang para imam pembantunya sebagai putera dan sahabat

      "Uskup hendaknya memandang para imam, rekan-rekan sekerjanya, sebagai putera dan sahabat, seperti Kristus sudah tidak menyebut para murid-Nya hamba lagi, melainkan sahabat (lih. Yoh 15:15) (LG 28)

      Tugas para Imam:

      a. Membantu Uskup melaksanakan tugas pelayanan, menjadi tanda kehadiran Kristus.

      "Jadi dalam diri para Uskup, yang dibantu oleh para imam, hadirlah ditengah umat beriman Tuhan Yesus kristus, Imam Agung tertinggi." (LG 21)

      b. Atas wewenang dari uskup, imam bertugas mewartakan Injil, menguduskan dan menggembalakan umat, merayakan ibadat, terutama Ekaristi.

      "Penyelenggaraan pewartaan Injil di seluruh dunia merupakan kewajiban badan para Gembala…" (LG 23).

      "Para imam tidak menerima puncak imamat, dan dalam melaksanakan kuasa mereka tergantung dari para Uskup. Namun mereka sama-sama imam seperti para Uskup[101], dan berdasarkan sakramen Tahbisan[102]mereka ditahbiskan menurut citra Kristus, Imam Agung yang abadi (lih. Ibr 5:1-10; 7:24; 9:11-28), untuk mewartakan Injil serta menggembalakan Umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi, sebagai imam sejati Perjanjian Baru[103]. Mereka ikut serta dalam tugas Kristus Pengantara tunggal (lih 1Tim 2:5) pada tingkat pelayanan mereka, dan mewartakan sabda ilahi pada semua orang. Tetapi tugas suci mereka terutama mereka laksanakan dalam ibadat Ekaristi atau synaxys. Di situ mereka bertindak atas nama Kristus[104], dan dengan memaklumkan misteri-Nya mereka menggabungkan doa-doa Umat beriman dengan korban Kepala mereka. Dalam korban Misa mereka menghadirkan serta menerapkan[105] satu-satunya korban Perjanjian Baru, yakni korban Kristus, yang satu kali mempersembahkan diri kepada Bapa sebagai korban tak bernoda (lih. Ibr 9:11-28), hingga kedatangan Tuhan (lih. 1Kor 11:26) (LG 28).

      c. Menjadi teladan umat, dengan menghayati apa yang diajarkannya kepada umat.

      "Mereka berjerih-payah dalam pewartaan sabda dan pengajaran (lih. 1Tim 5:17), sambil mengimani apa yang dalam renungan mereka baca dalam hukum Tuhan; sambil mengajarkan apa yang mereka imani, dan menghayati apa yang mereka ajarkan[108] (LG 28).

      "Hendaklah mereka penuh semangat menjadi teladan bagi kawanan mereka (lih. 1Ptr 5:3), dan mengetuai serta melayani jemaat setempat mereka sedemikian rupa, sehingga jemaat itu layak dapat di sebut dengan nama, yang menjadi lambang kehormatan bagi satu Umat Allah seluruhnya, yakni Gereja Allah (lih. 1Kor 1:2; 2Kor 1:1; dan di tempat-tempat lain). Hendaklah mereka menyadari, bahwa dengan perilaku serta kesibukan-kesibukan mereka sehari-hari mereka harus memperlihatkan citra pelayanan imam dan pastoral yang sejati, kepada kaum beriman maupun tak beriman, kepada Umat katolik maupun bukan katolik, dan wajib memberikan kesaksian kebenaran dan hidup kepada semua orang. Hendaklah mereka sebagai gembala baik juga mencari mereka (lih. Luk 15:4-7), yang memang di baptis dalam Gereja katolik, tetapi tidak lagi menerima sakramen-sakramen, bahkan telah meninggalkan iman.

      d. Membantu Bapa Uskup menjalankan tugas pelayanan umat Allah.

      Sebagai pembantu yang arif badan para Uskup[109], sebagai penolong dan organ mereka, para imam dipanggil untuk melayani Umat Allah. Bersama uskup mereka imam-imam merupakan satu presbiterium (dewan imam)[110], namun dibebani perbagai tugas. Dimasing-masing jemaat setempat, mereka dalam arti tertentu menghadirkan Uskup, yang mereka dukung dengan semangat percaya dan kebesaran hati. Sesuai dengan bagian mereka, mereka ikut mengemban tugas serta keprihatinan Uskup dan ikut menunaikannya dengan ketekunan setiap hari. Dibawah kewibawaan Uskup para imam menguduskan dan membimbing bagian kawanan Tuhan yang di serahkan kepada mereka. Mereka menampilkan Gereja semesta di tempat mereka, dan mereka memberi sumbangan sungguh berarti dalam membangun seluruh tubuh Kristus (lih. Ef 4:12). Sambil selalu memperhatikan kesejahteraan anak-anak Allah, mereka hendaknya mendukung karya pastoral seluruh keuskupan, bahkan seluruh Gereja. (LG 28)

      e. Memandang Bapa Uskup sebagai Bapa

      "Karena keterlibatan mereka dalam imamat dan perutusan itu hendaklah para imam memandang Uskup sebagai bapa mereka, dan mematuhinya penuh hormat." (LG 28).

      f. Mendukung sesama imam dalam persaudaraan.

      "Oleh karena tahbisan suci dan perutusan bersama, semua imam saling berhubungan dalam persaudaraan yang akrab. Persaudaraan itu dengan iklas dan rela hati akan tampil dalam saling memberi bantuan, baik rohani maupun jasmani, di bidang pastoral maupun pribadi, dalam pertemuan-pertemuan maupun dalam persekutuan hidup, karya dan cinta kasih." (LG 28).

      g. Menjalankan tugas sebagai bapa dalam Kristus kepada segenap umat, dan mempersatukan umat

      "Hendaklah mereka sebagai bapa dalam Kristus memelihara kaum beriman, yang mereka lahirkan secara rohani dengan Baptis dan pengajaran (lih. 1Kor 4:15; 1Ptr 1:23). ….Karena sekarang ini umat manusia semakin merupakan kesatuan dibidang kenegaraan, ekonomi dan sosial, maka semakin perlu pulalah para imam bersatu padu dalam segala usaha dan karya dibawah bimbingan para Uskup dan Imam Agung Tertinggi. Hendaklah mereka menyingkirkan apa saja yang menimbulkan perpecahan, supaya segenap umat manusia dibawa ke dalam kesatuan keluarga Allah.

      Demikian yang bisa saya sampaikan tentang tugas Bapa Paus, Uskup dan Imam menurut Lumen Gentium, Bab III. Tentu yang disampaikan di atas sangat umum. Untuk lebih lanjutnya tentang Pelayanan Imam, dapat dibaca di Presbytorum Ordinis (Vatikan II, Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam). Melihat betapa luhurnya tugas para imam, Uskup dan Bapa Paus, maka kita sebagai orang awam mendukung mereka dengan doa, ketaatan dan kerjasama sebagai sesama anggota Tubuh Mistik Kristus. Mari kita bersyukur atas kesediaan mereka menjawab panggilan Tuhan Yesus sebagai imam-Nya dan penerus para rasul, untuk menghadirkan Kristus di tengah Gereja-Nya sampai akhir jaman.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

      • Terima kasih banyak atas jawabannya yang jelas.
        maafkan para awam yang tidak membaca dekrit/ensiklik ttg ini.

  10. Shalom Ingrid dan Tay,
    Saya ingin belajar terutama tentang Tradisi dan Magisterium.
    Sebelumnya tolong terangkan apa artinya Magisterium ?
    Salam dari Jakarta.
    P. Martin
    [Dari Admin: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas]

Comments are closed.