“Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang” (Mazmur 23:2)
Sharing kehidupan oleh Romo Felix Supranto, SS.CC
Saya mengenal Rosa sejak ia duduk di kelas 1 SMP di Tanjungpinang-Kepulauan Riau ketika saya melayani paroki di sana. Rosa memiliki iman yang sangat mendalam. Imannya terungkap dalam pelayanan sebagai ketua Legio Maria. Ia selalu mengunjungi orang-orang sakit yang dirawat di rumah sakit di samping gereja setelah Misa. Ia dan adik-adiknya, yaitu Sonya, Noni, Balde, Novi, menganggap saya sebagai ayah mereka.
Setelah lulus SMEA di Tanjungpinang, ia mengubah tradisi dengan merantau di Jakarta untuk kuliah sambil bekerja. Ia datang hanya membawa uang perjalanan dan uang pangkal kuliah. Perjuangannya luar biasa, sampai pernah jatuh ketika turun dari bus kota. Perjuangannya menghasilkan buah, yaitu selesai kuliahnya dan berhasil mendirikan sebuah usaha untuk pendidikan. Ia berkata kepada saya: “Saya harus membuka jalan dan teladan bagi adik-adikku agar berhasil dalam Tuhan”. Adik-adiknya memang akhirnya mengikutinya di Jakarta.
Di Jakarta itulah ia bertemu dengan Gunardi yang menjadi suaminya. Gunardi adalah suami yang sangat baik. Buah dari pernikahan mereka adalah dua anak yang sangat baik. Saya yang memberikan nama bagi kedua anak itu, yaitu Elita dan Pius. Kedua anak itu memanggil saya Akong Romo (Opa Romo) sebagaimana Rosa membahasakannya kepada mereka.
Beberapa tahun belakangan ini ia menderita penyakit yang serius. Ia tidak mengeluh dan berjuang mengalahkannya. Ia tetap bekerja dan tetap melayani dalam gereja. Semangat hidupnya sangat luar biasa.
Saya, tanggal 25 Juni 2016 yang lalu, mengunjunginya untuk berdoa dan memberikan komuni baginya. Kebutuhan hidup rohani memang merupakan kerinduannya. Doa dan Komuni Kudus memberikan sukacita dalam jiwanya. Pada waktu itu saya melihat keadaan tubuhnya yang semakin kurus. Saya ingin memberikan surprise pada ulang tahunnya ke-42 pada tanggal 29 Juni 2016 dengan membawa kue ulang tahun jam 05.30. Ia nampak sangat sukacita menerima hadiah ulang tahunnya yang tak pernah ia kira. Ternyata ulang tahunnya itu adalah ulang tahunnya yang terakhir seperti yang saya duga.
Satu minggu kemudian saya akan mengunjunginya lagi untuk memberikan komuni pada hari Minggu seperti yang telah saya janjikan kepadanya. Ia mengatakan kepada saya: “Romo tidak usah datang karena saya sudah ke gereja. Banyak orang lain lebih membutuhkan pelayanan Romo daripada saya”. Itulah Rosa yang senantiasa mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri.
Pada tanggal 28 Juli 2016 ia menelepon saya dengan suara yang sangat berat: “Romo, kunjungilah saya. Jangan lama-lama ya”. Permohonannya itu membuat saya mengerti bahwa akan terjadi sesuatu dengan dirinya karena ia tidak pernah mau merepotkan orang lain. Pada tanggal 30 Juli 2016 saya bergegas menuju ke rumahnya. Benarlah apa yang saya pikirkan. Ia telah terbaring lemah di tempat tidurnya. Ia minta berbicara pribadi dengan saya. Ia mengatakan kepada saya: “Romo, saya sudah menyerahkan diri saya kepada Tuhan. Saya minggu ini mungkin akan berpulang. Saya minta Romo untuk merayakan Misa bagiku pada hari Jumat Pertama, peringatan Hati Kudus Yesus. Saya meminta Romo untuk mendampingi suami, anak-anak, dan adik-adikku”. Ia kemudian mendaraskan doa yang sangat indah: “Tuhan Yesus, dengan sakit ini, saya semakin mensyukuri setiap hembusan nafasku yang tersisa. Terimakasih Tuhan atas orang-orang yang telah mengunjungi aku dan mendoakan aku. Kini aku letakkan penyakitku di atas telapak kaki-Mu”. Ia kemudian meminta Sakramen Pengampunan Dosa dan Komuni Kudus.
Tanggal 1 Agustus 2016 malam, saya mendengar bahwa Rosa dirawat di rumah sakit. Esok harinya, tanggal 2 Agustus 2016 pukul 03.30 saya mengunjunginya. Keadaannya semakin lemah. Ia terus menerus mengatakan bahwa ia sedang terbaring di padang rumput yang hijau seperti yang dikatakan oleh Pemazmur: “Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang” (Mazmur 23:2). Saya sangat terharu bahwa ia berbicara kepada Deasy: “Titip Romo ya Deas…”. Yang dimaksudkannya adalah untuk memperhatikan kesehatan saya. Dalam keadaan sakit pun, ia masih memikirkan keadaan orang lain. Kemudian ia masih bisa menerima komuni yang saya berikan. Setelah menerima komuni, ia meminta saya untuk mengalungkan rosario di lehernya. Ia menghadap Bapa dengan tenang pada hari Rabu, 3 Agustus 2016, pukul 00.43.
Pada tanggal 3 Agustus 2016 pukul 22.00 saya pergi ke rumah duka untuk berdoa bagi jiwa Rosa dan meneguhkan suami dan anak-anaknya. Saya berkata dalam hati kepada Rosa: “Rosa, engkau telah memancarkan cahaya Allah Bapa yang harum bagi keluarga dan sesama sesuai dengan arti namamu ‘Rosa’ berarti bunga dan ‘Cecilia’ berarti cahaya surgawi’. Selama hidupnya, Rosa sudah menjalankan Sabda Tuhan: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga” (Matius 5:16).
Selamat jalan Rosa, engkau pasti berbahagia terbaring di pangkuan Bapa di Surga.