Dalam Misa Krisma yang membuka Trihari Suci, Paus Fransiskus memperingatkan imam Katolik di seluruh penjuru dunia bahwa alasan para imam mengalami ketidakpuasan, tidak semangat dan seringkali hanya seperti kolektor barang antik atau baru ialah karena mereka hanya memperhatikan dirinya sendiri yang mengakibatkan mereka kehilangan umat terbaik mereka. Paus memohon para imam untuk menjadi gembala yang mengenal “bau” dari para dombanya.

Dalam Misa Krisma yang dikonselebrasikan bersama lebih dari 2.000 kardinal, uskup agung, uskup, dan imam dan juga dihadiri oleh lebih dari 10.000 umat, Paus menunjukkan cara yang manjur untuk mengenali seorang imam yang baik ialah dengan melihat “bagaimana umatnya diurapi.” Kemudian, dia menambahkan, “Bukan dalam pencarian jiwa atau introspeksi yang terus menerus kita bertemu dengan Tuhan: cara – cara tersebut memang berguna dalam kehidupan, tetapi menghidupi imamat kita dengan berganti – ganti cara dan metode membuat kita menjadi seorang Pelagian (red-mengacu pada Pelagius yang tidak percaya doktrin dosa asal dan dicap sesat oleh Konsili Kartago pada tahun 418) dan menghambat karya rahmat, yang seharusnya hidup dan berkembang jikalau kita dalam iman mau keluar memberikan diri kita sendiri dan Injil kepada sesama.

Paus mengingatkan bahwa Misa Krisma adalah peringatan untuk seluruh imam-termasuk dirinya – akan hari tahbisan mereka. Dalam konteks ini Paus menjelaskan apa artinya menjadi seorang yang diurapi, untuk berkarya bagi sesama, dan secara khusus arti dari pakaian liturgi. “Saat kita mengenakan kasula kita yang sederhana, terkadang kita merasa di pundak dan hati kita, beban dan wajah umat beriman kita, para kudus dan martir yang banyak kita miliki pada masa kita.”

“Keindahan dari pakaian liturgi bukan terletak pada jahitan atau jenis kain. Urapan kalian saudara – saudaraku terkasih tidak dimaksudkan hanya untuk membuat kalian wangi atau hanya untuk disimpan dalam toples, karena nantinya menjadi busuk dan hati kita pun demikian.” (red-sikap seorang imam harus indah dari dalam)

Bapa Suci juga memberikan detail konkrit untuk menginspirasi para imam dalam misi pastoral mereka, “Umat kita senang mendengar Injil yang diberitakan dengan penuh urapan, mereka suka saat Injil yang kita wartakan menyentuh kehidupan mereka sehari – hari, yang mengalir seperti minyak Harun di batas – batas kenyataan, saat Injil membawa cahaya di saat yang sangat gelap, ke “pinggiran” di mana orang – orang beriman berhadapan dengan olok – olok mereka yang ingin menghancurkan iman mereka. Umat berterima kasih pada kita karena mereka merasakan doa – doa kita untuk kehidupan nyata mereka sehari – hari, permasalahan mereka, kegembiraan mereka, beban mereka dan harapan mereka. Dan saat mereka mencium wangi dari Yang Terurapi, Kristus, telah hadir bagi mereka melalui kita, mereka merasa diyakinkan untuk mempercayakan kita segala sesuatu yang ingin mereka bawa ke hadapan Tuhan: “Doakan saya romo, karena saya punya masalah ini, ini, dan itu”, “Berkati saya romo”, “Doakan saya romo”

“Yang ingin saya tekankan ialah kita secara terus menerus harus memohon rahmat Allah dan menyadari semua permohonan kita, walaupun permohonan tersebut terkadang tidak menyenangkan dan seringkali sangat materialistik ataupun membosankan – tetapi nyatanya- itulah keinginan umat kita untuk diurapi dengan minyak wangi, karena mereka tahu kita memilikinya. Untuk menyadari dan merasakan, sama seperti Tuhan merasakan harapan penyembuhan dari wanita yang mengalami pendarahan yang menyentuh ujung pakaiannya.”

Paus mengakhiri homili dengan meminta kepada umat untuk “dekat dengan imam kalian dengan penuh kasih dan doa semoga mereka dapat selalu menjadi gembala yang sesuai dengan hati Allah.”

Paus Fransiskus,
28 Maret 2013.

Diterjemahkan secara bebas dari www.vis.va

5 COMMENTS

  1. Semoga apa yg dikatakan Paus Fransiskus diteladani oleh para imam ditempat saya, krn ada romo yg disalami saja tidak mau / milih2, mmg tidak semua romo begitu, cuma disayangkan saja kl sampai dpt romo pengganti spt ini. Semoga Tuhan memberikan rahmat kerendahan hati kepada para romo utk bisa menjani kasih kepada semua org dan juga semoga para umat diberi rahmat utk bisa mengampuninya.

  2. Puji Tuhan,Pastur di Paroki saya selalu mengagendakan kunjungan ke umat2,bergiliran di setiap wilayah.

    Semoga para Imam senantiasa memiliki hati seperti Kristus,membawa pengharapan dan terang kasih Kristus bagi domba2Nya,terutama bagi mereka yang miskin,lemah,tersingkir dan difabel. Amin

  3. Agar para imam mengenal “bau” dombanya, alangkah bagus kalau setiap imam di paroki mengadakan kunjungan ke rumah umatnya tanpa kecuali (mulai dari yg paling kaya sampai yg paling miskin). Saya pikir jika mau menanggalkan “kepentingan diri” atau egoisme (menurut paus Fransiskus)pasti bisa dilakukan. Tapi sayang hal semacam ini sepertinya susah dilakukan. Saya tidak tahu apa sebabnya.

    [dari katolisitas: Menjadi tugas bagi seluruh umat untuk mendoakan para gembala, sehingga para pastor juga dapat meniru teladan Kristus – yaitu menjadi gembala yang baik bagi seluruh domba-domba yang dipercayakan Kristus kepada mereka. Bahwa ada yang kurang menjalankan fungsinya dengan baik memang ada, namun ada juga yang memang menjalankan tugas ini dengan baik. Kita juga harus berusaha membantu para pastor, sehingga mereka juga mempunyai waktu untuk melakukan tugasnya dengan baik.]

    • Ya saya setuju. Namun ini sekadar imajinasi.
      Alangkah ideal bila dalam 1 hari katakanlah hanya mengunjungi 1 keluarga.
      Jika takut membuat “repot” keluarga, di gereja bisa diumumkan bahwa “saya akan melakukan kunjungan rumah. Saya tidak minta diberi hidangan, cukup air putih, karena saya hanya ingin mengunjungi / lebih dekat dengan kalian semua.” Banyak hal yang bisa diambil dari kunjungan itu, misalnya, memberkati rumah bila rumah itu belum diberkati; memberkati seluruh keluarga di rumah (atau mengurapi, meminjam istilah Paus Fransiskus di atas), mendengar masalah keluarga, mendengar harapan harapan umat, dsb.

  4. Sangat relevant dengan keadaan di Indonesia, semoga Paus Francis banyak meluruskan banyaknya kebablasan dalam melaksanakan KV II dalam liturgi ekaristi di Indonesia dengan justifikasi inkulturasi.
    dari seorang umat di Jakarta

Comments are closed.