Pertanyaan:

Malam Bu Inggrid & Pa Stef,
Mau tanya ni sedikit ni:
1. Dalam perayaan ekaristi, umat yang meminta didoakan biasanya menuliskan ujudnya tersebut pada sebuah amplop yang telah diisi dengan sejumlah uang. Bagaimana pendapatnya tentang hal ini? Saya kuatir surat pengampunan dosa (aflat) berubah wujud menjadi surat pengabulan dosa.

Terima kasih atas penjelasnnya!! – Piony

Jawaban:

Shalom Piony,

Terima kasih atas pertanyaannya. Pertanyaan tentang ujud Misa yang dibarengi dengan amplop adalah tidak menjadi masalah, karena ini adalah bentuk untuk membagi dengan para imam, memberi apa yang menjadi hak imam. Kita tahu bahwa di dalam Perjanjian Lama, para imam mendapatkan bagian yang layak untuk semua pelayanannya. Perjanjian Lama memuat begitu banyak ayat yang menjelaskan hak para imam, seperti:

Num 18:21 Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan. (lih juga Im 27:30)

Deu 18:1 “Imam-imam orang Lewi, seluruh suku Lewi, janganlah mendapat bagian milik pusaka bersama-sama orang Israel; dari korban api-apian kepada TUHAN dan apa yang menjadi milik-Nya harus mereka mendapat rezeki.

Dari ayat-ayat tersebut, kita melihat bahwa para imam Perjanjian Lama menerima bagian yang menjadi haknya, karena memang mereka terikat dalam pelayanan untuk mempersembahkan kurban, sehingga waktu yang mereka punyai diperuntukkan oleh Tuhan sepenuhnya. Pada awalnya, di dalam Perjanjian Baru belum ada aturan khusus untuk mengatur bagaimana mendukung para imam. Hal ini terlihat dari rasul Paulus yang tetap bekerja sebagai pembuat tenda, meskipun dia tahu bahwa dia mempunyai hal (lih. 1 Kor 4:12; Kis 18:3; Kis 20:34). Dan kita juga melihat bagaimana kaum religius mencukupi kebutuhan mereka dengan bercocok tanam, beternak, membuat kerajinan, dll.

Namun dengan semakin kompleksnya pelayanan dan juga tuntutan para imam untuk melayani umat, maka adalah adil untuk mencukupi kebutuhan jasmani para imam yang telah melayani kebutuhan rohani para umat. Dan ini juga ditekankan dalam Perjanjian Baru, yang mengatakan:

1 Kor 9:13: Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu?

1Tim 5:17-18: 17 Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar. 18 Bukankah Kitab Suci berkata: “Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik,” dan lagi “seorang pekerja patut mendapat upahnya.”

Dan disiplin ini diajarkan oleh St. Augustinus, St. Ambrose, dan santa-santo yang lain, yang juga ditetapkan dalam Synods of Tours (56), Macon (586), yang semuanya mengajarkan untuk mendukung kehidupan para imam. Dan kemudin, Kitab Hukum Kanonik (KHK) juga mengatur hal ini dalam:

Kan. 946 – Umat beriman kristiani, dengan menghaturkan stips agar Misa diaplikasikan bagi intensinya, membantu kesejahteraan Gereja dan dengan persembahan itu berpartisipasi dalam usaha Gereja mendukung para pelayan dan karyanya.

Kan. 947 – Hendaknya dijauhkan sama sekali segala kesan perdagangan atau jual-beli stips Misa.

Kan. 951 – § 1. Imam yang pada hari yang sama merayakan beberapa Misa, dapat mengaplikasikan setiap Misa bagi intensi untuknya stips dipersembahkan, tetapi dengan ketentuan bahwa kecuali pada hari raya Natal, hanya satu stips Misa boleh menjadi miliknya, sedangkan yang lain diperuntukkan bagi tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh Ordinaris, dengan tetap diizinkan sekadar retribusi atas dasar ekstrinsik.

§ 2. Imam yang pada hari yang sama berkonselebrasi Misa kedua, tidak boleh menerima stips untuk itu atas dasar apapun.

Dengan dasar-dasar di atas, maka Gereja sebenarnya telah memberikan peraturan yang jelas tentang stipendium. Besarnya stipendium ditetapkan oleh ordinaris di tiap-tiap keuskupan. Dengan demikian, tidak perlu takut bahwa stipendium dapat menjadi hal-hal yang disalahgunakan, karena Gereja telah mempunyai peraturan yang jelas tentang hal ini. Kalaupun ada pelanggaran, maka tugas dari masing-masing ordinaris untuk dapat mengaturnya secara lebih baik. Kalau kita pikirkan, seorang imam tidak akan kaya dengan menerima stipendium. Semoga jawaban ini dapat membantu, dan mari kita semua lebih memperhatikan kebutuhan para imam yang telah diberikan oleh Tuhan untuk mendukung kita semua dalam kehidupan spiritual kita, terutama melalui Sakramen-sakramen.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

8 COMMENTS

  1. Selamat malam, pengasuh katolisitas yang terkasih, saya mau bertanya seputar Evangeliarium, mohon dijelaskan setelah diarak apakah langsung ditempatkan di altar atau di tempat yang disediakan khusus. Terimakasih atas penjelasannya. GB

    • Shalom Jul Em,
      Ketentuan tentang pembawaan Kitab Injil (Evangeliarium), menurut PUMR adalah:

      PUMR 194 Dalam perarakan menuju altar, bila tidak ada diakon, lektor dapat membawa Kitab Injil (Evangeliarium) yang sedikit diangkat. Dalam hal seperti ini, lektor berjalan di depan imam; kalau tidak membawa Kitab Injil, ia berjalan bersama para pelayan yang lain.
      PUMR 195 Sesampai di depan altar, lektor membungkuk khidmat bersama para pelayan yang lain. Seorang lektor yang membawa Kitab Injil langsung menuju altar dan meletakkan Kitab Injil di atasnya. Lalu ia pergi ke tempat duduknya di panti imam bersama para pelayan yang lain.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Selamat malam Bu Ingrid ,
    Menurut saya pribadi , gereja katolik sekarang cenderung jauh dr umatnya , jauh dr semangat pelayanan sebagaimana yg saya rasakan dulu sewaktu kecil.Sekarang gereja hanya sibuk mempercantik diri , lebih menyibukkan diri pada yg namanya birokrasi , lebih melayani orang-orang yg mampu secara ekonomi , padahal bukan orang-orang seperti itulah yg lebih memerlukan perhatian pihak gereja.Secara perlahan kayaknya kita sudah mulai mirip dengan saudara-saudara kita dr gereja sebelah , tidak ada uang..tidak ada pelayanan…..
    Bagaimana Ibu menyikapi hal seperti ini?

    • Shalom Gedhang Kukus,
      Mungkin pengalaman tiap- tiap orang berbeda dalam hal ini, sehingga apa yang dialaminya itu yang mempengaruhi penilaiannya tentang sesuatu. Mungkin anda pernah mengalami suatu kejadian tertentu sehingga anda dapat berkesimpulan demikian. Bagi saya pribadi, saya melihatnya tidak demikian. Saya masih melihat bahwa di banyak paroki kegiatan pelayanan sungguh dilakukan atas dasar sukarela, sehingga tidak melibatkan soal uang. Jika ada fakor uang sekalipun, jumlahnya sangat masuk akal, karena misalnya untuk menutup biaya transportasi, dan sekedar uang saku bagi sang pelayan. Setahu saya, mereka yang melayani di Gereja Katolik tidak akan menjadi kaya/ makmur secara duniawi, karena memang bukan itu tujuannya.
      Jika benar pengamatan anda bahwa pelayanan lebih ditujukan kepada orang- orang yang mampu secara ekonomi, ini sesungguhnya keliru, dan Kitab Suci sendiri menentang sikap macam ini. Rasul Yakobus dalam suratnya menyatakan dengan keras agar hukum kasih kepada sesama tidak boleh diterapkan dengan memandang muka dan status. (lihat Yak 2). Jadi jika di paroki, anda melihat terjadi demikian, sudah selayaknya anda mendoakan situasi itu dan terutama para pemimpin umat yang melakukannya. Jika anda mau berperan lebih, berbuatlah sesuatu untuk membuktikan bahwa pelayanan tidak dikhususkan untuk mereka yang ‘mampu’. Buatlah kelompok doa/ kelompok Kitab Suci bersama umat yang berkekurangan. Atau jika anda dapat menjalankan peran sebagai ‘jembatan’ antara kelompok umat yang berkekurangan dan umat yang berada, maka lakukanlah peran itu. Prinsipnya: daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin. Siapa tahu dengan teladan anda, maka akan ada banyak orang terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Dan dengan itu, nama Tuhan dimuliakan.
      Situasi yang negatif di sekitar kita harus membuat kita termotivasi untuk melakukan kebaikan, dan bukannya jadi membuat kita berkecil hati dan menyesali keadaan. Semoga Tuhan memberkati dan menggerakkan hati anda untuk mengambil bagian dalam karya kerasulan, demi kemuliaan nama Tuhan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

Comments are closed.